analisis pengaruh lingkungan kerja, gaji dan reward terhadap

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.7. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan acuan untuk dijadikan perbandingan
terhadap penelitian yang akan dilakukan nantinya. Dari berbagai penelitian terdahulu
disimpulkan bahwa kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
stress kerja, lingkungan kerja, gaji,
kompensasi/insentif, reward dan pembagian
kerja.
Dalam penelitian ini yang menjadi perbadingan adalah penelitian yang
dilakukan oleh Djaini (2005) di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Makassar untuk
melihat pengaruh sumber-sumber stress kerja terhadap kepuasan kerja dengan
menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh dimensi struktur organisasi, beban kerja,
kelompok kerja dan karakteristik induvidu.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sihombing (2004) di Balai
Pengembangan Kegiatan Belajar yaitu BPKB Medan, BPKB Jayagiri, BPKB
Ungaran, BPKB Ujung Pandang untuk melihat pengaruh keterlibatan dalam
pengambilan keputusan, penilaian pada lingkungan kerja, dan motivasi berprestasi
terhadap kepuasan kerja pamong belajar. Metode analisis yang digunakan adalah
analisis regresi berganda, parsial dan serempak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(1) keterlibatan pamong belajar dalam pengambilan keputusan mempunyai pengaruh
Universitas Sumatera Utara
positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pamong belajar, (2) lingkungan kerja
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pamong belajar,
(3) motivasi berprestasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja, (4) secara bersama-sama keterlibatan pamong belajar dalam
pengambilan keputusan, lingkungan kerja, dan motivasi berprestasi mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pamong belajar.
Selanjutnya Maretta (2005) melakukan penelitian di Kantor Pusat PD Pasar
Medan untuk melihat Pengaruh gaji, pendidikan dan pelatihan serta lingkungan kerja
terhadap kinerja pegawai. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis
data regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaji, pendidikan
dan pelatihan serta lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai.
Kemudian Sukarman (2008) melakukan penelitian di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Raden Mattaher Propinsi Jambi untuk melihat pengaruh
pembagian kerja dan kompesasi terhadap kepuasan kerja pegawai. Metodologi
penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepuasan kerja pegawai sangat dipengaruhi oleh insentif yang
mereka terima.
Sementara itu Johan (2002) melakukan penelitian di di UNIKA Atmajaya
untuk mengkaji mengkaji hubungan antara tipe prilaku, serta pemenuhan harapan
penggajian dengan kepuasan kerja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode survei dengan pendekatan korelasional. Hasil penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan adanya hubungan positif antara tipe prilaku, pemenuhan harapan
penggajian dengan kepuasan kerja secara sendiri-sendiri maupun secrara bersamasama.
Terakhir Giantari (2008) melakukan penelitian di Program Diploma III
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana untuk melihat variabel-variabel mana yang
memberikan kepuasan kepada mahasiswa. Metode analisis yang digunakan untuk
memecahkan masalah adalah teknik Analisis kepentingan-kinerja (ImportancePerformance Analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan
mahasiswa secara keseluruhan termasuk klasifikasi cukup puas. Hal ini tercermin dari
hasil analisis kesesuaian antara kinerja dengan tingkat kepentingan mahasiswa.
II.2. Kepuasan Kerja
Pegawai merupakan ujung tombak bagi keberhasilan suatu organisasi dan
kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
pertumbuhan dan perkembangan suatu organisasi. Pegawai yang menyukai
pekerjaannya adalah salah satu wujud nyata kepuasan kerja. Melihat kondisi ini,
maka tingkat kepuasan pegawai mutlak perlu diperhatikan agar lebih tanggap
terhadap pekerjaannya. Seperti yang dikemukakan Johan (2002), Kepuasan kerja
pada dasarnya merujuk pada seberapa besar seorang pegawai menyukai
pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja
seorang pegawai adalah: (a) isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual
dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan; (b) supervisi; (c) organisasi dan manajemen;
(d) kesempatan untuk maju; (e) gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya
seperti adanya insentif; (f) rekan kerja; dan (g) kondisi pekerjaan.
Demikian halnya Hasibuan (2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Kepuasan kerja dapat dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi
dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan dalam pekerjaan adalah kepusasan kerja yang
dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan,
perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Pegawai yang lebih
suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan
pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. Kepuasan kerja di
luar pekerjaan adalah kepuasan kerja pegawai yang dinikmati di luar pekerjaan
dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya. Kepuasan kerja
kombinasi dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh
sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Pegawai yang menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan
merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa adil dan layak.
Selanjutnya Sunarto (2005) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para pegawai
memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang
Universitas Sumatera Utara
terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif pegawai terhadap pekerjaan
dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Sedangkan menurut Sondang (2000), kepuasan kerja dapat dikaitkan
terhadap berbagai faktor, yaitu sebagai berikut:
a. Kepuasan Kerja dan Kemangkiran
Pegawai yang tinggi tingkat kepuasan kerjanya akan rendah tingkat
kemangkirannya. Sebaliknya pegawai yang rendah tingkat kepuasan kerjanya akan
cenderung tinggi tingkat kemangkirannya. Dalam praktik korelasi itu berarti bahwa
seorang pegawai yang puas akan hadir di tempat tugas kecuali ada alasan yang
benar-benar kuat sehingga ia mangkir. Sebaliknya pegawai yang merasa tidak atau
kurang puas, akan menggunakan berbagai alasan untuk tidak masuk kerja. Dengan
demikian, salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi tingkat kemangkiran
pegawai adalah meningkatkan kepuasan kerja.
b. Kepuasan Kerja dan Keinginan Pindah
Tidak dapat disangkal bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya keinginan
pindah kerja adalah ketidakpuasan di tempat bekerja sekarang. Sebab-sebab
ketidakpuasan itu dapat beranekaragam seperti penghasilan rendah atau dirasakan
kurang memadai, kondisi kerja yang kurang memuaskan, hubungan yang tidak serasi,
baik dengan atasan maupun dengan para rekan sekerja, pekerjaan yang tidak sesuai
dan berbagai faktor lainnya. Berarti terdapat korelasi antara tingkat kepuasan dengan
Universitas Sumatera Utara
kuat atau lemahnya keinginan pindah pekerjaan. Keadaan seperti ini perlu diwaspadai
karena jika tejadi dalam skala besar, organisasi pula yang dirugikan.
c. Kepuasan Kerja dan Usia
Dalam pemeliharaan hubungan yang serasi antara organisasi dan para
anggotanya, terdapat korelasi antara kepuasan kerja dengan usia seorang pegawai.
Artinya, kecendrungan yang sering terlihat ialah bahwa semakin lanjut usia pegawai,
tingkat kepuasan kerjanyapun biasanya semakin tinggi. Berbagai alasan yang sering
dikemukakan menjelaskan fenomena ini antara lain ialah:
a. Bagi pegawai yang sudah agak lanjut usia makin sulit memulai karir baru di
tempat lain.
b. Sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan, keinginan dan
cita-cita.
c. Gaya hidup yang sudah mapan.
d. Sumber penghasilan yang relatif terjamin.
e. Adanya ikatan batin dan tali persahabatan antara yang bersangkutan dengan
rekan-rekannya dalam organisasi.
Sebaliknya mudah menduga bahwa bagi para pegawai yang lebih muda usia,
keinginan pindah itu lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
d. Kepuasan Kerja dan Tingkat Jabatan
Kepuasan kerja mempunyai hubungan dengan tingkat jabatan, hal ini
bermakna bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam suatu organisasi maka
tingkat kepuasannya pun cenderung lebih tinggi pula. Berbagai alasannya antara lain
ialah:
a. Penghasilan yang dapat menjamin taraf hidup yang layak.
b. Pekerjaan yang memungkinkan mereka menunjukkan kemampuan kerjanya.
c. Status sosial yang relatif tinggi di dalam dan diluar organisasi.
Dengan demikian alasan-alasan tersebut bertalian erat dengan prospek seseorang
untuk dipromosikan, perencanaan karir dan pengembangan sumber daya manusia
dalam organisasi.
II.2.1 Teori-Teori Kepuasan Kerja
Menurut Sihombing (2004) ada tiga macam teori tentang kepuasan kerja
yaitu:
a. Teori Discrepancy
b. Teori Equity
c. Teori Dua Faktor
a. Teori Discrepancy
Kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan tergantung
pada selisih (discrepancy), antara apa yang seharusnya ada (harapan, kebutuhan atau
Universitas Sumatera Utara
nilai-nilai) dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya telah diperoleh atau
dicapai melalui pekerjaannya (Manullang, 2001). Seorang akan terpuaskan jika tidak
ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi-kondisi aktual.
Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan,
semakin besar ketidakpuasannya. Jika terdapat lebih banyak jumlah faktor
pekerjaannya yang dapat diterima secara minimal dan kelebihannya menguntungkan
(misalnya: upah ekstra, jam kerja yang lebih lama), orang yang bersangkutan akan
sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka dapat dikatakan seseorang akan
merasa puas apabila tidak ada perbedaaan antara yang diinginkan dengan persepsinya
terhadap kenyataan yang ada, karena batas minimum yang diinginkan telah dipenuhi.
Apabila yang didapat ternyata lebih besar dari pada yang diinginkan, maka orang
akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat (discrepancy). Perbedaan yang terjadi
disini adalah perbedaan yang positif. Sebaliknya, makin jauh kenyataan yang
dirasakannya itu di bawah standar minimum (negative discrepancy), maka makin
besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya.
b. Teori Equity
Puas tidaknya seseorang terhadap pekerjaannya tergantung pada apakah ia
merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak terhadap suatu situasi, hal ini diperoleh
dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor
maupun di tempat lain (Karlins, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Revida (1999) keadilan (equity) adalah suatu keadaan yang muncul
dalam pikiran seseorang, jika ia merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan adalah
seimbang dengan rasio individu yang dibandingkan. Pegawai membandingkan usaha
mereka terhadap imbalan dengan imbalan pegawai lainnya dalam situasi kerja yang
sama. Teori keadilan ini didasarkan asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh
keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya. Individu berkerja
untuk mendapatkan imbalan dari organisasi.
Dasar kepuasan kerja adalah derajat keadilan yang diterima pegawai dalam
situasi kerjanya, semakin tinggi derajat keadilan yang diterima, semakin puas
pegawai yang bersangkutan (Reksohadiprodjo, 2001). Faktor-faktor dari teori
”equity” adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity (Munandar,
2001). Input adalah segala sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap
mendukung pekerjaannya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya
usaha yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi
yang dipergunakan untuk pekerjaannya. Outcome adalah suatu yang dianggap
bernilai oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti : upah atau
gaji, keuntungan sampingan, simbol status, penghargaan, serta kesempatan waktu
berhasil atau ekspresi diri. Comparison person
ini bisa berupa seseorang di
perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di
masa lampau.
Universitas Sumatera Utara
c. Teori Dua Faktor
Teori ini diperkenalkan oleh Frederick Herzberg (dalam Johan, 2002)
berdasarkan atas penelitian yang dilakukan terhadap 250 responden pada sembilan
buah perusahaan di Pittsburg. Dalam penelitian tersebut Herzberg ingin menguji
hubungan kepuasan dengan produktivitas. Teori dua faktor menyatakan bahwa
kepuasan kerja secara kualitatif berbeda dengan ketidak puasan kerja.
Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori, yang satu dinamakan ‘disatisfier” atau “ hygiene factors” dan yang lainnya
dinamakan ‘satisfier” atau ‘motivators”. Hygiene factor meliputi hal-hal seperti:
gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Jumlah
tertentu dari hygiene factors diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta
kebutuhan dasar seseorang seperti kebutuhan keamanan dan berkelompok. Jika
kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi, seseorang tidak puas. Namun jika besarnya
hygiene factors memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, seseorang tidak akan
kecewa lagi tetapi belum tentu terpuaskan.
Penyelidikan Herzberg membuktikan bahwa jawaban orang-orang yang
merasa pekerjaannya baik, berbeda sekali dengan orang-orang yang merasa
pekerjaanya kurang baik. Dengan kata lain lain dijelaskan bahwa jawaban seseorang
sangat tergantung pada kepuasan kerjanya. Faktor instrinsik seperti keberhasilan,
pengakuan, tanggung jawab, dan pengembangan mempunyai kaitan erat dengan
kepuasan kerja. Sebaliknya faktor-faktor ekstrinsik seperti kebijakan kantor,
administrasi, supervisi, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, dan gaji, mempunyai
Universitas Sumatera Utara
kaitan erat dengan ketidakpuasan kerja. Kesimpulannya dalam teori dua faktor bahwa
terdapat faktor pendorong yang berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaan
sehingga membawa kepuasan kerja, dan yang kedua faktor yang dapat
mengakibatkan ketidakpuasan kerja.
Kepuasan kerja adalah motivator primer yang berkaitan dengan pekerjaan
itu sendiri, sebaliknya ketidakpuasan pada dasarnya berkaitan dengan memuaskan
anggota organisasi dan menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu berkaitan
dengan lingkungan. Dari penjelasan tersebut dapat dikemukakan tentang ciri-ciri
tentang kepuasan kerja :
1. Hasil persepsi pegawai terhadap pekerjaan sehingga menimbulkan sikapnya
terhadap pekerjaan, sikap tersebut bisa positif dan bisa pula negatif.
2. Penilaian pegawai terhadap perbedaan antara imbalan dengan harapan.
3. Pegawai yang puas akan bersikap positif terhadap pekerjaan, sebaliknya
pegawai yang tidak puas bisa bersikap negatif terhadap pekerjaan.
II.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Almigo (2004 )ada lima karakteristik penting yang mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu :
a. Pekerjaan, sampai sejauh mana tugas kerja dianggap menarik dan
memberikan kesempatan untuk belajar dan menerima tanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
b. Upah atau gaji, yaitu jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari
upah atau gaji.
c. Penyelia atau pengawasan kerja yaitu kemampuan penyelia untuk
membantu dan mendukung pekerjaan.
d. Kesempatan promosi yaitu keadaan kesempatan untuk maju.
e. Rekan kerja yaitu sejauhmana rekan kerja bersahabat dan berkompeten.
Demikian halnya menurut As’ad (2003), bahwa salah satu faktor yang
memberikan kepuasan kerja adalah faktor utama dalam pekerjaan, yang meliputi
upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja dan kesempatan untuk maju.
Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungamn sosial didalam
pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan
diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.
Sedangkan menurut Robbins (1996) ada empat faktor penting yang
mendorong kepuasan kerja adalah kerja yang secara mental menantang, ganjaran
yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, dan rekan kerja yang mendukung dan
kesesuaian pribadi dengan pekerjaan.
Pekerjaan yang secara mental menantang cenderung lebih disukai pegawai,
karena akan memberikan kepada mereka kesempatan untuk menggunakan
ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan,
dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Sebaliknya pekerjaan
yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang
Universitas Sumatera Utara
menciptakan frustasi dan perasaan gagal, dan pada kondisi tantangan yang sedang,
kebanyakan pegawai akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
Ganjaran yang pantas merupakan keinginan pegawai akan sistem upah dan
kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan
segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan
pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan
komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja tidak semua
orang mengejar uang, banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil
untuk bekerja dilokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang
menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka
lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang menautkan upah dengan kepuasan
bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih penting adalah persepsi keadilan.
Serupa pula, pegawai berusaha mendapatkan praktik promosi yang adil, karena
promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang
lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan.
Rekan sekerja yang mendukung
mengandung pengertian bahwa orang-
orang mendapatkan lebih dari pada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari
dalam kerja, tetapi kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial, sehingga
sangat penting bagi mereka untuk memiliki rekan kerja yang mendukung dan dapat
bekerja sama dengan baik. Selain pengaruh teman sekerja juga pengaruh atasan pada
kepuasan kerja, seperti perhatian atasan akan tingkat kesejahteraan para pegawai,
Universitas Sumatera Utara
bimbingan dan bantuan dalam melaksanakan pekerjaan, komunikatif, serta mau
melibatkan diri dalam pekerjaan.
Kesesuaian antara kepribadian dengan pekerjaan adalah satu unsur yang
penting yang perlu ditambahkan, karena unsur tersebut merupakan unsur yang cukup
berperan dalam menentukan kepuasan kerja, yaitu bahwa pegawai cenderung akan
merasa puas apabila ada kecocokan antara kepribadiannya dengan pekerjaannya.
Pada hakikatnya orang-orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan
sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya merasakan bahwa mereka
mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari
pekerjaan mereka, dengan demikian lebih besar kemungkinannya untuk lebih berhasil
pada pekerjaan-pekerjaan tersebut, dan karena sukses inilah boleh jadi lebih besar
untuk mencapai kepuasan yang tinggi.
Selanjutnya menurut Luthans (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja antara lain adalah sebagai berikut :
1. Pekerjaan itu sendiri (The work it self).
Kesenangan individu terhadap pekerjaannya merupakan sumber utama dari
kepuasan kerja. Beberapa unsur yang penting dari kepuasan kerja adalah
pekerjaan yang tidak monoton, bervariasi sehingga tidak menimbulkan
kebosanan bagi pekerja.
2. Imbalan (Pay).
Mengenai gaji, upah dan tunjangan-tunjangan, semuanya adalah penting, tetapi
merupakan faktor-faktor yang komplek (rumit), multidimensi dalam kepuasan
Universitas Sumatera Utara
kerja. Uang tidak hanya membantu individu dalam memenuhi kebutuhan dasar
untuk hidup, tetapi juga merupakan alat (instrumen) dalam menaikkan tingkat
kepuasan. Pegawai sering memandang imbalan sebagai sebuah cerminan dari
pada cara pandang manajemen dalam menilai kontribusi pegawai kepada
organisasi. Keuntungan bagi pegawai rendahan adalah perlu, walaupun mereka
tidak terpengaruh, karena mereka tidak mengetahui nilai yang mereka
sumbangkan bagi organisasi untuk memperoleh keuntungan. Bagaimanapun
juga, penelitian terakhir menunjukkan jika semua pegawai mengikuti beberapa
pilihan keuntungan yang fleksibel, mereka lebih menyukai paket menyeluruh,
disebut rencana keuntungan yang fleksibel, ini merupakan suatu pengaruh yang
nyata dari semua kepuasan yang diperoleh, dan keseluruhan dari kepuasan
kerja.
3. Promosi (Promotion).
Kesempatan untuk dipromosikan merupakan sebuah variasi dampak dalam
kepuasan kerja, karena promosi mengakibatkan perbedaan bentuk dan
memperoleh bermacam-macam tunjangan dari perusahaan untuk level manajer,
lain halnya apabila promosi pada pegawai biasa karena pengalaman kerjanya
atau senioritas yang telah dimiliki. Dengan demikian kepuasan akan lebih besar
bagi individu yang mendapat promosi untuk menduduki suatu jabatan,
dibandingkan pegawai yang dipromosikan karena senioritasnya sehingga
memperoleh kenaikan imbalan.
Universitas Sumatera Utara
4. Pengawasan (supervision).
Pengawasan adalah sumber lain yang cukup penting dari kepuasan kerja.
Sampai saat ini, bagaimanapun terdapat dua dimensi dari gaya pengawasan
yang mempengaruhi kepuasan kerja. Pegawai yang bekerja bukan dikantor
pusat dan kinerjanya dinilai oleh pengawas untuk menentukan besarnya imbalan
yang ia peroleh, tentunya kan berpengaruh terhadap personal interens karena
menentukan jumlah yang akan mereka peroleh. Pegawai di Amerika umumnya
memprotes para pengawas yang tidak bekerja dengan baik pada pekerjaannya.
Suatu survey skala besar menemukan bahwa lebih dari setengah responden
merasa supervisor mereka secara reguler menampung umpan balik atau
mencoba untuk memecahkan masalah mereka.
5. Kelompok pekerja (Work Group).
Sifat dasar kelompok kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Keramahan,
kerja sama dalam kelompok kerja semuanya merupakan sumber terhadap
kepuasan kerja bagi pegawai. Kelompok kerja dapat menjadi sumber bagi para
pekerja untuk memperoleh dukungan, bantuan (hukum), saran/nasihat, dan
tempat bertanya.
6. Kondisi tempat kerja (Working Conditions).
Merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Jika kondisi tempat kerja baik (bersih, sekelilingnya menarik), para pekerja
dapat dengan mudah membawa hasil pekerjaan, dan sebaliknya apabila tempat
Universitas Sumatera Utara
kerjanya jelek. Bagaimanapun tahun-tahun terakhir, karena meningkatnya
perbedaan kekuatan kerja, kondisi tempat kerja baru menjadi penting.
II.2.2.1. Lingkungan Kerja
Kondisi lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja
pegawai. Lingkungan kerja merupakan suatu lingkungan dimana para pegawai
bekerja dan dapat mempengaruhi mereka dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan. Faktor-faktor yang termasuk lingkungan kerja adalah pewarnaan,
kebersihan, pertukaran udara, penerangan, musik, kebisingan, ruang gerak dan
hubungan antara pegawai atau pegawai dengan atasan
Lingkungan kerja yang baik akan memberikan kenyamanan pribadi
maupun dalam membangkitkan semangat kerja pegawai sehingga dapat
mengerjakan tugas-tugas dengan baik. Disamping itu pegawai akan lebih senang
dan nyaman dalam bekerja apabila fasilitas yang ada dalam keadaan bersih, tidak
bising, pertukaran udara yang cukup baik dan peralatan yang memadai serta
relatif modern.
Kondisi kerja yang mendukung diartikan sebagai kepedulian pegawai akan
lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
mengerjakan tugas dengan baik, mereka cenderung lebih menyukai lingkungan fisik
yang aman dan nyaman. Temperatur, cahaya, derau dan faktor-faktor lingkungan
lainnya, seharusnya tidak terlalu ekstrem (terlalu banyak atau terlalu sedikit) seperti
misalnya terlalu panas, terlalu remang-remang. Secara umum kondisi lingkungan
Universitas Sumatera Utara
biasanya tidak terlalu berpengaruh terhadap kepuasan kerja selama tidak benar-benar
buruk.
Nitisemito (2000) mendefinisikan bahwa lingkungan kerja adalah segala
sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang diembankan.
Selanjutnya Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara garis besar,
jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b)
lingkungan
kerja
non
fisik.
Lingkungan
kerja
fisik
diantaranya
adalah:
penerangan/cahaya, temperatur/suhu udara, kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan,
setaran mekanis, bau tidak sedap, tata warna, dekorasi, musik dan keamanan di
tempat kerja. Sedangkan lingkungan kerja non fisik diantaranya adalah hubungan
sosial di tempat kerja baik antara atasan dengan bawahan atau hubungan antara
bawahan.
Sedangkan Jaya (2005) mengatakan bahwa lingkungan kerja adalah
keseluruhan atau setiap aspek dari gejala dan sosial-kultural yang mengelilingi
atau mempengaruhi individu. lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugastugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak,
keamanan, kebersihan, interaksi ssosial pegawai dan lain-lain
Berdasarkan definisi tersebut dapat dinyatakan lingkungan kerja adalah
segala sesuatu yang ada di sekitar pegawai bekerja yang mempengaruhi pegawai
dalam melaksanakan beban tugasnya. Masalah lingkungan kerja dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
organisasi sangatlah penting, dalam hal ini diperlukan adanya pengaturan
maupun penataan faktor-faktor lingkungan kerja dalam penyelenggaraan
aktivitas organisasi.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998
Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
bahwa Lingkungan kerja
perkantoran meliputi semua ruangan, halaman dan area sekelilingnya yang
merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja untuk kegiatan
perkantoran. Persyaratan kesehatan lingkungan kerja dalam keputusan ini
diberlakukan baik terhadap kantor yang berdiri sendiri maupun yang berkelompok.
Kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan persyaratan kesehatan,
sebagaimana ketentuan tersebut diatas adalah:
1. Tersedianya air bersih dengan kapasitas minimal 40 liter /orang/hari
2. Kualitas air bersih memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan
fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif sesuai Permenkes No. 416 tahun
1990 tentang Pengawasan dan Persyaratan Kualitas Air.
3. Suhu dan Kelembaban :
- Suhu : 18 – 26 0C
- Kelembaban : 40% - 60%
4. Debu
Kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam pengukuran ratarata 8 jam adalah: debu total dengan konsentrasi maksimal o,15mg/m3.
5. Pertukaran Udara :
Universitas Sumatera Utara
0, 283 m3 / menit / orang dengan laju ventilasi : 0, 15 – 0, 25 m/ detik
6. Limbah padat/ sampah :
a. Setiap perkantoran harus dilengkapi dengan tempat sampah. Tempat
sampah terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap
air dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya serta
dilengkapi dengan penutup.
b. Sampah kering dan sampah basah ditampung dalam tempat sampah
yang terpisah dan dilapisi kantong plastik berwarna hitam.
c. Sampah dibuang setiap hari atau apabila 2/3 bagian tempat sampah
telah terisi oleh sampah.
d. Tersedia tempat pengumpulan sampah sementara. Sampah dari tempat
penampungan sementara harus diangkut setiap hari.
7. Intensitas cahaya di ruang kerja minimal 1000 Lux dalam rata-rata
pengukuran 8 jam.
8. Tingkat kebisingan ruangan di ruang kerja maksimal 85 dBA dalam rata-rata
pengukuran 8 jam.
9. Bangunan kuat, terpelihara, bersih dan tidak memungkinkan terjadinya
gangguan kesehatan dan kecelakaan.
10. Lantai terbuat dari bahan bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak
licin dan bersih.
11. Setiap pegawai mendapatkan ruang udara minimal 10m3/pegawai.
Universitas Sumatera Utara
12. Dinding bersih dan berwarna terang. Permukaan dinding yang selalu terkena
percikan air terbuat dari bahan yang kedap air.
13. Langit-langit kuat, bersih, berwarna terang, ketinggian minimal 2,50 m dari
lantai.
14. Atap kuat dan tidak bocor.
15. Luas jendela, kisi-kisi atau dinding gelas kaca untuk masuknya cahaya
minimal 1/6 kali luas lantai.
16. Instalasi listrik, pemadam kebakaran, air bersih, air kotor, air limbah, air hujan
harus dapat menjamin keamanan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.
17. Bangunan kantor yang lebih tinggi dari 10 meter atau lebih tinggi dari
bangunan lain disekitarnya harus dilengkapi dengan penangkal petir.
18. Setiap kantor harus memiliki toilet dengan jumlah wastafel, jamban dan
peturasan minimal seperti ditunjukkan pada Tabel berikut.
Tabel II.1
Standar Jumlah Toilet dengan Jumlah Wastafel, Jamban dan Peturasan
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Pegawai
Wastafel
Jamban
Peturasan
1 -15
1
1
1
16 - 30
2
2
2
31 - 45
3
3
3
46 - 60
4
4
4
61- 80
5
5
5
80 - 100
6
6
6
Setiap Penambahan 100 pegawai harus ditambah 1 wastafel, 1
jamban dan 1Peturasan
Universitas Sumatera Utara
II.2.2.2. Gaji
Tujuan manusia dalam bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Motivasi inilah yang membuat faktor finansial menjadi variabel yang
paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Pada umumnya, faktor pertama kali
yang menjadi perhatian dari calon pegawai untuk masuk ke dalam suatu perusahaan
adalah faktor finansial yang meliputi sistem dan besar gaji, jaminan sosial serta
kesempatan untuk meniti karier. Kebijakan-kebijakan yang menyangkut masalah
finansial misalnya gaji, bonus, tunjangan dan asuransi menjadi perhatian penting dan
krusial bagi perusahaan.
Gaji yang memberikan rasa puas adalah gaji yang mampu mencukupi
kebutuhan hidup sehingga menimbulkan rasa aman bagi para pegawai. Mereka tidak
perlu mencari tambahan penghasilan di luar pekerjaan pokok, karena penghargaan
hasil kerja yaitu gaji telah mampu membiayai kebutuhan hidupnya. Di samping itu,
para pegawai juga mengharapkan bahwa gaji yang diterima sesuai dengan hasil
kerjanya. Sistem insentif merupakan upah/gaji yang berbeda, tetapi bukan
berdasarkan pada evaluasi jabatan namun ditentukan karena perbedaan prestasi kerja
untuk dapat meningkatakan organisasi/perusahaan.
Menurut Hariandja dalam Maretta (2005) mendefenisikan gaji sebagai
pembayaran serta balas jasa yang diberikan kepada pegawai, tata usaha dan manajer
sebagai konsekwensi dari sumbangan yang diberikannya dalam pencapaian tujuan
perusahaan. Perusahaan dalam memberikan imbalan harus membedakan gaji dan
upah karena gaji merupakan sesuatu yang diberikan organisasi berdasarkan tingkat
Universitas Sumatera Utara
pendidikan, jabatan, dan masa kerja seorang pegawai tetapi upah didasarkan pada
waktu kerja dan volume atau output yang dihasilkan oleh seseorang pegawai
II.2.2.3. Reward
Sejak 1959 aparatur negara diberikan penghargaan untuk berbagai jenis
sesuai dengan prestasinya. Sebut saja satya Lencana Kemerdekaan, Satya Lencana
Pembangunan, Satya Lencana Wira Karya, Satya Lencana Karya Satya dan Piagam
Pelita. Namun banyak diantara anugerah tersebut ditanggapi dingin karena bentuknya
yang berkurang memberi manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan. Puluhan tahun
lalu, Abraham Maslow menenggarai tentang penghargaan sejenis itu yang hanya bisa
dinikmati kelompok masyarakat mapan. Sementara jika dilihat dari pendapatan
mayoritas aparatur pemerintah saat ini, untuk menutup kebutuhan pokok saja tidak
cukup. Intinya, kenutuhan akan sandang, pangan, papan lebih berarti dari sebuah
penghargaan atas kesetiaan, prestasi dan darma bhakti yang diberikan. Untuk itu
diperlukan usaha-usaha dari pemerintah untuk mengevaluasi kembali mengenai
bentuk dan manfaat dari penghargaan yang akan diberikan (Nugroho 2006)
Sedangkan menurut Heidjrachman dan Husnan (2002) beberapa faktor
mengenai kebutuhan dan keinginan pegawai, yakni: gaji yang baik, pekerjaan yang
aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap pekerjaan, pekerjaan yang
berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan dan
perintah yang wajar, dan organisasi atau tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Penghargaan terhadap pekerjaan atau reward menurut Effendi (2002)
didefenisikan sebagai bentuk penghargaan langsung atau tidak langsung yang
didasarkan atau dikaitkan langsung dengan kinerja dan gain sharing akibat
peningkatan produktivitas. Individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan
promosi dibuat dalam cara yang adil kemungkinanan besar akan mengalami kepuasan
dari pekerjaan mereka.
Sistem Imbalan (Reward System) menurut Ruvendi (2005) merupakan
pemberian kepada pegawai atau sesuatu yang diterima pegawai sebagai balas jasa
atas prestasinya kepada perusahaan dalam melaksanakan pekerjaan. Imbalan ekonomi
biasanya diberikan dalam bentuk gaji, upah, tunjangan, bonus, insentif, dan lain-lain.
Umumnya imbalan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu imbalan intrisik dan
imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang bersumber dari diri para
pegawai sendiri seperti penyelesaian tugas, prestasi, otonomi, perkembangan pribadi.
Sedangkan imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang berasal dari luar pegawai seperti
gaji dan tunjangan, interpersonal (status dan pengakuan), serta promosi. Disamping
itu, reward atau penghargaan yang diperoleh atau diharapkan akan diperoleh sebagai
konsekwensi dari apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia secara
fundamental, sehingga dapat mengendalikan cara kerja seseorang dalam organisasi.
Ada 3 sifat dalam membangun sistem reward yaitu; (a) mengaitkan sistem reward
dengan tujuan organisasi, (b) memperluas sistem reward yang melampui batas-batas
perusahaan, (c) mendorong orang-orang dalam organisasi menentukaan reward
sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dan ukuran perusahaan saling berkaitan dimana reward sebagai
pengikat. Idealnya reward mencerminkan tujuan perusahaan dan berkaitan dengan
ukuran yang bersifat multidimensi yang akan mendorong kinerja orang dan organisasi
secara keseluruhan. Seberapa jauh seseorang memberikan konstribusi terhadap
pencapai tujuan perusahaan sesuai dengan ukuran, visi dan misi organisasi menjadi
dasar dalam menentukan sistem reward seseroang.
Memperluas sistem reward melampui batas-batas perusahaan mengandung
arti bahwa sistem reward dikaitkan dengan jaringan di luar organisasi seperti mitra
kerja. Pada perusahaan manufaktur misalnya, reward tidak semata-mata ditekankan
pada seberapa besar kuota yang dicapai oleh seseorang, tetapi juga dikaitkan dengan
seberapa tinggi kepuasan pelanggan. Demikian juga dengan pemasok, seberapa besar
prestasi seorang bagian produksi misalnya dikaitkan dengan tingkat kelancaran
pasokan bahan baku yang diterima oleh perusahaan. Seperti juga terhadap pekerja,
reward terhadap stakeholder.
Seperti juga reward terhadap pekerja, pegawai juga akan memiliki motivasi
tinggi atau rendah, tergantung kepada bagaimana organisasi memperlakukan mereka.
Oleh karenanya dalam praktek, reward terhadap external stakeholder ini per definisi
sulit dan bersifat tidak langsung. Kendati demikian, beberapa bentuk yang mungkin
diberikan antara lain memberikan penghargaan (award), pelibatan dalam pertemuan
atau berbagai seremoni perusahaan. Kuncinya adalah bagaimana bentuk-bentuk
reward ini dikomunikasikan sehingga dirasakan oleh penerima sebagaimana yang
diharapkan organisasi. Misalnya saja dengan mendorong orang-orang untuk
Universitas Sumatera Utara
menentukan reward-nya sendiri, karena setiap organisasi secara implisit memberi
beban berupa sekumpulan tugas (a pack) pada pundak setiap orang, sebagai dasar
partisipasi mereka dalam organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Download