13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pemasaran
Menurut Kotler & Keller (2009: 6), pemasaran adalah suatu proses
sosial yang didalamnya individu dan kelompok berusaha mendapatkan apa
yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan
secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan orang lain.
Menurut Asosiasi Marketing Amerika (Peter & Donnelly,2011:3),
pemasaran didefinisikan sebagai fungsi organisasi dan seperangkat proses
untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada
pelanggan
dan
mengelola
hubungan
pelanggan
dengan
cara
yang
menguntungkan organisasi dan para pemilik saham.
Menurut Ali Hasan (2007:1), pemasaran adalah konsep ilmu dalam
strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi
stakeholder (pelanggan, karyawan, pemegang saham).
Dari konsep pemasaran ini,bahwa pemasaran (marketing) adalah
fungsi organisasi untuk mengkomunikasikan nilai kepada pelanggan dan
mengelola hubungan dengan pelanggan yang bertujuan untuk mencapai
kepuasaan yang berkelanjutan bagi pelanggan, karyawan, dan pemegang
saham.
2.1.1.1 Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran Kotler (2009) adalah seni dan ilmu
memilihpasar sasaran dan mendapatkan,menjaga serta menumbuhkan
pelanggandenganmenciptakan,menyerahkandanmengkomunikasikan
nilai pelangganyang unggul. Definisi ini menyadaribahwamanajemen
pemasaran adalahproses yang mencakup analisis, perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasanjuga mencakup barang, jasa serta
gagasan; berdasarkan pertukaran dantujuannya adalah memberikan
kepuasan bagi pihak yang terlibat. Dengandemikian, dapat diketahui
bahwa tugas manajemen pemasaran bukan hanyamenawarkan barang
atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginanpasarnya,
13
14
menetapkan
harga
yang
efektif,
komunikasi
dan
distribusi
untukmemberikan informasi, memengaruhi dn melayani pasarnya
tetapi
lebihdari
itu.
Tugas
manajemen
pemasaran
adalah
memengaruhi tingkat, waktudan komposisi permintaan untuk
membantu perusahaan mencapai sasarannya.
2.1.2 Perilaku konsumen
2.1.2.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Menurut Simamora perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung
terlibat
untuk
mendapatkan,
mengkonsumsi,
dan
menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan mengikuti tindakan ini (2008). Sedangkan Philip
Kotler & Kevin Lane Keller menyatakan perilaku konsumen adalah
studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih,
membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau
pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka
(2009:166). Ujang Sumarwan berpendapat perilaku konsumen adalah
semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong
tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,
menggunakan, menghabiskan produk dan jasa (2011:5).
Perilaku konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2010:108)
adalah perilaku konsumen yang menampilkan perilaku konsumen
dalam
mencari,
membeli,
menggunakan.
Mengevaluasi
dan
membuang produk atau jasa yang mereka harapkan akan memuaskan
kebutuhan mereka. Perilaku konsumenberfokus pada bagaimana
konsumen invidu maupun kelompok membuat keputusan untuk
membelanjakan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, dan
usaha) untuk barang-barang konsumsi terkait.
Namun Nembah F. Hartimbul Ginting mengatakan perilaku
konsumen
adalah
tindakan
perorangan
dalam
meperoleh,
menggunakan serta membuang barang dan jasa ekonomi, termasuk
proses pengambilan keputusan sebelum menetapkan tindakan
(2011:33).Dari definisi diatas dapat disimpulkan perilaku konsumen
15
adalah semua tindakan dan sikap yang dilakukan dan terjadi yang
akhirnya menentukan apakah akan membeli produk atau jasa atau
tidak.
2.1.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen
Faktor-faktor utama yang memengaruhi perilaku konsumen
menurut Simamora (2004:6) yaitu:
•
Faktor budaya
Faktor budaya yang mempunyai pengaruh
paling luas dan
mendalam terhadap perilaku konsumen. Peranannya dimainkan
oleh kultur, sub kultur, dan kelas sosial.
Kultur adalah faktor penentu paling pokok dari keinginan dan
perilaku seseorang.
Sub kultur merupakan sub-sub yang lebih kecil dari kultur
yang memberikan identifikasi dan sosialisi anggotanya yang
lebih
spesifik.
Sub
kultur
mencakup
kebangsaan,
agama,kelompok, ras, dan daerah geografis.
Kelas sosial adalah bagian-bagian yang relatif homogen dan
tetap dalam suatu masyarakat yang tersusun secara hirarkis
dan anggota-anggotanya memiliki tata niat, minat, dan
perilaku yang sama.
•
Faktor sosial
Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
sosial seperti kelompok acuan, kelurga, serta peran dan status
sosial.
Kelompok acuan. Kelompok acuan adalah seorang individu
atau sekelompok orang yang secara nyata memengaruhi
perilaku. Kelompok acuan digunakan oleh seseorang sebagai
dasar untuk perbandingan atau sebuah referensi dalam
membentuk respon afektif dan kognitif dan perilaku. Beberapa
kelompok acuan yang terkait dengan konsumen diataranya
adalah;
kelompok
persahabatan
(Friendship
Groups),
kelompok belanja (Shopping Groups), kelompok kerja(Work
Groups), kelompok atau masyarakat maya (Virtual Groups or
16
communities) dan kelompok pegiat konsumen (Consumer
Action Groups). Beberapa kelompok yang digunakan dalam
komunikasi pemasaran: selebriti, ahli atau pakar, orang biasa,
para eksekutif dan karyawan, karakter dagang atau juru bicara.
(Sumarwan 2004;250).
Keluarga. Adalah kelompok yang terdiri dari dua orang atau
lebih yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, atau
adopsi, dan tinggal bersama. Anggota keluarga merupakan
kelompok primer yang paling berpengaruh. Orientasi keluarga
terdiri dari orang tua, saudara, pasangan dan anak-anaknya.
Peran dan status. Seseorang berpartisipasi dalam banyak
kelompok dalam hidupnya seperti keluarga, klub, organisasi.
Posisi
orang
tersebut
dalam
setiap
kelompok
dapat
didefinisikan sebagai peran dan status.
•
Faktor pribadi
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik
pribadi, yaitu usia pembeli, dan tahap siklus hidup, pekerjaan,
keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep
pribadi pembeli.
Usia dan tahap siklus hidup. Orang-orang pembeli barang dan
jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Mereka memakan
makanan bayi pada tahun-tahun awal, memakan segala jenis
makanan pada tahun-tahun pertumbuhan, dan memakan
makanan diet pada tahun-tahun berikutnya.
Pekerjaan. Pekerjaan seseorang juga memengaruhi pola
konsumsinya.
Keadaan ekonomi. Keadaan ekonomi sangat memengaruhi
pilihan produk. Pemasar yang produknya peka terhadap
pendapatan
dapat
dengan
seksama
memperhatikan
kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan
kekayaan. Indikator tersebut menunjukkan adanya resesi,
pemasar dapat mencari jalan untuk menetapkan posisi
produknya.
17
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang
diungkapkan dalam kegiatan, minat, dan pendapat seseorang.
Gaya hidup melukiskan ”keseluruhan orang” tersebut yang
berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup didefinisikan
sebagai pola dimana orang hidup dan menggunakan uang dan
waktunya (Sumarwan, 2004:56)
Kepribadian dan konsep pribadi. Setiap orang mempunyai
kepribadian yang berbeda. Kepribadian adalah karakteristik
psikologis yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan
tanggapan
yang
relatif
konsisten
dan
tetap
terhadap
lingkungannya.
•
Faktor psikologis
Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi lagi oleh empat faktor
psikologi utama yaitu; motivasi, persepsi, pengetahuan, serta
kepercayaan dan pendirian.
Motivasi. Maslow menjelaskan mengapa seseorang didorong
oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. Menurutnya,
kebutuhan manusia tersusun secara berjenjang, mulai dari
yang paling banyak menggerakkan sampai yang paling sedikit
memberikan dorongan. Pertama-tama orang akan memuaskan
kebutuhan yang paling penting dulu, baru memenuhi
kebutuhan berikutnya. Berdasarkan urutan kepentingannya,
jenjang kebutuhan adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman,
kebutuhan
sosial,kebutuhan
penghargaan,
dan
kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan sendiri muncul karena
merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang
seharusnya dirasakan dan sesungguhnya dirasakan.
-Persepsi. Seseorang yang termotivasi adalah siap untuk
bertindak.
Bagaimana
seseorang
benar-benar
bertindak
dipengaruhi oleh persepsi dia mengenai situasi tersebut.
Pengetahuan. Pengetahuan menjelaskan perubahan dalam
perilaku suatu individu yang berasal dari pengalaman.
18
Kepercayaan dan sikap pendirian. Melalui bertindak dan
belajar, orang memperoleh kepercayaan dan pendirian. Hal-hal
ini kemudian memengaruhi perilaku pembelian mereka.
2.1.2.3 Proses pengambilan keputusan konsumen
Kotler dan Keller (2007) menjelaskan bahwa proses
pengambilan keputusan merupakan proses psikologis dasar yang
memainkan peranan penting dalam memahami bagaimana konsumen
secara aktual mengambil keputusan pembelian.
Proses pengambilan keputusan diawali dengan adanya
kebutuhan yang berusaha untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan ini
terkait dengan beberapa alternatif sehingga perlu dilakukan evaluasi
yang bertujuan untuk memperoleh alternatif terbaik dari persepsi
konsumen.
Di
dalam
proses
membandingkan
ini
konsumen
memerlukan informasi yang jumlah dan tingkat kepentingannya
tergantung dari kebutuhan konsumen serta situasi yang dihadapinya.
Keputusan pembelian akan dilakukan dengan menggunakan kaidah
menyeimbangkan sisi positif dengan sisi negatif suatu merek
(compensatory decision rule) ataupun mencari solusi terbaik dari
perspektif konsumen (non-compensatory decision rule), yang setelah
konsumsi akan dievaluasi kembali.
2.1.2.4 Faktor-faktor yang memengaruhi proses pengambilan
keputusankonsumen
Terdapat lima faktor internal yang relevan terhadap proses
pengambilan keputusan konsumen:
•
Motivasi (motivation) merupakan suatu dorongan yang ada
dalam diri manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
•
Persepsi (perception) merupakan hasil pemaknaan seseorang
terhadap stimulus atau kejadian yang diterimanya berdasarkan
informasi dan pengalamannya terhadap rangsangan tersebut.
•
Pembentukan sikap (attitude formation) merupakan penilaian
yang ada dalam diri seseorang yang mencerminkan sikap
suka/tidak suka seseorang akan suatu hal.
19
•
Integritas (integration) merupakan kesatuan antara sikap dan
tindakan. Integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil.
Perasaan suka akan mendorong seseorang untuk membeli dan
perasaan tidak suka akan membulatkan tekad seseorang untuk
tidak membeli produk tersebut.
2.1.2.5 Model-model pengambilan keputusan
1. Model Perilaku Pengambilan keputusan.
•
Model Ekonomi yang dikemukakan oleh ahli ekonomi
klasik dimana keputusan orang itu rasional, yaitu berusaha
mendapatkan keuntungan marginal sama dengan biaya
marginal atau untuk memperoleh keuntungan maksimum.
•
Model Manusia Administrasi Dikemukan oleh Herbert A.
Simon dimana lebih berprinsip orang tidak menginginkan
maksimalisasi tetapi cukup keuntungan yang memuaskan.
•
Model Manusia Mobicentrik Dikemukakan oleh Jennings,
dimana perubahan merupakan nilai utama sehingga orang
harus selalu bergerak bebas mengambil keputusan
•
Model Manusia Organisasi Dikemukakan oleh W.F.
Whyte, model ini lebih mengedepankan sifat setia dan
penuh kerjasama dalam pengambilan keputusan
•
Model Pengusaha Baru Dikemukakan oleh Wright Mills
menekankan pada sifat kompetitif
•
Model Sosial Dikemukakan oleh Freud Veblen dimana
menurutnya orang sering tidak rasional dalam mengambil
keputusan diliputi perasaan emosi dan situsai dibawah
sadar.
2. Model Preskriptif dan Deskriptif
Fisher mengemukakan bahwa pada hakekatnya ada 2 model
pengambilan keputusan, yaitu:
•
Model Preskriptif Pemberian resep perbaikan, model ini
menerangkan bagaimana kelompok seharusnya mengambil
keputusan.
20
•
Model Deskriptif Model ini menerangkan bagaimana
kelompok mengambil keputusan tertentu.
•
Model preskriptif berdasarkan pada proses yang ideal
sedangkan model deskriptif berdasarkan pada realitas
observasi
Disamping model-model diatas (model linier) terdapat pula
model Spiral dimana satu anggota mengemukakan konsep dan
anggota lain mengadakan reaksi setuju tidak setuju kemudian
dikembangkan lebih lanjut atau dilakukan “revisi” dan seterusnya.
2.1.2.6 Tipe-tipe proses pengambilan keputusan
Para ahli telah merumuskan proses pengambilan keputusan
model lima tahap.
Untuk
lebih
jelasnya,
proses
pengambilan
keputusan
konsumen model lima tahap tersebut disajikan dalam gambar di
bawah ini :
Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan
Sumber: Kotler (2008)
•
Pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali masalah atau
kebutuhan, yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal.
Rangsangan internal misalnya dorongan memenuhi rasa lapar,
haus dan seks yang mencapai ambang batas tertentu. Sedangkan
rangsangan eksternal misalnya seseorang melewati toko kue dan
melihat roti yang segar dan hangat sehingga terangsang rasa
laparnya.
•
Pencarian informasi.
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk
mencari informasi yang lebih banyak. Sumber informasi
konsumen yaitu:
21
o Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga dan kenalan.
o Sumber komersial: iklan, wiraniaga, agen, kemasan dan
penjualan.
o Sumber publik: media massa dan organisasi penilai
konsumen.
o Sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan dan
menggunakan produk.
•
Evaluasi alternatif.
Konsumen memiliki sikap beragam dalam memandang atribut
yang relevan dan penting menurut manfaat yang mereka
cari.Kumpulan keyakinan atas merek tertentu membentuk citra
merek, yang disaring melalui dampak persepsi selektif, distorsi
selektif dan ingatan selektif.
•
Keputusan pembelian.
Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas
merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Faktor sikap
orang lain dan situasi yang tidak dapat diantisipasi yang dapat
mengubah niat pembelian termasuk faktor-faktor penghambat
pembelian. Dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat
membuat lima sub-keputusan pembelian, yaitu: keputusan merek,
keputusan pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu dan
keputusan metode pembayaran.
•
Perilaku pasca pembelian.
Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian,
tindakan
pasca
pembelian
dan
pemakaian
produk
pasca
pembelian, yang tujuan utamanya adalah agar konsumen
melakukan pembelian ulang.
2.2
Involvement
2.2.1 Definisi Involvement
Keterlibatan merupakan keadaan motivasional yang disebabkan oleh
persepsi konsumen terhadap sebuah produk, merek, atau iklan yang relevan
atau menarik.Kebutuhan memiliki pengaruh kuat dalam mendeterminasi
22
tingkat keterlibatan seseorang.Sebagai tambahan, situasi juga dapat
memengaruhi konsumen.
Keterlibatan atau involvement merupakan faktor penting dari
bagaimana
seorang
konsumen
menerima
informasi
dan
mempelajarinya.Keterlibatan juga merupakan faktor penting seorang
konsumen membentuk perilaku dan membuat keputusan pembelian.
Keterlibatan penting untuk pemasar karena keterlibatan memengaruhi
berbagai macam perilaku konsumen. Sebagai contoh, keterlibatan konsumen
dapat meningkatkan atensi atau perhatian, proses analisa, pencarian
informasi, dan word-of-mouth.
Keterlibatan juga penting karena ia
memengaruhi strategi marketing. Contohnya, konsumen dengan keterlibatan
tinggi cenderung menjadi lebih memahami tentang produk sehingga mereka
akan cenderung lebih terpengaruh oleh iklan yang menyertakan informasi
produk secara mendetail. Di lain sisi, konsumen dengan keterlibatan rendah
cenderung kurang menguasai produk dan lebih menyuai iklan engan ilustrasi,
sumber pesan, dan ketertarikan terhadap perasaan.(Hawkins / Mothersbaugh,
2010)
Menurut Heidarzadeh et.al, (2011), Keterlibatan adalah tingkat
hubungan pribadi konsumen dengan produk atau jasa dan itu termasuk
penting, nilai dan risiko.Keterlibatan merupakan refleksi dari motivasi yang
kuat di dalambentuk relevansi pribadi yang sangat dirasakan dari suatu
produk atau jasadalam konteks tertentu.Semuanya bergantung pada hubungan
yangdirasakan antara pengaruh yang memotivasi individu dengan manfaat
yangditawarkan oleh objek.Karakteristik pribadi (kebutuhan, nilai, konsep
diri)dihadapkan dengan stimulus pemasaran yang sesuai dalam situasi
yangdiberikan pada saat itu (Setiadi, 2005).
2.2.2 Fokus keterlibatan
Pemasar tertarik memahami keterlibatan konsumen terhadapproduk
dan merek.Namun konsumen dapat terlibat berdasarkan hal yanglain seperti
iklan.Konsumen dapat terlibat karena lingkungan, danbeberapa diantaranya
terlibat
karena
lingkungan
pemasaran.Masyarakatjuga
dapat
terlibat
berdasarkan kegiatan atau perilaku yang khas sepertibermain, bekerja atau
membaca (Setiadi, 2005:117).
23
Beberapa konsumen terlibat dengan kegiatan yang berkaitandengan
pemasaran seperti mengumpulkan diskon harga, mencari hargaterendah atau
tawar menawar dengan penjual. Pemasar perlu mengetahuidengan jelas fokus
keterlibatan konsumen apakah produk atau merek,
objek, perilaku, kejadian, situasi, lingkungan atau semuanya. Rantai
artiakhir
dapat
menolong
pemasar
memahami
keterlibatan
produk
konsumenkarena dapat memperlihatkan bagaiman pengetahuan tentang ciri
produkdihubungkan dengan pengetahuan tentang diri (Setiadi, 2005:117).
Tingkatan keterlibatan produk yang dialami konsumen selamaproses
pengambilan keputusan ditentukan oleh jenis pengetahuan arti akhiryang
diaktifkan pada suatu situasi. Tingkat keterlibatan relefansi pribadikonsumen
tergantung pada dua aspek rantai arti akhir yang diaktifkanyaitu (Setiadi,
2005:118):
a. Pentingnya atau relevansi pribadi dari akhir bagi konsumen
b. Kekuatan
hubungan
antara
tingkatan
pengetahuan
produk
dantingkatan pengetahuan pribadi.
2.2.3 Tipe Keterlibatan
Keterlibatan
merupakan
variabel
individual
yang
merupakan
efeksebab akibat atau dorongan dengan sejumlah konsekuensi pada
perilakupembelian dan komunikasi.Atau merupakan relevansi tingkat
pentingnyaproses pembelian suatu produk bagi konsumen.Lebih jauh
keterlibatanmerefleksikan sejauh mana energi yang dialami oleh konsumen
mampumenghasilkan loyalitas dan word of mouth yang positif (Setiadi,
2005).
Pada
keterlibatan
padapengidentifikasian
jenis
tinggi
peraturan
atau
rendah
difokuskan
yang
digunakan
masyarakat
untukmemutuskan alternatif-alternatif produk yang akan dibeli dan
bagaimanakonsumen merestrukturisasi informasi yang mereka terima
sehingga dapatmenentukan pilihan. Perbedaan mendasar pada keterlibatan
tinggi danketerlibatan rendah terletak pada proses keputusan pembelian.
Misalkanseberapa banyak atribut yang digunakan untuk membandingkan
beberapamerek, seberapa lama proses pemilihan di dalam memproses
informasi.
24
Misalnya seberapa luas penelusuran informasi, kemampuan daya
serappesan iklan, banyak dan jenis respon kognitif sebagai akibat paparan
iklan.Konsumen
tidak
yakniketerlibatan
tinggi
saja
dan
berbeda
dalam
rendah
tetapi
tingkat
juga
keterlibatannya
berbeda
dalam
tipeketerlibatannya.Studi ini mengacu kepada konsep multi-dimensionalaspek
keterlibatan yang disarankan oleh beberapa peneliti :
A. Keterlibatan normative
Tingkat pentingnya produk terhadap nilai-nilai pribadi, emosi dan ego
konsumen yang disebut sbagai sign involvement, yaitu hubungan citra
pribadi konsumen terhadap produk.
B. Keterlibatan resiko subjektif
Perasaan kemungkinan membuat pembelian yang keliru atau disebut
juga sebagai risk involvement.
C. Keterlibatan jangka panjang
Minat dan familiaritas dengan produk sebagai satu kesatuan dan
untukjangka waktu yang lama.
D. Keterlibatan situational
Kepentingan
dan
komitmen
terhadap
produk
dalam
bentuk
loyalitasterhadap merek yang dipilih.Dalam tipe ini keterlibatan
hanyaberlangsung sementara saja.
25
2.2.4 Dimensi dari keterlibatan konsumen
Gambar 2.2 Faktor dalam Involvement
Sumber: Jansson-Boyd (2010)
Gambar 2.3 Dimensi Involvement
Sumber: Michael R Solomon (2010)
26
Menurut Michael R Solomon dalam buku Consumer Behavior (2010)
terdapat tiga faktor yang mempengaruh keterlibatan konsumen, yaitu
1. Person Factors
Merupakan faktor yang didasari dari dalam individu seseorang.Person
Factors dalam diri orang dapat memiliki tingkat yang berbeda beda.
Adapun indikator dari person factors antara lain:
o Needs / kebutuhan
o Importance / tingkat kepentingan
o Interest / tingkat ketertarikan
o Values / Nilai-nilai yang ada dalam diri seseorang
2. Object or Stimulus
Faktor ini dipicu oleh adanya perbedaan dalam sebuah produk atau objek,
dimana faktor stimulus ini dipengaruhi dari jenis produknya. Beberapa
indikator dari object or stimulus adalah:
o Differentiation of alternatives
Adanya perbedaan dalam produk yang memberikan konsumen
kesempatan untuk mencari produk alternative. Konsumen ce
tnderung menjadi terlibat lebih aktif ketika banyak alternatif
produk yang tersedia.
o Source of communication
Banyaknya media yang tersedia untuk mencari dan bertukar
informasi juga memengaruhi tingkat keterlibatan
o Content of communication
Isi atau konten dari pesan dan informasi yang ada juga dapat
memengaruhi tingkat keterlibatan konsumen. Semakin menarik
atau penting isi dan konten pesan, maka kemungkinan tingkat
keterlibatan konsumen akan semakin tinggi.
3. Situational Factors
Faktor pengukur tingkat keterlibatan konsumen yang berasal dari situasi
yang ada saat itu. Terdiri atas indikator:
o Purchase / Use
Pengaruh penggunaan produk
o Occasion
Pengaruh situasi tertentu seperti promosi dan lain lain.
27
2.3
Word of Mouth
Fungsi word of mouth adalah sebagai sarana komunikasi yang terjadi secara
disadari maupun tidak akan membentuk suatu penilaian konsumen terhadap suatu
produk / merek tertentu. Perusahaan harus dapat merangsang terciptanya word of
mouth yang positif sehingga memengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan
pembelian.
2.3.1 Pengertian Word of Mouth
Menurut Kotler & Keller (2009:512) word of mouth adalah kegiatan
pemasaran melalui perantara orang ke orang baik secara lisan, tulisan,
maupun alat komunikasi elektronik yang berhubungan dengan pengalaman
pembelian jasa atau pengalaman menggunakan produk atau jasa.
Word of Mouth memiliki kekuatan besar yang berdampak pada
perilaku pembelian konsumen. Rekomendasi dari teman yang sudah
dipercaya, asosiasi, dan konsumen lain berpotensi untuk lebih dipercaya
dibandingkan dari sumber komersil, seperti iklan dan salespeople. Sebagian
besar, word of mouth terjadi secara alami, konsumen mulai dengan
membicarakan sebuah merek
yang mereka gunakan kepada orang lain.
(Kotler & Amstrong, 2012: 139).
Menurut Sernovitz (2012: 19) terdapat lima T yang harus diperhatikan
dalam mengupayakan WOM yang menguntungkan, yaitu:
1. Talkers
(pembicara),
adalah
kumpulan
orangyang
memilki
antuasiasme dan hubungan untuk menyampaikan pesan. Mereka yang
akan membicarakan suatu merek seperti teman, tetangga, dan lainlain. Pembicara berbicara karena mereka senang berbagi ide yang
besar dan menolong teman mereka.
2. Topics (topik), berkaitan dengan apa yang dibicarakan oleh talker.
Topik ini berhubungan dengan sesuatu yang ditawarkan oleh suatu
merek, seperti tawaran spesial, diskon, produk baru, atau pelayanan
yang memuaskan. Topik yang baik ialah topik yang simpel, mudah
dibawa, dan natural.
3. Tools (alat), mengacu kepada perlengkapan yang diperlukan untuk
mempermudah konsumen dalam melakukan WOM, seperti sampel,
kupon atau brosur.
28
4. Taking Part (partisipasi), perlunya partisipasi orang lain yang ikut
serta dalam percakapan agar WOM dapat terus berlanjut, seperti dari
pihak perusahaan yang terlibat di dalam percakapan membantu
merespon mengenai produk atau jasa dari calon konsumen sehingga
arah WOM dapat berkembang sesuai dengan sasaran.
5. Tracking (pengawasan), suatu tindakan perusahaan untuk mengawasi
proses WOM sehingga perusahaan dapat mengantisipasi terjadinya
WOM negatif mengenai produk atau jasa.
Sumarwan dalam (Fitriana, 2011) mengartikan Word of Mouth
Sebagai pertukaran ide, pikiran, dan komentar antara dua atau lebih
konsumen, dan tidak satu pun dari mereka adalah pemasar. Beberapa faktor
yang mendorong terjadinya komunikasi lisan antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Kebutuhan dari si pemberi informasi.
a) Untuk memperoleh perasaan prestige dan serba tahu.
b) Untuk menghilangkan keraguan dari pembelian yang telah
dilakukannya.
c) Untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang-orang yang
disenanginya.
d) Untuk memperoleh manfaat yang nyata.
2. Kebutuhan dari si penerima informasi.
a. Untuk mencari informasi dari orang yang dipercaya dari pada
orang yang menjual produk.
b. Untuk mengurangi kekhawatiran tentang resiko pembelian.
3. Resiko produk karena harga dan rumitnya produk.
4. Resiko soal kekhawatiran konsumen tentang apa yang dipikirkan
orang lain.
5. Resiko dari kurangnya kriteria objektif untuk mengevaluasi produk
untuk mengurangi waktu dalam mencari informasi.
Berdasarkan teori mengenai word of mouth di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa word of mouth merupakan media promosi yang dilakukan
dengan perantara orang untuk menyampaikan pesan mengenai suatu nilai
29
produk/jasa yang telah digunakan kepada orang lain dan berdampak pada
penilaian terhadap produk/jasa tersebut.
2.3.2 Jenis-jenis Word of Mouth
Menurut pendapat Sernovitz (2012) Word of Mouth terdiri dari dua
jenis, yaitu:
1) Organic Word of Mouth adalah pembicaraan yang bersemi secara alami
dari kualitas positif perusahaan.
2) Amplified Word of Mouth adalah pembiaraan yang dimulai oleh
kampanye yang disengajakan untuk membuat orang-orang berbicara.
Perusahaan dapat mengusahakan keterlibatan konsumen dalam Amplified
Word of Mouth.
2.3.3 Motivasi Melakukan Word of Mouth
Menurut Sernovitz (2012) terdapat tiga motivasi dasar yang
mendorong seseorang melakukan positive word of mouth, yaitu:
1) Konsumen menyukai produk yang dikonsumsi.
Orang-orang mengkonsumsi suatu produk karena mereka menyukai
produk tersebut.Baik dari segi produk utama maupun pelayanan yang
diberikan yang mereka terima.
2) Pembicaraan membuat mereka baik.
Kebanyakan konsumen melakukan word of mouth karena motif emosi
atau perasaan terhadap produk yang mereka gunakan.
3) Mereka merasa terhubung dalam suatu kelompok.
Keinginan untuk menjadi suatu bagain dalam suatu kelompok adalah
perasaan manusia yang sangat kuat. Setiap individu ingin merasa
terhubung dengan individu lain dan terlibat dalam suatu lingkungan
sosial. Dengan membicarakan suatu produk kita menjadi merasa
senang secara emosional karena dapat membagikan informasi atau
kesenangan dengan kelompok yang memiliki kesenangan yang sama.
30
2.3.4 Electronic Word of Mouth
2.3.4.1Definisi Electronic Word-Of-Mouth
Secara umum Word of Mouth adalah oral person-to-person
communication /komunikasi lisan antara individu ke individu lainnya
/ antara pengirim dan penerima pesan dimana didalamnya memiliki
unsur produk, jasa ataupun brand. Word of Mouth adalah pembicaraan
yang secara alami terjadi diantara orang-orang, Word of Mouth adalah
pembicaraan konsumen asli (Sernovitz,2006). Word of mouth (WOM)
adalah informasi produk yang ditransmisikan dari oknum kepada
oknum lain (Solomon, 1999)
Dan Traditional Word of Mouth telah terbukti mempunyai
peran
besar
pada
keputusan
pembelian
konsumen
dengan
memengaruhi pilihan konsumen Word of Mouth seringkali dikatakan
dengan istilah viral marketing, yaitu sebuah teknik pemasaran yang
digunakan untuk menyebarkan sebuah pesan pemasaran dari satu
website atau pengguna-pengguna kepada website atau para pengguna
lain, yang mana dapat menciptakan pertumbuhan eksponensial yang
potensial seperti layaknya sebuah virus.
Tiga tahapan WOM menurut Sumardi (2009) adalah TAPS (
Talking, Promoting, Selling).:
•
Membicarakan adalah tahapan dimana seorang konsumen
membicarakan sebuah produk atau merek kepada konsumen
lain,
•
Mempromosikan ketika seorang konsumen bukan hanya
sekedar membicarakan merek/produk tapi juga bersedia untuk
mempromosikannya kepada konsumen lain,
•
Menjual adalah tahapan dimana seorang konsumen mau untuk
menjualkan merek/produk tersebutkepada orang lain
Dengan adanya internet terciptalah sebuah paradigma baru
dalam komunikasi Word-Of-Mouth dan inilah awal pemunculan dari
istilah electronic Word-of-Mouth atau eWOM.).eWOM. sekarang ini
dianggap sebagai evolusi dari komunikasi tradisional interpersonal
yang menuju generasi baru dari cyberspace. Dengan kemajuan
teknologi semakin banyak trend konsumen untuk sibuk mencari
31
informasi yang dibutuhkan mengenai suatu produk sebelum mereka
melakukan
suatu
pembelian.
Henning-Thurau
et
al.
(2009)
mengatakan eWOM sebagai “pernyataan negatif atau positif yang
dibuat oleh konsumen aktual, potential atau konsumen sebelumnya
mengenai produk atau perusahaan dimana informasi ini tersedia bagi
orang-orang ataupun institusi melalui via media internet”. Dan
konsumen mempertimbangkan informasi negatif WOM akan lebih
membantu daripada informasi yang positif dalam membedakan
produk berkualitas tinggi dan produk berkualitas rendah (Herr et al.,
1991).
Menurut Arwiedya (2011) dalam media promosi yang
berpengaruh terhadap keputusan pembelian salah satunya ialah online
word of mouth dengan mengatakan bahwa word of mouth adalah
komunikasi interpersonal antara dua bahkan lebih individu seperti
anggota kelompok referensi atau konsumen dan tenaga penjual
dimana semua orang mempunyai pengaruh atas pembelian terus
menerus melalui suatu komunikasi sedangkan Word of Mouth online
adalah proses word of mouth dengan menggukan media internet atau
web.
Jadi dengan aktivitas dalam eWOM,
konsumen akan
mendapatkan tingkat transparansi pasar yang tinggi, dengan kata lain
konsumen memiliki peran aktif yang lebih tinggi dalam siklus value
chain sehingga mampu memengaruhi produk dan harga berdasarkan
preferensi individu (Park dan Kirn, 2009)
Lalu jika dilihat melalui sisi pengirim pesan , para konsumen
yang mengumpulkan informasi dari diskusi atau forum online juga
menunjukan ketertarikan yang tinggi pada topik sebuah produk
daripada konsumen yang mendapatkan informasi dari sumber yang
dilakukan oleh usaha-usaha marketing perusahaan (Bickart dan
Schindler, 2001)
Sedangkan bagi perusahaan eWOM, dapat menjadi sebuah
mekanisme timbal balik (feedback) yang dapat membantu mereka
untuk meningkatkan kualitas dari produk mereka dan mendapatkan
konsumen yang baru.
32
2.3.4.2Perbedaan Electronic Word-Of-Mouth dan Word-OfMouth
eWOM berbeda dengan WOM tradisional dalam banyak hal
yaitu :
1. Komunikasi
eWOM
melibatkan
multi-way
exchanges
information dalam mode asynchronousdan dengan berbagai
macam teknologi seperti forum diskusi online, electronic
bulletin boards, newsgroup, blogs, review site, dan social
networking
mampu
memfasilitasi
pertukaran
informasi
diantara komunikator.
2. Komunikasi eWOM lebih mudah diakses dan tersedia terus
menerus ketimbang Tradisional WOM karena pesan yang
disajikan berbasis text sehingga secara teori pesan tersebut
tersedia untuk waktu yang tidak terbatas
3. Komunikasi eWOM lebih mudah untuk diukur daripada
Tradisional WOM. Dengan format presentasi, kuantitas, dan
persistant dari eWOM membuat pesan eWOM lebih mudah
diamati.
4. Terakhir dalam eWOM, sang penerima pesan memiliki
halangan dalam menilai apakah pengirim pesan dan pesan
yang diberikan dapat dipercaya atau memiliki kredibilitas
pesan yang tinggi.Karena dalam lingkungan online, orangorang hanya dapat menilai kredibilitas seorang komunikator
berdasarkan sistem reputasi online seperti online rating, atau
website credibility.
2.3.4.3eWOM dimension
Goyette, et al (2010) membagi eWOM dalam empat dimensi
yaitu :
•
Intensity mendefinisikan intensity (intensitas) dalam eWOM
adalah banyaknya pendapat yang ditulis oleh konsumen dalam
sebuah situs jejaring sosial.
•
Positive valence, didefinisikan sebagai komentar yang disebarkan
oleh konsumen yang bersifat positif.
33
•
Negative valence, didefinisikan sebagai komentar yang disebarkan
oleh konsumen yang bersifat negatif.
•
WOM Content, merupakan komentar yang dilontarkan antar
pengguna mengenai mengenai konten dari produk, seperti
kualitas, penggunaan, dan lain-lainnya.
2.3.4.4 Penelitian sebelumnya mengenai Electronic Word-OfMouth
Dalam penelitian sebelumnya banyak peneliti melakukan
investigasi terhadap motif para konsumen dalam aktivitas eWOM dan
sharing ataupun mengartikulasi aktivitas eWOM (Lee, 2009),
penelitian – penelitian berikut memberikan pemahaman bagi para
marketer dalam perilaku konsumen online. Selain itu juga
ditemukannya sebuah model terintegrasi pada eksplorasi anteseden
dan konsekuensi dari eWOM
dalam konteks komunikasi yang
berhubungan dengan musik, penelitian mereka menemukan bahwa
variabel
inovatif,
penggunaan
internet
dan
koneksi
internet
berpengaruh signifikan dalam perilaku eWOM. Strauss (2009) juga
mendiskusikan
peluang
dan
ancaman
bisnis
dengan
adanya
peningkatan dalam artikulasi konsumen online. Dalam survey terbaru
juga ditemukan bahwa sebagian konsumen mempercayai pendapat
secara online sebagai sebuah merek dari sebuah websites. Strauss
(2009) juga menyatakan bahwa sebuah perusahaan komersil
seharusnya melakukan organisir komunitas online daripada sekedar
melakukan periklanan di internet. Selain itu dikatakan juga bahwa
konsumen seringkali mencari opini dan komen yang diberikan orang
lain sebelum mereka memutuskan keputusan pembelian.
Studi diatas mengindikasikan bahwa bagaimana pengaruh dan
dampak eWOM dalam proses keputusan konsumen. Seperti penelitian
Senecal dan Nantal (2004) yang mana dalam penelitian mereka
menggunakan studi experimental pada konsumen dalam penggunaan
sumber rekomendasi online. Hal-hal yang memfasilitasi eWOM
sendiri seperti forum diskusi dan peralatan komunikasi online lainnya
juga membantu dalam langkah adopsi dan penggunaan produk atau
34
jasa. Selain itu juga dalam penelitian lain mengindikasikan bahwa
kurangnya informasi yang efektif untuk membedakan produk dapat
meningkatkan resiko dalam melakukan pembelian. Dalam keadaan
dan situasi ini sebuah pesan WOM akan menjadi sumber referensi
yang penting bagi konsumen dalam membangun proses pengambilan
keputusan. Dan menurut penelitian yang dilakukan oleh DEI
worldwide, enam dari sepuluh responden yang diwawancarai
menyebutkan bahwa word of mouth online berpengaruh terhadap
keputusan pembelian mereka.
Dalam studi lainnya yang terkait juga mengindikasikan bahwa
sebuah pesan eWOM memiliki arti penting bagi seseorang konsumen
dalam mendapatkan sebuah informasi mengenai bagaimana suatu
kualitas suatu produk ataupun jasa.Terlebih lagi tipe-tipe pesan yang
seperti ini akan dapat secara efektif mengurangi resiko dan
ketidakpastian
yang
muncul
pada
diri
konsumen
dalam
mengkonsumsi produk ataupun jasa, sehingga niat pembelian dan
pengambilan
keputusan
mereka
juga
akan
terpengaruhi
(Chartterjee,2001). Chevalier dan Mayzlin (2006) juga meneliti
pengaruh dan efek dari review produk terhadap penjualan dari dua
toko buku online yang didasarkan pada ketersedian publisitas data
dari dua bookseller online terkemuka. Dan hasil dari penelitian
mereka ini menemukan bahwa komunikasi online berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku pembelian konsumen.
Untuk lebih memperkaya literatur untuk menjadi landasan
dalam penelitian ini yang menyangkut pautkan hubungan pengaruh
eWOM terhadap Brand Image sesuai dengan tujuan penelitian ini ada
beberapa peneliti yang melakukan penelitian dengan topik yang
relevan, Bambauer dan Mangold (2011) meneliti “The Effect Of
Negative Review: Word-Of-Mouth Communication Based On
Customer
Based Brand Equity” dan hasil penelitian mereka
menunjukan bahwa adanya efek pengrusak dari akibat review produk
yang negatif terhadap persepsi seorang konsumen terhadap sebuah
merek dan perilaku mereka terhadapnya.
35
Dan dalam penelitian oleh JiXiaofen dan Zhang Yiling (2009)
dalam Simposium International on Web Information Systems and
Applications dimana mereka melakukan penelitian pengaruh eWOM
terhadap intention to buy dengan variabel interfening yaitu Brand
Attitude pada pembelian pakaian, dan hasilnya didapatkan hasil
signifikan yang saling memengaruhi variabel secara signifikan antara
satu sama lain.
Dalam jurnal Internet Research yang dilakukan oleh Jumi Lee
dan Do-Hyung Park (2011) dengan judul “The Different Effect Of
Online Consumer Reviews On Consumer Purchase Intentions
Depending On Trust Un Online Shopping Mall : An Advertising
Perspective” mengindikasikan adanya pengaruh dari para review
konsumen terhadap minat pembelian konsumen dengan indikator trust
sebagai variabel intervening.
Lalu Penelitian Muhammad Reza Jalilvand (2012) dalam
Journal of Marketting Intelligence & Planning dengan judul “The
Effect of Electronic Word of Mouth on Brand Image and Purchase
Intention” dengan studi kasus industri otomotif di Iran menghasilkan
hasil penelitian bahwa eWOM berpengaruh signifikan dalam brand
image dan keputusan pembelian sebuah mobil di negara Iran.
Dalam jurnal European Journal of Marketing yang dilakukan
Jillian C Sweeney dan Geoffrey N Soutar (2011) dengan judul Word
Of Mouth: Measuring The Power Of Individual Messages” dengan
pendekatan penelitian secara kualitatif menemukan kesimpulan bahwa
sebuah pesan positif ataupun negatif yang dibuat/diberikan mampu
memengaruhi dan mengubah persepsi seseorang dan perilaku mereka
terhadap merek.
Dan Penelitian yang dilakukan oleh Godes dan Mayzlin
(2004)
juga
mengindikasikan
bahwa
eWOM
lebih
mampu
memengaruhi brand attitude dan judgement dari seorang konsumen
daripada sumber-sumber lain yang juga ikut memperngaruhi.
Dengan berbagai studi diatas dapat dirasakan bahwa Ewom
telah menjadi elemen yang permanent dalam marketing mix online
36
dengan mengkontribusikan pengaruh yang besar pada brand image
dan minat pembelian konsumen.
2.4
Brand (Merk)
2.4.1 Pengertian Brand (Merk)
Kotler dan Keller (2006, p256), mengemukakan bahwa definisi merek
adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan atau kombinasi dari ketiganya
yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari penjual dan
membedakannya dari pesaing lain. Kunci utama dalam merek adalah
pemberian atribut yang mengidentifikasikan produk dan menjadikannya
berbeda dengan merek lain. Merek merupakan tanda berupa gambar, nama
kata, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa. (Fandy Tjiptono 2005, p25).
Menurut Durianto (2004, p.1) merek merupakan nama, istilah, tanda,
simbol, desain ataupun kombinasinya yang mengidentifikasi suatu produk /
jasa yang di hasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga
berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan perusahaan
pesaing. Merek menjadi sangat penting saat ini karena beberapa faktor
(Durianto, 2004, p.2) :
1. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji
emosi menjadi konsisten dan stabil.
2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat
bahwa suatu merek yang kuat dapat diterima oleh seluruh dunia dan
budaya.
3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.
Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan
konsumen.
4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen.
5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan. Dengan adanya
merek konsumen dapat mudah membedakan produk yang akan
dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, keputusan,
kebanggan ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.
6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
37
2.4.2 Perilaku Konsumen Terhadap Merek
Menurut Aeker sebagaimana dikutip oleh Kotler, Philip (2008,p.422)
tingkat perilaku konsumen terhadap merek dibedakan atas lima tingkat, yaitu:
1. Konsumen yang sering mengganti merek khususnya karena alasan
harga.
2. Konsumen yang puas akan suatu merek dan tidak memiliki alasan
untuk mengganti merek.
3. Konsumen yang puas akan suatu merek dan akan merasa rugi bila
konsumen mengganti suatu merek lain.
4. Konsumen yang memberikan nilai yang tinggi pada suatu merek,
menghargainya dan menjadikan merek bagian dari dirinya atau seperti
teman.
5. Konsumen yang setia terhadap merek.
2.4.3 Brand Image (Citra Merek)
Brand merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh
individu sepanjang waktu, sebagai hasil pengalaman langsung maupun tidak
langsung atas sebuah brand tertentu. Brand adalah segala hal yang
digambarkan oleh persepsi dan perasaan konsumen mengenai produk dan
kinerjanya dan segala hal lainnya yang berarti bagi konsumen.(Kotler.,
Armstorng,2012, p243). Sejumlah teknik kualitatif dan kuantitatif telah
dikembangkan untuk membantu mengungkapkan persepsi dan asosiasi
konsumen terhadap sebuah brand tertentu. Sejak diperkenalkan secara formal
dalam disiplin pemasaran oleh Gardner dan Levy (1955), komunikasi Brand
Image kepada target segmen telah menjadi aktivitas pemsaran yang penting.
Dan bahkan ini menjadi sesuatu yang biasa dalam penelitian perilaku
konsumen dari tahun 1980an.
Membicarakan citra/image, maka biasanya bisa menyangkut image
produk, perusahaan, brand, orang atau apapun yang berada dalam benak
seseorang. Menurut Zimmer dan Golden dalam Simamora (2004) mengukur
image ada dua kesulitan, pertama adalah konseptualisasi image, Image adalah
konsep yang mudah dimengerti tetapi sulit dijelaskan secara sistematis karena
sifatnya abstrak dan yang kedua adalah kesulitan dalam pengukuran.
38
Dalam Simamora (2004) dijelaskan bahwa ada dua pendekatan yang
dapat digunakan dalam mengukur image. Pertama adalah merefleksikan
image di benak konsumen menurut mereka sendiri. Pendekatan ini disebut
pendekatan tidak terstuktur (unstructured approach) karena memang
konsumen bebas menjelaskan image suatu objek dibenak mereka. Cara yang
kedua adalah peneliti menyajikan dimensi yang jelas, kemudian responden
merespon terhadap dimensi-dimensi yang ditanyakan itu. Ini disebut
pendekatan terstuktur (structured approach).
Brand Image adalah “bagaimana brand yang dipersepsikan oleh
konsumen” (Aaker,1996) dimana terdapat serangkaian asosiasi brand yang
berada pada ingatan konsumen. Brand Image adalah sekumpulan asosiasi
brand yang terbentuk dalam benak konsumen. Berbagai asosiasi yang diingat
konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk image tentang brand atau
BrandImage
di dalam benak konsumen. Konsumen yang terbiasa
menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand
image atau hal ini disebut juga denga kepribadian merek atau brand
personality.
Pengertian Brand Imagemenurut Keller& Armstrong (2010) :
1. bahwa anggapan tentang Brand yang direefleksikan konsumen yang
berpegang pada ingatan konsumen.
2. Cara orang berpikir tentang sebuah brand secara abstrak dalam
pemikiran mereka, sekalipun pada saat mereka memikirkannya,
mereka tidak berhadapan langsung dengan produk. Membangun
brand image yang positif dapat dicapai dengan program pemasaran
yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki
kelebihan yang ditonjolkan, yang membedakannya dengan produk
lain. Kombinasi yang baik dari elemen-elemen yang mendukung
dapat menciptakan brand image yang kuat bagi konsumen.
Lalu banyak pakar lainnya yang juga mendefinisikan citra merek
menuut pandangannya masing-masing diantaranya sebagai berikut :
1. Brand Image adalah persepsi tentang suatu brand yang merupakan
hasil refleksi dari memori konsumen akan asosiasinya kepada suatu
Brand tersebut.
39
2. Menurut Marcus Burton, brand image merupakan kesan yang
tertinggal dalam benak konsumen setelah mereka menerima pesan
yang disampaikan dengan berbagai cara dan kreasi atas sebuah brand.
3. Lebih dalam, Kotler (2012) mendefinisikan brand image sebagai
seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang
terhadap suatu brand. Karena itu sikap dan tindakan konsumen
terhadap suatu brand sangat ditentukan oleh brand image tersebut,
Kotler juga menambahkan bahwa brand image merupakan syarat dari
brand yang kuat,
4. Menurut Hawkins, brand image cenderung kepada skematik memori
tentang brand yang berisi intepretasi pasar target terhadap atribut
produk, manfaat, situasi penggunaan, pengguna dan karakterisitik
perusahaan.
5. Menurut Richard E. Stanley, brand image merupakan segala emosi
dan kualitas estetik yang diperoleh pada saat para konsumen
menghubungkannya dengan sebuah nama brand.
6. Peter dan Olson menyatakan hal yang senada dengan Hawkins bahwa
brand image terdiri dari pengetahuan dan kepercayaan (kognitif)
terhadap atribut brand, konsekuensi penggunaan brand dan situasi
mengkonsumsi, seperti evaluasi dari perasaan dan emosi (respon
afektif) yang berasosiasi dengan brand.
Bagaimana Brand Image terbentuk pada konsumen? Menurut
Simamora (2008) Brand Image merupakan intepretasi akumulasi berbagai
informasi yang diterima konsumen. Jadi yang mengiteepretasi adalah
konsumen, dan yang diitepretasi adalah informasi. Hasil intrepretasi
bergantung pada dua hal. Pertama bagaimana konsumen melakukan
intepretasi dan kedua informasi yang diintepretasi. Perusahaan tidak
sepenuhnya dapat mengontrol kedua faktor ini. Karena faktor “ Bagaimana
konsumen melakukan intepretasi” dipengaruhi oleh aspek konsumen sendiri
dan lingkungan.
Brand Image penting untuk diketahui karena Brand Image dibentuk
melalui kepuasan konsumen. Penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui
40
kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan membeli lagi,
juga akan mengajak calon pembeli lainnya.
Komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai peran penting
dalam pembangunan Brand Image. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini
mempunya target audience luas sehingga dalam waktu relatif singkat pesan
yang ingin disampaikan tentang brang lebih cepat sampai. Ada banyak
kegiatan lain yang juga berdampak besar. Contohnya adalah
1. Desain Kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan.
2. Event, promosi di toko, promosi di tempat umum dan kegiatan below
the line lainnya.
3. Iklan tidak langsung yaitu bersifat public relations
4. Corporate Social Responsibility(CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial
untuk komunitas yang dilakukan oleh perusahaan.
5. Customer Service, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan
dari konsumen setelah terjadi transaksi.
6. Bagaimana karyawan yang kerja di lini depan/front lines (apakah itu
bagian penjualan, kasir dan resepsionis, dll) bersikap dalam menghadapi
pelanggan, dll.
Jenis tipe komunikasi dalam daftar diatas adalah kegiatan-kegiatan yang
baik buruknya tergantung dari kegiatan perusahaan, semuanya dapat
dikontrol atau dikendalikan. Komplikasi justru akan muncul dari kegiatankegiatan komunikasi seputar brand oleh pihak lain yang tidak bisa dikontrol
oleh perusahaam, misalnya komunikasi oleh konsumen langsung. Mereka
bisa
menyebarkan
pada
networknya
dengan
berita
yang
kurang
menyenangkan yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand.
Word of Mouth Communication adalah salah satu jenis komunikasi
yang sangat efektif dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk.
Dalam komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai target audience
yang luas, sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang
ingin
disampaikan tentang brand lebih cepat sampai. Jadi pada dasarnya
perusahaan perlu memperhatikan semua elemen komunikasi dalam bentuk
apapun yang menghubungkan konsumen dengan brand perusahaan.
41
Minimalkan kemungkinan terjadinya ketidapuasan konsumen, sehingga berita
seputar brand bisa selalu merupakan berita baik.
Penyampaian komunikasi yang berbeda mempunyai kekuatan dan
juga pandangan akan suatu tujuan yang berbeda. Pengembangan Brand
Image penting agar komunikasi yang disampaikan kepada calon pembeli
dapat sejajar dengan maksud dan tujuan dari produsen.
Pengembangan Brand Image dapat membentuk kesan tersendiri.
Beberapa kesan yang terbentuk dari sudut pandang konsumen akan
memengaruhi mereka tentang bagaimana cara mereka memandang merek
tersebut, kemudian masuk kedalam ciri dan kepribadian yang khas sehingga
terbentuklah citra terhadap suatu merek.
Dalam pengembangan image atau kesan terhadap suatu brand,
terhadap ciri dan kepribadian yang khas yang harus diutamakan. Dibutuhkan
beberapa perubahan seperti program pemasaran dengan meningkatkan
kekuatan dan keunikan dari suatu merek yang akan meningkatkan
brandimage tersebut.
Selain itu juga mempertahankan image positif dari merek tersebut
juga dapat menetralisir image negatif yang terbentuk dari suatu brand.
Pengembangan image tersebut dapat berupa promosi ulang produk-produk
yang ditawarkan untuk dapat menimbulkan familiaritas brand atau dengan
menciptakan suatu promosi seperti promosi dari mulut ke mulut, salah
satunya melalui pelanggan yang telah mendapatkan pengalaman positif dari
merek tersebut atau melalui pelanggan yang telah loyal terhadap brand
tersebut. Lebih jauh lagi dibutuhkan usaha untuk membangun pengalaman
positif yang lebih sering dan lebih banyak. Usaha-Usaha yang dilakukan dari
membentuk citra tersebut tidak lepas dari seperangkat assest dan liabilitas
mereka yang berkaitan dengan suatu brand(Brand Equity).
2.4.4 Elemen-Elemen dan Komponen Brand Image
Menurut Joe Kent Kerby, ada beberapa elemen yang terkandung
didalam brand image suatu produk yaitu :
1. Ketahanan (tenacity) berkaitan dengan kualitas dan brand image produk
itu sendiri.
42
2. Kesesuaian (congruence) berkaitan dengan kesesuaian antara brand
image dan karakteristik brand.
3. Keseksamaan (precision) menentukan berapa akurat dan jelasnya image
yang ingin ditampilkan.
4. Konotas (connotative) merupakan pendapat konsumen dari kepribadian
produk yaitu dari semua karakteristik merek produk sejenis yang
diterima, konsumen menemukan brand produk yang satu berbeda
dengan brand produk yang lainnya,
Pembentukan brand image dalam benak konsumen tidak terjadi dalam
waktu sekedap, melainkan dalam waktu bertahun-tahun. Pembentukan brand
image ini dipengaruhi oleh :
1. Kualitas produk yang dihasilkan
2. Pelayanan yang disediakan
3. Reputasi perusahaan
4. Kebijaksanaan perusahaan
5. Kegiatan-Kegiatan perusahaan itu sendiri.
Brand Image merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia
mengenai produk, jasa dan perusahaan dari brand yang dimaksud.Informasi
ini didapat dari dua cara;
Pertama melalui pengalaman konsumensecara langsung, yang terdiri
dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional.brand tersebut tidak
cuma dapat bekerja maksimal dan memberikan performansiyang dijanjikan
tapi juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen,mengusung nilainilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhikebutuhan
individual konsumen – yang akan mengkontribusi atas hubungandengan
brand tersebut.
Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan daribrand tersebut
melalui
berbagai
macam
bentuk
komunikasi,
seperti
iklan,
promosi,hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap
karyawandalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak
brand, mediadan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat
mengkomunikasikan atribut atributyang berbeda. Setiap alat pencitraan ini
dapat berperan dalam membinahubungan dengan konsumen. Penting demi
43
kesuksesan sebuah brand, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau
seimbang, ketika nantinya akan membentuk gambaran total dari brand,
tersebut. Gambaran inilah yang disebut Brand Image atau reputasi brand,,
dan image ini bisa berupa image yang positif atau negatif atau bahkan
diantaranya.
Brand Image terdiri dari atribut objektif / instrinsik seperti ukuran
kemasan dan bahan dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan dan
asosiasi yang ditimbulkan oleh brand produk tersebut.
Brand Image merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai
suatu merek yang terbentuk dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri
dari:
1. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk;
2. Kesan tentang keuntungan fungsional produk;
3. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut;
4. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu;
5. Semua imajeri dan makna simbolik yang terbentuk dalam benak
konsumen termasuk juga imajeri dalam istilah karakteristik manusia.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Brand Image merupakan ‘totalitas’
terhadap suatu brand yang terbentuk dalam persepsi konsumen.
Image pada suatu brand merefleksikan image dari perspektif
konsumen dan melihat janji yang dibuat brand tersebut pada konsumennya.
Brand Image terdiri atas asosiasi konsumen pada kelebihan produk dan
karakteristik personal yang dilihat oleh konsumen pada brand tersebut.
Menurut Davis (2008), Brand Image memilki dua komponen, yaitu:
1. Brand Associations (Asosiasi Merek)
Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh
konsumen pada brand tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai
janji janji yang dibuat oleh merek tersebut, positif maupun negatif, dan
harapan mengenai usaha-usaha untuk mempertahankan kepuasan
konsumen dari merek tersebut. Suatu brand memiliki akar yang kuat,
ketika brand tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau
yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi brand membantu pemasar
mengerti kelebihan dari brand yang tersampaikan pada konsumen.
44
2. Brand Personality (Persona/Kepribadian Merek)
Menurut Davis Brand Personality merupakan serangkaian karakteristik
manusia yang oleh konsumen diasosiasikan dengan brand tersebut,
seperti, kepribadian, penampilan, nilai nilai, kesukaan, jenis kelamin,
ukuran, bentuk, etnis, inteligensi, kelas sosioekonomi, dan pendidikan.
Hal ini membuat merek seakan-akan hidup dan mempermudah konsumen
mendeskripsikannya, serta faktor penentu apakah konsumen ingin
diasosiasikan dengan brand tersebut atau tidak. Persona brand membantu
pemasar lebih mengerti kelebihan dan kekurangan brand tersebut dan
cara memposisikan brand secara tepat. Menurut Christine Restall, brand
personality menjelaskan mengapa orang menyukai brand-brand tertentu
dibandingkan brand lain ketika tidak ada perbedaan atribut fisik yang
cukup besar antara merek yang satu dengan yang lain. David Ogilvy
menyebutkan bahwa kepribadian brand merupakan kombinasi dari
berbagai hal – nama brand, kemasan brand, harga produk, gaya iklan, dan
kualitas produk itu sendiri.
Menurut Joseph Plummer (dalam Aaker, 2009), citra merek terdiri
dari tiga komponen yaitu:
1. Product Attributes (Atribut Produk) : yang merupakan hal-hal yang
berkaitan dengan merek tersebut sendiri seperti, kemasan, isi produk,
harga, rasa,dll. Atribut Produk dapat dikategorikan dalam berbagai cara
menurut Keller (1993) dalam pandangan luas mengatakan bahwa attribut
produk adalah fitur deksriptif yang bertujuan untuk mengkarateristik
sebuah produk. Sedangkan Stokman (1991) dalam pendangan sempitnya
mengidikasikan produk bisa dilihat sebagai paket atribut intrinsik dan
ekstrinsik atau sebuah paket atribut yang dirasakan. Atribut instrinsik dari
sebuah produk adalah informasi yang secara langsung menghubungan
dengan produk sedangkan atribut ekstrinsik adalah isyarat informasi yang
secara tidak langsung terhubung dengan produk.
2. Perceived Benefits (Keuntungan yang dirasakan) : yang merupakan
sebuah kegunaan produk dari brand tersebut. Perceived Benefit adalah
apa yang konsumen pikirkan mengenai sebuah produk tersebut yang
mereka (produk/merek) dapat lakukan untuk mereka (Keller, 1993) ini
45
berhubungan dengan persepsi dari atribut produk dan brandpersonality.
Dalam hubungannya dengan Customer Brand Personality (CBP),
sedangkan keuntungan konsumen adalah apa yang konsumen percaya
atau customer brand personality dapat berikan kepada mereka.
Keuntungan adalah apa yang konsumen cari ketika membeli sebuah
produk atau brand Keuntungan tersebut dapat membimbing pada akhir
atau nilai tertentu yang konsumen ingin dapatkan
3. Brand Personality (Kepribadian Merek) : merupakan asosiasi yang
membayangkan mengenai kepribadian sebuah brand apabila merek
tersebut seorang manusia. Faktor Brand Personality membuat konsumen
dapat mengekpresikan dirinya sendiri atau dimensi spesifik dari dirinya.
Brand Personality memberikan funsgi simbolik dan membantuk
konsumen membedakan dirinya dengan yang lain (Keller, 1993). Brand
Personality juga memproyeksikan nilai brand dan menciptakan image
dari brand tipikal dari penggunanya yang kemungkinan menjadi image
ideal bagi konsumen. Informasi merek ini dapat mendorong penggunaan
merek yang diberikan sebagai alat mengekspresikan diri oleh konsumen
yang memiliki kesamaan posisi dan ingin memberikan image yang sama
atau ideal self.
Keller (2010) juga mendefinisikan sebuah Brand Image sebagai
persepsi mengenai sebuah brand sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi
merek yang terdapat di dalam benak konsumen. Brand Image terdiri dari
komponen-komponen sebagai berikut:
1. Attributes (Atribut) Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fiturfitur yang ada dalam senuah produk atau jasa.
a. Product related attributes (atribut produk): Didefinisikan sebagai
bahan-bahan yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari
konsumen dapat bekerja. Berhubungan dengan komposisi fisik
atau persyaratan dari suatu jasa yang ditawarkan, dapat berfungsi.
b. Non-product related attributes (atribut non-produk): Merupakan
aspek eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan
pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari:
informasi tentang harga, kemasan dan desain produk, orang, peer
46
group atau selebriti yang menggunakan produk atau jasa tersebut,
bagaimana dan dimana produk atau jasa itu digunakan.
2. Benefits (Keuntungan) yaitu Nilai personal yang dikaitkan oleh
konsumen pada atribut-atribut produk atau jasa tersebut.
a. Functional benefits : berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan
masalah.
b. Experiental benefits : berhubungan dengan perasaan yang muncul
dengan menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini
memuaskan kebutuhan bereksperimen seperti kepuasan sensori,
pencarian variasi, dan stimulasi kognitif.
c. Symbolic benefits : berhubungan dengan kebutuhan akan
persetujuan sosial atau ekspresi personal dan self-esteem
seseorang. Konsumen akan menghargai nilai-nilai prestise,
eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah brand karena hal-hal
ini berhubungan dengan konsep diri mereka
3. Brand Attitude (Sikap merek)
a. Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu brand, apa
yang dipercayai oleh konsumen mengenai brand tertentu – sejauh
apa konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki
atribut atau keuntungan tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap
kepercayaan tersebut bagaimana baik atau buruknya suatu produk
jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut.
Brand image adalah penting karena kontribusinya dalam memilih
merek yang cocok untuk dirinya. Sehingga hal ini dapat memengaruhi
perilaku pembelian mereka ataupun Brand Equity. Sebuah brand image yang
terkomunikasi dengan baik dapat membangun posisi merek yang bagus,
membedakan merek dari persaingan, meningkatkan performa brand pasar,
dan berperan penting pada pembangunan ekuitas brand (Keller, 1993).
2.4.5 Brand Switching (Perpindahan Merek)
Sebagaimana diketahui bersama bahwa banyak sekali produk dengan
berbagai
merek
yang
ditawarkan
oleh
perusahaan
dalam
rangka
meningkatkan keinginan konsumen untuk mencoba produk dan merek
47
tersebut. Beragamnya produk mengakibatkan konsumen sedikit banyak
mempunyai keinginan untuk berpindah ke merek lain. Sedangkan menurut
Ganes, Arnold, Reynold (dalam Chatrin dan Karlina, 2006) Brand switching
adalah perilaku konsumen yang mencerminkan pergantian dari merek produk
yang biasa dikonsumsi dengan produk merek lain.
Sehingga berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa brand
switching adalah saat dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan
berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk
lainnya. Tingkat brand switching ini juga menunjukan sejauhmana sebuah
merek memiliki pelanggan yang loyal. Semakin tinggi tingkat Brand
Switching, maka semakin tidak loyal tingkat pelanggan kita. Untuk itu berarti
semakin beresiko juga merek yang kita kelola karena bisa dengan mudah dan
cepat kehilangan pelanggan, Sumarni (2010, h.56).
Menurut Gerrard dan Cunningham (2004) mendefinisikan customer
switching sebagai berpindahnya nasabah dari satu bank ke bank yang lainnya,
bukan antar cabang dalam satu bank yang sama. Perpindahan merek dapat
muncul karena adanya variety seeking. Menurut Hoyer dan Ridgway (1984),
keputusan konsumen untuk berpindah merek tidak hanya dipengaruhi oleh
variety seeking, namun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti strategi
keputusan (decision strategy), faktor situasional dan normatif, ketidakpuasan
terhadap merek sebelumnya, dan strategi pemecahan masalah (problem
solving strategy).
2.4.6 Indikator Brand Switching (Perpindahan Merek)
Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pelanggan untuk beralih
bank banyak dan kompleks (Clemens et al, 2007a,. Colgate dan Hedge,
2001). Clemens et al (2007), menemukan beberapa faktor penyebab perilaku
perpindahan merek yang penting dalam industri perbankan, antara lain :
1. Komitmen pelanggan
Adalah bagian yang sangat penting untuk keberhasilan sebuah hubungan
jangka panjang. Karena itu, penting bagi perusahaan untuk membangun
komitmen pelanggannya agar tercipta hubungan yang erat antara perusahaan
dan pelanggannya.Indikator yang dikembangkan dari Garbarino dan Johnson
(1999), komitmen dibentuk oleh adanya :
48
•
Keinginan psikologis
Cara perusahaan menunjukan keinginan berkomitmennya kepada
pelanggan.
•
Rasa peduli perusahaan terhadap pelanggan
Bentuk kepedulian antara perusahaan dengan pelanggan untuk
membentuk hubungan yang baik dan timbal balik.
•
Loyalitas
Hubungan kesetiaan antara pelanggan dengan perusahaan.
2. Reputasi
Menurut Gerrald dan Cunningham (2004) adalah sebagai kepercayaan
menyeluruh atau keputusan mengenai tingkat dimana sebuah perusahaan
diberi penghargaan tinggi dan terhormat. Sebuah reputasi yang baik dapat
meningkatkan
loyalitas
pelanggan
terutama
di
industri
perbankan.
Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan para peneliti diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa indikator-indikator reputasi perusahaan yang dapat dipakai
dalam penelitian ini adalah:
•
kompetensi perusahaan
•
keunggulan perusahaan
•
kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan
•
pengalaman perusahaan.
3. Kualitas Pelayanan
Adalah didefinisikan sebagai keputusan atau keyakinan tentang keseluruhan
keunggulan dan superioritas perusahaan. Melalui serangkaian penelitian yang
dikembangkan oleh A. Parasuraman, Valeria A. Zeithaml, dan Leonard L.
Berry dalam Tjiptono (2005:132) dimensi dari kualitas pelayanan, meliputi :
Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Emphaty.
•
Tangibles adalah menunjukkan fasilitas fisik yang nampak, termasuk
penampilan produk.
•
Reliability adalah menunjukkan kesesuaian kualitas produk sesuai
dengan yang dijanjikan.
•
Responsiveness adalah merujuk pada kemauan produsen dalam
menanggapi keluhan konsumen.
49
•
Assurance adalah menunjukkan adanya jaminan yang diberikan
produsen terhadap produk yang dibeli.
•
Empathy menunjukkan perhatian produsen untuk dapat memposisikan
diri sebagai konsumen.
Keputusan untuk berpindah dari merek satu ke merek lain merupakan
fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh faktor-faktor perilaku tertentu,
skenario persaingan, dan waktu. Menurut David et al. (2009), perilaku
perpindahan merek dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor instrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu yang
bersangkutan, misalnya adanya keinginan untuk mencoba merek baru.
Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar, misalnya
adanya diskon atau harga yang lebih murah.
Bitner, Mary Jo (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor seperti
waktu, ada atau tidaknya uang, sedikitnya alternatif, switching cost, dan
kebiasaan dapat memengaruhi loyalitas konsumen terhadap suatu merek dan
sebagai akibatnya adalah terjadi perpindahan merek.
2.5
Kerangka Penelitian
Respon rasional
Gambar 2.4 Kerangka Penelitian
Sumber: Peneliti (2015)
50
2.6
Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh yang signifikan atntara variabel Involvement dan eWOM
terhadap variabel Brand Image pada konsumen MamyPoko.
2. Ada pengaruh yang signifkan antara variabel Involvement terhadapvariabel
Brand Switching baik secara langsung maupun melalui Brand Image pada
konsumen MamyPoko.
3. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel eWOM terhadap variabel Brand
Switching baik secara langsung maupun melalui Brand Image pada konsumen
MamyPoko.
4. Ada pengaruh yang signifkan antar variabel Brand Image terhadap variabel
Brand Switching pada konsumen MamyPoko.
5. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Involvement, eWOM, serta
Brand Image, terhadap Brand Switching pada konsumen MamyPoko.
Download