5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permintaan Pariwisata Pariwisata

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Permintaan Pariwisata
Pariwisata mampu menciptakan permintaan yang dilakukan oleh wisatawan
untuk berkunjung ke suatu negara. Permintaan pariwisata biasanya diukur dari segi
jumlah kunjungan wisatawan dari negara asal ke negara tujuan wisata atau dari
suatu daerah asal ke daerah tujuan wisata. Dengan kata lain, permintaan pariwisata
adalah jumlah total dari wisatawan yang melakukan perjalanan wisata.
Menurut teori ekonomi, permintaan suatu barang merupakan fungsi dari
pendapatan dan harga barang tersebut dan barang lainnya. Demikian juga halnya,
permintaan pariwisata juga dipengaruhi oleh pendapatan wisatawan dan harga
pariwisata (Stabler, et al., 2010). Karena kedatangan wisatawan mencakup urusan
bisnis dan rekreasi, Produk Domestik Bruto (PBD) negara asal wisman digunakan
sebagai variabel pendapatan daripada menggunakan pendapatan pribadi; dan juga
sulitnya untuk mendapatkan angka tunggal harga pariwisata yang terdiri dari harga
berbagai jenis barang dan jasa, oleh karena itu, harga pariwisata dapat
direpresentasikan oleh Indeks Harga Konsumen relatif, yaitu Indeks Harga
Konsumen negara tujuan dibagi dengan nilai tukar mata uang ke dua negara dibagi
dengan Indeks Harga Konsumen negara asal wisatawan (Song, et al., 2008).
2.2
Kestasioneran Data
Runtun waktu adalah himpunan barisan pengamatan yang terurut dalam
waktu, dengan jarak interval waktu yang sama (Box & Jenkins, 1970). Runtun
5
6
waktu yang akan dianalisis dapat dianggap sebagai salah satu perwujudan dari
proses stokastik. Proses stokastik merupakan bagian dari indeks waktu peubahpeubah acak π‘Œ(πœ”, 𝑑), dengan πœ” menyatakan ruang sampel dan t menyatakan
himpunan indeks waktu. Secara umum Y(πœ”, 𝑑) dapat ditulis sebagai 𝑦𝑑 dengan 𝑑 =
0, ±1, ±2, … (Wei, 2006).
Suatu proses stokastik dikatakan stasioner jika mean dan variansnya konstan
dari waktu ke waktu, serta nilai kovarians antara dua periode waktu tergantung dari
jarak (lag) antara kedua periode waktu itu (𝑦𝑑 , 𝑦𝑑+π‘˜ ). Variabel runtun waktu
dikatakan stasioner jika memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut:
1. 𝐸(𝑦𝑑 ) = πœ‡
yakni rata-rata dari 𝑦 konstan
2. var(𝑦𝑑 ) = 𝐸(𝑦𝑑 − πœ‡)2 = 𝜎 2
yakni varians dari 𝑦 konstan
3. π›Ύπ‘˜ = 𝐸[(𝑦𝑑 − πœ‡)(𝑦𝑑+π‘˜ − πœ‡)]
yakni kovarians
Misalnya, titik awal 𝑦 digeser dari 𝑦𝑑 ke 𝑦𝑑+π‘˜ maka 𝑦 dikatakan stasioner apabila
rata-rata, varians, dan kovarians dari 𝑦𝑑+π‘˜ harus sama dengan rata-rata, varians, dan
kovarians 𝑦𝑑 .
Menurut Enders (2004), apabila dilakukan analisis pada data yang tidak
stasioner, maka akan memberikan hasil regresi yang palsu (spurious regression).
Dikatakan regresi palsu apabila dalam meregresikan suatu variabel runtun waktu
terhadap variabel runtun waktu lainnya kadangkala menghasilkan koefisien
determinasi (𝑅 2 ) yang tinggi meskipun tidak ada hubungan yang cukup berarti
antara keduanya. Dengan kata lain, data runtun waktu yang diuji tersebut haruslah
stasioner, dan apabila data tidak stasioner maka harus dilakukan transformasi
kestasioneran melalui proses differencing. Differencing dilakukan untuk
7
mentransformasi data deret waktu yang tidak stasioner agar menjadi stasioner (Box
& Jenkins, 1970). Menurut Gujarati (2004), proses differencing pertama, dan kedua
dapat dirumuskan:
Differencing pertama:
βˆ†π‘¦π‘‘ = 𝑦𝑑 − 𝑦𝑑−1 .
Differencing kedua:
βˆ†βˆ†π‘¦π‘‘ = βˆ†(𝑦𝑑 − 𝑦𝑑−1 )
= βˆ†π‘¦π‘‘ − βˆ†π‘¦π‘‘−1
= (𝑦𝑑 − 𝑦𝑑−1 ) − (𝑦𝑑−1 − 𝑦𝑑−2 )
= 𝑦𝑑 − 2𝑦𝑑−1 + 𝑦𝑑−2 .
Differencing hingga k kali:
π‘˜
π‘˜
βˆ†π‘˜ 𝑦𝑑 = ∑ ( ) (−1)𝑖 𝑦𝑑−1
𝑖
(2.1)
𝑖=0
dengan βˆ† adalah operator differencing pertama dan βˆ†π‘˜ 𝑦𝑑 = differencing 𝑦𝑑 sebanyak
k kali. Suatu data runtun waktu yang tidak stasioner tetapi menjadi stasioner setelah
di-defferencing 𝑑 kali, maka dikatakan terintegrasi pada orde 𝑑, disingkat 𝐼(𝑑),
yang berarti data tersebut mengandung 𝑑 akar unit.
2.3
Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Metode yang dapat digunakan untuk menguji kestasioneran data adalah
dengan pengujian akar unit (unit root test). Teknik pengujian unit root adalah
dengan membentuk regresi antara βˆ†π‘¦π‘‘ dan 𝑦𝑑−1 . Terdapat beberapa uji akar unit,
diantaranya adalah uji Augmented Dickey-Fuller (ADF test). Dickey dan Fuller
(1981) mengembangkan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF test) untuk menguji
adanya keberadaan unit root dalam suatu variabel pada model 𝐴𝑅 dengan order
8
lebih dari satu atau (𝐴𝑅(𝑝)). Berikut model regresi yang akan diuji pada metode uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF) untuk model 𝐴𝑅(𝑝).
π‘š
βˆ†π‘¦π‘‘ = πœ‡ + 𝛽𝑑 + 𝛿𝑦𝑑−1 + ∑ 𝛼𝑖 ∗ βˆ†π‘¦π‘‘−𝑖 + 𝑒𝑑
(2.2)
𝑖=1
dengan 𝛿 = ∑𝑝𝑖=1 πœ™π‘– − 1 dan 𝛼𝑖 = − ∑π‘š
𝑗=𝑖+1 πœ™π‘— , 𝑒𝑑 adalah variabel gangguan, dan
π‘š = 𝑝 − 1 adalah panjang lag.
Berdasarkan regresi (2.2), dapat dipilih tiga bentuk model regresi yang akan
digunakan untuk melakukan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF), yaitu
1.
Model dengan konstanta (πœ‡) dan tren (𝛽), seperti model (2.2)
2.
Model dengan konstanta (πœ‡), yaitu:
π‘š
βˆ†π‘¦π‘‘ = πœ‡ + 𝛿𝑦𝑑−1 + ∑ 𝛼𝑖 ∗ βˆ†π‘¦π‘‘−𝑖 + 𝑒𝑑
𝑖=1
3.
Model tanpa konstanta (πœ‡) dan tren (𝛽), yaitu:
π‘š
βˆ†π‘¦π‘‘ = 𝛿𝑦𝑑−1 + ∑ 𝛼𝑖 ∗ βˆ†π‘¦π‘‘−𝑖 + 𝑒𝑑
𝑖=1
Berdasarkan model (2.2) dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
𝐻0 : 𝛿 = 0 atau
𝐻0 : ∑𝑝𝑖=1 πœ™π‘– = 1,
𝐻1 : 𝛿 < 0 atau
𝐻1 : ∑𝑝𝑖=1 πœ™π‘– < 1.
Selanjutnya dilakukan uji signifikansi terhadap uji ADF berdasarkan hipotesis
di atas, dengan menggunakan nilai kritis statistik uji 𝜏 atau Dickey-Fuller. Statistik
uji 𝜏 diperoleh dengan
𝜏=
∑𝑝𝑖=1 πœ™π‘– − 1
std.error(∑𝑝𝑖=1 πœ™Μ‚π‘– )
9
Jika nilai statistik uji 𝜏 lebih kecil dari nilai kritis tabel DF atau tabel MacKinnon
maka hipotesis nol ditolak yang berarti data runtun waktu bersifat stasioner,
sedangkan jika nilai statistik uji 𝜏 lebih besar dari nilai kritis tabel DF atau tabel
MacKinnon maka hipotesis nol tidak ditolak yang berarti data runtun bersifat
nonstasioner.
2.4
Vector Autoregressive (VAR)
Metode VAR pertama kali ditemukan oleh Sims (1980). VAR biasanya
digunakan untuk menganalisis hubungan sistem variabel-variabel runtun waktu dan
menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang terdapat dalam variabel
tersebut. Pada dasarnya analisis VAR bisa dipadankan dengan suatu model
persamaan simultan karena dalam analisis VAR mempertimbangkan beberapa
variabel endogen (dependent/terikat) secara bersama-sama dalam suatu model.
Selain itu, dalam analisis VAR biasanya tidak ada variabel eksogen
(independent/bebas) dalam model tersebut.
Menurut Gujarati (2004) kelebihan dari model VAR yaitu pertama,
modelnya yang sederhana, semua variabel pada model VAR dapat dianggap
sebagai variabel endogen; kedua, metode estimasi yang sederhana dengan
menggunakan Metode Kuadrat terkecil (MKT) pada setiap persamaan secara
terpisah; dan ketiga, ketepatan peramalan (forecast) dari model VAR pada banyak
kasus lebih baik dibandingkan menggunakan model dengan persamaan simultan
yang kompleks.
Adapun kelemahan dari model VAR yaitu: pertama, model VAR bersifat
ateoritis (tidak memiliki landasan teori) karena semua variabel di dalam VAR
10
adalah endogen dan aspek struktur sebab-akibat diabaikan; kedua, mengingat
tujuan utama model VAR untuk peramalan, maka model VAR kurang cocok untuk
analisis kebijakan; ketiga, pemilihan panjang lag yang yang digunakan sering
menimbulkan permasalahan; keempat, semua variabel dalam VAR harus stasioner,
jika tidak stasioner maka harus ditransformasi terlebih dahulu; kelima, interpretasi
koefisien yang didapat berdasarkan model VAR tidaklah mudah.
Pada kasus dua variabel, {𝑦1𝑑 } dan {𝑦2𝑑 }, {𝑦1𝑑 } berpengaruh terhadap {𝑦2𝑑 }
dan sebaliknya {𝑦2𝑑 } berpengaruh terhadap {𝑦1𝑑 }. Dalam VAR efek saling
memengaruhi (interrelationship) seperti ini dimodelkan sebagai berikut:
𝑦1𝑑 = 𝑏10 − 𝑏12 𝑦2𝑑 + 𝛾11 𝑦1,𝑑−1 + 𝛾12 𝑦2,𝑑−1 + πœ€1𝑑
(2.3)
𝑦2𝑑 = 𝑏20 − 𝑏21 𝑦1𝑑 + 𝛾21 𝑦1,𝑑−1 + 𝛾22 𝑦2,𝑑−1 + πœ€2𝑑
(2.4)
Dengan asumsi {𝑦1𝑑 } dan {𝑦2𝑑 } stasioner, {πœ€1𝑑 } dan {πœ€2𝑑 } bersifat white noise
dengan rataan 0, varians masing-masing adalah 𝜎12 dan 𝜎22 , dan {πœ€1𝑑 } dan {πœ€2𝑑 } tidak
berkorelasi.
Persamaan (2.3) dan (2.4) merupakan VAR orde pertama karena jumlah lag
tertinggi adalah satu. VAR yang sederhana ini merupakan contoh yang berguna
untuk memahami VAR dengan jumlah variabel dan lag yang lebih banyak.
Persamaan (2.3) dan (2.4) agar dapat diestimasi, maka dirubah ke dalam bentuk
matriks menjadi:
[
1
𝑏21
𝛾11
𝑏
𝑏12 𝑦1𝑑
] [ ] = [ 10 ] + [𝛾
1 𝑦2𝑑
𝑏20
21
𝛾12 𝑦1,𝑑−1
πœ€1𝑑
𝛾22 ] [ 𝑦2𝑑−1 ] + [πœ€2𝑑 ]
atau dapat ditulis dengan 𝑩𝑦𝑑 = πšͺ0 + πšͺ1 𝑦𝑑−1 + 𝒖𝑑 , dengan:
1
𝑩=[
𝑏21
𝑦1𝑑
𝛾11
𝑏12
𝑏
] , π’šπ‘‘ = [𝑦 ] , πšͺ0 = [ 10 ] , πšͺ1 = [𝛾
1
𝑏
2𝑑
21
20
𝛾12
𝑦1,𝑑−1
πœ€1𝑑
𝛾22 ] , π’šπ‘‘−1 = [ 𝑦2𝑑−1 ] , πœΊπ‘‘ = [πœ€2𝑑 ]
11
Dengan mengalikan 𝑩−1 pada kedua sisi, maka diperoleh 𝑉𝐴𝑅 dalam bentuk
standar sebagai berikut:
π’šπ‘‘ = 𝑨0 + 𝑨1 π’šπ‘‘−1 + 𝒖𝑑
(2.5)
dengan 𝑨0 = 𝑩−1 πšͺ0 , 𝑨1 = 𝑩−1 πšͺ1 , 𝒖𝑑 = 𝑩−1 πœΊπ‘‘ .
Bentuk VAR standar pada persamaan (2.5) di atas dapat diperluas untuk
jumlah variabel dan lag yang lebih banyak. Berikut adalah bentuk 𝑉𝐴𝑅 standar
dengan banyaknya variabel 𝑛 dan jumlah lag 𝑝:
π’šπ‘‘ = 𝑨0 + 𝑨1 π’šπ‘‘−1 + 𝑨2 π’šπ‘‘−2 + β‹― + 𝑨𝑝−1 π’šπ‘‘−𝑝+1 + 𝑨𝑝 π’šπ‘‘−𝑝 + 𝒖𝑑
(2.6)
dengan π’šπ‘‘ = (𝑦1𝑑 𝑦2𝑑 … 𝑦(𝑛−1)𝑑 𝑦𝑛𝑑 )′ , 𝑨0 adalah matriks konstanta berukuran
(𝑛 × 1), 𝑨𝑖 adalah matriks koefisien berukuran (𝑛 × π‘›), 𝑖 = 1,2, … , 𝑝, dan 𝒖𝑑
adalah vektor error yang berukuran (𝑛 × 1).
2.5
Kointegrasi
Konsep kointegrasi pertama kali dikemukakan oleh Engle dan Granger
(1987). Kointegrasi berhubungan erat dengan masalah menemukan suatu hubungan
jangka panjang atau keseimbangan jangka panjang. Menurut Engle dan Granger
(1987) apabila data runtun waktu terkointegrasi, maka terdapat suatu hubungan
jangka panjang di antara data runtun waktu tersebut. Ide dasar kointegrasi adalah
mencari kombinasi linear di antara dua peubah yang terintegrasi pada orde 𝑑 yang
menghasilkan sebuah peubah dengan orde integrasi yang lebih rendah. Jika dua atau
lebih peubah nonstasioner, tetapi kombinasi linear dari peubah-peubah tersebut
stasioner, maka peubah-peubah tersebut dikatakan terkointegrasi.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menguji apakah data runtun
waktu terkointegrasi, adalah uji kointegrasi Johansen. Uji kointegrasi menurut
12
Johansen (1988) umumnya hanya untuk variabel yang terintegrasi pada orde satu
dan orde nol, yaitu 𝐼(1) dan 𝐼(0). Langkah-langkah pengujian kointegrasi Johansen
adalah sebagai berikut:
1.
Lakukan uji orde integrasi pada 𝑛 variabel runtun waktu yang ada dengan
menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Berdasarkan definisi,
kointegrasi mengharuskan variabel-variabel tersebut terintegrasi pada orde
yang sama. Dalam konteks ini peubah harus terintegrasi pada orde satu, 𝐼(1).
Namun, jika ada variabel yang telah stasioner maka variabel tersebut tidak
dimasukkan ke pengujian selanjutnya karena analisis kointegrasi hanya
diperlukan untuk variabel-variabel runtuk waktu nonstasioner.
2.
Plot data untuk melihat ada tidaknya trend linier dan intercept dari masingmasing variabel runtun waktu tersebut.
3.
Pemilihan panjang lag dalam persamaan 𝑉𝐴𝑅 menggunakan salah satu dari
metode: Akaike Information Criterion (AIC), atau Schwarz Information
Criterion (SIC).
a.
AIC: digunakan untuk mengetahui signifikansi model, dirumuskan,
ln(𝐴𝐼𝐢) = ln
∑ 𝑒̂𝑖2 2π‘˜
+
𝑛
𝑛
dengan ∑ 𝑒𝑖2 adalah jumlah dari residual kuadrat, π‘˜ menyatakan jumlah
variabel bebas, 𝑛 menyatakan jumlah observasi. Prosedur pemilihan
panjang lag dilakukan dengan memilih beberapa panjang lag, biasanya
hingga 4, kemudian menggunakannya untuk persamaan VAR, dan
dihitung nilai AIC untuk masing-masing persamaan dengan panjang lag
yang berbeda. Semakin kecil nilai AIC maka semakin baik model yang
13
digunakan, sehingga panjang lag yang digunakan adalah panjang lag
dari persamaan dengan nilai AIC kecil (Tsay, 2002).
b.
SIC: digunakan untuk mengetahui signifikansi model, dirumuskan,
∑ 𝑒̂𝑖2
π‘˜
ln(𝑆𝐼𝐢) = ln (
) + ln(𝑛)
𝑛
𝑛
Dengan ∑ 𝑒̂𝑖2 adalah jumlah dari residual kuadrat, k menyatakan jumlah
variabel bebas, 𝑛 menyatakan jumlah observasi. Kriteria pemilihan
panjang lag sama dengan AIC, yaitu memilih panjang lag dari
persamaan dengan nilai SIC yang kecil.
4.
Menduga matriks 𝚷
Untuk suatu model 𝑉𝐴𝑅(𝑝), yang direpresentasikan kedalam bentuk
VECM secara umum dapat dinyatakan sebagai:
𝑝−1
βˆ†π’šπ‘‘ = πš·π’šπ‘‘−1 + ∑ πš·π‘– βˆ†π’šπ‘‘−𝑖 + 𝑒𝑑 .
(2.7)
𝑖=1
Persamaan (2.7) mengandung informasi baik penyesuaian jangka pendek dan
jangka panjang terhadap perubahan π’šπ‘‘ . Rank matriks 𝚷 ditandai dengan π‘Ÿ,
menentukan berapa banyak kombinasi linear π’šπ‘‘ yang bersifat stasioner. Jika
0 < π‘Ÿ < 𝑛, maka terdapat π‘Ÿ vektor kointegrasi atau π‘Ÿ kombinasi linear yang
stasioner dari π’šπ‘‘ . Dalam kasus ini, 𝚷 dapat difaktorisasi, sebagai 𝚷 = 𝛂𝛃′ ,
dengan 𝛂 dan 𝜷 adalah matriks 𝑛 × π‘Ÿ, dengan 𝛂 mempresentasikan kecepatan
penyesuaian terhadap ketidakseimbangan, dan 𝜷 adalah matriks dari koefisien
jangka panjang dan mengandung vektor kointegrasi.
14
5.
Menguji jumlah hubungan kointegrasi
Trace test merupakan uji untuk mengukur jumlah vektor kointegrasi
dalam data runtun waktu dengan menggunakan pengujian rank matriks
kointegrasi, dinyatakan:
𝑛
πœ†trace (π‘Ÿ) = −𝑇 ∑ ln(1 − πœ†Μ‚π‘– )
𝑖=π‘Ÿ+1
dengan 𝑇 menyatakan jumlah observasi, πœ†Μ‚π‘– menyatakan estimasi eigenvalue
yang dihasilkan dari estimasi matriks 𝚷, dan π‘Ÿ menyatakan rank yang
mengindikasikan jumlah vektor kointegrasi. Dengan mengetahui jumlah π‘Ÿ,
maka akan diketahui jumlah hubungan kointegrasi di antara data runtun
waktu.
Hipotesis pengujian:
𝐻0 : banyaknya vektor kointegrasi (π‘Ÿ) = 0
𝐻1 : banyaknya vektor kointegrasi (π‘Ÿ) > 0
Aturan keputusan:
apabila nilai trace statistic lebih besar dari nilai kritis pada tingkat
kepercayaan 𝛼 adalah 5 % atau nilai probabilitas lebih kecil dari 𝛼 adalah
5 % maka hipotesis nol ditolak yang artinya terjadi kointegrasi
Adanya kecenderungan bahwa trace test hampir selalu menerima
adanya kointegrasi, maka kriteria penerimaan adanya kointegrasi dapat
ditempuh berdasarkan hasil maximum eigenvalue test (Johansen & Juselius,
1990).
πœ†max (π‘Ÿ, π‘Ÿ + 1) = −𝑇 ln(1 − πœ†Μ‚π‘Ÿ+1 )
15
Hipotesis pengujian:
𝐻0 : πœ†π‘‘ = 0, 𝑑 = π‘Ÿ + 1, … , 𝑛
π‘Ÿ = 0 (tidak terdapat kointegrasi)
𝐻1 : πœ†1 = πœ†2 = β‹― = πœ†π‘› = 0,
π‘Ÿ = 1 (1 vektor kointegrasi)
πœ†2 = πœ†3 = β‹― = πœ†π‘› = 0,
π‘Ÿ = 2 (2 vektor kointegrasi)
πœ†3 = πœ†4 = β‹― = πœ†π‘› = 0,
π‘Ÿ = 3 (3 vektor kointegrasi)
dan seterusnya.
Apabila nilai maximum eigenvalue lebih besar dari nilai kritis pada
tingkat kepercayaan 𝛼 atau nilai probabilitas lebih kecil dari 𝛼, maka hipotesis
nol ditolak yang berarti terindikasi adanya kointegrasi.
2.6
Vector Error Correction Model (VECM)
Menurut Enders (2004), Error Correction Model (ECM) merupakan salah
satu analisis yang dikembangkan oleh Engle dan Granger. ECM merupakan
kelanjutan dari pengujian kointegrasi yang bertujuan untuk mengoreksi
penyimpangan terhadap keseimbangan jangka panjang. Dalam analisis ECM,
hubungan dinamis jangka pendek antarvariabel dalam sistem dipengaruhi oleh
deviasi/penyimpangan dari keseimbangan jangka panjang.
Menurut Enders (2004), variabel-variabel dalam ECM adalah variabelvariabel first differencing dalam VAR atau terkointegrasi pada orde satu 𝐼(1),
sehingga disimpulkan bahwa ECM didesain untuk data runtun waktu yang tidak
stasioner dan terkointegrasi. Tujuan dari metode tersebut adalah untuk membuat
galat yang dihasilkan stasioner. Bentuk umum ECM Engle-Granger dapat
didefinisikan sebagai berikut:
βˆ†π‘¦π‘‘ = π‘Ž0 + π‘Žπ‘‘ βˆ†π‘₯𝑑 + π‘Ž2 𝐸𝐢𝑑 + 𝑒𝑑
(2.8)
16
dengan π‘Ž2 < 0 dan 𝐸𝐢𝑑 = 𝑦𝑑−1 − 𝑏0 − 𝑏1 π‘₯𝑑−1 sehingga persamaan (2.8) dapat
dituliskan:
βˆ†π‘¦π‘‘ = π‘Ž0 + π‘Žπ‘‘ βˆ†π‘₯𝑑 + π‘Ž2 (𝑦𝑑−1 − 𝑏0 − 𝑏1 π‘₯𝑑−1 ) + 𝑒𝑑 .
Untuk mengetahui spesifikasi model dengan ECM merupakan model yang
valid, dapat dilihat pada hasil uji statistik terhadap koefisien π‘Ž2 dari regresi pertama,
yang dapat disebut Error Correction Term (ECT). Jika hasil pengujian terhadap
koefisien ECT signifikan, maka spesifikasi model yang diamati valid. Nilai mutlak
koefisien ECT menyatakan lamanya waktu yang diperlukan untuk kembali ke arah
keseimbangannya. Satuan waktu yang diperlukan bergantung pada jenis data,
apabila periode data adalah quartal, maka lamanya waktu yang diperlukan untuk
kembali ke arah keseimbangan adalah |π‘Ž2 | quartal.
Spesifikasi ECM membatasi perilaku variabel endogen dalam jangka panjang
untuk menuju pada hubungan kointegrasi dan tetap memperhatikan dinamika
jangka pendek. Kointegrasi juga dikenal sebagai error correction term karena
deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui
penyesuaian jangka pendek. Apabila pengujian membuktikan terdapat vektor
kointegrasi maka dapat menerapkan Error Correction Model (ECM) untuk single
equation dan Vector Error Correction Model (VECM) untuk system equation.
Vector Error Correction Model (VECM) adalah pengembangan model VAR
untuk runtun waktu yang tidak stasioner dan memiliki satu atau lebih hubungan
kointegrasi (Enders, 2004). VECM merupakan bentuk dari Vector Autoregressive
(VAR) yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan
bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. Pembentukan representasi
17
secara umum dari Vector Error Correction Model (VECM) yang diperoleh dengan
memanipulasi representasi umum VAR orde 𝑝, 𝑉𝐴𝑅(𝑝) pada persamaan (2.6).
Bentuk VECM:
𝒑−𝟏
βˆ†π’šπ‘‘ = 𝚷0 + πš·π’šπ‘‘−1 + ∑ πš·π’Š βˆ†π’šπ‘‘−𝑖 + 𝒖𝒕
(2.30)
π’Š=𝟏
𝒑
𝒑
dengan 𝚷0 = 𝑨0 , 𝚷 = −(𝑰𝒏 − ∑π’Š=𝟏 𝐀 π’Š ), dan πš·π’Š = − ∑𝒋=π’Š+𝟏 𝐀 𝒋 .
Π0 adalah vektor konstanta yang berukuran (𝑛 × 1), Π𝑖 adalah matriks koefisien
yang berukuran (𝑛 × π‘›), dan 𝑒𝑑 adalah vektor white noise (𝑒1𝑑 , 𝑒2𝑑 , … , 𝑒𝑛𝑑 )′ yang
berukuran (𝑛 × 1).
Download