BAB II LANDASAN TEORI 2.1.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Samsudin (2009) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa bagi manusia sebagai individu anggota organisasi atau perusahaan bisnis. Menurut Anwar Prabu (2009) Manajemen Sumber Daya Manusia dapat didefinisikan sebagai “suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai)” . Menurut M. Manulang (2006) Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan ilmu dan seni yang secara khusus mengatur hubungan dan peranan manusia beserta aktivitas yang dilakukan dalam perusahaan. Dengan demikian apabila perusahaan tidak memiliki landasan manajemen sumber daya manusia yang baik, maka seluruh aktivitas yang terdapat didalamnya tidak dapat berjalan dengan baik sekalipun dilengkapi dengan peralatan dan fasilitas yang lengkap dan memadai. Setelah memperhatikan definisi diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pengembangan atau pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia dan menitik beratkan perhatiannya pada masalah personalia ataupun sumber daya manusia berupa penarikan, pengembangan , kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemerhatian agar tercapai tujuan perusahaan individu juga masyarakat. Perkembangan manusia dan lingkungannya, nilai dan kerja yaitu perkembangan Manajemen Sumber Daya Manusia dari aspek sumber daya manusia dan manusia sebagai sumber daya namun tetap terpusat pada organisasi. Organisasi disini diartikan sebagai lapangan kerja, sumber daya manusia dalam hubungan kerja sebagai sumber daya memberikan kontribusi semaksimal mungkin kepada organisasi. Meskipun dalam masyarakat yang berorientasi kerja, yang memandang kerja adalah suatu yang mulia, ini tidaklah berarti mengabaikan manusia yang melaksanakan pekerjaan tersebut. 2.1.2 Fungsi Manajerial dan fungsi operasional Sumber Daya Manusia Menurut Sutrisno (2009) dalam bukunya menyatakan fungsi manajemen sumber daya manusia meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengadaan, pengendalian, pengembangan, kompensasi, pengintregasian, pemeliharaan, kedisiplinan, pemberhentian. Sebagai ilmu terapan dalam ilmu manajemen, maka Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki fungsi-fungsi manajerial dengan penerapan dibidang Sumber Daya Manusia sebagai berikut : 1. Perencanaan Perencanaan (human resources planning) adalah kegiatan memperkirakan tentang keadaan tenaga kerja, agar sesuai dengan kebutuhan organisasi secara efektif dan efesien , dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan itu untuk menetapkan program kepegawaian ini meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian pegawai. 2. Pengorganisasian Pengorganisasian (organizing) adalah kegiatan untuk mengatur pegawai dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi, dalam bentuk bagan organisasi. Organisai hanya merupakan alat untk mencapai tujuan. Organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. 3. Pengarahan dan Pengadaan Pengarahan (directing) adalah kegiatan memberi petunjuk kepada pegawai, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efesien dalam membantu tercapainya tujuan organisasi. Pengarahan dilakukan oleh pemimpin yang dengan kepemimpinannya akan member arahan kepada pegawai agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik. Sedangkan Pengadaan (procurement) merupakan proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. 4. Pengendalian Pengendalian (controlling) merupakan kegiatan mengendalikan pegawai agar menaati peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana. Disamping fungsi-fungsi manajerial, Manajemen Sumber Daya Manusia juga memiliki beberapa fungsi operasional, diantaranya : 1. Pengembangan Pengembangan (development) merupakan proses peningkatan keterampilan teknis, teoretis, konseptual dan moral pegawai melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan yang diberikan hendaknya sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini dan masa yang akan datang. 2 Kompensasi Kompensasi (compensation) merupakan pemberian balas jasa langsung berupa uang atau barang kepada pegawai sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada organisasi. 3. Pengintregasian Pengintregasian (integration) merupakan kegiatan untuk mempersatukan kepentingan organisasi dan kebutuhan pegawai, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Disatu pihak, organisasi memperoleh keberhasilan atau keuntungan, sedangkan dilain pihak pegawai dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. 4. Pemeliharaan Pemeliharaan (maintenance) merupakan kegiatan pemeliharaan atau meningkatkan kondisi fisik, metal dan loyalitas, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dnegan program kesejahteraan dengan berdasarkan kebutuhan sebagian besar pegawai, serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi. 5. Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia yang penting dan merupakan kunci terwujudnya tujuan organisasi, karena tanpa adanya kedisiplinan maka sulit mewujudkan tujuan yang maksimal. Kedisiplinan merupakan keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan organisasi dan norma sosial. 6. Pemberhentian Pemberhentian (separation) merupakan putusnya hubungan kerja seorang pegawai dari suatu organisasi. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan pegawai, keinginan organisasi, berakhirnya kontrak kerja, pensiun, atau sebab lainnya. Penerapan fungsi manajemen dengan sebaik – baiknya dalam mengelola pegawai, akan mempermudah mewujudkan tujuan dan keberhasilan organisasi. 2.2 Pengertian Budaya Budaya organisasi atau yang disebut dengan corporate culture adalah suatu pola asumsi – asumsi dasar yang dibentuk, ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu sebagai usahanya untuk mengatasi masalahnya dari adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang berjalan cukup baik untuk memahami, memikirkan dan meraskan masalah - masalah tersebut. Dalam ringkup organisasi Robbin (2002) mengatakan budaya organisasi sering diartikan sebagai sekumpulan sistem nilai – nilai yang diakui dan dibuat oleh semua anggotanya yang membedakan perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Menurut Kreitner dan Kinieki dalam Erly Suandi (2003 : 79), mengemukakan: ”Budaya organisasi (perusahaan) adalah satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok rasakan, pikirkan dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.” Jadi, dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu sistem yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.Budaya organisasi (perusahaan) merupakan suatu norma – norma dan nilai – nilai yang dianut oleh para anggota organisasi. Nilai – nilai dan norma - norma yang membentuk budaya organisasi merupakan hasil suatu kompromi bersama para individu organisasi. Didalam perusahaan, budaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi karyawan agar bersikap, bertindak atau berperilaku searah dan sesuai dengan tujuan perusahaan, sehingga tujuan perusahaan dan tujuan para karyawan dapat berjalan beriringan. 2.2.1 Asal Mula Budaya Perusahaan Lahirnya nilai-nilai, norma-norma dan keyakinan-keyakinan adalah atas dasar suatu keinginan seseorang atau beberapa orang yang ingin mencapai tujuan tertentu. Mereka berkeyakinan bahwa tujuan mereka hanya dapat mencapai dengan menerapkan satu komitmen atau prinsip yang mereka anggap tepat. Suatu organisasi (perusahaan) berdiri atas dasar keinginan para pendirinya untuk mencapai tujuan tertentu, para pendiri merasa dapat mencapai tujuan tersebut hanya dengan satu ide-ide, komitmen-komitmen atau prinsip-prinsip yang mereka anggap tepat dan diterapkan pada orang-orang yang secara langsung terlibat dalam proses pencapaian tujuan organisasi (perusahaan) tersebut. Komitmen atau prinsip tersebut berkembang menjadi nilai-nilai, norma-norma atau keyakinan-keyakinan, maka lahirlah suatu budaya yang baru. Dengan kata lain berarti suatu budaya organisasi (perusahaan) lahir dengan sumber utama adalah para pendirinya, seperti yang dikatakan oleh Robbins dalam Hadyana (2002:255) Tradisi dan cara umum organisasi (perusahaan) melakukan segala sesuatu sebagian besar disebabkan oleh apa yang berasal dari apa yang telah dilakukannya sebelumnya dan tingkat keberhasilan yang telah diperoleh melalui usaha keras tersebut. Ini membawa kita kesumber paling akhir dari budaya suatu organisasi (perusahaan). 2.2.2 Fungsi Budaya Perusahaan Menurut Robbins ( 2006 : 725 ) Fungsi budaya organisasi (perusahaan ) adalah sebagai berikut: a. Menetapkan tapal batas Budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi (perusahaan) dan yang lain. b. Membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan memiliki identitas yang merupkan ciri khas organisasi, dimana dapat membedakan mereka dengan anggota organisasi (perusahaan) yang lain. c. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu. Nilai – nilai yang sudah disepakati bersama, akan dijadikan komitmen dari setiap individu, dan akan mengesampingkan kepentingannya sendiri. d. Menjaga Stabilitas Organisasi Kesatuan komponen-komponen organisasi yang direkatken oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi organisasi relatif stabil. Dari uaraian diatas dapat dinyatakan bahwa fungsi-fungsi budaya organisasi (perusahaan) adalah memberi pada organisasi (perusahaan) dan para anggotanya, memudahkan komitmen secara luas, meningkatkan stabilitas sistem sosial dan membentuk perilaku para karyawan. 2.2.3 Karakteristik Budaya Perusahaan Suatu budaya yang dianut oleh para anggota organisasi (perusahaan), bila diamati secara rinci adalah merupakan beberapa ciri atau karakteristik yang dihargai oleh para anggota (perusahaan). Untuk lebih jelasnya, penulis mengambil ciri-ciri atau karakteristik – karakteristik utama suatu organisasi dari pendapat dan riset ahlinya, yaitu Robbins dalam bukunya yang diterjemahkan oleh hadyana ( 2002 : 248 ) , ada 7 karakteristik organisasi (perusahaan) yaitu: a. Inovasi dan pengambilan resiko adalah sejauh mana para karyawan didorong untuk berinovasi dan mengambil resiko. b. Perhatian kerincian adalah sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian. c. Orientasi hasil adalah sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil, bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu. d. Orientasi orang adalah sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang didalam organisasai itu. e. Orientasi tim adalah sejauh mana kegiatan kerja yang diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu. f. Keagresifan adalah sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai. g. Kemantapan adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dari pada pertumbuhan. 2.2.4 Cara Karyawan Mempelajari Budaya Budaya diterapkan oleh perusahaan kepada karyawan ditempuh melalui berbagai macam cara, baik yang disengaja ataupun yang tidak disengajadisampaikan secara langsung dari karyawan yang satu ke karyawan lainnya. Dari sini, karyawan sedikit demi sedikit mempelajari budaya perusahaan, sehingga lambat laun mereka terbiasa dan menerima budaya yang ada didalam perusahaan tersebut untuk dijadikan pegangan dalam bekerja. Menurut Robbins (2002 : 261 ), “ Budaya diteruskan kepada para karyawan dalam sejumlah ragam, antara lain melalui cerita, ritual , lambang – lambang yang bersifat kebendaan dan bahasa”. Melalui cerita ini khusunya berisi dongeng dari peristiwa mengenai pendiri organisasi, pelanggaran aturan, pengurangan angkatan kerja, lokasi karyawan, reaksi terhadap kesalahan masa lalu dan mengatasi masalah organisasi. Cerita-cerita ini menghubungkan masa kini pada masa lalu dan memberikan penjelasan serta pegangan bagi karyawan saat ini. Sedangkan ritual merupakan deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi, tujuan apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting dan mana yang dapat dikorbankan. Selanjutnya, lambang materi ini menyampaikan siapa yang penting, sejauh mana kemewahan yang diinginkan oleh eksekutif puncak dan jenis perilaku. Seperti mobil, tata letak kantor dan hal-hal keistimewaan lainnya yang diberikan oleh organisasi kepada para karyawannya. Melalui bahasa yaitu dengan berjalannya waktu, organisasi-organisasi seiring mengembangkan istilah yang unik untuk mendeskripsikan peralatan kantor, personil utama, pemasok, pelanggan, atau produk yang berkaitan dengan bisnisnya. Sekali diserap, peristilahan ini bertindak sebagai suatu sebutan persamaan yang menyatukan anggota-anggota suatu budaya atau sub-budaya tertentu. 2.2.5 Mempertahankan Budaya Setelah mengetahui pentingnya fungsi dari sebuah budaya didalam organisasi (perusahaan), tentu saja budaya didalam sebuah organisasi (perusahaan) perlu kita pertahankan agar tetap melekat menjadi budaya kuat. Cara-cara untuk mempertahankan budaya oleh Robbins dalam bukunya Hadyana (2002 : 260 ), adalah dengan praktek seleksi, tindakan manajemen puncak dan metode sosialisasi. a. Seleksi yang tujuannya adalah mempekerjakan karyawan yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses didalam organisasi itu. b. Manajemen puncak yang tindakannya mempunyai dampak dasar pada budaya organisasi (perusahaan), lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, mereka menegakkan norma-norma dalam organisasi. c. Sosialisasi, organisasi berpotensi membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Sosialisasi terdiri atas 3 (tiga) tahap, yaitu: 1) Tahap prakedatangan adalah pembelajaran sebelum seorang karyawan baru bergabung dengan organisasi (perusahaan) itu. 2) Tahap Perjumpaan adalah tahap dalam proses sosialisasi dalam mana seseorang karyawan baru menyaksikan seperti apa sebenarnya organisasi itu. 3) Tahap Metamorfosis, dimana karyawan baru berubah dan menyesuaikan diri dengan pekerjaannya, kelompok kerja dan organisasi. Proses 3 ( tiga ) tahap ini berdampak pada produktivitas kerja, komitmen pada tujuan organisasi (perusahaan) dan keputusan akhir untuk tetap bersama organisasi itu. Proses 3 (tiga) tahap ini dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Gambar 2.5.c Proses Sosialisasi Hasil ► Prakedatangan ► Perjumpaan ► Produktivitas Metamorfosis ► Komitmen pp ► Keluarnya Karyawan Sumber : Stephen P. Robbins ( 2002 : 260 ) 2.2.6 Kuat Lemahnya Budaya a. Budaya Kuat Menurut Luthans ( 2002 : 552 ) , mengatakan budaya kuat adalah budaya yang sering kali dibentuk oleh nilai – nilai yang kuat dan gaya kepemimpinan yang kuat, faktor utama lainnya yang menjadi penentu budaya kuat dalam organisasi adalah kebersamaan dan identitas”. Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa budaya kuat adalah budaya yang terdiri dari nilainilai yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi dimana dapat membantu seluruh anggota organisasi mengenai apa yang mereka lakukan sehingga mereka dapat bekerja dengan sebaik-baiknya. b. Budaya Lemah Menurut Lussier (2002 : 174 ), mengatakan “budaya lemah adalah disebabkan adanya organisasi – organisasi yang tidak memiliki nilai-nilai yang tetap dan tidak melaksanakan perilaku yang telah ditetapkan maka mempunyai budaya lemah”. Sedangkan menurut Rue dan Byars ( 2000 : 367 ), “ Budaya Lemah adalah budaya dimana para anggota organisasinya tidak memiliki nilai-nilai yang jelas atau keyakinan-keyakinan yang jelas tentang bagaimana agar berhasil dalam menjalankan bisnis”. Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya yang lemah adalah budaya yang tidak memiliki nilai-nilai , perilaku-perilaku, dan keyakinan-keyakinan yang jelas serta mudah sekali menerima perubahan-perubahan yang terjadi didalam suatu organisasi. 2.3 Pengertian Kinerja Karyawan Pada dasarnya kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual, karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan tugasnya. Menurut Mathis dan Jacson, dalam jimmy dan Bayu ( 2002 : 77 ) adalah Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka member kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kuantitas output, jangka waktu output, kehadiran ditempat kerja, sikap kooperatif. Sedangkan menurut pendapat Kusnadi ( 2004 : 264 ) tentang kinerja. Menurutnya Kinerja adalah gerakan, perbuatan, pelaksanaan, kegiatan-kegiatan atau tindakan sadar yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan atau target tertentu. Dari pendapat diatas , kinerkja karyawan dapat dilihat dari seberapa jauh karyawan tersebut bekerja dan pengaruhnya terhadap organisasi atau perusahaan. 2.3.1 Penilaian Kinerja Karyawan Penilaian kinerja berguna untuk mengadministrasi honor dan gaji , memberikan umpan balik kinerja serta mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan karyawan. Selain itu penilaian kinerja berguna juga untuk mengembangkan potensi karyawan. Menurut Mathis dan Jacson dalam Jimmy Sadeli dan Bayu P.H ( 2002 : 81 ), penilaian kinerja adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu asset standar , dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan. 2.3.2 Penggunaan Penilaian Kinerja Karyawan Penilaian kinerja penting ketika organisasi (perusahaan) memberhenntikan, mempromosikan atau membayar orang-orang secara berbeda, karena hal-hal ini membutuhkan pembelaan yang kritis jika karyawan menuntut keputusan yang ada. Dengan demikian , penilaian kinerja karyawan perlu bagi penggunaan administrative. Penggunaan penilaian kinerja karyawan lainnya bertujuan untuk umpan balik pengembangan, yaitu untuk mengubah atau mendorong tingkah laku seseorang. Selain itu fungsi pengembangan diri penilaian kinerja juga dapat mengidentifikasikan karyawan mana yang ingin berkembang. Para manajer dalam situasi ini adalah memberi penghargaan bagi kinerja yang baik berupa pengakuan, menerangkan tentang peningkatan yang diperlukan dan menunjukan pada si karyawan bagaimana caranya meningkatkan diri. Menurut Mathis dan Jackson dalam Jimmy dan Bayu ( 2002 : 82 ) , membagi penggunaan penilaian kinerja karyawan menjadi 2 (dua) yaitu: Penggunaan administratif dan Penggunaan untuk pengembangan. a. Penggunaan administratif dapat dikelompokan menjadi 5 garis besar yaitu: untuk keputusan kompensasi, promosi, pemberhentian, pengurangan dan PHK. b. Penggunaan untuk pengembangan , disini penilaian kinerja menjadi sumber informasi utama dan umpan balik untuk karyawan yang merupakan kunci bagi pengembangan mereka dimasa mendatang. 2.3.3 Metode Penilaian Kinerja Karyawan Menurut Mathis dan Jackson dalam Jimmy dan Bayu (2002:92) mengkatagorikan dalam 4 (empat) kelompok, yaitu: a. Metode penilaian katagori memberi nilai untuk tingkat-tingkat kinerja karyawan dalam formulir khusus yang dibagi dalam katagori-katagori kinerja. b. Metode perbandingan menurut para manajer untuk secara langsung membandingkan kinerja karyawan mereka satu sama lain. c. Metode naratif memberikan informasi penilaian tertulis. d. Metode tujuan atau perilaku untuk mengukur perilaku karyawan dan bukannya karakteristik lainnya. Metode tujuan mengkhususkan pada tujuan kinerja yang diharapakan dapat dicapai oleh individu dalam jangka waktu tertentu. 2.3.4 Indikator-Indikator Kinerja Karyawan Kinerja karyawan di kualifikasikan dalam penilaian adalah merupakan beberapa indikator utama. Menurut Umar ( 2002 : 102 ) mengidentifikasikan indikator-indikator kinerja sebagai berikut: a. Kualitas pekerjaan adalah sejauh mana karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas yang baik. b. Inisiatif yaitu karyawan mampu mengembangkan pikiran dan melaksanakan sesuatu pekerjaan tanpa diberi perintah oleh atasan. c. Etika kerja mengacu kepada kemampuan terhadap pemahaman tugas dalam hubungan kerja dengan lingkungan kerja. d. Kerja sama adalah kemampuan dalam menjalin hubungan yang baik dengan rekan kerja dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan secara bersama-sama. e. Pengetahuan tentang pekerjaan adalah pemahaman dan penguasaan pengetahuan dan prosedur yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan suatu pekerjaan. f. Tanggung jawab mengacu pada penyelesaian tugas yang diberikan oleh atasan. g. Pemanfaatan waktu adalah sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan perusahan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepada karyawan. Penilaian dalam ketujuh indikator diatas, dapat mengambil gambaran umum dari kinerja karyawan suatu perusahaan. 2.3.5 Hubungan antara Budaya Perusahaan dengan Kinerja Karyawan Budaya perusahaan sangat penting hubungannya untuk meningkatkan kinerja karyawan, Menurut pendapat Weick dalam Damawiyanti (2008) mengutarakan bahwa budaya perusahaan yang kuat akan meningkatkan perilaku yang konsisten, budaya perusahaan yang disampaikan secara konsisten kepada karyawan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja karyawan. Dari paparan diatas maka, Perusahaan yang memiliki budaya perusahaan yang kuat akan mampu bertahan lama. Memang bisa saja perusahaan itu sukses tanpa mempunyai budaya perusahaan, tetapi keberhasilannya biasanya bersifat sementara. Budaya perusahaan yang kuat akan merubah perilaku setiap karyawannya dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja dari karyawannya. Perubahan kinerja karyawan ini diharapkan menjadi lebih baik karena budaya perusahaan dibentuk oleh manajemen yang disesuaikandengan kondisi kerja yang optimal berdasarkan persepsi dari manajemen perusahaan itu sendiri. Dengan demikian secara tidak langsung budaya perusahaan dapat mempengaruhi kinerja dari setiap karyawan.