bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pantai
Seperti yang telah disampaikan pada bagian pendahuluan, pantai disebut
sebagai daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air
surut terendah. Sedangkan daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh
laut seperti pasang surut, angin laut, dan rembesan air laut disebut pesisir (coast).
Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas garis pasang tertinggi. Daerah
lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari
sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bumi di bawahnya
(Triatmodjo, 1999). Gambar 2.1 menunjukkan batasan-batasan daerah di sekitar
pantai.
Gambar 2.1 Definisi dan Batasan Pantai (Triatmodjo, 1999)
Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh material yang membentuk pantai
tersebut dan juga gaya-gaya pembentuknya. Pantai dapat terbentuk dari material
dasar yang berupa lumpur, pasir, kerikil, dan batu. Pantai lumpur mempunyai
Universitas Sumatera Utara
kemiringan sangat kecil sampai mencapai 1:5000. Kemiringan pantai pasir lebih
besar yang berkisar antara 1:20 dan 1:50. Sedangkan kemiringan pantai berkerikil
bisa mencapai 1:4. Pantai berlumpur banyak dijumpai di daerah pantai dimana
banyak sungai yang mengangkut sedimen suspensi bermuara di daerah tersebut dan
gelombang relatif kecil. Bentuk profil pantai pada umumnya seperti ditunjukkan
dalam Gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2 Bentuk Profil Pantai (Triatmodjo, 1999)
Dari Gambar 2.2 di atas dapat dilihat bahwa profil pantai dapat dibagi
kedalam empat bagian yaitu: daerah lepas pantai (offshore), daerah pantai dalam
(inshore), daerah depan pantai (foreshore), dan daerah belakang pantai (backshore).
Sedangkan menurut sudut pandang hidrodinamika, perairan pantai di daerah dekat
pantai (nearshore zone) dibagi menjadi tiga daerah yaitu: daerah gelombang pecah
(breaker zone), daerah buih (surf zone), dan daerah swash (swash zone).
Penjelasan dari beberapa uraian di atas diberikan sebagai berikut (Triatmodjo,
1999).
Universitas Sumatera Utara
•
Inshore (daerah pantai dalam) adalah daerah profil pantai yang terbentang ke
arah laut batas daerah depan pantai (foreshore) sampai ke bawah breaker
zone.
•
Foreshore (daerah depan pantai) adalah daerah yang meliputi garis pantai ,
daerah swash sampai dengan bagian yang tidak terlalu jauh dari garis pantai.
•
Backshore (daerah belakang pantai) adalah daerah yang dibatasi oleh garis
pantai kearah daratan.
•
Offshore (daerah lepas pantai) adalah daerah dari garis gelombang pecah
kearah laut.
•
Breaker zone (daerah gelombang pecah) adalah daerah dimana gelombang
yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidakstabilan dan akhirnya
pecah. Di pantai yang landai gelombang pecah bisa terjadi dua kali.
•
Surf zone (daerah buih) adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam
dari gelombang pecah dan batas naik turunnya gelombang di pantai. Pantai
yang landai mempunyai surf zone yang lebar.
•
Swash zone (daerah swash) adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas
tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di
pantai.
•
Longshore bar (gundukan sepanjang pantai) adalah tumpukan pasir yang
paralel terhadap garis pantai. Tumpukan pasir tersebut dapat muncul pada
saat air surut, pada saat lain dapat menjadi barisan tumpukan pasir yang
sejajar pantai dengan kedalaman yang berbeda.
Pembagian bentuk pantai didasarkan pada komponen materi penyusun pantai
(Triatmodjo, 1999), yaitu:
Universitas Sumatera Utara
•
Pantai berpasir
Pantai tipe ini terbentuk oleh proses di laut akibat erosi gelombang,
pengendapan sedimen, dan material organik. Material penyusun terdiri atas
pasir bercampur batu yang berasal dari daratan yang terbawa aliran sungai
atau berasal dari berbagai jenis biota laut yang ada di daerah pantai itu
sendiri.
•
Pantai berlumpur
Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara
sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut.
Biasanya juga dijumpai di muara sungai yang ditumbuhi oleh hutan
mangrove.
Bagian pantai yang berbentuk garis dan menjadi arah batas antara laut dan
darat secara jelas disebut sebagai garis pantai. Keberadaan garis pantai selalu
mengalami perubahan secara kontinu. Pada pantai yang berhadapan langsung dengan
arah datang gelombang dan arus pantai selalu mengalami abrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah pantai yang letaknya sejajar atau searah dengan arah
datangnya gelombang.
2.2 Gelombang
Gelombang merupakan pergerakan naik turunnya air dengan arah tegak lurus
permukaan laut yang membentuk kurva atau grafik sinusoidal (Faiqun,2008). Proses
ini terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di laut seperti tekanan atau
tekanan dari atmosfir (khusus melalui angin), gempa bumi, gaya gravitasi bumi dan
Universitas Sumatera Utara
benda-benda angkasa (bulan dan matahari), gaya coriolis (akibat rotasi bumi), dan
tegangan permukaan.
Gelombang yang sering terjadi di laut dan cukup penting adalah gelombang
angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan riakriak, bukit, hingga kemudian berubah menjadi gelombang. Gambar 2.3 menunjukkan
sketsa definisi gelombang.
Gambar 2.3 Sketsa Definisi Gelombang (Zakaria, 2009)
Gambar 2.3 menunjukkan suatu gelombang yang berada pada sistem
koordinat x-y. Gelombang menjalar pada arah sumbu x. Beberapa notasi yang
digunakan adalah:
h
: kedalaman laut (jarak antara muka air rerata dan dasar laut)
η
: fluktuasi muka air
H
: tinggi gelombang
L
: panjang gelombang, yaitu jarak antara dua gelombang yang
berurutan
C
: kecepatan rambat gelombang = L/T
Universitas Sumatera Utara
Selama penjalaran gelombang dari laut dangkal, orbit partikel mengalami
perubahan bentuk. Gambar 2.4 menunjukkan perubahan dan pergerakan zat cair
pada gelombang. Orbit perubahan partikel berbentuk lingkaran pada seluruh
kedalaman di laut dalam. Di laut transisi dan dangkal, lintasan partikel ellips.
Semakin besar kedalaman, bentuk ellips semakin pipih, dan di dasar gerak partikel
adalah horizontal.
Gambar 2.4 Pergerakan Partikel Zat Cair Pada Gelombang (Faiqun, 2008)
Gelombang dapat dibangkitkan oleh banyak hal seperti angin. Angin yang
berhembus diatas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan
angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga permukaan air
yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas
permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi semakin
besar, dan jika angin berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang. Semakin
lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk.
Penentuan tinggi gelombang dapat dilakukan dengan pengukuran langsung di
lapangan atau dengan menganalisa data angin yang ada. Pengukuran
Pengukuran langsung di
lapangan biasanya kurang representatif karena dilakukan dalam jangka waktu yang
Universitas Sumatera Utara
singkat. Jadi analisa gelombang menggunakan data angin dinilai paling baik, tetapi
jangka waktu data angin harus tersedia minimal selama lima tahun.
Metode peramalan gelombang dapat dibedakan atas metode peramalan
gelombang laut dalam dan peramalan gelombang laut dangkal. Beda metode laut
dalam dan dangkal adalah bahwa dalam metode laut dangkal diperhitungkan faktor
gesekan antara gerak air dengan dasar laut, yang berpengaruh pada tinggi gelombang
yang terbentuk. Di laut dalam gerak gelombang yang terjadi di bagian atas perairan
saja dan hamper tidak berimbas ke bagian bawah dekat dasar laut. Oleh karena itu
gelombang dan pembentukan gelombang di laut dalam tidak terpengaruh oleh
keadaan di dekat dasar laut.
Kriteria laut dalam dan dangkal didasarkan pada perbandingan antara
kedalaman air h dan panjang gelombang L. Nilai batasannya adalah sebagai berikut:
a. Gelombang di laut dangkal jika h/L ≤ 1/20,
b. Gelombang di laut transisi jika 1/20 < h/L < 1/2, dan
c. Gelombang di laut dalam jika h/L ≥ 1/2
Gelombang dibentuk oleh angin karena adanya proses pengalihan energi dari
angin ke badan laut melalui permukaannya. Karena sifat air yang tidak dapat
menyerap energi, maka energi ini diubah kedalam bentuk gelombang yang kemudian
dibawa ke pantai.
Faktor pembangkit gelombang salah satunya adalah angin. Di daerah
pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang
sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagi sudut terhadap arah angin.
Pembangkit gelombang di laut dibatasai oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut
atau disebut juga dengan fetch. Fetch juga berpengaruh pada periode dan tinggi
Universitas Sumatera Utara
gelombang yang dibangkitkan, jika nilai fetch besar, maka gelombang yang terjadi
akan memiliki periode yang panjang. Panjang fetch membatasi waktu yang
diperlukan gelombang untuk terbentuk karena pengaruh angin, jadi mempengaruhi
waktu untuk mentransfer energi angin ke gelombang.
Untuk mencari tinggi gelombang (H) dan periode gelombang (T) di suatu
tempat di laut, maka kita harus menghitung kecepatan angin di laut (Uw). Nilai
kecepatan angin di darat (UL) harus ditransformasikan menjadi kecepatan angin di
laut dengan hubungan yang diberikan oleh persamaan 2.1
R L = UW / UL
(2.1)
Dimana RL adalah faktor korelasi akibat perbedaan ketinggian. Selain dengan
menggunakan persamaan 2.1, untuk mengkoreksi nilai kecepatan angin di darat
menjadi kecepatan angin di laut dapat menggunakan grafik hubungan anatara
kecepatan angin di laut dan di darat seperti yang di tunjukkan Gambar 2.5.
Nilai RL didapat dengan memplotkan nilai kecepatan angin pada absis grafik
hubungan kecepatan angin di laut dan di darat hingga bertemu dengan kurva UL.
Kemudian tarik garis dari pertemuan nilai kecepatan angin dengan kurva ke arah kiri
sumbu absis hingga dapat diketahui nilai RL yang berada pada ordinat grafik
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Grafik Hubungan antara Kecepatan Angin Di Darat dan Di Laut
(Triatmodjo, 1996)
Rumus-rumus dan grafik-grafik pembangkit gelombang mengandung
variabel UA, yaitu faktor tegangan angin yang dapat dihitung dari kecepatan angin.
Kecepatan angin dikonversikan pada faktor tengangan angin dengan menggunakan
Persamaan 2.2 berikut.
UA = 0.71* UW1.23
(2.2)
Untuk mendapatkan hasil peramalan dari tinggi dan periode gelombang harus
dihubungkan dengan nilai UA dan fetch yang dapat diplotkan pada grafik peramalan
gelombang seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 merupakan grafik peramalan gelombang, dengan absis x adalah
besarnya panjang fetch dalam kilometer (km) dan ordinat y merupakan nilai faktor
tegangan angin (wind-stress factor, UA) dalam meter per detik (m/dt). Dengan
menggunakan tersebut dapat diperoleh nilai tinggi gelombang (Significant, H),
periode gelombang (Peak SpectralPeriod, T) dan durasi gelombang (Minimum
Duration).
Pada Gambar 2.6 nilai tinggi gelombang ditunjukkan oleh garis tegas (tidak
putus-putus) yang tebal. Nilai periode gelombang ditunjukkan oleh garis tegas (tidak
putus-putus) yang tipis. Sedangkan nilai durasi gelombang ditunjukkan oleh garis
putus-putus.
Untuk mengetahui nilai tinggi gelombang dengan menggunakan Gambar 2.6
maka nilai panjang fetch dan faktor tegangan angin diplotkan pada grafik peramalan
gelombang tersebut hingga bertemu pada satu titik. Kemudian buat garis sejajar dari
titik tersebut dengan garis tegas yang tebal yang menyatakan nilai tinggi gelombang.
Bila garis sejajar yang dibuat dari titik pertemuan nilai fetch dan faktor tegangan
angin tidak berada tepat pada garis yang menunjukkan nilai tinggi gelombang, maka
dilakukan interpolasi terhadap nilai tinggi gelombang yang berdekatan dengan garis
sejajar yang telah dibuat untuk mendapatkan nilai tinggi gelombang yang tepat
berada pada garis sejajar yang dibuat/dicari.
Sama halnya dengan cara menentukan nilai tinggi gelombang, nilai periode
gelombang juga ditentukan dengan cara memplotkan nilai panjang fetch dan faktor
tegangan angin pada grafik peramalan gelombang yang ditunjukkan Gambar 2.6
hingga bertemu pada satu titik. Kemudian buat garis sejajar dari titik tersebut dengan
garis tegas yang tipis yang menyatakan nilai periode gelombang. Bila garis sejajar
Universitas Sumatera Utara
yang dibuat dari titik pertemuan nilai fetch dan faktor tegangan angin tidak berada
tepat pada garis yang menunjukkan nilai periode gelombang, maka dilakukan
interpolasi terhadap nilai periode gelombang yang berdekatan dengan garis sejajar
yang telah dibuat untuk mendapatkan nilai peiode gelombang yang tepat berada pada
garis sejajar yang dibuat/dicari.
Selain tinggi dan periode gelombang, parameter gelombang yang penting
lainnya adalah tinggi gelombang pecah (Hb) yang dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.3.
H = γ . h
(2.3)
dimana γ adalah indeks gelombang pecah dan hb adalah kedalaman air pada saat
gelombang pecah.
Berdasarkan analisa Miche, dalam Setyandito (2008), untuk laut dangkal
(landai) akan didapat perbandingan antara tinggi gelombang dan kedalaman air
(breaker indeks, γb) sekitar 0.78. Sehingga Persamaan 2.3 dapat ditulis menjadi:
h =
.
(2.4)
Karena pada persamaan 2.4 terdapat parameter Hb yang juga belum diketahui
nilainya, maka untuk mencari nilai gelombang pecah (Hb) digunakan pesamaan lain
yang disubtitusikan dengan Persamaan 2.4 seperti berikut:
H = H. K . K !
"# $
%.&⁄'(
.
!
= H. . "# $
= H. %.*
"# $!
"# $
Universitas Sumatera Utara
=
(2.5)
dimana H adalah tinggi gelombang, g adalah percepatan grafitasi,
awal gelombang datang,
adalah sudut
adalah sudut datang gelombang pecah.
Ada dua tipe gelombang, ditinjau dari sifat-sifatnya yaitu (Faiqun, 2008):
1.
Gelombang pembangun/pembentuk pantai (Constructive Wave)
Yang termasuk gelombang pembentuk pantai, bercirikan
bercirikan mempunyai ketinggian
kecil dan kecepatan rambat rendah. Sehingga saat gelombang tersebut pecah di
pantai akan mengangkut sedimen (material pantai). Material pantai akan
tertinggal di pantai (deposit) ketika aliran balik dari gelombang pecah meresap
ke dalam pasir atau pelan-pelan mengalir kembali ke laut. Gelombang
pembentuk pantai ditunjukan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Gelombang Pembentuk Pantai (Faiqun, 2008)
2.
Gelombang perusak pantai (Destructive Wave)
Gelombang perusak pantai biasanya mempunyai ketinggian dan kecepatan
rambat yang besar (sangat tinggi). Air yang kembali berputar mempunyai lebih
Universitas Sumatera Utara
sedikit waktu untuk meresap ke dalam pasir. Ketika gelombang datang kembali
menghantam pantai akan ada banyak volume air yang terkumpul dan
mengangkut material pantai menuju ke tengah laut atau ke tempat lain.
Gelombang perusak pantai ditunjukkan dalam Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Gelombang Perusak Pantai (Faiqun, 2008)
Gelombang yang sebenarnya terjadi di alam adalah sangat kompleks dan
tidak dapat dirumuskan dengan akurat. Akan tetapi dalam mempelajari fenomena
gelombang yang terjadi di alam dilakukan beberapa asumsi sehingga muncul
beberapa teori gelombang.
2.3 Arus
Arus adalah pergerakan air secara horizontal yang disebabkan adanya
perubahan ketinggian permukaan laut. Arus lautan global merupakan pergerakan
masa air yang sangat besar dan arus ini yang mempengaruhi arah aliran air lautan
dan terkait antara satu lautan
lautan dengan lautan yang lain di seluruh bumi, angin, dan
suhu.
Universitas Sumatera Utara
Faktor penyebab terjadinya arus dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu
gaya eksternal, gaya internal angin, gaya-gaya kedua yang hanya datang karena
fluida dalam gerakan yang relative terhadap permukaan bumi. Dari gaya-gaya yang
bekerja dalam pembentukan arus antara lain tegangan angin, gaya viskositas, gaya
coriolis, gaya gradien tekanan horizontal, gaya yang menghasilkan pasang surut.
Gaya viskositas pada permukaan laut ditimbulkan karena adanya pergerakan
angin pada permukaan laut sehingga menyebabkan pertukaran massa air yang
berdekatan secara periodic, hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan pada fluida.
Sedangkan gaya coriolis mempengaruhi aliran massa air, dimana gaya ini akan
membelokkan arah angin dari arah yang lurus. Gaya ini timbul sebagai akibat dari
perputaran bumi pada porosnya. Selanjutnya gaya gradien tekanan horizontal sangat
dipengaruhi oleh tekanan, massa air, kedalaman dan juga densitas dari massa air
tersebut, yang mana jika densitas laut homogen, maka gaya gradien tekanan
horizontal adalah sama untuk kedalaman berapapun. Jika tidak ada gaya horizontal
yang bekerja, maka akan terjadi percepatan yang seragam dari tekanan tinggi ke
tekanan yang lebih rendah.
Pada umumnya arus terjadi sepanjang pantai disebabkan oleh perbedaan
muka air pasang surut antara satu lokasi dengan lokasi lain, sehingga perilaku arus
dipengaruhi pola pasang surut. Kecepatan arus yang aman untuk kapal berlabuh
disyaratkan berkecepatan maksimal 2 knot atau 1 m/dt.
2.4 Pasang Surut
Pasang surut adalah perubahan elevasi muka air laut akibat adanya gaya tarik
benda-benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan elevasi muka air laut tersebut berlangsung secara periodik (Triatmodjo,
1999). Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena
jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap
bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan yang
mempengaruhi pasang surut adalah 2.2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari.
Dalam analisa pasang surut diperlukan suatu elevasi yang dapat digunakan
sebagai patokan dalam perencanaan suatu pelabuhan. Ada tiga macam elevasi antara
lain:
•
Elevasi muka air tertinggi atau High Water Surface (HWS)
•
Elevasi muka air rata-rata atau Mean Sea Level (MSL)
•
Elevasi muka air terendah atau Low Water Surface (LWS)
Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tertinggi (puncak air
pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut
adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi
yang sama berikutnya. Periode pasang surut bisa 12 jam 25 menit atau 24 jam 50
menit, yang tergantung pada tipe pasang surut. Periode pada saat muka air naik
disebut pasang, sedang pada saat muka air turun disebut surut.
Gaya tarik bulan dan matahari dapat menyebabkan lapisan air yang semula
berbentuk bola berubah menjadi ellips. Karena peredaran bumi dan bulan pada
orbitnya, maka posisi bumi-bulan-matahari selalu berubah setiap saat. Keadaan ini
akan terjadi dan menimbulkan pasang surut purnama dan pasang perbani. Gambar
2.9 menunjukkan terjadinya pasang surut purnama dan perbani.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Pasang Surut Purnama dan Perbani
Pasang surut purnama (Spiring Tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
berada dalam satu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang
sangat tinggi sekali dan pasang rendah yang sangat rendah sekali. Pasang surut
purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama, setiap sekitar tanggal 1
sampai 15.
Pasang perbani (Nead Tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang
rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang surut ini terjadi pada saat bulan ¼ dan
¾.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk pasang surut diberbagai daerah tidak sama. Disuatu daerah dalam satu
hari dapat terjadi satu atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut
diberbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu:
a) Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan
tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur.
Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
b) Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode
pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan selat
Karimata.
c) Pasang surut campuran condong ke harian ganda
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi
mempunyai tinggi dan periode yang berbeda. Pasang surut jenis ini banyak
terdapat di perairan Indonesia bagian timur.
d) Pasang surut campuran condong ke harian tunggal
Dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi tinggi dan
periodenya sangat berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di selat
Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.
Gambar 2.10
menunjukkan keempat tipe pasang surut yang mungkin
terjadi di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Tipe Pasang Surut (Triatmodjo, 1996)
2.5 Sedimen
Sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material
organik yang melayang di dalam air, udara, maupun yang dikumpulkan didasar
sungai atau laut oleh perantara atau perantara alami lainnya. Sedimen pantai dapat
berasal dari erosi pantai, dari daratan yang terbawa oleh sungai, dan dari laut yang
terbawa oleh arus ke daerah pantai.
Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting di dalam mempelajari proses erosi
dan sedimentasi. Sifat sedimen yang paling mendasar adalah ukuran dan bentuknya,
setelah itu densitas, kecepatan jatuh ,dan lain-lain.
2.5.1 Ukuran dan Bentuk
Sedimen pantai dapat dikelompokkan berdasarkan region atau keberadaannya
terhadap laut dan massa daratan adalah sedimen neritik (perairan dangkal) dan
Universitas Sumatera Utara
perairan dalam. Sedimen pantai juga diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir
menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), dan batu. Salah satu
klasifikasi yang terkenal adalah skala Wenworth yang mengklasifikasikan sedimen
berdasarkan ukuran (dalam millimeter) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Dalam skala Wenworth tersebut partikel yang berukuran diantara 0,0625 dan
2 millimeter dianggap sebagai pasir. Material yang lebih halus sebagai lumpur (silt)
dan lempung (clay). Sedangkan material yang lebih besar dari pasir disebut krakal/
koral (pebbles) dan brangkal (cobbles). Pada kebanyakan lokasi brangkal (cobbles)
adalah material utama yang membentuk pantai, seperti di sepanjang Chesil Beach
(England).
Tabel 2.1 Ukuran Partikel Sedimen Berdasarkan Skala Wentworth
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Massa Jenis (Densitas)
Densitas merupakan perbandingan masssa terhadap volume zat. Densitas
merupakan fungsi langsung dari kedalaman laut, serta dipengaruhi juga oleh
salinitas, temperatur dan tekanan. Secara matematis dituliskan dalam Persamaan 2.6.
,
ρ=-
dimana:
(2.6)
ρ = densitas (gr/cm3)
m = massa (gr)
v = volume (cm3)
Tabulasi nilai massa jenis dari beberapa zat ditampilkan dalam Tabel 2.2 .
Tabel 2.2 Data Massa Jenis Dari Beberapa Zat.
Universitas Sumatera Utara
Kerapatan zat (massa jenis) yang dinyatakan dalam tabel di atas merupakan
kerapatan zat pada suhu 0oC dan tekanan 1 atm. Sedangkan untuk massa jenis
sedimen lumpur (ρm) adalah 1200 kg/m3.
2.5.3 Perembesan (Porosity)
Porositas digunakan untuk mengetahui pori-pori (porositas) yang terdapat
dalam sampel. Porositas merupakan satuan yang menyatakan keporositasan suatu
material yang dihitung dengan mencari persen (%) berdasarkan daya serap bahan
terhadap air dengan perbandingan volume air yang diserap terhadap volume total
sampel. Secara matematis dituliskan dalam Persamaan 2.7.
Porositas =
dimana:
-5!67
-8!89:
x100%
Vvoid
= volume rongga (m3)
Vtotal
= volume rongga + bahan padat (m3)
(2.7)
Pada Tabel 2.3 ditunjukkan nilai-nilai porositas untuk beberapa bahan sedimen.
Tabel 2.3 Porositas dari beberapa bahan sedimen
Universitas Sumatera Utara
2.6 Angkutan Sedimen
Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya. Penyesuaian tersebut
merupakan tanggapan dinamis alami pantai terhadap laut. Proses dinamis pantai
sangat dipengaruhi oleh littoral transport, yang didefinisikan sebagai gerak sedimen
di daerah dekat pantai (nearshore zone) oleh gelombang dan arus.
Pengangkutan atau pergerakan sedimen pantai adalah gerakan sedimen
didaerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus. Sedimen dapat diangkut
dengan 3 cara:
•
Suspension; umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil
ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau
angin yang ada.
•
Bedload; terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir, kerikil,
kerakal, bongkahan) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak dapat
berfungsi memindahkan partikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan
dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan
inersia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan tersebut bisa
menggelinding, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang
dengan yang lainnya.
•
Saltation; umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran
fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai
akhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen
pasir tersebut ke dasar.
Sedangkan berdasarkan asalnya material angkutan dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu (Yiniarti, 1997):
Universitas Sumatera Utara
• Muatan material dasar (bed material transport), yang berasal dari dasar,
berarti bahwa angkutan ini ditentukan oleh keadaan dasar dan aliran (dapat
terdiri dari sedimen dasar dan sedimen melayang).
• Muatan cuci (wash load), yang berasal dari hasil erosi daerah aliran sungai
dan tidak berhubungan dengan kondisi hidrolik aliran setempat. Angkutan ini
terdiri dari butiran yang sangat halus dengan diameter < 50µm (terdiri dari
lempung dan lanau) yang hanya dapat bergerak dengan cara melayang dan
tidak berada pada dasar sungai.
Di kawasan pantai terdapat dua arah pengangkutan sedimen, yaitu:
•
Pergerakan sedimen tegak lurus pantai (crosshore sediment transport)
Pengangkutan sedimen tegak lurus pantai dapat dilihat pada bentuk pantai
(kemiringan
pantai).
Secara
penampakan
geomorfologi,
proses
pengangkutan sedimen tegak lurus pantai biasanya terjadi di teluk.
•
Pengangkutan sedimen sepanjang pantai (longshore sediment transport)
Orang sering menyebutkan pengangkutan sedimen sejajar pantai (dalam
bahasa ilmiahnya littoral sediment transport) atau longshore sediment
transport. Proses ini biasanya terjadi di pantai yang berbatasan dengan
samudra dan merupakan proses yang penting karena berdampak sangat besar
terhadap struktur yang dibuat manusia misalnya jetti atau groin.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Angkutan Sedimen Sepanjang Pantai (Longshore Sediment Transport)
Angkutan sedimen sepanjang pantai terdiri dari dua komponen utama, yaitu
pergerakan sedimen dalam bentuk mata gergaji di garis pantai dan transpor
sepanjang pantai di surf zone, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.11. Komponen
pertama terjadi pada waktu gelombang dari arah laut datang menuju pantai dan
membentuk sudut terhadap garis pantai yang menyebabkan kemudian massa air naik
dan akan turun lagi dalam arah tegak lurus pantai. Gerak air tersebut akan terlihat
membentuk lintasan seperti mata gergaji, yang disertai dengan terangkutnya
sedimen dalam arah sepanjang pantai. Sedangkan komponen kedua terjadi karena
arus sepanjang pantai yang dibangkitkan oleh gelombang pecah, sehingga
menyebabkan tejadinya pergerakan sedimen di surfzone (Triatmodjo, 1999).
Gambar 2.11 Pergerakan Sedimen Sepanjang Pantai (Triatmodjo, 1999)
Universitas Sumatera Utara
Pergerakan sedimen sepanjang pantai menimbulkan berbagai permasalahan
seperti pendangkalan di pelabuhan, erosi pantai dan sebagainya. Oleh karena itu
prediksi pergerakan sedimen sepanjang pantai adalah sangat penting. Beberapa cara
yang biasanya digunakan untuk memprediksi pergerakan sedimen sepanjang pantai
adalah sebagai berikut.
a. Cara terbaik untuk memperkirakan pergerakan sedimen sejajar pantai pada
suatu tempat adalah mengukur debit sedimen di lokasi yang ditinjau.
b. Peta atau pengukuran yang menunjukkan perubahan elevasi dasar dalam
suatu periode tertentu dapat memberikan petunjuk tentang angkutan
sedimen. Cara ini terutama baik apabila di daerah yang ditinjau terdapat
bangunan yang bisa menangkap pergerakan sedimen sepanjang pantai,
misalnya groin, pemecah gelombang suatu pelabuhan, dan sebagainya.
c. Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang di daerah yang
ditinjau.
Angkutan sedimen sepanjang pantai dapat dianalisa dengan menggunakan
dua metode yaitu Metode Energi Fluks untuk tinjauan di daerah surfzone dan
Metode Integral untuk tinjauan di daerah pecahnya gelombang hingga daerah
offshore. Kedua metode tersebut mempunyai hubungan tinjauan jarak dari garis
pantai (y) yang sejajar dengan koordinat sumbu y, dengan kedalaman air (h) yang
sejajar dengan koordinat sumbu z. Sistem koordinat yang digunakan pada tugas
akhir ini ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Sistem Koordinat
Keterangan Gambar 2.12:
Sumbu x
: Sumbu koordinat sejajar garis pantai
Sumbu y
: Sumbu koordinat tegak lurus garis pantai
Sumbu z
: Sumbu koordinat yang menyatakan kedalaman air laut (h)
2.6.2 Metode Energi Flux Di Pantai Berpasir
Menurut sejarah, jumlah total material yang bergerak di sepanjang garis
pantai mempunyai kaitkan dengan jumlah energi yang terdapat dalam gelombang
yang sampai di garis pantai (Dean dan Dalrymple, 1995). Model yang sederhana
terdapat dalam pergerakan sedimen sejajar pantai pantai berpasir, berupa hubungan
antara pergerakan sedimen dengan komponen fluks energi gelombang sepanjang
pantai dalam bentuk:
Q = >?
<=:
@ A?B>CADB
(2.8)
Universitas Sumatera Utara
PE = E.Cg.sin θ.cos θ =
C
CK
ρgH ' C% sin 2θ
(2.9)
dimana Qs adalah jumlah angkutan sedimen sepanjang pantai berpasir, K adalah
komponen empiris (untuk daerah yang landai 0.2 ≤ K ≤ 0.3), Pl adalah fluks energi,
Cg adalah kecepatan kelompok, θb adalah sudut datang gelombang pecah.
Kecepatan kelompok (Cg) dapat dihilangkan pada Persamaan 2.9 untuk
energi fluks sejajar pantai dengan menggunakan pendekatan air dangkal, bahwa Cg =
LMN dan h = Hb/OP , dimana Hb adalah tinggi gelombang pecah dan OP adalah indeks
gelombang pecah. Sehingga didapat:
Qs = KQ
?L %
CKRS.T
>?@ A?B>CADB
U H
VW
'
sin >2θbB
(2.10)
Dimana:
Qs
: jumlah angkutan sedimen sepanjang pantai (m3/s)
K
: komponen empiris (untuk daerah yang landai 0.2 ≤ K ≤ 0.3)
ρ
: massa jenis sedimen (YZ = 2650 kg/m3)
ρ
: massa jenis air laut (ρ = 1030 kg/m3)
Hb
: tinggi gelombang pecah (m)
γb
: indeks gelombang pecah (m/d)
n
: porositas sedimen
g
: percepatan grafitasi (9.8 m/dt2)
θb
: sudut datang gelombang pecah terhadap garis pantai normal.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3 Metode Energi Flux Di Pantai Berlumpur
Di daerah pantai berlumpur hubungan antara pergerakan sedimen dengan
komponen fluks energi sepanjang pantai mempunyai bentuk seperti yang ditunjukan
Persamaan 2.11 (Tarigan, 2002).
PE =
C
ρg ]/' OP C/' mH y sin 2θ
]/'
CK
(2.11)
dimana m adalah kemiringan pantai, yb adalah jarak dari garis pantai menuju titik
gelombang pecah dan θ adalah sudut datang gelombang pecah. Persamaan 2.11
merupakan hasil dari energi fluks pada daerah surf zone di pantai berlumpur.
Sehingga untuk jumlah angkutan sedimen sepanjang garis pantai pada daerah surf
zone ditunjukan dalam Persamaan 2.12
Qm =
: ?%`/a R b/a ,
CK?c %d
H y sin 2θ
]/'
(2.12)
dimana Qm adalah jumlah angkutan sedimen sepanjang pantai berlumpur, Clb adalah
koefisien proporsional di daerah surf zone (Clb= 2.31*10-3 berdasarkan eksperimen
Rodriguez dalam Tarigan, 2002), ρ, adalah densitas lumpur = 1200 kg/m3, dan g′ =
g(ρ, -ρ)/ρ.
2.6.4 Metode Longuet Higgins
Dalam menghitung jumlah angkutan sedimen di daerah lepas pantai
(offshore), Longuet Higgins memberikan solusi dalam perhitungan kecepatan arus
(Ux) yang mempunyai hubungan terhadap jarak dari garis pantai (y) dan kedalaman
air (h). Longguet Higgins (dalam Tarigan, 2002) menerapkan konsep tegangan
Universitas Sumatera Utara
radiasi untuk persamaan gerak sampai terjadinya arus sejajar pantai yang maksimum
pada daerah pecahnya gelombang (Uxb). Nilai Uxb dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
Vf g,
Uxb =
"h
Lgh sin θ
(2.13)
dimana α adalah konstanta yang ditetapkan = 0.4, m adalah kemiringan dasar pantai
= 0.02, cf adalah faktor gesekan dasar laut, hb adalah kedalaman air pada daerah
gelombang pecah, dan θb adalah sudut antara gelombang pecah dengan garis pantai
normal.
Faktor gesekan dasar laut dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
ci = j1.742 l 2 logC n
.C
A'
op
(2.14)
Longguet Higgins juga memberikan rumusan terhadap profil kecepatan
sepanjang pantai dalam variabel tidak berdimensi, yaitu:
q r = Ays l BC ysRb ,
U
0 < ys < 1
q r = BC ys Ra ,
U
(2.15)
1 < ys < ∞
(2.16)
dimana:
ys =
x
x
qr =
U
,
yz
yr
(2.17)
dan A, BC , B' , γC , dan γ' adalah konstan yang dipengaruhi oleh nilai Γ.
A=
BC =
C
{CAV|W'}
Ra AC
Rb ARa
;
A;
]
γC =  l B' =
€
Rb AC
Ra ARb
A

CK
C
l ;
|
]
γ' =   €

CK
l
C
|
(2.18)
Universitas Sumatera Utara
Γ adalah parameter tidak berdimensi yang mewakili kepentingan relatif dari
pencampuran horizontal yang didalamnya terdapat nilai N.
Γ=
( ,ƒ
' g"h
(2.19)
Dengan menggunakan pendekatan Inman (1971) dalam Tarigan (2002), untuk
memperkirakan nilai viskositas pusaran di dalam daerah surf zone, konstanta N
dihitung dengan persamaan berikut:
„
=
Hb g.hb
T
(2.20)
dimana T adalah periode gelombang.
Dalam metode Longuet Higgins ini terdapat hubungan antara Ũx dan у yang
dipengaruhi oleh nilai Γ yang dapat bervariasi seperti yang di tunjukan pada Gambar
2.13. Efek dari Γ yang dapat bervariasi dengan nilai yang rendah pada penggabungan
parameter mengakibatkan gradien kecepatan menjadi curam dan pengurangan yang
cepat terjadi aliran diluar zona pecah. Sebaliknya, dengan nilai pencampuran yang
besar menghasilkan gradien yang rendah.
Gambar 2.13 Efek Dari Nilai Γ atau P Yang Bervariasi Terhadap Surfzone
Universitas Sumatera Utara
2.6.5 Metode Integral
Angkutan sedimen sepanjang garis pantai dapat ditentukan dengan
mengintegrasikan rumus semi empiris sedimen fluks terhadap lebar dari zona
pergerakan. Integrasi dari rumus semi empiris sedimen fluks ditunjukan pada
Persamaan 2.21.
x
Qo = α‡ ˆx ! C Ur h dy
(2.21)
Dimana:
Qo
: jumlah angkutan sedimen sepanjang pantai (kg/s)
αq
: konstanta proporsional = 1
C
: konsentrasi sedimen rata-rata (kg/s)
Ux
: kecepatan arus sepanjang pantai (m/s)
h
: kedalaman air (m)
yb
: jarak dari garis pantai menuju titik gelombang pecah (m)
yo
: jarak dari garis pantai menuju daerah offshore terminus (m)
dy
: interval koordinat y
Persamaan 2.21 adalah rumusan yang digunakan untuk mengetahui jumlah
angkutan sedimen sepanjang pantai pada daerah offshore. Kecepatan arus sepanjang
pantai (Ux) diselesaikan dengan menggunakan metode Longuet Higgins yang telah
dijelaskan sebelumnya. Untuk konsentrasi sedimen rata-rata yang terjadi di daerah
offshore (C) dapat dianalisa dengan menggunakan Persamaan 2.22 berikut.
C = Cb exp (-kc (y-yb));
y ≥ yb
(2.22)
Universitas Sumatera Utara
dimana Cb merupakan konsentrasi rata-rata di daerah surfzone, kc adalah konstanta
berdimensi. Nilai kc ditetapkan 1.5x10-3 1/m berdasarkan studi di Pantai Punggur
yang mempunyai karakteristik pantai berlumpur yang sama seperti Pantai Bunga
(Tarigan,2002).
2.7 Bangunan Pelindung Pantai
Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius perubahan garis pantai.
Selain proses alami, seperti angin, arus dan gelombang, aktivitas manusia menjadi
penyebab terjadinya erosi pantai. Salah satu metode penanggulangan erosi pantai
adalah penggunaan struktur pelindung pantai, dimana struktur tersebut berfungsi
sebagai peredam energi gelombang pada lokasi tertentu.
Bangunan pantai digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan
karena serangan gelombang dan arus. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
melindungi pantai yaitu:
1. Memperkuat pantai atau melindungi pantai agar mampu menahan kerusakan
karena serangan gelombang.
2. Mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai
3. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai
4. Reklamasi dengan menambah suplai sedimen ke pantai atau dengan cara lain.
Sesuai dengan fungsinya, bangunan pantai dapat diklasifikasikan dalam tiga
kelompok yaitu:
1. Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar garis pantai.
Universitas Sumatera Utara
2. Konstruksi yang dibangun tegak lurus pantai.
3. Konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan sejajar garis pantai.
Beberapa macam bangunan pelindung pantai antara lain, yaitu:
a. Groin (Groyne)
Groin
adalah
bangunan
menahan/menangkap
angkutan
pelindung
pasir
pantai yang
(longshore
difungsikan
untuk
atau
untuk
transport)
mengurangi angkutan pasir. Groin dibangun menjorok relatif tegak lurus
terhadap arah pantai. Bahan konstruksinya umumnya kayu, baja, beton (pipa
beton), dan batu.
Penggunaan Groin dengan mneggunakan satu buah groin tidaklah efektif.
Biasanya perlindungan pantai dilakukan dengan membuat suatu seri bangunan
yang terdiri dari beberapa groin yang ditempatkan dengan jarak tertentu. Hal ini
dimaksudkan agar perubahan garis pantai tidak terlalu signifikan.
b. Jetty
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakan di kedua sisi muara
sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai.
Pada penggunaan muara sungai sebagai alur pelayaran, pengendapan dimuara
dapat mengganggu lalu lintas kapal. Untuk keperluan tersebut jetty harus panjang
sampai ujungnya berada di luar sedimen sepanjang pantai juga sangat
berpengaruh terhedap pembentukan endapan tersebut. Pasir yang melintas
didepan muara geelombang pecah. Dengan jetty panjang transport sedimen
Universitas Sumatera Utara
sepanjang pantai dapat tertahan dan pada alur pelayaran kondisi gelombang tidak
pecah, sehingga memungkinkan kapal masuk kemuara sungai.
Selain untuk melindungi alur pelayaran, jetty juga dapat digunakan untuk
mencegah pendangkalan dimuara dalam kaitannya dengan pengendalian banjir.
Sungai-sungai yang bermuara pada pantai yang berpasir engan gelombang yang
cukup besar sering mengalami penyumbatan muara oleh endapan pasir.karena
pengaruh gelombang dan angin, endapan pasir terbentuk di muara. Transport
akan terdorong oleh gelombang masuk kemuara dan kemudian diendapkan.
c. Breakwater
Breakwater atau pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan yang
dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Pemecah
gelombang dibangun sebagai salah satu bentuk perlindungan pantai terhadap
erosi dengan menghancurkan energi gelombang sebelum sampai ke pantai,
sehingga terjadi endapan dibelakang bangunan. Endapan ini dapat menghalangi
transport sedimen sepanjang pantai.
Breakwater atau pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu pemecah gelombang sambung pantai dan lepas pantai. Tipe pertama banyak
digunakan pada perlindungan perairan pelabuhan, sedangkan tipe kedua untuk
perlindungan pantai terhadap erosi.
d. Seawall
Seawall hampir serupa dengan revetment (stuktur pelindung pantai yang
dibuat sejajar pantai dan biasanya memiliki permukaan miring), yaitu dibuat
Universitas Sumatera Utara
sejajar pantai tapi seawall memiliki dinding relatif tegak atau lengkung. Seawall
juga
dapat
dikatakan
sebagai
dinding
banjir
yang
berfungsi
sebagai
pelindung/penahan terhadap kekuatan gelombang. Seawall pada umumnya dibuat
dari konstruksi padat seperti beton, turap baja/kayu, pasangan batu atau pipa beton
sehingga seawall tidak meredam energi gelombang, tetapi gelombang yang
memukul permukaan seawall akan dipantulkan kembali dan menyebabkan
gerusan pada bagian dasarnya.
e. Artificial Headland
Tanjung buatan adalah struktur batuan yang dibangun sepanjang ujung pantai
mengikis bukit-bukit untuk melindungi titik stategis, yang memungkinkan prosesproses alam untuk melanjutkan sepanjang bagian depan yang tersisa. Tanjung
buatan berfungsi menstabilkan daerah pesisir pantai, membentuk garis pantai
semakin stabil. Stabilitas akan tergantung pada panjang dan jarak dari tanjung.
Struktur pendek dengan celah panjang akan memberikan perlindungan local tetapi
tiak mungkin mengizinkan bentuk rencana stabil untuk dikembangkan.
f. Beach Nourishment
Beach nourishment merupakan usaha yang dilakukan untuk memindahkan
sedimentasi pada pantai ke daerah yang terjadi erosi, sehingga menjaga pantai
tetap stabil. Stabilitas pantai dapat dilakukan dengan penambahan suplai pasir ke
daerah yang terjadi erosi. Apabila erosi terjadi secara terus menerus maka suplai
pasir harus dilakukan secara berkala dengan laju sama dengan kehilangan pasir.
Untuk pantai yang panjang maka penambahan pasir dengan cara pembelian
Universitas Sumatera Utara
kurang efektif sehingga digunakan alternative pasir diambil dari hasil sedimentasi
sisi lain dari pantai
Selain pengertian, fungsi dan manfaat dari bangunan pelindung pantai ada hal
lain yang harus diperhatikan dalam merencanakan atau memilih bangunan pelindung
pantai sebagai solusi dari masalah erosi pantai, hal yang harus kita perhatikan yaitu
mengenai filosofi dari bangunan pelindung pantai. Menurut Pope (1997) dalam
Armono merangkum filosofi bangunan pelindung pantai sebagai berikut:
1. Tak ada satu pun bangunan pelindung pantai yang permanen. Tak ada satu
pun bangunan yang bisa bertahan selamanya di lingkungan pantai yang
dinamis.
2. Tak satu pun bangunan pantai yang bisa digunakan untuk menanggulangi
seluruh lokasi. Bangunan yang berfungsi baik di suatu tempat belum tentu
berfungsi dengan baik di tempat yang lain.
3. Tak satu pun bangunan pantai yang bekerja baik pada semua kondisi. Setiap
pelindung pantai hanya didesain untuk konisi tertentu yang terbatas, jika
batas kondisi tersebut dilampaui, maka bangunan tidak bisa berfungsi
sebagaimana diharapkan.
4. Tak ada bangunan pantai yang ekonomis atau murah.
5. Tapi, ada suatu cara/pendekatan yang mampu melindungi dalam jangka
waktu usia ekonomis bangunan yang efektif.
6. Ada upaya-upaya teknis yang digunakan dengan bantuan proses-proses pantai
untuk mendapatkan hasil yang bisa diperkirakan.
Universitas Sumatera Utara
7. Ada daerah-daerah dimana upaya manusia dalam melindungi pantai tidak
menghasilkan apapun.
8. Ada daerah dimana bangunan pantai (hard structure) lebih tepat digunakan.
9. Ada dimana bangunan pantai tidak layak digunakan, soft structures lebih
tepat.
10. Ada daerah dimana tidak diperlukan bangunan pelindung pantai.
Universitas Sumatera Utara
Download