bab ii tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi (loanable
funds). Tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator dalam menentukan
apakah seseorang akan melakukan invesatasi atau menabung (Boediono, 1994
:76). Suku Bunga Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah
pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari
pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi
dengan jumlah pinjaman.
Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari
pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu.
Pengertian lain tentang suku bunga adalah sebagai harga dari penggunaan uang
untuk jangka waktu tertentu.
Ada beberapa teori yang membahas tentang tingkat suku bunga, beberapa
teori tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Teori Suku Bunga Klasik
Menurut kaum klasik, suku bunga menentukan besarnya tabungan maupun
investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian yang menyebabkan tabungan
yang tercipta pada penggunaan tenaga kerja penuh akan selalu sama yang
dilakukan oleh pengusaha. Beranjak dari teori ekonomi mikro, teori klasik
mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan nilai balas jasa dari modal. Dalam
teori klasik, stok barang modal dicampuradukkan dengan uang dan keduanya
19
Universitas Sumatera Utara
dianggap mempunyai hubungan subtitusif. Semakin langka modal, semakin tinggi
suku bunga. Sebaliknya, semakin banyak modal semakin rendah tingkat suku
bunga (Nasution dalam Badriah Sappewali,2001).
b)
Teori Suku Bunga Keynes
Keynes mempunyai pandangan yang berbeda dengan klasik. Tingkat bunga
itu merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh
penawaran dan permintaan uang (ditentukan dalam pasar uang). Uang akan
mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP), sepanjang uang ini mempengaruhi
tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi
keinginan untuk mengadakan investasi dengan demikian akan mempengaruhi
GNP (Nopirin,1992).
c)
Teori Suku Bunga Hicks
Hicks mengemukakan teorinya, bahwa tingkat bunga berada dalam
keseimbangan pada suatu perekonomian bila tingkat bunga ini memenuhi
keseimbangan sektor moneter dan sektor rill. Pandangan ini merupakan gabungan
dari pendapat klasik dan keynesian, dimana mashab klasik mengatakan bahwa
bunga timbul karena uang adalah produktif artinya bahwa bila seseorang memiliki
dana maka mereka dapat menambah alat produksinya agar keuntungan yang
diperoleh meningkat. Jadi uang dapat meningkatkan produktivitas sehingga orang
ingin membayar bunga.
2.2 Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah (Government Expenditure) adalah pengeluaran oleh
pemerintah untuk membeli barang dan jasa. Sebagian dari pengeluaran
pemerintah adalah untuk membiayai administrasi pemerintahan atau pengeluaran
20
Universitas Sumatera Utara
rutin dan sebagian lainnya untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan atau
pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pemerintah terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, angsuran
pinjaman/ hutang dan bunga, ganjaran subsidi dan sumbangan pada daerah,
pensiun dan bantuan, pengeluaran yang tidak termasuk bagian lain, dan
pengeluaran tak terduga.
Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila
pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,
pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut (Mangkoesoebroto, 1993;
169). Hubungan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi secara
teori diterangkan dalam Keynesian Cross (Mankiw, 2003; 263).
Bailey (1995; 43) dalam Mangkoesoebroto (1997) membagi teori mengenai
perkembangan pengeluaran pemerintah menjadi dua, yaitu teori makro dan teori
mikro. Model makro dapat menjelaskan perhitungan jangka panjang pertumbuhan
pengeluaran pemerintah, sedangkan model mikro menjelaskan perubahan secara
particular komponen-komponen pengeluaran pemerintah. Teori makro mengenai
perkembangan pengeluaran pemerintah dikelompokkan menjadi tiga golongan,
yaitu (Mangkoesoebroto, 1993; 169).
1.
Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah.
Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan
perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan
ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut.
2.
Hukum Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah.
21
Universitas Sumatera Utara
Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan persentase
pengeluaran pemerintah terhadap PDB yang semakin besar, yaitu dalam suatu
perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif
pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hukum Wagner dikenal dengan
“The Law of Expanding State Expenditure”.
3.
Teori Peacock & Wiseman
Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi
(PDB) menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak
tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran
pemerintah juga semakin meningkat. Peningkatan PDB dalam keadaan normal
menyebabkan penerimaan pemerintah menjadi semakin besar, begitu juga dengan
pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.
3.3
Inflasi
Inflasi menurut Mc. Eachern (2000 : 132) Kenaikan terus-menerus dalam
tingkatt harga. Ahli yang lain yaitu Ackley memberi pengertian inflasi sebagai
suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum
(bukan satu macam barang saja dan sesaat).
Sedangkan menurut Boediono (1991:155) , inflasi sebagai kecenderungan
dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari
satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang
lain.
Kenaikan harga dapat diukur menggunakan indeks harga. Beberapa indeks
harga yang sering digunakan dalam pengukuran inflasi adalah :
22
Universitas Sumatera Utara
1.
Indeks harga konsumen/IHK (consumer price index)
Indeks ini mengukur biaya/pengelaran untuk membeli sejumlah barang dan
jasa yang dibeli rumah tangga untuk keperluan hidup. Banyaknya barang dan jasa
yang dihitung bermacam-macam. Laju inflasi dihitung dengan cara menghitung
persentase kenaikan atau penurunan indeks harga ini dari tahun ke tahun.
2.
Indeks harga perdagangan (whole sale price index)
Indeks perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah barang pada
tingkat perdagangan besar. Termasuk didalamnya harga bahan mentah, bahan
baku atau setengah jadi. Indeks ini sejalan atau searah dengan indeks harga
konsumen.
3.
GNP deflator
GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam
perhitungan GNP dan jumlahnya lebih banyak dibanding dua indeks lainnya. GNP
deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas harga dasar yang berlaku)
dengan GNP riil (atas dasar harga konstan) atau :
GNP deflator = GNP nominal x 100
GNP Riil
Ada empat teori mengenai Inflasi :
a.
Teori Inflasi Klasik, teori ini berpendapat bahwa tingkat harga terutama
ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui
hubungan antara nilai uang dengan jumlah uang, serta nilai uang dan harga.
b.
Teori inflasi Keynes, teori ini mengasumsikan bahwa perekonomian sudah
berada pada tingkat full employment. Menurut Keynes kuantitas uang tidak
23
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh terhadap tingkat permintaan total, karena suatu perekonomian
dapat mengalami inflasi walaupun tingkat kuantitas uang tetap konstan.
c.
Teori inflasi Moneterisme, Teori ini berpendapat bahwa, inflasi disebabkan
oleh kebijatsanaan moneter dan fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang
beredar di masyarakat sangat berlebihan. Kelebihan uang beredar di
masyarakat akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan barang dan
jasa di sektor riil.
d.
Teori Ekspektasi, menurut Dornbusch, bahwa pelaku ekonomi membentuk
ekspektasi laju inflasi berdasarkan ekspektasi adaptif dan ekspektasi
rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal mengenai masa depan
dengan menggunakan semua informasi yang ada.
3.4
Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (PDB)/Gross Domestic Product (GDP) Produk
Domestik Bruto (PDB) atau dalam bahasa inggris Gross Domestic Product
menurut Mankiw (2006 : 7) adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa dalam
suatu negara yang diproduksi dalam sebuah negara, negara tersebut dan warga
negara asing yang tinggal di negara tersebut dalam periode waktu tertentu
(biasanya satu tahun).
PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan
pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan
pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = C + I + G + ( X – M )
Di mana C adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, I oleh
sector usaha, G oleh pemerintah, sedangkan X dan M melibatkan sektor luar
24
Universitas Sumatera Utara
negeri. Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima
factor produksi :
PDB = R + W + I + P
Di mana R adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, W
untuk tenaga kerja, I untuk pemilik modal, dan P untuk pengusaha. Secara teori,
PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka
yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan
pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan
pendekatan pengeluaran.
3.5
Kebijakan Fiskal
Menurut Sadono Sukirno (2003) Kebijakan Fiskal adalah langkah-langkah
pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam
perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang
dihadapi.
Sedangkan Menurut Tulus TH Tambunan, kebijakan memiliki dua prioritas,
yang pertama adalah mengatasi defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara
(APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya.
Defisit APBN terjadi apabila
penerimaan pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah
mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain ;
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan dari pemerintah (negara) untuk
mengarahkan dan mengendalikan jalanya roda perekonomian agar dapat
dikembangkan iklim usaha yang baik, serta mengatur agar distribusi pendapatan
dapat menjadi lebih baik, melalui anggaran pendapatan dan belanja negara.
25
Universitas Sumatera Utara
Disamping itu melalui kebijakan fiskal, pemerintah juga dapat melakukan campur
tangan melalui pembuatan-pembuatan peraturan, pembuatan usaha negara dan
kebijakn yang lainnya. Dengan kata lain kebijaka fiskal erat berhubungn dengan
APBN.
Kebijakan fiskal juga berpengaruh langsung terhadap tingkat permintaan.
Peningkatan
pengeluaran
(anggaran
belanja)
pemerintah
akan
bersifat
ekspansioner dengan meningkatnya permintaan. Pertama-tama pada sektor
pemerintah dan kemudian menjalar ke sektor swasta. Sejalan dengan itu ,
pengurangan-pengurangan pajak bisa juga bersifat ekspansione karena para wajib
pajak akan mempunyai pendapatan disposabel yang lebih besar sehingga
diharapkan akan membelanjakan jumlah pendapatan yang lebih besar.
2.5.1 Tujuan kebijakan fiskal
Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan
ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut :
1.
Untuk meningkatkan laju investasi.
Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi
disektor swasta dan sektor Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat
dipergunakan untuk mendorong dan menghambat bentuk investasi tertentu.
2.
Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial,
dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang
menjadi tangunggan Negara secara
serentak berupaya memacu laju
pembentukkan modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam
26
Universitas Sumatera Utara
pembentukkan pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan
biaya produksi.
3.
Untuk meningkatkan kesempatan kerja.
Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal
pengelolan pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk
mendirikan
perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta melalui
pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari pengupayaan
langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga
diiringi dengan pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.
4.
Untuk meningkatkan
stabilitas ekonomi
ditengah ketidak stabilan
internasional
Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan
stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam
rangka mengurangi dampak internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus
diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot rejeki nomplok
yang timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang tinggi pada
impor barang konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat
penggunaan daya beli tambahan.
5.
Untuk menanggulangi inflasi
Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya
adalah dengan cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan
pajak komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar
tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.
6.
Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
27
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan
nasional terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan
mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila
adanya investasi dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan
regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian.
2.5.2 Bentuk-Bentuk Kebijakan Fiskal
Jika ditinjau dari sisi teori, ada tiga macam kebijakan anggaran yaitu:
a.
Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance) kebijakan
yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat berbagai akibat
tidak langsung terhadap
pendapatan nasional dan bertujuan untuk
meningkatkan kesempatan kerja.
b.
Kebijakan pengelolaan anggaran (the finance budget approach) kebijakan
untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan pinjaman untuk
mencapai ekonomi yang mantap.
c.
Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget) kebijakan
yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat besarnya biaya dan
manfaat dari berbagai program.
Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah
pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
a.
Kebijakan Anggaran Seimbang
Kebijakan anggaran seimbang, adalah kebijakan anggaran yang menyusun
pengeluaran sama besar dengan penerimaan.
b.
Kebijakan Anggaran Defisit
28
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan anggaran defisit yaitu kebijakan anggaran dengan cara menyusun
pengeluaran lebih besar daripada penerimaan.
c.
Kebijakan Anggaran Surplus
Kebijakan anggaran surplus, yaitu kebijakan anggaran dengan cara
menyusun pengeluaran lebih kecil dari penerimaan.
d.
Kebijakan Anggaran Dinamis
Kebijakan anggaran dinamis, yaitu kebijakan anggaran dengan cara terus
menambah jumlah penerimaan dan pengeluaran sehingga semakin lama semakin
besar (tidak statis).
2.5.4 Jenis-jenis kebijakan fiskal
Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran
pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y).
Gambar (2.1) dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (ΔG) naik
atau selisih pajak (ΔT) turun maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat
keatas sehingga pendapatan akan naik dari (Y ) menjadi (Y ).
1
f
Dan juga akan menyebabkan tingkat bunga (i) pun akan naik. Kebijakan
Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara menurunkan belanja
negara dan menaikkan tingkat pajak.
Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan
mengatasi inflasi. kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih
besar daripada pengeluarannya.
29
Universitas Sumatera Utara
Tingkat Bunga
LM
i1
i0
E1
E0
IS0
IS1
Y0
Y1
Output
Gambar 2.1
Kebijakan Fiskal Ekspansif
Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada
kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan
tekanan permintaan. pada saat munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap
adalah suatu kondisi dimana output potensial (Y ) lebih kecil dibandingkan
f
dengan output Actual .
Apabila Pemerintah melakukan kebijakan untuk menurunkan pengeluaran
pemerintah (G) yang artinya pemerintah menjalankan kebijakan fiskal kontraktif,
maka menyebabkan kurva IS bergeser ke kiri dan menyebabkan pendapatan (Y)
dan tingkat bunga mengalami penurunan.
Adapun mekanisme penurunan pengeluaran pemerintah (G) ataupun
kenaikan pajak (T) terhadap output (Y) adalah sebagai berikut, secara grafik
kebijakan fiskal kontraktif diagram sebagai berikut:
30
Universitas Sumatera Utara
Tingkat Bunga
LM
i0
E0
i1
E1
IS0
IS1
Y1
Y0
Output
Gambar 2.2
Kebijakan Fiskal Kontratif
2.5.5 Efek Kebijakan Fiskal
1.
Pengaruh Kebijakan Fiskal dari Sisi Permintaan.
Pengaruh
kebijakan
fiskal
dari
sisi
permintaan
ini
lebih
lanjut
diklasifikasikan ber- dasarkan perspektif mainstream utama dalam teori ekonomi,
yaitu Keynesian dan Non-Keynesian.
a)
Pendekatan Keynesian.
Model Keynesian yang paling sederhana mengasumsikan adanya kekakuan
harga (price rigidity) dan perekonomian mengalami kelebihan kapasitas (excess
capacity), sehingga output ditentukan oleh permintaan agregat (aggregate
demand). Dalam model ini, ekspansi fiskal mempunyai efek pengganda
(multiplier effect) terhadap permintaan agregat dan output. Ekspansi fiskal
mendorong peningkatan permintaan agregat melalui salah satu dari dua saluran,
yaitu:
Pertama, apabila pemerintah meningkatkan belanja dan penerimaan pajak
diasumsikan tetap sama, maka permintaan agregat akan bertambah secara
langsung. Kedua, apabila pemerintah mengurangi pajak (taxcuts) atau menaikkan
31
Universitas Sumatera Utara
transfer payments, maka pendapatan masyarakat yang dapat dibelanjakan
(disposable income) akan bertambah, dan masyarakat cenderung menambah
konsumsi.
Apabila peningkatan belanja diimbangi dengan peningkatan pajak, maka
hasilnya adalah nilai pengganda anggaran berimbang (balanced budget multiplier)
persis sama dengan satu.
Apabila pemerintah menjalankan defisit anggaran, sejumlah pembiayaan
akan dipenuhi dengan menerbitkan obligasi, sehingga pemerintah berkompetisi
dengan sektor swasta untuk mendapatkan dana masyarakat. Hal ini akan
mendrong naiknya suku bunga dan memungkinkan terjadinya "crowding out"
investasi swasta.
Suku bunga yang lebih tinggi merangsang masuknya modal dari luar negeri
(capital inflows) yang pada gilirannya menyebabkan nilai tukar mengalami
apresiasi (penguatan). Apresiasi ini menyebabkan barang-barang yang diimpor
menjadi lebih murah dan ekspor menjadi lebih mahal. Implikasinya, karena
terjadinya peningkatan permintaan domestik yang berasal dari ekspansi fiskal,
maka kondisi neraca transaksi berjalan (current accounts) menjadi lebih buruk.
(Nizar, 2010).
b) Pendekatan Non-Keynesian.
Pendekatan ini berasal dari model Neo-klasik yang menyoroti kelemahankelemahan pendekatan Keynesian. Meskipun model Neo-klasik memberikan
penekanan pada efek kebijakan fiskal dari sisi penawaran (supply-side effects),
namun ada beberapa karakteristik model ini yang memiliki implikasi terhadap
permintaan. Menurut model Neo-klasik, apabila konsumen berorientasi ke masa
32
Universitas Sumatera Utara
depan dan sangat sadar tentang konstrain anggaran antarwaktu pemerintah
(government's intertemporal budget constraint), maka konsumen beranggapan
bahwa pemotongan pajak sekarang akan dibiayai melalui utang oleh pemerin tah.
Akibatnya di masa yang akan datang pajak yang dikenakan lebih tinggi. Argumen
ini dikenal dengan Ricardian equivalence.
2.
Pengaruh Kebijakan Fiskal dari Sisi Penawaran
Selain pengaruhnya terhadap permintaan agregat dan tabungan, kebijakan
fiskal juga mempengaruhi perekonomian melalui perubahan insentif. Pengenaan
tarif pajak marjinal yang tinggi atas pendapatan berpotensi mengu rangi insentif
untuk menghasilkan pendapatan. Para ekonom "supply-side" menyatakan bahwa
pengurangan tarif pajak akan berpengaruh besar terhadap jumlah tenaga kerja
yang ditawarkan, dan juga terhadap output. Pengaruh insentif terhadap pajak juga
memainkan peranan pada sisi permintaan.
Apabila ekspansi fiskal dilakukan melalui pemotongan pajak dan
peningkatan belanja untuk sisi penawaran, hal ini akan cenderung meningkatkan
pengganda fiskal. Untuk menilai dampak kebijakan fiskal jangka pendek dari sisi
penawaran yang harus diperhatikan adalah pengaruh perubahan pendapatan
tenaga kerja terhadap penawaran tenaga kerja dan pengaruh perubahan pajak
modal (capital taxes) terhadap tabungan dan investasi. Selain itu, pengaruh
perubahan belanja terhadap produktivitas tenaga kerja dan modal juga harus
mendapatkan perhatian, khususnya belanja pemerintah untuk barang-barang
publik dan barang-barang lainnya dengan eksternalitas positif (Nizar, 2010).
33
Universitas Sumatera Utara
2.6
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter menurut Bodieno (1991 : 96 ) tindakan pemerintah
(Bank Sentral) untuk mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur
keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat
terkendali,
tercapai
kesempatan
kerja
penuh
dan
kelancaran
dalam
pasokan/distribusi barang.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang
bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro,
yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila
kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter
dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi).
2.6.1 Instrumen Kebijakan Moneter
1.
Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka
adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin
menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga
pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka
pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat.
Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan
34
Universitas Sumatera Utara
dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga
Pasar Uang.
2.
Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan
jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral
pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang
sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang
bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta
sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar
berkurang.
3.
Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib
adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana
cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk
menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib.
Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4.
Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan
moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi
imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau
perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit
untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank
meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang
beredar pada perekonomian.
2.6.2 Tujuan Kebijakan Moneter
a.
Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange)
dalam perekonomian.
35
Universitas Sumatera Utara
b.
Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian
dan stabilitas tingkat harga.
c.
Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan
ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
d.
Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat
terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.
e.
Menjaga kestabilan Ekonomi,artinya pertumbuhan arus barang dan jasa
seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
f.
Menjaga kestabilan Harga, Harga suatu barang merupakan hasil interaksi
antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar.
g.
Meningkatkan kesempatan kerja, Pada saat perekonomian stabil pengusaha
akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa
sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga
memperluas kesempatan kerja masyarakat.
h.
Memperbaiki neraca Perdagangan Kerja Masyarakat. Dengan jalan
meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke
dalam negeri atau sebaliknya.
2.6.3 Jenis-jenis Kebijakan Moneter
a.
Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi/membatasi
jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian
mengalami inflasi.
b.
Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah
uang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan
36
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat
perekonomian mengalami resesi atau depresi.
2.6.4 Teori Kebijakan Moneter
Analisis mengenai uang bukanlah di dalam menelaah peranan uang tersebut
dalam melancarkan kegiatan perdagangan, tetapi kepada peranan uang tersebut
dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tungkat kegiatan ekonomi Negara
dinamakan teori moneter. Teori moneter dibedakan dalam dua bentuk :
1.
Teori kuantitas uang
Dalam teori ini yang diperhatikan adalah berapa kalikah uang yang ada
dalam masyarakat berpindah tangan dalam satu tahun? Teori ini dikembangkan
oleh Irving Fisher – seorang ahli ekonomi Amerika, yang berpendapat bahwa
pada hakekatnya perubahan dalam uang beredar akan menimbulkan perubahan
yang sama cepatnya ke atas harga-harga. Sedangkan Keynes berpendapat bahwa
pertambahan dalam uang beredar dapat menaikkan harga-harga, tetapi kenaikan
harga-harga itu tidak selalu sebanding dengan kenaikan dalam uang beredar.
Lagipula kenaikan dalam uang beredar tidak selalu menimbulkan perubahan ke
atas harga-harga. Selanjutnya Keynes juga berpendapat bahwa kenaikan hargaharga bukan saja dipengaruhi oleh kenaikan dalam uang beredar tetapi juga oleh
kenaikan dalam ongkos produksi.
2.
Teori sisa tunai
Dalam teori sisa tunai yang diperhatikan adalah berapa besarkah uang yang
dipegang atau disimpan masyarakat dalam bentuk tunai?
Teori ini juga
berpendapat bahwa perubahan dalam uang beredar akan menimbulkan perubahan
yang sama lajunya ke atas harga-harga.
37
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu
1.
Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy. Adalah suatu
kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar
Tingkat Bunga (i)
LM1 (Ms0)
LM2 (Ms1)
i0
Eo
i1
E1
Y0
Y1
Output (Y)
Gambar 2.3
Kebijakan moneter ekspansif
Dalam kerangka model IS-LM, naiknya permintaan agregat (AD) yang
disebabkan oleh kenaikan di dalam jumlah uang beredar tadi, akan mendorong
kurva LM bergeser ke kanan. Sebagai akibatnya, tingkat bunga (i) akan turun,
namun pendapatan (Y) sebaliknya mengalami kenaikan.Dimana dengan adanya
kenaikan jumlah uang beredar (Ms) dari dari Ms0 menjadi Ms1, telah
menyebabkan kurva LM bergeser ke kanan dari LM1 (Ms0) menjadi LM2
(Ms1).
Dengan kurva IS yang tertentu, maka kenaikan di dalam jumlah uang
beredar yang menyebabkan kurva LM bergeser ke kanan itu telah mendorong
38
Universitas Sumatera Utara
tingkat bunga (1) turun dari l0 menjadi 11, moneter pendapatan (Y) akan naik dari
Y0 ke Y1.
2.
Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy/ Adalah suatu
kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Tingkat Bunga (i)
LM2 (Ms1)
LM1 (Ms0)
i1
E1
io
E0
Y1
Y0
Output (Y)
Gambar 2.4
Kebijakan moneter kontraktif
Dalam kerangka model IS-LM, menurunya permintaan agregat (AD) yang
disebabkan oleh menurunya jumlh uang beredar, akan mendorong kurva LM
bergeser ke kiri. Sebagai akibatnya, tingkat bunga (i) akan naik, namun
pendapatan (Y) sebaliknya mengalami penurunan .
Dimana dengan adanya menurunya jumlah uang beredar (Ms) dari dari Ms0
menjadi Ms1, telah menyebabkan kurva LM bergeser ke kanan dari LM1 (Ms0)
menjadi LM2 (Ms1).
2.7
Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter
Dalam melihat efektivitas kebijakan kita membandingkannya pada 3 daerah
yaitu daerah klasik, intermediate range dan daerah Keynes.
39
Universitas Sumatera Utara
Jika digambarkan, maka bentuk kurva LM menjadi seperti berikut ini :
LM
i
Daerah Klasikk
Liquidity trap
Intermediate range
Daerah Keynesian
Y
Gambar 2.5
Kurva LM
Daerah liquidity trap merupakan daerah yang idenya pertama sekali
dikemukakan oleh Keynes. Keynes menganggap ada satu daerah pada kurva LM
yang memiliki tingkat bunga yang sangat rendah dan tidak mungkin turun lagi.
Daerah inilah yang disebut daerah liquidity trap. Sementara itu daerah klasik
memiliki kurva LM yang tegak lurus.
Hal ini dikarenakan pemahaman kaum klasik bahwa dalam teori permintaan
uang, permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga. Menurut paham ini,
permintaan uang dipengaruhi oleh pendapatan. Karena tidak ada hubungannya
dengan suku bunga, maka kurva LM bentuknya tegak lurus. Daerah intermediate
range adalah daerhah yang menunjukkan kurva LM dipengaruhi oleh suku bunga.
Dengan kurav LM tersebut dapat kita tentukan ke efektifan kebijakan fiskal Dan
moneter.
40
Universitas Sumatera Utara
Untuk melihat keefektifan fiskal dan moneter dalam kebijakan ekonomi
dapat kita lihat pada gambar berikut:
i
Is0
Is0 LM
Y0a Y1b
Y0c=Y1d
Is1
Is0
Is0
Is1
Yo
Y1
Y
Gambar 2.6
Efektivitas kebijakan fiskal
Gambar di atas menunjukkan apabila kurva IS bergeser ke kanan berarti
kebijakan fiskal ekspansif. Jika kita perhatikan pada masing-masing daerah,
kebijakan fiskal sangat efektif pada daerah Keynesian dan efektif pada daerah
intermediate range.
Hal ini terlihat dari besarnya perubahan keseimbangan pendapatan nasional
di daerah Keynesian. Sementara itu, kebijakan fiskal sama sekali tidak efektif
pada daerah klasik. Ketika ada kebijakan fiskal, keseimbangan pendapatan
nasional tidak berubah. Dengan kata lain kebijakan fiskal efektif di daerah
Keynesian dan sebalikanya kebijakan fiskal tidak efektif sama sekali di darah
klasik.
41
Universitas Sumatera Utara
i
LM0 LM1
IS
IS
Yo=Y1
IS
Y0a Y1b
Y0c Yod
Gambar 2.7
Efektivitas kebijakan Moneter
Kebijakan moneter yang espansif ditandai dengan bergesernya kurva LM
dari LM0 ke LM1. Apabila dibandingkan pada ketiga daerah maka kebijakan
moneter
sangat
efektif
di
daerah
klasik
dan
efektif
pada
daerah
intermediate.Sementara itu, kebijakan moneter sama sekali tidak efektif pada
daerah Keynesian.
2.8
Penelitian Terdahulu
Sebagian besar masalah mendasar dalam interaksi kebijakan moneter dan
fiskal berkaitan dengan perbedaan aktivitas fiskal dan moneter, karena secara
alami otoritas fiskal dan moneter merupakan entitas yang berbeda dengan
instrumen, tujuan dan preferensi yang berbeda, (Fry, 1995:399).
Hasil Penelitian Yulia (2007) tentang interaksi kebijakan fiskal dan moneter
di Indonesia, mengukapkan bahwa shock kebijakan fiskal bersifat permanen dan
negatif terhadap inflasi dan direspon dengan kebijakan moneter yang ketat.
Sedangkan adanya shock kebijakan moneter menyebabkan pengaruh permanen
42
Universitas Sumatera Utara
negatif pada menurunnya pertumbuhan ekonomi. Instrumen kebijakan fiskal
memiliki kontribusi cukup besar terhadap tingkat inflasi, begitu halnya dengan
tingkat suku bunga terhadap output.
Hal tersebut juga di ungkapkan andrian,etty (2012) menunjukkan bahwa
kebijakan fiskal merupakan guncangan negatif terhadap inflasi dan direspon
dengan kebijakan moneter ketat, sedangkan guncangan kebijakan moneter akan
mengurangi pendapatan nasional. Penerapam kebijakan moneter dan fiskal akan
menaikkan pertumbuhan ekonomi secara efektif.
Dan secara spesifik Bhattacharya dan Haslag (1999) mengatakan bahwa
kebijakan moneter memiliki efek terhadap kondisi fiskal dan demikian juga
sebaliknya, karena pemerintah bertindak seperti agen swasta yang menghadapi
kendala anggaran. Tindakan moneter dan fiskal berinteraksi dalam satu kendala
anggaran pemerintah yang sama.
Kelompok peneliti yang melihat bahwa sebetulnya kebijakan moneterlah
yang akan mempengaruhi kondisi fiskal juga cukup banyak. Pergeseran kebijakan
moneter memiliki efek yang penting bagi pemerintah dan tidak dapat dipungkiri
bahwa dewasa ini bank sentral memiliki komitmen baru terhadap inflasi yang
rendah (Shapiro, 2004).
Fenomena ini akan mempengaruhi pendapatan dari penciptaan uang
(seigniorage) sehingga perlu dilakukan penyesuaian kesimbangan fiskal pada
masa yang akan datang melalui kenaikan pajak atau penurunan pengeluaran
(Nikitin dan Russell, 2004).
43
Universitas Sumatera Utara
Hasil simulasi stokastik Hostland (2001) menunjukkan bahwa semakin
agresif kebijakan moneter akan menaikkan variabilitas suku bunga jangka pendek,
tetapi akan menurunkan variabilitas output, inflasi dan biaya utang. Penelitian
Dellas dan Slayer (2003) menemukan bahwa kebijakan moneter kaidah yang
kontra siklis menyebabkan suku bunga riil yang lebih tinggi, tingkat pajak ratarata yang lebih tinggi, output yang lebih rendah, variabilitas tingkat pajak dan
konsumsi yang lebih rendah dibandingkan dengan kebijakan yang pro siklis.
Penelitian interaksi moneter-fiskal yang dilakukan oleh Sargent dan
Wallace (1975) menyatakan bahwa defisit anggaran yang didanai melalui sistem
perbankan (bank sentral), akan mengakibatkan peningkatan jumlah uang beredar,
dan
selanjutnya
akan
mempengaruhi
peningkatan
harga,
yang
berarti,
pembiayaann defisit anggaran akan memiliki konsekuensi negatif ke tingkat harga
(Marszalek, 2003, Moreno,2003).
Kebijakan fiskal dapat mempengaruhi kebijakan moneter dalam berbagai
cara, baik melalui dampak atas kredibilitas kebijakan moneter, efek jangka pendek
pada permintaan, maupun melalui perubahan kondisi pertumbuhan ekonomi dan
inflasi jangka panjang (Fialho dan Savino, 2002).
44
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka Penelitian
Konsep kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar berikut:
PDB
KEBIJAKAN MONETER
KEBIJAKAN FISKAL
INFLASI
Gambar 2.8
kerangka penelitian
2.10 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan penelitian sebelumnya, dapat ditarik
hipotesis yaitu:
1.
Adanya shocks kebijakan fiskal memberikan pengaruh positif terhadap
tingkat inflasi.
2.
Inflasi direspon negatif oleh penggunaan instrumen kebijakan moneter.
3.
Adanya shocks kebijakan moneter menyebabkan menurunnya tingkat PDB
4.
PDB direspon positif oleh instrumen kebijakan fiskal
.
45
Universitas Sumatera Utara
Download