Tadris Fisika FT IAIN Walisongo M. Ardhi K. Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum∗ M. Ardhi K. email : muhammad [email protected] web : http://abu-khadijah.web.id 2 Mei 2013 é<Ë@ Õæ. á Ô gQË@ Õæ k QË@ berlaku di dunia mikro, semisal perilaku probabilistik partikel. Kerumitan dalam penyelesaian persamaan Schrödinger sebenarnya tidak jauh dari kurangnya pengalaman dalam penyelesaian persamaan diferensial. Tentunya bekal ilmu kalkulus, penyelesaian persamaan diferensial, masalah syarat batas menjadi modal yang diperlukan untuk dapat menyelesaikan persamaan Schrödinger. Perilaku yang tidak lazim pada dunia mikro harus dipahami dengan terlebih dahulu ”melepaskan” doktrin dunia makro. Pada dunia makro, benda bermassa tidak mungkin berperilaku yang akan disifati sebagai gelombang. Sementara pada dunia mikro, penjelasan mengenai perilaku partikel (setidaknya saat ini) melibatkan konsep probabilistik, yang membuat partikel tersebut memiliki sifat gelombang. Semakin besar ukuran partikel/benda, maka sifat gelombang pada ”dirinya” semakin ”tidak terlihat”. Sesungguhnya matematika mekanika kuantum tidaklah (sesederhana) seperti yang lazim diajarkan dalam perkuliahan mekanika kuantum, setidaknya pada level strata 1. Mekanika kuan- ”However, if you do not appreciate the mathematics, you cannot see, among the great variety of facts, that logic permits you to go from one to the other.” –R. P. Feynman– 1 Pendahuluan Mekanika kuantum, teori yang menjelaskan mengenai perilaku dunia mikro, telah menjadi sosok yang menakutkan di kalangan penuntut ilmu. Hal ini dikarenakan kerumitan matematika yang diperlukan untuk memahami teori tersebut. Di antara mereka mungkin ada yang melihat rumitnya proses penyelesaian persamaan Schrödinger d ~2 2 i~ Ψ(~r, t) = − ∇ + V (~r) Ψ(~r, t) (1) dt 2m untuk berbagai sistem kuantum. Ada pula yang melihat pada ketidak-laziman konsep yang ∗ disampaikan dalam kegiatan diskusi dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, tanggal 2 Mei 2013. Makalah ini sepenuhnya diketik dengan LATEX. 1 Tadris Fisika FT IAIN Walisongo M. Ardhi K. 2 tum tidak lain merupakan suatu model peluang, yang berbeda dari model peluang klasik. Model peluang ini disebut model peluang kuantum, yang komponen penyusunnya adalah aljabar von-Neumann dan keadaan-keadaan normal. Bagi siapa saja yang menghendaki pemahaman yang utuh mengenai bangunan matematis mekanika kuantum, maka pemahaman terhadap model peluang kuantum merupakan suatu keharusan. Namun dibalik kemegahan bangunan teori mekanika kuantum, ternyata tercatat jejak cacat di beberapa tempat. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa mekanika kuantum tidak lengkap. Untuk menunjukkan ketidaklengkapan mekanika kuantum, akan dibahas dua topik berikut : Sekilas tentang teori operator Dalam matematika, operator Ô pada ruang vektor V didefinisikan sebagai pemetaan dari ruang vektor V ke ruang vektor V juga, yakni Ô : V −→ V. (3) Termasuk ke dalam kategori ruang vektor adalah ruang Hilbert. Ruang Hilbert sendiri didefinisikan sebagai ruang vektor berproduk skalar h , i yang lengkap. Istilah lengkap di sini dimaksudkan bahwa setiap barisan Cauchy di dalam ruang tersebut selalu konvergen, relatif terhadap metrik d yang didefinisikan melalui produk skalar h , i menurut : 1. ketakpastian Heisenberg, d(ψ, φ) ≡ 2. persamaan Schroedinger. p hψ − φ, ψ − φi. (4) Selain itu, dijumpai pada beberapa buku teks adanya kesalahan penggunaan istilah terkait dengan obyek-obyek matematis yang digunakan dalam mekanika kuantum. Sebagai misal, terkadang ditemukan istilah swadamping (selfadjoint) disamakan dengan istilah hermitan, tanpa pensyaratan. Kemudian kesalahan lain yang juga terkadang ditemukan dalam buku teks mekanika kuantum adalah dituliskannya kaitan komutasi antara operator momentum linier p̂x dengan operator posisi x̂ seperti yang berikut ini[1, 2] Domain bagi operator Ô dituliskan sebagai dom(Ô). Jika Ô1 dan Ô2 dua operator pada ruang vektor V , maka umumnya tidak dapat dijamin bahwa setiap vektor v ∈ dom(Ô1 ) juga merupakan unsur di dom(Ô2 ). Hal ini bergantung pada definisi yang diberikan untuk Ô1 dan Ô2 . Setiap operator Ô di ruang Hilbert H, apapun jenisnya, memiliki himpunan yang termuat dalam himpunan semua bilangan kompleks C, yang disebut sebagai spektrum bagi operator tersebut. Spektrum bagi operator Ô didefinisikan menurut [x̂, p̂x ] = x̂p̂x − p̂x x̂ = i~. Sp(Ô) ≡ C\R(Ô), (2) Kedua hal tersebut, meskipun bukan merupakan kecacatan matematis dalam bangunan teori mekanika kuantum, tetapi termasuk yang akan dibahas dalam artikel ini. (5) dengan R(Ô) adalah himpunan resolvent operator Ô, yakni himpunan semua bilangan α ∈ C yang membuat operator (Ô − αÎ)−1 ada dan bersifat terbatas serta terdefinisikan secara rapat 2 Tadris Fisika FT IAIN Walisongo M. Ardhi K. di Ĥ. Di sini, Î merupakan operator identitas, yakni operator yang didefinisikan menurut I :H → H ψ 7→ Îψ ≡ ψ . 3. Di antara dua pengukuran yang berurutan, keadaan sistem kuantum berevolusi seiring dengan berubahnya waktu menurut persamaan Schroedinger gayut waktu d ~2 2 i~ Ψ(~r, t) = − ∇ + V (~r) Ψ(~r, t). dt 2m (8) (6) Berdasarkan definisi tersebut tentunya berlaku dom(Î) = H. Kemudian, sebuah operator Ô dikatakan terbatas jika norma operator tersebut, yang didefinisikan menurut kÔψk , ψ∈H kψk kÔk ≡ sup 4 kuantum tidak Asas-asas dalam teori mekanika kuantum menentukan batas bagi bangunan teori tersebut. Seperti disebutkan dalam asas pertama, setiap sistem kuantum diwakili oleh suatu ruang Hilbert. Tetapi sesungguhnya asas tersebut masih menyisakan suatu wilayah kosong (mekanika kuantum tidak berdiri di atasnya). Maksud dari kalimat tersebut adalah terdapat vektor dalam ruang Hilbert yang tidak dapat menyatakan keadaan kuantum. Atas dasar inilah dikatakan bahwa mekanika kuantum tidak lengkap. Telah disebutkan di atas bahwa sebuah besaran fisis O diwakilkan oleh sebuah operator Ô (yang swadamping), dan keadaan kuantum diwakilkan oleh vektor ψ dalam ruang Hilbert H. Penetapan ini menghadirkan konsekuensi bahwa vektor-vektor yang mewakili keadaan kuantum haruslah termuat di dalam domain operator Ô. Yakni, jika ψ ∈ H merupakan keadaan kuantum, maka haruslah berlaku ψ ∈ dom(Ô). Lebih lanjut lagi, jika ditinjau dua besaran fisis, yakni dua operator swadamping Ô1 dan Ô2 , maka setiap keadaan kuantum ψ ∈ H harus termuat di dalam irisan domain masing-masing operator tersebut, yakni harus berlaku ψ ∈ dom(Ô1 ) ∩ dom(Ô2 ). Sebuah operator Ô di H belum tentu memiliki domain yang sama dengan ruang Hilbert (7) bernilai berhingga. 3 Mekanika lengkap Asas-Asas Mekanika Kuantum Sesungguhnya kecacatan matematika mekanika kuantum bermula dari asas yang lazim ditetapkan, dan diungkapkan dalam berbagai buku mekanika kuantum. Sehubungan dengan permasalahan yang telah disebutkan dalam 1, berikut ini ditampilkan asas-asas yang terkait dengan permasalahan tersebut[3] 1. Setiap sistem kuantum berpadanan dengan suatu Ruang Hilbert H separabel (separable) dan keadaan-keadaan yang mungkin bagi suatu sistem kuantum diwakili oleh vektor-vektor satuan anggota ruang Hilbert itu. 2. Pada saat tertentu, misalkan saat t, besaran fisis O besaran fisika yang dapat diukur diwakili oleh operator swadamping (self adjoint) Ô yang bekerja pada H. 3 Tadris Fisika FT IAIN Walisongo M. Ardhi K. H itu sendiri. Hal ini bergantung pada definisi yang diberikan pada operator tersebut. Jika terjadi kondisi demikian, maka tentu ada vektor dalam ruang Hilbert yang tidak termuat di dalam domain operator tersebut. Vektor tersebut tentunya tidak layak untuk digunakan sebagai keadaan kuantum. Hal ini dikarenakan vektor tersebut tidak memuat informasi apapun mengenai besaran fisis yang diwakili oleh operator tadi. Seperti telah disebutkan di atas, untuk sembarang operator Ô1 dan Ô2 di H tidak selalu memenuhi dom(Ô1 ) = dom(Ô2 ). Terlebih lagi jika ditinjau beberapa operator, katakanlah Ô1 , . . . , Ôn , yang umumnya tidak memiliki domain yang sama dengan ruang Hilbert H tempat mereka beroperasi. Maka pada kondisi seperti ini hanya vektor-vektor ψ ∈ dom(Ô1 ) ∩ . . . ∩ dom(Ôn ) yang dapat digunakan sebagai keadaan kuantum. Pada kondisi ini pula, bahkan sebuah vektor yang termuat dalam domain suatu operator boleh jadi tidak termuat dalam domain operator lain. Vektor yang demikian, meskipun termuat dalam domain salah satu operator, tidak dapat digunakan sebagai keadaan kuantum. Sampai di sini tentunya dapat dipahami bahwa asas-asas mekanika kuantum membuat tersingkirkannya vektor-vektor yang tidak termuat dalam irisan domain operator-operator swadamping yang mewakili besaran fisis. Tetapi jika sebagai ruang yang menampung keadaan-keadaan kuantum adalah ruang yang unsurnya adalah vektor-vektor yang termuat dalam irisan domain operator-operator tersebut, maka dapat dipastikan bahwa ruang tersebut tidak akan bersifat lengkap (secara Cauchy), sehingga bukan lagi merupakan ruang Hilbert. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pada ruang tersebut tidak boleh diterapkannya teorema-teorema hanya berlaku pada ruang Hilbert. 5 yang Ketakpastian Heisenberg Seperti yang telah ditunjukkan pada pembahasan sebelumnya, pemahaman terhadap teori operator akan memberikan pandangan yang lebih jelas mengenai kecacatan dalam mekanika kuantum. Pemahaman tersebut juga akan diterapkan dalam pembahasan mengenai ketakpastian Heisenberg. Ketakpastian Heisenberg, sebagai sebuah konsekuensi dari asas-asas mekanika kuantum[4, 2], tampil dalam bentuk[3] 1 2 2 (∆Âψ ) (∆B̂ψ ) ≥ h[Â, B̂]iψ . (9) 2i Ketaksamaan tersebut berbicara mengenai keterbatasan hasil pengukuran sembarang dua besaran A dan B. Pada keadaan ψ, jika kedua operator  dan B̂ yang masing-masing mewakili besaran A dan B tidak rukun, yakni [Â, B̂] 6= 0, maka hasil pengukuran besaran A membatasi hasil pengukuran besaran B, begitu juga sebaliknya. Pada kondisi demikian, jika besaran A berhasil diukur dengan ketakpastian yang cukup kecil, maka pengkuran besaran B pada saat yang sama akan memiliki ketakpastian yang cukup besar sedemikian rupa sehingga ketaksamaan (9) dipenuhi. Tetapi sebaliknya jika pada keadaan ψ kedua operator tersebut rukun, yakni [Â, B̂] = 0, maka pengukuran kedua besaran A dan B pada saat yang sama tidak akan saling bergantung satu dengan lainnya. Pada kondisi ini, ketakpastian pengukuran dua besaran tersebut masingmasing secara prinsip dapat dibuat bernilai nol. Tetapi dari bentuk ketaksamaan (9) terdapat konsekuensi yang harus diterima, terkait dengan ψ ∈ H yang terlibat di dalamnya. Jika 4 Tadris Fisika FT IAIN Walisongo M. Ardhi K. dom(Â) = dom(B̂) = H, maka tentu saja dom([Â, B̂]) = H. Namun beberapa operator besaran fisika tidak terdefinisikan di mana-mana sehingga ψ yang terlibat dalam ketaksamaan (9) perlu disesuaikan. Secara umum untuk sembarang dua operator  dan B̂ berlaku perilaku evolusi keadaan kuantum gayut waktu Ψ(~r, t) di antara dua pengukuran. Tidak bergantungnya potensial V terhadap waktu t, memungkinkan penyelesaian persamaan (1) dengan metode pemisahan peubah[1, 2, 4], yakni Ψ(~r, t) ≡ ϕ(~r)f (t), (14) (10) dengan ϕ ∈ H suatu fungsi yang hanya bergantung pada ~r , dan f (t) suatu fungsi yang hanya Lebih tepatnya, dapat dituliskan bergantung pada t. Dengan metode tersebut, dihasilkan persamaan Schroedinger tak gayut dom([Â, B̂]) ≡ {ψ ∈ dom(Â) ∩ dom(B̂)| waktu Âψ ∈ dom(B̂) ∧ B̂ψ ∈ dom(Â)}. Ĥϕ = Eϕ, (15) (11) dengan E merupakan energi sistem kuantum Ketaksamaan (9) mengharuskan setiap ψ yang yang keadaannya diwakili oleh ϕ. Persamaan dilibatkan termuat dalam dom([Â, B̂]). Bahkan (15) merupakan persamaan swanilai (eigen value suatu ψ yang termuat dalam dom(Â) ∩ dom(B̂), equation). Operator Hamiltonan Ĥ mewakili beberdasarkan definisi dom([Â, B̂]) yang diberikan saran energi E. Bentuk Ψ(~r, t) sesungguhnya dalam (11), belum tentu dapat digunakan merupakan lintasan di ruang Hilbert H. Adanya persamaan (1) atau lebih khususnya dalam ketakpastian Heisenberg. Sebagai kon(15), jelas telah membatasi penggunaan ψ ∈ H. sekuensinya, ψ ∈ H yang demikian tidak dapat digunakan untuk mewakili suatu keadaan kuan- Setiap keadaan kuantum ψ, berdasarkan kedua tum. Lagi-lagi hal ini telah membatasi penggu- persamaan tersebut, harus termuat di dalam dom(Ĥ). Tetapi persyaratan ini tidak menjamin naan ψ ∈ H. bahwa ψ tersebut termuat dalam domain operator lain. 6 Persamaan Schroedinger Permasalahan ini sekali lagi telah menghadirkan konsekuensi terbatasinya vektorPersamaan Schroedinger seperti yang ditampilvektor dalam ruang Hilbert H yang dapat kan dalam pers.(1), dapat dituliskan menjadi digunakan untuk mewakili keadaan kuantum. d i~ ψ = Ĥψ, (12) dt dom([Â, B̂]) ⊂ dom(Â) ∩ dom(B̂). 7 dengan Ĥ didefinisikan sebagai Ĥ ≡ − ~2 2 ∇ + V (~r). 2m (13) Sesungguhnya swadamping (self-adjoint) tidak sama dengan hermitan Operator Ĥ disebut sebagai operator Hamilto- Seperti disebutkan dalam asas pertama di atas, nan. Persamaan Schroedinger (1) menjelaskan unsur dalam ruang Hilbert, yang disebut sebagai 5 Tadris Fisika FT IAIN Walisongo M. Ardhi K. tor swadamping, bukan operator hermitan. vektor, mewakili keadaan kuantum suatu sistem kuantum. Maka besaran (fisis) kuantum diwakili oleh operator swadamping yang memetakan sebuah vektor ke vektor lain dalam suatu ruang Hilbert. Jika sebuah operator mewakili suatu besaran fisis, maka spektrum bagi operator tersebut berisikan nilai-nilai yang mungkin keluar pada pengukuran besaran fisis tersebut. Digunakannya operator yang swadamping dikarenakan terjaminnya unsur-unsur yang berupa bilangan riil pada spektrum bagi operator tersebut. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa hasil pengukuran besaran fisis selalu berupa bilangan riil. Membahas mengenai definisi operator swadamping dan operator hermitan akan menampilkan kerumitan tersendiri sebelum dapat mengambil gambaran perbedaan antara keduanya. Oleh karena itu, ada baiknya penulis akan tampilkan langsung perbandingan antara kedua operator tersebut. Operator swadamping, apakah bersifat terbatas (bounded) ataupun tak terbatas (unbounded), bekerja di ruang Hilbert berdimensi berhingga maupun tak berhingga, selalu sekaligus merupakan operator hermitan. Hal yang sebaliknya tidak berlaku. Tetapi jika ruang Hilbert yang dilibatkan berdimensi berhingga, maka setiap operator hermitan pasti sekaligus merupakan operator swadamping. Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa secara umum kedua operator tersebut, yakni operator swadamping dan operator hermitan, bukanlah operator yang sama. Kedua istilah tersebut hanya dapat dipertukarkan manakala ruang Hilbert yang dilibatkan dalam pembicaraan berdimensi berhingga. Maka untuk memberikan bangunan teori yang tepat secara matematis, seharusnya yang digunakan sebagai operator yang akan mewakili besaran fisis adalah opera- 8 [x̂, p̂x ] 6= i~ Dalam membahas kaitan komutasi antara operator x̂ dengan p̂x beberapa penulis buku sampai pada kesimpulan seperti yang tertera pada pers.(2). Berikut ini langkah yang biasa ditempuh sampai pada kesimpulan tersebut. Dalam wakilan posisi, kedua operator tersebut masing∂ masing berbentuk x dan hi ∂x . Maka untuk mencari kaitan komutasi antara kedua operator tersebut, komutator kedua operator tersebut dikenakan pada sebuah ψ ∈ H seperti berikut ini h ∂ [x̂, p̂x ]ψ = x, ψ i ∂x h ∂ h ∂ = x − x ψ i ∂x i ∂x h ∂ h ∂ (16) =x ψ− (xψ) i ∂x i ∂x h ∂ h h ∂ =x ψ− ψ−x ψ i ∂x i i ∂x h = − ψ = i~ψ. i Sampai di sini beberapa penulis ada yang mengambil kesimpulan berlakunya kaitan komutasi[1, 2] [x̂, p̂x ] = i~. (17) Padahal secara matematis hal tersebut tidaklah tepat. Karena komutator dua buah operator juga merupakan operator, maka sisi kanan pers.(17) juga harus merupakan operator di H. Oleh karena itu sesungguhnya pers.(17) seharusnya (atau dapat ditafsirkan) berbentuk [x̂, p̂x ] = i~Î, 6 (18) Tadris Fisika FT IAIN Walisongo M. Ardhi K. dengan Î operator identitas di H. Tetapi pada hampir semua kasus fisis, domain komutator [p̂x , x̂] tidaklah sama dengan H, yakni dom([x̂, p̂x ]) 6= H. Sehingga ungkapan seperti dalam pers.(17) tidak dapat dibenarkan secara matematis. Kaitan komutasi antara operator p̂x dan x̂ yang benar adalah [x̂, p̂x ]ψ = i~ψ, untuk setiap ψ ∈ dom([x̂, p̂x ]). 9 Overview teori operator tidak diajarkan pada kuliah standar mekanika kuantum, baik itu di tingkat S1 fisika maupun S2 Ilmu fisika, kesalahan konsep tersebut tetap harus dihindari dalam penyampaian materi mekanika kuantum kepada mahasiswa. Dengan menunjukkan kesalahan konsep yang ada pada beberapa buku teks mekanika kuan(19) tum, diharapkan mahasiswa terdorong untuk mengkaji lebih dalam teori mekanika kuantum. Setidaknya, pengajar telah berusaha untuk tidak terjatuh dalam kesalahan menyampaikan materi mekanika kuantum. 10 Kecacatan pada mekanika kuantum seperti yang telah ditunjukkan di atas bermuara pada asas yang digunakan sebagai fondasi bangunan mekanika kuantum. Kecacatan tersebut secara mudah dapat diungkapkan sebagai ketidaklengkapan mekanika kuantum. Rosyid[6] bersama dengan penulis[3] telah membuat suatu formulasi baru dengan menawarkan konsep peluang majemuk. Tetapi meskipun konsep tersebut mampu menghindari permasalahan ketidaklengkapan mekanika kuantum, sampai saat ini belum terselesaikan secara sempurna.1 Untuk menyelesaikan konsep tersebut, perlu melibatkan kajian di bidang geometri ruang Wasserstein, salah satu topik kajian dalam bidang matematika yang sedang berkembang. Kemudian terkait permasalahan kesalahan konsep dalam mekanika kuantum seperti yang tampak di beberapa buku teks standar mekanika kuantum, menurut penulis hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman penulis buku tersebut terhadap teori operator. Meskipun Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid, yang telah membimbing penulis, terutama dalam penelitian tesis mengenai topik Peluang Majemuk[3], sehingga dari sebagian dalam tesis tersebut dapat dituangkan ke dalam makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pimpinan Fakultas Tarbiyah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyampaikan makalah ini dalam kegiatan diskusi dosen pada tanggal 2 Mei 2013. Daftar Pustaka [1] Goswami, A., Quantum Mechanics (Wm. C. Brown Publisher, ,1992) [2] Griffith, D., Introduction to Quantum Mechanics (2nd Edition) (Pearson Prentice Hall, , 2004) [3] Khalif, M. A., Peluang Majemuk : Sebuah Inspirasi Dari Mekanika Kuantum UnFormulasi baru ini akan diselesaikan dalam penelitian tuk Matematika, Dan Untuk Kembali Ke selanjutnya, atau dalam disertasi penulis, insya Allah. 1 7 Tadris Fisika FT IAIN Walisongo M. Ardhi K. Mekanika Kuantum, Tesis S2 (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010) [4] Rosyid, M. F., Mekanika Kuantum : Model Matematis Bagi Fenomena Alam Mikroskopis - Tinjauan Nonrelativistik [5] Boccara, N., Functional Analysis : An Introduction for Physicists (Academic Press Inc, San Diego, 1990) [6] Rosyid, M. F., A Varian of Kolmogorov Probability Emerging From Quantum Theory (The 3rd Asian Physics Symposium, Bandung,2009) 8