BAB II LANDASAN TEORITIS

advertisement
7
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Persediaan
1. Pengertian Persediaan
Setiap perusahaan
yang bergerak dalam bidang industri dan
perdagangan tentunya memiliki persediaan. Persediaan merupakan
komponen terpenting dalam perusahaan. Sebelum mengetahui definisi
perputaran, maka sebelumnya perlu diketahui segala sesuatu yang
berhubungan dengan persediaan.
Dalam perusahaan dagang persediaan mewakili barang-barang yang
tersedia untuk dijual. Definisi barang yang diklarifikasikan sebagai
persediaan berbeda sesuai lingkup aktivitas dalam operasi perusahaan yang
berkesinambungan dibutuhkan ,diganti ataupun dijual kembali. Persediaan
secara umum dapat ditujukan untuk barang-barang yang dimiliki oleh
perusahaan dagang baik usaha grosir maupun retail. Persediaan
didefinisikan secara berbeda oleh para ahli, sehingga perlu memperhatikan
beberapa definisi agar jelas mengenai persediaan.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia No.14 (2004 : 14.2)
Persediaan adalah aktiva:
a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan
c. Dalam bentuk bahan dan atau perlengkapan (supplies) untuj
digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
8
Margaretha (2005 : 142) mendefinisikan persediaan sebagai berikut:
Persediaan merupakan sejumlah bahan atau barang yang disediakan
oleh perusahaan baik barang jadi, barang mentah atau barang dalam
proses yang disediakan dalam menjaga kelancaran dan peran
perusahaan guna memenuhi permintaan konsumen setiap waktu.
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat dinyatakan bahwa persediaan
itu meliputi persediaan bahan baku, barang dalam proses, barang jadi
maupun barang dagang.
Persediaan diperlukan untuk menjaga kelancaran operasi perusahaan
dalam memenuhi permintaan konsumen setiap waktu. Karena persediaan
merupakan unsur terbesar dalam aktiva dan berkaitan langsung dengna
kegiatan utama perusahaan, terutama dalam perusahaan industri. Jika tidak
tersedia salah satu jenis persediaan maka proses produksi akan terganggu.
Bagi perusahaan dagang persediaan harus cepat terjual, karena tidak cepat
terjual akan mengurangi laba baik karena persediaan yang terallu tinggi
juga ada kemungkinan barang menjadi rusak, oleh karena itu perusahaan
harus memperhatikan perputaran persediaannya untuk mendapatkan laba
yang maksimal.
Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa
tingkat perputaran persediaan mengukur kemampuan perusahaan dalam
memutarkan barang gadangannya dan menunjukkan hubungan anatar
barang yang diperlukan untuk menunjang atau mengimbangi tingkat
penjualan yang telah ditentukan, serta efesiensi persediaan dapat dilihat
dari tingkat perputaran persediaan. Perputaran persediaan merupakan salah
satu ukuran efesiensi perusahaan dalam penggunaan aktiva terutama aktiva
9
lancar. Semakin cepat perputaran persediaan maka akna semakin efesien
penggunaan persediaan dalam suatu persediaan.
2. Klasifikasi Persediaan
Pada setiap perusahaan baik yang berbentuk perusahaan dagang
maupun industri mempunyai cara yang berbeda dalam mengelompokkan
persediaan barang yang dimiliki. Selama itu jenis dari persediaan dari
kedua jenis perusahaan tersebut berbeda.
Menurut Richardus.E dan Richardus.D (2003 : 8) Persediaan yaitu :
a. Bahan Baku
Bahan mentah yang belum di olah, yang akan di olah menjadi barang
jadi, sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan.
b. Bahan Setengah Jadi
Hasil olah bahan mentah sehingga menjadi barang jadi yang
sebagian akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi dan sebagian
kadang-kadang dijual seperti apa adanya untuk menjadi bahan baku
perusahaan lain.
c. Barang Jadi
Barang sudah selesai diproduksi atau diolah yang merupakan hasil
utama perusahaan yang bersangkutan dan siap untuk dipasarkan atau
dijual.
d. Barang Umum dan Suku Cadang
Segala jenis barang dan suku cadang yang digunakan dalam operasi
menjalankan perusahaan / pabrik untuk menentukan peralatan yang
digunakan.
e. Bahan Untuk Proyek
Barang-barang yang ditumpuh menunggu pemasangan dalam bentuk
proyek baru.
f. Barang Dagang
Barang yang dibeli, sudah menjadi barang jadi dan disimpan
digudang menunggu penjualan kembali dengan keuntungan tertentu.
10
3. Sistem Pencatatan Persediaan
Menurut Warren et.al (2005 : 447) yang diterjemahkan oleh Ariah dan
Amanugrahani, ada 2 ,etode untuk mengetahui kuantitas persediaan yang
belum terjual pada akhir periode, yaitu:
a. Sistem Perpetual
Dalam sistem perpetual semua kenaikan dan penurunan barang
dagang dicatat dengna cara yang sama seperti mencatat kenaikan
dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal
periode akan mengindikasikan jumlah stok pada tanggal tersebut.
Pembelian dicatat dengan mendebit persediaan barang dagang dan
mengkredit atas utang tersebut. Pada tanggal penjualan harga pokok
penjualan yang di jual dicatat dengan mendebet HPP dan
mengkredit Persediaan.
b. Sistem Periodik
Dalam sistem persediaan periodik, hanya pendapatan yang dicatat
setiap kali penjualan dilakukan. Tidak ada jurnal untuk harga pokok
penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan fisik
dilakukan untuk menentukan biaya akhir persediaan dan HPP.
Dari penjelasan diatas, sistem perpetual merupakan cara yang lebih baik
untuk menentukan persediaan barang, karena lebih memudahkan dalam
penyusunan laporan keuangan serta dalam hal pengawasan barang-barang
yang ada di gudang. Pada sistem ini dibuat buku pembantu persediaan
untuk masing-masing jenis barang yang ada. Sedangkan buku besar
11
perkiraan persediaan barang merupakan rekening kontrol atas bukti
perubahan persediaan tersebut.
4. Sistem Penilaian Persediaan
Menurut Warren et.al (2005 : 448) yang diterjemahkan oleh Ariah dan
Amanugrahani, ada 3 metode yang sering dipergunakan dalam melakukan
penilaian persediaan yaitu:
a. Metode Identifikasi Fisik
b. Metode Asumsi Harga Pokok
1. Metode First in - First Out
2. Metode Last in – First Out
3. Metode Average
c. Metode selain Harga Pokok
1. Metode Laba Kotor
2. Lower Cost or Market (LCM)
3. Metode Eceran
a. Metode Identifikasi Fisik
Metode identifikasi ini merupakan menilai persediaan pada akhir
periode berdasarkan hasil identifikasi fisik terhadap persediaan yang
belum dijual. Identifikasi ini bisa berupa harga, nama, symbol dan
lainnya. Oleh karena itu nilai akhir persediaan merupakan sisa barang
yang masih ada digudang yang diperoleh dengna melekukan
perhitungan.
12
Metode ini hanya digunakan perusahaan yang mempunyai jumlah
produk yang terlalu banyak. Tetapi metode ini menimbulkan masalah,
antara lain tidak memperhitungkan terjadinya kehilangan barang, tidak
memperlihatkan barang yang rusak dan tidak memperhatikan catatan
akuntansinya.
b. Metode Asumsi Harga Pokok
Dalam metode ini harga pokok persediaan akhir akan dicantumkan
dalam neraca dan tidak terdapat eprbedaan antara harga pokok
persediaan dengan nilai persediaan pada neraca. Metode ini terdiri dari
metode FIFO, LIFO, Rata-rata.
1. Metode FIFO
Metode ini dijelaskan atas asumsi bahwa hanya barang yang sudah
terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu
masuk. Dengan demikian persediaan akhir dinilai menurut harga
pembelian barang terakhir masuk.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.14
tahun 2007 paragraf 21 menjelaskan bahwa:
Formula FIFO mengasumsikan barang dalam persediaan yang
dibeli pertama akan digunakan terlebih dahulu sehingga yang
tertinggal dalam persediaan adalah yang belum dibeli atau
diproduksi kemudian.
Tujuan digunakan metode FIFO ini mendeteksi aktivitas fisik
barang, maka metode FIFO hampir sama dengan identifikasi fisik.
Metode
ini
mencerminkan
perputaran
persediaan
yang
sesungguhnya dan dalam metode ini tidak diperkenaankan adanya
13
mani laba karena perusahaan tidak bebas menulis item-item harga
perolehan tertentu dibebankan pada biaya.
2. Metode LIFO
Metode ini mengasumsi bahwa barang yang dibeli terakhir adalah
barang yang dijual dan dikeluarkan lebih dahlu. Dengan demikian
harga perolehan barang yang dibeli paling akhir akan dialokasikan
terlebih dahulu sebagai harga pokok penjualan. Oleh karena itu nilai
persediaan akhir ditentukan dengan mengambil harga perolehan
pertama dari barang yang dibeli paling awal dan kemudian bergerak
maju samapi unit yang ada dalam persediaan mendapatkan harga
perolehan.
Dalam metode ini laba yang ditampilkan bersifat nyata atau sesuai
dengan keadaan dimana untuk memperoleh persediaan yang
berharga penjualan sama dengna harga sekarang.
Laba yang ditampilkan dengan metode LIFO ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan metode FIFO. Hal ini mengakibatkan
pengenaan pajak dari metode LIFO lebih rendah dari metode
lainnya akibat dari jumlah laba yang kecil.
3. Metode Rata-Rata
Metode ini menggunakan seluruh harga perolehan yang akan
digunakan untuk menghitung harga persediaan barang yang dijual
atau barang yang masih ada dalam persediaan atau dapat
diasumsikan bahwa setiap ditentukan berdasarkan biaya rata-rata
14
dari brang yang serupa pada awal periode dari barang serupa yang
dibeli atau diproduksi selama periode tersebut. Harga pokok
persediaan didapat dengan membagi harga barang yang dapat dijual
(harga persediaan awal ditambah pembelian) dengan jumlah arus
yang tersedia untuk dijual.
Pada perpetual harga persediaan rata-rata tidak dilakukan pada akhir
periode melainkan pada setiap terjadi transaksi pembelian. Metode
penilainnya diasumsikan dengan metode harga perolehan per unit
yang tidak sama dengan harga rata-rata per unit sebelumnya.
c. Metode selain Harga Pokok
1. Metode Laba Kotor
Metode ini digunakan oleh perusahaan yangs sedang mengalami
bencana yang mengakibatkan sebagian persediaan dan sebagian
catatan mengenai persediaan tidak tersedia atau hilang. Oleh karena
itu persediaan yang ada pada saat terjadi bencana harus diestimasi.
Untuk mengestimasi persediaan perusahaan menggunakan metode
gross profit. Metode laba kotor diasumsikan sebagai berikut:
a. Perseidaan awal ditambah pembelian harus sama dengan total
barang yang dihitung atau dipertanggungjawabkan.
b. Barang yang belum terjual harus ada dalam gudang atau
ditangan penjual.
15
c. Jika penjualan dikurangi harga pokok dikurangi dengan jumlah
persediaan awal ditambah dengan pembelian hasilnya adalah
persediaan akhir.
Adapun langkah-langkah untuk mengestimasi persediaan akhir
dengan metode laba kotor adalah:
a. Mengestimasikan penjualan selama periode tersebut
b. Menghitung besarnya laba kotor yang diperoleh perusahaan
c. Menghitung HPP selama periode tersebut
d. Mengestimasikan persediaan akhir perusahaan.
2. Lower Cost or Market (LCM)
Metode ini diasumsikan jika kondisi perusahaan dalam situasi tidak
normal menyebabkan terjadinya perubahan harga yang signifikan
padahal seharusnya persediaan tersebut harus dihapuskan. Oleh
karena ini persediaan dinilai pada harga yang terendah antara harga
pokok penjualan denngna harga pasar, dibatasi tidak lebih dari nilai
bersih yang dapat direalisasikan dikurangi dengan margin laba
normal.
3. Metode Eceran
Konsep yang mendasari metode ini adalah adanya hubungan dekat
antara harga pokok dengan harga jual yang biasanya dinyatakan
dalam persentase harus ditetapkan terlebih dahulu. Untuk itu
perusahaan mempunyai catatan mengenai harga jual daris emua
barang yang ada.
16
B. Perputaran Persediaan
Menurut Sugiyarso dan Winarni (2006 : 39) “ Rasio perputaran
persediaan mengukur berapa kali persediaan perusahaan telah dijual selama
periode tertentu”. Perputaran persediaan menurut Sofyan (2004 : 203) adalah
Perputaran persediaan merupakan angka yang menunjukkan kecepatan
penggantian persediaan dalam suatu periode tertentu, biasanya satu
tahun. Angka ini diperoleh dengan membagi semua harga persediaan
yang terdiri dari bahan dan barang- barang yang dipergunakan selama
setahun dengan jumlah nilai rata-rata persediaan.
Rumus dari perputaran persediaan Harahap (2004 : 308) ialah:
Rata-rata Persediaan = Persediaan awal + Persediaan akhir
2
Perputaran Persediaan = Harga pokok penjualan
Rata-rata persediaan
Rasio ini adalah untuk mengukur sampai berapa jauh efesiensi perusahaan
dalam mengelolah dan menjual persediaannya. Perputaran persediaan yang
tinggi menunjukkan semakin tingginya tingkat permintaan atau penjualan
produk perusahaan, semakin efisiennya kinerja manajemen persediaan dan
mungkin semakin tingginya laba yang diperoleh.
Walaupun demikian tingkat perputaran persediaan yang tinggi juga dapat
memberikan indikasi tentang kekurangan stok persediaan, yang karenanya
dapat menyebabkan kehilangan order penjualan.
Bila dana perusahaan secara berlebihan terikat pada persediaan, maka
perputaran persediaan akan menjadi rendah. Hal ini dapat menyebabkan
perusahaan mengalami kesulitan arus kas dan modal kerja. Apalagi bila
17
perusahaan ternyata tidak berhasil dalam pemasaran produknya. Disamping
hasil penerimaan dari penjualan menjadi rendah, persediaan barangnya jadi
meningkat.
C. Rentabilitas
1. Pengertian Rentabilitas
Rentabilitas
didefinisikan
sebagai
“kemampuan
perusahaan
menghasilkan keuntungan dengan menggunakan modal yang tertanam
didalamnya” (Budi, 2005 : 122).
Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba. Rentabilitas sering dipergunakan untuk mengukur
efisiensi penggunaan modal didalam suatu perusahaan, maka rentabilitas
ekonomi sering pula dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan
dengan seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba.
Rentabilitas dikaitkan dengan modal kerja adalah diukur dengan penjualan
dikurangi biaya atau laba operasi. Rentabilitas dianggap penting karena:
a) Rentabilitas mencerminkan kemampuan manajemen perusahaan
dalam mengolah perusahaan.
b) Rentabilitas perusahaan yang tinggi akan memperkecil resiko tidak
dapat membayar kewajiban-kewajiban dan resiko kebangkrutan.
c) Rentabilitas perusahaan menggambarkan sejauh mana aktiva
manajemen dalam mengolah perusahaan.
18
Laba perusahaan dapat meningkat melalui dua cara yaitu meningkatkan
pendapatan dari penjualan dan menurunkan biaya-biaya. Pendapatan dari
penjualan dapat dinaikkan dengan meningkatkan investasi yang mampu
menghasilkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi, sedangkan biaya dapat
dikurangi dengan meningkatkan efisiensi pengeluaran pada pos-pos
tertentu.
Demikian pula laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas
ekonomi hanyalah laba yang berasal dari operasi perusahaan, yaitu yang
disebut laba usaha (net operating income). Dengan demikian, maka laba
yang diperoleh dari usaha-usaha diluar perusahaan tidak diperhitungkan
dalam menghitung rentabilitas ekonomi.
Rentabilitas
ekonomi
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
memperoleh laba dengan seluruh kekayaan (aktiva) yang tersedia. Rasio
rentabilitas bertujuan mengukur efesiensi aktivitas perusahaan dan
kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Misalnya, margin
perusahan (profit margin), margin laba kotor (gross profit margin),
perputaran aktiva (operating assets turn over), imbalan hasil dari investasi
(return on investment) dan rentabilitas , modal sendiri (return on equity).
2. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan
keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Profitabilitas
19
merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian penting karena
untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada
dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya
keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal
dari luar. Dalam melakukan analisis perusahaan, disamping melihat
laporan keuangan perusahaan, juga bisa dilakukan dengan menggunakan
analisis rasio keuangan.
Van Horne, Wachowics (2005:222), menjelaskan rasio profitabilitas
adalah “rasio keuangan yang menghubungkan laba dengan penjualan
investasi pada perusahaan”.
Rasio profitabilitas terbagi lagi menjadi dua jenis rasio, yaitu :
1.
Rasio profitabilitas yang terkait dengan penjualan
2.
Rasio yang berkaitan dengan investasi.
Kasmir (2008:197) menjelaskan bahwa:
Hasil pengukuran dapat dijadikan sebagai alat evaluasi kinerja
manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif
atau tidak. Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai
bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus
kemungkinan untuk menggantikan manajemen yang baru terutama
setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Oleh karena itu,
rasio profitabilitas ini sering disebut sebagai salah satu alat ukur
kinerja manajemen.
Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan
antara keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok
perusahaan dengan kekayaan atau asset yang dimiliki untuk menghasilkan
keuntungan perusahaan (operating asset).
20
Menurut Abbas Kartadinata (1983 : 22) pada dasarnya profitabilitas
dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
1. Perbandingan laba terhadap penjualan.
2. Perbandingan laba terhadap aktiva.
Perbandingan antara laba dengan penjualan dikenal dengan profit on
sales, sedangkan perbandingan antara laba dengan aktiva dikenal dengan
return on assets, sering juga disebut dengan rentabilitas.
3. Jenis Rentabilitas
Rentabilitas dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu rentabilitas
ekonomis dan rentabilitas modal sendiri (Budi, 2005 : 122)
1) Rentabilitas Ekonomis (Return On Asset =ROA)
Rentabilitas ekonomis (earning power) menunjukkan “persentase
perbandingan antara laba operasi (sama dengan EBIT) dengan modal
sendiri dan modal asing yang digunakan (sama dengan total aktiva)”
(Sugiyarso dan Winarni, 2005 : 118).
Selain itu rentabilitas ekonomis adalah “perbandingan laba sebelum
bunga dan pajak (laba usaha) dengan total aktiva” (Agnes, 2005 : 19).
Rentabilitas ekonomis adalah “perbandingan antara laba usaha atau
keuntungan sebelum bunga dan pajak (laba usaha) dengan seluruh
aktiva atau kekayaan perusahaan” (Budi, 2005 : 122). Rentabilitas
ekonomis dimaksudkan sebagai kumpulan suatu perusahaan dengan
seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba.
Modal yang diperhitungkan untuk rentabilitas ekonomis hanya modal
yang bekerja didalam perusahaan (operating asset). Dengan demikian
maka laba yang diperoleh dari usaha diluar perusahaan tidak
diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomis.
Menurut Arief Sugiono ( 2008 : 71) “Rasio return on asset mengukur
tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh asset yang ada”. Atau
rasio ini menggambarkan efesiensi pada dana yang digunakan dalam
perusahaan, oleh karena itu sering pula rasio ini disebut (return on
investment).
ROA = Laba Bersih x 100%
Total Aktiva
21
Jika perusahaan mempunyai rasio 4,88%, artinya perusahaan mampu
mengelola setiap asset Rp1,- untuk menghasilkan keuntungan sebesar
Rp0,05 atau 4,88%. Semakin tinggi ROA, berarti perusahaan mampu
mendayagunakan asset dengan baik untuk memperoleh keuntungan.
2) Rentabilitas Modal Sendiri (Return On Equity = ROE)
Rentabilitas modal sendiri adalah “perbandingan antara keuntungan
bersih dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan bagian
keuntungan yang berasal dari modal sendiri” ( Budi, 2005 : 122). Laba
yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas modal sendiri
adalah laba usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing dan
pajak perseroan (income tax). Sedangkan modal yang diperhitungkan
hanyalah modal sendiri yang bekerja dalam perusahaan.
Menurut Arief Sugiono (2008 : 72) “Rasio ini mengukur tingkat
pengembalian dari bisnis atas seluruh modal yang ada”. ROE
merupakan salah satu indikator yang digunakan pemegang saham untuk
mengukur keberhasilan bisnis yang dijalani. Rasio ini dapat disebut
juga dengan istilah rentabilitas modal sendiri.
ROE = Laba besih x 100%
Total Ekuitas
Jika perusahaan mempunyai rasio 16.67%, artinya perusahaan mampu
mengelola modal sendiri sebesar Rp1,- untuk menghasilkan keuntungan
sebesar Rp0,17 atau 16,67%.
Hubungan antara rentabilitas ekonomis terhadap rentabilitas modal
sendiri adalah pengaruh dari perubahan rentabilitas ekonomis terhadap
rentabilitas modal sendiri pada berbagai penggunaan modal asing. Dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa dalam keadaan yang dimiliki suatu
perusahaan yang menggunakan modal asing lebih besar akan mendapatkan
kenaikan rentabilitas modal sendiri yang lebih besar dari pada perusahaan
lain yang mempunyai jumlah modal asing yang lebih kecil.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Rentabilitas Ekonomis
Tinggi rendahnya rentabilitas ekonomis dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
1) Operating Profit margin
22
Yang dimaksud dengan operating profit margin adalah “perbandingan
antara laba usaha dengan penjualan bersih” (Agnes, 2005 : 19). Rasio
ini
digunakan
untuk
mengukur
seberapa
banyak
keuntungan
operasional yang harus diperoleh dari setiap rupiah penjualan.
Besar kecilnya laba usaha tergantung pada hasil penjualan dan besarnya
biaya usaha. Dengan jumlah biaya usaha tertentu keuntungan operasi
dapat diperbesar dengan memperbesar penjualan dengan jumlah
penjualan tertentu. Keuntungan operasi dapat diperbesar dengan
menekan atau memperkecil biaya usaha.
2) Assets Turnover
Assets Turnover (perputaran Aktiva) yaitu “kecepatan berputarnya total
aktiva dalam suatu periode tertentu” (Agnes, 2005 : 19). Digunakan
untuk mengukur seberapa banyak penjualan bisa diciptakan dari setiap
rupiah aktiva yang dimiliki.
Perputaran tersebut ditentukan dalam membagi penjualan bersih dengan
total aktiva usaha. Tingkat perputaran aktiva usaha untuk mengukur
efesiensi penggunaan aktiva yang digunakan untuk menghasilkan
penjualan.
Dalam menghitung tingkat perputaran aktiva ini selain dapat
menggunakan total aktiva sebagai dasar perbandingan dapat pula
menggunakan total aktiva usaha.
23
5. Cara Meningkatkan Rentabilitas
Menurut Arief Sugiono (2008 : 77) cara meningkatkan rasio ini, yaitu:
1) Rentabilitas Ekonomis (Return On Asset =ROA)
a) Meningkatkan laba atau meningkatkan penjualan
b) Menekan pengeluaran
Rentabilitas Ekonomis =
Laba bersih sesudah pajak
(Return On Asset /ROA)
Total aktiva
2) Rentabilitas Modal Sendiri (Return On Equity = ROE)
a) Mengurangi modal pemegang saham dan meningkatkan kewajiban
b) Mengurangi aktiva
Rentabilitas Modal Sendiri = Laba bersih sesudah pajak
(Return On Equity / ROE )
Modal sendiri
D. Penelitian Sebelumnya
1. Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan hubungan perputaran
persediaan dengan rentabilitas ekonomis oleh Dian Hesti (2007) dengan
judul “Pengaruh perputaran persediaan terhadap Rentabilitas Ekonomis
pada Perusahaan Barang Konsumsi di BEI”, dengan mengambil 14
perusahaan yang terdaftar secara konsisten dan perusahaan yang
menerbitkan laporan keuangan selama 2004-2005. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa perputaran persediaan tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan dengan rentabilitas ekonomis perusahaan.
2. Penelitian terdahulu dilakukan juga oleh Hasan Bisri (2009) dengan judul
“Analisis Pengaruh Perputaran Persediaan dan Pertumbuhan Penjualan
24
terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Sektor Industri Barang
komsumsi di BEI”. Penelitian mengggunakan 16 perusahaan. Hasil
menunjukkan bahwa perputaran persediaan dan pertumbuhan penjualan
mempunyai pengaruh terhadap Pertumbuhan Laba.
3. Penelitian yang berkaitan dilakukan juga oleh Komarullah (2009) dengan
judul “Analisis Pengaruh Perputaran Persediaan dan Arus Kas bebas
terhadap ROI pada Perusahaan Industri Teksil di BEI”. Dengan data
penelitian yang diambil dari data laporan keuangan perusahaan dari tahun
2005-2007. Hasil menunjukkan bahwa perputaran persediaan tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROI.
Download