BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kanker Paru Keganasan di rongga toraks mencakup kanker paru, tumor mediastinum, metastasis tumor di paru dan mesotelioma ganas (kegasanan di pleura). Kasus keganasan rongga toraks terbanyak adalah kanker paru. Di dunia, kanker paru merupakan penyebab kematian yang paling utama di antara kematian akibat penyakit keganasan. Laki-laki adalah kelompok kasus terbanyak meskipun angka kejadian pada perempuan cenderung meningkat, hal itu berkaitan dengan gaya hidup atau kebiasaan merokok. 1,11 Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan metastasis tumor di paru (sekunder). Metastasis tumor di paru adalah tumor yang tumbuh sebagai akibat metastasis dari tumor primer organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus. Meskipun jarang, dapat ditemukan kanker paru primer yang bukan berasal dari epitel bronkus misalnya bronchial gland tumors. Tumor paru jinak yang sering adalah hamartoma. 1,11 2.2. Faktor Risiko Faktor risiko terjadinya kanker paru adalah sebagai berikut: 1,11,12,13 • Laki-laki, usia lebih dari 40 tahun dan perokok Universitas Sumatera Utara • Tinggal/bekerja di lingkungan yang mengandung zat karsinogen atau polusi paparan industri/lingkungan kerja tertentu • Perempuan perokok pasif • Riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga dekat yang penderita kanker paru • Tuberkulosis paru, walaupun angka kejadiannya sangat kecil Orang-orang yang termasuk dalam kelompok atau terpapar pada faktor risiko di atas dan mempunyai tanda dan gejala respirasi yaitu batuk, sesak napas, nyeri dada disebut golongan resiko tinggi (GRT) maka sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan untuk deteksi dini kanker paru. 1,11,13 Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien yang masuk dalam kelompok risiko dengan diagnosis tuberkulosis paru dan mendapat pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT). Mereka harus dievaluasi ketat. Jika dalam evaluasi 1 bulan pertama menunjukkan perburukan sebaiknya dipikirkan ke arah kemungkinan kanker paru khususnya yang disertai keluhan nyeri yang persisten di bahu/lengan/dada dengan ”infiltrat” di puncak paru. Bila nyeri tidak hilang dalam 1-2 minggu pengobatan kanker paru segera dievaluasi secara amat terarah. 1,12 2.3. Tanda dan Gejala Keluhan utama tumor paru adalah sebagai berikut: • Batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) lebih dari 3 minggu • Batuk darah • Sesak napas • Suara serak • Nyeri dada yang persisten • Sulit/sakit menelan Universitas Sumatera Utara • Benjolan di pangkal leher Sembab pada muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat. 1,11,13,14 Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang. Ada pula gejala dan keluhan tidak khas seperti: • Berat badan berkurang • Nafsu makan hilang • Demam hilang timbul • Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan neuropati. 1,11,13,14 2.4. Stadium Kanker Paru Prosedur diagnostik untuk menentukan stadium penyakit antara lain, foto toraks, Computer Tomography Scaning (CT-scan) toraks sampai kelenjar suprarenal dan bronkoskopi. Pemeriksaan CT-scan kepala dan tulang dilakukan jika ada keluhan atau penderita yang akan dilakukan pembedahan. Tumor marker tidak dilakukan untuk diagnosis kanker paru tetapi hanya bermanfaat untuk evaluasi hasil terapi. Pada kondisi tertentu diagnosis tidak dapat ditegakkan meskipun telah dilakukan berbagai prosedur diagnosis, maka torakotomi eksplorasi dapat dilakukan. 1,12 Stadium untuk kanker paru berdasarkan tumor (T) dan penyebarannya ke getah bening (N) dan metastasis ke organ lain (M). Stadium sistem TNM small cell lung carcinoma (SCLC) terdiri dari : 3,11 • Stadium terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks) Universitas Sumatera Utara • Stadium luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke organ lain. Stadium kanker paru jenis non small cell lung carcinoma (NSCLC) dibagi atas : Stadium 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut International Staging System for Lung Cancer 2007, berdasarkan sistem TNM adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Stadium Kanker Paru Stadium Occult carcinoma Stadium 0 Stadium IA Stadium IB Stadium IIA TX Tis T1a,b T2a T2b T1a,b T2a T2b T3 T1a,b, T2a,b T3 T4 T4 Sembarang T Sembarang T Stadium IIB Stadium IIIA Stadium IIIB Stadium IV N0 N0 N0 N0 N0 N1 N1 N1 N0 N2 N1 N2 N0 N1 N2 N3 Sembarang N M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M1 Tabel 2.2. Stadium Non-Small Cell Lung Cancer T dan M N0 Stadium Stadium T1 (≤ 2 cm) T1a IA T1 (> 2-3cm) T1b IA T2 (≤ 5cm) T2b IB T2 (> 5-7cm) T2b IB T2 (> 7cm) IB T3 Invasi IIB T4 (nodul pada lobus yang sama) T3 IIB T4 (lesi luas) IIIA M1 (Ipsilateral) T4 IIIA T4 (efusi pleura) IV M1 (kontralateral) M1a IV M1 (penyebaran jauh) M1b IV N1 Stadium IIA IIA IB IIB IIB IIIA IIIA IIIA IIIA IV IV IV N2 N3 Stadium IIIA IIIA IIIA IIIA IIIA IIIA IIIB IIIB IIIB IIIB IIIB IIIB IIIA IIIB IIIB IIIB IIIB IIIB IV IV IV IV IV IV Utara Universitas Sumatera Tabel 2.3. TNM System Version 7 Non-Small Cell Lung Cancer TX Sitologi positif T1 ≤ 3 cm T1a ≤ 2 cm T1b > 2-3 cm T2 Bronkus utama ≥ 2 cm dari karina, invasi ke pleura visceral, parsial atelectasis T2a > 3-5 cm T2b > 5-7 cm T3 > 7 cm, invasi ke dinding dada, diafragma, perikardium, pleura mediastinal, bronkus utama < 2 cm dari karina, atelektasis total, nodul pada lobus yang sama T4 Penyebaran ke jantung, mediastinum, pembuluh darah, karina, trakea, esophagus, penyebaran tumor lobus ipsilateral N1 Peribronkial ipsilateral, hilus ipsilateral N2 Subkarina, mediastinal ipsilateral N3 Mediastinal atau hilus kontralateral, scalene atau supraklavikula M1 Metastasis jauh M1a Penyebaran tumor pada lobus kontralateral, nodul pada pleura atau pleura ganas, efusi perikard M1b Metastasis jauh 2.5. Jenis Histologis Kanker Paru Jenis Sel Kanker Paru secara umum dibagi atas dua kelompok yaitu: • Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) atau small cell lung carcinoma (SCLC). 11 • Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) atau non-small cell lung carcinoma (NSCLC), mencakup adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, Universitas Sumatera Utara karsinoma sel besar (large cell ca) dan karsinoma adenoskuamosa. Meskipun kadang ditemukan jenis lain dengan frekuensi yang sangat jarang misal karsinoid tumor dan lain lain. 11 2.6. Diagnosis Kanker Paru 2.6.1. Gejala Klinis Pengenalan awal kanker paru sulit dilakukan bila hanya berdasarkan pada keluhan saja. Biasanya keluhan ringan terjadi pada mereka pada stadium dini yaitu pada stadium I dan II. Data di Indonesia maupun dari negara maju kebanyakan kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit sudah berada pada stadium lanjut (stadium III dan IV). 1,14 Manifestasi klinis dari tumor paru beraneka ragam, secara garis besar dapat dibagi atas : 1. Gejala intrapulmonal Disebabkan gejala lokal adanya tumor di paru, yaitu adanya gangguan pergerakan silia serta ulserasi bronkus sehingga sering menyebabkan peradangan berulang, dengan keluhan batuk ( 70-90 % kasus), batuk darah ( 6-51 % kasus), nyeri dada biasanya unilateral tidak berbatas jelas (42-67 % kasus), sesak nafas (58 % kasus). 15 2. Gejala intratorasik ekstrapulmonal Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan atau merusak struktur-struktur didalamnya dengan akibat antara lain : • N. frenikus : parase/paralisis diafragma • N. recurrens : parase/paralisis chorda vokalis • Saraf simpatik : sindroma horner yakni enoftalmus, miosis ptosis dan anhidrosis • Esofagus : disfagia Universitas Sumatera Utara • Vena cava superior : sindroma vena cava superior yakni bendungan vena cava superior disertai pembengkakan muka lengan dan leher • Trakea/bronkus utama : sesak nafas dapat atelektasis total • Jantung : gangguan fungsional, efusi perikard. 15 3. Gejala ekstratorasik non metastasis Dapat berupa manifestasi neuromuskular (neuropati karsinomatosa: miopati, neuropatia perifer, degenerasi cerebelar subakut, ensefalomiopatia dan mielopati nekrotik), manifestasi endokrin metabolik (sindroma cushing, sindroma karsinoid, hiperparatiroid dengan hiperkalsemia, SIADH dengan hiponatremia, sekresi insulin dengan hipoglikemia, sekresi gonadotropin berlebihan dengan ginekomastia, sekresi melanocyte stimulating hormone dengan hiperpigmentasi kulit), manifestasi jaringan ikat (hipertrophy pulmonary, jari tabuh), manifestasi vaskular dan hematologi (tromboplebitis, purpura dan anemia). 15 4. Gejala ekstratorasik metastasis Dijumpai adanya penyebaran tumor ke semua organ terutama otak, hati dan tulang. 15 2.6.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penderita kanker paru bisa tidak dijumpai kelainan jika massa tumornya kecil dan belum menyebar sehingga belum menimbulkan gangguan di tempat lain dan tumor yang letaknya di perifer. Pada kasus dengan stadium lanjut dapat dijumpai kelainan tergantung pada gangguan yang ditimbulkan oleh tumor primer atau penyebarannya. Kelainan yang didapat tergantung letak dan besarnya tumor sehingga menimbulkan gangguan. 1,11,14 Universitas Sumatera Utara 2.6.3. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan/atau pemeriksaan sitologi sputum. Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran tumor dengan tepi yang tidak rata dan penarikan pleura dan bahkan destruksi tulang dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura masif sehingga tumor tidak terlihat. 1,11,14 2.6.4. Pemeriksaan Bronkoskopi Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat menilai lebih baik pada mukosa saluran napas; normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkial/tumor intra bronkus. Prusedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus. 16,17 Jenis Bronkoskopi Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku (Rigid) dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL). 18,19,20 A. Bronkoskopi Kaku (Rigid) Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari bahan stainless steel. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya Universitas Sumatera Utara berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-13.5 mm, tebal dinding bronkoskop berkisar 2-3 mm. 18,21,22 Bronkoskopi rigid biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum. Tindakan ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi. Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran napas besar dimana dengan BSOL tidak dapat dilakukan. 18,22 Gambar 1. Skema bronkoskopi kaku (rigid). 19 B. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL) Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber Optic Bronchoscopy (FOB), sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan yang dijumpai di paru-paru, dan berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru. 19,22 Universitas Sumatera Utara Gambar 2. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL). 19 BSOL berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel dahak ataupun jaringan. Umumnya 55 cm dari total panjang tabung BSOL mengandung serat optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal BSOL memiliki sumber cahaya yang dapat memperbesar 120o dari 100o lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau kamera. 23,24 Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut 160o-180o ke atas dan 100o-130o ke bawah. Hal ini memungkinkan operator BSOL untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus utama, dan juga ke depan belakang (anterior dan superior). 23,24 Kriteria Penampakan Gambaran Bronkoskopi Pada saat melakukan bronkoskopi, ada beberapa keadaan yang dapat dijumpai, seperti: 25,26,27,28 Universitas Sumatera Utara 1. Normal Dimana pada saat dilakukan bronkoskopi tidak dijumpai kelainan pada mukosa ataupun cabang-cabang bronkus. 2. Inflamasi Gambaran inflamasi dapat menyeluruh (misalnya bronkitis kronis) ataupun lokal (akibat benda asing). Inflamasi dapat terjadi secara akut, misalnya radang paru yang berhubungan dengan segmental maupun kronis (misalnya tuberkulosis). Gambar 3. Menunjukkan perubahan akibat inflamasi bronkitis kronis. 25 Perubahan peradangan meliputi : • Hiperemis dan peningkatan vaskularisasi dari mukosa (berwarna gelap atau merah muda atau bahkan merah). Mukosa bronkus normal berupa palepink atau berwarna merah kuning. • Pembengkakan (swelling). Pada peradangan ringan, tampak sedikit pinggir dari karina tumpul dan buram atau kehilangan kontur sehingga tulang rawan bronkial menonjol. Pada peradangan yang parah terjadi penyempitan mukosa. • Sekresi Universitas Sumatera Utara Mukosa yang normal hanya sedikit menghasilkan lendir yang berguna untuk pembersihan. Pada waktu peradangan, sekresi menjadi banyak dan sifat sangat bervariasi, misalnya mukoid, tebal dan mukus yang kental (bronkitis kronis), Mukus berupa plague (asma), pus/nanah (infeksi berat). • Perubahan terlokalisir (localized changes) Reaksi lokal dapat dijumpai pada kelainan seperti pneumonia, abses paru, TBC, aspirasi benda asing, bronkiektasis, karsinoma, dan lain lain. • Ascociated changes Terutama terlihat pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), dimana dijumpai submukosa atrofi, hipertrofi pada dinding membran bronkiol. Gambar 4. Menunjukkan penonjolan dinding trakea kanan oleh karena tekanan instrinsik. 25 • Tuberkulosis Dijumpai peradangan pada endobronkial, distorsi pada lumen trakea/bronkus yang disebabkan limfadenofati ekstrabronkial. Universitas Sumatera Utara Gambar 5. Menunjukkan perubahan inflamasi tuberkulosis dengan serangkaian sekresi terlihat pada bronkus utama kanan. 25 3. Tumor Gambaran bronkoskopi pada tumor atau pembesaran kelenjar getah bening atau metastasis dapat dijumpai tiga perubahan utama : • Distorsi anatomi oleh karena adanya tekanan eksternal pada trakeo bronkial, biasanya disebabkan oleh limfadenopati sekunder berupa pelebaran sudut karina, pembengkakan pada dinding trakea/bronkus utama. • Keterlibatan dari dinding bronkial dengan distorsi lokal atau ulserasi dari mukosa pada sebagian atau seluruh lumina. • Pertumbuhan intraluminer mungkin merupakan awal dari intralumen itu sendiri, dijumpai pelebaran atau ruptur dari kelenjar limfe sekunder melalui dinding bronkial. Pertumbuhan intralumen bisa menutup lumen secara total atau parsial. Universitas Sumatera Utara Gambar 6. Menunjukkan fungating tumor di sebelah kiri batang utama bronkus. 25 4. Miscellaneous • Perdarahan bronkial Dalam beberapa kasus batuk darah (hemoptisis), pemeriksaan bronkoskopi memberikan gambaran normal. Pada perdarahan yang masif dilakukan pembersihan dari trakeobronkial dengan normal salin untuk membantu menemukan sumber perdarahan. • Benda asing Benda asing sering menyebabkan peradangan lokal, bahkan menyebabkan infeksi yang luas dan kerusakan pada bronkial dan jaringan paru distal. Benda asing dapat menghasilkan sekresi purulen. • Sarcoidosis Tampak dua gambaran utama,yaitu : 1. Pembesaran kelenjar getah bening, karina dan subkarina melebar dan distorsi trakeobronkial. 2. Perubahan bentuk mukosa trakeobronkial, hiperemis dan sekresi yang meningkat. • Perubahan radiasi Perubahan mengikuti pola umum: segera, reaksi peradangan akut, selanjutnya penyusutan atau hilangnya tumor dengan berkurangnya peradangan, mukosa pucat Universitas Sumatera Utara dan kontraktif jaringan parut setelah beberapa bulan dan terjadi fibrosis pada daerah yang terkena. • Trauma trakea Dijumpai fraktur pada dinding trakea atau bronkus. • Fistula Bronkopleura Merupakan sekunder dari empiema, abses paru, pecahnya kista paru, pneumotoraks, trauma atau pasca operasi. Pada gambaran bronkoskopi tampak gelembung udara, waktu sekresi tampak gerakan pernapasan. • Amiloidosis Jarang terjadi, dinding bronkial berwarna kuning/abu-abu yang menyerupai gambaran carsinomatous infiltratif. Pengambilan Spesimen Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilakukan berbagai teknik pengambilan spesimen untuk dilakukan pemeriksaan sitologi ataupun histopatologi yang sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis. Spesimen dapat diambil dengan cara, seperti: 19,23,25,26 1. Cucian bronkus (bronchial washing) Tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-cabangnya dengan bantuan kateter atau fasilitas suction yang ada pada bronkoskop. Cucian bronkus dilakukan dengan menggunakan cairan salin atau ringer yang dialirkan melalui saluran yang ada pada bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai kelainan dan disedot kembali. Jumlah cairan yang dialirkan 3-5 ml dan dapat diulang beberapa kali. Sekret yang diperoleh dilakukan Universitas Sumatera Utara pemeriksaan sitologi cairan bronkus dan pemeriksaan mikrobiologi (BTA, pewarnaan gram bakteri dan jamur serta kultur) 2. Sikatan bronkus (bronchial brushing) Spesimen diperoleh dengan menggunakan kateter, sikat dan jarum. Sampel yang didapat diletakkan pada objek gelas kemudian dimasukkan dalam wadah yang berisi alkohol 90%. Sampel yang didapat selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi. Gambar 7. Aksesori prosedur sikatan bronkus, TBNA dan biopsi forsep. 11 3. Bronchoalveolar Lavage (BAL) BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang terletak pada ujung saluran napas (alveolus). Cairan salin atau ringer dimasukkan ke ujung scope bronkoskop kemudian disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali sampai didapat sampel 100-300 ml untuk mendapatkan material yang cukup dari alveolus. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologi (BTA, pewarnaan gram,jamur serta dilakukan kultur) dan sitologi. 4. Biopsi endobronkial Biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan forcep, dimana ujung dari bronkoskop dekat dengan bidang visual lesi. Sampel yang didapat dilakukan fiksasi dengan menggunakan formalin 10 % dan untuk tumor yang besar dilakukan lamelarisasi supaya Universitas Sumatera Utara cairan fiksasi dapat masuk kedalam jaringan tumor yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologi dan sitologi. 5. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA) TBNA merupakan tindakan invasif minimal yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan stadium bronchogenik carcinoma dengan cara mengambil sampel kelenjar limfe mediastinum dengan menggunakan jarum atau forcep. Ini merupakan tindakan biopsi menembus trakeobronkus dengan jarum atau forcep menembus lesi/kelainan yang menekan trakeobronkial (trakea, bronkus utama, karina dan karina dua). TBNA juga dapat digunakan untuk mengambil sampel perifer, submukosa dan endobronkial tanpa atau dengan tuntunan biplane fluoroskopi untuk membantu penentuan lokasi tumor. Sampel yang didapat diletakkan pada objek gelas kemudian dimasukkan dalam wadah yang berisi alkohol 90%. Sampel yang didapat selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi. American Thoracic Society (ATS) membuat suatu sistem pemetaan untuk mengetahui lokasi kelenjar lymph.Untuk mengambil sampel pada tempat yang letaknya perifer, TBNA dilakukan dengan panduan fluroskopi untuk menentukan lokasinya. Universitas Sumatera Utara Gambar 8. Maping Sistem Kelenjar Limfe Regional Paru. 23 6. Biopsi paru transbronkial Ini merupakan cara yang paling aman untuk mendapatkan biopsi dari parenkim paru. Prosedur ini sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada kanker paru yang dijumpai di endobronkial dapat dilakukan biopsi dengan menggunakan forcep melalui BSOL. Popovich mendapatkan keberhasilan biopsi dengan forcep untuk tumor yang tampak pada bronkoskopi sebesar 92%. Bila tindakan biopsi ini dikombinasikan dengan washing dan brushing keberhasilannya meningkat menjadi 96%. Sampel yang didapat dilakukan fiksasi dengan menggunakan formalin 10 % dan untuk tumor yang besar dilakukan lamelarisasi supaya cairan fiksasi dapat masuk kedalam jaringan tumor yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologi dan sitologi. 7. Biopsi lesi perifer Tindakan ini dilakukan dibawah anestesi umum dengan menggunakan instrument fibrescope yang halus. Universitas Sumatera Utara 2.6.5. Pemeriksaan Biopsi Transtorakal Biopsi transtorakal adalah suatu cara untuk memperoleh specimen jaringan parubuntuk bahan diagnostik melalui dinding toraks. Tehnik ini pertama kali diperkenalkan oleh Menetrier pada tahun1886, kemudian pada tahun 1930 di Amerika Serikat diperkenalkan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) transtorakal. Transtorakal biopsi dengan tuntunan radiologi telah dilakukan sejak tahun 1966 oleh Dalgren dan Nordensrom di Amerika Serikat.15 Penderita dengan lesi paru yang terlokalisir dan tidak dapat didiagnosis dengan sitologi sputum dan bronkoskopi, dapat dilakukan FNAB bila tidak ada kontra indikasi. FNAB ini dapat dilakukan dengan menggunakan: • Jarum Vim-Silverman, Abram. Dengan jarum ini didapatkan potongan jaringan. • Jarum besar ukuran 18-20. Dengan jarum ini didapatkan sedikit jaringan dan bahan aspirasi untuk pemeriksaan histologi dan sitologi. • Jarum kecil ukuran 23-24, jarum spinal, Norden-Strom. Dengan jarum ini didapatkan aspirasi bercampur cairan atau darah, oleh karena itu pemeriksaan yang dapat dilakukan hanya secara sitologi. 15 Indikasi dari pemeriksaan biopsi transtorakal antara lain: • Penderita dengan dugaan kanker paru yang tidak mungkin di operasi, dimana pada pemeriksaan sitologi sputum negatif • Massa paru soliter dimana pemeriksaan sitologi sputum dan bronkoskopi negatif • Massa paru soliter tetapi penderita menolak operasi • Massa paru soliter dengan metastasis ekstra pulmoner • Massa paru soliter dengan tumor primer diluar paru • Gambaran coin lesion di paru • Pancoast tumor 15 Universitas Sumatera Utara Kontra indikasi untuk dilakukan biopsi transtorakal antara lain: • Lesi vaskuler yang dapat menimbulkan perdarahan • Hipertensi pulmonal yang dapat meningkatkan risiko perdarahan sesudah biopsi • Penderita dengan kelainan darah • Penderita dengan penyakit paru obstruktif atau restriktif berat dimana FEV1 < 1L • Keadaan umum sangat lemah • Penderita yang tidak kooperatif • Pneumektomi pada sisi kontra lateral • Pneumotoraks • Penderita yang mendapat pengobatan anti koagulantia • Dekompensasi kordis 15 Akurasi biopsi transtorakal tanpa tuntunan radiologi sekitar 65-80%, sedangkan dengan tuntunan radiologi sekitar 80-94%. Akurasi biopsi transtorakal dengan jarum ukuran 17-20 dengan tuntunan radiologi sekitar 80%. 15 2.7. Sitologi Kanker Paru Small cell lung carcinoma (SCLC) SCLC merupakan kanker paru yang memiliki agresivitas yang tinggi, cepat tumbuh, dan dapat mengalami metastasis yang luas namun jarang ditemui. SCLC dibagi dalam dua subtipe, yaitu classic oat cell carcinoma dan intermediate cell type of SCLC. Kedua subtipe ini tidak berbeda secara klinis, oleh karena itu World Health Organization (WHO) mengelompokkannya ke dalam satu tipe SCLC. 3,5 Sampel yang adekuat akan menunjukkan banyak kandungan sel dengan bermacam bentuk sel kanker. Ukuran sel bervariasi, namun pada umumnya berukuran kecil dengan sitoplasma sedikit. Gambaran “molding” dari inti yang berdekatan merupakan gambaran yang Universitas Sumatera Utara sangat sering ditemukan. Dua gambaran inti yang dapat ditemui adalah hiperkromatik atau piknotik dengan inti yang vesikuler dan kadang dapat granular dan anak inti yang relatif besar. 3,5 Gambar 9. Small cell lung carcinoma. Tampak kelompokan sel dengan sitoplasma sedikit dan nuclear molding dengan fine granular chromatin. 5 Adenokarsinoma Adenokarcinoma paru sudah diketahui berhubungan dengan kebiasaan merokok dan dijumpai adanya peningkatan insiden pada laki-laki maupun perempuan perokok. Ada dua bentuk yang dibedakan berdasarkan gambaran histologi dan klinis yaitu: adenokarsinoma yang berasal dari daerah sentral parenkim paru (central bronchial origin) dan peripheral bronchoalveolar atau terminal bronchoalveolar carcinomas. 5 Sediaan yang diambil dengan cara bronchial brushing biasanya mengandung sedikit sel-sel tumor. Pada sediaan yang adekuat dapat banyak dijumpai sel-sel dengan kelompokan papiler atau lembaran sel-sel bentuk bulat atau poligonal. Beberapa sel dapat mirip dengan sel-sel normal, namun memiliki ukuran inti yang besar, nuclear/cytoplasmic ratio (N/C ratio) yang meningkat, anak inti yang menonjol kadang dapat multiple dan yang lebih penting adalah tidak dijumpainya silia. 3,5 Universitas Sumatera Utara Gambar 10. Sitologi adenokarsinoma paru. Tampak kelompokan sel dengan sitoplasma sedikit dan pucat, inti relatif besar, tekstur inti masih baik dan anak inti menonjol. 5 Karsinoma sel sekuamosa (SCC) Sel-sel kanker SCC dapat sangat bervariasi baik bentuk maupun ukurannya, tetapi yang khas pada SCC adalah latar belakang apusan berupa sel-sel radang dan massa nekrosis. Sel-sel bentuk spindel dan tadpole merupakan bentuk sel yang umum dijumpai yang juga merupakan tanda khas pada SCC. Sitoplasma yang mengandung keratin akan berwarna orange atau kuning dengan pewarnaan Papanicolaou. Kadang dapat dijumpai sel-sel abnormal tanpa inti sel yang disebut ghost cells. 3,5 Gambar 11. Karsinoma sel sekuamosa dalam sediaan sitologi. Tampak sel-sel ganas bentuk dan ukuran inti bervariasi, hiperkromatin, sitoplasma eosinofilik dengan latar belakang sel-sel radang. 5 Meskipun inti yang hiperkromatin merupakan tanda khas pada sel-sel ganas tetapi tidak dapat digunakan sepenuhnya untuk SCC. Inti sel kanker relatif pucat terutama pada tipe keratinizing atau sel-sel nekrotik oleh karena karyolisis (ghost cells). Umum dijumpai inti sel yang mengalami aberasi dengan bentuk anguler atau ireguler dengan ukuran yang bervariasi, beberapa dalam berbentuk bizarre. Mitosis inti sangat jarang dijumpai pada keratinizing Universitas Sumatera Utara SCC. Meskipun bukan merupakan kriteria diagnostik untuk SCC, namun apabila dijumpai harus berhati-hati karena merupakan tanda dari neoplasma ganas. 3,5 Pada kasus dimana tidak dijumpai keratinisasi atau piknosis inti, kondisi seperti ini disebut sebagai poorly differentiated squoamous (epidermoid) carcinoma. Inti biasanya hiperkromatin dengan tekstur inti kasar dan ireguler. Sel-sel tumor yang berasal dari sputum biasanya lebih sedikit dengan sitoplasma yang jernih sedangkan yang berasal dari sikatan bronkus sitoplasma dapat amfofilik atau kadang-kadang basofilik. 3,5 Gambar 12. Poorly differentiated (non-keratinizing) SCC. Tampak inti hiperkromatin, dengan tekstur kasar dan ireguler. Sitoplasama amfofilik. 5 Large-Cell (Undifferentiated) Carcinoma Kanker ini didefinisikan sebagai tumor yang tidak memiliki differensial skuamosa atau glandular, meskipun pada beberapa tempat memiliki gambaran kanker skuamosa atau adenokarsinoma. Kanker ini merupakan turunan dari sel-sel basal epitel yang dapat berkembang menjadi kanker skuamosa atau adenokarsinoma. Saat ini tipe kanker ini digolongkan kedalam NSCLC karena memiliki penanganan dan prognosis yang sama dengan seluruh tipe NSCLC. 5 Sel-sel tumor walaupun biasanya tunggal, tetapi dapat berupa kelompokkan yang cenderung memiliki kohesi yang jelek dengan ukuran sel bervariasi. Kebanyakan sel ukurannya hampir sama dengan sel skuamosa dan adenokarsinoma, sitoplasma sedikit dan biasanya pucat dapat basofilik ataupun eosinofilik (amfofilik). Pada kasus yang jarang dapat Universitas Sumatera Utara dijumpai inklusi intrasitoplasmik. Inti sel besar dengan kontur ireguler dengan gambaran sharply di sekitar inti. Salah satu yang khas adalah inti dengan kromatin yang kasar atau hiperkromatin, kadang dapat pula dijumpai kromatin inti yang normal dengan satu atau dua anak inti yang menonjol. 3,5 Gambar 13. Undifferentiated large-cell (non-small cell) carcinoma. Tampak lembaran sel kanker dengan sitoplasma eosinofilik pucat dan banyak, inti hiperkromatin dengan tekstur kasar. 5 Adenosquamous (Mucoepidermoid) Carcinoma Penamaan adenosquamous carcinoma digunakan untuk menjelaskan bronchogenic carcinoma yang memiliki kombinasi gambaran epidermoid carcinoma (poorly differentiated squamous carcinoma) dan adenokarsinoma. Banyak ditemukan sel-sel yang memproduksi musin yang dapat dilihat dengan pewarnaan khusus dan beberapa mengandung komponen sel-sel undifferentiated large cell maupun SCC. Variasi gambaran sitologi sangat tergantung dari gambaran histopatologinya. 5 Gambaran sel-sel kanker didominasi oleh sel-sel adenokarsinoma yang menghasilkan musin. Dapat pula ditemukan sedikit sel-sel yang menghasilkan keratin. 5 Gambar 14. Mucoepidermoid carcinoma paru pada wanita umur 61 tahun. Tampak sel-sel kanker yang menghasilkan musin. 5 Universitas Sumatera Utara 2.8. Penatalaksanaan Kanker Paru Penatalaksanaan kanker paru dilakukan berdasarkan jenis histologis kanker, stadium penyakit, tampilan umum (performance status) dan keuangan. Secara umum pilihan terapi untuk NSCLC dan SCLC adalah combined modality therapy (multi-modality therapy), berupa bedah, radioterapi dan kemoterapi dan terapi lain. 1,11 Penanganan Bedah Penanganan bedah hanya diindikasikan untuk stadium I atau II atau untuk pengobatan paliatif yaitu pada kondisi mengancam nyawa misal batuk darah masif, distress pernapasan karena sindroma vena kava superior, nyeri hebat pada Pancoast tumor, nyeri hebat pada sindroma pleksus brakialis. Jika pada saat bedah didapat pembesaran KGB maka semua harus diangkat dan pada kasus paska bedah dengan metastasis KGB mediastinal (N2) dipertimbangkan pemberian radioterapi dan/atau kemoterapi. 1,11 Bedah paliatif lain dilakukan oleh dokter bedah syaraf yaitu membuang tumor metastasis yang berupa soliter nodule di otak dan menimbulkan gangguan kualitas hidup penderita. Pilihan lain untuk tumor metastasis di kepala adalah menggunakan cyber knife yang sudah dapat dilakukan beberapa senter di Indonesia. 1,11 Bedah adalah terapi lokal dan dapat terjadi stadium pre-bedah (cTNM) berbeda dengan diagnosis paska bedah. Jika terjadi perbedaan maka stadium yang digunakan adalah stadium paska bedah (pTNM) dan pilihan terapi tergantung pada hasil akhir. Di RS Persahabatan Jakarta untuk stadium IIIA jika memungkinkan diberikan neoadjuvan therapy yaitu memberikan kemoterapi 2-3 siklus dilakukan pemeriksaan ulang untuk re-staging jika terjadi down staging atau tetap maka bedah dilakukan. 1,11 Universitas Sumatera Utara Radioterapi Radioterapi atau radiasi diberikan pada kasus stadium III dan IV NSCLC, dapat diberikan tunggal untuk mengatasi masalah di paru (terapi lokal) atau gabungan dengan kemoterapi. Radioterapi dapat diberikan jika sistem homeostatik (darah) baik yaitu: 1,11 • Hb > 10 gr% • Leukosit > 4.000/dl • Trombosit > 100.000/dl Dosis untuk kanker primer adalah 5.000-6.000 cGy dengan menggunakan COBALT atau LINAC dengan cara pemberian 200 cGy/x/hari, 5 hari dalam seminggu. Pemberian radiosensitizer dapat lebih meningkatkan respons irradiasi itu, misalnya dengan memberikan obat anti-kanker karboplatin, golongan taxan, gemsitabine, capecitabine dengan dosis sangat kecil sehingga tidak mempunyai efek sistemik. Radioterapi dapat diberikan sendiri (radiotherapy only) atau kombinasi dengan kemoterapi (konkuren, sekuensial atau alternating) meskipun sebagai konsekuensinya toksisitas menjadi lebih banyak dan sangat mengganggu. 1,11 Evaluasi toksisitas harus dilakukan setiap setelah pemberian 5x, jika ditemukan gangguan sistem hemostatik salah satu atau lebih: 1,11 • Hb <10 gr% • Leukosit < 3.000/dl • Trombosit < 100.000/dl Maka pemberian radiasi harus dihentikan dulu dan dilakukan koreksi toksisitas itu dan dapat segera dimulai jika sudah memenuhi syarat. Toksisitas non-hematologik juga sering timbul dan yang sangat menganggu pasien adalah esofagitis, batuk akibat pneumonitis radiasi atau fibrosis. Jika melebihi grade 3 WHO maka radiasi harus dipertimbangkan untuk dihentikan. 1,11 Universitas Sumatera Utara Evaluasi renspons irradiasi dilakukan setiap setelah pemberian 10x (1.000 cGy) dengan foto toraks. Pemberian irradiasi untuk SCLC harus diberikan setelah pasien mendapat kemoterapi 6 siklus. 1,11 Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis histologis kanker paru. • Kemoterapi untuk SCLC. Kemoterapi adalah terapi pilihan untuk KPKSK stadium terbatas atau stadium luas. Tambahan radiasi kepala dilakukan setelah kemoterapi 6 siklus. • Kemoterapi untuk NSCLC berdasarkan stadium. Kemoterapi dapat diberikan pada semua stadium tetapi pada stadium I dan II pascabedah kemoterapi ditentukan berdasarkan stadium paskabedah. Kemoterapi untuk NSCLC stadium III dan IV merupakan terapi paliatif. Stadium I dan II yang in operable cases (PS buruk atau tidak bersedia dioperasi atau ada kontraindikasi untuk operasi) dapat dianjurkan kemoterapi dan sebaiknya dipertimbang-kan pula radioterapi. 1,6 Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain: keadaan umum baik skala karnofsky >70), fungsi hati, ginjal dan sistem homeostatik (darah) baik dan masalah finansial dapat diatasi. Syarat untuk hemostatik yang memenuhi syarat adalah: 1,11 • Hb > 10 gr% • Leukosit > 4.000/dl • Trombosit > 100.000/dl Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Tampilan Umum Berdasarkan Skala Karnofsky dan WHO 11 Skala Pengertian 90 - 100 0 Dapat beraktifitas normal, tanpa keluhan yang menetap 70 - 80 1 Dapat beraktifitas normal tetapi ada keluhan berhubungan dengan sakitnya 50 - 70 2 Membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktifitas yang spesifik 30 - 50 3 Sangat bergantung pada bantuan orang lain untuk aktifitas rutin 10 - 30 4 Tidak dapat bangkit dari tempat tidur Rejimen Kemoterapi Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa rejimen yang terdiri dari lebih dari 1 obat anti-kanker dan diberikan dengan siklus 21 atau 28 hari setiap siklusnya. Kemoterapi untuk SCLC diberikan sampai 6 siklus dengan ”cisplatin based” rejimen yang diberikan: 1,11 • Sisplatin + etoposid • Sisplatin + irinotekan (CPT-11) • Pada keadaan tertentu sisplatin dapat digantikan dengan karboplatin dan irinotek digantikan dengan dosetaksel. Kemoterapi untuk NSCLC dapat 6 siklus (pada kasus tertentu diberikan sampai lebih dari 6 siklus) dengan ”platinum based” rejimen yang diberikan sebagai terapi lini pertama (first line) adalah : 1,11 • Karboplatin/sisplatin + etoposid • Karboplatin/sisplatin + gemsitabin • Karboplatin/sisplatin + paklitaksel • Karboplatin/sisplatin + dosetaksel Universitas Sumatera Utara Targeted Therapy Targeted therapy adalah obat kanker yang menggunakan reseptor untuk membunuh sel kanker, yang telah digunakan luas saat ini adalah obat yang bekerja sebagai TKI (tirosin kinase inhibitors). Seperti erlotinib dan gefitinib, obat golongan ini lebih sederhana cara pemberiannya dan ringan efek sampingnya, tetapi pemanfaatannya sebagai terapi lini pertama masih perlu pembuktian lebih lanjut. 1,11 Imunoterapi Penggunaan obat lain misalnya imunoterapi, herbal medicine, chinese traditional medicine, dan lain lain masih dalam penelitian dan belum menjadi standar pengobatan kanker paru. 1,11 Hasil penelitian menunjukkan ada jejas imunologi pada penderita kanker paru. Berdasarkan itu telah beredar luas beberapa teknik dan obat komplemen (misalnya keladi tikus, buah merah, ramuan cina, dll) yang diyakini dapat mengobati kanker paru dengan cara memperbaiki atau meningkatkan sistem imun tubuh. Penggunaan IL-2 sebagai imunoterapi mulai dikembangkan dalam uji klinik yang terbatas. 1 Terapi Gen Terapi gen merupakan pendekatan baru dalam pengobatan kanker, yang saat ini masih bersifat eksperimental. Dengan pemahaman mekanisme molekuler dalam proses karsinogenesis kanker paru diharapkan akan membuka jalan yang lebih luas dalam pencegahan, deteksi dini maupun terapi bagi kanker paru sehingga menurunkan mortality maupun morbidity panyakit ini. Untuk itu, sebagian besar strategi dalam terapi gen untuk kanker difokuskan pada penggantian tumor supresor seperti p53 dalam sel kanker. 1,29 Terapi gen dapat berupa gen pengendali tumor, gen bunuh diri, antisense onkogen, gen imuniti dan gen antiangiogenesis. Inhibisi onkogen atau penggantian gen pengendali Universitas Sumatera Utara tumor (gene replacement) dapat memperbaiki fenotip malignan. Gen bunuh diri membuat sel tumor yang ditransduksi memiliki system enzimatik untuk mengubah substansi non toksik menjadi metabolit yang toksik. Demikian juga gen yang dipindahkan dapat mengubah sel tumor yang resisten menjadi lebih sensitif terhadap sitotoksik. 29,30 Universitas Sumatera Utara