BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemasaran Menurut Kotler & Keller (2009: 6), pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok berusaha mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan orang lain. Menurut Asosiasi Marketing Amerika (Peter & Donnelly,2011:3), pemasaran didefinisikan sebagai fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik saham. Menurut Ali Hasan (2007:1), pemasaran adalah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder (pelanggan, karyawan, pemegang saham). Dari konsep pemasaran ini,bahwa pemasaran (marketing) adalah fungsi organisasi untuk mengkomunikasikan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan dengan pelanggan yang bertujuan untuk mencapai kepuasaan yang berkelanjutan bagi pelanggan, karyawan, dan pemegang saham. 2.1.1.1 Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran Kotler (2009) adalah seni dan ilmu memilihpasar sasaran dan mendapatkan,menjaga serta menumbuhkan pelanggandenganmenciptakan,menyerahkandanmengkomunikasikan nilai pelangganyang unggul. Definisi ini menyadaribahwamanajemen pemasaran adalahproses yang mencakup analisis, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasanjuga mencakup barang, jasa serta gagasan; berdasarkan pertukaran dantujuannya adalah memberikan kepuasan bagi pihak yang terlibat. Dengandemikian, dapat diketahui bahwa tugas manajemen pemasaran bukan hanyamenawarkan barang atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginanpasarnya, 13 14 menetapkan harga yang efektif, komunikasi dan distribusi untukmemberikan informasi, memengaruhi dn melayani pasarnya tetapi lebihdari itu. Tugas manajemen pemasaran adalah memengaruhi tingkat, waktudan komposisi permintaan untuk membantu perusahaan mencapai sasarannya. 2.1.2 Perilaku konsumen 2.1.2.1 Pengertian Perilaku Konsumen Menurut Simamora perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini (2008). Sedangkan Philip Kotler & Kevin Lane Keller menyatakan perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka (2009:166). Ujang Sumarwan berpendapat perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa (2011:5). Perilaku konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2010:108) adalah perilaku konsumen yang menampilkan perilaku konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan. Mengevaluasi dan membuang produk atau jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumenberfokus pada bagaimana konsumen invidu maupun kelompok membuat keputusan untuk membelanjakan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, dan usaha) untuk barang-barang konsumsi terkait. Namun Nembah F. Hartimbul Ginting mengatakan perilaku konsumen adalah tindakan perorangan dalam meperoleh, menggunakan serta membuang barang dan jasa ekonomi, termasuk proses pengambilan keputusan sebelum menetapkan tindakan (2011:33).Dari definisi diatas dapat disimpulkan perilaku konsumen 15 adalah semua tindakan dan sikap yang dilakukan dan terjadi yang akhirnya menentukan apakah akan membeli produk atau jasa atau tidak. 2.1.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen Faktor-faktor utama yang memengaruhi perilaku konsumen menurut Simamora (2004:6) yaitu: • Faktor budaya Faktor budaya yang mempunyai pengaruh paling luas dan mendalam terhadap perilaku konsumen. Peranannya dimainkan oleh kultur, sub kultur, dan kelas sosial. Kultur adalah faktor penentu paling pokok dari keinginan dan perilaku seseorang. Sub kultur merupakan sub-sub yang lebih kecil dari kultur yang memberikan identifikasi dan sosialisi anggotanya yang lebih spesifik. Sub kultur mencakup kebangsaan, agama,kelompok, ras, dan daerah geografis. Kelas sosial adalah bagian-bagian yang relatif homogen dan tetap dalam suatu masyarakat yang tersusun secara hirarkis dan anggota-anggotanya memiliki tata niat, minat, dan perilaku yang sama. • Faktor sosial Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, kelurga, serta peran dan status sosial. Kelompok acuan. Kelompok acuan adalah seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata memengaruhi perilaku. Kelompok acuan digunakan oleh seseorang sebagai dasar untuk perbandingan atau sebuah referensi dalam membentuk respon afektif dan kognitif dan perilaku. Beberapa kelompok acuan yang terkait dengan konsumen diataranya adalah; kelompok persahabatan (Friendship Groups), kelompok belanja (Shopping Groups), kelompok kerja(Work Groups), kelompok atau masyarakat maya (Virtual Groups or 16 communities) dan kelompok pegiat konsumen (Consumer Action Groups). Beberapa kelompok yang digunakan dalam komunikasi pemasaran: selebriti, ahli atau pakar, orang biasa, para eksekutif dan karyawan, karakter dagang atau juru bicara. (Sumarwan 2004;250). Keluarga. Adalah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, dan tinggal bersama. Anggota keluarga merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh. Orientasi keluarga terdiri dari orang tua, saudara, pasangan dan anak-anaknya. Peran dan status. Seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok dalam hidupnya seperti keluarga, klub, organisasi. Posisi orang tersebut dalam setiap kelompok dapat didefinisikan sebagai peran dan status. • Faktor pribadi Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu usia pembeli, dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep pribadi pembeli. Usia dan tahap siklus hidup. Orang-orang pembeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Mereka memakan makanan bayi pada tahun-tahun awal, memakan segala jenis makanan pada tahun-tahun pertumbuhan, dan memakan makanan diet pada tahun-tahun berikutnya. Pekerjaan. Pekerjaan seseorang juga memengaruhi pola konsumsinya. Keadaan ekonomi. Keadaan ekonomi sangat memengaruhi pilihan produk. Pemasar yang produknya peka terhadap pendapatan dapat dengan seksama memperhatikan kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan kekayaan. Indikator tersebut menunjukkan adanya resesi, pemasar dapat mencari jalan untuk menetapkan posisi produknya. 17 Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang diungkapkan dalam kegiatan, minat, dan pendapat seseorang. Gaya hidup melukiskan ”keseluruhan orang” tersebut yang berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menggunakan uang dan waktunya (Sumarwan, 2004:56) Kepribadian dan konsep pribadi. Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda. Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan tetap terhadap lingkungannya. • Faktor psikologis Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi lagi oleh empat faktor psikologi utama yaitu; motivasi, persepsi, pengetahuan, serta kepercayaan dan pendirian. Motivasi. Maslow menjelaskan mengapa seseorang didorong oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. Menurutnya, kebutuhan manusia tersusun secara berjenjang, mulai dari yang paling banyak menggerakkan sampai yang paling sedikit memberikan dorongan. Pertama-tama orang akan memuaskan kebutuhan yang paling penting dulu, baru memenuhi kebutuhan berikutnya. Berdasarkan urutan kepentingannya, jenjang kebutuhan adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial,kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan sendiri muncul karena merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan sesungguhnya dirasakan. -Persepsi. Seseorang yang termotivasi adalah siap untuk bertindak. Bagaimana seseorang benar-benar bertindak dipengaruhi oleh persepsi dia mengenai situasi tersebut. Pengetahuan. Pengetahuan menjelaskan perubahan dalam perilaku suatu individu yang berasal dari pengalaman. 18 Kepercayaan dan sikap pendirian. Melalui bertindak dan belajar, orang memperoleh kepercayaan dan pendirian. Hal-hal ini kemudian memengaruhi perilaku pembelian mereka. 2.1.2.3 Proses pengambilan keputusan konsumen Kotler dan Keller (2007) menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan merupakan proses psikologis dasar yang memainkan peranan penting dalam memahami bagaimana konsumen secara aktual mengambil keputusan pembelian. Proses pengambilan keputusan diawali dengan adanya kebutuhan yang berusaha untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan ini terkait dengan beberapa alternatif sehingga perlu dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk memperoleh alternatif terbaik dari persepsi konsumen. Di dalam proses membandingkan ini konsumen memerlukan informasi yang jumlah dan tingkat kepentingannya tergantung dari kebutuhan konsumen serta situasi yang dihadapinya. Keputusan pembelian akan dilakukan dengan menggunakan kaidah menyeimbangkan sisi positif dengan sisi negatif suatu merek (compensatory decision rule) ataupun mencari solusi terbaik dari perspektif konsumen (non-compensatory decision rule), yang setelah konsumsi akan dievaluasi kembali. 2.1.2.4 Faktor-faktor yang memengaruhi proses pengambilan keputusankonsumen Terdapat lima faktor internal yang relevan terhadap proses pengambilan keputusan konsumen: • Motivasi (motivation) merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia untuk mencapai tujuan tertentu. • Persepsi (perception) merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap stimulus atau kejadian yang diterimanya berdasarkan informasi dan pengalamannya terhadap rangsangan tersebut. • Pembentukan sikap (attitude formation) merupakan penilaian yang ada dalam diri seseorang yang mencerminkan sikap suka/tidak suka seseorang akan suatu hal. 19 • Integritas (integration) merupakan kesatuan antara sikap dan tindakan. Integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaan suka akan mendorong seseorang untuk membeli dan perasaan tidak suka akan membulatkan tekad seseorang untuk tidak membeli produk tersebut. 2.1.2.5 Model-model pengambilan keputusan 1. Model Perilaku Pengambilan keputusan. • Model Ekonomi yang dikemukakan oleh ahli ekonomi klasik dimana keputusan orang itu rasional, yaitu berusaha mendapatkan keuntungan marginal sama dengan biaya marginal atau untuk memperoleh keuntungan maksimum. • Model Manusia Administrasi Dikemukan oleh Herbert A. Simon dimana lebih berprinsip orang tidak menginginkan maksimalisasi tetapi cukup keuntungan yang memuaskan. • Model Manusia Mobicentrik Dikemukakan oleh Jennings, dimana perubahan merupakan nilai utama sehingga orang harus selalu bergerak bebas mengambil keputusan • Model Manusia Organisasi Dikemukakan oleh W.F. Whyte, model ini lebih mengedepankan sifat setia dan penuh kerjasama dalam pengambilan keputusan • Model Pengusaha Baru Dikemukakan oleh Wright Mills menekankan pada sifat kompetitif • Model Sosial Dikemukakan oleh Freud Veblen dimana menurutnya orang sering tidak rasional dalam mengambil keputusan diliputi perasaan emosi dan situsai dibawah sadar. 2. Model Preskriptif dan Deskriptif Fisher mengemukakan bahwa pada hakekatnya ada 2 model pengambilan keputusan, yaitu: • Model Preskriptif Pemberian resep perbaikan, model ini menerangkan bagaimana kelompok seharusnya mengambil keputusan. 20 • Model Deskriptif Model ini menerangkan bagaimana kelompok mengambil keputusan tertentu. • Model preskriptif berdasarkan pada proses yang ideal sedangkan model deskriptif berdasarkan pada realitas observasi Disamping model-model diatas (model linier) terdapat pula model Spiral dimana satu anggota mengemukakan konsep dan anggota lain mengadakan reaksi setuju tidak setuju kemudian dikembangkan lebih lanjut atau dilakukan “revisi” dan seterusnya. 2.1.2.6 Tipe-tipe proses pengambilan keputusan Para ahli telah merumuskan proses pengambilan keputusan model lima tahap. Untuk lebih jelasnya, proses pengambilan keputusan konsumen model lima tahap tersebut disajikan dalam gambar di bawah ini : Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Sumber: Kotler (2008) • Pengenalan masalah Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali masalah atau kebutuhan, yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Rangsangan internal misalnya dorongan memenuhi rasa lapar, haus dan seks yang mencapai ambang batas tertentu. Sedangkan rangsangan eksternal misalnya seseorang melewati toko kue dan melihat roti yang segar dan hangat sehingga terangsang rasa laparnya. • Pencarian informasi. Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Sumber informasi konsumen yaitu: 21 o Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga dan kenalan. o Sumber komersial: iklan, wiraniaga, agen, kemasan dan penjualan. o Sumber publik: media massa dan organisasi penilai konsumen. o Sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan dan menggunakan produk. • Evaluasi alternatif. Konsumen memiliki sikap beragam dalam memandang atribut yang relevan dan penting menurut manfaat yang mereka cari.Kumpulan keyakinan atas merek tertentu membentuk citra merek, yang disaring melalui dampak persepsi selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif. • Keputusan pembelian. Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Faktor sikap orang lain dan situasi yang tidak dapat diantisipasi yang dapat mengubah niat pembelian termasuk faktor-faktor penghambat pembelian. Dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub-keputusan pembelian, yaitu: keputusan merek, keputusan pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu dan keputusan metode pembayaran. • Perilaku pasca pembelian. Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian, yang tujuan utamanya adalah agar konsumen melakukan pembelian ulang. 2.2 Involvement 2.2.1 Definisi Involvement Keterlibatan merupakan keadaan motivasional yang disebabkan oleh persepsi konsumen terhadap sebuah produk, merek, atau iklan yang relevan atau menarik.Kebutuhan memiliki pengaruh kuat dalam mendeterminasi 22 tingkat keterlibatan seseorang.Sebagai tambahan, situasi juga dapat memengaruhi konsumen. Keterlibatan atau involvement merupakan faktor penting dari bagaimana seorang konsumen menerima informasi dan mempelajarinya.Keterlibatan juga merupakan faktor penting seorang konsumen membentuk perilaku dan membuat keputusan pembelian. Keterlibatan penting untuk pemasar karena keterlibatan memengaruhi berbagai macam perilaku konsumen. Sebagai contoh, keterlibatan konsumen dapat meningkatkan atensi atau perhatian, proses analisa, pencarian informasi, dan word-of-mouth. Keterlibatan juga penting karena ia memengaruhi strategi marketing. Contohnya, konsumen dengan keterlibatan tinggi cenderung menjadi lebih memahami tentang produk sehingga mereka akan cenderung lebih terpengaruh oleh iklan yang menyertakan informasi produk secara mendetail. Di lain sisi, konsumen dengan keterlibatan rendah cenderung kurang menguasai produk dan lebih menyuai iklan engan ilustrasi, sumber pesan, dan ketertarikan terhadap perasaan.(Hawkins / Mothersbaugh, 2010) Menurut Heidarzadeh et.al, (2011), Keterlibatan adalah tingkat hubungan pribadi konsumen dengan produk atau jasa dan itu termasuk penting, nilai dan risiko.Keterlibatan merupakan refleksi dari motivasi yang kuat di dalambentuk relevansi pribadi yang sangat dirasakan dari suatu produk atau jasadalam konteks tertentu.Semuanya bergantung pada hubungan yangdirasakan antara pengaruh yang memotivasi individu dengan manfaat yangditawarkan oleh objek.Karakteristik pribadi (kebutuhan, nilai, konsep diri)dihadapkan dengan stimulus pemasaran yang sesuai dalam situasi yangdiberikan pada saat itu (Setiadi, 2005). 2.2.2 Fokus keterlibatan Pemasar tertarik memahami keterlibatan konsumen terhadapproduk dan merek.Namun konsumen dapat terlibat berdasarkan hal yanglain seperti iklan.Konsumen dapat terlibat karena lingkungan, danbeberapa diantaranya terlibat karena lingkungan pemasaran.Masyarakatjuga dapat terlibat berdasarkan kegiatan atau perilaku yang khas sepertibermain, bekerja atau membaca (Setiadi, 2005:117). 23 Beberapa konsumen terlibat dengan kegiatan yang berkaitandengan pemasaran seperti mengumpulkan diskon harga, mencari hargaterendah atau tawar menawar dengan penjual. Pemasar perlu mengetahuidengan jelas fokus keterlibatan konsumen apakah produk atau merek, objek, perilaku, kejadian, situasi, lingkungan atau semuanya. Rantai artiakhir dapat menolong pemasar memahami keterlibatan produk konsumenkarena dapat memperlihatkan bagaiman pengetahuan tentang ciri produkdihubungkan dengan pengetahuan tentang diri (Setiadi, 2005:117). Tingkatan keterlibatan produk yang dialami konsumen selamaproses pengambilan keputusan ditentukan oleh jenis pengetahuan arti akhiryang diaktifkan pada suatu situasi. Tingkat keterlibatan relefansi pribadikonsumen tergantung pada dua aspek rantai arti akhir yang diaktifkanyaitu (Setiadi, 2005:118): a. Pentingnya atau relevansi pribadi dari akhir bagi konsumen b. Kekuatan hubungan antara tingkatan pengetahuan produk dantingkatan pengetahuan pribadi. 2.2.3 Tipe Keterlibatan Keterlibatan merupakan variabel individual yang merupakan efeksebab akibat atau dorongan dengan sejumlah konsekuensi pada perilakupembelian dan komunikasi.Atau merupakan relevansi tingkat pentingnyaproses pembelian suatu produk bagi konsumen.Lebih jauh keterlibatanmerefleksikan sejauh mana energi yang dialami oleh konsumen mampumenghasilkan loyalitas dan word of mouth yang positif (Setiadi, 2005). Pada keterlibatan padapengidentifikasian jenis tinggi peraturan atau rendah difokuskan yang digunakan masyarakat untukmemutuskan alternatif-alternatif produk yang akan dibeli dan bagaimanakonsumen merestrukturisasi informasi yang mereka terima sehingga dapatmenentukan pilihan. Perbedaan mendasar pada keterlibatan tinggi danketerlibatan rendah terletak pada proses keputusan pembelian. Misalkanseberapa banyak atribut yang digunakan untuk membandingkan beberapamerek, seberapa lama proses pemilihan di dalam memproses informasi. 24 Misalnya seberapa luas penelusuran informasi, kemampuan daya serappesan iklan, banyak dan jenis respon kognitif sebagai akibat paparan iklan.Konsumen tidak yakniketerlibatan tinggi saja dan berbeda dalam rendah tetapi tingkat juga keterlibatannya berbeda dalam tipeketerlibatannya.Studi ini mengacu kepada konsep multi-dimensionalaspek keterlibatan yang disarankan oleh beberapa peneliti : A. Keterlibatan normative Tingkat pentingnya produk terhadap nilai-nilai pribadi, emosi dan ego konsumen yang disebut sbagai sign involvement, yaitu hubungan citra pribadi konsumen terhadap produk. B. Keterlibatan resiko subjektif Perasaan kemungkinan membuat pembelian yang keliru atau disebut juga sebagai risk involvement. C. Keterlibatan jangka panjang Minat dan familiaritas dengan produk sebagai satu kesatuan dan untukjangka waktu yang lama. D. Keterlibatan situational Kepentingan dan komitmen terhadap produk dalam bentuk loyalitasterhadap merek yang dipilih.Dalam tipe ini keterlibatan hanyaberlangsung sementara saja. 25 2.2.4 Dimensi dari keterlibatan konsumen Gambar 2.2 Faktor dalam Involvement Sumber: Jansson-Boyd (2010) Gambar 2.3 Dimensi Involvement Sumber: Michael R Solomon (2010) 26 Menurut Michael R Solomon dalam buku Consumer Behavior (2010) terdapat tiga faktor yang mempengaruh keterlibatan konsumen, yaitu 1. Person Factors Merupakan faktor yang didasari dari dalam individu seseorang.Person Factors dalam diri orang dapat memiliki tingkat yang berbeda beda. Adapun indikator dari person factors antara lain: o Needs / kebutuhan o Importance / tingkat kepentingan o Interest / tingkat ketertarikan o Values / Nilai-nilai yang ada dalam diri seseorang 2. Object or Stimulus Faktor ini dipicu oleh adanya perbedaan dalam sebuah produk atau objek, dimana faktor stimulus ini dipengaruhi dari jenis produknya. Beberapa indikator dari object or stimulus adalah: o Differentiation of alternatives Adanya perbedaan dalam produk yang memberikan konsumen kesempatan untuk mencari produk alternative. Konsumen ce tnderung menjadi terlibat lebih aktif ketika banyak alternatif produk yang tersedia. o Source of communication Banyaknya media yang tersedia untuk mencari dan bertukar informasi juga memengaruhi tingkat keterlibatan o Content of communication Isi atau konten dari pesan dan informasi yang ada juga dapat memengaruhi tingkat keterlibatan konsumen. Semakin menarik atau penting isi dan konten pesan, maka kemungkinan tingkat keterlibatan konsumen akan semakin tinggi. 3. Situational Factors Faktor pengukur tingkat keterlibatan konsumen yang berasal dari situasi yang ada saat itu. Terdiri atas indikator: o Purchase / Use Pengaruh penggunaan produk o Occasion Pengaruh situasi tertentu seperti promosi dan lain lain. 27 2.3 Word of Mouth Fungsi word of mouth adalah sebagai sarana komunikasi yang terjadi secara disadari maupun tidak akan membentuk suatu penilaian konsumen terhadap suatu produk / merek tertentu. Perusahaan harus dapat merangsang terciptanya word of mouth yang positif sehingga memengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. 2.3.1 Pengertian Word of Mouth Menurut Kotler & Keller (2009:512) word of mouth adalah kegiatan pemasaran melalui perantara orang ke orang baik secara lisan, tulisan, maupun alat komunikasi elektronik yang berhubungan dengan pengalaman pembelian jasa atau pengalaman menggunakan produk atau jasa. Word of Mouth memiliki kekuatan besar yang berdampak pada perilaku pembelian konsumen. Rekomendasi dari teman yang sudah dipercaya, asosiasi, dan konsumen lain berpotensi untuk lebih dipercaya dibandingkan dari sumber komersil, seperti iklan dan salespeople. Sebagian besar, word of mouth terjadi secara alami, konsumen mulai dengan membicarakan sebuah merek yang mereka gunakan kepada orang lain. (Kotler & Amstrong, 2012: 139). Menurut Sernovitz (2012: 19) terdapat lima T yang harus diperhatikan dalam mengupayakan WOM yang menguntungkan, yaitu: 1. Talkers (pembicara), adalah kumpulan orangyang memilki antuasiasme dan hubungan untuk menyampaikan pesan. Mereka yang akan membicarakan suatu merek seperti teman, tetangga, dan lainlain. Pembicara berbicara karena mereka senang berbagi ide yang besar dan menolong teman mereka. 2. Topics (topik), berkaitan dengan apa yang dibicarakan oleh talker. Topik ini berhubungan dengan sesuatu yang ditawarkan oleh suatu merek, seperti tawaran spesial, diskon, produk baru, atau pelayanan yang memuaskan. Topik yang baik ialah topik yang simpel, mudah dibawa, dan natural. 3. Tools (alat), mengacu kepada perlengkapan yang diperlukan untuk mempermudah konsumen dalam melakukan WOM, seperti sampel, kupon atau brosur. 28 4. Taking Part (partisipasi), perlunya partisipasi orang lain yang ikut serta dalam percakapan agar WOM dapat terus berlanjut, seperti dari pihak perusahaan yang terlibat di dalam percakapan membantu merespon mengenai produk atau jasa dari calon konsumen sehingga arah WOM dapat berkembang sesuai dengan sasaran. 5. Tracking (pengawasan), suatu tindakan perusahaan untuk mengawasi proses WOM sehingga perusahaan dapat mengantisipasi terjadinya WOM negatif mengenai produk atau jasa. Sumarwan dalam (Fitriana, 2011) mengartikan Word of Mouth Sebagai pertukaran ide, pikiran, dan komentar antara dua atau lebih konsumen, dan tidak satu pun dari mereka adalah pemasar. Beberapa faktor yang mendorong terjadinya komunikasi lisan antara lain adalah sebagai berikut : 1. Kebutuhan dari si pemberi informasi. a) Untuk memperoleh perasaan prestige dan serba tahu. b) Untuk menghilangkan keraguan dari pembelian yang telah dilakukannya. c) Untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang-orang yang disenanginya. d) Untuk memperoleh manfaat yang nyata. 2. Kebutuhan dari si penerima informasi. a. Untuk mencari informasi dari orang yang dipercaya dari pada orang yang menjual produk. b. Untuk mengurangi kekhawatiran tentang resiko pembelian. 3. Resiko produk karena harga dan rumitnya produk. 4. Resiko soal kekhawatiran konsumen tentang apa yang dipikirkan orang lain. 5. Resiko dari kurangnya kriteria objektif untuk mengevaluasi produk untuk mengurangi waktu dalam mencari informasi. Berdasarkan teori mengenai word of mouth di atas, maka dapat disimpulkan bahwa word of mouth merupakan media promosi yang dilakukan dengan perantara orang untuk menyampaikan pesan mengenai suatu nilai 29 produk/jasa yang telah digunakan kepada orang lain dan berdampak pada penilaian terhadap produk/jasa tersebut. 2.3.2 Jenis-jenis Word of Mouth Menurut pendapat Sernovitz (2012) Word of Mouth terdiri dari dua jenis, yaitu: 1) Organic Word of Mouth adalah pembicaraan yang bersemi secara alami dari kualitas positif perusahaan. 2) Amplified Word of Mouth adalah pembiaraan yang dimulai oleh kampanye yang disengajakan untuk membuat orang-orang berbicara. Perusahaan dapat mengusahakan keterlibatan konsumen dalam Amplified Word of Mouth. 2.3.3 Motivasi Melakukan Word of Mouth Menurut Sernovitz (2012) terdapat tiga motivasi dasar yang mendorong seseorang melakukan positive word of mouth, yaitu: 1) Konsumen menyukai produk yang dikonsumsi. Orang-orang mengkonsumsi suatu produk karena mereka menyukai produk tersebut.Baik dari segi produk utama maupun pelayanan yang diberikan yang mereka terima. 2) Pembicaraan membuat mereka baik. Kebanyakan konsumen melakukan word of mouth karena motif emosi atau perasaan terhadap produk yang mereka gunakan. 3) Mereka merasa terhubung dalam suatu kelompok. Keinginan untuk menjadi suatu bagain dalam suatu kelompok adalah perasaan manusia yang sangat kuat. Setiap individu ingin merasa terhubung dengan individu lain dan terlibat dalam suatu lingkungan sosial. Dengan membicarakan suatu produk kita menjadi merasa senang secara emosional karena dapat membagikan informasi atau kesenangan dengan kelompok yang memiliki kesenangan yang sama. 30 2.3.4 Electronic Word of Mouth 2.3.4.1Definisi Electronic Word-Of-Mouth Secara umum Word of Mouth adalah oral person-to-person communication /komunikasi lisan antara individu ke individu lainnya / antara pengirim dan penerima pesan dimana didalamnya memiliki unsur produk, jasa ataupun brand. Word of Mouth adalah pembicaraan yang secara alami terjadi diantara orang-orang, Word of Mouth adalah pembicaraan konsumen asli (Sernovitz,2006). Word of mouth (WOM) adalah informasi produk yang ditransmisikan dari oknum kepada oknum lain (Solomon, 1999) Dan Traditional Word of Mouth telah terbukti mempunyai peran besar pada keputusan pembelian konsumen dengan memengaruhi pilihan konsumen Word of Mouth seringkali dikatakan dengan istilah viral marketing, yaitu sebuah teknik pemasaran yang digunakan untuk menyebarkan sebuah pesan pemasaran dari satu website atau pengguna-pengguna kepada website atau para pengguna lain, yang mana dapat menciptakan pertumbuhan eksponensial yang potensial seperti layaknya sebuah virus. Tiga tahapan WOM menurut Sumardi (2009) adalah TAPS ( Talking, Promoting, Selling).: • Membicarakan adalah tahapan dimana seorang konsumen membicarakan sebuah produk atau merek kepada konsumen lain, • Mempromosikan ketika seorang konsumen bukan hanya sekedar membicarakan merek/produk tapi juga bersedia untuk mempromosikannya kepada konsumen lain, • Menjual adalah tahapan dimana seorang konsumen mau untuk menjualkan merek/produk tersebutkepada orang lain Dengan adanya internet terciptalah sebuah paradigma baru dalam komunikasi Word-Of-Mouth dan inilah awal pemunculan dari istilah electronic Word-of-Mouth atau eWOM.).eWOM. sekarang ini dianggap sebagai evolusi dari komunikasi tradisional interpersonal yang menuju generasi baru dari cyberspace. Dengan kemajuan teknologi semakin banyak trend konsumen untuk sibuk mencari 31 informasi yang dibutuhkan mengenai suatu produk sebelum mereka melakukan suatu pembelian. Henning-Thurau et al. (2009) mengatakan eWOM sebagai “pernyataan negatif atau positif yang dibuat oleh konsumen aktual, potential atau konsumen sebelumnya mengenai produk atau perusahaan dimana informasi ini tersedia bagi orang-orang ataupun institusi melalui via media internet”. Dan konsumen mempertimbangkan informasi negatif WOM akan lebih membantu daripada informasi yang positif dalam membedakan produk berkualitas tinggi dan produk berkualitas rendah (Herr et al., 1991). Menurut Arwiedya (2011) dalam media promosi yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian salah satunya ialah online word of mouth dengan mengatakan bahwa word of mouth adalah komunikasi interpersonal antara dua bahkan lebih individu seperti anggota kelompok referensi atau konsumen dan tenaga penjual dimana semua orang mempunyai pengaruh atas pembelian terus menerus melalui suatu komunikasi sedangkan Word of Mouth online adalah proses word of mouth dengan menggukan media internet atau web. Jadi dengan aktivitas dalam eWOM, konsumen akan mendapatkan tingkat transparansi pasar yang tinggi, dengan kata lain konsumen memiliki peran aktif yang lebih tinggi dalam siklus value chain sehingga mampu memengaruhi produk dan harga berdasarkan preferensi individu (Park dan Kirn, 2009) Lalu jika dilihat melalui sisi pengirim pesan , para konsumen yang mengumpulkan informasi dari diskusi atau forum online juga menunjukan ketertarikan yang tinggi pada topik sebuah produk daripada konsumen yang mendapatkan informasi dari sumber yang dilakukan oleh usaha-usaha marketing perusahaan (Bickart dan Schindler, 2001) Sedangkan bagi perusahaan eWOM, dapat menjadi sebuah mekanisme timbal balik (feedback) yang dapat membantu mereka untuk meningkatkan kualitas dari produk mereka dan mendapatkan konsumen yang baru. 32 2.3.4.2Perbedaan Electronic Word-Of-Mouth dan Word-OfMouth eWOM berbeda dengan WOM tradisional dalam banyak hal yaitu : 1. Komunikasi eWOM melibatkan multi-way exchanges information dalam mode asynchronousdan dengan berbagai macam teknologi seperti forum diskusi online, electronic bulletin boards, newsgroup, blogs, review site, dan social networking mampu memfasilitasi pertukaran informasi diantara komunikator. 2. Komunikasi eWOM lebih mudah diakses dan tersedia terus menerus ketimbang Tradisional WOM karena pesan yang disajikan berbasis text sehingga secara teori pesan tersebut tersedia untuk waktu yang tidak terbatas 3. Komunikasi eWOM lebih mudah untuk diukur daripada Tradisional WOM. Dengan format presentasi, kuantitas, dan persistant dari eWOM membuat pesan eWOM lebih mudah diamati. 4. Terakhir dalam eWOM, sang penerima pesan memiliki halangan dalam menilai apakah pengirim pesan dan pesan yang diberikan dapat dipercaya atau memiliki kredibilitas pesan yang tinggi.Karena dalam lingkungan online, orangorang hanya dapat menilai kredibilitas seorang komunikator berdasarkan sistem reputasi online seperti online rating, atau website credibility. 2.3.4.3eWOM dimension Goyette, et al (2010) membagi eWOM dalam empat dimensi yaitu : • Intensity mendefinisikan intensity (intensitas) dalam eWOM adalah banyaknya pendapat yang ditulis oleh konsumen dalam sebuah situs jejaring sosial. • Positive valence, didefinisikan sebagai komentar yang disebarkan oleh konsumen yang bersifat positif. 33 • Negative valence, didefinisikan sebagai komentar yang disebarkan oleh konsumen yang bersifat negatif. • WOM Content, merupakan komentar yang dilontarkan antar pengguna mengenai mengenai konten dari produk, seperti kualitas, penggunaan, dan lain-lainnya. 2.3.4.4 Penelitian sebelumnya mengenai Electronic Word-OfMouth Dalam penelitian sebelumnya banyak peneliti melakukan investigasi terhadap motif para konsumen dalam aktivitas eWOM dan sharing ataupun mengartikulasi aktivitas eWOM (Lee, 2009), penelitian – penelitian berikut memberikan pemahaman bagi para marketer dalam perilaku konsumen online. Selain itu juga ditemukannya sebuah model terintegrasi pada eksplorasi anteseden dan konsekuensi dari eWOM dalam konteks komunikasi yang berhubungan dengan musik, penelitian mereka menemukan bahwa variabel inovatif, penggunaan internet dan koneksi internet berpengaruh signifikan dalam perilaku eWOM. Strauss (2009) juga mendiskusikan peluang dan ancaman bisnis dengan adanya peningkatan dalam artikulasi konsumen online. Dalam survey terbaru juga ditemukan bahwa sebagian konsumen mempercayai pendapat secara online sebagai sebuah merek dari sebuah websites. Strauss (2009) juga menyatakan bahwa sebuah perusahaan komersil seharusnya melakukan organisir komunitas online daripada sekedar melakukan periklanan di internet. Selain itu dikatakan juga bahwa konsumen seringkali mencari opini dan komen yang diberikan orang lain sebelum mereka memutuskan keputusan pembelian. Studi diatas mengindikasikan bahwa bagaimana pengaruh dan dampak eWOM dalam proses keputusan konsumen. Seperti penelitian Senecal dan Nantal (2004) yang mana dalam penelitian mereka menggunakan studi experimental pada konsumen dalam penggunaan sumber rekomendasi online. Hal-hal yang memfasilitasi eWOM sendiri seperti forum diskusi dan peralatan komunikasi online lainnya juga membantu dalam langkah adopsi dan penggunaan produk atau 34 jasa. Selain itu juga dalam penelitian lain mengindikasikan bahwa kurangnya informasi yang efektif untuk membedakan produk dapat meningkatkan resiko dalam melakukan pembelian. Dalam keadaan dan situasi ini sebuah pesan WOM akan menjadi sumber referensi yang penting bagi konsumen dalam membangun proses pengambilan keputusan. Dan menurut penelitian yang dilakukan oleh DEI worldwide, enam dari sepuluh responden yang diwawancarai menyebutkan bahwa word of mouth online berpengaruh terhadap keputusan pembelian mereka. Dalam studi lainnya yang terkait juga mengindikasikan bahwa sebuah pesan eWOM memiliki arti penting bagi seseorang konsumen dalam mendapatkan sebuah informasi mengenai bagaimana suatu kualitas suatu produk ataupun jasa.Terlebih lagi tipe-tipe pesan yang seperti ini akan dapat secara efektif mengurangi resiko dan ketidakpastian yang muncul pada diri konsumen dalam mengkonsumsi produk ataupun jasa, sehingga niat pembelian dan pengambilan keputusan mereka juga akan terpengaruhi (Chartterjee,2001). Chevalier dan Mayzlin (2006) juga meneliti pengaruh dan efek dari review produk terhadap penjualan dari dua toko buku online yang didasarkan pada ketersedian publisitas data dari dua bookseller online terkemuka. Dan hasil dari penelitian mereka ini menemukan bahwa komunikasi online berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku pembelian konsumen. Untuk lebih memperkaya literatur untuk menjadi landasan dalam penelitian ini yang menyangkut pautkan hubungan pengaruh eWOM terhadap Brand Image sesuai dengan tujuan penelitian ini ada beberapa peneliti yang melakukan penelitian dengan topik yang relevan, Bambauer dan Mangold (2011) meneliti “The Effect Of Negative Review: Word-Of-Mouth Communication Based On Customer Based Brand Equity” dan hasil penelitian mereka menunjukan bahwa adanya efek pengrusak dari akibat review produk yang negatif terhadap persepsi seorang konsumen terhadap sebuah merek dan perilaku mereka terhadapnya. 35 Dan dalam penelitian oleh JiXiaofen dan Zhang Yiling (2009) dalam Simposium International on Web Information Systems and Applications dimana mereka melakukan penelitian pengaruh eWOM terhadap intention to buy dengan variabel interfening yaitu Brand Attitude pada pembelian pakaian, dan hasilnya didapatkan hasil signifikan yang saling memengaruhi variabel secara signifikan antara satu sama lain. Dalam jurnal Internet Research yang dilakukan oleh Jumi Lee dan Do-Hyung Park (2011) dengan judul “The Different Effect Of Online Consumer Reviews On Consumer Purchase Intentions Depending On Trust Un Online Shopping Mall : An Advertising Perspective” mengindikasikan adanya pengaruh dari para review konsumen terhadap minat pembelian konsumen dengan indikator trust sebagai variabel intervening. Lalu Penelitian Muhammad Reza Jalilvand (2012) dalam Journal of Marketting Intelligence & Planning dengan judul “The Effect of Electronic Word of Mouth on Brand Image and Purchase Intention” dengan studi kasus industri otomotif di Iran menghasilkan hasil penelitian bahwa eWOM berpengaruh signifikan dalam brand image dan keputusan pembelian sebuah mobil di negara Iran. Dalam jurnal European Journal of Marketing yang dilakukan Jillian C Sweeney dan Geoffrey N Soutar (2011) dengan judul Word Of Mouth: Measuring The Power Of Individual Messages” dengan pendekatan penelitian secara kualitatif menemukan kesimpulan bahwa sebuah pesan positif ataupun negatif yang dibuat/diberikan mampu memengaruhi dan mengubah persepsi seseorang dan perilaku mereka terhadap merek. Dan Penelitian yang dilakukan oleh Godes dan Mayzlin (2004) juga mengindikasikan bahwa eWOM lebih mampu memengaruhi brand attitude dan judgement dari seorang konsumen daripada sumber-sumber lain yang juga ikut memperngaruhi. Dengan berbagai studi diatas dapat dirasakan bahwa Ewom telah menjadi elemen yang permanent dalam marketing mix online 36 dengan mengkontribusikan pengaruh yang besar pada brand image dan minat pembelian konsumen. 2.4 Brand (Merk) 2.4.1 Pengertian Brand (Merk) Kotler dan Keller (2006, p256), mengemukakan bahwa definisi merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan atau kombinasi dari ketiganya yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari penjual dan membedakannya dari pesaing lain. Kunci utama dalam merek adalah pemberian atribut yang mengidentifikasikan produk dan menjadikannya berbeda dengan merek lain. Merek merupakan tanda berupa gambar, nama kata, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Fandy Tjiptono 2005, p25). Menurut Durianto (2004, p.1) merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, desain ataupun kombinasinya yang mengidentifikasi suatu produk / jasa yang di hasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan perusahaan pesaing. Merek menjadi sangat penting saat ini karena beberapa faktor (Durianto, 2004, p.2) : 1. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil. 2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat dapat diterima oleh seluruh dunia dan budaya. 3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen. 4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. 5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan. Dengan adanya merek konsumen dapat mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, keputusan, kebanggan ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut. 6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan. 37 2.4.2 Perilaku Konsumen Terhadap Merek Menurut Aeker sebagaimana dikutip oleh Kotler, Philip (2008,p.422) tingkat perilaku konsumen terhadap merek dibedakan atas lima tingkat, yaitu: 1. Konsumen yang sering mengganti merek khususnya karena alasan harga. 2. Konsumen yang puas akan suatu merek dan tidak memiliki alasan untuk mengganti merek. 3. Konsumen yang puas akan suatu merek dan akan merasa rugi bila konsumen mengganti suatu merek lain. 4. Konsumen yang memberikan nilai yang tinggi pada suatu merek, menghargainya dan menjadikan merek bagian dari dirinya atau seperti teman. 5. Konsumen yang setia terhadap merek. 2.4.3 Brand Image (Citra Merek) Brand merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang waktu, sebagai hasil pengalaman langsung maupun tidak langsung atas sebuah brand tertentu. Brand adalah segala hal yang digambarkan oleh persepsi dan perasaan konsumen mengenai produk dan kinerjanya dan segala hal lainnya yang berarti bagi konsumen.(Kotler., Armstorng,2012, p243). Sejumlah teknik kualitatif dan kuantitatif telah dikembangkan untuk membantu mengungkapkan persepsi dan asosiasi konsumen terhadap sebuah brand tertentu. Sejak diperkenalkan secara formal dalam disiplin pemasaran oleh Gardner dan Levy (1955), komunikasi Brand Image kepada target segmen telah menjadi aktivitas pemsaran yang penting. Dan bahkan ini menjadi sesuatu yang biasa dalam penelitian perilaku konsumen dari tahun 1980an. Membicarakan citra/image, maka biasanya bisa menyangkut image produk, perusahaan, brand, orang atau apapun yang berada dalam benak seseorang. Menurut Zimmer dan Golden dalam Simamora (2004) mengukur image ada dua kesulitan, pertama adalah konseptualisasi image, Image adalah konsep yang mudah dimengerti tetapi sulit dijelaskan secara sistematis karena sifatnya abstrak dan yang kedua adalah kesulitan dalam pengukuran. 38 Dalam Simamora (2004) dijelaskan bahwa ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mengukur image. Pertama adalah merefleksikan image di benak konsumen menurut mereka sendiri. Pendekatan ini disebut pendekatan tidak terstuktur (unstructured approach) karena memang konsumen bebas menjelaskan image suatu objek dibenak mereka. Cara yang kedua adalah peneliti menyajikan dimensi yang jelas, kemudian responden merespon terhadap dimensi-dimensi yang ditanyakan itu. Ini disebut pendekatan terstuktur (structured approach). Brand Image adalah “bagaimana brand yang dipersepsikan oleh konsumen” (Aaker,1996) dimana terdapat serangkaian asosiasi brand yang berada pada ingatan konsumen. Brand Image adalah sekumpulan asosiasi brand yang terbentuk dalam benak konsumen. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk image tentang brand atau BrandImage di dalam benak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image atau hal ini disebut juga denga kepribadian merek atau brand personality. Pengertian Brand Imagemenurut Keller& Armstrong (2010) : 1. bahwa anggapan tentang Brand yang direefleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen. 2. Cara orang berpikir tentang sebuah brand secara abstrak dalam pemikiran mereka, sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan produk. Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program pemasaran yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen-elemen yang mendukung dapat menciptakan brand image yang kuat bagi konsumen. Lalu banyak pakar lainnya yang juga mendefinisikan citra merek menuut pandangannya masing-masing diantaranya sebagai berikut : 1. Brand Image adalah persepsi tentang suatu brand yang merupakan hasil refleksi dari memori konsumen akan asosiasinya kepada suatu Brand tersebut. 39 2. Menurut Marcus Burton, brand image merupakan kesan yang tertinggal dalam benak konsumen setelah mereka menerima pesan yang disampaikan dengan berbagai cara dan kreasi atas sebuah brand. 3. Lebih dalam, Kotler (2012) mendefinisikan brand image sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu brand. Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu brand sangat ditentukan oleh brand image tersebut, Kotler juga menambahkan bahwa brand image merupakan syarat dari brand yang kuat, 4. Menurut Hawkins, brand image cenderung kepada skematik memori tentang brand yang berisi intepretasi pasar target terhadap atribut produk, manfaat, situasi penggunaan, pengguna dan karakterisitik perusahaan. 5. Menurut Richard E. Stanley, brand image merupakan segala emosi dan kualitas estetik yang diperoleh pada saat para konsumen menghubungkannya dengan sebuah nama brand. 6. Peter dan Olson menyatakan hal yang senada dengan Hawkins bahwa brand image terdiri dari pengetahuan dan kepercayaan (kognitif) terhadap atribut brand, konsekuensi penggunaan brand dan situasi mengkonsumsi, seperti evaluasi dari perasaan dan emosi (respon afektif) yang berasosiasi dengan brand. Bagaimana Brand Image terbentuk pada konsumen? Menurut Simamora (2008) Brand Image merupakan intepretasi akumulasi berbagai informasi yang diterima konsumen. Jadi yang mengiteepretasi adalah konsumen, dan yang diitepretasi adalah informasi. Hasil intrepretasi bergantung pada dua hal. Pertama bagaimana konsumen melakukan intepretasi dan kedua informasi yang diintepretasi. Perusahaan tidak sepenuhnya dapat mengontrol kedua faktor ini. Karena faktor “ Bagaimana konsumen melakukan intepretasi” dipengaruhi oleh aspek konsumen sendiri dan lingkungan. Brand Image penting untuk diketahui karena Brand Image dibentuk melalui kepuasan konsumen. Penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui 40 kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan membeli lagi, juga akan mengajak calon pembeli lainnya. Komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai peran penting dalam pembangunan Brand Image. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini mempunya target audience luas sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brang lebih cepat sampai. Ada banyak kegiatan lain yang juga berdampak besar. Contohnya adalah 1. Desain Kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan. 2. Event, promosi di toko, promosi di tempat umum dan kegiatan below the line lainnya. 3. Iklan tidak langsung yaitu bersifat public relations 4. Corporate Social Responsibility(CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial untuk komunitas yang dilakukan oleh perusahaan. 5. Customer Service, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan dari konsumen setelah terjadi transaksi. 6. Bagaimana karyawan yang kerja di lini depan/front lines (apakah itu bagian penjualan, kasir dan resepsionis, dll) bersikap dalam menghadapi pelanggan, dll. Jenis tipe komunikasi dalam daftar diatas adalah kegiatan-kegiatan yang baik buruknya tergantung dari kegiatan perusahaan, semuanya dapat dikontrol atau dikendalikan. Komplikasi justru akan muncul dari kegiatankegiatan komunikasi seputar brand oleh pihak lain yang tidak bisa dikontrol oleh perusahaam, misalnya komunikasi oleh konsumen langsung. Mereka bisa menyebarkan pada networknya dengan berita yang kurang menyenangkan yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand. Word of Mouth Communication adalah salah satu jenis komunikasi yang sangat efektif dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk. Dalam komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai target audience yang luas, sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brand lebih cepat sampai. Jadi pada dasarnya perusahaan perlu memperhatikan semua elemen komunikasi dalam bentuk apapun yang menghubungkan konsumen dengan brand perusahaan. 41 Minimalkan kemungkinan terjadinya ketidapuasan konsumen, sehingga berita seputar brand bisa selalu merupakan berita baik. Penyampaian komunikasi yang berbeda mempunyai kekuatan dan juga pandangan akan suatu tujuan yang berbeda. Pengembangan Brand Image penting agar komunikasi yang disampaikan kepada calon pembeli dapat sejajar dengan maksud dan tujuan dari produsen. Pengembangan Brand Image dapat membentuk kesan tersendiri. Beberapa kesan yang terbentuk dari sudut pandang konsumen akan memengaruhi mereka tentang bagaimana cara mereka memandang merek tersebut, kemudian masuk kedalam ciri dan kepribadian yang khas sehingga terbentuklah citra terhadap suatu merek. Dalam pengembangan image atau kesan terhadap suatu brand, terhadap ciri dan kepribadian yang khas yang harus diutamakan. Dibutuhkan beberapa perubahan seperti program pemasaran dengan meningkatkan kekuatan dan keunikan dari suatu merek yang akan meningkatkan brandimage tersebut. Selain itu juga mempertahankan image positif dari merek tersebut juga dapat menetralisir image negatif yang terbentuk dari suatu brand. Pengembangan image tersebut dapat berupa promosi ulang produk-produk yang ditawarkan untuk dapat menimbulkan familiaritas brand atau dengan menciptakan suatu promosi seperti promosi dari mulut ke mulut, salah satunya melalui pelanggan yang telah mendapatkan pengalaman positif dari merek tersebut atau melalui pelanggan yang telah loyal terhadap brand tersebut. Lebih jauh lagi dibutuhkan usaha untuk membangun pengalaman positif yang lebih sering dan lebih banyak. Usaha-Usaha yang dilakukan dari membentuk citra tersebut tidak lepas dari seperangkat assest dan liabilitas mereka yang berkaitan dengan suatu brand(Brand Equity). 2.4.4 Elemen-Elemen dan Komponen Brand Image Menurut Joe Kent Kerby, ada beberapa elemen yang terkandung didalam brand image suatu produk yaitu : 1. Ketahanan (tenacity) berkaitan dengan kualitas dan brand image produk itu sendiri. 42 2. Kesesuaian (congruence) berkaitan dengan kesesuaian antara brand image dan karakteristik brand. 3. Keseksamaan (precision) menentukan berapa akurat dan jelasnya image yang ingin ditampilkan. 4. Konotas (connotative) merupakan pendapat konsumen dari kepribadian produk yaitu dari semua karakteristik merek produk sejenis yang diterima, konsumen menemukan brand produk yang satu berbeda dengan brand produk yang lainnya, Pembentukan brand image dalam benak konsumen tidak terjadi dalam waktu sekedap, melainkan dalam waktu bertahun-tahun. Pembentukan brand image ini dipengaruhi oleh : 1. Kualitas produk yang dihasilkan 2. Pelayanan yang disediakan 3. Reputasi perusahaan 4. Kebijaksanaan perusahaan 5. Kegiatan-Kegiatan perusahaan itu sendiri. Brand Image merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari brand yang dimaksud.Informasi ini didapat dari dua cara; Pertama melalui pengalaman konsumensecara langsung, yang terdiri dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional.brand tersebut tidak cuma dapat bekerja maksimal dan memberikan performansiyang dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen,mengusung nilainilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhikebutuhan individual konsumen – yang akan mengkontribusi atas hubungandengan brand tersebut. Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan daribrand tersebut melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi,hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap karyawandalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak brand, mediadan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat mengkomunikasikan atribut atributyang berbeda. Setiap alat pencitraan ini dapat berperan dalam membinahubungan dengan konsumen. Penting demi 43 kesuksesan sebuah brand, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau seimbang, ketika nantinya akan membentuk gambaran total dari brand, tersebut. Gambaran inilah yang disebut Brand Image atau reputasi brand,, dan image ini bisa berupa image yang positif atau negatif atau bahkan diantaranya. Brand Image terdiri dari atribut objektif / instrinsik seperti ukuran kemasan dan bahan dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan dan asosiasi yang ditimbulkan oleh brand produk tersebut. Brand Image merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai suatu merek yang terbentuk dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri dari: 1. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk; 2. Kesan tentang keuntungan fungsional produk; 3. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut; 4. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu; 5. Semua imajeri dan makna simbolik yang terbentuk dalam benak konsumen termasuk juga imajeri dalam istilah karakteristik manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa Brand Image merupakan ‘totalitas’ terhadap suatu brand yang terbentuk dalam persepsi konsumen. Image pada suatu brand merefleksikan image dari perspektif konsumen dan melihat janji yang dibuat brand tersebut pada konsumennya. Brand Image terdiri atas asosiasi konsumen pada kelebihan produk dan karakteristik personal yang dilihat oleh konsumen pada brand tersebut. Menurut Davis (2008), Brand Image memilki dua komponen, yaitu: 1. Brand Associations (Asosiasi Merek) Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh konsumen pada brand tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji janji yang dibuat oleh merek tersebut, positif maupun negatif, dan harapan mengenai usaha-usaha untuk mempertahankan kepuasan konsumen dari merek tersebut. Suatu brand memiliki akar yang kuat, ketika brand tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi brand membantu pemasar mengerti kelebihan dari brand yang tersampaikan pada konsumen. 44 2. Brand Personality (Persona/Kepribadian Merek) Menurut Davis Brand Personality merupakan serangkaian karakteristik manusia yang oleh konsumen diasosiasikan dengan brand tersebut, seperti, kepribadian, penampilan, nilai nilai, kesukaan, jenis kelamin, ukuran, bentuk, etnis, inteligensi, kelas sosioekonomi, dan pendidikan. Hal ini membuat merek seakan-akan hidup dan mempermudah konsumen mendeskripsikannya, serta faktor penentu apakah konsumen ingin diasosiasikan dengan brand tersebut atau tidak. Persona brand membantu pemasar lebih mengerti kelebihan dan kekurangan brand tersebut dan cara memposisikan brand secara tepat. Menurut Christine Restall, brand personality menjelaskan mengapa orang menyukai brand-brand tertentu dibandingkan brand lain ketika tidak ada perbedaan atribut fisik yang cukup besar antara merek yang satu dengan yang lain. David Ogilvy menyebutkan bahwa kepribadian brand merupakan kombinasi dari berbagai hal – nama brand, kemasan brand, harga produk, gaya iklan, dan kualitas produk itu sendiri. Menurut Joseph Plummer (dalam Aaker, 2009), citra merek terdiri dari tiga komponen yaitu: 1. Product Attributes (Atribut Produk) : yang merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut sendiri seperti, kemasan, isi produk, harga, rasa,dll. Atribut Produk dapat dikategorikan dalam berbagai cara menurut Keller (1993) dalam pandangan luas mengatakan bahwa attribut produk adalah fitur deksriptif yang bertujuan untuk mengkarateristik sebuah produk. Sedangkan Stokman (1991) dalam pendangan sempitnya mengidikasikan produk bisa dilihat sebagai paket atribut intrinsik dan ekstrinsik atau sebuah paket atribut yang dirasakan. Atribut instrinsik dari sebuah produk adalah informasi yang secara langsung menghubungan dengan produk sedangkan atribut ekstrinsik adalah isyarat informasi yang secara tidak langsung terhubung dengan produk. 2. Perceived Benefits (Keuntungan yang dirasakan) : yang merupakan sebuah kegunaan produk dari brand tersebut. Perceived Benefit adalah apa yang konsumen pikirkan mengenai sebuah produk tersebut yang mereka (produk/merek) dapat lakukan untuk mereka (Keller, 1993) ini 45 berhubungan dengan persepsi dari atribut produk dan brandpersonality. Dalam hubungannya dengan Customer Brand Personality (CBP), sedangkan keuntungan konsumen adalah apa yang konsumen percaya atau customer brand personality dapat berikan kepada mereka. Keuntungan adalah apa yang konsumen cari ketika membeli sebuah produk atau brand Keuntungan tersebut dapat membimbing pada akhir atau nilai tertentu yang konsumen ingin dapatkan 3. Brand Personality (Kepribadian Merek) : merupakan asosiasi yang membayangkan mengenai kepribadian sebuah brand apabila merek tersebut seorang manusia. Faktor Brand Personality membuat konsumen dapat mengekpresikan dirinya sendiri atau dimensi spesifik dari dirinya. Brand Personality memberikan funsgi simbolik dan membantuk konsumen membedakan dirinya dengan yang lain (Keller, 1993). Brand Personality juga memproyeksikan nilai brand dan menciptakan image dari brand tipikal dari penggunanya yang kemungkinan menjadi image ideal bagi konsumen. Informasi merek ini dapat mendorong penggunaan merek yang diberikan sebagai alat mengekspresikan diri oleh konsumen yang memiliki kesamaan posisi dan ingin memberikan image yang sama atau ideal self. Keller (2010) juga mendefinisikan sebuah Brand Image sebagai persepsi mengenai sebuah brand sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat di dalam benak konsumen. Brand Image terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: 1. Attributes (Atribut) Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fiturfitur yang ada dalam senuah produk atau jasa. a. Product related attributes (atribut produk): Didefinisikan sebagai bahan-bahan yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari konsumen dapat bekerja. Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang ditawarkan, dapat berfungsi. b. Non-product related attributes (atribut non-produk): Merupakan aspek eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari: informasi tentang harga, kemasan dan desain produk, orang, peer 46 group atau selebriti yang menggunakan produk atau jasa tersebut, bagaimana dan dimana produk atau jasa itu digunakan. 2. Benefits (Keuntungan) yaitu Nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada atribut-atribut produk atau jasa tersebut. a. Functional benefits : berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah. b. Experiental benefits : berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini memuaskan kebutuhan bereksperimen seperti kepuasan sensori, pencarian variasi, dan stimulasi kognitif. c. Symbolic benefits : berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang. Konsumen akan menghargai nilai-nilai prestise, eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah brand karena hal-hal ini berhubungan dengan konsep diri mereka 3. Brand Attitude (Sikap merek) a. Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu brand, apa yang dipercayai oleh konsumen mengenai brand tertentu – sejauh apa konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut atau keuntungan tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap kepercayaan tersebut bagaimana baik atau buruknya suatu produk jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut. Brand image adalah penting karena kontribusinya dalam memilih merek yang cocok untuk dirinya. Sehingga hal ini dapat memengaruhi perilaku pembelian mereka ataupun Brand Equity. Sebuah brand image yang terkomunikasi dengan baik dapat membangun posisi merek yang bagus, membedakan merek dari persaingan, meningkatkan performa brand pasar, dan berperan penting pada pembangunan ekuitas brand (Keller, 1993). 2.4.5 Brand Switching (Perpindahan Merek) Sebagaimana diketahui bersama bahwa banyak sekali produk dengan berbagai merek yang ditawarkan oleh perusahaan dalam rangka meningkatkan keinginan konsumen untuk mencoba produk dan merek 47 tersebut. Beragamnya produk mengakibatkan konsumen sedikit banyak mempunyai keinginan untuk berpindah ke merek lain. Sedangkan menurut Ganes, Arnold, Reynold (dalam Chatrin dan Karlina, 2006) Brand switching adalah perilaku konsumen yang mencerminkan pergantian dari merek produk yang biasa dikonsumsi dengan produk merek lain. Sehingga berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa brand switching adalah saat dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya. Tingkat brand switching ini juga menunjukan sejauhmana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal. Semakin tinggi tingkat Brand Switching, maka semakin tidak loyal tingkat pelanggan kita. Untuk itu berarti semakin beresiko juga merek yang kita kelola karena bisa dengan mudah dan cepat kehilangan pelanggan, Sumarni (2010, h.56). Menurut Gerrard dan Cunningham (2004) mendefinisikan customer switching sebagai berpindahnya nasabah dari satu bank ke bank yang lainnya, bukan antar cabang dalam satu bank yang sama. Perpindahan merek dapat muncul karena adanya variety seeking. Menurut Hoyer dan Ridgway (1984), keputusan konsumen untuk berpindah merek tidak hanya dipengaruhi oleh variety seeking, namun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti strategi keputusan (decision strategy), faktor situasional dan normatif, ketidakpuasan terhadap merek sebelumnya, dan strategi pemecahan masalah (problem solving strategy). 2.4.6 Indikator Brand Switching (Perpindahan Merek) Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pelanggan untuk beralih bank banyak dan kompleks (Clemens et al, 2007a,. Colgate dan Hedge, 2001). Clemens et al (2007), menemukan beberapa faktor penyebab perilaku perpindahan merek yang penting dalam industri perbankan, antara lain : 1. Komitmen pelanggan Adalah bagian yang sangat penting untuk keberhasilan sebuah hubungan jangka panjang. Karena itu, penting bagi perusahaan untuk membangun komitmen pelanggannya agar tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dan pelanggannya.Indikator yang dikembangkan dari Garbarino dan Johnson (1999), komitmen dibentuk oleh adanya : 48 • Keinginan psikologis Cara perusahaan menunjukan keinginan berkomitmennya kepada pelanggan. • Rasa peduli perusahaan terhadap pelanggan Bentuk kepedulian antara perusahaan dengan pelanggan untuk membentuk hubungan yang baik dan timbal balik. • Loyalitas Hubungan kesetiaan antara pelanggan dengan perusahaan. 2. Reputasi Menurut Gerrald dan Cunningham (2004) adalah sebagai kepercayaan menyeluruh atau keputusan mengenai tingkat dimana sebuah perusahaan diberi penghargaan tinggi dan terhormat. Sebuah reputasi yang baik dapat meningkatkan loyalitas pelanggan terutama di industri perbankan. Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan para peneliti diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa indikator-indikator reputasi perusahaan yang dapat dipakai dalam penelitian ini adalah: • kompetensi perusahaan • keunggulan perusahaan • kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan • pengalaman perusahaan. 3. Kualitas Pelayanan Adalah didefinisikan sebagai keputusan atau keyakinan tentang keseluruhan keunggulan dan superioritas perusahaan. Melalui serangkaian penelitian yang dikembangkan oleh A. Parasuraman, Valeria A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry dalam Tjiptono (2005:132) dimensi dari kualitas pelayanan, meliputi : Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Emphaty. • Tangibles adalah menunjukkan fasilitas fisik yang nampak, termasuk penampilan produk. • Reliability adalah menunjukkan kesesuaian kualitas produk sesuai dengan yang dijanjikan. • Responsiveness adalah merujuk pada kemauan produsen dalam menanggapi keluhan konsumen. 49 • Assurance adalah menunjukkan adanya jaminan yang diberikan produsen terhadap produk yang dibeli. • Empathy menunjukkan perhatian produsen untuk dapat memposisikan diri sebagai konsumen. Keputusan untuk berpindah dari merek satu ke merek lain merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh faktor-faktor perilaku tertentu, skenario persaingan, dan waktu. Menurut David et al. (2009), perilaku perpindahan merek dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu yang bersangkutan, misalnya adanya keinginan untuk mencoba merek baru. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar, misalnya adanya diskon atau harga yang lebih murah. Bitner, Mary Jo (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor seperti waktu, ada atau tidaknya uang, sedikitnya alternatif, switching cost, dan kebiasaan dapat memengaruhi loyalitas konsumen terhadap suatu merek dan sebagai akibatnya adalah terjadi perpindahan merek. 2.5 Kerangka Penelitian Respon rasional Gambar 2.4 Kerangka Penelitian Sumber: Peneliti (2015) 50 2.6 Hipotesis Penelitian 1. Ada pengaruh yang signifikan atntara variabel Involvement dan eWOM terhadap variabel Brand Image pada konsumen MamyPoko. 2. Ada pengaruh yang signifkan antara variabel Involvement terhadapvariabel Brand Switching baik secara langsung maupun melalui Brand Image pada konsumen MamyPoko. 3. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel eWOM terhadap variabel Brand Switching baik secara langsung maupun melalui Brand Image pada konsumen MamyPoko. 4. Ada pengaruh yang signifkan antar variabel Brand Image terhadap variabel Brand Switching pada konsumen MamyPoko. 5. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Involvement, eWOM, serta Brand Image, terhadap Brand Switching pada konsumen MamyPoko.