7 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Persediaan 1. Pengertian Persediaan Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang industri dan perdagangan tentunya memiliki persediaan. Persediaan merupakan komponen terpenting dalam perusahaan. Sebelum mengetahui definisi perputaran, maka sebelumnya perlu diketahui segala sesuatu yang berhubungan dengan persediaan. Dalam perusahaan dagang persediaan mewakili barang-barang yang tersedia untuk dijual. Definisi barang yang diklarifikasikan sebagai persediaan berbeda sesuai lingkup aktivitas dalam operasi perusahaan yang berkesinambungan dibutuhkan ,diganti ataupun dijual kembali. Persediaan secara umum dapat ditujukan untuk barang-barang yang dimiliki oleh perusahaan dagang baik usaha grosir maupun retail. Persediaan didefinisikan secara berbeda oleh para ahli, sehingga perlu memperhatikan beberapa definisi agar jelas mengenai persediaan. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia No.14 (2004 : 14.2) Persediaan adalah aktiva: a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan c. Dalam bentuk bahan dan atau perlengkapan (supplies) untuj digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. 8 Margaretha (2005 : 142) mendefinisikan persediaan sebagai berikut: Persediaan merupakan sejumlah bahan atau barang yang disediakan oleh perusahaan baik barang jadi, barang mentah atau barang dalam proses yang disediakan dalam menjaga kelancaran dan peran perusahaan guna memenuhi permintaan konsumen setiap waktu. Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat dinyatakan bahwa persediaan itu meliputi persediaan bahan baku, barang dalam proses, barang jadi maupun barang dagang. Persediaan diperlukan untuk menjaga kelancaran operasi perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen setiap waktu. Karena persediaan merupakan unsur terbesar dalam aktiva dan berkaitan langsung dengna kegiatan utama perusahaan, terutama dalam perusahaan industri. Jika tidak tersedia salah satu jenis persediaan maka proses produksi akan terganggu. Bagi perusahaan dagang persediaan harus cepat terjual, karena tidak cepat terjual akan mengurangi laba baik karena persediaan yang terallu tinggi juga ada kemungkinan barang menjadi rusak, oleh karena itu perusahaan harus memperhatikan perputaran persediaannya untuk mendapatkan laba yang maksimal. Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa tingkat perputaran persediaan mengukur kemampuan perusahaan dalam memutarkan barang gadangannya dan menunjukkan hubungan anatar barang yang diperlukan untuk menunjang atau mengimbangi tingkat penjualan yang telah ditentukan, serta efesiensi persediaan dapat dilihat dari tingkat perputaran persediaan. Perputaran persediaan merupakan salah satu ukuran efesiensi perusahaan dalam penggunaan aktiva terutama aktiva 9 lancar. Semakin cepat perputaran persediaan maka akna semakin efesien penggunaan persediaan dalam suatu persediaan. 2. Klasifikasi Persediaan Pada setiap perusahaan baik yang berbentuk perusahaan dagang maupun industri mempunyai cara yang berbeda dalam mengelompokkan persediaan barang yang dimiliki. Selama itu jenis dari persediaan dari kedua jenis perusahaan tersebut berbeda. Menurut Richardus.E dan Richardus.D (2003 : 8) Persediaan yaitu : a. Bahan Baku Bahan mentah yang belum di olah, yang akan di olah menjadi barang jadi, sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan. b. Bahan Setengah Jadi Hasil olah bahan mentah sehingga menjadi barang jadi yang sebagian akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi dan sebagian kadang-kadang dijual seperti apa adanya untuk menjadi bahan baku perusahaan lain. c. Barang Jadi Barang sudah selesai diproduksi atau diolah yang merupakan hasil utama perusahaan yang bersangkutan dan siap untuk dipasarkan atau dijual. d. Barang Umum dan Suku Cadang Segala jenis barang dan suku cadang yang digunakan dalam operasi menjalankan perusahaan / pabrik untuk menentukan peralatan yang digunakan. e. Bahan Untuk Proyek Barang-barang yang ditumpuh menunggu pemasangan dalam bentuk proyek baru. f. Barang Dagang Barang yang dibeli, sudah menjadi barang jadi dan disimpan digudang menunggu penjualan kembali dengan keuntungan tertentu. 10 3. Sistem Pencatatan Persediaan Menurut Warren et.al (2005 : 447) yang diterjemahkan oleh Ariah dan Amanugrahani, ada 2 ,etode untuk mengetahui kuantitas persediaan yang belum terjual pada akhir periode, yaitu: a. Sistem Perpetual Dalam sistem perpetual semua kenaikan dan penurunan barang dagang dicatat dengna cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akan mengindikasikan jumlah stok pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan mendebit persediaan barang dagang dan mengkredit atas utang tersebut. Pada tanggal penjualan harga pokok penjualan yang di jual dicatat dengan mendebet HPP dan mengkredit Persediaan. b. Sistem Periodik Dalam sistem persediaan periodik, hanya pendapatan yang dicatat setiap kali penjualan dilakukan. Tidak ada jurnal untuk harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan fisik dilakukan untuk menentukan biaya akhir persediaan dan HPP. Dari penjelasan diatas, sistem perpetual merupakan cara yang lebih baik untuk menentukan persediaan barang, karena lebih memudahkan dalam penyusunan laporan keuangan serta dalam hal pengawasan barang-barang yang ada di gudang. Pada sistem ini dibuat buku pembantu persediaan untuk masing-masing jenis barang yang ada. Sedangkan buku besar 11 perkiraan persediaan barang merupakan rekening kontrol atas bukti perubahan persediaan tersebut. 4. Sistem Penilaian Persediaan Menurut Warren et.al (2005 : 448) yang diterjemahkan oleh Ariah dan Amanugrahani, ada 3 metode yang sering dipergunakan dalam melakukan penilaian persediaan yaitu: a. Metode Identifikasi Fisik b. Metode Asumsi Harga Pokok 1. Metode First in - First Out 2. Metode Last in – First Out 3. Metode Average c. Metode selain Harga Pokok 1. Metode Laba Kotor 2. Lower Cost or Market (LCM) 3. Metode Eceran a. Metode Identifikasi Fisik Metode identifikasi ini merupakan menilai persediaan pada akhir periode berdasarkan hasil identifikasi fisik terhadap persediaan yang belum dijual. Identifikasi ini bisa berupa harga, nama, symbol dan lainnya. Oleh karena itu nilai akhir persediaan merupakan sisa barang yang masih ada digudang yang diperoleh dengna melekukan perhitungan. 12 Metode ini hanya digunakan perusahaan yang mempunyai jumlah produk yang terlalu banyak. Tetapi metode ini menimbulkan masalah, antara lain tidak memperhitungkan terjadinya kehilangan barang, tidak memperlihatkan barang yang rusak dan tidak memperhatikan catatan akuntansinya. b. Metode Asumsi Harga Pokok Dalam metode ini harga pokok persediaan akhir akan dicantumkan dalam neraca dan tidak terdapat eprbedaan antara harga pokok persediaan dengan nilai persediaan pada neraca. Metode ini terdiri dari metode FIFO, LIFO, Rata-rata. 1. Metode FIFO Metode ini dijelaskan atas asumsi bahwa hanya barang yang sudah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. Dengan demikian persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang terakhir masuk. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.14 tahun 2007 paragraf 21 menjelaskan bahwa: Formula FIFO mengasumsikan barang dalam persediaan yang dibeli pertama akan digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan adalah yang belum dibeli atau diproduksi kemudian. Tujuan digunakan metode FIFO ini mendeteksi aktivitas fisik barang, maka metode FIFO hampir sama dengan identifikasi fisik. Metode ini mencerminkan perputaran persediaan yang sesungguhnya dan dalam metode ini tidak diperkenaankan adanya 13 mani laba karena perusahaan tidak bebas menulis item-item harga perolehan tertentu dibebankan pada biaya. 2. Metode LIFO Metode ini mengasumsi bahwa barang yang dibeli terakhir adalah barang yang dijual dan dikeluarkan lebih dahlu. Dengan demikian harga perolehan barang yang dibeli paling akhir akan dialokasikan terlebih dahulu sebagai harga pokok penjualan. Oleh karena itu nilai persediaan akhir ditentukan dengan mengambil harga perolehan pertama dari barang yang dibeli paling awal dan kemudian bergerak maju samapi unit yang ada dalam persediaan mendapatkan harga perolehan. Dalam metode ini laba yang ditampilkan bersifat nyata atau sesuai dengan keadaan dimana untuk memperoleh persediaan yang berharga penjualan sama dengna harga sekarang. Laba yang ditampilkan dengan metode LIFO ini lebih rendah jika dibandingkan dengan metode FIFO. Hal ini mengakibatkan pengenaan pajak dari metode LIFO lebih rendah dari metode lainnya akibat dari jumlah laba yang kecil. 3. Metode Rata-Rata Metode ini menggunakan seluruh harga perolehan yang akan digunakan untuk menghitung harga persediaan barang yang dijual atau barang yang masih ada dalam persediaan atau dapat diasumsikan bahwa setiap ditentukan berdasarkan biaya rata-rata 14 dari brang yang serupa pada awal periode dari barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode tersebut. Harga pokok persediaan didapat dengan membagi harga barang yang dapat dijual (harga persediaan awal ditambah pembelian) dengan jumlah arus yang tersedia untuk dijual. Pada perpetual harga persediaan rata-rata tidak dilakukan pada akhir periode melainkan pada setiap terjadi transaksi pembelian. Metode penilainnya diasumsikan dengan metode harga perolehan per unit yang tidak sama dengan harga rata-rata per unit sebelumnya. c. Metode selain Harga Pokok 1. Metode Laba Kotor Metode ini digunakan oleh perusahaan yangs sedang mengalami bencana yang mengakibatkan sebagian persediaan dan sebagian catatan mengenai persediaan tidak tersedia atau hilang. Oleh karena itu persediaan yang ada pada saat terjadi bencana harus diestimasi. Untuk mengestimasi persediaan perusahaan menggunakan metode gross profit. Metode laba kotor diasumsikan sebagai berikut: a. Perseidaan awal ditambah pembelian harus sama dengan total barang yang dihitung atau dipertanggungjawabkan. b. Barang yang belum terjual harus ada dalam gudang atau ditangan penjual. 15 c. Jika penjualan dikurangi harga pokok dikurangi dengan jumlah persediaan awal ditambah dengan pembelian hasilnya adalah persediaan akhir. Adapun langkah-langkah untuk mengestimasi persediaan akhir dengan metode laba kotor adalah: a. Mengestimasikan penjualan selama periode tersebut b. Menghitung besarnya laba kotor yang diperoleh perusahaan c. Menghitung HPP selama periode tersebut d. Mengestimasikan persediaan akhir perusahaan. 2. Lower Cost or Market (LCM) Metode ini diasumsikan jika kondisi perusahaan dalam situasi tidak normal menyebabkan terjadinya perubahan harga yang signifikan padahal seharusnya persediaan tersebut harus dihapuskan. Oleh karena ini persediaan dinilai pada harga yang terendah antara harga pokok penjualan denngna harga pasar, dibatasi tidak lebih dari nilai bersih yang dapat direalisasikan dikurangi dengan margin laba normal. 3. Metode Eceran Konsep yang mendasari metode ini adalah adanya hubungan dekat antara harga pokok dengan harga jual yang biasanya dinyatakan dalam persentase harus ditetapkan terlebih dahulu. Untuk itu perusahaan mempunyai catatan mengenai harga jual daris emua barang yang ada. 16 B. Perputaran Persediaan Menurut Sugiyarso dan Winarni (2006 : 39) “ Rasio perputaran persediaan mengukur berapa kali persediaan perusahaan telah dijual selama periode tertentu”. Perputaran persediaan menurut Sofyan (2004 : 203) adalah Perputaran persediaan merupakan angka yang menunjukkan kecepatan penggantian persediaan dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Angka ini diperoleh dengan membagi semua harga persediaan yang terdiri dari bahan dan barang- barang yang dipergunakan selama setahun dengan jumlah nilai rata-rata persediaan. Rumus dari perputaran persediaan Harahap (2004 : 308) ialah: Rata-rata Persediaan = Persediaan awal + Persediaan akhir 2 Perputaran Persediaan = Harga pokok penjualan Rata-rata persediaan Rasio ini adalah untuk mengukur sampai berapa jauh efesiensi perusahaan dalam mengelolah dan menjual persediaannya. Perputaran persediaan yang tinggi menunjukkan semakin tingginya tingkat permintaan atau penjualan produk perusahaan, semakin efisiennya kinerja manajemen persediaan dan mungkin semakin tingginya laba yang diperoleh. Walaupun demikian tingkat perputaran persediaan yang tinggi juga dapat memberikan indikasi tentang kekurangan stok persediaan, yang karenanya dapat menyebabkan kehilangan order penjualan. Bila dana perusahaan secara berlebihan terikat pada persediaan, maka perputaran persediaan akan menjadi rendah. Hal ini dapat menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan arus kas dan modal kerja. Apalagi bila 17 perusahaan ternyata tidak berhasil dalam pemasaran produknya. Disamping hasil penerimaan dari penjualan menjadi rendah, persediaan barangnya jadi meningkat. C. Rentabilitas 1. Pengertian Rentabilitas Rentabilitas didefinisikan sebagai “kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan dengan menggunakan modal yang tertanam didalamnya” (Budi, 2005 : 122). Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rentabilitas sering dipergunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal didalam suatu perusahaan, maka rentabilitas ekonomi sering pula dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba. Rentabilitas dikaitkan dengan modal kerja adalah diukur dengan penjualan dikurangi biaya atau laba operasi. Rentabilitas dianggap penting karena: a) Rentabilitas mencerminkan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengolah perusahaan. b) Rentabilitas perusahaan yang tinggi akan memperkecil resiko tidak dapat membayar kewajiban-kewajiban dan resiko kebangkrutan. c) Rentabilitas perusahaan menggambarkan sejauh mana aktiva manajemen dalam mengolah perusahaan. 18 Laba perusahaan dapat meningkat melalui dua cara yaitu meningkatkan pendapatan dari penjualan dan menurunkan biaya-biaya. Pendapatan dari penjualan dapat dinaikkan dengan meningkatkan investasi yang mampu menghasilkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi, sedangkan biaya dapat dikurangi dengan meningkatkan efisiensi pengeluaran pada pos-pos tertentu. Demikian pula laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi hanyalah laba yang berasal dari operasi perusahaan, yaitu yang disebut laba usaha (net operating income). Dengan demikian, maka laba yang diperoleh dari usaha-usaha diluar perusahaan tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomi. Rentabilitas ekonomi menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba dengan seluruh kekayaan (aktiva) yang tersedia. Rasio rentabilitas bertujuan mengukur efesiensi aktivitas perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Misalnya, margin perusahan (profit margin), margin laba kotor (gross profit margin), perputaran aktiva (operating assets turn over), imbalan hasil dari investasi (return on investment) dan rentabilitas , modal sendiri (return on equity). 2. Profitabilitas Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Profitabilitas 19 merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian penting karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Dalam melakukan analisis perusahaan, disamping melihat laporan keuangan perusahaan, juga bisa dilakukan dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Van Horne, Wachowics (2005:222), menjelaskan rasio profitabilitas adalah “rasio keuangan yang menghubungkan laba dengan penjualan investasi pada perusahaan”. Rasio profitabilitas terbagi lagi menjadi dua jenis rasio, yaitu : 1. Rasio profitabilitas yang terkait dengan penjualan 2. Rasio yang berkaitan dengan investasi. Kasmir (2008:197) menjelaskan bahwa: Hasil pengukuran dapat dijadikan sebagai alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus kemungkinan untuk menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Oleh karena itu, rasio profitabilitas ini sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja manajemen. Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan kekayaan atau asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan perusahaan (operating asset). 20 Menurut Abbas Kartadinata (1983 : 22) pada dasarnya profitabilitas dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu: 1. Perbandingan laba terhadap penjualan. 2. Perbandingan laba terhadap aktiva. Perbandingan antara laba dengan penjualan dikenal dengan profit on sales, sedangkan perbandingan antara laba dengan aktiva dikenal dengan return on assets, sering juga disebut dengan rentabilitas. 3. Jenis Rentabilitas Rentabilitas dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu rentabilitas ekonomis dan rentabilitas modal sendiri (Budi, 2005 : 122) 1) Rentabilitas Ekonomis (Return On Asset =ROA) Rentabilitas ekonomis (earning power) menunjukkan “persentase perbandingan antara laba operasi (sama dengan EBIT) dengan modal sendiri dan modal asing yang digunakan (sama dengan total aktiva)” (Sugiyarso dan Winarni, 2005 : 118). Selain itu rentabilitas ekonomis adalah “perbandingan laba sebelum bunga dan pajak (laba usaha) dengan total aktiva” (Agnes, 2005 : 19). Rentabilitas ekonomis adalah “perbandingan antara laba usaha atau keuntungan sebelum bunga dan pajak (laba usaha) dengan seluruh aktiva atau kekayaan perusahaan” (Budi, 2005 : 122). Rentabilitas ekonomis dimaksudkan sebagai kumpulan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba. Modal yang diperhitungkan untuk rentabilitas ekonomis hanya modal yang bekerja didalam perusahaan (operating asset). Dengan demikian maka laba yang diperoleh dari usaha diluar perusahaan tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomis. Menurut Arief Sugiono ( 2008 : 71) “Rasio return on asset mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh asset yang ada”. Atau rasio ini menggambarkan efesiensi pada dana yang digunakan dalam perusahaan, oleh karena itu sering pula rasio ini disebut (return on investment). ROA = Laba Bersih x 100% Total Aktiva 21 Jika perusahaan mempunyai rasio 4,88%, artinya perusahaan mampu mengelola setiap asset Rp1,- untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp0,05 atau 4,88%. Semakin tinggi ROA, berarti perusahaan mampu mendayagunakan asset dengan baik untuk memperoleh keuntungan. 2) Rentabilitas Modal Sendiri (Return On Equity = ROE) Rentabilitas modal sendiri adalah “perbandingan antara keuntungan bersih dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan bagian keuntungan yang berasal dari modal sendiri” ( Budi, 2005 : 122). Laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas modal sendiri adalah laba usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing dan pajak perseroan (income tax). Sedangkan modal yang diperhitungkan hanyalah modal sendiri yang bekerja dalam perusahaan. Menurut Arief Sugiono (2008 : 72) “Rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh modal yang ada”. ROE merupakan salah satu indikator yang digunakan pemegang saham untuk mengukur keberhasilan bisnis yang dijalani. Rasio ini dapat disebut juga dengan istilah rentabilitas modal sendiri. ROE = Laba besih x 100% Total Ekuitas Jika perusahaan mempunyai rasio 16.67%, artinya perusahaan mampu mengelola modal sendiri sebesar Rp1,- untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp0,17 atau 16,67%. Hubungan antara rentabilitas ekonomis terhadap rentabilitas modal sendiri adalah pengaruh dari perubahan rentabilitas ekonomis terhadap rentabilitas modal sendiri pada berbagai penggunaan modal asing. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam keadaan yang dimiliki suatu perusahaan yang menggunakan modal asing lebih besar akan mendapatkan kenaikan rentabilitas modal sendiri yang lebih besar dari pada perusahaan lain yang mempunyai jumlah modal asing yang lebih kecil. 4. Faktor Yang Mempengaruhi Rentabilitas Ekonomis Tinggi rendahnya rentabilitas ekonomis dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: 1) Operating Profit margin 22 Yang dimaksud dengan operating profit margin adalah “perbandingan antara laba usaha dengan penjualan bersih” (Agnes, 2005 : 19). Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan operasional yang harus diperoleh dari setiap rupiah penjualan. Besar kecilnya laba usaha tergantung pada hasil penjualan dan besarnya biaya usaha. Dengan jumlah biaya usaha tertentu keuntungan operasi dapat diperbesar dengan memperbesar penjualan dengan jumlah penjualan tertentu. Keuntungan operasi dapat diperbesar dengan menekan atau memperkecil biaya usaha. 2) Assets Turnover Assets Turnover (perputaran Aktiva) yaitu “kecepatan berputarnya total aktiva dalam suatu periode tertentu” (Agnes, 2005 : 19). Digunakan untuk mengukur seberapa banyak penjualan bisa diciptakan dari setiap rupiah aktiva yang dimiliki. Perputaran tersebut ditentukan dalam membagi penjualan bersih dengan total aktiva usaha. Tingkat perputaran aktiva usaha untuk mengukur efesiensi penggunaan aktiva yang digunakan untuk menghasilkan penjualan. Dalam menghitung tingkat perputaran aktiva ini selain dapat menggunakan total aktiva sebagai dasar perbandingan dapat pula menggunakan total aktiva usaha. 23 5. Cara Meningkatkan Rentabilitas Menurut Arief Sugiono (2008 : 77) cara meningkatkan rasio ini, yaitu: 1) Rentabilitas Ekonomis (Return On Asset =ROA) a) Meningkatkan laba atau meningkatkan penjualan b) Menekan pengeluaran Rentabilitas Ekonomis = Laba bersih sesudah pajak (Return On Asset /ROA) Total aktiva 2) Rentabilitas Modal Sendiri (Return On Equity = ROE) a) Mengurangi modal pemegang saham dan meningkatkan kewajiban b) Mengurangi aktiva Rentabilitas Modal Sendiri = Laba bersih sesudah pajak (Return On Equity / ROE ) Modal sendiri D. Penelitian Sebelumnya 1. Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan hubungan perputaran persediaan dengan rentabilitas ekonomis oleh Dian Hesti (2007) dengan judul “Pengaruh perputaran persediaan terhadap Rentabilitas Ekonomis pada Perusahaan Barang Konsumsi di BEI”, dengan mengambil 14 perusahaan yang terdaftar secara konsisten dan perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan selama 2004-2005. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perputaran persediaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dengan rentabilitas ekonomis perusahaan. 2. Penelitian terdahulu dilakukan juga oleh Hasan Bisri (2009) dengan judul “Analisis Pengaruh Perputaran Persediaan dan Pertumbuhan Penjualan 24 terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Sektor Industri Barang komsumsi di BEI”. Penelitian mengggunakan 16 perusahaan. Hasil menunjukkan bahwa perputaran persediaan dan pertumbuhan penjualan mempunyai pengaruh terhadap Pertumbuhan Laba. 3. Penelitian yang berkaitan dilakukan juga oleh Komarullah (2009) dengan judul “Analisis Pengaruh Perputaran Persediaan dan Arus Kas bebas terhadap ROI pada Perusahaan Industri Teksil di BEI”. Dengan data penelitian yang diambil dari data laporan keuangan perusahaan dari tahun 2005-2007. Hasil menunjukkan bahwa perputaran persediaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROI.