bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Marketing Mix
2.1.1 Pengertian Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran atau biasa juga disebut dengan marketing mix , merupakan
strategi dasar manajemen pemasaran yang ditetapkan oleh perusahaan dalam
memasarkan produknya. Bauran pemasaran juga memiliki peranan penting dalam
mempengaruhi konsumen untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan ke pasar.
Definisi bauran pemasaran (marketing mix) menurut Kotler dan Armstrong
(2008:62)“Bauran pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktif
terkendali
yang
dipadukan
perusahaan
untuk
menghasilkan
respon
yang
diinginkannya di pasar sasaran”. Adapun definisi bauran pemasaran (Marketing Mix)
menurut Buchari (2008:205) “Marketing mix merupakan strategi mencampur
kegiatan-kegiatan
marketing,
agar
dicari
kombinasi
maksimal
sehingga
mendatangkan hasil paling memuaskan” Dari beberapa definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah suatu alat pemasaran taktif terkendali
yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkannya di pasar
sasaran yang juga merupakan strategi perusahaan dalam mencampur kegiatankegiatan marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil
paling memuaskan.
Menurut Kotler dan Armstrong (2008:62-63)bauran pemasaran terdiri dari
semua hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan
produknya. Berbagai kemungkinan ini dapat dikelompokan
menjadi empat
kelompok variabel yang disebut “4P” dalam kegiatan bauran pemasaran sebagai
berikut:
2.1.1.1 Produk (Product)
Produk adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan
kepada pasar sasaran.Produk adalah keseluruhan konsep objek atau proses yang
memberikan sejumlah nilai manfaat kepada konsumen..Produk dalam bisnis restoran
sangat bergantung pada pengalaman.Produk dapat berupa paket yang lengkap yang
7
8
terdiri dari makanan, minuman, servis, atmosfer dan kenyamanan yang memuaskan
kebutuhan dan keinginan konsumen dan menciptakan kesan yang tidak terlupakan.
Pengunjung di restoran membayar untuk pengalaman makan secara total bukan
hanya untuk makanannya saja.
Tingkatan produk-produk restoran dapat didiskripsikan dalam 3 tingkatan,
yaitu: the core product, the formal product, dan the augment product. Produk-produk
restoran juga dapat dianalisis sama seperti produk lain, misalnya: atmosphere,
product development, product positioning, product life cycle. Jadikan produk
makanan mempunyai rasa yang enak dan mempunyai keunikan supaya bisa
menembus pasaran. Makanan enak akan menarik pembeli untuk terus datang kembali
dan menjadi pelanggan setia. Sedangkan unik berarti beda dalam bentuk penyajian,
modifikasi resep makanan, pelayanan, atau apa saja yang bisa menarik perhatian
pembeli. Supaya suatu bahan menarik perhatian (terlihat unik) maka harus diolah dan
divariasikan, sehingga diperoleh aneka produk pangan dengan penampilan, bentuk,
tekstur, warna, aroma dan cita rasa yang memikat.Untuk membuat produk demikian
tidak selalu harus menggunakan bahan dasar mahal.
Keputusan lain mengenai kebijakan produk yang perlu diperhatikan adalah
mengenai model, merk, label dan kemasan. Untuk itu ada beberapa kemungkinan
misalnya membuat model tertentu sebagai ciri sebagian atau seluruh produk yang
dipasarkan perusahaan. Strategi kemasan hendaknya diarahkan untuk terciptanya
manfaat
tambahan,
misalnya
menambah
ketahanan
perlindungan
kualitas,
mempunyai efek promosi dan lain- lain. Sedangkan keputusan mengenai label
hendaknya memperjelas informasi kepada konsumen, mempunyai efek promosi dan
lain-lain. Atribut produk meliputi :
1. Merek, merek adalah nama, simbol atau lambang, istilah, desain yang diharapkan
dapat memberikan identitas dan deferensi terhadap produk pesaing.
2. Kemasan, kemasan adalah proses yang berkaitan dengan perancangan pembuatan
wadah atau pembungkus untuk suatu produk.
3. Labeling, labeling adalah bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi
mengenai produk dan penjual. Sebuah label juga merupakan bagian dari kemasan,
dan kemasan meruakan bagian dari etiket produk.
4. Layanan pelengkap.
5. Jaminan, adalah janji yang merpakan kewajiban produsen atas produknya kepada
konsumen
9
2.1.1.2 Harga (Price)
Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh pelanggan untuk
memperoleh produk.Harga juga merupakan pertimbangan yang penting dalam
memilih restoran. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga yang diterapkan dalam
sebuah restoran, adalah: hubungan antara permintaan dan penawaran, penurunan
loyalitas konsumen, sales mix, harga-harga dalam persaingan, biaya overhead, aspek
psikologis, kebutuhan untuk meraih laba. Cara menentukan harga yang tepat adalah
dengan melihat harga jual pesaing sejenis, tentunya dengan kualitas dan porsi
makanan yang kira-kira sama. Kemudian, tetapkan harga jual produk makanan
tersebut sedikit lebih murah daripada harga jual produk pesaing sejenis agar
konsumen mau mencoba produk makanan yang ditawarkan di resto. Tetapi harga
jual bisa tidak selalu lebih rendah dibanding pesaing sejenis, jika resto mempunyai
karakteristik kusus yang menarik konsumen.Sehingga resto mempunyai nilai lebih
dibanding resto pesaing sejenis.Keputusan tentang harga jual mempunyai implikasi
yang cukup luas perusahaan maupun konsumen.Harga yang terlalu tinggi dapat
menimbulkan kemungkinan menurunnya daya saing.Sebaliknya harga rendah dapat
menyebabkan kerugian, khususnya bila biaya meningkat. Hal ini terutama akan
menjadi masalah bagi perusahaan yang baru berdiri. Tujuan akan sangat
mempengaruhi tingkat harga jual yang akan ditetapkan perusahaan.
Adapun tujuan penetapan harga jual adalah :
1. Untuk Survival Bila perusahaan berada dalam kondisi menghadapi
persaingan yang sangat gencar, pergeseran keinginan konsumen adanya
kapasitas menganggur, maka yang diinginkan perusahaan adalah bagaimana
untuk bertahan hidup dalam kondisi untuk tetap eksis dalam dunia bisnisnya
maka perusahaan akan menetapkan harga jual sekedar dapat menutupi tetap
dan variabel saja.
2. Penetrasi Pasar Jika perusahaan ingin memperkuat market share dari
produk yang dipasarkannya, maka perusahaan akan menetapkan harga jual
yang rendah. Dengan kebijakan harga jual yang rendah diharapkan pembeli
akan sangat peka terhadap harga, biaya per unit akan semakin kecil seiring
dengan semakin meningkatnya penjualan dan akan mendesak pesaing.
3. Maksimumkan Laba Dalam Jangka Pendek.
Jika perusahaan menetapkan untuk mendapatkan keuntungan setinggi
mungkin, maka akan ditetapkan harga jual tinggi.
10
4. Mendapatkan Uang Secepat Mungkin.
Jika perusahaan berada dalam kesulitan keuangan, maka perusahaan akan
menetapkan harga jual rendah dengan maksud untuk mendapatkan uang
tunai dengan cepat.
5. Untuk Keunggulan Dalam Kualitas Produk
Suatu
perusahaan
mungkin
bertujuan
agar
kualitas
produk
yang
dipasarkannya selalu yang terbaik.Untuk itu perlu di penelitian dan
pembangan yang terus menerus.
2.1.1.3 Tempat (Place)
Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi
pelanggan sasaran.Pemilihan lokasi merupakan nilai investasi yang paling mahal,
sebab lokasi bisa dikatakan menentukan ramai atau tidaknya pengunjung.Lokasi
usaha yang berada di pinggir jalan atau ditempat yang strategis cukup menyedot
pengunjung untuk sekadar mampir dan mencicipi hidangan dan konsep yang
ditawarkan.Memang untuk mendapatkan lokasi yang strategis memang mahal.
Lokasi merupakan faktor yang penting dalam mencapai keberhasilan sebuah
restoran, yaitu menyangkut antara lain good visibility, easy access, convenience,curb
side appeal, parking. Keputusan saluran akan mempengaruhi dua hal, yaitu
jangkauan penjualan dan biaya. Setiap alternatif saluran yang dipilih jelas
dipengaruhi
unsur-unsur
lain
yang
terdapat
dalam
bauran
pemasaran
perusahaan.Misalnya tujuan yang ingin dicapai, ciri-ciri pasar yang dijadikan sasaran
dan karakteristik produk yang ditawarkan.Penilaian terhadap alternatif saluran
didasarkan kriteria ekonomis, efektfitas dan pengendalian.
2.1.1.4 Promotion (Promosi)
Promosi adalah aktifitas yang menyampaikan manfaat produk dan membujuk
pelanggan membelinya.Langkah kecil berupa promosi dalam berbagai cara
untuk meraih target pemasaran yang belum di raih. Promosi adalah aktivitas
yang dilakukan restoran untuk mencari konsumen, bukan hanya untuk sekali
datang, tetapi juga konsumen yang akan melakukan pembelian berulang
(pelanggan).
Tujuan
dari
promosi
adalah
meningkatkan
awareness
meningkatkan persepsi konsumen, menarik pembeli pertama, mencapai
persentase yang lebih tinggi untuk konsumen yang berulang, menciptakan
loyalitas merek, meningkatkan average check, meningkatkan penjualan pada
11
makanan tertentu atau waktu-waktu khusus, dan mengenalkan menu baru.
Cara promosi yang dapat dilakukan antara lain dengan promosi mouth by
mouth, mengikuti even-even tertentu, mengadakan diskon kusus pada saat
tertentu, memberi member card pada pelanggan. Dapat juga dilakukan
melalui promosi seperti reklame, sisipan pada koran dan media massa atau
menggunakan spanduk. Selain itu membuat konsep resto yang unik dan
disukai oleh pelanggan. Kebijakan pembauran pemasaran tentu akan lebih
berhasil jika apa telah diprogram dikomunikasikan dengan tertara yang baik.
mengkomunikasikan program perusahaan kepada masyarakat konsumen
dapat dilakukan dengan empat variabel, yaitu :
1. Periklanan : Bentuk presentasi dan promosi non pribadi tentang ide,
barang, dan jasa yang dibayar oleh sponsor tertentu.
2. Personal selling: Presentasi lisan dalam suatu percakapan dengan satu
calon pembeli atau lebih yang ditujukan untuk menciptakan penjualan.
3. Publisitas: Pendorong permintaan secara non pribadi untuk suatu produk,
jasa atau ide dengan menggunakan berita komersial di dalam media mass dan
sponsor tidak dibebani sejumlah bayaran secara langsung.
4. Promosi penjualan: Kegiatan pemasaran selain personal selling, periklanan
dan publisitas yang mendorong pembelian konsumen dan efektifita
Dalam marketing mix terdapat kombinasi antara perusahaan barang dan jasa
untuk perusahaan yang bergerak dibidang barang, marketing mix dikenal dengan
istilah 4P (product,price,place,promotion) seperti yang telah dijelaskan diatas.
Sedangkan untuk perusahaan yang bergerak dibidang jasa, Menurut Morrison
dalam Dewi (2010:209) menyatakan bahwa konsep marketing mix dikombinasikan
menjadi 8P yaitu dengan tambahan unsur 4P tersebut adalah:
3
People
Menurut Dewi (2010:79) menyatakan bahwa people merupakan penyedia
barang dan jasa yang melayani konsumen.People sedikitnya memiliki tiga hal
yaitu service personnel, the product themselves dan local resident. Dalam hal
ini pelatihan, pengendalian kualitas, standarisasi kualifikasi dan sertifikasi
kompetensi menjadi bagian yang penting dalam menentukan keberhasilan
suatu pemasaran.
12
4
Packaging
Menurut
Morisson
(2010)
menyatakan
bahwa
Packaging
berarti
pengelompokan dua elemen atau lebih dari product experience ke dalam
suatu produk.Packaging adalah kombinasi dari jasa dan daya tarik yang
saling berkaitan dalam satu paket penawaran harga. Serangkaian produk yang
dikemas dan dijual dengan menarik akan membentuk pengalaman yang
menarik pula.
5
Programming
Menurut Morisson (2010) menyatakan bahwa Programming adalah suatu
teknik yang berkaitan dengan Packaging , yaitu pengembangan aktivitas
tertentu, acara, atau program untuk menarik dan meningkatkan pembelanjaan,
atau memberikan nilai tambah pada paket atau produk. Packaging memiliki
kaitan dengan packaging yang melibatkan event special aktivitas atau
program suatu produk untuk membuatnya lebih beraneka ragam dan menarik.
6
Partnership
Suatu hubungan yang dijalin dengan usaha yang sejenis maupun usaha tidak
sejenis yang menciptakan benefit dari pihak-pihak tersebut.
2.2
Konsep Merek
Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan ataupun kombinasinya
dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang dari
seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing
(Kotler,2000). Definisi lain, merek didefinisikan sebagai kombinasi dari atributatribut, dikomunikasikan melalui nama atau simbol yang dapat mempengaruhi proses
pemilihan suatu produk / layanan di benak konsumen. (Giribaldi,2003).
Pada hakikatnya, merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat. Merek
dapat berupa nama, merek dagang, logo atau symbol lain. Berdasarkan UU merek
dagang penjual diberikan hak eksklusif untuk menggunakan mereknya selamanya.
Merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah
trademark yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila
diatur dengan tepat. Saat ini merek sudah menjadi konsep yang kompleks dengan
sejumlah ratifikasi teknis dan psikologis (Durianto, Et al 2001:1).
Aaker (Simamora,2001) mengemukakan setidaknya tiga nilai yang diberikan
oleh merek, yaitu nilai fungsional, nilai emosional dan nilai ekspresi diri.Nilai
13
fungsional diperoleh dari atribut-atribut produk.Nilai fungsional bersifat relative.
Sedangkan nilai emosional menyangkut perasaan positif saat konsumen membeli,
menggunakan, menikmati ataupun mengkonsumsi merek tertentu.
Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten
memberikan keistimewaan, manfaat dari jasa tertentu kepada pembeli. Merekmerek terbaik memberikan jaminan mutu. Akan tetapi, merek lebih dari sekedar
symbol (Jennifer Al Aaker,1997). Merek dapat memiliki enam level pengertian
(Rangkuti, 2002:3):
•
Atribut.
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar
pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang
terkandung dalam suatu merek.
•
Manfaat.
Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat.Konsumen tidak
membeli
atribut,
mereka
membeli
manfaat.Produsen
harus
dapat
menterjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat
emosional.
•
Nilai.
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang
memiliki nilai yang tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek
berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.
•
Budaya.
Merek juga mencerminkan kepribadian, yaitu kepribadian bagi penggunanya.
Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan
tercermin bersamaan dengan merek yang ia gunakan.
•
Pemakai.
Merek menunjukkan jenis konsumen
yang membeli atau menggunakan
produk tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi
orang-orang terkenal untuk penggunaan mereka.
Aaker mengajukan beberapa pengukuran untuk menangkap sebuah aspek
relevan dari Brand Equity.
•
Loyalty (price premium, satisfaction/loyalty)
14
•
Perceived quality /leadership measures (perceived quality, leadership/
popularity)
•
Association/differentiation (perceived value, brand personality,organizational
associations)
•
Awareness (brand awareness)
Kekuatan suatu merek tergantung pada seberapa jauh merek tersebut dapat menjamin
future cash flow earning. Dengan kata lain,merek yang kuat juga harus sehat secara
finansial (Soehadi,2005:4). Lebih lanjut, Moore (2000) menyatakan bahwa merek
dikatakan kuat dan sehat jika dapat berkontribusi terhadap tiga factor; meningkatkan
cash flow yang masuk (higher), mempercepat cash flow yang masuk (faster) dan
memperpanjang waktu cash flow yang masuk (longer).
2.3
Merek (Brand)
Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek
sebagai: “Nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari satu penjual atau
kelompok penjual dan mendiferensiasikan
produk atau jasa dari para pesaing.”
(Kotler 2009:258). Sedangkan menurut Kartajaya (2010:62), mendefinisikan merek
sebagai “ Aset yang menciptakan nilai bagi pelanggan dengan meningkatkan
kepuasan dan menghargai kualitas”. Salah satu hal yang memegang peranan penting
dalam pemasaran adalah merek terdapat beberapa perbedaan antara produk dengan
merek.Produk merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh pabrik dan mudah ditiru oleh
para pesaing.Sedangkan merek merupakan sesuatu yang dibeli oleh konsumen,
memiliki nilai dan identitas atau ciri tertentu yang dilindungi secara hukum sehingga
tidak dapat ditiru oleh pesaing. Merek mempengaruhi persepsi konsumen terhadap
produk yang akan dibeli maka persaingan antar perusahaan adalah persaingan
persepsi bukan produk (Tjiptono 2011:34).
Terdapat enam tingkat pengertian merek menurut Surachman (2008:3),
diantaranya:
15
•
Atribut
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar
konsumen dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang
terdapat dalam suatu merek.
•
Manfaat
Merek sebagai atribut mempunyai dua manfaat yaitu manfaat emosional dan
manfaat fungsional.Atribut “mudah didapat” dapat diterjemahkan sebagai
manfaat fungsional.Atribut “mahal” dapat diterjemahkan sebagai manfaat
emosional.
•
Nilai
Merek juga harus menyatakan nilai bagi produsennya.Produsen dapat
mengetahui kelompok-kelompok pembeli yang mencari nilai-nilai ini.
•
Budaya
Merek mewakili budaya tertentu
•
Kepribadian
Merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu
•
Pemakai
Merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau memakai merek
tersebut, maka dari itu para penjual menggunakan analogi untuk dapat
memasarkan mereknya kepada konsumen.
Pengertian keenam tingkat merek diatas menunjukkan bahwa merek bukan hanya
berfungsi sebagai lambang atau simbol dari sebuah produk, melainkan lebih dari
pada itu, dimana merek tersebut merupakan satu kesatuan dari sebuah produk atau
tidak dapat dipisahkan.
2.3.1 Fungsi Merek (Brand)
Keller (2008) menyatakan bahwa merek mempunyai dua peran utama, yakni
fungsi brand bagi konsumen dan fungsi bagi produsen sperti yang digambarkan
dalam table 2.1 dibawah ini.
16
Tabel 2.1 Fungsi Brand Bagi Konsumen
Consumers
Identification of source of product
Assigment of responsibility to product maker
Risk reducer
Search cost reducer
Promise, bond, or pact with maker of product
Symbolic device
Signal of quality
Sumber : Keller,Strategic Brand Management, 2008:7
Penjelasan dari fungsi-fungsi brand tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama sebagai media untuk mengidentifikasi asal keberadaan produk
(identification of source of product). Brand membantu konsumen dalam memberikan
informasi tentang asal suatu produk, seperti korporasi asal pembuat produk, kualitas,
persepsi mengenai produk serta hal lain yang menyangkut produk tersebut.
Kedua, sebagai bentuk pertanggungjawaban oleh produsen bagi konsumen
(assiggnement of responsibility to product maker).Penggunaan suatu produk oleh
konsumen yang dilakukan dalam jangka panjang adalah salah satu tujuan yang ingin
dicapai oleh setiap produsen produk. Brand merupakan salah satu media penting
untuk dapat mewujudkan hal tersebut.Melalui brand, pihak produsen mempunyai
tanggung jawab untuk dapat memberikan performa yang konsisten dalam pemenuhan
kebutuhan konsumen.
Ketiga, dengan adanya brand, maka akan mengurangi risiko (risk reducer).
Dalam menentukan keputusan pembelian produk, konsumen mempunyai risiko
sebagai berikut:
a.
Functional risk.Produk yang dipilih tidak dapat memberikan performa seperti
yang telah dijanjikan sebelumnya.
b.
Physical risk.Produk yang ada dapat menggangu kepada fisik atau kesehatan
pengguna.
c.
Financial risk.Produk yang ada tidak sesuai dengan biaya yang telah
dikeluarkan konsumen.
17
d.
Social risk. Hasil penggunaan dari produk dapat memberikan rasa malu bagi
konsumen kepada pihak lain.
e.
Phychological risk.Produk dapat mempengaruhi kondisi mental konsumen.
f.
Time risk. Kegagalan dari performa suatu produk menghasilkan suatu
opportunity cost dalam menemukan produk lain untuk memenuhi kebutuhan
konsumen.
Keempat, meminimalisasi biaya dalam proses pengambilan keputusan
pembelian (search cost reducer). Tidak dapat dipungkiri bahwa konsumen saat ini
dipenuhi oleh berbagai macam pilihan brand dalam satu kategori jenis produk yang
sama. Brand dapat membantu konsumen dalam mengurangi biaya pencarian
terhadap alternatif pilihan yang ada.
Kelima, sebagai bentuk komitmen oleh produsen pembuat produk kepada
pengguna melalui produk yang dihasilkan (promise, bond, or pact with maker of
product).Sebuah brand memberikan suatu janji kepada konsumen, dan konsumen
akan melihat apakah janji tersebut dapat digunakan dengan baik. Jika konsumen
dapat menerima janji yang disampaikan oleh suatu brand maka akan terjadi sebuah
ikatan yang kuat (bond).
Keenam, brand dapat digunakan sebagai alat simbol pembeda (symbolic
device).Konsumen dapat memilih suatu brand yang sesuai dengan karakterisik yang
mereka kehendaki atau dapat disesuaikan dengan personality dari seorang konsumen,
sehingga suatu brand dapat dijadikan suatu simbol pembeda dari pilihan kategori
produk yang ada sesuai dengan pilihan konsumen
Ketujuh, brand sebagai tanda kualitas (signal of quality). Sebuah brandyang
mempunyai kualitas baik dengan otomatis akan mendapat kepercayaan dari
konsumen. Hal ini menjadi penting bagi konsumen sehingga dapat memberikan rasa
aman akan kualitas dari sebuah brand dan menjadi alasan untuk penggunaan dalam
jangka waktu yang panjang.
Keiningham, Vavra, Aksoy dan Wallard (2005) menyatakan bahwa
konsumen akan merubah pilihan pada suatu brand. Pertama jika brand yangmenjadi
preferensinya tidak ada.Kedua, brand kompetitor menawarkan value yang lebih baik
dengan melakukan promosi khusus. Ketiga, adanya kebutuhan yang berbeda dan
perbedaan level dari kualitas, variasi yang dibutuhkan.
Disamping mempunyai peran bagi konsumen, brand juga mempunyai peran
bagi perusahaan pemilik brand tersebut.
18
Tabel 2.2 Fungsi Brand Bagi Perusahaan
Consumers
Identification of source of product
Assigment of responsibility to product maker
Risk reducer
Search cost reducer
Promise, bond, or pact with maker of product
Symbolic device
Signal of quality
Sumber : Keller,Strategic Brand Management, 2008:7
Pertama, brand dapat membantu perusahaan tersebut mengetahui siapa
konsumen pengguna produk yang dihasilkan, perilaku pembelian, tren yang ada
dalam pembelian dalam lokasi-lokasi tertentu (identification to simplify handling or
tracing).Hal ini penting bagi produsen yang memiliki sebuah brand dalam
melakukan strategi pemasaran dan penjualan untuk menempatkan suatu branddalam
kegiatan yang sesuai dengan konsumennya.
Kedua, brand juga dapat melindungi secara hukum terhadap fitur unik yang
dimiliki oleh suatu produk (legal protection aspect).Bagian ini bisa termasuk
kedalam bagian dari hak paten atau hak cipta.
Ketiga, brand dapat memberikan suatu sinyal bagi konsumen akan kualitas
dalam memenuhi kebutuhan konsumen melalui produk ataupun services yang
digunakan (signal of quality level to satisfield customers).
Keempat, brand dapat menjadi salah satu kenggulan kompetitif dalam
persaingan yang ada (source of competitive advantage).Hal ini membedakan dengan
kompetitornya dan menjadi suatu competitive advantage.
Kelima, brand juga dapat menghasilkan pendapatan keuangan bagi
perusahaan (source of financial returns).Kita dapat melihat bagaimana peringkat
serta nilai brand yang ada dalam evaluasi yang dilakukan oleh Interbrand.Dalam
transaksi penilaian suatu perusahaan, nilai brand masuk dalam kategori intangible
asset atau good will. Perbedaan ini berguna bagi konsumen karena akan membantu
mengenali suatu produk, mengurangi search cost dan menjamin suatu kualitas
19
tertentu dari produk yang dibelinya. Sedangkan dari segi produsen, perbedaan ini
memfasilitasi upaya promosi, segmentasi pasar, introduksi produk baru, brand
loyalty dan pembelian kembali dari produk yang ditawarkan produsen.
Bagi Konsumen Merek memiliki delapan fungsi dan manfaat pokok terlihat pada
Tabel 2.3 berikut
Tabel 2.3
Fungsi Merek Bagi Konsumen
Fungsi
NO
1
Identifikasi
Manfaat Bagi Konsumen
Bisa di lihat dengan jelas, memberikan makna bagi produk,
gampang mengedintifikasi produk yang dibutuhkan atau di
cari
2
Praktikalitas
Memfasilitasi penghematan waktu dan energi melalui
pembelian ulang identik dan loyalitas
3
Jaminan
Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa
mendapatkan kualitas yang sama sekalian pembelian di
lakukan pada waktu dan tempat berbeda
4
Optimisasi
Memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli
alternatif terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan
terbaik untuk tujuan spesifik
5
Karakterisasi
Mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri konsumen atau
citra yang di tampilkan pada orang lain.
6
Kontinuitas
Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan
merek yang telah digunakan untuk di konsumsi pelanggan
selama bertahun-tahun.
7
Hedonistik
Kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo, dan
komunikasinya
8
etis
Kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung jawab
merek bersangkutan dalam hubunganya dengan masyarakat
Sumber : Tjiptono, 2005:21
20
2.3.1.1 Loyalitas Merek
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008), loyalitas merek adalah preferensi konsumen
secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk
yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu. Loyalitas merek adalah sebuah
komitmen yang kuat dalam berlangganan atau membeli suatu merek secara konsisten
di masa yang akan datang.Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang
menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan suatu ukuran
keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Apabila loyalitas merek
meningkat maka kerentaan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat
dikurangi. Hal ini merupakan suatu indikator dari brand equity yang berkaitan
dengan perolehan laba dimasa yang akan datang karena loyalitas merek secara
langsung dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan. Commited Menyukai
merek Pembeli yang puas dengan biaya peralihan Pembeli yang puas/bersifat
kebiasaan, tidak ada masalah untuk beralih Berpindah-pindah, peka terhadap
perubahan harga, tidak ada loyalitas merek
Sumber: Rangkuti (2002)
Gambar 2.1. Piramida Loyalitas
Melalui gambar piramida loyalitas di atas dapat dimengerti bahwa: 1. Tingkat
loyalitas yang paling dasar adalah pembeli yang tidak tertarik pada merek-merek
21
apapun yang ditawarkan. Konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau
disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen yang lebih
memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian) 2.Tingkat kedua adalah para
pembeli yang merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal tidak
mengalami kekecewaan. Pada dasarnya tidak terdapat dimensi ketidak puasan yang
dapat menjadikan sumber perubahan, apalagi bila perpindahan ke merek yang lain itu
ada penambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan
(habitual buyer). 3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, tetapi harus
memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko
sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini
biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan
apabila ia melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut
satisfied buyer. 4. Tingkat keempat adalah konsumen yang benarbenar menyukai
suatu merek Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi,
seperti simbol, rangkaian pengalaman, atau kesan kualitas yang tinggi. Konsumen
jenis ini memiliki perasan emosional dalam menyukai merek tersebut.Tingkat teratas
adalah para pelanggan yang setia yang merasakan kebanggaan ketika menjadi
pengguna suatu merek karena merek tersebut penting bagi mereka baik dari segi
fungsi maupun sebagai alat identitas diri.
2.3.1.2 Kriteria Pemilihan merek
Menurut Kotler (2009:269) terdapat enam pemilihan kriteria merek,
diantaranya adalah:
•
Dapat diingat
Merek harus dapat diingat dan dikenali dengan mudah oleh konsumen
•
Berarti
Merek harus kredibel dan mencirikan karakter yang sesuai, serta menyiratkan
sesuatu tentang bahan atau tipe orang yang mungkin menggunakan merek.
•
Dapat disukai
Seberapa menarik estetika dari merek dan dapat disukai secara visual, verbal
dan lainnya
22
•
Dapat dipindahkan
Merek dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru dalam kategori
yang sama atau berbeda dengan melintasi batas geografis dan segmen pasar.
•
Dapat disesuaikan
Merek harus dengan mudah dapat disesuaikan atau diperbaharui sesuai
dengan kebutuhan pasar
•
Dapat dilindungi
Merek harus dapat dipatenkan atau dilegalkan secara hukum, sehingga tidak
mudah ditiru oleh pesaing.
2.3.1.3 Peranan dan Kegunaan Merek
Merek adalah salah satu faktor yang dapat dipertimbangkan dalam
membandingkan produk-produk sejenis. Kotler (2009:259) berpendapat bahwa
merek memiliki peranan dilihat dari sudut pandang produsen, dimana merek
memiliki peranan serta kegunaan sebagai berikut:
1. Merek memudahkan proses pemesanan dan penelusuran produk
2. Merek membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi
3. Merek menawarkan perlindungan hukum atas ciri dari keunikan produk yang
dimiliki
4. Merek menandakan tingkat kualitas tertentu sehingga pembeli yang puas
akan melakukan pembelian ulang (loyalitas konsumen)
5. Merek dapat menjadi alat yang berguna untuk mengamankan keunggulan
kompetitif.
2.4 Ekuitas Merek (Brand Equity)
Menurut Kotler dan Keller (2009:263), ekuitas merek adalah nilai tambah
yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara
konsumen berpikir, merasa dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan
juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan.
Menurut Durianto, dkk (2004:61), ekuitas merek dapat memberikan nilai bagi
perusahaan. Berikut adalah nilai ekuitas merek bagi perusahaan:
a) Ekuitas merek yang kuat dapat membantu perusahaan dalam upaya menarik
minat calon konsumen serta upaya untuk menjalin hubungan yang baik
dengan para konsumen terhadap kualitas merek
23
b) Seluruh elemen ekuitas merek dapat mempengaruhi keputusan pembelian
konsumen karena ekuitas merek yang kuat akan mengurangi keinginan
konsumen untuk berpindah ke merek lain
c) Konsumen yang memiliki loyalitas tinggi terhadap suatu merek tidak akan
mudah untuk berpindah
ke merek pesaing, walaupun pesaing telah
melakukan inovasi produk
d) Asosiasi merek akan berguna bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi atas
keputusan strategi perluasan merek
e) Perusahaan yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat menentukan harga
premium serta mengurangi ketergantungan perusahaan terhadap promosi
f) Perusahaan yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat menghemat
pengeluaran biaya pada saat perusahaan memutuskan untuk melakukan
perluasan merek
g) Ekuitas merek yang kuat akan menciptakan loyalitas saluran distribusi yang
akan meningkatkan jumlah penjualan perusahaan
h) Empat elemen inti ekuitas merek (Brand awareness, brand association,
perceived quality, dan brand loyalty) yang kuat dapat meningkatkan
kekuatan elemen ekuitas merek lainnya seperti kepercayaan konsumen dan
lain-lain
2.5
Brand Credibility
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pemahaman atas kredibilitas merek
tidak dapat terpisah dari pemahaman atas ekuitas merek. Monroe (2008:83)
mengemukakan bahwa ketika brand equity diasosiasikan dengan tingkat kualitas,
maka hal tersebut akan menjadi petunjuk atas kredibilitas hubungan antara kualitas
dan
atribut
produk.
Sehingga
amatlah
penting
bagi
produsen
untuk
mengkomunikasikan kepada konsumen bahwa mereka mempunyai komitmen untuk
menjaga kredibilitas mereknya secara konsisten memenuhi kualitas dan klaim-klaim
lainnya yang dijanjikan.
Menurut Hoeffler dan Keller (2002), dijelaskan bahwa brand credibility
adalah seberapa jauh sebuah merek dinilai kredibel dalam hal expertise (kompeten,
inovatif, dan pemimpin pasar), trustworthiness (bisa diandalkan, dan selalu
mengutamakan kepentingan pelanggan)dan likeability (menarik, memang layak
dipilih dan digunakan)
24
Brand credibility didefinisikan sebagai kepercayaan dari informasi produk
yang terdapat pada merek, yang mengharuskan konsumen merasa bahwa merek
memiliki kemampuan (yaitu, keahlian) dan kemauan (yaitu, kepercayaan) untuk terus
memberikan apa yang telah dijanjikan (pada kenyataannya, merek dapat berfungsi
sebagai sinyal karena jika dan ketika mereka tidak memberikan apa yang dijanjikan
ekuitas merek mereka akan mengikis). (Erdem dalam Leischnig et al, 2012)
2.5.1 Indikator Brand Credibility
Menurut Hovland, Janis, dan Kelly dalam Sheeraz (2012) dan Hoeffler dan
Keller (2002), dijelaskan beberapa hal yang dapat membentuk brand credibility
meliputi:
1. Trustworthiness
Merujuk pada tingkat sejauh mana sebuah brand mampu memberikan
informasi yang jujur dan dapat dipercaya.
2. Expertise
Merujuk pada tingkat sejauh mana sebuah brand memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang baik.
3. Attractiveness
Merujuk pada tingkat sejauh mana sebuah brand bernilai dari segi
karakteristik personal seperti sikap dan ambisi.
4. Likeability
Merujuk pada tingkat sejauh mana sebuah brand menarik dan layak dipilih
serta digunakan.
2.6
Definisi Ekuitas Merek
Ekuitas merek (brand equity) adalah nilai tambah yang diberikan pada
produk dan jasa (kotler dan Keller, 2009).Dalam sebuah bisnis, ekuiti pemilik adalah
nilai yang nilai yang dipegang pemilik di perusahaan. Nilai tersebut ditentukan oleh
perbedaan antara apa yang perusahaan miliki berupa aset dan apa yang dimiliki
berupa kewajiban. Semakin besar ratio aset terhadap kewajiban, semakin besar ekuiti
pemilik.sama halnya dengan menghitung nilai perusahaan, menghitung nilai merek
adalah mengurangi nilai kewajiban merek total dari nilai aset merek total (Brand
Equity = Brand Assets – Brand Liabilities) (Sumarwan et al, 2011).
25
Menurut Aaker dalam Sumarwan (2011), pembagian ekuitas merek berdasarkan 5
unsur utama, yaitu: brand awareness, brand association, perceived quality, brand
loyalty dan asset merek lain seperti trademark dan paten. Brand awareness adalah
ukuran kekuatan eksistensi merek dibenak pelanggan. Brand awareness ini
mencakup brand recognition (merek yang pernah diketahui pelanggan), brand recall
(merek yang pernah diingat pelanggan untuk suatu kategori produk tertentu), top of
mind (merek pertama apa yang disebut oleh pelanggan sebagai salah satu kategori
produk tertentu), hingga dominant brand (satu-satunya merek yang diingat
pelanggan).
2.7
Strategi Merek
Suatu merek harus memiliki strategi yang baik dan kuat dalam mengenalkan
dan memasarkan produk sesuai dengan nilai jual merek yang telah ditentukan oleh
produsen. Hal ini berguna untuk membangun citra merek (brand image)dan
kepercayaan di mata konsumen terhadap produk yang dipasarkan.
Menurut (Rangkuti 2008:38) terdapat berbagai strategi merek, sebagai
berikut:
•
Merek Baru (New Brand)
Perusahaan dapat menciptakan nama atau merek baru ketika ingin
memasarkan produk baru. Hal ini dikarenakan nama atau merek sebelumnya
tidak sesuai dengan konsep produk baru yang akan ditawarkan di pasar.
•
Multi Merek (Multi Brand)
Perusahaan mengelola berbagai nama merek tambahan dalam kategori
produk yang sama. Hal tersebut untuk memberikan fungsi dan manfaat yang
sesuai dengan motif pembelian konsumen terhadap produk.
•
Perluasan Merek (Brand Extension)
Menggunakan nama dan merek sebelumnya yang telah berhasil meluncurkan
produk baru
•
Perluasan Lini (Lini Extension)
Strategi perluasan lini dilakukan dengan cara memperkenalkan berbagai
macam atribut tambahan atau variasi terhadap kategori produk yang sudah
ada dengan nama atau merek yang sama, seperti rasa, bentuk, warna, atau
ukuran kemasan yang baru.
26
2.8
Citra Merek
Menurut Rangkuti (2008:3), brand image adalah “Sekumpulan asosiasi
merek yang terbentuk dan melekat di benak konsumen.”
Berdasarkan pengertian citra merek diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
citra merek tersebut dari persepsi yang telah lama terdapat di pikiran konsumen.
Setelah melalui tahap yang terjadi dalam proses persepsi, kemudian dilanjutkan pada
tahap keterlibatan konsumen dalam pembelian. Level keterlibatan ini selain
mempengaruhi persepsi juga mempengaruhi fungsi memori.
Berdasarkan pendapat di atas Hapsari (2008:22), mengambil beberapa
kesimpulan tentang brand image sebagai berikut:
1. Brand Image mempengaruhi pola pikir dan pandangan konsumen mengenai
merek secara keseluruhan.
2. Brand Image bukan hanya merupakan sebuah pemberian nama yang baik
melainkan bagaimana cara mengenalkan produk kepada konsumen agar
menjadi memori bagi konsumen dalam membentuk suatu persepsi akan
sebuah produk
3. Brand Image memegang kepercayaan, pemahaman, dan persepsi konsumen
terhadap suatu merek
4. Brand Image merupakan asosiasi yang muncul dalam benak konsumen dalam
bentuk pemikiran atau citra tertentu terhadap suatu merek
5. Brand Image yang baik dapat meningkatkan penjualan produsen serta
menghambat kegiatan pemasaran pesaing
6. Brand Image merupakan faktor penting dalam keputusan pembelian
konsumen hingga konsumen menjadi loyal terhadap merek tertentu
2.9 Perceived Value
2.9.1 Customer Perceived Value
2.9.1.1 Pengertian pelanggan
Menurut Grifin (2005) pelanggan adalah seorang yang menjadi terbiasa
untuk membeli. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi
seiring selama periode waktu tertentu, tanpa adanya hubungan yamg kuat dan
pembelian berulang, orang tersebut bukanlah pelanggan, ia adalah pembeli.
Pelanggan yang sejati tumbuh seiring dengan waktu.
27
Menurut Tjiptono dan Chandra (2005) sesuai dengan pandangan
tradisional, konsumen adalah setiap orang yang membeli dan menggunakan
produk atau jasa yang berbeda di perusahaan tersebut.Sesuai dengan
pandangan modern, konsumen mencakup konsumen eksternal dan konsumen
internal. Konsumen eksternal adalah setiap orang pembeli produk atau jasa dari
perusahaan, sedangkan konsumen internal adalah semua pihak yang berbeda
dalam suatu organisasi atau perusahaan yang sama, yang menggunakan jasa
suatu bagian atau departmen tertentu.
2.9.1.2 Definisi Persepsi Nilai Pelanggan
Pemasar harus berupaya memahami kebutuhan, keinginan, dan
permintaan pasar sasaran. Kebutuhan dan keinginan akan menjadi permintaan
bila didukung oleh kemampuan melakukan pembelian. Agar pembelian
terhadap suatu produk bisa memuaskan, produk yang ditawarkan harus mampu
memberikan manfaat yang bernilai bagi pelanggan. Konsumen akan memilih
tawaran yang dianggap memberikan nilai yang paling banyak.
Nilai dilihat sebagai kombinasi mutu, jasa, dan harga atau didefinisikan
sebagai rasio antara banyaknya yang diperoleh pelanggan dan banyaknya yang
diberikan pelanggan. Nilai dapat dilihat terutama sebagai kombinasi mutu, jasa,
dan harga, sedangkan menurut definisinya nilai (value) adalah rasio antara
banyaknya yang diperoleh pelanggan dan banyaknya yang diberikan
pelanggan.Manfaat
mencakup
manfaat
fungsional
dan
manfaat
emosional.Biaya mencakup biaya moneter, biaya waktu, biaya energi dan biaya
fisik. Pemasar dapat meningkatkan nilai tawaran pelanggan dengan beberapa
cara: meningkatkan manfaat, menurunkan biaya atau harga, meningkatkan
manfaat dan menurunkan biaya, meningkatkan manfaat lebih besar daripada
kenaikan biaya, menurunkan manfaat lebih kecil daripada menurunkan biaya
(Kotler dan Keller, 2009: 433).
Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk
memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan-masukan informasi
guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti (Kotler dan Keller,
2009: 203). Persepsi tidak hanya dipengaruhi rangsangan fisik tapi juga
berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang
bersangkutan. Orang bisa memiliki persepsi yang berbeda atas obyek yang
28
sama karena tiga proses persepsi: a. perhatian selektif, orang lebih cenderung
memperhatikan rangsangan yang berhubungan dengan kebutruhan saat ini,
rangsangan yang mereka antisipasi, rangsangan dengan deviasi yang lebih
besar, b. distorsi selektif, kecenderungan orang untuk mengubah informasi
menjadi bermakna pribadi dan menginterpretasikan informasi itu dengan cara
yang akan mendukung pra-konsepsi mereka, c. ingatan/retensi selektif, orang
cenderung akan melupakan hal yang dipelajari namun akan mengingat sesuatu
yang disukai.
Persepsi konsumen terhadap suatu produk yang ditawarkan di pasar akan
mempengaruhi perilaku pembelian konsumen Perasaan puas atau tidak puas
terhadap suatu produk yang kita beli muncul pada saat kita membandingkan
apa yang kita harapkan dengan apa yang kita rasakan setelah menggunakan
produk. Kepuasan konsumen adalah sejauh mana manfaat sebuah produk
dirasakan (perceived) sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan. Kepuasan
pelanggan inilah yang menjadi tujuan setiap pemasaran. (Amir, 2005:13).
Perceived value merupakan dasar fundamental bagi seluruh aktivitas
pemasaran, dan nilai yang tinggi adalah salah satu motivasi utama pembelian
oleh konsumen. Menurut Lai (2004) perceived value adalah penilaian
konsumen secara keseluruhan terhadap manfaat produk dengan didasarkan
pada apa yang mereka terima dan apa yang mereka berikan.
Nilai menunjukkan trade off antara komponen yang diberikan dan
diperoleh konsumen, perceived value adalah perbedaan nilai total konsumen
dan total biaya konsumen (Lin, 2003). Menurut Payne dan Holt (2001)
customer perceived value adalah trade off antara manfaat yang dipersepsikan
dan pengorbanan yang dipersepsikan (atau konsekuensi positif dan negatif).
Manfaat yang dipersepsikan merupakan kombinasi sejumlah elemen yaitu
atribut fisik, atribut pelayanan dan dukungan teknik yang diperoleh dalam
menggunakan produk, sedangkan pengorbanan yang dipersepsikan meliputi
seluruh biaya pembelian yang terjadi pada saat membeli; misalkan harga
pembelian, biaya akuisisi, transportasi, instalasi, biaya penanganan, perbaikan
dan pemeliharaan, dan resiko kegagalan atau kinerja yang buruk.
Dalam penelitian yang dilakukan Yang dan Peterson (2004) menyatakan
perceived value berpengaruh pada loyalitas konsumen. Perceived value
mengarahkan pelanggan pada loyalitas dan berpengaruh secara signifikan pada
29
kepuasan.
Kotler dan Keller (2009) menyatakan dalam keterbatasan biaya
pencarian, dan keterbatasan pengetahuan, mobilitas dan pendapatan pelanggan
cenderung pemaksimal nilai, sehingga sangat penting bagi pemasar mengetahui
apa itu customer perceived value (CPV), yaitu selisih antara evaluasi calon
pelanggan atas semua manfaat serta semua biaya tawaran dan alternatifalternatif lain yang dipikirkan. Sedangkan total customer value adalah nilai
moneter yang dipikirkan atas sekumpulan manfaat ekonomis, fungsional, dan
psikologis, yang diharapkan oleh pelanggan atas tawaran pasar tertentu dan
total customer cost adalah sekumpulan biaya yang harus dikeluarkan
pelanggan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan dan mengabaikan
tawaran pasar tertentu termasuk biaya moneter, waktu, energi dan psikis.
Konsumen dapat merasakan bahwa nilai yang ditawarkan berbeda
berdasarkan pada nilai personal, kebutuhan, preferensi dan sumber daya
keuangannya.Disamping itu, persepsi terhadap nilai juga dapat berbeda sesuai
dengan situasi penggunaannya (Pura, 2005).
Riset yang dilakukan dua pakar pemasaran dariUniversity of Western
Australia, Sweeney dan Soutar (2001) berusaha mengembangkan 19 item
ukuran customer perceived value. Skala yang dinamakan PERVAL (Perceived
Value) tersebut dimaksudkan untuk menilai persepsi pelanggan terhadap nilai
suatu produk konsumen tahan lama pada level merek.Skala ini dikembangkan
berdasarkan konteks situasi pembelian ritel untuk menentukan nilai-nilai
konsumsi yang mengarah pada sikap dan perilau pembelian. Menurut mereka
dimensi nilai terdiri empat aspek utama:
1. Emotional Value, yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif /
emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk.
2. Social Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk
meningkatkan konsep diri-sosial konsumen.
3. Quality/Performance Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari produk
dikarenakan reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang.
4. Price/Value of Money, yakni utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap
kualitas dan kinerja yang diharapkan atas produk.
Dalam penelitian ini kami akan menggunakan skala pengukuran yang telah
dikembangkan oleh Sweeney dan Soutar dengan sedikit perubahan disesuaikan
30
dengan objek yang akan diteliti, yaitu kendaraan roda dua jenis metik yang
diproduksi oleh Perusahaan Jepang
2.10 Empat Cara Menetapkan Harga Berdasakan Nilai Yang Diperoleh Oleh
Konsumen
Menurut Ratih Hurriyati (2008:106) terdapat empat cara yang tepat
bagi perusahaan untuk menetapkan harga jasa atau produk berdasarkan nilai
yang diperoleh konsumen yaitu:
a. Nilai adalah harga yang rendah atau murah. Konsumen mempersepsikan
bahwa suatu produk atau jasa akan bernilai jika menetapkan harga yang
rendah atau murah.
b. Nilai adalah segala sesuatu yang diinginkan konsumen dalam produk atau
jasa harga yang diterapkan bukan hal yang utama selama konsumen
mendapatkan apa yang diinginkan dari produk atau jasa yang diterima,
sehingga nilai dipersepsikan sebagai kualitas tertinggi dari produk atau jasa.
c. Nilai adalah kualitas yang diterima konsumen dari harga yang dibayarkan
sehingga konsumen melihat nilai sebagai pertukaran yang seimbang antara
uang yang dibayarkan dengan kualitas dari produk atau jasa yang diperoleh.
d. Nilai adalah apa yang diperoleh dari apa yang diberikan. Akhirnya konsumen
menganggap bahwa segala keuntungan yang diperoleh seperti, uang, waktu,
dan usaha dapat menjelaskan arti dari nilai.
Keempat pengertian tersebut dapat diartikan sebagai konsep pengertian ekonomi
yang konsisten: nilai yang diperoleh adalah segala hsail yang didapat oleh konsumen
dari bidang produk atau jasa berdasarkan persepsi dari apa yang diperoleh dan apa
yang diberikan.
Nilai dimata pelanggan yaitu:
1. Harga yang rendah
2. Segala yang diinginkan dari suatu produk
3. Kualitas untuk harga yang dibayarkan
4. Segala sesuatu yang diperoleh untuk segala sesuatu yang diberikan
Pemasar dapat meningkatkan nilai tawaran pelanggan dengan beberapa cara,
diantaranya meningkatkan manfaat, mengurangi biaya, meningkatkan manfaat lebih
besar daripada kenaikan biaya, mengurangi manfaat lebih kecil daripada
31
pengurangan biaya.
Konsumen membeli sesuatu dilakukan berdasarkan kebutuhan tertentu dan
mengharapkan
produk
tersebut
sesuai
dengan
harapannya,
konsumen
akanmengkonsumsi produk dari perusahaan yang dalam persepsi mereka
menawarkan nilai pada pelanggan.
2.10.1 Bentuk-Bentuk Nilai
Menurut James G. Bannes yang dikutip dari bauran pemasaran dankepuasan
konsumen (Ratih Hurriyati 2008:122) nilai dapat diciptakan melalui berbagai
bentuk yaitu:
a. Nilai berbasis karyawan, jenis nilai ini berkaitan dengan level dan tipe
pelayanan yang diterima pelanggan dari karyawan sebuah perusahaan.
b. Nilai yang memampukan banyak perusahaan dihargai oleh pelanggan, bukan
karena produk atau jasa inti mereka, tetapi karena produk atau jasa membuat
pelanggan mampu melakukan sesuatu.
c. Nilai hubungan yang mengacu pada nilai yang tercipta ketika sebuah
perusahaan membuat pelanggannya merasa lebih nyaman berhubungan
dengan perusahaan.
d. Nilai kejutan diciptakan dengan memberikan berita baik atau perlakuan
istimewa, suatu pengalaman yang tidak terlupakan bagi pelanggan.
e. Nilai komunitas mengacu pada kontribusi yang diberikan perusahaan pada
komunitas tempat perusahaan tersebut berorientasi.
f. Nilai ingatan adalah nilai yang tercipta ketika pelanggan terlibat dalam
sesuatu peristiwa atau pengalamn yang melekat dalam ingatan mereka dalam
jangka waktu yang panjang.
g. Nilai pengalaman sangat terkait dengan penciptaan nilai pengalamn bagi
pelanggan. Perusahaan menciptakan nilai pengalaman bagi pelanggan dengan
menambahkan hiburan pada penawaran pelayanan atau perusahaan dan
melakukan dengan mengubah pengalaman pelayanan menjadi pengalaman
tak terlupakan dengan menciptakan pelayanan yang menyenangkan dan
memberikan pelayanan istimewa yang tidak akan dilupakan oleh pelanggan.
Sementara itu Ratih Hurriyati (2008:123) membagi nilai pelanggan menjadi
dua jenis, yaitu rational value dan emotional value, kedua bentuk tersebut dikenal
dengan bintang nilai (value star) masing-masing terdiri dari:
32
1. Rational value product dan price
2. Emotional value: equity value, exeperience value dan energi value Rational
value didefinisikan pelanggan bahwa nilai adalah harga rendah.
Hal itu diterjemahkan oleh perusahaan dengan melakukan berbagai potongan
harga pada stiap penawaran.Walaupun harga rendah mempengaruhi keputusan
pembelian, tetapi hal ini tidak menciptakan kepuasan pelanggan dalam jangak
panjang, para pelanggan yang mencari harga rendah hanya puas terhadap harga
bukan pada perusahaan.Untuk itu dalam menciptakan hubngan jangka panjang
dengan pelanggan perusahaan harus memahami hati pelanggan. Memahami hati
pelanggan berarti memahami perasaan dan emosi mereka dan akhirnya perusahaan
dapat memberikan nilai yang sifatnya lebih emosional dibanding dengan rasionalnya
saja
2.10.2 Indikator perceived value
Menurut penelitian yang dijalankan oleh Ishak (2012), ditemukan beberapa
indikator dari consumer values yang terhimpun dalam LOV atau List of Values
meliputi:
1. Emotional Value, yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif / emosi
positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk.
2. Social Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk
meningkatkan konsep diri-sosial konsumen.
3. Quality/Performance Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari produk
dikarenakan reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang.
4. Price/Value of Money, yakni utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap
kualitas dan kinerja yang diharapkan atas produk.
2.11 Perilaku Konsumen
2.11.1. Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “Mengapa konsumen
melakukan dan apa yang mereka lakukan”.Schiffman dan Kanuk (2008:6)
mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai
bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber
daya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan energi). Konsumen memiliki
keragaman yang menarik untuk dipelajari karena ia meliputi seluruh individu dari
33
berbagai usia, latar belakang budaya, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi
lainnya. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mempelajari bagaimana
konsumen berperilaku dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku
tersebut. Definisikan perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2008:214):
Perilaku konsumen adalah studi bagaimana individu, kelompok dan organisasi
memilih, membeli, menggunakan dan menempatkan barang, jasa, ide atau
pengalaman untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka. Definisisi
perilaku konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2008:6): Perilaku konsumen
menggambarkan cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan
sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barangbarang yang berhubungan dengan konsumsi. Dari dua pengertian tentang
perilaku konsumen di atas dapat diperoleh dua hal yang penting, yaitu: (1)
sebagai kegiatan fisik dan (2) sebagai proses pengambilan keputusan.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan
bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses
psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika
membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan halhal di atas atau kegiatan mengevaluasi.
2.11.2. Model Perilaku Konsumen
Pemahaman terhadap perilaku konsumen bukanlah suatu hal yang mudah
untuk dilakukan, karena terdapat banyak faktor yang berpengaruh dan saling
interaksi satu sama lainnya, sehingga pendekatan pemasaran yang dilakukan oleh
suatu perusahaan harus benar-benar dirancang sebaik mungkin dengan
memperhatikan faktor-faktor tersebut. Selain itu, para pemasar harus mampu
memahami konsumen, dan berusaha mempelajari bagaimana mereka berperilaku,
bertindak dan berpikir.Walaupun konsumen memiliki berbagai macam perbedaan
namun mereka juga memiliki banyak kesamaan.Para pemasar wajib memahami
keragaman dan kesamaan konsumen atau perilaku konsumen agar mereka
mampu memasarkan produknya dengan baik.Para pemasar harus memahami
mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga
pemasar dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik. Pemasar yang
mengerti
perilaku
konsumen
akan
mampu
memperkirakan
bagaimana
kecenderungan konsumen untuk bereaksi terhadap informasi yang diterimanya,
34
sehingga pemasar dapat menyusun strategi pemasaran yang sesuai. Tidak dapat
diragukan lagi bahwa pemasar yang memahami konsumen akan memiliki
kemampuan bersaing yang lebih baik.
2.11.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh keadaan dan situasi lapisan
masyarakat dimana ia dilahirkan dan berkembang. Ini berarti konsumen berasal
dari lapisan masyarakat atau lingkungan yang berbeda akan mempunyai
penilaian, kebutuhan, pendapat, sikap, dan selera yang berbeda-beda, sehingga
pengambilan keputusan dalam tahap pembelian akan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut Kotler (2008:25)
terdiri dari: 1. Faktor Kebudayaan. Faktor kebudayaan berpengaruh luas dan
mendalam terhadap perilaku konsumen. Faktor kebudayaan terdiri dari: budaya,
subbudaya, kelas sosial, 2. Faktor Sosial. Selain faktor budaya, perilaku seorang
konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga
serta status sosial. 3. Faktor Pribadi. Faktor pribadi yang memberikan kontribusi
terhadap perilaku konsumen terdiri dari: usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan
dan lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri. 4. Faktor
Psikologis. Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologi
utama yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian.
2.12 Purchase Intention
Banyak sekali factor yang dapat mempengaruhi konsumen untuk pembelian
ulang suatu produk yang telah dikonsumsinya. Faktor yang paling menonjol adalah
faktor kepuasan yang bukan hanya berasal dari baiknya kualitas produk tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor lain seperti pelayanan pada saat dan sesudah pembelian, cara
pembayarandanlain-lain.Tahapan terakhir dari pengambiian keputusan secara
kompleks termasuk membeli merek ysng diinginkan, mengevaluasi merek tersebut
pada saat dikonsumsi dan menyimpan informasi ini untuk digunakan dimasa yang
akan dating.Beberapa pengertian dari intensitas (Setyawan dan Ihwan, 2004) adalah
sebagai berikut:
1) Intensitas dianggap sebagai sebuah perangkap atau perantara antara factorfaktor motivasional yang mempengaruhi perilaku.
35
2 )Intensitas juga mengindentifikasikan seberapa jauh seorang mempunyai
kemauan untuk mencoba.
3) Intensitas menunjukkan pengukuran kehendak seseorang.
4) Intensitas berhubungan dengan perilaku yang terus menerus.
Pengertian Purchase Intention menurut para ahli :
Purchase intention adalah kecenderungan untuk membeli sebuah merek dan
secaraumum berdasarkan kesesuaian antara motif pembelian dengan atribut atau
karakteristikdari merek yang dapat dipertimbangkan (Belch, 2004).
Menurut Busler (2000), purchase intention dapat diukur melalui dimensi likelyyakni
rencana
pembelian
konsumen
terhadap
suatu
produk,
definitely
would
mengacukepada kepastian konsumen dalam suatu produk, dan probable mengacu
padakemungkinan konsumen dalam membeli suatu produk.
Menurut Engel (2002), Purchase intention terkait dengan 2 (dua) kategori
yaitukategori pertama purchase intention terhadap produk dan merek atau biasa
disebut fullyplanned purchase, kemudian kategori kedua yakni purchase intention
terhadap kategoriproduk saja atau biasa disebut planned purchase meskipun pilihan
terhadap merek dibuatpada saat pembelian (point of sales).
Menurut Engel, Kollat, dan Blackwellyang dikutip dari Lin dan Lin (2007)
PurchaseIntention adalah “process used to evaluate consumer decision making”.
Peter dan Olson (2002)mendefinisikan Purchase Intention adalah“based on
consumer attitude toward buying abrand”. Sedangkan menurut Kotler (2000)definisi
Purchase Intention adalah “consumerbehaviour occur when consumer stimulated
byexternal factors and cometo purchase decisionbased their personal characteristics
and decisionmaking process”.
Model AIDA merupakan unsur daripadapurchase intention seperti yang
dijelaskan olehKotler (2000). Model AIDA terdiri: (1) Attention.Keterkaitan
konsumen dan produk, dalam halini di mana perusahaan dapat menaruh perhatian
konsumen dengan melakukan pendekatanagar konsumen menyadari keberadaan
produkdan kualitasnya. (2) Interest. Kepekaan konsumen terhadap produk, dalam
tahap ini konsumenditumbuhkan dan diciptakan rasa ketertarikanterhadap produk
tersebut. Perusahaan berusahaagar produknya mempunyai daya tarik dalamdiri
konsumen, sehingga konsumen memilikirasa ingin tahu yang dapat menimbulkan
minatnya terhadap suatu produk. (3) Desire. Keinginankonsumen untuk mencoba
dan memiliki produktersebut, rasa ingin tahu konsumen terhadapproduk tersebut
36
diarahkan
kepada
minat
untukmembeli.
(4)
Action.
Tindakan
konsumen
untukmengambil keputusan melakukan pembelian.
Menurut Lin dan Lin (2007), Sebelumpembelian, konsumen mulai dengan
mengumpulkan informasi produk berdasarkan pengalamanpribadi dan eksternal
lingkungan. Ketika jumlahinformasi mencapai tingkat tertentu, konsumenmemulai
penilaian dan proses evaluasi,
danmembuat keputusan
pembelian setelah
perbandingan dan penilaian. Oleh karena itu, niat belisering digunakan untuk
menganalisis perilakukonsumen dalam studi terkait.
Intensi didefinisikan sebagai kemungkinan subyektif individu untuk
melakukan suatu perilaku (Gunter & Furnham dalam Haryanto, 2009). Menurut
Soderlund dan Ohman dalam Haryanto (2009), Intensi terbagi menjadi tiga jenis
konstruk yaitu :
1. Intensi sebagai harapan
2. Intensi sebagai rencana
3. Intensi sebagai keinginan.
2.12.1 Perilaku Pasca Pembelian
Setelah melakukan pembelian, konsumen akan mengalami level
kepuasan dan ketidakpuasan. Tugas pemasar tidak berakhir begitu saja ketika
produk dibeli. Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian,
tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian.
Proses keputusan pembelian konsumen menurut Kotler dan Keller
yang dialih bahasakan oleh Benyamin Molan (2009:235) adalah sebagai
berikut:
a. Kepuasan pasca pembelian
Konsumen mendasarkan harapannya kepada informasi yang mereka
terima tentang produk. Jika kenyataan yang mereka dapat ternyata
berbeda dengan yang diharapakan, maka mereka merasa tidak puas. Bila
produk tersebut memenuhi harapan, mereka akan merasa puas.
b. Tindakan pasca pembelian
Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi
perilaku konsumen selanjutnya jika konsumen tersebut puas, ia akan
menunjukan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali
produk tersebut. Para pelanggan yang tidak puas mungkin akan
37
membuang atau mungkin mengembalikan produk tersebut. Pemasar
dapat menggunakan berbagai cara untuk mengurangi ketidak puasan ini.
Komunikasi
menghasilkan
pasca
pembelian
penurunan
dengan
pengembalian
pembeli
produk
telah
dan
terbukti
pembatalan
pesanan.Selain itu juga merupakan cara yang sangat tepat untuk
mempertahankan pelanggan. Misalnya dengan sistem saran, mengirim
sepucuk surat atau menelpon orang yang telah membeli produknya.
2.12.2 IndikatorPurchase Intention
1. Attention.
Keterkaitan konsumen dan produk, dalam hal ini di mana perusahaan dapat
menaruh perhatian konsumen dengan melakukan pendekatan agar konsumen
menyadari keberadaan produk dan kualitasnya.
2 Interest.
Kepekaan
konsumen
terhadap
produk,
dalam
tahap
ini
konsumenditumbuhkan dan diciptakan rasa ketertarikanterhadap produk
tersebut. Perusahaan berusaha agar produknya mempunyai daya tarik dalam
diri konsumen, sehingga konsumen memiliki rasa ingin tahu yang dapat
menimbulkan minatnya terhadap suatu produk.
3 Desire.
Keinginan konsumen untuk mencoba dan memiliki produk tersebut, rasa
ingin tahu konsumen terhadap produk tersebut diarahkan kepada minat
untukmembeli.
4 Action.
Tindakan konsumen untuk mengambil keputusan melakukan pembelian.
38
2.13
Kerangka Pemikiran
Brand Credibility (X1) -
Trustworthiness
- Expertise
- Attractiveness
- Likeability
-Attention
Purchase Intention (Y) -Interest
-Desire
- Action
Perceived Value (X2) – Emotional Value
- Social Value
- Quality
- Price
2.14
Rancangan Uji Hipotesis
Hipotesis menurut Sugiyono (2009:96), hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.Dikatakan sementara karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori.Hipotesis dirumuskan atas dasar
kerangka pemikiran yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang
dirumuskan. Selanjutnya, rancangan uji hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Untuk Tujuan 1
Ho :Brand Credibility tidak berpengaruh signifikan terhadap purchase intentionatas
produk Excavator pada PT Trakindo Utama
Ha :Brand Credibility berpengaruh signifikan terhadap purchase intention atas
produk Excavator pada PT Trakindo Utama
Untuk Tujuan 2
Ho :Perceived Value tidak berpengaruh signifikan terhadap purchase intention atas
produk excavator pada PT Trakindo Utama
Ha :Perceived Value memiliki berpengaruh signifikan terhadap purchase intention
atas produk excavator pada PT Trakindo Utama
39
Untuk Tujuan 3
Ho :Brand Credibility dan Perceived Value tidak berpengaruh secara simultan
terhadap purchase intention atas produk Excavator pada PT Trakindo Utama
Ha :Brand Credibility dan Perceived Value berpengaruh secara simultan terhadap
purchase intentionatas produk Excavator pada PT Trakindo Utama
40
Download