BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika memiliki peran yang sangat penting, sebab matematika adalah ilmu dasar yang digunakan secara luas dalam berbagai bidang kehidupan sehingga siswa membutuhkan pengalaman yang tepat untuk menghargai kenyataan bahwa matematika adalah penting untuk masa depannya. Pembelajaran matematika diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, cermat, efektif, dan efisien dalam memecahkan masalah (Rubiyanto, 2012). Sistem pembelajaran pendidikan pada umumnya sampai saat ini masih didominasi oleh model konvensional. Model ini tidak begitu banyak mengembangkan kemampuan berpikir siswa terutama dalam memecahkan suatu permasalahan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam pembelajaran model konvensional, siswa kurang menaruh perhatian selama 40% dari seluruh waktu pembelajaran. Siswa dapat mengingat 70% dalam sepuluh menit pertama pembelajaran, sedangkan dalam sepuluh menit terakhir, mereka hanya dapat mengingat 20% materi pembelajaran. Hal ini juga yang terjadi pada pembelajaran matematika (Khoiriyah, 2010). Dahar sebagaimana dikutip dalam Subhan (2009) mengatakan bahwa: “Banyak murid atau mahasiswa gagal atau tidak memberi hasil yang baik dalam pelajarannya karena mereka tidak mengetahui cara-cara belajar yang efisien dan efektif, mereka kebanyakan hanya mencoba menghafal pelajaran dan memasukan ilmu tanpa ada penyaringan terlebih dahulu, sehingga tidak paham benar konsep urutannya”. Matematika bukan materi untuk dihafal, melainkan memerlukan penalaran dan pemahaman yang lebih. Akibatnya jika diberi tes atau evaluasi, siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal, walaupun bentuk soal tersebut hampir sama dengan soal yang pernah dipelajarinya. Oleh karena itu tidak heran jika banyak orang memandang matematika sebagai bidang studi paling sulit. Sulit dalam mempelajari dan menyelesaikan soalnya (Subhan, 2009). Khoiriyah (2010) mengatakan bahwa guru adalah praktisi dalam dunia pendidikan. Guru menjadi ujung tombak dalam upaya mensukseskan program pembelajaran dan pendidikan pada umumnya. Oleh karena itu, guru diharapkan secara terus menerus berupaya meningkatkan mutu proses dan 1 2 hasil belajar. Upaya itu tentu tidak dapat dilaksanakan manakala guru kurang memahami realitas yang ada serta permasalahan pembelajaran yang dihadapi atau dilaksanakannya. Ukuran keberhasilan mengajar guru utamanya terletak pada terjadi tidaknya peningkatan hasil belajar siswa. Lindawati (2012) mengatakan bahwa siswa hanya mendengarkan, mencatat, mengerjakan soal tanpa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga pelajaran matematika di sekolah menjadi salah satu pelajaran yang ditakuti oleh sebagian besar siswa. Matematika itu sulit, itu sudah menjadi anggapan awal siswa terhadap mata pelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Buxton sebagaimana dikutip dalam Lindawati (2012), yang menyatakan bahwa ada rasa takut akan matematika, rasa takut tersebut mendekam dalam pemikiran. Rasa takut ini terjadi dikarenakan adanya “Mind in Chaos”, yaitu suatu kesan negatif yang dibiarkan terjadi sejak mereka masih kecil bahwa matematika itu sulit yang pada akhirnya menjadikan mereka sampai dewasa berpikiran bahwa matematika sulit dan menakutkan. Karakteristik matematika yang abstrak dan sistematis menjadi salah satu alasan sulitnya siswa mempelajari matematika serta menjadikan kurang berminat dalam mempelajarinya. Matematika merupakan salah satu pelajaran yang menurunkan semangat siswa. Matematika telah diberi label negatif dikalangan siswa, yaitu sebagai pelajaran yang sulit, menakutkan, dan membosankan, sehingga menimbulkan minat yang rendah untuk belajar (Astuti, dkk., 2008). Image negatif siswa pada pelajaran matematika perlu dikurangi atau bahkan dihilangkan, maka dibutuhkan ketertarikan dan rasa senang siswa dalam mempelajari matematika, yang sering disebut dengan minat belajar matematika. Minat belajar matematika merupakan faktor penting dalam menunjang siswa untuk dapat memperoleh prestasi yang maksimal pada pelajaran matematika. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat (Slameto, 2003). Minat mempunyai peranan yang sangat penting. Bila seorang siswa tidak memiliki minat dan perhatian yang besar terhadap objek yang dipelajari maka sulit diharapkan siswa tersebut akan tekun dan memperoleh hasil yang baik dari belajarnya (Nurhidayati, 2006). Rendahnya minat siswa Indonesia untuk mempelajari matematika ditunjukkan dengan rendahnya prestasi yang diraih oleh siswa Indonesia. Data 3 dari UNESCO menyatakan bahwa peringkat matematika siswa Sekolah Menengah Pertama Indonesia berada di deretan 34 dari 38 negara (Astuti, dkk. dalam Asosiasi Guru Matematika Indonesia, 2008). Berdasarkan observasi kelas VIII SMP N 3 Banyubiru pada tanggal 24 September 2012, siswa hanya pasif mendengarkan penjelasan guru serta asyik dengan kegiatannya sendiri. Siswa terlihat tidak bersemangat dan mengalami kejenuhan dalam pembelajaran matematika. Hal ini berpengaruh terhadap minat belajarnya dalam mata pelajaran matematika. Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika di SMP N 3 Banyubiru, siswa kurang berminat dalam belajar matematika dan kesulitan dalam memahami materi karena siswa belum paham materi dasar yang seharusnya menjadi modal untuk mempelajari materi berikutnya. Hal ini mengakibatkan hasil belajar siswa pada tengah semester pertama rendah. Jumlah siswa yang tuntas 29 dari 50 siswa, dengan standar kompetensi yang harus dicapai siswa adalah 65. Upaya untuk mengatasi hasil belajar yang rendah serta kurangnya minat belajar matematika, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru sebaiknya berorientasi pada siswa serta beraneka ragam sehingga siswa tidak bosan hanya dengan satu model pembelajaran yang diterapkan. Model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran terpadu tipe connected, yaitu model pembelajaran yang dilakukan dengan mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok bahasan lain, mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan dalam satu bidang studi (Hardisubroto dalam Trianto, 2011). Hal ini sependapat dengan Mulia (2013) yang mengatakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang terdefinisikan secara sistematik, antara satu konsep dengan konsep yang lain saling berkaitan. Wardhani (2008) mengatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep, secara luwes, akurat , efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Model pembelajaran terpadu tipe connected memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung sehingga siswa memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru dan pembelajaran menjadi lebih bermakna, sehingga model pembelajaran ini dapat memberikan hasil yang dapat berkembang sesuai dengan minat siswa (Trianto, 2011). Hal 4 tersebut sependapat dengan Pekerti (2011) yang mengatakan bahwa model pembelajaran tersebut dapat memudahkan siswa saat mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Ambardini (2009) mengatakan bahwa melalui pembelajaran terpadu tipe connected, siswa dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambah kekuatan untuk mencari, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, siswa terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, otentik dan aktif sehingga dapat meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran dan hasil belajar yang diperoleh dapat optimal. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa hasil belajar matematika siswa masih rendah serta kurangnya minat dalam belajar matematika. Oleh karena itu sebagai usulan untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu diadakannya penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran terpadu tipe connected terhadap minat dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 3 Banyubiru. Jika didapatkan hasil dengan pengaruh yang signifikan, maka hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu solusi dari permasalahan yang ada di lapangan. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah: 1. Apakah ada pengaruh model pembelajaran terpadu tipe connected terhadap minat belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 3 Banyubiru? 2. Apakah ada pengaruh model pembelajaran terpadu tipe connected terhadap hasil belajar matematika sisswa kelas VIII SMP N 3 Banyubiru? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh model pembelajaran terpadu tipe connected terhadap minat belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 3 Banyubiru; 2. Mengetahui pengaruh model pembelajaran terpadu tipe connected terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 3 Banyubiru. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang model-model dalam mata pelajaran matematika, pada umumnya 5 memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pendidikan dan pada khususnya pada matematika. 2. Manfaat praktis a. Bagi siswa Sebagai bahan informasi dalam usaha meningkatkan hasil belajar. b. Bagi pendidik Sebagai bahan informasi dalam memecahkan permasalahan siswa sehubungan dengan proses belajar mengajar. c. Bagi sekolah Penelitian ini memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan model pembelajaran matematika.