Laporan Kasus

advertisement
Laporan Kasus
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK DENGAN MANIFESTASI KUTAN
WIDESPREAD DISCOID LUPUS ERYTHEMATOSUS:
TINJAUAN FAKTOR RISIKO
Nunik Sriwahyuni, Ika Fatimah Damayanti, Dwi Retno Adi Winarni
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr Sardjito Yogyakarta
ABSTRAK
Lupus eritematosus (LE) seringkali disebut sebagai the great imitator. Lupus eritetematosus
kutan subakut tipe papuloskuamosa seringkali menyerupai psoriasis vulgaris secara klinis, sehingga
diagnosis secara definitif perlu ditegakkan agar tidak berakibat fatal dalam pemilihan terapi.
Berbagai faktor risiko LE kutan berkembang menjadi LE sistemik antara lain klinis, genetik,
hormonal, dan lingkungan (virus, obat, paparan sinar ultraviolet, dan merokok).
Seorang wanita berusia 38 tahun, pada hampir seluruh tubuh tampak bercak dan plak
eritematosa sebagian hipopigmentasi, disertai skuama putih tipis di atasnya, multipel, didiagnosis
sebagai psoriasis vulgaris, diterapi dengan fototerapi narrow-band UVB dosis 500 sampai 825
mJ/cm2. Dua minggu kemudian pasien merasa lemas, dan lesi kulit memburuk. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan anemia, peningkatan enzim hati, fungsi ginjal dan lactodehidrogenase,
ANA dan anti dsDNA positif. Gambaran histopatologis pada epidermis tampak ortokeratosis tipe
basket wave, atrofi, spongiosis, vakuolisasi sel basal, sunburn cells, sebukan sel radang dominsi
limfosit terutama di dermis atas, dan dropping melanin. Diagnosis kerja adalah LE sistemik dengan
diskoid LE (DLE) yang tersebar luas.
Lesi DLE yang tersebar luas berisiko menjadi LE sistemik. Kasus ini awalnya didiagnosis
sebagai psoriasis vulgaris karena manifestasi klinis menyerupai psoriasis vulgaris, dan diterapi
fototerapi NBUVB. Fototerapi diduga sebagai faktor yang memicu timbulnya LE sistemik. (MDVI
2014;41/S:36S - 41S)
Kata kunci: Lupus erythematosus, widespread DLE, Risiko fototerapi
ABSTRACT
Lupus erithematosus (LE) often called as the great imitator because the wide variety of clinical
manifestation. Papulosquamous subtype subacute cutaneous LE is known to mimic psoriasis
vulgaris, therefore definitive diagnosis is necessary in order not to be fatal in the treatment choice.
Risk factor cutaneous LE progress to systemic LE are clinical , genetic, hormonal, environmental
factors (viral, drug, ultraviolet exposure, smoking).
Female, 38 old has multiple erythematousus, hypopigmented patch-plaque on the almost whole
of body, she was diagnosed as psoriasis vulgaris, treated by 500-800 mJ/cm2 narrow band UVB
phototherapy. Two weeks latter, patient feel weak, the lesion become worsen. Laboratory
examination show anemia, elevated liver, renal function test, and lactodehidrogenase, possitive ANA
and dsDNA test. Histopatological feature appear basket wave type orthokeratoses, epidermal
atrophy, spongiosis, vacuolar basal cells, sun burn cells, inflammmatory cells infiltration of
lymphocites predominance, and droping melanin especially on the upper dermis. The working
diagnosis is systemic LE with widespread discoid LE (DLE).
Widespread DLE has greater risk to develop into systemic LE. Patient was diagnosed as
psoriasis vulgaris initially, because the clinical features mimic to psoriasis, then treated by narrow
band UVB phototherapy. Phototherapy tought as a triger onset of systemic LE. (MDVI 2014;41/
S:36S - 41S)
Keywords: Lupus erythematosus, widespread DLE, phototherapy risk
Korespondensi :
Gd. Radiopoetra Lt.3, Jl. Farmako,
Sekip, Yogyakarta
Telp: 0274 - 560700
Email: [email protected]
36S
N Sriwahyuni, dkk
Lupus erimatosus sistemik dengan manifestasi kutan widespread discoid lupus erythematous
PENDAHULUAN
KASUS
Lupus eritematosus (LE) merupakan penyakit autoimun
yang dengan spektrum klinis luas berupa lesi kulit hingga
kelainan sistemik yang mengancam jiwa yaitu artritis,
nefritis, serositis, dan keterlibatan sistem saraf pusat.1 LE
kutan merupakan manifestasi klinis tersering kedua setelah
kelainan reumatologik.2 LE kutan dibagi menjadi LE kutan
spesifik dan LE kutan non spesifik. LE kutan spesifik secara
klinis dan histopatologis dibagi menjadi LE kutan akut, LE
kutan subakut, LE kutan kronik.1-3 LE discoid (LED)
termasuk dalam kelompok LE kutan kronik, terdiri atas
bentuk lokalisata dan generalisata atau tersebar luas.3,4
Prevalensi lupus eritematosus sistemik (LES) di
Amerika Serikat sekitar 51 per 100.000 penduduk. Insidens
LES di Amerika Utara, Amerika Selatan dan Eropa berkisar
antara 2 sampai 8 per 100.000 penduduk. Kejadian LES pada
laki-laki lebih rendah kecenderungan fotosensitif dan lebih
tinggi serositis.5 Lupus eritematosus kutan terjadi 2 sampai 3
kali lebih sering dibanding LES. Pada LED dapat dijumpai
keterlibatan sistemik sebanyak 15 sampai 30%, baik LED
lokalisata (5%) maupun LED tersebar luas (25%).2,3
Penyakit LED dapat terjadi pada semua umur, namun
prevalensi tertinggi terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun.
Rasio LED pada perempuan dan laki-laki 3:2 sampai 3:1,
dapat mengenai semua ras namun berdasarkan beberapa
penelitian menyebutkan bahwa LED lebih sering terjadi pada
orang kulit hitam.3 Angka kejadian LED di RSUP Dr.
Sardjito dari tahun 2009 hingga 2013 dijumpai 18 kasus,
sedangkan jumlah kasus LED tersebar luas dengan LES
dalam periode yang sama dijumpai sebanyak 6 kasus.
Lupus eritematosus seringkali disebut the great
imitator karena manifestasi klinis yang bervariasi. Salah
satunya, yaitu LE kutan menyerupai bentuk klinis psoriasis.
Lupus eritetematosus kutan subakut tipe papuloskuamosa
seringkali sulit dibedakan dengan psoriasis vulgaris secara
klinis, sehingga diagnosis secara definitif perlu dipastikan
agar tidak berakibat fatal dalam pemilihan terapi.3,6
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko LE kutan
berkembang menjadi LES yaitu faktor klinis, genetik,
hormonal, dan lingkungan. Faktor klinis berupa luas lesi
kulit yang melibatkan area di bawah leher dan daerah tidak
terpajan atau meningkatkan risiko LE kutan berkembang
menjadi LES.7 Faktor lingkungan yang pernah dilaporkan
berperan dalam kejadian LES yaitu virus, obat, pajanan sinar
ultraviolet (UV), dan merokok.3
Makalah ini akan melaporkan satu kasus LES dengan
manifestasi kutan LED yang tersebar luas akibat induksi
oleh fototerapi. Tujuan penulisan makalah ini untuk
memaparkan faktor risiko LED tersebar luas yang dapat
berkembang menjadi LES sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan dan kewaspadaan kita sebagai klinisi dan dapat
memberikan terapi secara tepat dan akurat.
Seorang wanita, berinisial S, usia 38 tahun, pekerjaan
ibu rumah tangga, beralamat di Karang Padang, Serut,
Gunung Kidul, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. Sardjito pada tanggal 3 Mei 2013 dengan keluhan
utama berupa bercak-bercak kemerahan di hampir seluruh
tubuh disertai rasa lemas.
Sejak kurang lebih 1 tahun sebelum masuk rumah sakit
pasien mengeluhkan tentang bercak-bercak berwarna ungu
kehitaman yang muncul di badan, tanpa rasa gatal maupun
nyeri. Bercak makin lama makin bertambah banyak dan
menyebar di badan. Pasien memeriksakan diri ke dokter
umum dengan diagnosis dan terapi yang tidak diketahui.
Pasien mengatakan keluhan membaik namun kemudian
muncul kembali. Kurang lebih 5 bulan, pasien sering
mengeluh badan terasa lemas, yang diobati sendiri dengan
tablet deksametason 0,5 mg diminum sekali sehari dan tablet
natrium diklofenak 50 mg diminum sekali sehari. Keluhan
membaik, kemudian muncul kembali. Kurang lebih 3 bulan
memeriksakan diri ke dokter spesialis kulit dan kelamin di
Klaten, diagnosis tidak diketahui oleh pasien, mendapat obat
minum dan salep racikan yang tidak diketahui nama obatnya,
dikatakan keluhan di kulit membaik.
Dalam waktu 1 bulan kemudian pasien mengeluhkan
bercak-bercak ungu kehitaman berubah menjadi kemerahan
dan bersisik menyebar ke wajah, lengan, dan tungkai. Kulit
menjadi merah saat terkena sinar matahari. Pasien juga
mengeluhkan rambut rontok dan demam. Dua minggu
kemudian pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
Subbagian Eritroskuamosa RSUP Dr. Sardjito, didiagnosis
sebagai psoriasis vulgaris, skor PASI 16, diterapi dengan
fototerapi narrow-band UVB rentang dosis 500 sampai 825
mJ/cm2. Hasil pemeriksaan laboratorium pada saat itu
menunjukkan anemia (Hb 7,4 g/dl), peningkatan enzim hati
(SGOT 308 mg/dl; SGPT 150 mg/dl), peningkatan fungsi
ginjal (BUN 24,3 mg/dl; kreatinin 1,75 mg/dl),
hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia, kemudian dirujuk
ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito, pasien
dipulangkan. Pada hari masuk perawatan rumah sakit, pasien
mengeluhkan demam dan badan terasa lemas. Kelainan kulit
dirasakan pasien semakin bertambah banyak.
Riwayat nyeri otot dan sendi, riwayat penyakit serupa,
riwayat atopi dan riwayat alergi obat disangkal. Pasien
mengeluhkan bercak merah di pipi saat terkena sinar
matahari. Riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat sakit
serupa dan atopi disangkal.
Pemeriksaan fisis pasien ini menunjukkan keadaan
umum lemah, kesadaran compos mentis, status gizi kesan
normal, dengan tekanan darah 100/70 mmHg, kecepatan
respirasi 20 kali per menit, kecepatan denyut jantung 100
kali per menit dan suhu 38,5oC. Status dermatologis daerah
wajah terutama malar, tampak plak eritem sebagian
hipopigmentasi, bentuk iregular, batas tegas, disertai skuama
putih tipis di
37S
MDVI
Gambar 1.
Servisitis klamidia pada i hamil di rumah sakit khusus ibu dan anak
Vol 41 No. Suplemen Tahun 2014; 36 S - 41 S
Saat datang, pasien didiagnosis psoriasis vulgaris pada wajah, dada punggung, ekstremitas tampak plak
hipopigmentasi dengan skuama putih tipis di atasnya multipel tersebar, sebagian patch hiperpigmentasi
Gambar 2. Dua minggu setelah fototerapi, pasien didiagnosis SLE.pada wajah, dada, punggung, ekstremitas tampak papul, plak
eritem, sebagian hipopigmentasi dan hiperpigmentasi, bentuk ireguler multipel tersebar.
atasnya, multipel, tersebar. Pada badan dan ekstremitas
tampak papul plak eritematosa sebagian hipopigmentasi,
bentuk iregular, batas tegas, disertai skuama putih tipis di
atasnya, multipel, tersebar.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, pasien
didiagnosis banding sebagai LED, psoriasis fotosensitif, dan
dermatomiositis.
Tiga kali pemeriksaan laboratorium darah
menunjukkan anemia, hipoalbuminemia, peningkatan SGOT
dan SGPT. Pemeriksaan enzim otot menunjukkan
peningkatan lactodehidrogenase (650 IU/L). Hasil
pemeriksaan ANA dan
38S
anti dsDNA positif. Hasil 2 kali pemeriksaan urin rutin
mendapatkan proteinuria +1 dan +2, hematuria, leukosit +2,
nitrit +2, dan bakteri 15.657,1. Hasil pemeriksaan
elektrokardiografi menunjukkan sinus takikardi dengan
kecepatan denyut jantung 100 kali per menit. Pada
pemeriksaan foto toraks didapatkan kardiomegali dan paru
dalam batas normal. Pemeriksaan biopsi kulit diambil dari
bercak eritematosa di daerah lengan(sun-exposed) dan
punggung
(non-exposed).
Gambaran
histopatologis
epidermis tampak ortokeratosis tipe basket wave, atrofi,
spongiosis, degenerasi vakuolar sel basal, dan tampak
sunburn cells.
N Sriwahyuni, dkk
Gambar 3.
Lupus erimatosus sistemik dengan manifestasi kutan widespread discoid lupus erythematous
Hasil pemerksaan histopatologi. Epidermis tampak orthokeratosis tipe basket wave, atrofi,spongiosis, degenerasi
vakuolar sel basal dan sunburn cells. Dermis tampak dropping melanin, sebukan sel radang dominasi limfosit
Pada dermis tampak sebukan sel radang dengan dominasi
limfosit terutama di dermis atas, dijumpai dropping melanin.
Kesimpulan hasil biopsi sesuai dengan LE kutan akut.
Pasien dirujuk ke bagian Neurologi untuk kelemahan
otot.
Pada
hasil
pemeriksaan
neurologis
didapatkankelemahan keempat anggota gerak. Diagnosis
bagian Neurologi adalah tetraparese, dan disarankan untuk
fisioterapi aktif setelah nyeri pada otot yang digerakkan
berkurang atau hilang. Pasien dirawat bersama dengan
bagian Ilmu Penyakit Dalam Subbagian Reumatologi dan
Infeksi Tropis dengan diagnosis lupus eritematosus sistemik
dan infeksi saluran kencing.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang maka ditegakkan diagnosis kerja
sebagai lupus eritematosus sistemik dengan discoid LE yang
tersebar luas. Penatalaksanaan spesifik pada pasien ini
dengan metilprednisolon 48 mg/hari dan klorokuin 250
mg/hari. Pengobatan non spesifik yang diberikan adalah
Cetirizin tablet 1x1 dan pengobatan topikal olleum cocos 2
kali sehari serta salep Gentamisin 2 kali sehari di daerah
erosi. Untuk infeksi saluran kencing diberikan tetrasiklin 4
kali 500 mg selama 7 hari.
PEMBAHASAN
Karakteristik penyakit lupus eritematosus yaitu
respons imun terhadap antigen endogen. Autoantigen
dihasilkan oleh sel yang mengalami apoptosis, kemudian
dipresentasikan oleh sel dendritik ke sel T. Sel T yang
teraktivasi dan sel B memproduksi antibodi terhadap
komponen tubuh sendiri dengan cara mensekresi sitokin
yaitu interleukin (IL)-10 dan IL-23, dan pada permukaan sel
menghasilkan CD40L dan CTLA-4. Proses apoptosis juga
menginduksi produksi interferon-
imun dan aktivasi komplemen menimbulkan kerusakan
jaringan. Kerusakan jaringan diperantarai oleh akumulasi sel
radang, produksi sitokin inflamasi, dan pengaturan jalur
koagulasi. Sitokin inflamasi yang dihasilkan yaitu IFNdan tumor necrosis factor (TNF) berperan dalam kerusakan
jaringan.5 Penyakit LE diskoid yang tersebar luas
merupakan lesi diskoid yang dapat timbul di wajah dan area
tubuh lain. Terminologi LE diskoid yang tersebar luas sesuai
dengan tipe kronik diseminata menurut klasifikasi
Michelson, sedangkan LE diskoid generalisata mengacu
pada klasifikasi Pascher.4 Pada kasus, diagnosis LE diskoid
yang tersebar luas ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
berupa lesi diskoid di wajah, badan, dan ekstremitas, dan
gambaran histopatologis berupa epidermis dengan
ortokeratosis tipe basket wave, atrofi, spongiosis, degenerasi
vakuolar sel basal, sunburn cells (SBC); di dermis tampak
sebukan sel radang dengan dominasi limfosit terutama di
dermis atas, dijumpai dropping melanin. Kesimpulan sesuai
dengan LE diskoid karena terdapat sunburn cells yang
merupakan gambaran proses akut. Kasus juga memenuhi 4
dari 11 kriteria American College of Rheumatology yaitu
fotosensitif, lesi diskoid, titer anti ds-DNA dan ANA positif,
sehingga diagnosis ;LES dapat ditegakkan.3-6 Lupus
eritematosus merupakan the great imitator karena seringkali
menyerupai penyakit lainnya.7 Lupus eritematosus kutan
subakut dapat didiagnosis banding dengan psoriasis
fotosensitif. Psoriasis fotosensitif merupakan varian psoriasis
vulgaris yang sensitif terhadap cahaya, ditandai dengan plak
eritematosa disertai skuama putih keperakan lekat yang
ditegakkan secara klinis dan histopatologis, kekambuhan
penyakitnya diinduksi oleh pajanan sinar UV.3,8-10 Kasus
ini pada awalnya ditegakkan diagnosis sebagai psoriasis
vulgaris dan diterapi fototerapi NBUVB karena secara klinis
menyerupai LE kutan subakut tipe papuloskuamosa.
Diagnosis psoriasis fotosensitif dapat disingkirkan, karena
39S
MDVI
Servisitis klamidia pada i hamil di rumah sakit khusus ibu dan anak
Vol 41 No. Suplemen Tahun 2014; 36 S - 41 S
gambaran histopatologi yang merupakan baku emas
psoriasis tidak sesuai dengan gambaran psoriasis, walaupun
secara klinis lesi kulit mirip dengan psoriasis vulgaris yaitu
berupa plak eritematosa dengan skuama di atasnya.
Diagnosis banding dermatomiositis diajukan karena
terdapat riwayat kelemahan otot pada pasien. Menurut
Bohan dan Peter (1987), kriteria diagnosis dermatomiositis,
yaitu: (1) kelemahan otot batang tubuh secara simetris
terutama pada otot bahu dan pinggul yang memburuk dalam
hitungan minggu dan bulan dengan atau tanpa disfagia
disertai kelemahan otot-otot respirasi; (2) biopsi otot positif;
(3) peningkatan enzim otot; (4) perubahan elektromiografi
yang ditandai trias motor unit polifasik yang pendek dan
kecil, gelombang tajam fibrilasi positif, bizarre (pelepasan
kompleks frekuensi tinggi berulang); dan (5) manifestasi
kulit, meliputi Gottron's papule, Gottron's sign, dan
heliotrope. Untuk diagnosis dermatomiositis harus
memenuhi minimum 3 dari 4 kriteria pertama dan kriteria
terakhir harus ada.11-13 Diagnosis banding dermatomiositis
juga dapat disingkirkan karena secara klinis hanya dijumpai
keluhan lemah otot namun lokasi kurang spesifik,
peningkatan lactodehidrogenase, tidak dijumpai lesi kulit
khas seperti gottron's papule dan heliotrope. Pada kasus
tidak dilakukan pemeriksaan elektromigrafi dan biopsi otot,
karena keterbatasan biaya.
Terdapat berbagai faktor yang berperan dalam
meningkatkan risiko perkembangan LE kutan menjadi LES.
Faktor genetik dapat berperan dalam meningkatkan risiko
berkembangnya LE kutan menjadi LES, misalnya metilasi
DNA dan modifikasi histon pasca translsi yang dapat
diwariskan ataupun modifikasi lingkungan. Epigenetik
mengacu pada perubahan ekspresi gen.14 Gen utama yang
berperan dalam patogenesis LES adalah HLA pada
kromosom 6. HLA kelas I, II, dan III berkaitan dengan LES,
namun hanya HLA kelas I dan II yang berkontribusi dalam
meningkatkan risiko berkembang menjadi LES. Gen lain
yang terkait LEC yaitu IRF5, PTPN22, STAT4, CDKN1A,
ITGAM, BLK, TNSF4 dan BANK1.15 Pada kasus tidak
dilakukan pemeriksaan genetik untuk mengetahui adakah
efek epigenetik yang berperan dalam perkembangan LE
kutan menjadi LES.
Faktor klinis penyakit dapat meningkatkan risiko
LES. Luasnya lesi kulit, teleangiektasi periungual, artritis
dan atralgia dapat meningkatkan kejadian LES. Lesi kulit
pada kasus berupa lesi diskoid yang multipel tersebar luas
meningkatkan risiko perkembangan LE kutan menjadi LES.
Pada pasien LE LE diskoid yang tersebar luas di Thailand
risiko terjadi LES sebesar 2,2 kali secara signifikan.
Teleangiektasi periungual dijumpai pada 6,4% pasien LES,
sehingga menjadi penanda keterlibatan sistemik. Artritis dan
atralgia merupakan manifestasi ekstrakutan tersering LES
dan LE diskoid. Pada pasien LES dan LE diskoid dijumpai
atralgia sebanyak 40%.6,9,16 Pada kasus hanya dijumpai LE
diskoid yang tersebar luas yang dapat meningkatkan risiko
berkembang menjadi LES.
40S
Faktor lain yang berperan dalam meningkatkan risiko
LE kutan berkembang menjadi LES adalah lingkungan.
Faktor lingkungan yang diduga dapat memicu kerjadian LES
yaitu pajanan sinar UV, obat, infeksi virus. Pada kasus,
sebelum didiagnosis sebagai LES dengan LE diskoid yang
tersebar luas, dianggap sebagai psoriasis vulgaris sehingga
diterapi dengan fototerapi NB-UVB. Fototerapi diduga
menjadi faktor yang berperan timbulnya LES. Gambaran
histopatologi epidermis menunjukkan sunburn cell dan
disimpulkan sebagai LE kutan akut. Sunburn cells adalah
keratinosit yang mengalami apoptosis sebagai mekanisme
perlindungan terhadap efek karsinogenik radiasi sinar UVB.
Pembentukan SBC diatur oleh sinyal kaskade yang timbul
akibat kerusakan DNA, kelompok reseptor membran, dan
pembentukan oksigen reaktif. Ultraviolet B merupakan
penginduksi kuat terjadi apoptosis keratinosit. RNA dan
DNA sel yang mengalami apoptosis akan menginduksi sel
dendritik plasmasitoid untuk memproduksi IFNgangguan bersihan (clearance) sel yang mengalami
apoptosis pada LES. Hal ini kemungkinan karena
autoantibodi mengikat sel apoptosis, sehingga terjadi
penundaan bersihan sel apoptosis dan proinflamasi
Sunburn
cells pada gambaran histopatologi kasus menunjukkan
sebuah kondisi akut LE kutan. Hal ini juga meningkatkan
risiko berkembangnya LE kutan menjadi LES.
Faktor risiko obat yang dapat menginduksi LES tidak
dijumpai pada kasus. Obat-obatan yang dilaporkan maupun
meningkatkan risiko terjadi LES yaitu prokainamid,
hidralazin, dan TNF-obat tersebut
menginduksi terjadinya autoantibodi. Patogenesis obat
dalam menginduksi terjadinya LES masih belum jelas,
namun diduga terdapat kecenderungan genetik yang
berperan, terutama obat-obat yang dimetabolisme melalui
proses asetilasi. Golongan obat tersebut dapat mengubah
ekspresi gen dalam sel T CD4+ dengan cara menghambat
metilasi DNA sehingga menyebabkan ekspresi antigen
berlebihan dan mengakibatkan autoreaktivitas.18,19
Epstein-Barr virus (EBV) dilaporkan sebagai faktor
yang dapat berperan dalam perkembangan LES. EBV
berinteraksi dengan sel B dan mendorong sel dendritik
plasmasitoid untuk memproduksi IFNpeningkatan produksi IFNakibat
infeksi virus. Pada kasus tidak dilakukan pelacakan ke arah
kemungkinan adanya infeksi virus karena tidak ada indikasi
dari hasil laboratorium darah.20
Faktor hormonal juga dapat menginduksi LES.
Pemberian tambahan hormon estrogen dan prolaktin
merupakan fenotip autoimun karena terjadi peningkatan
afinitas tinggi sel B autoreaktif matur. Penggunaan
kontrasepsi oral meningkatkan risiko LES sebesar 1,9 kali.
Kondisi kehamilan dapat meningkatkan kekambuhan LES,
diduga karena faktor hormonal.21,22 Pada kasus, pasien
tidak menggunakan alat kontrasepsi hormonal dan tidak
sedang dalam kondisi hamil.
N Sriwahyuni, dkk
Lupus erimatosus sistemik dengan manifestasi kutan widespread discoid lupus erythematous
DAFTAR PUSTAKA
1.
Durosaro O, Davis MD, Reed KB, Rohlinger AL. Incidence of
cutaneous
lupus
erythematosus,
1965-2005:
A
populationbased study. Arch Dermatol 2009; 145:249-53.
2. Cardinali C, Caproni M, Bernacchi E, Amato L, Fabbri P. The
spectrum of cutaneous manifestations in lupus erythematosus the Italian experience. Lupus 2000; 9:417-23.
3. Costner MI. Sontheimer RD. Lupus Erythematosus. Dalam
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine
7thed. New York:Mc Graw Hill co. 2012; 155: 2721-42.
4. Tebbe B. Clinical course and prognosis of cutaneous lupus
erythematosus. Clin Dermatol 2004; 22:121-4.
5. Wallace DJ, Pistiner M, Nessim S, Metzger AL, Klinenberg
JR. Cutaneous lupus erythematosus without systemic lupus
erythematosus: Clinical and laboratory features. Semin
Arthritis Rheum 1992; 21:221-6.
6. Ng PP, Tan SH, Koh ET, Tan T. Epidemiology of cutaneous
lupus erythematosus in a tertiary referral centre in Singapore
Australas J Dermatol 2000; 41:229-33.
7. Scott A, Rees EG. The relationship of systemic lupus
erythematosus and discoid lupus erythematosus: A clinical and
hematological study. Arch Dermatol 1959; 79:444-35.
8. Callen JP. Chronic cutaneous lupus erythematosus - clinical,
laboratory, therapeutic, and prognostic examination of 62
patients. Arch Dermatol 1982; 118:412-6.
9. Healy E, Kieran E, Rogers S. Cutaneous lupus erythematosus A study of clinical and laboratory prognostic factors in 65
patients. Ir J Med Sci 1995; 164:113-5.
10. Insawang M, Kulthanan K, Chularojanamontri L, Papapit T,
Sumrauy P. Discoid lupus erythematosus: Description of 130
cases and review of their natural history and clinical course. J
Clin Immunol Immunopath Res 2010; 2:1-8.
11. Millard LG, Rowell NR. Abnormal laboratory test results and
their relationship to prognosis in discoid lupus erythematosus.
A longterm follow-up study of 92 patients. Arch Dermatol
1979;115:1055-8.
12. Shrank AB, Doniach D. Discoid lupus erythematosus.
Correlation of clinical features with serum auto-antibody
pattern. Arch Dermatol 1963; 87:677-85.
13. Callen JP. Systemic lupus erythematosus in patients with
chronic cutaneous (discoid) lupus erythematosus. Clinical and
laboratory findings in seventeen patients. J Am Acad Dermatol
1985; 12:278-88.
14. Gronhagen CM, Fored CM, Granath F, Nyberg F. Cutaneous
lupus erythematosus and the association with systemic lupus
erythematosus: A population-based cohort of 1088 patients in
Sweden. Br J Dermatol 2011; 164:1335-41.
15. Martens HA, Nolte IM, Steege G, Schipper M, Kallenberg
CGM, Meerman GJ. An extensive screen of the HLA region
reveals an independent association of HLA class I and class II
with susceptibility for systemic lupus erythematosus. Scand J
Rheumatol 2009;38:256-62.
16. Heinlen LD, McClain MT, Merrill J, Akbarali YW, Edgerton
CC, Harley JB, et al. Clinical criteria for systemic lupus
erythematosus
precede
diagnosis,
and
associated
autoantibodies are present before clinical symptoms. Arthritis
Rheum 2007;56:2344-51.
17. James JA, Kim-Howard XR, Bruner BF, Jonsson MK,
McClain MT, Arbuckle MR, et al. Hydroxychloroquine sulfate
treatment is associated with later onset of systemic lupus
erythematosus. Lupus 2007; 16:401-9.
18. Siso A, Ramos-Casals M, Bove A, Soria N, Munoz S, Testi A,
et al. Previous antimalarial therapy in patients diagnosed with
lupus nephritis: Influence on outcomes and survival. Lupus
2008; 17:281-8.
19. O'Loughlin S, Schroeter AL, Jordon RE. A study of lupus
erythematosus with particular reference to generalized discoid
lupus. Br J Dermatol 1978; 99:1-11.
20. Koskenmies S, Jarvinen TM, Onkamo P, Panelius J, Tuovinen
U, Hasan T, et al. Clinical and laboratory characteristics of
Finnish lupus erythematosus patients with cutaneous
manifestations. Lupus 2008; 17:337-47.
21. Tebbe B, Mansmann U, Wollina U, Auer-Grumbach P, LichtMbalyohere A, Arensmeler M, et al. Markers in cutaneous
lupus erythematosus indicating systemic involvement. A
multicenter study on 296 patients. Acta Derm Venereol
1997;77:305-8.
22. Dubois EL, Martel S. Discoid lupus erythematosus: An
analysis of its systemic manifestations. Ann Intern Med. 1956;
44:482-96.
41S
Download