Efektifitas Minyak Kedelai Sebagai Media Pertumbuhan

advertisement
Efektifitas Minyak Kedelai Sebagai Media Pertumbuhan Pseudomonas sp. Pada Produksi
Biosurfaktan Sebagai Zat Aktif Deteksi Mastitis Subklinis Sapi Perah
The Effectiveness of Soybean Oil as a Media to Propagate of Pseudomonas sp. in the
Production of Biosurfactants as an Active Substances
to Detect Subclinical mastitis in Dairy Cows
Dimas Rizky E.P*, Masdiana C. Padaga, Dyah Ayu Oktavinie.
Program Studi Kedokteran Hewan, Program Kedokteran Hewan,
Universitas Brawijaya
*[email protected]
ABSTRAK
Mastitis adalah suatu peradangan pada ambing yang ditandai oleh perubahan struktur air
susu disertai atau tanpa disertai perubahan patologis pada ambing (klinis dan subklinis).
Salah satu kerugian ekonomi mastitis subklinis adalah penurunan produksi susu per kwartir
antara 9–45,5% per hari. Deteksi dini mastitis perlu dilakukan untuk menanggulangi
dampak kerugian. Salah satu cara deteksi dini mastitis adalah menggunakan surfaktan.
Biosurfaktan yaitu surfaktan yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti Pseudomonas
sp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas biosurfaktan asal
Pseudomonas sp yang ditumbuhkan pada minimum media minyak kedelai dalam
mendeteksi mastitis. Biosurfaktan dihasilkan dari Pseudomonas sp. yang ditumbuhkan pada
minimum media minyak kedelai dengan variasi konsentrasi (0%, 10%, 20%,dan 30%) dan
variasi waktu inkubasi (24 jam, 48 jam, 72 jam). Kualitas biosurfaktan diuji berdasarkan
nilai uji drop collapse dan uji emulsifikasi. Konsentrasi efektif dan minimal biosurfaktan
ditentukan dengan mereaksikan variasi konsentrasi biosurfaktan (0%, 25%, 50%, 75%, dan
100%) dengan variasi konsentrasi susu mastitis (0%, 50%, dan 100%). Efektifitas
biosurfaktan untuk deteksi mastitis diuji berdasarkan nilai sensitivitas dan spesifisitas. Hasil
penelitian menunjukan bahwa konsentrasi dan waktu inkubasi minimum media minyak
kedelai berpengaruh signifikan terhadap hasil drop collapse dan emulsifikasi. Konsentrasi
dan waktu inkubasi efektif untuk produksi biosurfaktan adalah konsentrasi 20% dengan
waktu inkubasi 24 jam. Konsentrasi biosurfaktan 50% mampu bereaksi dengan 100% susu
mastitis, dan konsentrasi biosurfaktan 75% dan 100% mampu bereaksi dengan susu
mastitis 50%, jadi konsentrasi efektif dan minimal biosurfaktan adalah 100%, 75%, dan
50% dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas konsentrasi biosurfaktan 100% untuk deteksi
mastitis sebesar 87% dan 96% .
Kata kunci :Mastitis, Pseudomonas sp, minyak kedelai, biosurfaktan, Sensitivitas, Spesifisitas
ABSTRACT
Mastitis is the inflammation of the mammary gland characterized by structure changes in
milk with or without pathological changes in the mammary gland (clinical and subclinical).
One as economic losses of subclinical mastitis as a decrease of milk production per quarter
at 9 to 45.5 % per day. Initial detection of subclinical mastitis needs to be done to mitigate
the impact of losses. One as the initial detection of mastitis is using surfactants.
Biosurfactants are surfactants that are produced by microorganism such as Pseudomonas
sp. This research was conducted to study the sensitivity and specifity of biosurfactants from
Pseudomonas sp that was cultivated on soybean oil as minimum media to detect mastitis.
The minimum media of soybean oil were prepared on various concentration (0%, 10%,
20%, and 30%) and various of incubation time (24 h, 48 h, and 72 h). The quality of the
biosurfactants resulted than assesed based on drop collapse test and emulsification test. The
effective and minimum concentration of biosurfactant determined by reacting various of
biosurfactant concentration (0%, 25%, 50%, 75%, and 100%) with various of concentration
the mastitis milk (0%, 50%, and 100%). The effectiveness of biosurfactants to detect
mastitis was observed based on the sensitivity and specifity. The results showed that
incubation time and concentration of soybean oil as a minimum media significantly
influence the results of the drop collapse and emulsification. The concentration 20 %
soybean oil as minimum media and 24 h incubation time achieved the effective
introduction of biosurfactant product. Biosurfactant concentration of 50 % is able to reacted
with 100 % mastitis milk, and biosurfactant concentration of 75 % and 100 % able to
reacted with mastitis milk 50 % , so the effective concentration and minimum biosurfactant
was 100 % , 75 % , and 50 % respectively and produced a sensitivity and specificity values
of concentration biosurfactant 100 % to detect mastitis of dairy cows of 87 % and 96 %
respectively.
Key words: mastitis, Pseudomonas sp., soybean oil, biosurfactant, Sensitivity, Specifity
PENDAHULUAN
Salah satu penghambat peningkatan
produksi susu adalah penyakit yang dapat
secara langsung maupun tidak langsung
menurunkan produksi. Penyakit radang
ambing yang dikenal sebagai mastitis,
merupakan masalah utama dalam tata
laksana usaha peternakan sapi perah yang
sangat merugikan (Fehlings and Deneke,
2000). Mastitis merupakan suatu peradangan
pada jaringan interna kelenjar susu atau
ambing yang ditandai oleh perubahan fisik
maupun kimia air susu dengan disertai atau
tanpa disertai perubahan patologis pada
kelenjar mammae. Kasus mastitis terutama
mastitis subklinis di Indonesia sampai akhir
tahun 2006, tercatat sekitar 75–83%
(Sudarwanto dkk, 2006). Kerugian ekonomi
yang diakibatkan mastitis antara lain:
Penurunan produksi susu per kwartir antara
9–45,5% per hari, penurunan kualitas susu
yang mengakibatkan penolakan susu
mencapai 30-40%, penurunan kualitas hasil
olahan susu, dan peningkatan biaya
perawatan dan pengobatan serta pengafkiran
ternak lebih awal. (Sudarwanto, 1999)
Jumlah sel somatik (JSS) yang
meningkat pada kasus mastitis subklinik
menjadi
parameter
penting
untuk
mendiagnosa mastitis (Sudarwanto dkk.
2006). Tindakan deteksi mastitis lain yang
dapat dilakukan di peternakan adalah Surf
Field Mastitis Test (SFMT). Reagen CMT
dan SFMT sama-sama mengandung anionik
surfaktan atau deterjen. Deterjen atau
surfaktan merupakan salah satu komposisi
reagen CMT dimana surfaktan dapat
digunakan untuk mendeteksi peningkatan
kadar sel somatis dalam susu mastitis.
Menurut Xia, (2006), jenis surfaktan yang
berbeda memiliki efek yang berbeda pula
pada susu.
Biosurfaktan dihasilkan oleh beberapa
mikroorganisme, adanya keanekaragaman
jenis dan sumber mikroorganisme yang
menghasilkan biosurfaktan dengan struktur
kimia, fungsi dan manfaat yang berbeda.
Berdasarkan Georgiu (1992) Pseudomonas
sp. merupakan salah satu bakteri penghasil
biosurfaktan. Bedasarkan penelitian Pratomo
dkk (2013) menunjukan bahwa biosurfaktan
dapat digunakan sebagai metode deteksi
mastitis pada sapi perah. Keuntungan yang
paling signifikan penggunaan bakteri
surfaktan dibanding kimia surfaktan adalah
penerimaan lingkungan, karena kemampuan
biodegradasi dan tidak beracun untuk
lingkungan. (Abouseoud, 2007).
Produksi
biosurfaktan
dipengaruhi
media dan lama inkubasinya. Media sangat
berpengaruh
pada
pertumbuhan
mikroorganisme dan molekul yang dapat di
biotransformasi
oleh
mikroorganisme
tersebut.
Minyak
kedelai
memiliki
kandungan asam lemak tidak jenuh yang
sangat besar (sekitar 65-90%). Berdasarkan
hal ini maka minyak kedelai memiliki
potensi yang besar untuk digunakan sebagai
sumber karbon tambahan dalam pembuatan
biosurfaktan (Muliawati, 2006). Berdasarkan
latar belakang penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efektifitas minyak kedelai
sebagai media pertumbuhan Pseudomonas
sp. pada produksi biosurfaktan sebagai zat
aktif deteksi mastitis subklinis sapi perah.
MATERI DAN METODE
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil
Biosurfaktan
Isolasi bakteri dilakukan sesuai dengan
standar metode uji mikrobiologi Standar
Nasional Indonesia (SNI) 6887-1:2012. Susu
diambil pada peternakan sapi perah di
Karangploso UD. Hadi Putra diambil
sebanyak 60 ml yang kemudian dimasukkan
ke dalam botol steril.
Identifikasi dan karakterisasi masing-masing
koloni berdasarkan morfologi koloni dan
sifat biokimianya berdasarkan Bergey’s
manual of determinative bacteriology. Uji
skrining bakteri penghasil biosurfaktan
menggunakan uji aktivitas hemolitik yaitu
dengan Pseudomonas sp. di inokulasi pada
media Blood Agar Plate (BAP) selama 24
jam, hasil positif dapat dilihat ketika media
Blood Agar Plate (BAP) terdapat zona
bening (Saravanan et al,2012).
Kurva
Pertumbuhan
Bakteri
Isolat
Pseudomonas sp.
Untuk mendapatkan waktu pertumbuhan
bakteri yang optimal, dilakukan pembuatan
kurva pertumbuhan dengan pengamatan
pertumbuhan bakteri dengan metode Total
Plate Count (TPC) untuk mengitung koloni
bakteri pada kultur dan metode kerapatan
optik (Optical Density/OD) pada kultur
dalam media NB. TPC dilakukan setiap 24
jam sekali dan dinyatakan sebagai hasil
logaritmik dari jumlah sel/ml kultur,
sedangkan pengukuran OD dilakukan setiap
dua jam sekali (Fatimah, 2007).
Pembuatan Starter Bakteri
Stok isolat Pseudomonas sp. pada media
TSA agar miring, kemudian di tumbuhkan
pada media TSA plate dengan metode streak
4 kuadran dan di inkubasi 24 jam pada suhu
300 C, kemudian dari koloni bakteri yang
tumbuh di ambil koloni bakteri yang terpisah
kemudian di tumbuhkan kembali pada media
TSA agar miring untuk di jadikan refresh
kultur dan TSA plate sebagai koloni
bakteri yang akan di jadikan starter. Kedua
media TSA diinkubasi pada suhu 300 C.
Setelah itu kultur bakteri yang tumbuh pada
media TSA plate diambil sejumlah 1 ose
yang kemudian ditanamkan pada media
nutrient broth 10 ml diinkubasi suhu 300C.
Setelah itu kultur bakteri yang tumbuh pada
media NB sebelumnya di tanamkan kembali
dengan konsentrasi isolat yang di tanamkan
sejumlah 1% pada media NB yang kedua
sebagai starter bakteri, yang diinkubasi 300
C. Waktu Inkubasi setiap perlakuan
disesuaikan dengan hasil kurva pertumbuhan
bakteri saat memasuki fase stasioner awal.
Pembuatan Minimal Media Minyak Kedelai
Minimum media dibuat dalam 4 kategori
konsentrasi. Kategori pertama sebagai
kontrol negatif berisi aquades 100 % (A).
Perlakuan 1 konsentrasi 10 % (B) berisi
aquades 90 % dan minyak 10 %, perlakuan 2
konsentrasi 20 % (C) berisi aquades 80% dan
minyak 20 % dan perlakuan 3 konsentrasi 30
% (D) berisi aquades 70 % dan minyak 30
%. Masing-masing kelompok perlakuan
dilakukan
secara
duplo
kemudian
ditambahkan 1 ml dosis starter bakteri sesuai
dengan fase awal
stasioner kurva
pertumbuhan dalam 100 ml minimum media,
selanjutnya di inkubasi menggunakan
inkubator goyang 120 rpm dengan suhu 300.
Sampel diamati dengan variabel waktu 24,
48 dan 72 jam (Muliawati, 2006).
Produksi Biosurfaktan
Kultur bakteri dalam minimum media
minyak kedelai disentrifugasi dengan
kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada
suhu 4°C sehingga dari proses ini akan di
dapatkan tiga lapis zat dalam tabung
sentrifus. Lapisan paling bawah adalah sel
bakteri. Lapisan tengah berisi supernatan
yang mengandung biosurkfaktan. Lapisan
paling atas adalah padatan dari minyak
kedelai yang mempunyai masa lebih ringan
dari supernatan. Selanjutnya di uji
aktifitasnya dengan metode emulsifikasi dan
drop collapse (Angaleswari, 2012).
Uji Emulsifikasi
Aktifitas
emulsi
dilakukan
dengan
menambahkan 7,2ml (90%) supernatan
dengan 0,8 ml (10%) hidrokarbon uji (nhexadekan). Setelah itu divortek selama 1
menit, Campuran tersebut diukur kestabilan
emulsinya dengan mengukur nilai OD
campuran sebelum dan setelah inkubasi suhu
300 C selama 2 jam, pada panjang
gelombang 610 nm. Kontrol negatif terdiri
dari air mineral steril dan minimum media
sebagai blanko OD. Aktivitas emulsifikasi
dilaporkan sebagai hasil rata-rata dari 5
ulangan (Fatimah, 2007).
Uji Drops Collaps
Drop collaps dilakukan dengan meneteskan
1 tetes (±25μl) supernatan kultur bakteri
pada minimum media minyak di atas
permukaan minyak murni pada wadah datar
seperti cawan petri. Pengukuran dengan
menghitung waktu tetesan supernatan
mampu memecah lemak minyak pada satuan
detik. Hasil pengujian dilaporkan sebagai
hasil rata-rata dari 5 ulangan (Satpute et al,
2008).
Sampel Susu
Sampel susu yang digunakan dalam
penelitian merupakan sampel susu kuartir.
Pengambilan sampel disesuaikan dengan
jadwal pemerahan di peternakan. Sampel
susu yang diambil dari sapi laktasi yang
berada di UD. Hadi Putra, Karang Ploso,
Malang. Jumlah sampel ditentukan dengan
metode purposif, dimana jumlah dan jenis
sampel ditentukan oleh peneliti berdasarkan
pada kondisi peternakan. Jumlah sampel
yang diambil sebanyak 60 sampel yang
berasal dari 15 ekor sapi perah dalam periode
laktasi normal.
Penghitungan Jumlah Sel Somatik
Penghitungan sel somatik dilakukan dengan
cara langsung (Metode Breed) menurut
Wahyono dkk, (2003).
Penentuan
Konsentrasi
Efektif
Biosurfaktan
Susu mastitis mengandung sel somatik.
Prinsip kerja dari uji ini berdasarkan pada
reaksi hasil dari biosurfaktan yang berikatan
dengan membran sel somatik sehingga
terbentuk masa kental. Semakin kental masa
yang terbentuk maka reaksi semakin tinggi
dan susu mengandung banyak sel somatik.
Perbandingan jumlah sampel susu dan
biosurfaktan adalah 1:1. Konsentrasi
biosurfaktan yang digunakan (0%, 25%,
50%, 75%, dan 100%) dan konsentrasi susu
mastitis (0%, 50%, dan 100%). Data
disajikan berupa hasil positif yang ditandai
dengan penggumpalan susu. Dan hasil
negatif jika tanpa ada reaksi perubahan.
Uji
Sensitivitas
dan
Spesifisitas
Biosurfaktan sebagai Deteksi Mastitis
Prosedur penentuan tingkat mastitis dengan
biosurfaktan sebagai berikut :
a) 2 ml susu sampel di letakkan pada paddle.
b) Ditambahkan 2 ml reagen ke dalam susu
sampel.
c) Digoyangkan secara horizontal perlahanlahan selama 10-20 detik.
d) Diamati penggumpalan yang terjadi antara
sampel susu dan biosurfaktan.
e) Peralatan dicuci dengan air bersih
(Muhammad et al., 2009).
Reagen yang digunakan 3 macam metode
yaitu biosurfaktan, SFMT (Surf Field
Mastitis test), dan WST (White Side Test).
Semua sampel susu yang akan diuji terlebih
dahulu dihitung jumlah sel somatik dengan
metode breed sebagai gold standard uji
mastitis. Nilai sensitivitas dan spesifisitas
didapatkan dengan membandingkan hasil uji
gold standard dengan hasil uji biosurfaktan.
Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif untuk untuk
mengetahui konsentrasi biosurfaktan yang
terbaik untuk mendeteksi penyakit mastitis,
dan data kuantitatif Pada data uji
emulsifikasi dan drop collapse untuk
mencari konsentrasi dan waktu inkubasi
minimal media minyak kedelai terbaik untuk
menghasilkan biosurfaktan dengan ragam
ANOVA menggunakan SPSS 21.0 Edition
for Windows. Apabila terdapat perbedaan
nyata uji dilanjutkan dengan pembandingan
berganda uji Tukey atau Beda Nyata Jujur
(BNJ) α = 0.05%. Serta Analisa data
selanjutnya
untuk
mengetahui
nilai
diagnostik biosurfaktan sebagai deteksi
mastitis yang diolah dan di analisa
menggunakan tabel 2 x 2, Sehingga akan di
peroleh nilai sensitivitas dan spesifisitas dari
reagen biosurfaktan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil
Biosurfaktan
Isolat Pseudomonas sp. diperoleh dari
penelitian sebelumnya yaitu Pseudomonas
sp. asal susu sapi dari penelitian Pratomo,
dkk. (2013). Stock isolat sebelumnya
dilakukan refresh pada media agar padat
Tripton Soya Agar (TSA) yang di inkubasi
selama 24 jam pada suhu 30°C. Isolat yang
telah tumbuh kemudian dilakukan uji
biokimia untuk mengkonfirmasi jenis bakteri
dengan melihat sifat biokimia bakteri isolat
sesuai Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology dan hasil dari uji biokimia
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Identifikasi Bakteri
Variabel yang Diamati Hasil Uji
MR-VP
MR (+), VP (-)
Uji Sitrat
Positif
Uji Katalase
Positif
Pewarnaan Gram
Gram negatif
Uji Oksidase
Positif
Uji H2S
Positif
Uji Fermentasi
Negatif
Karbohidrat
Uji Indol
Negatif
Hasil
karakterisasi
bakteri
yang
dilakukan dengan menggunakan uji biokimia
menunjukkan bahwa isolat bakteri yang
digunakan adalah jenis Pseudomonas sp.. Uji
verifikasi apakah Pseudomonas sp. mampu
menghasilkan biosurfaktan yaitu dengan
menumbuhkan Pseudomonas sp. pada media
Blood Agar Plate (BAP).
Gambar 1. β Hemolisis Pseudomonas sp.
pada media Blood Agar Plate (BAP)
Terbentuknya koloni pada media
BAP dapat melisiskan eritrosit, akibat dari
metabolit
sekunder
bakteri
berupa
biosurfaktan memiliki aktivitas hemolitik
yang mampu melisiskan sel darah merah
pada media tumbuh BAP melalui mekanisme
pengikatan gugus hidrofilik pada eritrosit
(Rodrigues et al, 2006)
Isolat Pseudomonas sp. selanjutnya diukur
pertumbuhannya yang berfungsi untuk
mengetahui waktu pertumbuhan optimal dari
isolat Pseudomonas sp. dalam minimal
media untuk menghasilkan biosurfaktan
yang optimal. Pertumbuhan Pseudomonas
sp. menunjukkan bahwa pada jam ke-20
Pseudomonas sp memasuki fase stasioner
dengan nilai Optical Density (OD) sebesar
0,751 dan dengan jumlah koloni 9,80 x 108
CFU/ml.
Uji
Kualitas
Biosurfaktan
Asal
Pseudomonas sp Pada Minimum Media
Minyak Kedelai
Kualitas biosurfaktan diuji melalui
uji aktifitas emulsi dan uji drop collaps.
Hasil dari uji emulsifikasi dan drop collaps
setelah dianalisa secara statistik (p<0,05)
menunjukkan perbedaan yang signifikan
pada beberapa perlakuan (Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata hasil uji aktifitas emulsi
dan rata-rata hasil uji drop collapse pada
masing-masing kelompok perlakuan.
Perlakuan Aktivitas Emulsi Drop Collapse
(D610)
(Detik)
a
24;0
0,1083 ± 0,0921
56,40 ± 0,4406j
24;10
1,1583 ± 0,1205bc
2,68 ± 0,4192b
c
24;20
1,2734 ± 0,0964
1,55 ± 0,4740a
24;30
1,1351 ± 0,0872bc
5,24 ± 0,4084c
a
48;0
0,0849 ± 0,0831
57,36 ± 0,4023k
48;10
0,4562 ± 0,0699ab
18 ± 0,4888e
abc
48;20
0,8167 ± 0,1029
16,14 ± 0,6651d
48;30
0,3009 ± 0,1161a
20,03 ± 0,6086f
a
72;0
-0,0225 ± 0,1362
59,10 ± 0,3803l
a
72;10
0,2129 ± 0,1063
35,31 ± 0,4555h
72;20
0,4054 ± 0,0830ab 32,72 ± 0,4038g
72;30
0,0443 ± 0,0214a
37,11 ± 0,5216i
Keterangan
: - pada kolom perlakuan, 2
angka sebelah kiri dari titik koma menunjukkan
lama inkubasi minimum media dan sebelah
kanan dari titik koma menunjukkan konsentrasi
minyak kedelai yang ditambahkan pada
minimum media
- Notasi pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan perlakuan yang signifikan antar
perlakuan (p < 0.05)
Tabel 2 menunjukan hasil uji
emulsifikasi dan drop collapse. Berdasarkan
data yang diperoleh dan dilakukan uji
statistik ANOVA dan lanjutan BNJ
menunjukan bahwa angka terbaik pada uji
emulsi dan drop collapse biosurfaktan yang
dihasilkan pada minimum media minyak
kedelai adalah pada waktu inkubasi dan
konsentrasi minimum media minyak kedelai
24;20 dengan nilai emulsifikasi 1,2734 ±
0,0964 yang ditunjukkan dengan tingginya
nilai tingkat kekeruhan karena minyak (nhexadekan) yang telah dipecah oleh
biosurfaktan terbentuk menjadi misel dan
tersebar ke seluruh bagian yang kemudian
misel-misel tersebut akan menyerap setiap
gelombang yang dipantulkan dari alat
spektrofotometer dengan panjang gelombang
610nm. Perlakuan 24;20 memiliki perbedaan
yang signifikan dengan perlakuan lainnya
karena tidak ada notasi yang sama pada
kelompok perlakuan lain serta memiliki nilai
emulsifikasi tertinggi. Nilai emulsifikasi
semakin besar apabila semakin banyak
partikel antara biosurfaktan dan n-hexadekan
(minyak) yang berikatan di dalam larutan.
Emulsi terjadi pada permukaan larutan
karena kemampuan senyawa surfaktan untuk
menggabungkan senyawa Polar dan senyawa
non Polar (Willumsen et al, 2008).
Prinsip dari uji emulsi adalah
senyawa
yang
mempunyai
aktifitas
permukaan (surface-active agent) sehingga
dapat menurunkan tegangan permukaan
(surface tension) antar cairan yang terdapat
dalam
suatu
sistem.
Kemampuan
menurunkan tegangan permukaan menjadi
hal yang menarik disebabkan oleh struktur
kimianya mampu menyatukan dua senyawa
yang berbeda polaritasnya (Anandaraj et al,
2010). Pertumbuhan Pseudomonas sp pada
substrat minyak menyebabkan selnya
bersifat lebih hidrofob. Hidrofobisitas sel ini
menyebabkan sel tersebut menunjukkan
aktivitas emulsifikasi lebih baik dan mampu
menurunkan tegangan permukaan supernatan
kultur secara signifikan dibanding sel yang
ditumbuhkan pada substrat senyawa polar
(Fatimah, 2007). Francy et al. (1990)
menegaskan bahwa pengaruh senyawa
hidrokarbon pada komponen permukaan sel
yang hidrofobik dapat menyebabkan sel
tersebut kehilangan integritas struktural
selnya dan melepaskan biosurfaktan ke
dalam medium. Sehingga pada medium cair
minyak kedelai terkandung biosurfaktan di
dalamnya yang dapat digunakan untuk
pengujian aktivitas biosurfaktan.
Nilai drop collapse terbaik dari Tabel
2 yaitu perlakuan 24;20 dengan nilai drop
collapse 1,55 ± 0,474. Penentuan nilai drop
collapse terbaik di dasarkan pada nilai
terkecil dari drop collapse yaitu dari waktu
yang tercepat dalam biosurfaktan memecah
minyak. Berdasarkan penelitian Youseef et
al (2004) disebutkan bahwa jika biosurfaktan
dalam memecah atau menurunkan tegangan
permukaan minyak selama 1 detik, dan tidak
lebih dari 1 menit menunjukan kualitas
biosurfaktan yang baik. Pada uji drop
collapse sifat hidrofilik dan hidrofobik
berperan dalam menurunkan tegangan
permukaan. Ketika suatu biosurfaktan
diteteskan di atas cairan minyak maka
dengan kandungan biosurfaktan yang tinggi
akan langsung memecah minyak dan
langsung menyatu dengan biosurfaktan.
Semakin tinggi kandungan biosurfaktan
maka semakin cepat dalam memecah minyak
atau hidrokarbon (Bodour and Miller, 1998).
Konsentrasi dan waktu inkubasi
minimum media minyak kedelai memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap hasil drop
collapse dan emulsifikasi. Pada Tabel.2 Hasil
uji drop collapse biosurfaktan menunjukan
perbedaan nilai yang signifikan pada setiap
perlakuannya.
Hasil
emulsifikasi
menunjukan sedikit perbedaan dimana pada
beberapa perlakuan tidak terdapat beda yang
terlalu signifikan. Kualitas biosurfaktan
terbaik ditentukan dari nilai emulsifikasi dan
drop collapse terbaik dari setiap perlakuan
(Fatimah, 2007).
Penentuan
Konsentrasi
Efektif
Biosurfaktan dalam Mendeteksi Susu
Mastitis
Uji kualitas biosurfaktan sebelumnya
menunjukkan bahwa hasil terbaik didapatkan
dari minimum media dengan konsentrasi
minyak kedelai sebesar 20% yang di
inkubasi selama 24 jam. Biosurfaktan hasil
terbaik dari tahap penelitian sebelumnya
digunakan untuk penentuan konsentrasi
efektif biosurfaktan dalam mendeteksi susu
mastitis. Konsentrasi efektif dan minimal
biosurfaktan dalam mendeteksi mastitis
ditunjukan dengan kemampuan biosurfaktan
dalam bereaksi dengan susu mastitis dengan
jumlah sel somatik ≥ 400.000 sel/ml yang
merupakan acuan jumlah sel somatik yang
termasuk dalam kategori mastitis sub klinis
berdasarkan SNI 3141.1:2011. Analisa data
dilakukan secara kualitatif dengan melihat
kemampuan biosurfaktan dalam mendeteksi
mastitis
dengan
variasi
konsentrasi
biosurfaktan dan sampel susu mastitis yang
ditunjukan dengan proses penggumpalan.
Tabel
3
menunjukan
konsentrasi
biosurfaktan yang mampu menunujukan
reaksi dengan susu mastitis dengan variasi
konsentrasi 0%,50%, dan 100%
Tabel 3 Hasil Uji Efektifitas Konsentrasi
Biosurfaktan
Pengenceran
(%)
Biosurfaktan
0
25
50
75
100
Susu Mastitis
0
-
50
+
+
100
+
+
+
Keterangan : Reaksi (+) Menunjukan terjadi
reaksi penggumpalan. Reaksi (-) Menunjukan
tidak terjadi reaksi penggumpalan
Gambar. 2. Penggumpalan susu mastitis
dengan biosurfaktan
Berdasarkan Tabel 3 data uji efektifitas
konsentrasi biosurfaktan dalam mendeteksi
mastitis didapatkan hasil bahwa konsentrasi
minimal biosurfaktan asal minimum media
minyak kedelai dalam mendeteksi mastitis
adalah pada konsentrasi biosurfaktan 50%
dan konsentrasi susu mastitis 100%.
Konsentrasi biosurfaktan 50% ditentukan
berdasarkan analisa secara kualitatif, dimana
pada konsentrasi biosurfaktan 50% mampu
untuk menggumpalkan konsentrasi susu
mastitis
100%.
Konsentrasi
efektif
biosurfaktan adalah 100% dan 75%, karena
pada konsentrasi biosurfaktan tersebut hasil
reaksi antara biosurfaktan dan susu mastitis
dengan konsentrasi 50% dan 100% tampak
penggumpalannya. Untuk pengujian mastitis
tahap selanjutnya digunakan konsentrasi
biosurfaktan 100% agar hasil maksimal
dalam mendeteksi mastitis subklinis. Hal ini
sesuai dengan penggunaan reagan deteksi
mastitis CMT (Carlifornia Mastitis Test)
yang direaksikan dengan 100% konsentrasi
sampel susu tanpa adanya pengenceran pada
sampel susu terlebih dahulu dengan
perbandingan CMT dan sampel susu 1:1
(Muhammad et al , 2009).
Kemampuan biosurfaktan dalam mendeteksi
mastitis dikarenakan biosurfaktan dapat
berperan dalam lisinya suatu sel, akibat
biosurfaktan mampu berikatan dengan
dinding dari suatu sel. Pengikatan pada
dinding sel dapat terjadi akibat biosurfaktan
memiliki 2 struktur kimia yang bersifat
hidrofobik dan hidrofilik, begitu pula pada
struktur dinding sel yang tersusun atas
hidrofobik dan hidrofilik. Ikatan antara
biosurfaktan dan sel somatis menyebabkan
rusaknya dinding sel sehingga zat-zat Polar
masuk ke dalam sel yang menyebabkan sel
bersifat hipotonis yang mengakibatkan inti
sel menjadi lysis (Delghan-Naudeh et al,
2005). Susu mastitis pada sapi mengandung
sel somatis yang terdiri dari 75% leukosit
yang terdiri dari neutrophil, macrofag,
limfosit, eritrosit, dan 25% sisanya adalah sel
epitel
(Diaryman’s
digest,
2009).
Penambahan biosurfaktan pada susu yang
diduga
mastitis
mengakibatkan
menempelnya sisi hidrofobik biosurfaktan
pada dinding luar sel somatik yang bersifat
hidrofobik dan akan merusak membran sel
somatik, hal ini terjadi akibat sel somatik
kehilangan integritas struktur selnya
sehingga yang terjadi adalah keluarnya
protein histon pada sel somatik dari inti sel
kemudian protein histon tersebut akan
terkumpul menjadi satu dan terbentuk suatu
gumpalan kental pada susu mastitis (Xia,
2006).
Uji
Sensitifitas
dan
Spesifisitas
Biosurfaktan Terhadap Susu Mastitis
Sampel susu yang digunakan untuk
pengujian adalah sejumlah 60 sampel, yang
semuanya telah dilakukan uji penghitungan
jumlah sel somatik untuk menentukan gold
standard. Kemudian setiap sampel susu yang
sudah dihitung jumlah sel somatiknya
direaksikan dengan biosurfaktan, serta
dilakukan uji SFMT (Surf Field Mastitis
Test) dan WST (White Side Test) sebagai
kontrol positif dan pembanding hasil. Hasil
berupa
reaksi
positif
(terbentuk
penggumpalan) dan reaksi negatif (tidak
terbentuk penggumpalan). Sampel positif
mastitis sub klinis ditentukan berdasarkan
SNI 3141.1:2011 tentang susu segar sapi
yaitu dengan jumlah sel somatis ≥ 400.000
sel/ml sebagai gold standard.
Data uji mastitis diperoleh data
kualitatif, kemudian data diolah dengan
menggunakan Tabel Uji Diagnostik untuk
mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas
(Budiarto, 2003). Data analisa hasil
sensitivitas dan spesifisitas tersaji dalam
Tabel.4.
Tabel 4. Uji Diagnostik Biosurfaktan
Biosurfaktan
Positif
Negatif
Jumlah
Keterangan
Jumlah Sel Somatis (sel/ml)
≥ 400.000
<400.000
13 (a)
2 (b)
2 (c)
43 (d)
15
45
Sensitivitas
a : (a+c) %
Spesifisitas d : (b+d) %
Jumlah
15
45
60
87%
96%
Pengukuran
sensitivitas
dan
spesifisitas uji mastitis biosurfaktan sampel
susu dilakukan dengan membandingkan hasil
uji mastitis biosurfaktan dengan jumlah sel
somatis metode (Breed) sebagai uji baku
(Gold standard). Berdasarkan Tabel 4
sebanyak 15 (25 %) sampel berasal dari
kuartir sapi yang menderita mastitis subklinis
dan 45 (75%) sampel susu sapi yang tidak
menderita mastitis. Reaksi true positive pada
pengujian di dapatkan sejumlah 13 sampel
(21,77 %), reaksi true negative sebanyak 43
sampel (71,77 %), reaksi false positive
sebanyak 2 sampel (3,33 %), dan reaksi false
negative sebanyak 2 sampel (3,33 %).
Data hasil uji mastitis dengan
biosurfaktan menunjukkan hasil pengujian
yang hampir sama dengan jumlah sel somatis
(Breed) yang dapat diketahui dari nilai
sensitivitas yaitu sebesar 87 % dan nilai
spesifisitasnya sebesar 96 %. Di bandingkan
dengan hasil pada penelitian ini pada uji
mastitis dengan reagan SFMT (Surf Field
Mastitis Test) yang memiliki nilai
sensitivitas 100 % dan spesifisitasnya
sebesar 91 %, sedangkan pada uji mastitis
menggunakan WST (White Side Test) yang
memiliki nilai sensitivitas 100 % dan
spesifisitasnya sebesar 40 %. Hasil tersebut
menunjukan bahwa nilai sensitivitas
biosurfaktan sebagai deteksi mastitis masih
di bawah reagan SFMT dan WST yaitu
sebesar 87 %, akan tetapi pada nilai
spesifisitas biosurfaktan sebagai deteksi
mastitis lebih baik dari pada reagan SFMT
dan WST yaitu sebesar 96 %. Biosurfaktan
yang dihasilkan terbukti memiliki tingkat
spesifisitas yang lebih baik dibandingkan
SFMT dan WST. Biosurfaktan mampu
bereaksi dan berikatan dengan sel somatis
pada susu mastitis. Berdasarkan Ruegg et al.
(2002) suatu alat diagnosa deteksi mastitis
pada sapi perah harus memiliki nilai
sensitivitas minimal 73 % - 89 % dan nilai
spesifisitas minimal 75 % - 85 %.
Biosurfaktan merupakan reagan yang layak
di jadikan sebagai deteksi mastitis pada sapi
perah.
Uji
sensitivitas
menunjukkan
kemampuan uji mastitis biosurfaktan untuk
memperlihatkan hasil positif pada sapi yang
menderita mastitis subklinis. Uji mastitis
biosurfaktan yang makin sensitif maka
mampu mendeteksi mastitis subklinis
meskipun jumlah sel somatis masih sangat
rendah dalam susu. Uji spesifisitas
menunjukkan kemampuan uji mastitis
biosurfaktan untuk memperlihatkan hasil
yang negatif pada sapi yang tidak menderita
mastitis subklinis. Semakin spesifik suatu uji
maka uji tersebut hanya mampu mendeteksi
agen tertentu saja (Rueeg et al, 2002).
Kesimpulan
Minimum media minyak kedelai dapat
digunakan sebagai media pertumbuhan
Pseudomonas sp. untuk menghasilkan
biosurfaktan.
Waktu
inkubasi
dan
konsentrasi minimum media minyak kedelai
terbaik dalam menghasilkan biosurfaktan
yaitu pada perlakuan 24;20 dengan nilai
emulsifikasi 1,2734 ± 0,0964 dan nilai drop
collapse 1,55 ± 0,4740. Konsentrasi minimal
dan efektif biosurfaktan Pseudomonas sp.
untuk mendeteksi mastitis adalah 50%, 75%,
dan 100%. Biosurfaktan memiliki nilai
sensitivitas sebesar 87% dan nilai spesifisitas
sebesar 96%.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada direktorat jenderal
DIKTI karena telah memberikan pembiayaan
penelitian ini. Terima kasih kepada
Laboratorium Sentral Ilmu Hayati dan
Laboratorium
KESMAVET
Universitas Brawijaya sebagai
pelaksanaan penelitian.
PKH
tempat
DAFTAR PUSTAKA
Abouseoud, M., R. Maachi, A. Amrane, S.
Boudergua, dan A. Nabi. 2008.
Evaluation of different carbon and
nitrogen sources in production of
biosurfactant
by
Pseduomonas
Fluorescens. Desalination. 223: 14315.
Anandaraj, B and P. Thivakaran. 2010.
Isolation
and
Production
of
Biosurfactant producing Organism
From Oil Spilled Soil. Journal
Bioscient Technology, vol 1 (3), 2010
: 120-126.
Angaleswari, C, L. Suji and P. U.
Mahalingam,. 2012. Potentials of
Biosurfactant
Producing
Pseudomonas sp from automobile
workshop. Pelagia Research Library.
Applied
Science
Research
3
(6):4030-4032
Bodour, A.A and R.M. Miller-Maier. 1998.
Application of a Modified Drop
Collapsing Technique for Surfactant
Quantitation and Screening of
Biosurfactant
Producing
Microorganisms.
Journal
of
Microbiological Methods. 32: 273280.
Budiarto, E. 2003. Pengantar Epidemiologi.
Jakarta. EGC
Buchanan RE, Gibbons NE,. 1974. Bergey’s
manual
of
determinative
bacteriology, eighth edition. The
Williams and Wilkins C, Baltimore,
pp. 1146
Dairyman’s Digest. 2009. What you should
know about somatic cells. Winter
issue.
Delghan, G,. Noudeh,.M, Housaindokht,.
And B.,S.,F,. Bazzaz. 2005. Isolation,
Characterization, and Investigation of
Surface and Hemolytic Activities of a
Lipopeptide
Biosurfactant
Producedby Bacillus subtilis ATCC
6633. The Journal Of Microbiology.
Vol. 43, No. 3:272-276
Pratomo, A, F., Zobda, R, P,. Shanda, F.,
Wildan, M., Putra, E, R, D.2013.
MASTECH
(Mastitis
Detection
Technology) Metode Deteksi Mastitis
Berbasis
Biosurfaktan
Asal
Pseudomonas sp.. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. Artikel Ilmiah.
Jakarta.
Fatimah. 2007. Uji Produksi Biosurfaktan
Oleh Pseudomonas sp. pada Substrat
Yang Berbeda. Jurnal Kimia. (3) :
145-147.
Fehlings, K. & J. Deneke. 2000. Mastitis
problematik
in
Betriebenmit
Oekologischer
Rinderhaltung.
Tieraerztl Praxia (G) 28: 104-109
Francy D, S,. Thomas JM, Raymond RL and
Ward CH, 1991.Emulsification of
Hydrocarbons by Surface Bacteria. J
indMicrobiol 8: 234–246.
Georgiou, G., Lin, S.C. and Sharma, M.M.,.
1992. Microbial Biosurfactants,
Process Biochem., 14, 20-29
Muhammad G., A, Naureen, M.N. Asi, M.
Saqib, And Fazal-ur-Rehman. 2009.
Evaluation of a 3% Surf Solutions
(Surf Field Mastitis Test) For The
Diagnosis of Subclinical Bovine and
Bubaline Mastitis. Tropical Animal
Health and Production Journal
Muliawati,. I.D. 2006. Sintesis Biosurfaktan
Dengan
Menggunakan
Minyak
kedelai Sebagai Sumber Karbon
Tambahan Secara Biotransformasi
Oleh
Pseudomonas
aeruginosa.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Rodrigues,L.,I,M. Banat,J. Teixeira,. H,C,V.,
Meib and R . Oliveira. 2006. Isolation
and Partial Characterization of a
Biosurfactant
Produced
Bay
Streptococcus thremophilus A. Coll.
Surf B: Biointerfaces.53:105-112.
Ruegg, L, P,. Douglas, J, Reinemann,. 2002.
Milk Quality and Mastitis Test.
University of Wisconsin. Madison
Saravanan. V, and Vijayakumar. S. 2012.
Isolation
and
screening
of
biosurfactant
producing
microorganisms
from
oil
contaminated oil. Youth Education
and Research Trust. J. Acad. Indus.
Res. Vol. 1(5)
Satpute, S.K., Bhawsar, B.D., Dhakephalkar,
P.K. and Chopade, B.A. 2008.
Assessment of different screening
methods for selecting biosurfactant
producing Maine bacteria. Ind. J.
Mar. Sci. 37: 243–250.
SNI 2897.2008. Metode Pengujian Cemaran
Mikroba Dalam Daging, Telur Dan
Susu, Serta Hasil Olahannya. ICS
67.120.20
SNI 3141.1.2011. Susu Segar. ICS
1. 67.100.01
Spakauskas V., I, Klimiene, and A.
Matusevicius. 2006. A Comparison of
Indirect Methods for Diagnostic of
Subclinical Mastitis in Lactating
Dairy Cows. Veterinarski Arhiv 76
(2), 101-109.
Sudarwanto, M. 1999. Usaha peningkatan
produksi susu melalui program
pengendalian mastitis subklinik.
Orasi Ilmiah, 22 Mei 1999.
Sudarwanto, M., H. Latif and M. Noordin.
2006. The relationship of the somatic
cell counting to sub-clinical mastitis
and to improve milk quality. The 1 st
International
AAVS
Scientific
Conference. Jakarta, July 12-13,
2006.
Wahyono, F. Pangestu, dan Tampoebolon
B.I.M. 2003. Status Sel Somatik Pada
Susu Sapi di Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali. J. Indon. Trop.
Anim. Agric. 28 (1) March 2003.
Willumsen, P.A and Karlson. 2008.
Screening of Bacteria, Isolated krom
PAH
Contamined
Soils,
for
Production of biosurfaktan and
Bioemulsifiers.
Journal
of
Biodegradation7 : 415-423.
Xia, Stephen S. 2006. The rheology of gel
formed uring the California Mastitis
Test. The University of Waikato.
Thesis.
Youssef, N., K.E. Duncan and K.N. Savage.
2004. Comparison of methods to
detect biosurfactant production by
diverse
microorganism.
Journal
Microbiology Methods 56: 339-347
Download