BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekitar seperempat penduduk Eropa dewasa diperkirakan mengalami
sindroma metabolik. Sindroma metabolik merupakan masalah global di negara
berkembang. Sindroma metabolik juga merupakan epidemi yang muncul di negara
berkembang seperti Asia Timur, termasuk China, Jepang dan Korea (Ford, 2002).
Prevalensi sindroma metabolik dapat dipastikan cenderung meningkat seiring
dengan meningkatnya prevalensi obesitas maupun obesitas sentral Prevalensi
sindroma metabolik bervariasi oleh karena beberapa hal antara lain ketidakseragaman
kriteria diagnostik yang digunakan, perbedaan etnis/ras, umur, dan jenis kelamin
(Ford, 2002).
Sindroma metabolik terdiri atas obesitas sentral, dislipidemia aterogenik
(kadar trigliserida tinggi dan kadar kolesterol High-Density Lipoprotein (HDL)
rendah), hipertensi, dan glukosa plasma yang tidak normal. Keadaan tersebut di atas
berhubungan erat dengan kelainan sistemik, dikenal sebagai resistensi insulin yang
berkaitan erat dengan penimbunan jaringan lemak abdominal atau obesitas sentral
(NCEP, 2001; WHO, 2008).
Penelitian Framingham Offspring study mendapatkan prevalensi sindroma
metabolik pada pria 29,4% dari 1144 pria dan 23,1% dari 1295 wanita berusia 26
sampai 82 tahun (Meigs, 2012). Penanganan sindroma metabolik secara agresif
ditujukan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus
(DM) tipe 2. Rekomendasi terapi farmakologi untuk komponen resistensi insulin
adalah pemberian metformin dan obat generasi yang lebih baru dari golongan
thiazolidinedion (IDF, 2006). Keduanya terbukti mencegah perkembangan individu
prediabetes menjadi DM tipe 2 (IDF, 2006). Namun manfaat golongan
thiazolidinedion dalam memperbaiki resistensi insulin dibatasi penggunaannya karena
beberapa efek sampingnya antara lain retensi cairan, udem dan penambahan berat
badan (Kurtz, 2006).
Terapi DM tipe 2 selain bertujuan untuk mengendalikan kadar glukosa darah
juga mencegah terjadinya resistensi insulin dengan cara mempertahankan kadar lipid
dan mengendalikan hipertensi untuk memperkecil komplikasi kardiovaskuler dan
memperbaiki prognosis pasien. Hipertensi merupakan komponen tersering yang
menyertai sindroma metabolik. Beberapa obat golongan angiotensin-converting
enzyme inhibitors (ACEI) dan angiotensin receptor blockers (ARB) mempunyai efek
menguntungkan terhadap kondisi resistensi insulin (Derosa, 2007).
Penyebab DM tipe 2 paling banyak karena resistensi insulin yang akhirnya
mengganggu sekresi insulin (ADA, 2010). Studi Glycemic Effects in Diabetes
Mellitus:
Carvedilol-Metoprolol
comparision
in
hypertensive
(GEMINI)
membuktikan bahwa kombinasi ACE atau ARB dengan carvedilol, α1 dan β1, β2
adrenergic receptor blocker, dapat menurunkan resistensi insulin dan albuminuria
dibandingkan dengan metoprolol (Bakris, 2004).
Valsartan termasuk dalam angiotensin II tipe 1 reseptor blocker (ARBs) telah
banyak dipakai sebagai terapi hipertensi dan beberapa penelitian menunjukkan
adanya perbaikan sinyal insulin intra seluler dan menurunkan insidensi DM tipe 2
(Ichikawa, 2007). Hemoglobin terglikasi atau hemoglobin glikosilasi (hemoglobin
A1c, HbA1c, A1C, atau Hb1c) adalah suatu bentuk hemoglobin yang diukur terutama
untuk mengidentifikasi konsentrasi plasma glukosa rata-rata selama jangka waktu
yang lama (Tran et al., 2004).
Valsartan juga menginduksi adipogenesis dan meningkatkan ekspresi
peroxysome proliferator-activated (PPAR-) pada fibroblast pre adiposit yang
merupakan sifat dari agonis PPAR (Powers, 2005). Valsartan mempunyai efek
tambahan selain pada sistem RAS dengan mengaktivasi AT-1R juga mengaktifasi
reseptor PPAR- yang merupakan target terapi obat anti diabetes. Aktivasi PPAR-γ
diketahui dapat menurunkan resistensi insulin dan parameter metabolik termasuk
HbA1c (Ichikawa, 2007).
Penelitian Nynke et al., (2011) menyimpulkan pengobatan valsartan dosis
tinggi (320 mg per hari) dalam 26 minggu dapat memperbaiki fungsi sel β sehingga
meningkatkan pelepasan insulin dan sensitivitas insulin pada tekanan darah normal
dengan gangguan metabolisme glukosa. Temuan ini sebagian menjelaskan efek
menguntungkan dari valsartan dalam penanganan diabetes melitus tipe 2.
Berdasar telaah diatas perlu dilakukan penelitian yang dapat menilai pengaruh
pemberian valsartan dan metformin terhadap kadar HbA1c pada pasien sindroma
metabolik. Namun penelitian mengenai terapi valsartan dan metformin yang
dilakukan pada pasien sindroma metabolik dengan terapi insulin belum pernah
dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa valsartan sebagai ARB dapat
mengaktivasi PPAR-γ namun efeknya terhadap HbA1c belum jelas dan memberikan
hasil yang bervariasi. Peroxisome proliferator-activated receptor-gamma (PPAR-γ)
diketahui dapat menurunkan resistensi insulin dan parameter metabolik termasuk
HbA1c.
Penelitian pengaruh valsartan pada hipertensi banyak dilakukan namun belum
banyak dilakukan pada pasien dengan sindroma metabolik dengan terapi insulin
terhadap kadar HbA1c.
C. Pertanyaan Penelitian
Apakah pemberian metformin dan valsartan dapat menurunkan kadar HbA1c
pada pasien sindroma metabolik yang mendapat terapi insulin?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
valsartan dan metformin terhadap penurunan kadar HbA1c pada pasien sindroma
metabolik yang mendapat terapi insulin.
E. Manfaat Penelitian
1. Pasien
Pasien dengan sindroma metabolik mendapat informasi yang lebih jelas
mengenai pengaruh pemberian valsartan dan metformin terhadap kadar HbA1c.
2. Peneliti
Dokter akan mendapat bukti klinis mengenai pengaruh pemberian terapi
valsartan dan metformin terhadap kadar HbA1c pada pasien sindroma metabolik yang
mendapat terapi insulin.
3. Institusi
Hasil penelitian dapat menjadi sumber data dan bukti klinis mengenai
pengaruh pemberian terapi valsartan dan metformin terhadap kadar HbA1c pada
pasien sindroma metabolik yang mendapat terapi insulin sehingga dapat dijadikan
acuan penyusunan prosedur tetap penanganan pasien.
4. Ilmu pengetahuan
Hasil penelitian dapat menambah bukti klinis baru mengenai pengaruh
pemberian terapi valsartan dan metformin terhadap kadar HbA1c pada pasien
sindroma metabolik yang mendapat terapi insulin sehingga dapat memberikan
informasi untuk menentukan pemilihan terapi.
F. Keaslian Penelitian
Penulis belum menemukan penelitian mengenai pengaruh pemberian valsartan
dan metformin terhadap kadar HbA1c pada pasien sindroma metabolik yang
mendapat terapi insulin di Indonesia. Penelitian yang pernah dilakukan adalah
penelitian Derosa (2007) menguji efek pemberian telmisartan dan irbesartan selama
12 minggu terhadap resistensi insulin pada pasien DM tipe 2 dengan sindroma
metabolik yang mendapat terapi rosiglitazon.
Keluaran yang dinilai adalah perbandingan HOMA-IR, HbA1c, adiponektin
dan resistin sebelum dan sesudah terapi (Derosa et al., 2007). Penelitian juga
dilakukan Kuboki et al.,2007, yang menemukan bahwa pengobatan 3 bulan dengan
valsartan dikaitkan dengan penurunan yang signifikan dari hs-CRP, VCAM-1, dan
konsentrasi urin 8-OHdG independen memicu penurunan konsentrasi HbA1c pada
pasien hipertensi dengan hiperglikemia.
Pada penelitian ini meneliti tentang pengaruh pemberian valsartan dan
metformin terhadap kadar HbA1c pada pasien sindroma metabolik yang mendapat
terapi insulin. Daftar penelitian yang digunakan sebagai acuan penulis untuk
penelitian ini adalah :
Tabel 1.Penelitian-penelitian Sebelumnya Tentang Terapi Valsartan dan Metformin
pada Sindroma Metabolik
Peneliti/Metode
Kuboki et al.(2007)
open-label, prospective
study
Subyek : 26 penderita
hipertensi dan
hiperglikemia
Judul
Effects of valsartan on
inflammatory and
oxidative stress
markers in
hypertensive,
hyperglycemic
patients: an openlabel, prospective
study.
Hasil
Studi menemukan bahwa
pengobatan 3 bulan dengan
valsartan dikaitkan dengan
penurunan yang signifikan
dari hs-CRP, VCAM-1, dan
konsentrasi urin 8-OHdG
independen memicu
penurunan konsentrasi
HbA1c pada pasien
Derosa et al.(2007)
RCT
Subyek ; 182 orang
Metabolic effects of
telmisartan and
irbesartan in type 2
diabetic patients with
metabolic syndrome
treated with
rosiglitazone
Nynke et al.(2011)
Valsartan Improves brandomized
controlled, Cell Function
double-blind,
and Insulin Sensitivity
two-center study
in Subjects
subyek : 266 orang
With Impaired
Glucose Metabolism
Mourao et al.(2006)
Subyek: 57 pasien diabetes
tipe 2 dengan sindroma
metabolik dalam terapi
insulin
Allan (2012)
Effect of metformin
on
the
glicemic
control, lipid profile,
and arterial blood
pressure of type 2
diabetic patients with
metabolic syndrome
already on insulin
Use Type 2 Diabetes
Treatments in Clinical
Practice:
Combination
Therapies
hipertensi dengan
hiperglikemia.
Telmisartan memperbaiki
HbA1c, GDP setelah
pemberian
6 bulan, irbesartan tidak.
26 minggu pengobatan
valsartan meningkatkan
pelepasan insulin dan
sensitivitas insulin pada
darah normal dengan
metabolisme gangguan
glukosa. sebagian
menjelaskan manfaat efek
dari valsartan dalam
mengurangi kejadian DM
tipe 2.
Pemberian metformin selama
6 bulan sebagai terapi
kombinasi menunjukkan
perbaikan kontrol glukosa,
penurunan total kolesterol,
BMI, lingkar pinggang dan
dosis insulin harian
Penambahan metformin
mengurangi tingkat HbA1c
sebesar 0,8% pada pasien
dengan DM tipe 2.
Download