HUKUM DALAM TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL LATAR BELAKANG Perkembangan ekonomi dunia selalu berkembang dalam mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berfikir manusia. Transaksi bisnis didunia semakin mudah untuk dilakukan. Seiringnya dengan perkembangan perdagangan bebas didunia tidak membatasi individu atau kelompok untuk melakukan transaksi internasional. Akan tetapi, perdagangan bebas tetap memiliki hukum-hukum yang mengikat didalamanya. Diantaranya hukum dalam transaksi bisnis internasional yang dimana mengatur kegiatan komersial lintas batas negara yang dilakukan individu atau perusahaan yang berkewarganegaraan yang berbeda. Hukum transaksi bisnis internasional, dalam kaitannya, mempunyai hubungan erat dengan hukum perdata internasional, yaitu sebagai kajian hukum perdata internasional yangbehubungan dengan perbedaan bahasa, yang harus dituntaskan melalui kontrak bisnis internasional. Dalam dunia perdagangan internasional, terbukti berdaya guna dan bertepat guna sebagai salah satu sarana transaksi dan sarana komunikasi. Dalam kaitan inilah hukum transaksi internasional harus dikembangkan salah satu instalasi untuk mewujutkan transaksi internasional. PEMBAHASAN A. HUKUM TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL Hukum Bisnis atau Business Law adalah keseluruhan dari peraturan - peraturan hukum,baik yang tertulis maupun tidak tertulis,yang mengatur dan kewajiban yang timbul dari perjanjian- perjanjian maupun hak perikatan- perikatan yang terjadi dalam praktik bisnis. Hukum transaksi bisnis internasional adalah hukum yang dipergunakan sebagai dasar transaksi bisnis lintas antar negara, yaitu perangkat kaidah, asasasas, dan ketentuan hukum, termasuk institusi dan mekanismenya, yang digunakan hak dan kewajiban para pihak dalam suatu transaksi bisnis dalam hubungan dengan objek transaksi, prestasi pada pihak, serta segala akibat yang timbul akibat transaksi. Menurut pengertian diatas hukum sebagai dasar transaksi bisnis yang digunakan sebagai kewajiban dalam suatu transaksi bisnis. B. PERLINDUNGAN KEPENTINGAN BISINIS MELALUI MEKANISME HUKUM Perlindungan hukum terhadap hubungan antar orang atau antar-perusahaan yang bersifat lintas batas negara dapat dilakukan secara publik maupun privat. Perlindungan secara publik dilakukan dengan cara memanfaatkan fasilitas perlindungan yang disediakan oleh ketentuan-ketentuan yang bersifat publik, seperti peraturan perundangan domestik dan perjanjian-perjanjian internasional, bilateral maupun universal, yang dimaksudkan demikian. Perlindungan secara privat dapat dilakukan dengan cam memanfaatkan fasilitas perlindungan hukum yang bersifat privat, yaitu dengan cara berkontrak secara cermat. Dalam dunia bisnis, jenis hukum yang kedua justru merupakan jenis yang sangat populer. Jenis ini digunakan secara luas oleh masyarakat bisnis yang terlibat transaksi lintas batas negara. Beberapa alasan yang mengakibatkan penggunaan seperti itu adalah: pertama, berubahnya orientasi masyarakat internasional pasca Perang Dunia II ke arah pembangunan ekonomi global; Kedua,pesatnya pertumbuhan kebijakan, bentuk dan materi transaksi bisnis internasional;Ketiga, kurang lengkapnya materi hukum publik (sistem perundangundangan) berkaitan dengan variasi bentuk dan materi transaksi. Alasan yang ketiga berkaitan dengan masalah kekosongan, ketidakpastian, dan lemahnya perlindungan hukum publik terhadap pihak-pihak yang melakukan transaksi. UU No. 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing, misalnya, kurang menampung aspek-aspek materi penanaman modal asing sehingga pelaku transaksi untuk melindungi kepentingan bisnisnya, merasa perlu mengembangkan bentuk kontrak tertentu seperti joint venture agreement, untuk mengatur dan melindungi kepentingan mereka. Akan tetapi, pada sisi lain, luasnya kesempatan untuk menentukan perlindungan hukum sendiri, dengan cara menentukan sendiri hukum yang dipilih untuk mengatur dan melindungi kepentingan mereka melalui sistem kontrak yang mereka bentuk, juga merupakan persoalan tersendiri. Kebebasan berkontrak sering kali menimbuikan risiko yang justru timbul dari sifat - sifat hukum kontrak.Risiko ini sering kali berakibat fatal terhadap pelaksanaan prediksi prediksi bisnis, bahkan dapat menimbulkan berbagai kerugian yang sering kali tidak diperhitungkan karena risiko demikian itu dapat menghadirkan ketidakefisienan.Oleh karena itu, pengetahuan tentang hukum kontrak adalah faktor yang sangat penting dalam rangka transaksi bisnis yang aman dan dalam rangka pelaksanaan akibat-akibat transaksi secara konsisten. C. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Perdagangan internasional, secara umum , berkembang kearah perdagangan yang lebih bebas dan terbuka. Negara – Negara semakin memahami arti pasar bebas (free trade), termasuk manfaat – manfaat yang dapat diperoleh dari mekanisme perdagangan tersebut. Contoh kebijakan perdagangan internasional : kehadiran WTO, dan kerjasama – kerjasama perdagangan lainnya, seperti AFTA dan APEC, mengakibatkan perdagangan dunia terdorong kearah perdaganga yang lebih bebas dan terbuka. Perdagangan, melalui bentuk – bentuk kerjasama itu, juga diusahakan terbebas dari praktik bisnis curang (unfair business practices) seperti system proteksi, tariff dan non tarif sehingga dapat berkembang dalam iklim yang lebih kondusif. Keadaan ini menghadapkan semua Negara dan perusahaan domestic pada dua pilihan tertutup, yaitu bersaing memanfaatkan peluang pasar atau menjadi korban dan dimanfaatkan sebagai peluang. Indonesia sendiri telah lama mengubah strategi perdagangan luar negerinya, antara lain : 1. Ditandai peningkatan peran aktif Indonesia dalam pendesainan pasar bebas (free trade) baik pada kawasan ASEAN (ASEAN free trade area), asia pasifik (Asia Pasific Economics Cooperation), maupun dunia (WTO). 2. Mendorong ekspansi produk dan pasar perusahaan – perusahaan domestiknya. PENUTUP KESIMPULAN Hukum transaksi bisnis internasional pada dasarnya adalah hal yang mengikat sebuah transaksi lintas antar negara agar terjadi/tercipta perdagangan yang adil (fair trade). Pentingnya pengenalan akan hukum transaski bisnis internasional agar terhindar dari unfair trade. Oleh karenanya dibuatlah kebijakan-kebijakan yang berlaku di masing-masing negara demi kepentingan perdagangan negara itu sendiri. Perlindungan transaksi bisnis dibutuhkan bagi pelaksana transaksi bisnis internasional. Perlindungan hukum terhadap hubungan antar individu atau antarperusahaan yang bersifat lintas batas negara dimaksudkan agar kepentingankepentingan antar individu atau perusahaan dapat terlindungi, sehingga luasnya kesempatan untuk menentukan perlindungan hukum sendiri, dengan cara menentukan sendiri hukum yang dipilih untuk mengatur dan melindungi kepentingan mereka melalui sistem kontrak yang mereka bentuk, juga merupakan persoalan tersendiri. DAFTAR PUSTAKA http://search.4shared.com/postDownload/BKvdXgA0/perlindungan_kepenting an_bisnis.html http://umihanasumi.blogspot.com/2011/03/kebijakan-perdaganganinternasional.html Bagus Wyasa Putra,Ida.Tanpa Tahun.Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional.Bandung: Refika Aditama UNFAIR TRADE PRACTICES DAN ANTI-DUMPING CODE LATAR BELAKANG Dalam kegiatan bisnis, para pelaku bisnis memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Pihak produsen senantiasa berusaha berbuat maksimal untuk memperluas pasarnya ke berbagai negara, sementara pemerintah yang meletakkan kepentingan tidak sedikit terhadap perdagangan demikian, juga melakukan berbagai upaya untuk memperbesar produksi dalam negerinya, memperlancara ekspor hasil-hasil produksi nasionalnya, terasuk melindungi produsen dan pasar dometiknya melalui kerja sama internasional ataupun melalui sistem tarif (Ida Bagus Wyasa Putra, 2000 : 9). Usaha-usaha yang dilakukan produsen dalam rangka memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya membuat adanya persaingan yang tidak sehat (unfair trade practices). Salah satu bentuk persaingan yang tidak sehat adalah adanya dumping. Adanya dumping membuat produk negeri terancam, untuk itu biasanya dilakukan perlindungan terhadap produsen dalam negeri, yaitu dengan antidumping. Bagi negara produsen, terutama negara berkembang, praktek antidumping yang umumnya dilakukan oleh negara-negara industri maju, sering kali menjadi kerugian dan perdagangan yang tidak adil. Antidumping tidak selalu diberlakukan sebagai mana mestinya, tetapi sering digunakan sebagai perisai untuk sekadar melindungi pasar domestiknya. Hal ini dilakukan dengan cara menjatuhkan tuduhan dumping atau secara semena-mena menolak produk yang berasalah dari negara-negara berkembang yang kebetulan berkedudukan sebagai pengekspor. Dengan adanya praktik antidumping yang berbentuk demikian hakikatnya juga merupakan unfair trade practices. Di satu sisi negara-negara berkembang dibanjiri produk-produk negara industri maju, sementara negara-negara berkembang tidak mendapat kesempatan yang sama untuk memperluas pasarnya (Ida Bagus Wyasa Putra, 2000 : 10). Untuk mengatasi adanya unfair trade practices, salah satunya adalah dengan dibentuknya GATT atau General Tariffs and Trade. Dengan adanya ketentuan dalam GATT, semua pelaku bisnis seharusnya benar-benar memahami GATT agar dalam pelaksanaan bisnis tidak ada lagi pratik-paktik unfair trade practices. PEMBAHASAN 1. UNFAIR TRADE PRACTICES Bentuk umum unfair trade practices yang dipersoalkan dalam kaitan dengan GATT adalah masalah dumping. Penekanan bentuk dasar dumping adalah pemberlakuan diskriminasi harga oleh produsen antara dua pasar nasional. Pasar nasional yang dimaksud adalah pasar domestik negara eksportir dan pasar asing negara pengimpor. Diskriminasi harga, sejauh tidak merugikan negara pengimpor, merupakan hal yang wajar dalam konsep maupun praktik perdagangan. Dalam pasar internasional, diskriminasi harga dapat terjadi karena desakan kondisi yang mengakibatkan produsen melakukan penurunan harga. Penurunan ini dapat terjadi sebagai akibat rangkaian proses produksi dan pemasaran yang didahului produksi yang berlebihan. Dumping menunjuk pada pemberlakuan harga lebih rendah terhadap barang-barang ekspor yang dijual di pasaran asing negara pengimpor dan disbanding dengan harga normal yang diberlakuakan di pasaran domestik negara pengekspor. Dumping, sebagai bentuk diskriminasi harga, umumnya dilakukan berdasarkan beberapa alaasan. Pertama, untuk mengembangkan pasar, yaitu dengan cara memberikan insentif, melalui pemberlakuan harga yang lebih rendah, kepada pembeli pada pasar yang dituju. Kedua, adanya peluang, pada kondisi pasar, yang memungkinkan penentuan harga secara lebih leluasa, baik di dalam pasar ekspor maupun di dalam pasar domestik. Ketiga, untuk mempersiapkan kesempatan bersaing dan pertumbuhan jangka panjang yang lebih baik dengan cara memanfaatkan strategi penetapan harga yang progresif. Dumping dianggap sebagai ancaman apabila penurunan harga dari suatu produk dilakukan melampau kewajaran secara merugikan atau secara bertentangan dengan hukum. Prof. Viner , berdasarkan motive of the dumper dan the continuity of his dumping, mengklasifikasikan dumping atas tiga bentuk, yaitu: sporadic dumping dumping as intermittent duping as persistent Dumping mengakibatkan kerugian yang luas terhadap produsen, masyarakat maupun negara tuan rumah. Akibat yang paling praktis dari dumping adalah menyempitnya pangsa pasar produsen negara tuan rumah. Penyempitan ini dapat mengakibatkan penurunan pendapatan produsen negara tuan rumah. Kemerosotan pendapatan, lebih jauh dapat mengakibatkan penurunan daya bayar perusahaan terhadap ongkos tenaga kerja, penurunan kemampuan pembiayaan perusahaan, akhirnya penurunan daya produksi dan daya ekspor. Akibat lebih jauh dari kondisi ini adalah pengangguran dan menurunnya daya hidup perusahaan. Dengan adanya unfair trade practices, dibentuklah GATT atau General Tariffs and Trade. Tujuan dasar GATT adalah mengantisipasi pertumbuhan perdagangan lintas batas negara yang sangat pesat dan melindungi semua pihak dari akibat buruk suatu perilaku menyimpang dalam praktik perdagangan. Pasal VI GATT menyatakan, In order to offset or prevent dumping, a contracting party may levy on any dumped product an anti-dumping duty… (Pasal VI, ayat 2) Menurut ketentuan ini, setiap negara anggota GATT yang terkena dumping dapat melakukan tindakan pembalasan berupa pembebanan kewajiban antidumping yang seimbang. Bentuk kewajiban ini, yaitu : pembebanan bea khusus atas barang-barang impor pembebanan bea khusus terhadap barang impor Jumlah bea khusus yang dapat dibebankan dapat dirumuskan sebagai berikut : BK < HE - NW Keterangan : BK = Bea Khusus HE = Harga Ekspor NW = Nilai Wajar Ditentukan juga bahwa, tindakan pembalasan hanya dapat dilakukan dalam hal terdapat suatu kondisi yang dapat dinilai sebagai threatens material injury terhadap industry domestik negara tuan rumah akibat adanya dumping. Pasal VI GATT, dalam praktik, sering kali disalgunakan. Ketentuan ini sering digunakan sebagai dasar untuk melakukan proteksi oleh negara importir. Pada umumnya dilakukan oleh negara maju atau produsen negara maju sebagai dasar untuk melakukan tuduhan dumping terhadap produsen negara berkembang. (Ida Bagus Wyasa Putra, 2000 : 11-15). Di Indonesia dalam beberapa pasal dalam UUPK(Undang-Undang Perlindungan Konsumen) bab VI yang berisi tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha1. Beberapa pasal tersebut adalah sebagai berikut. 2. ANTI-DUMPING CODE 1. Pembentukan anti dumping code Anti dumping code merupakan penjabaran pasal VI GATT tentang penjabaran penerapan ketentuan tersebut. Code ini dibentuk dan dilengkapi selama Kenedy Round, dan mendapat persetujuan negaranegara GATT dalam Tokyo Round. Dengan namaAgreement on Implementation of Article VI of the General Agreement on Tarifs and Trade. Didukung oleh 25 negara terutama negara Eropa Amerika Serikat, Australia, tanpa satupun negara dari kawasan Asia. Dasar pemebentukan Code ini adalah kehendak untuk mengatur penerapan klausula antidumping secara lebih konstruktif. 2. Antidumping code Kewajiban anti dumping hanya dapat dibebankan sesuai dengan batas batas sebagaimana ditentukan didalam Pasal VI perjanjian GATT, yaitu bahwa penerapan demikian hanya dapat dilakukan sesuai dengan penjabaran proses dan prosedur sebagaimana ditentukan di dalam anti dumping code. Materi antidumping code diklasifikasikan atas dua bagian, yaitu : Antidumping Code Bagian ini meliputi ketentuan tentang : a. Penentuan ada tidaknya dumping 1 UNDANG-UNDANGREPUBLIK INDONESIANOMOR 8 TAHUN 1999TENTANGPERLINDUNGAN KONSUMEN b. Penentuan ada tidaknya kerugian material c. Prosedur administrasi dan penyelidikan d. Kewajiban antidumping dan tindakan tindakan pendahuluan e. Tindakan anti dumping pihak ketiga. Final Provision Memuat ketentuan tentang sifat anti dumping code yaitu open for acceptance, kewajiban negara-negara anggota GATT berkenaan dengan keterikatan mereka terhadap antidumping code, dan pembentukan a comitee on anti dumping practices.A comitee on anti dumping practices itu sendiri adalah wakil-wakil anggota perjanjian. Komite ini bersidang setahun sekali, untuk membicarakan permasalahan sekitar pengaruh penerapan hukum antidumping. a. Determinations of Dumping Suatu produk dinilai termasuk kualifikai dumping jika barang tersebut diperdagangkan didalm pasar negara lain dengan harga lebih rendah dari niai normalnya atau jika harga ekspor produk itu lebih rendah dari harga normal yang berlaku untuk barang yang sejenis di negara importir tempat barang ekspor itu dipasarkan. Barang yang sejenis adalah barang yang serupa. Dalam hal suatu produk tidak diimpor langsung dari negara asal, tetapi ekspor ke negara. b. Penentuan Kerugian Penentuan kerugian dilakukan hanya dalam hal terdapat pemasaran produk ekspor yang secara nyata menimbulkan kerugian atau anacaman kerugian, termasuk retardasi terhadap perusahaan domestik negara pengimpor. Badan yang berwenang harus memperhatikan kedua aspek dari akibat dumping, baik akibat dumping maupun keseluruhan faktor yang berpengaruh terhadap industri. Penentua kerugian harus didasarkan pada keseluruhan faktor yang mempunyai hubungan tetap dengan industry yang dinilai dirugikan. Perhitungan berdasarkan faktorfaktor ini harus dilakukan secara kumulatif, tidak secara representatif, atau hanya dengan menggunakan satu faktor terdominan saja. c. Penyelidikan permulaan Penyelidikan terhadap dugaan dumping dilakukan berdasarkan permohonan pihak yang dirugikan. Jika inisiatif penyelidikan itu datangnya dari badan yang berwenang, penyelidikan demikian dapat dilakukan jika terdapat bukti tentang kedua hal tersebut (pasal 5a). d. Bukti Bukti Dumping seharusnya berbentuk tertulis. Bukti demikian berhak untuk dengan kesempatan sama diajukan oleh setiap pihak yang berkepentingan dengan proses penyelidikan itu. Setiap pihak dapat meminta informasi berkenaan dengan kasus kepada badan yang berwenang, kecuali informasi demikian bersfiat rahasia dalam kaitan dengan penyelesaian kasus (pasal 6b). Penting dicatat bahwa, selama penyelidikan setiap pihak mendapat hak yang sama untuk melindungi atau membela kepentingannya (pasal 6g) e. Penyesuaian harga Proses Anti Dumping tanpa kewajiban atau pembebanan anti dumping dutyDihentikan jika eksportir menerima kewajiban untuk melakukan penyesuaian harga atas dumping yang dituduhkan (pasal 7a). Dalam hal eksportir tidak menawarkan usaha untuk menyesuaikan harga atau jika tawaran demikian yang diusulkan oleh badan yang berwenang ditolak oleh eksportir, penyelidikan dengan sendirinya harus diteruskan. f. Kewajiban anti dumping dan tindakan sementara Pada prinsipnya kewajiban demikian tidak boleh melampaui tingkat dumping yang terjadi. Jika hal itu terjadi kewajiban demikian harus dievaluasi dan diperbaiki secepatnya (pasal 8c). Dalam hal jaminan yang sebanding telah diberikan terhadap kewajiban yang telah dibebankan, kewajiban demikian tidak akan dibebankan. Sebaliknya jika jaminan demikian tidak diberikan atau tidak dipenuhi, kewajiba dumping dapat dibebankan tanpa batas (without limitation) (pasal 8e). kewajiban anti dumping hanya dapat diterapkan selama atau terbatas hingga saat telah dipulihnya kerugian akibat dumping (pasal 9a). kepentingan untuk memperpanjang pembebanan itu ditentukan oleh badan yang berwenang dengan memberitahukan pihak pihak yang berkepentingan (pasal 9b). tindakan sementara (provisional measure) hanya dapat diterapkan untuk dua kondisi yaitu pertama jika telah ditentukan bahwa terdapat dumping yang merugikan, kedua telah terdapat bukti yang cukup berkenaan dengan kerugian itu (pasal 10a). tindakan ini dapat berbentuk pengharusan pemberian jaminan atau ketiadaan dana untuk kepentingan pelaksanaan kewajiban, sejumlah tidak melampaui perkiraan kewajiban anti dumping yang telah ditetapkan atau tidak melampaui tingkat dumping yang diperkirakan (pasal 10b). Pembebanan kewajiban ini hanya dapat dilakukan jika badan yang berwenang telah terlebih dahulu memberi tau perwakilan Negara eksportir dan secara langsung pihak pihak yang bersangkut, baik mengenai alasan pengambilan keputusan, kriteria yang digunakan, maupun alasan lain yang berkaitan dengan kepentingan umum (pasal 10c). Batas waktu pembebanan kewajiban ini diharuskan sesingkat singkatnya, atau tidak boleh melampaui kurun waktu tiga bulan, atau atas penetapan badan yang berwenang berdasarkan kepentingan pihak importer dan eksportir, maksimum 6 bulan (pasal 10d). Kewajiban anti dumping tidak dapat diterapkan berlaku surut (rektroactivity), atau hanya diterapkan setelah adanya keputusan sesuai dengan pasal 8a dan 10a, kecuali : pertama, penentuan kerugian material, dilakukan tanpa provisional measure, atau jika barang yang terkena kewajiban anti dumping, telah mengakibatkan kerugian, dihindarkan dari kewajiban selama kurun waktu kewajiban itu seharusnya dibebankan. Kedua, karena adanya penghentian penilaian dumping, misalnya karena adanya keraguan terhadap kebenaran kasus tersebut. Ketiga, karena oleh badan berwenang ditentukan bahwa telah berlangsung dumping yang merugikan dan terdapat kerugian yang diakibatkan oleh tindakan dumping yang sifatnya sporadic. g. Pembebanan anti dumping untuk kepentingan Negara ketiga (third country). Tuntutan pembebanan kewajiban anti dumping untuk kepentingan Negara ketiga harus dibuat oleh Negara ketiga yang berkepentingan. Tuntutan itu harus dilengkapi dengan data yang diperlukan seperti harga yang bersifat dumping dan kerugian yang diakibatkan oleh dumping. Selanjutnya Negara ketiga harus memberikan dukungan untuk segala informasi yang telah diperlukan untuk keperluan pemeriksaan dumping (pasal 12a,b). Badan berwenang Negara importer harus melakukan pemeriksaan dumping dalam kaitan dengan industry yang dirugikan meliputi seluruh pengaruh terhadap produk ekspor Negara tersebut, tetapi terbatas hanya terdapat barang yang diimpor oleh Negara importer, ataupun produk ekspor sejenis dalam arti keseluruhan (pasal 12c). penetapan perlu tidaknya pembebanan kewajiban sepenuhnya ditentukan oleh Negara importer. Anti Dumping Code WTO agreement bahkan mengakibatkan timbulnya ikatan otomatis terhadap semua Negara, termasuk yang tidak ikut dalam putaran Tokyo, untuk secara otomatis menyetujui dan menaati Code tersebut karena Code on Anti-Dumping and Subsidies yang disepakati dalam putaran Uruguay merupakan bagian integral dari GATT1994 yang akan dilaksanakan melalui kerangka WTO. Hal ini dapat menjadi hal yang menyenangkan bagi usaha Indonesia karena pemerintah Indonesia yang semula belum menentukan sikap terhadap code tersebut, juga berkenaan dengan kuatnya usulan dunia usaha kepada pemerintah untuk segera menandatangani Anti-Dumping Code kini telah menerima kode tersebut. Koreksi juga harus dilakukan oleh pihak produsen dan pihak eksportir. Mereka penting sadar bahwa perbuatan tidak jujur yang dilakukan dalam praktek perdagangan dapat merugikan Negara. Salah satu tumpuan kesempatan perluasan pasar internasional bagi suatu Negara dalam kepercayaan Negara pengimpor atau importer terhadap sikap Negara pengekspor. Sangat dipersoalkan apakah Negara pengekspor bersikap terbuka dan adil atau tidak. KESIMPULAN 1. Unfair trade practices yang dipersoalkan dalam perspektif GATT adalah dumping dan penerapan anti dumping yang tidak rasional. 2. Dumping adalah diskriminasi harga dalam bentuk pemberlakuan harga ekspor dipasaran domestik negara importir oleh eksportir, lebih rendah dari harga yang diberlakukannya dalam pasar domestik. 3. Dumping, menurut pasal VI GATT, dikualifikasikan sebagai tindakan yang dapat dipersalahkan dan dijadikan sanksi pembalasan jika mengakibatkan kerugian material atau ancaman kerugian terhadap industri domestik negara importir yang memproduksi barang sejenis. 4. Bentuk pembalasan yang dapat dilimpahkan adalah bea khusus yang berbentuk anti dumping duties dan countervailing duties. 5. Penimpaan kewajiban itu harus melalui proses dan proseddur yang ditentukan dalam pasal VI GATT dan Anti Dumping Code 6. Proses itu Antara lain meliputi penentuan ada tidaknya dumping, penentuan kerugian, penyelidikan permulaan, pembuktian, penyesuaian harga atau tindakan lain yang ditentukan oleh badan yang berwenang, dan berbagai persayratan lain yang harus dipenuhi oleh Negara yang terkena dumping/pihak yang melakukan dumping. 7. Dalam rangka perlindungan kepentingan Indonesia, Indonesia perlu segera meratifikasi antidumpingcode, memngingat anti dumping code memiliki system penanganan dumping dan antidumping yang bersifat spesifik, berlaku dan dapat diterapkan hanya diantara Negara penandatangan (anggota). DAFTAR PUSTAKA Bagus Wyasa Putra, Ida. 2000. Aspek -aspek hukum Perdata internasional dalam transaksi bisnis internasional. Bandung :PT` Refika Aditama Bandung. PERLINDUNGAN KEPENTINGAN BISNIS DAN UNIFIKASI HUKUM PERDATA PENTINGNYA UNIFIKASI PluralismehukumdalamsistemhukumperdataInternasionalmerupakansum bermasalah yang sangatberpengaruhterhadapkegiatanbisnisInternasional. Setiap negara memiliki sistem hukum perdata nasionalnya sendiri sehingga ragam hukum perdata internasional ada sebanyak ragam negara yang ada. Masalah ini mengakibatkan timbulnya keraguan dan kekhawatiran pihakphak pelaku bisnis terhadap keamanan, kepastian, dan jaminan perlindungan hukum yang mungkin mereka peroleh. Keragaman tersebut juga merupakan sebab sengketa yang berpengaruh terhadap konsistensi penerapan prediksiprediksi bisnis, efisiensi dan akhirnya keuntungan yang akan diperoleh . Keragaman demikian juga sering mengakibatkan batalnya suatu transaksi karena tidak sahnya kontrak. Seluruh sistem hukum yang ada di dunia pada prinsipnya dapat diklasifikasikan atas dua kelompok besar, yaitu sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law System) dan sistem hukum Anglo Saxon (Common Law System). Perbedaan prinsip kedua sistem hukum ini adalah prinsip yang pertama mengutamakan prinsip hukum tertulis, sedangkan sistem yang kedua mengutamakan sistem hukum kebiasaan. Dalam hal penentuan status personil, sistem hukum Anglo Saxon mengutamakan prinsip domisili, sedangkan sistem hukum Eropa Kontinental mengutamakn prinsip nasionalitas.Perbedaan ini akan melahirkan akibat-akibat yang sangat besar terhadap kepastian dan perlindungan hukum dalam hubungannya dengan hukum perdata internasional. Dalam bidang perdagangan internasional, dapat dilihat contoh-contoh yang berkaitan dengan penentuan hukum yang berlaku, penetuan sahnya kontrak, dan pengakuan dan pelaksanaan keputusan forum asing di dalam wilayah suatu negara. Menurut negara-negara yang menganut Common law system, hukum yang berlaku terhadap suatu kontrak adalah hukum post-box, yaitu hukum tempat penerima penawaran (post-box theory). Sementara itu, menurut negara-negara yang menganut Civil Law system, hukum yang berlaku adalah hukum negara tempat jawaban atas penerimaan penawaran itu diterima kembali oleh pihak yang melakukan penawaran. Dalam bidang angkutan udara dapat dilihat soal-soal yang berkaitan dengan penentuan limit tanggung jawab pengangkut. Setiap negara menganut limit tangggung jawab yang berbeda. Oleh karena itu, perlindungan hukum (pembayaran santunan korban) antara satu negara dengan negara lainnya juga berbeda-beda, bergantung tempat tuntutun itu diajukan. Perspektif hukum perdata internasional mengklasifikasikan dua jenis jalan menuju unifikasi, yaitu penyatuan hukum dan penyatuan kaidah-kaidah hukum. Pengertian penyatuan hukum adalah tindakan pengubahan sistem hukum perdata internasional intern negara-negara, yang berhubungan dengan masalah tersebut, menjadi satu sistem hukum perdata internasional yang diberlakukan di negara pembentuk atau negara yang menerima untuk diikat oleh konvensi tersebut. Penyatuan kaidah-kaidah hukum sendiri adalah tindakan untuk menyatukan hanya kaidah-kaidah hukum perdata internasional negara-negara yang meneytujui tindakan demikian untuk dibentuk satu kesatuan kaidah yang kelak digunakan oleh hakim-hakim atau pengadilan untuk memutuskan untuk perkara yang dihadapinya. Dengan demikian, kelak yang seragam adalah keputusan hakim dari negara anggota konvensi tersebut. Konferensi Den Haag 1893 Motivasi pertemuan ini adalah menjajaki kemungkinan dilakukannya unifikasi dalam bidang hukum perdata internasional. Konferensi ini pada mulanya hanyalah melibatkan negara-negara intern Eropa, tetapi berangsur-angsur melibatkan negara-negara seperti Jepang, Inggris, Turki, Israel dan Republik Persatuan Arab, Amerika Serikat, Canada dan Amerika Latin. Hingga kini telah dibahas puluhan topik penting dan telah dihasilkan sekitar 26 konvensi yang bersubstansi sangat vital dalam kaitan dengan kegiatankegiatan yang bersifat perdata lintas batas negara. Konvensi-konvensi itu antara lain: 1. Convention Relating to Civil Procedure ( March 1, 1954) Konvensi ini mengatur masalah sistematik pembuktian di luar negeri, bantuan hukum secara prodeo, paksaan badan terhadap orang asing dalam perkara-perkara perdata, dan hal hal lain yang berkaitan dengan proses berperkara yang menempatkan orang asing sebagai pihak. 2. Convention on the Law Aplicable to International Sales of Goods ( June 15, 1955) Konvensi ini mengatur hukum yang harus dipakai dalam transaksi jual beli internasional. Prinsip yang dianut tetap memperhatikan beberapa pengecualian yakni hukum dari pihak penjual. 3. Convention Concerning the Recognition of Legal Personalities of Foreign Companies, Assosiation and Foundation ( June 1, 1956) Konvensi ini mengatur tentang pengakuan terhadap badan hukum, badanusaha, perkumpulan dan yayasan-yayasan asing yang beroperasi di wilayah suatu negara. Prinsip yang dianut bahwa hukum yang berlaku adllah tempat dimana usaha itu didirikan. 4. Convention on the Jurisdiction of the Selected Forum in the Cases of International Sales of Good ( Appril 15, 1958) Konvensi ini mengatur tentang pilihan forum dan pilihan hakim yang ditentukan sendiri oleh para pihak sehubungan dengan jual beli internasional yang dilakukannya. 5. Convention Aboloshing the Requirements of Legalization for Foreign Public Documents ( Oct. 5, 1961) Konvensi ini mengatur penghapusan syarat legalisasi dokumen-dokumen yang telah dibuat di luar negeri yang hendak dipergunakan dalam suatu perkara yang sedang berlangsung di muka pengadilan negara lain. 6. Convention on Testamentary Disposition ( Oct. 5, 1961) Konvensi ini mengatur tentang bentuk formal suatu tesatamen yang dibuat di luar negeri. 7. Convention on the Service Abroad of Judical and Extra-Judical Documents in Civil or Commercial Metter ( Nov 15, 1965) Konvensi ini mempermudah cara penyampaian panggilan dan pemberitahuan resmi dalam perkara-perkara perdata yang diselesaikan di luar negeri. 8. Convention on the Choice of Court ( Nov 15, 1965) Konvensi ini menegaskan diakuinya prinsip kebebasan para pihak memilih forum pengadilan, hukum dan hakim untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul dari kontrak yang dibuatnya. 9. Convention of Recognition and Execution of Foreign Judgements in Civil and Commercial Matters (1966) Konvensi ini mengatur tentang pengakuan dan pelaksanaan keputusan dalam perkara dagang yang diucapkan hakim di luar negeri di forum luar negeri. 10. Convention on the Taking of Evidence Abroad in Civil or Commercial Matter (1968) Konvensi ini dimaksudkan untuk memudahkan pemanggilan dan pendegaran bukti-bukti yang berada di luar negeri bagi suatu proses pengadilan perkara perdata dan dagang yang berlangsung di dalam suatu negara. 11. Convention on the Law Applicable of Traffic Accident (1968) Konvensi ini mengatur tentang hukum yang berlaku terhadap pertanggung jawab sipil yang bersifat non-contractual yang muncul dari kecelakaan perjalanan, dimanapun kecelakaan itu diadili. Prinsip yang dianut adalah hukum perdata internasional internal negara tempat kecelakaan itu terjadi. Inisiatif Global 1. Inisiatif Unidroid Unidroid adalah sebuatan umum untuk Institut Unifikasi Hukum Perdata. Unidroid merupakan badan internasional yang dibentuk atas sponsor Liga Bangsa-bangsa berkedudukan di Roma, dan bertujuan menciptakan cara untuk mengharmonisasikan dan mengkoordinasikan ketentuan-ketentuan hukum perdata dari negara-negara anggotanya dan mempromosikan penerimaan hukum perdata yang uniform. 2. InisiatifLigaBangsa-Bangsa Beberapa prestasi penting dalam unifikasi hukum perdata internasional yang telah dicapai oleh lembaga ini adalah Konvensi Jenewa (1930, 1931, 1932) dan Konvensi Jenewa (1927). Inisiatif PBB a. Dalam Bidang Hukum Dagang Internasional (UNCITRAL) Komisi ini dibentuk berdasarkan Resolusi PBB 2205 (XXI), 17 Desember 1966 dan bertugas mengembangkan dan meningkatkan harmonisasi progresif dalam bidang hukum dagang internasional. b. Pengakuan dan Pelaksanaan Keputusan Arbitrase Luar Negeri Kelebihan Konvensi New York adalah dihapuskannya syarat timbal balik di dalam Konvensi Jenewa 1927. Teranglah bahwa Konvensi New York sangat mengutamakan efisiensi dan sifat praktis dan kepentingan bisnis terutama dari segi pengakuan dan pelaksanaan suatu keputusan asing. c. Tentang Milik Perindustrian Perhatian PBB terhadap masalah ini berkaitan erat dengan perhatian PBB terhada pembangunan ekonomi internasional dan pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang. INISIATIF REGIONAL 1. Komisi ekonomi regional PBB dan badan regional lainnya Atas dukungan PBB, usaha-usaha unifikasi regional juga menunjukkan perkembangan yang pesat. Badan-badan yang aktif dalam bidang iniantaralain, ECE (Economic Commission for Europe), AALCC (Asian African Legal Consultative Committee), Negara-negara Amerika Latin, Negara-negara Benelux (Belgia, Nederland dan Luxemburg) dan Negaranegara Afrika (Organization of African Unity) 2. Negara-negara Asia-Afrika Kerja sama negara-negara Asia-Afrika dalam unifikasi hukum perdata dilakukan melalui suatu komite konsultatif hukum yang disebut Asian African Legal Consultative Committee (AALCC). Komite ini dilahirkan di New Delhi (1951), bermarkas di New Delhi dan bertujuan untuk menyiapkan usulan-usulan aman demen dan modifikasi yang telahdisiapkanoleh UNCITRAL untukmenyesuaikan draft itu dengan karakteristik kebutuhan Negara-negara Asia-Afrika. Hasilnya takerja komiteini adalah Arbitration Center, yang berkedudukan di Kuala Lumpur dan di Kairo (1979). Pusat ini kemudian mengadakan kerjasama dengan World Bank, khususnya dalam kaitan dengan penyelesaian sengketa penanaman modal. 3. Usaha Negara-negara ASEAN Kendatipun telah memiliki ASEAN Control, sebagai dasar kerjasama hukum, unifikasi regional hukum perdata intern negra-negara ini belum menunjukkan hasil. Kalaupun ada, kerjasama itu umumnya bersifat bilateral. Oleh karena itu, kerjasama pada tingkat regional tetap merupakan kebutuhan yang harus secepatnya direalisasikan. Hal ini penting bagi kerjasama perdagangan intern ASEAN, terutama setelah terbentuknya AFTA (ASEAN Free Trade Area). Usaha-Usaha Organisasi Non Pemerintah 1. Usaha International Chamber of Commerce Rules of Consiliation and Arbitration of the ICC adlah salah satu ahsil penting dari usaha komite ini dalam bidang penyeragaman pandangan tentang penyelesaian sengketa dagang. 2. Usaha International Maritime Committee (IMC) Komite ini menyelenggarakan unifikasi hukum maritim perdata pada tingkat global. Salah satu hasilnya adalah Convention for the unification Certain Rules Relating to Bills of Lading. 3. Dalam bidang angkutan udara Hasil penting dalam bidang angkutan udara adalah Konvensi Wasarwa 1929 yang ditandatangani di Wasarwa pada 12 Oktober 1929. Konvensi ini mengatur prinsip dan limit tanggung jawab pengangkut terhadap korban kecelakaan angkutan udara. Pengangkut menurut prinsip ini, berkewajiban membayar ganti rugi dalam hal terjadi kerugian atau meninggalnya pengangkut penumpang telah selama mengambil proses tindakan pengangkutan, pencegahan kecuali sebagaimana seharusnya. Konvensi ini setelah Perang Dunia II mengalami banyak perubahan, bahkan dalam soal substansinya, dapat dikatakan sangat mendasar. Dalam perkembangan selanjutnya, International Law association, telah membentuk Komite Hukum Udara (Air Law Committee) untuk menyelenggarakan remisi terhadap Konvensi Wasarwa. Lahirnya IATA (International Air Transport Association) yang merupakan suatu asosiasi non pemerintah, beranggotakan perusahaanperusahaan angkutan udara yang lahir karena gagalnya akomodasi Konvensi Chicago terhadap kebutuhan-kebutuhan bisnis angkatan udara. Asosiasi ini juga berinisiatif dalam pembentukkan hukum dan berfungsi menyiapkan peraturan-peraturan yang berlaku intern mereka dalam soal bisnis angkutan udara. DaftarPustaka EndangSaefullahWiradirpadja, TinjauanSingkatatasBerbagaiPerjanjian Internasionaldi BidangAngkutanUdara, Lisan, Bandung, 1990. Sudargo Gautama, Capita SelektaHukumPerdataInternasional, Alumni; Bandung, 1983. ___, PengantarHukumPerdataInternasional Indonesia, Binacipta, Bandung, 1978. ___, Indonesia danArbitraseINternasional, Alumni, Bandung, 1986. ___, Indonesia danArbitraseINternasional, Alumni, Bandung, 1992. ___, PerkembanganArbitraseDagangInternasional di Indonesia, Eresco, Bandung, 1989. ___, Soal-soalAktualHukumPerdataInternasional, Aluni, Bandung, 1981. ___, HukumPerdataInternasionalHukum yang Hidup, Alumni, Bandung 1983. ___, ArbitraseDagangInternasional, Alumni, Bandung, 1986. ___, HukumPerdataInternsional Indonesia, Jilid III, Bagian 2, buku ke-8, Alumni, Bandung, 1987. ___, KontrakDagangInternasional, Alumni, Bandung, 1976. Zwaan, Tanja L. M., and De Leon, Pablo MJ Mendes, Air and Space Laws De LegeFerenda, MartinusNijhoff, London, 1992. KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL KONTRAK SEBAGAI INSTRUMEN DALAM HUBUNGAN BISNIS Kontrak menurut UU KUH Perdata dalam Buku 2 bab 1 tentang Periktan pasal 1313, menyebutkan Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Dalam dunia bisnis kontrak diperlukan oleh para pelaku bisnis sebagai instrument penting yang senantiasa membingkai hubungan hukum dan mengamankan transaksi bisnis. Untuk mengamnakan transaksi bisnis Menurut Subekti, kontrak adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis. Dasar yuridisnya mengacu kepada hukum perjanjian. Dalam hukum perjanjian yang menganut suatu sistem terbuka, maka dalam pembuatan kontrak masih tetap diizinkan memasukkan klausul-klausul yang telah disepakati para pihak. Hal ini dikenal dengan kebebasan berkontrak. Kebebasan ini tetap mempunyai ramburambu, yaitu tidak boleh bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan. Jika hal ini tetap terjadi, maka kontrak dianggap batal demi hukum. Syarat sahnya suatu kontrak terdapat pula dalam hukum perjanjian. Berupa: sepakat, cakap, hal tertentu dan causa yang halal. Asas-Asas Hukum Dalam Kontrak 1. Asas Konsensualitas Asas di mana persetujuan dapat terjadi sesuai dengan kehendak (persesuaian pendapat). Ini terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata. 2. Asas Mengikat Sebagai UU (pacta sunt servanda) Asas ini menjadi tidak ada dalam 3 hal: a. Ada paksaan b. Ada kekhilafan c. Ada penipuan 3. Asas Itikad Baik Menurut Subekti, itikad baik di waktu membuat suatu perjanjian berarti berkenaan dengan kejujuran. Menurut Prof. Wry, Bahwa kedua belah pihak harus berlaku yang satu terhadap yang lain seperti patut, sopan, tanpa tipu daya, tanpa akal-akalan, tidak melihat kepentingan sendiri saja tetapi juga dengan melihat kepeningan orang lain. Itikad baik yaitu suatu sikap batin atau kejiwaan manusia yang jujur, terbuka dan tulus ikhlas. Sedangkan jika dihubungkan dengan pasal 1338 (3) dapat disimpulkan bahwa itikad baik harus digunakan pada saat pelaksanaan kontrak. Hal tersebut berarti bahwa selain ketentuan yang telah disepakati dalam kontrak yang wajib dilaksanakan oleh para pihak, juga ketentuan yang tidak tertulis yang berfungsi sebagai penambah dari ketentuan atau kontrak tersebut. Kontrak Kontrak adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh dua orang pihak, yang dimana orang di dalamnya dituntut untuk melakukan suatu hal yang biasa disebut prestasi. Kontrak sama dengan perjanjian. Muatan kontrak: - Selalu komersial - Selalu tertulis - Berkaitan dengan dunia internasional - Ditentukan oleh kontraknya sendiri Kontrak Bisnis Kontrak bisnis adalah: a. Perjanjian dalam bentuk tertulis yang substansinya disetujui oleh para pihak yang siisnya bermuatan bisnis. b. Perjanjian dua belah pihak atau lebih yang isinya bermuatan komersial Kontrak binsnis dibagi dalam 4 bagian: Ø Bisa dibuat di bawah tangan dan bermaterai (olek kedua belah pihak) Ø Kontrak bisnis yang didaftarkan oleh notaris Ø Kontrak bisnis yang dilegalisasi oleh notaris Ø Kontrak bisnis yang dibuat di depan notaris dan dituangkan dalam akta notaris Ada beberapa kontrak bisnnis yang dalam UU harus dibuat dalam akta notaries (UU No.40/2007). Misalnya PT tanpa lebih dari satu pemegang saham, yang terdiri dari saham mayoritas dan saham minoritas. Sedangkan contoh perjanjian bisnis yang bersifat internasional adalah bursa saham. Kontrak bisnis berdimensi publik adalah suatu kontrak bisnis di mana salah satu pihak adalah pemerintah (publik),. Pemerintah dan aparat hukumnya dalah subjek hukum yang mewakili dimensi publik, yang merupakan sumber hukum adminstrasi negara, tapi hubungannya bersifat privat/perdata (hubungan kesederajatan) Tahapan Kontrak Bisnis -Tahap kesepakatan -Tahap pembuatan kontak Tahap penelaahan -Tahap negosiasi rancangan kontrak -Tahap penandatangan kontrak bisnis -Tahap pelaksanaan kontrak bisnis Penyelesaian Kontrak Bisnis Tahap penyelesaian sengketa kontrak bisni -Secara musyawarah Forum pengadilan (Non litigasi) - Konsiliasi (islah) – Arbitrase internasional - Mediasi (orang lain) – Arbitrase nasional – Pengadilan Anatomi Kontrak 1. Judul Kontrak (Heading/Contract Title) Judul kontrak haruslah dapat mengidentifikasikan inti kontrak yang syarat-syarat, ketentuan-ketentuan atau klausula-klasulanya diatur di dalamnya. Harus ada korelasi dan relevansi antara judul dan isi kontrak. 2. Tempat dan Tanggal Penandatanganan Kontrak Standar pembukaan dari kontrak pada umumnya memuat tempat dan tanggal penandatanganan kontrak. Terkadang tunduk pada keharusan formal tertentu, misla pada akta jual beli, akta notarial. Tanggal penandatanganan kontrak dapat menetukan keabsahan kapasitas para pihak serta keabsahan dari kesepakatan-kesepakatan yang dicapai oleh para pihak. Alasannya, kesepakatan-kesepakatan itu hanya sah bila tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku pada tanggal penandatanganan kontrak. 3. Komparisi (Perbandingan) Istilah ini sebenarnya digunakan untuk menandai suatu bagian pembukaan dari akta-akta notaris, dan karena bagian itu memang menyebutkan pihak-pihka yang menghadap notaris. Komparisi memuat identifikasi dari para pihak yang melibatkan dan mengikatkan diri di dalam suatu kontrak. Yang dapat menjadi pihak dalam kontrak adalah subjek hukum, yang diklasifikasikan sebagai manusia dan badan hukum. Untuk dapat menjadi subjek hukum, manusia dan badan hukum harus memenuhi syarat kecakapan bertindak (bekwaamheid). Kecakapan manusia harus dibuktikan dengan identitasnya. Akan tetapi untuk menjadi pihak dalam suatru kontrak, seseorang yang mewakili suatu badan hukum sebagai subjek hukum harus memenuhi syarat tambahan, yaitu bahwa dia juga memiliki kewenangan bertindak (bevoegdheid). 4. Recitals (Pertimbangan-Pertimbangan Umum Kontrak) Berisikan kondisi umum dari para pihak yang akan membuat suatu kontrak, berisikan kemampuan modal, teknologi, pengalaman yang handal, pangsa pasar dan sebagainya. Contoh kontrak franchise: Tempat di mana franchisor membangun sistem yang unik dan berhasil bertahan untuk mengoperasikan bisnis, identifikasi dari bisnis serta sistem franchise. Menggambarkan merek dagang, jasa, dan tanda-tanda lain, copy rights, logo, pembeda lainnya. Peranan Konsultan Hukum Dalam Setiap Tahapan Kontrak Konsultan hukum disebut pula in house of council. Di masa sekarang ini, hamper setiap perusahaan atau badan instansi peemrintahan memiliki suatu divisi di mana sarjana hukum bertempat. Divisi ini punya banyak sebutan. Dalam departemen disebut biro hukum, dalam perusahaan swasta disebut divisi hukum atau legal department. Ada juga perusahaan yang memasukkannya dalam bidang personalia. Orang-orang yang tergabung dalam IHC adalah orang-orang yang bekerja dalam divisi hukum. IHC harus dibedakan dengan independent council yang bukan bagian dari perusahaan. Penting mengetahui peranan konsultan hukum dalam tahapan kontrak. Yang menggunakan IHC tidak bekerja sama dengan konsultan hukum apabila instansi peemrintah atau perusahaan tidak menunjuk konsultan hukum independen. Perlu diketahui bahwa walaupun satu perusahaan atau invesasi pemerintah sudah punya IHC, namun untuk transaksi-transaksi bisnis yang tertentu, biasanya tetap menunjuk konsultan hukum independen, yang dianggap sangat memahami dan menguasai transaksi bisnis yang dilakukan. Dalam keadaan demikian, seorang IHC harus dapat bekerja sama dengan konsultan hukum yang ditunjuk oleh perusahaan atau instansi pemerintahnya. Peranan IHC dalam tahapa kontrak : Tahap kesepakatan para pihak Dalam tahapan ini peranan dari IHC kurang dominan. Karena pihak-pihak yang hendak mengikatkan diri jarang sekali menyertakan IHC dalam perundangan awal, karena ada kekhawatiran dengan kehadiran orang hukum/IHC akan merusak hubungan yang telah dibina para pihak. Tahap pembuatan/penelaahan rancangan kontrak bisnis Pada tahap ini terhadap apa yang telah disepakati oleh para pihak maka peran IHC sangat dominan. Karena dia yang harus menafsirkan bentuk-bentuk kesepakatan itu dalam bahasa hukum. Seorang IHC dapat diminta: - Membuat rancangan kontrak bisnis yang akan dinegosiasi atau disepakati oleh para pihak. - Melakukan telaah/review terhadap kontrak bisnis yang telah dipersiapkan oleh para pihak. Perbedaan peran ini tergantung pada pada diminta atau tidaknya IHC mempersiapkan sebuah rancangan kontrak. Apabila ia diminta, maka IHC harus membuat dan mempersiapkan rancangan kontrak yang dikehendaki pihak yang menyuruh. Tapi bila tidak diminta membuat atau mempersiapkan rancangan kontrak maka seorang IHC punya tanggung jawab untuk memeriksa isi yang diatur dalam rancangan kontrak yang telah disiapkan pihak lain. Terlepas dari peran yang diemban dalam salah satu dari dua peran yang dilakukan oleh IHC, maka IHC itu dituntut untuk dapat menterjemah transaksi bisnis yang hendak dilakukan oleh para pihak dan senantiasa mengakomodasi hal-hal yang telah disepakati oleh para pihak pada pembicaraan awal dalam rancangan kontrak yang hendak disepakati/ditandatangani. Selain itu, IHC harus mampu melindungi kepentingan kliennya dalam klausula-klausula yang ada dalam rancangan kontrak. Adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan IHC harus senantiasa bersikap jujur, adil dan proporsional. Penyusunan Kontrak Bisnis Pemahaman Akan Latar Belakang Transaksi Latar belakang yang merupakan keinginan dari para pihak untuk mengadakan transaksi yang akan dirumuskan dalam bentuk kontrak. Menetapakna judul atau title dari suatu kontrak yang mencerminkan esensi ketntuan-ketentuan dari kontrak yang bersangkutan. Yang Diperlukan Adalah: 1. Wawasan bidang transaksi yang akan dirumuskan 2. Pengetahuan dan kemampuan berpikir secara yuridis Kurangnya kemampuan, pengetahuan dan wawasan berakibat kerugioan yang besar, karena transaksi yang dituju menjadi bias. 3. Pengenalan dan pemahaman akan para pihak 4. Pengenalan dan pemahaman akan objek transaksi Penyusunan Garis Besar Transaksi 1) Perlu diketahui mana “hulu” dan “hilir” nya dari transaksi yang akan dilaksanakan. 2) Menghindari petualang dalam transaksi bisnis. 3) Skema transaksi yang transparan dan konklusif. 4) Proyek merupakan setimbun tindakan dan langkah yang harus dilaksanakan itu dirumuskan dalam kontrak sebagai deretan dari aneka hak dan kewajiban yang timbal balik sifatnya. Perumusan Pokok-Pokok Kontrak a. Mana pesan yang menonjol, yang merupakan pokok dari suatu kontrak. Dalam keadaan ideal, pesan pokok dari para pihak bersifat komplementer, dalam arti pesan pokok dari yang satu mengimbangi pesan pokok dari pihak yang lain. b. Perumusan pokok-pokok kontrak. Pokok-pokok tersebut harus dirumuskan dengan cermat dan akurat, karena: © Rumusan tentang pokok-pokok kontrak itu menentukan keruntutan (kesinambungan logis) dari ketntuan-ketntuan pelaksanaan dari suatu kontrak. © Keruntutan itu menentukan apakah hubungan timbal balik dari berbagai hak dan kewajiban yang akan berlaku bagi para pihak ditetapkan secara adil dan masuk akal. Keruntutan ini perlu diperhatikan, karena kadang-kadang dapat terjadi bahwa suatu pihak memang hendak mempencundangi pihak lain jauh hari sebelum mereka benar-benar saling mengikatkan diri. Kontrak Nominaat dan Kontrak Innominat Kontrak Nominaat Jual beli Adalah suatu perjanjian timbal balik dengan mana pihak yang satu (penjual) berjanjia untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang sedangkan pihak yang lain berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Barang yang menajdi objek perjanjian jual beli harus cukup tertentu dan jelas atau dengan kata lain setidak-tidaknya ditentukan oleh jumlah dan wujudnya. Saat terjadinya jual beli, unsur pokok dalam jual-beli adalah barang dan harga sesuai dengan asas konsensualitas yang menjiwai hukum perjanjian, yang memberikan penafsiran bahwa perjanjian jual beli itu sudah tercipta sejak tercapai kata sepakat mengenai harga dan barang. Sebenarnya asas konsensualitas berasal dari kata consensus yang berarati adanya kesepakatan, artinya apa yang dikehendaki oleh yang satu juga dikehendaki pihak lain. Tercapainya kata sepakat juga dapat diucapkan dengan kata-kata/bahasa isyarat ataupun dengan bukti yang dilakukan secara tertulis. Kerugian-kerugian penjual ada 2: - Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan - Menanggung kualitas atau kenikmatan barang yang diperjualbelikan dan menanggung cacat tersembunyi. Kewajiban menjernihkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan adalah mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan. Oleh karena itu, hukum perdata mengenal 3 macam barang yaitu barang bergerak, tetap dan tidak bertubuh. Hukum perdata juga mengenal 3 macam penyerahan seperti: Untuk barang bergerak, cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang tersebut. Untuk barang tetap maka dilakukan dengan perbuatan balik nama dalam pasal 616 BW, penyerahan atau penunjukan atas barangbaik bergerak maupun tidak bergerak dilakukan dengan pengunguman akta yang bersangkutan. Barang tak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan cessie, sebagaimana diatur dalam pasal 613 BW. Negosiasi Kontrak Menurut Balck’s law Dictionary, “Proses untuk menyerahkan dan mempertimbangkan penawaran-penawaran sampai suatu penawaran diterima………………” Sifat Negosiasi Kontrak Positif Negosiasi yang kooperatif, jika para pelaku negosiasi hendak mencapai suatu kontrak yang bersifat kerja sama. Jadi, sifat positif itu diperoleh dari maksud orang memulai sesuatu yang baru dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Negative Negosiasi yang kompetitif, jika para pelaku negosiasi hendak mencapai suatu perdamaian. Suatu negosiasi untuk mencapai perdamaian bersifat negative karena melalui negosiasi itu orang hendak mengakhiri sesatu yang negative, yaitu perselisihan atau sengketa itu. Win-Win Attitude Suatu sikap yang dilandasi oleh itikad bahwa negosiasi kontrak itu sedapat mungkin pada akhirnya akan menghasilkan suatu kontrak yang menguntungkan secara timbal balik. Strategi Dasar Dalam Teknik Negosiasi 1. Membangun kepercayaan 2. Memenangkan komitmen 3. Mengelola tantangan 4. Mengkompromikan jalan keluar Interpretasi Dalam Kontrak Ini diatur dalam pasal 1342-1351. Pada dasrnya, kontrak yang dibuat harus dimengerti para pihak. Isi kontrak dibedakan atas dua macam: 1. Kata-kata yang jelas 2. Kata-kata yang tidak jelas Untuk melakukan penafsiran, maka harus diperhatikan beberapa aspek: a. Jika kata-katanyadalam kontrak menimbulkan berbagai macam penafsiran maka harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat kontrak tersebut. b. Jika suatu kontrak memberikan berbagai penafsiran maka harus diselidiki pengertian yang memungkinkan perjanjian itu dilaksanakan. c. Jika kata-kata dalam kontrak terdapat 2 macam pengertiannya, maka harus dipilih yang paling selaras sifatnya (perjanjian). d. Jika dalam kontrak terjadi keragu-raguan maka harus ditafsirkan menurut kebiasaan dalam negeri/ di tempat dibuatnya perjanjian tersebut. Dan selama menguntungkan orang yang membuat kontrak tersebut. KARATERISTIK KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL Studi bisnis internasional mulai berkembang sejak akhir PD II dan memberi dimensi baru bagi studi ekonomi dan manajemen. Salah satu disiplin ilmu yang dianggap dekat dengan studi bisnis internasional, adalah ekonomi internasional dan perdagangan internasional. Adapun yang membedakan antara ekonomi internasional/ perdagangan internasional dengan bisnis internasional adalah sebagai berikut: “Ekonomi internasional (perdagangan internasional), menitikberatkan perhatiannya kepada hubungan ekonomi antar Negara. Sedangkan bisnis internasional, focus perhatiannya adalah pelaku (perusahaan)yang memainkan peran dalam bisnis internasional” Alasan yang melatarbelakangi pengembangan bisnis internasional, adalah: Dari segi pertumbuhan ekspor, produsen nasional menghadapi peluang pasar dalam negeri yang semakin terbatas. Terobosan melalui ekspor memperluas kemungkinan peluang bagi produk-produk mereka di Negara lain. Bisnis internasional bersifat luas dan multidimensional, maka pelaku bisnis atau perusahaan perlu memiliki kawasan yang luas dalam menjalankan kegiatannya. Seperti yang dikatakan Pang Lay Kim, bahwa bisnis internasional merupakan arena bagi hampir semua unsur seperti politik, ekonomi dan diplomasi. Hubungan internasional secara nyata ikut berperan, mempengaruhI dan bersaing serta bekerja sama dalam bisnis internasional. Sebagaimana dinyatakan oleh Moyer, bidang bisnis internasional meminjam beberapa disiplin akademis termasuk ekonomi internasional, antropologi budaya dan ilmu politik. Oleh karena itu, studi bisnis internasional biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut: Operasi perusahaan dalam negeri di luar negeri (investasi) Perdagangan ekspor dan impor. Bidang studi ini telah sejak lama menarik para ekonom, karena arus perdaangan internasional memiliki dampak besar bagi pembangunan dan kegiatan ekonomin local. Manajemen perbandingan. Membandingkan perusahaan dalam dan luar negeri. Perbandingan sistem ekonomi. Analisis bisnis fungsional, yang meliputi permasalahan international, keuangan internasional dan manajemen internasional. Kegiatan perusahaan multinasional di Negara-negara lain, tidak berbeda jauh dari kegiatan pemasaran internasional sebagai sub fungsi dari bisnis internasional. Phillips kotler, membedakan strategi-strategi perusahaan dalam pemasaran internasional sebagai berikut: 1. Kegiatan ekspor yang terdiri atas ekspor langsung dan tidak langsung 2. Kegiatan usaha patungan yang terdiri atas: Lisensi, hak untuk menggubakan proses manufacturing yang mengandung royalti pembayaran, Kontrak pabrik local untuk menghasilkan produksi Kontrak manajerial. Dalam kegiatan dan perumusan strategi bisnis, perusahaan internasional biasanya mempertimbangkan berbagai faktor eksternal, tidak hanya ekonomi tetapi juga sosial-budaya politik dan kedaulatan hukum. Konsep kepentingan nasional dan pandangan hidup masyarakat setiap Negara berbeda karena itu perusahaan multinasional tidak bisa secara bebas mengendalkikan seluruh kegiatannya di Negara tuan rumah. Perbedaan kepentingan nasional tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik perusahaan internasional dengan mitra usahanya, masyarakat, konsumen, tenaga kerja lokal tuan rumah. Aspek Sosial-Budaya Perbedaan struktur sosial budaya, yang mirip hasil produk budaya masyarakat maju, merupakan kendala bagi perusahaan internasional. Suatu perusahaan asing secara sadar/ tidak, membawa tata nilai budaya negara asalnya, yang berlainan dengan tata nilai masyarakat setempat, sehingga memungkinkan terjadinya bentrokan sosial budaya antar kedua belah pihak. Aspek sosial budaya ini dapat mempengaruhi fungsi-fugsi manajemen, pemasaran, sumber daya manusia, produksi, dan strategi perusahaan. Aspek poltik Aspek politik tergolong kritis dalam perlusan operasi perusahaan internasional. Perusahaan multinasional biasanya melakukan analisis resiko politik terhadap negara yang menjadi wilayah operasinya tidak mengherankan bagi suatu perusahaan untuk tidak melakukan investasi di negara yang mengalami peperangan atau instabilitas politik dalam negeri sikap ini didasari akan kekhawatiran akan perubahan situasi politik yang bisa merugikan operasi perusahan multinasional. Aspek ekonomi Lingkungan ekonomi beserta perubahannya, baik didalam maupun di luar negeri, berpengaruh terhadap kegiatan perusahaan internasional. Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi, yang merupakan unsur penting, sering menjadi perhatian oleh perusahaan-perusahaan multinasional dalam melakukan kegiatan bisnis internasionalnya. Unsur-unsur tersebut turut menentukan tingkat penawaran dan pemasaran dalam kegiatan bisnis internasional. PERLINDUNGAN KEPENTINGAN BISNIS DAN UNIFIKASI HUKUM PERDATA PENTINGNYA UNIFIKASI Pluralisme hokum dalam system hukum perdata internasional merupakan sumber masalah dalam kegiatan bisnis . masalah ini antara lain mengakibatkan timbulnya keraguan dan kekhawatiran pihak-pihak pelaku bisnis terhadap keamanan, kepastian dan jaminan perlindungan hukum yang mereka peroleh maka pluralisme sangat berpengaruh terhadap konsistensi penerapan prediksiprediksi bisnis yang pada akhirnya sering mengakibatkan batalnya suatu transaksi karena tidak sahnya kontrak. Seluruh system hukum di dunia pada prinsipnya dapat diklasifikasikan atas dua kelompok besar ,yaitu: a)Eropa Kontinental (civil law system) : a.1) mengutamakan sistem hukum tertulis a.2) mengutamakan prinsip nasionalitas a.3) hukum yang berlaku adalah hokum Negara tempat jawaban atas penerimaan penawaran itu diterima kembali oleh pihak yang melakukan penerimaan b)Anglo Saxon (common law system) : b.1) mengutamakan system hokum kebiasaan b.2) menguatamakan prinsip domisili, b.3) hukum yang berlaku terhadap suatu kontrak adalah hokum post-box yaitu ,hokum tempat penerimaan Dalam bidang penanaman modal menurut hukum Indonesia ( Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1967 , tentang Penanaman Modal Asing ) ,perusahaan dibentuk dengan bentuk badan hukum (PT) Indonesia adalah berstatus atau berkewarganegaraan Indonesia. Fungsi unifikasi HPI antara lain : untuk melenyapkan keraguan terhadap jaminan kepastian dan perlindungan hukum untuk melapangkan lintas hubungan keperdataan ,termasuk bisnis internasional internasional dalam bidang DUA SISTEM UNIFIKASI Istilah unifikasi sama dengan makna pengharmonisan (harmonazition) keragaman sistem hukum yang ada untuk membentuk uniformitas system hokum yang di berlakukan untuk semua negara yang menerimanya . Dalam persfektip hukum perdata internasioanl jalan menuju unifikasi ini dapat diklasifikasikan atas dua jenis yaitu: penyatuan hukum Penyatuan hukum adalah tindakan pengubahan sistem hukum perdata internasional intern negara-negara , yang turut serta dalam tindakan demikaian itu, menjadi system hokum perdata internasional (konvensi) yang diberlakukan di antara mereka atau termasuk terhadap pihak (Negara) lain yang menerima untuk di ikat oleh konvensi demikian. penyatuan kaidah-kaidah hukum Penyatuan kaidah-kaidah hukum adalah tindakan untuk menyatukan (hanya) kaidah-kaidah hokum perdata internasional negara-negara yang menyutujui tindakan demikian untuk dibentuk satu kesatuan kaidah (konvensi) yang kelak dapat di gunakan oleh hakim untuk memutuskan perkara yang dihadapinya . KONFERENSI DEN HAAG 1893 Konferensi ini pada mulanya melibatkan negara-negara intern Eropa, dan kemudian melibatkan negara-negara dikawasan Asia seperti : jepang (1904), inggris (1951), Turki (1956) , Israel dan Republik Persatuan Arab (1960) , Amerika Serikat (1964) , Canada (1968) , Negara-negara Amerika Latin. Sejak Tahun 1951 konferensi ini ini mencapai bentuk permanen , konferensi ini di selenggarakan empat Tahun sekali secara berkala , hingga kini telah di bahas puluhan topik penting dan di hasilkan sekitar 26 konvensi Konvensi yang bersifat perdata lintas batas Negara itu anatara lain : 1.C) Convention Relating to Civil Procedure (March 1, 1954) Mengatur masalah sistematik pembuktian di luar negeri, yaitu dengan cara commission rogatoire , juga mengenai syarat penyetoran uang jaminan ongkos perkara terhadap orang asing (sautio judicatum sovi) 2.C) Convention on the Law Aplicable to International Sales of Goods (june 15,1955) Mengatur tentang hukum yang harus dipakai dalam transaksi jual beli , dan beberapa pengecualian terhadap pihak penjual 3.C) Convention Concerning the Recognition of legal Personalities of Foregin Companies , Association and Foundation (june 1,1956) Konferensi ini mengatur tentang pengakuan terhadap badan hukum ,badan usaha , perkumpulan dan yayasan – yayasan asing yang beroperasi di wilayah suatu Negara ,adalah bahwa hokum berlaku , yaitu hokum tempat dimana badan usaha itu didirikan (place of incorporation). 4.C) Convention on the Jurisdiction of The Selected Forum in the cases of International sales of Good (April 15,1958) Konvensi ini mengatur tentang pilihan forum dan pilihan hakim yang ditentukan sendiri oleh para pihak sehubungan dengan jual beli internasional yang dilakukannya. 5.C) Convention Abolisihing Requirements of Legalization for Foreign Public Documents (Oct 5,1961) Konvensi ini mengatur tentang penghapusan syarat legalisasi dokumendokumen yang telah dibuat di luarnegeri yang hendak di pergunakan dalam suatu perkara yang sedang berlangsung dimuka pengadilan negara lain. 6.C) Convention on Testamentary Dispositions (Oct 5,1961) Konvensi ini mengatur tentang bentuk formal suatu testament yang di buat di luar negeri .konvensi ini mengutamakan prinsip p=favour testamentis. 7.C) Convention on the Service Abroad of Judicial and Extra-Judicial Documents in Civil or Commercial Metters (Nov 15,1965) Konvensi ini mempermudah cara penyampaian panggilan pemberitahuan resmi perkara-perkara perdata yang diselsaikan di luar negeri . 8.C) Convention on the Choice Court (Nov 15, 1965 ) dan Konvensi ini menegaskan diakuinya prinsip kebebasan para pihak memilih forum pengadilan, hukum , dan hakim untuk menyelsaikan sengketa- sengketa yang timbul dari kontrak yang dibuatnya 9.C) Convention on Recognition and Execution of Foreign Judgments in Civil and Commercial Matters (1966) konvensi ini mengatur tentang pengakuan dan pelaksanaan keputusan dalam perkara perdata dagang yang diucapkan hakim di luar negeri di forum luar negeri 10.C) Convention on the Taking of Evidance Abroad in Civil or Commercial Matters (1968) Konvensi ini di maksudkan untuk memudahkan pemanggilan dan pendengaran saksi-saksi yang berada di luar negeri ,memudahkan pengambilan bukti-bukti yang berada diluarnegeri ,bagi sutu proses di pengadilan perkaraperkara perdata dan dagang yang berlangsung berada di suatu negara . 11.C) Convention on the Law Applicable to Trafic Accident (1968) Konvensi ini imengatur tentang hokum yang berlaku terhadap tanggung jawab sipil yang bersifat non-contractual ,yang muncul dari kecelakaan perjalanan di manapun kecelakaan itu di adili. INISIATIF GLOBAL 1. Inisiatif Unidroit Unidroit adalah sebutan umum untuk insitut Unifikasi Hukum Perdata.Unidroit merupakan badan internasional yang dibentuk atas seponsor Liga Bangsa-Bangsa , berkedudukan di Roma ,bertujuan menciptakan cara untuk mengharmonisasikan dan mengkoordinasikan ketentuan-ketentuan hokum perdata dari negera-negara anggotanya dan mempromosikan penerimaan system hokum perdata yang uniform. Usaha dan hasil-hasil penting dari badan ini adalah : a) konvensi uniform tentang jual beli internasional benda-benda bergerak(Convention Relating to a Unifrom law The International Sale of Goods1964) b) kontrak jual beli benda-benda bergerak (Convention Relating to a Unifrom Law on the Formation of Contracts for the International sale of goods(1964) pertemuan badan ini adalah : 1) membahas masalah metodologi unifikasi hokum untuk tingkat universal ,regional dan juga tingkat federal 2) membahas masalah hakim setiap negara terhadap bentuk hukum uniform ini 3) membahas masalah karakteristik unifikasi 4) masalah teknis berkenaan dengan pemberian bantuan untuk negara -negara berkembang dalam pembentukan unifromitas hokum dari pertemuan itu menghasilkan a body of uniform law doctrin 2. Inisiatif Liga Bangsa-Bangsa Beberapa prestasi penting dalam unifikasi HPI adalah, konvensi Jenewa tentang Wesel (1930) ,Cek ( 1931) protocol-protokol Jenewa (1932) tentang klusula-klusula arbitrase ,dan konvensi Jenewa (1927) tentang pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri 3. Inisiatif PBB a. Dalam Bidang Hukum Dagang Internasional (UNCITRAL) Pada tanggal 20 Desember 1965 telah menetapkan sebuah resolusi , Resolusi PBB 2102 (XX) , yang di maksudkan untuk mempromosikan pembangunan HPI yang progresif ,khususnya dalam bidang perdagangan ,kelahiran Resolusi ini di prngaruhi oleh akibat perbedaan system hokum antar Negara dalam bidang itu. PBB berdasarkan usul wakil Hunguria , telah membentuk komisi hokum perdagangan UNCTRAL (united Nations Commission on International trade Law) ,di bentuk berdasarkan Resolusi PBB 2205 (XXI). ,17 Desember 1966 dan bertugas untuk meningkatkan harmonisasi progresif dalam bidang hokum dagang internasional Hasil terpenting lembagaini adalah UNCITRAL arbitration rules, konvensi jual beli internasional dan konvensi tentang pengangkutan barang dari laut .Rules Arbitrase UNCITRAL mengatur tentang proses penyelsaian sengketa melelui arbitrase. b. Pengakuan dan Pelaksanaan Keputusan Arbitrase Luar Negeri untuk masalah ini PBB telah membentuk sebuah konvensi New York (1958 menggantikan Konvensi Jenewa (1927).Kelebihan Konvensi New York adalah di hapuskannya syarat timbale balik dan syarat permintaan exequatur double, yang yang sebelumnya ditampung di dalam konvensi Jenewa 1927. c. Tentang Milik Perindustrian perhatian PBB terhadap masalah ini adalah adanya kerja sama PBB dengan United International Bureau for the Protection of Industrial Property ,tentang model Law for Develoving Countries on Inventions (1965). INISIATIF REGIONAL 1. Komisi Ekonomi Regional PBB dan Badan Regional Lainnya. Atas dukungan PBB usaha-usaha Unifikasi badan-badan regional yang aktif dalam bidang ini antara lain:ECE (Economic Commission for Europe),AALCC (Asian African Legal Consultative Committee). 2. Negara-negara Asia Afrika Kerja sama melalui Negara-negara Asia Afrika ,dalam unifikasi perdata dilakukan melalui suatu komite konsultatif hokum yang di sebut Asian African Legal Consultative Committee .komite didirikan di New Delhi (1951) bertujuan untuk menyiapkan ususlan-usulan amandemen dan modifikasi yang telah disiapkan oleh UNCITRAL ,untuk menyesuaikan draft itu dengan karakteristik kebutuhan Asia Afrika ..hasil kerja nyata dari komite ini adalah Arbitration Center. Berkedudukan di kuala lumpur dan kairo (1979) 3.Usaha Negara-negara ASEAN Kendatipun telah memiliki ASEAN Concord ,sebagai dasar kerjasama hokum, ini belum menunjukan hasil .Olehkarenaitu kerjasama pada tingkat regional harus secepatnya direalisasikan .Hal ini penting terutama setelah terbentuknya AFTA (ASEAN Free Trade Area) USAHA ORGANISASI – ORGANISASI NON PEMERINTAH 1. Usaha International Chamber of Commerce Rules of Conciliation and Arbitration of The ICC adalah salah satu hasil penting dari usaha komite ini dalam bidang penyeragaman pandangan tentang penyellsaian sengketa dagang . 2. Usaha International Maritime Committee (IMC) Komite ini menyelenggarakan unifikasi hokum maritime perdata pada tingkat global .salah satu hasilnya adalah convention for the unification of Certain Rules Relating to Bills of Lading. 3. Dalam bidang angkutan udara Dalam bidang angkutan udara adalah Konvensi Warsawa 1929 (convention for the Unification of Certain Rulles Relating to International Transportion Warsaw Convention 1929) di tandatangani di warsawa pada 12 oktober 1929 Konvensi ini menganut prinsip berkewajiban membayar ganti rugi dalam hal terjadi kerugian atau meninggalnya penumpang selama proses pengangkutan , kecuali pengangkut telah mengambil tindakan pencegahan sebagaimana seharusnya (psl 17,18,20 konvensi) Konvensi ini setelah perang dunia II mengalami banyak perubahan misalnya :perubahan yang dilakukan dengan protokol The Hauque 1955 PERLINDUNGAN KEPENTINGAN BISNIS MELALUI KECERMATAN BERKONTRAK (CHOICE OF LAW) SumberMasalah dalam Berkontrak Kontrak tidak selalu menguntungkan pihak pemakainya. Dalam keadaan tertentu bentuk hukum ini bahkan dapat menyulitkan pemakainya. Mereka harus berhadapan dengan risiko-risiko, yang kadang-kadang sulit diperhitungkan sejak awal, yang timbul dan sifat-sifat dasar kontrak. Dua sumber masalah yang sering menjadi pemicu timbulnya sengketa adalah: pertama, kecermatan dalam berkontrak, dan kedua, itikad baik para pihak (good faith). Sumber pertama berkaitan dengan wawasan hukum pihak-pihak pembentuk kontrak, keahlian para pihak menggunakan saluran-saluran hukum yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kontrak, Kemampuan para pihak atau kuasa hukumnya memperhitungkan risiko yang dapat timbul dan setiap klausula yang ditetapkan dalam kontrak, kemampuan bernegosiasi, kemampuan memperhitungkan kelengkapan materi kontrak dan kecermatan dalam membuat rumusan-rumusan klausula yang dapat memperkecil risiko dan membangun kontrak yang bersifat bersih, terbuka, dan adil (bonaficle). Sumber kedua berkaitan dengan kejujuran dn kualitas mental para pihak. Tidak sedikit pelaku bisnis menyimpan niat atau strategi bisnis, untuk mewujudkan Pengertian mi ditransformasikan dan pengertian hukum perdata irternasonai. Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasioncal Indonesia, 1987 (seianjutnya disebut Sudnrgo Gautama H) him. 3, 21 dan 26. Lihat juga Sunaryati Hartono, Pokokpokok Hukum Perdata Intentasional, 1989 him. 12. Juga Sudargo Gautama, Kantrak Dagang Inte,nasionai, 1976 (seianjumya disebut Sudargo Gautama 111), him. 7. ° Sudargo Gautama I, oci, him. 175. ° Sudargo Gautama, Kapita Seiecta Hukum Perdata Internasionai, 1983 (aeianjumya disebut Sudargo Gautama IV), hIm. 72. target-target bisnisnya, yang secara sengaja disembunyikan atau tidak dimasukkan sebagai item pembicaraan dalam negosiasi. Target-target demikian dalam dunia bisnis sering disebut irrtplied target, yaitu target bisnis yang secara sengaja tidak ditawarkan Secara eksplisit dalam proses negosiasi dan secara diam - diam hendak diwujudkat melalui kelemahan-kelemahan klausula pihak lawan yang secara sengaja dikoridisikan demikian, Sumber tersebut juga berkaitan dengan konsistensi atau perubahan sikap mental (mental stream) para pihak. Dalam kondisi tertentu, entah karena keadaan yang terdesak yang membuat suatu pihak terpaksa berbuat apa saja sekadar untuk mempertahankan kelanjutan usahanya atau karena ingin melipatkan keuntungan dengan jalan pintas, pihak-pihak tententu sering kali berubah pikir dan menyimpangi apa yang semula disepakatmnya dalam kontnak. WaIaupun sangat dikecam, karena bertentangan dengan prinsip-pninsip hukum kontrak, praktekpraktek itu sangat sulit dihapuskan. Para penganut teori hukum alam (natural law) memaklumi keadaan demikian sebagai sifat almiah suatu tradisi bisnis. Oleh karena itu, sebagai kompensasinya, mereka menganjurkan masyarakat untuk tidak berusaha melenyapkannya, tetapi meredam dampak buruk sifat demikian melalui pemanfaatan kecerdasan dan kecermatan benkontrak. Sebuah kontrak harus dibentuk dengan memperhitungkan segala kondisi yang berpengaruh, baik yang ada pada saat kontrak dibentuk maupun yang mungkin timbul di kemudian hari saat kontrak dilaksanakan. Hakikat suatu negosiasi bisnis dan pembentukan kontrak bisnis adalah pengaturan materi bisnis dan perhitungan terhadap risiko yang mungkin timbul. Sumber penting masalah yang juga sangat berpenganuh terhadap penyusunan kontrak yang adil adalah berkembangnya fenomena kontrak standar. Kontrak ini, dalam perspektif praktek bisnis Indonesia, umumnya disodorkan secara sepihak oleh pihak mitra asing kepada pihak mitra Indonesia. Pihak Indonesia, terhdap kontrak-kontrak demikian ini, sering kali lalai, atau jika disadari, sering kali gagal melakukan koreksi terhadap bagian-bagian kontrak yang dapat meruikan. Kelalaian atau kegagalan itu umumnya disebabkan oleh dua hal: pertama, kuatnya bargaining position mitra asing; atau kedua, lalainya mitra Indonesia terhadap rumusan-numusan perjanjian yang dapat merugikan pihaknya. Sebab pertama, umumnya disebabkan oleh keterpusatan modal, keahlian, manajemen, informasi, dan faktor-faktor produksi lainnya pada pihak mitra asing, serta kelebihan mereka dari segi pengalaman berkontrak atau bernegosiasi. Sementara itu sebab yang kedua umumnya disebabkan oleh keahlian pihak asing dalam merumuskan klausula kontrak sehingga tampak sederhana, lugas, dan mutualistis. Sumber-sumber masalah demikian, untuk keperluan perlindungan kepentingan bisnis, pembentukan kontrak yang wajar dan adil, sebaiknya dipelajari secara cermat agar dapat digunakan sebagai upaya untuk menghindari risiko-risiko berkontrak yang merugikan. Lemahnya Perlindungan Hukum di Indonesia Masalah lemahnya jaminan perlindungan hukum Indonesia terhadap kepentingan pihak mitra Indonesia merupakan akibat dan lemahnya sistem hukum kontrak yang berlaku di Indonesia, termasuk kurang progresifnya Indonesia dalam memanfaatkan potensi hukum internasional untuk keperluan perlindungan demikian itu. Sistem hukum kontrak Indonesia, hingga saat ini, masih didasarkan kepada Pasal 1338 KUH Perdata (BW) yang mensyaratkan terbentuk dan sahnya perjanjian berdasarkan kesepakatan para pihak. Padahal dewasa ini cenderung berkembang bentuk-bentuk kontrak standar yang umumnya, diberlakukan oleh pihak mitra asing. Kontrak standar adalah formulasi kontrak yang rumusannya telah ditentukan (ditetapkan) secara sepihak oleh salah sam pihak transaksi, dalam konteks mi, mitra asing yang akan menjadi mitra bisnis pihak mitra Indonesia. Pihak Indonesia, umumnya, memiliki kesempatan sangat kecil untuk menegosiasikan kepentingannya. Transaksi yang berlaku adalah transaksi take it or leave it, mau menerima atau tidak, dan karena alasan-alasan tertentu, pihak Indonesia umumnya cenderung menerima. Pola-pola seperti ini harus dihindari dengan cara-cara berkontrak yang lebih baik. Pihak mitra Indonesia harus mengusahakan perlindungan hukum sendiri, sementara ketentuan hukum nasional belum mengakomodasikan kebutuhan demikian itu, untuk keperluan perlindungan kepentingan bisnisnya melalui mekanisme dan cara-cara berkontrak yang lebih cermat. Sebab-sebab lain yang juga sangat berpengaruh terhadap kelemahan demikian itu adalah kurang progresifnya Indonesia memanfaatkan fasilitas fasilitas perlindungan hukum yang disediakan oleh hukum internasional. Terdapat sejumlah ketentuan yang dapat dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan itu, seperti: GATT Anti-Dumping Code, dau beberapa konvensi intemasional penting lamnnya seperti Convention on the law applicable tointernational sales of goods (1955). Kendatipun kini terdapat perkembangan yang sangat menggembirakan, yaitu dengan aktifnya keterlibatan Indonesia dalam pendesainan dan penandatanganan perjanjian-perjanjian yang bersifat melindungi pelaku bisnis, seperti penandatanganan WTO Agreement, harus disadani bahwa kapasitas perjanjian itu sangatlah terbatas, yaitu terbatas pada transaksi-transaksi bisnis yang dilakukan dalam kerangka WTO. Dalam hal penyelesaian sengketa, juga ditentukan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa (Disputes Settlement Body) WTO hanya berurusan dengan sengketa-sengketa yang timbul dan akibat pelaksanaan perjanjian ( WTO Agreement) dan sama sekali tidak berkaitan dengan penjanjian yang bersifat privat, yang dibuat untuk suatu transaksi antar perusahaan. Jika suatu perusahaan merasa dirugikan akibat tindakan proteksi suatu negara, keluhan itu harus disampaikan kepada pemerintahnya yang akan menyelesaikan hal tersebut melalui kenangka penyelesaiari sengketa WTO. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa untuk masalah-masalah yang bersifat privat; yang berkaitan dengan transaksi bisnis internasional, tetap berlaku hukum kontrak. Oleh karena itu, subyek bisnis, tetap harus mengusahakan perlindungan sendiri melalui kontrak yang dibentuk dan akibat-akibat perilaku curang mitra bisnisnya. Cara Berkontrak Masalah di atas tidak dapat dihindari dengan cara menghindarkan penggunaan kontrak dalam suatu transaksi bisnis. Hingga saat ini belum ada instrumen hukum lain yang dapat digunakan sebagai instrumen pengganti, untuk menggantikan kedudukan kontrak sebagai instrumen pengikat suatu hubungan bisnis. Sejak abad ke-16 masyarakat bisnis telah mengakui instrumen itu sebagai satu-satunya instrumen yang paling sesuai dengan sifat-sifat bisnis yang mengutamakan kelenturan dan efisiensi. Belakangan, pengakuan tersebut dikukuhkan oleh berbagai kecenderungan yang muncul dalam praktek bisnis internasional, seperti perkembangan berbagai bentuk kontrak, sesuai dengan obyek atau materinya. Masyarakat bisnis sebaiknya mengetahui tata cara berkontrak14yang aman, yang dapat menghindarkan mereka dan risiko-risiko merugikan. Secara praktis dapat digunakan cara-cara berikut. Pertama, memilih mitra bisnis secara selektif. Hendaknya dipilih mitra yang bonafide atau memiliki neputasi dan kapasitas “GATT 1994, Tantangan dan Peluang, XI-1. ‘ Mengensi tahap-tahap dan cara-cara mi, dapat diperiksa Schaber, Gordon D and Rohwer, Claude D., Contracts in a Nutshell, Second Edition, West Publishing Co, St. Paul. Minn., 1984. Jugs Lusk, Harold F., Business Law, Richard D. Irwin, INC., Homewood, Illinois, 1966, hIm. 82-323. bisnis yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menjaring informasi yang selengkap-lengkapnya. Kedua, memanfaatkan jasa konsultan yang memiliki kualifikasi keahlian untuk menyusun draft maupun untuk me-view kontrak. Ketiga, menyediakan informasi selengkap-Iengkapnya tentang sifat dan kapasitas bisnis yang akan digelar. Keempat, memanfaatkan jasa negosiator yang profesional. Jasa ini umumnya tersedia pada konsultan tertentu yang sekaligus menyediakan jasa mediasi. Kelima, merumuskan kontrak secara ringkas, cermat dan selengkap-Iengkapnya, termasuk pencantuman klausula-klausula pilihan hukum dan penyelesaian sengketa. Secara ringkas, upaya-upaya tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, pertama, memilih mitra bisnis yang bonafide, dan kedua, memanfaatkan jasa konsultan yang memiliki kualifikasi keahlian dalam bidang itu. Dalam kehidupan praktis, para pelaku bisnis sebaiknya mengetahui berbagai aspek yang harus diperhatikan dalam membentuk kontrak, seperti status, kapasitas, dan bonafiditas setiap pihak, karakteristik obyek kontrak, serta masalah pilihan hukum dan pilihan terhadap bentuk penyelesaian sengketa yang akan digunakan. Setiap pihak sebaiknya mengetahui secara pasti status dan potensi ekonomis pihak yang akan dijadikan mitra kontraknya. Dalam hal kerja sama modal atau pemasaran, sebaiknya diketahui: statusnya, sebagai induk atau cabang perusahaan; permodalan, omset, dan luas pasarnya; bonafiditas serta riwayat perkembangan dan praktek bisnisnya. Kelalaian terhadap hal ini dapat melahirkan berbagai masalah yang berkaitan dengan penuntutan tanggung jawab terhadap akibat pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh salah satu pihak, luas kewajiban yang harus dilaksanakan sehubungan dengan kerja sama yang dibentuk, porsi pembagian keuntungan yang dihasilkan kerja sama, luas tanggung jawab setiap pihak terhadap pihak ketiga, dalam hal tirnbul kerugian terhadap pihak ketiga akibat penerapan kontrak yang dibuat. Hal kedua yang harus dicermati adalah masalah obyek kontrak. Para pihak sebaiknya mengetahui dengan pasti karakteristik obyek kontrak yang akan diperjanjikannya, serta implikasi dan setiap rumusan kontrak yang dibentuk sehubungan dengan obyek tersebut. Kelalaian terhadap hal ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan serta akibat - akibat pelaksanaan kontrak, termasuk keuntungan yang seharusnya diperoleh. Para pihak juga perlu menentukan hukum yang akan digunakan sebagai dasar dan kontrak yang dibentuk, termasuk sistem hukum dan cara penyelesaian sengketa yang akan dipilih untuk menyelesaikan sengketa yang timbul, secara langsung maupun tidaklangsung, dan akibat penerapan kontrak. Masalah ini sangat penting terutama dalam kaitan dengan kontrak yang dibuat untuk keperluan transaksi bisnis internasional. Untuk keperluan ini, para pihak sebaiknya mengetahui dengan pasti sistem hukum (dornestik nasional) suatu negara yang akan dipilih sebagai dasar kontrak maupun dasar penyelesaian sengketa. Pengalaman terhadap hal ini dapat menimbulkan masalah berupa kekaburan status atau kesahan kontrak yang dibentuk; kekacauan dalam penyelesaian sengketa, karena kekaburan sikap terhadap lembaga penyelesaian sengketa yang akan digunakan; dan ketidakjelasan hukum yang dipilih sebagai dasar penyelesaian sengketa. Simpul akhir dan masalah-masalah ini adalah inefisiensi, yang dapat berpengaruh buruk terhadap pelaksanaan prediksi - prediksi bisnis serta pewujudan keuntungan. Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional Melalui Arbitrase Pendahuluan Penyelesaian sengketa yang bersifat sederhana dan efektif adalah idaman penyelesaian yang menjadi favorit bagi setiap pihak yang terlibat dalma suatu transaksi bisnis. Sudah tak bisa disangkal lagi bahwa suatu sengketa adalah penghambat mutlak bagi perwujudan ide-ide bisnis.Hal ini menjadi sangat pwerlu diperhatikan terutama dalam kaitan dengan visi bisni yang mendasari kegiatan demikian itu, yaitu efisiensi dan profit. PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS A. Melalui Arbitrase Kelebihan Arbitrase adalah setiap sengketa hukum yang muncul dari kontrak dagang internasional pada dasarnya dapat diselesaikan melalui peradilan nasional suatu Negara atau arbitrase, yang sepenuhnya dapat ditentukan oleh pihak-pihak bersangkutan.Akan tetapi pada kenyataanya terdapat kecenderungan pihak asing lebih memilih arbitrasesebagai forum penyelesaian sengketa. Alasan dari seringnya kecenderungan ini adalah: a. Tidak terdapat badan peradilan internasional yang dapat mengadili sengketa-sengketa dagang internasional. b. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase bersifat cepat dan murah. Sifat cepat berhubungan dengan proses dan prosedur arbitrase yang cenderung lebih sederhana dibandingkan dengan prosedur biasa. Sifat ini sangat dibutuhkan masyarakat bisnis sehubungan dengan sifat bisnis internasional yaitu efisiensi dan berorientasi kepada profit. c. Tidak banyak formalitas. d. Dapat dihindarkan dari efek negatif suatu publikasi. Hal ini sangat penting sehubungan dengan sifat confidentio dari pertimbanganpertimbangan arbiter dalam memutuskan perkara. Tidak seluruh hal yang berkaitan dengan sengketa yang diputus baik untuk diketahui umum. e. Kekhawatiran terhadap kualitas forum peradilan nasional. f. Pembebasan diri dari forum hakim nasional. Hal ini dilakukan dengan menetapkan arbitration clause dalam kontrak, yaitu klausula tentang forum yang akan digunakan dalam penyelesaian sengketa. Melalui klausula itu para pihak menentukan bahwa mereka, jika kelak timbul sengketa dari ikatan bisnis yang dibentuknya, akan menggunakan forum arbitrase luar negeri, seperti arbitrase menurut ICC (International Chamber of Commerce) Paris. g. Pencegahan terjadinya forum shopping. Forum Shopping adalah cara pemilihan forum penyelesaian sengketa oleh para pihak, yang dimaksudkan untuk menguntungkan dirinya. h. Pencegahan pengadilan ganda terhadap kasus yang sama. Hal ini sering timbul akibat perbedaan penafsiran para pihak. Kelemahan Arbitrase dan Jalan Keluarnya Kelemahan paling mendasar dari forum arbitrase adalah pada pelaksanaan keputusannya. Misalnya, pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri berkenaan dengan asset atau harta perusahaan yang terletak di negara pihak yang dikalahkan. Suatu keputusanarbitrase dapat sama sekali kehilangan kekuatannya jika salah satu pihak atau pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa tidak memenuhi syarat bonafiditas. Jika hal demikian tidak ada, suatu forum arbitrase dapat menjadi forum yang sangat lemah, seperti: a. Berubahnya forum arbitrase menjadi forum yang sangat mahal. Hal ini dapat terjadi jika pihak yang kalah mengelak untuk melaksanakan kewajiban, tidak mentaati keputusan. b. Forum ini digunakan untuk menghindari kewajiban, misalnya dengan cara membuat penafsiran-penafsiran yang berbeda tentang unsur-unsur perjanjian, misalnya terhadap unsur penentuan adanya sengketa dan unsur kewenangan arbitrase. c. Forum ini digunakan untuk melakukan penyelundupan hukum . Misalnya, menggunakan forum itu untuk forum shopping. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat penafsiran-penafsiran yang berbeda terhadap syarat penentuan adanya sengketa dan yurisdiksi arbitrase. Perumusan Klausula Arbitrase Penentuan penggunaan dan pilihan arbitrase akan digunakan dalam menyelesaikan sengketa bisnis sebaiknya dinyatakan dengan tegasdalam kontrak bisnis yang dibentuk. Hal ini penting berkenaan dengan keragaman jenis arbitrase, nasional, regional, universal, seperti: URA (Uncitral Arbitration Rules);Arbitrase AALCC(Asian African Legal Concultative Committee); dan Arbitration rules dari ICC (International Chamber of Commerce), disamping masing-masing ketentuan itu memang menghendaki agar arbitration clause dalam setiap kontrak yang dibentuk dinyatakan dengan tegas. Prosedur Arbitrase Menurut ICC (ARICC) 1. Pengajuan Permintaan Permintaan dapat diajukan langsung atau melalui suatu komite nasional kepada Sekretariat Arbitrase. Permintaan harus berisi: a. Nama lengkap,keterangan, dan alamat-alamat para pihak. b. Tuntutan penuntut. c. Persetujuan, khususnya ersetujuan tentang pilian arbitrase atau dokumen dan informasi lainnya yang dapat menjelaskan sengketa. d. Hal-hal yang bersifat khusus, seperti masalah kebangsaan arbiter, jumlah arbiter, dan lain-lain. 2. Sekretariat Sekretariat akan mengirim dokumen gugatan itu kepada tergugat untuk dijawab sebagaimana mestinya. 3. Jawaban Tergugat Tergugat, dalam jangka waktu 30 hari sejak penerimaan dokumen gugatan, harus membuat komentar tentang jumlah arbiter, prosedur pemilihan, dan penunjukannya. Bersamaan dengan itu ia juga harus membuat sanggahan dan melengkapinya dengan dokumen yang relevan. 4. Counterclaim Jika tergugat ingin sekaligus mengajukan sanggahan(counterclaim), dalam waktu yang sama, tergugat juga harus mengirim sanggahan demikian itu kepada Sekretariat. 5. Pemeriksaan Pemeriksaan perkara oleh hakim arbitase dilakukan segera setelah para pihak memenuhi syarat dan prosedur pendahuluan. 6. Keputusan Pemeriksaan tersebut akan diakhiri dengan pengambilan keputusan atas persetujuan pihak-pihak. Batas pengambilan keputusan adalah 6 bulan. Keputusan yang telah ditandatangani hakim akan diberitahukan kepada para pihak oleh Sekretariat. Keputusan itu bersifat final. Prosedur Arbitrase Menurut BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) Prosedur penggunaan jasa badan arbitrase menurut Peraturan Prosedur Arbitrase pada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (PRABANI) adalah sebagai berikut: 1. Pengajuan Permohonan Permohonan itu harus memuat: a. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak. b. Uraian singkat tentang duduk perkara. c. Petitum. d. Dilampiri perjanjian yang memuat klausula arbitrase. e. Dilampiri surat kuasa, dalam hal permohonan itu diajukan melalui pihak lain yang diberi kuasa untuk itu. f. Penunjukan arbiter atau penyerahan hal itu kepada BANI. 2. Pemeriksaan Perkara Arbitrase akan memeriksa perkara, sesuai dengan PRA-BANI, melalui suatu proses persidangan setelah para pihak memenuhi seluruh proses atau syarat pendahuluan. Proses dan syarat pendahuluan itu antara lain: a. Melunasi biaya administrasi pendaftaran. b. Penetapan yurisdiksi arbitrase, menyatakan penerimaan atau penolakan terhadap hal itu. c. Jika diterima, dilanjutkan dengan penetapan arbiter. Sidang tersebut diakhiri oleh para pihak. 3. Gugurnya Gugatan Gugatan dinyatakan gugur jika pada hari yang ditetapkan penggugat tanpa alasan yang sah tidak dating menghadiri siding. 4. Penetapan Keputusan Penetapan keputusan dilakukan berdasarkan proses pemeriksaan perkara. Keputusan itu berlaku sebagai keputusan final (menikat secara langsung) bagi para pihak. 5. Isi Keputusan Keputusan berisi antara lain:jangka waktu pelaksanaan kewajban menurut keputusan, serta jalan keluarnya dalam hal kewajiban pemenuhan demikian tidak dilakukannya. UNCITRAL Arbitration Rules Arbitration Rukes of Nations Commission on International Trade Law (AR UNCITRAL-UAR) adalah Kaidah hukum yang dimaksudkan untuk mengatur penyelesaian sengketa dagang yang timbul dari sengketa dagang internasional, yang oleh para pihak, melalui suatu arbitration clause, ditunjukkan oleh para pihak sebagai kaidah untuk dasar penyelesaian sengketanya. Kidah ini bersifat optional, artinya tidak mengikat para pihak untuk memilih atau memakainya. UNCITRAL tidak mendirikan lembaga arbitrase (arbitration institution) berkenaan dengan rules itu. Sistem yang dianut adalah bahwa para pihak dapat memilih lembaga arbitrase tertentu (ad hoc arbitration) untuk menyelesaikan sengketanya, yang dalam melaksanakan fungsinya melakukan UAR. Hal ini dilakukan dengan cara menempatkan klausula tertentu, berkaitan dengan hal itu, didalam kontraknya. Ruang Lingkup UAR UAR hanya berlaku untuk sengketa antara para pihak yang secara tegas ( in writing) menyatakan di dalam kontraknya bahwa sengketa mereka akan diselesaikan melalui rules tersebut. Komposisi Badan Arbitrase Komposisi arbitrase yang dibentuk didasarkan kepada persetujuan pihak-pihak. Jumlah arbiter dapat 1 atau 3. Pengangkatan Arbiter Jika dalam waktu 15 hari belum diperoleh kesepakatan tentang jumlah arbiter bersifat tunggal (1 orang), akan diangkat 3 arbiter. Penyalahgunaan terhadap Arbiter Penyalahgunaan ini dapat dilakukan dalam hal arbiter yang telah dipilih bersikap tidak adil atau dalam pengaruh pihak lain. Tempat Arbitrase Dalam hal para pihak tidak menentukan tempat arbitrase, temat itu akan ditentukan oleh panitia arbitrase. Bahasa Bahasa yang akan ditentukan oleh arbiter setelah pengangkatannya. Statement of Claim Harus dinyatakan secara tertulis. Statement demikian harus berisi: a. The name of the parties b. A statementof the facts supporting the claim c. The pont at issues d. The relief of remedy sought Hal ini juga berlaku terhadap statement of defence. Amandement of Claim Amandemen terbatas hanya berkaitan dengan arbitration clause yang dibuat itu tidak diperkenankan. Kepada para pihak dapat pula diminta dokumen-dokumen yang diperlukan. Keputusan Arbitrase Jika arbitrase dipimpin oleh 3 orang hakim, keputusan akan diambil berdasarkan pola mayoritas. Keputusan dapat menyangkut seluruh atau sebagian substansi tuntutan. Keputusan itu dibuat dalam bentuk tertulis. Keputusan tidak akan memuat pertimbangan-pertimbangan dan akan dimumkan dengan persetujuan para pihak. Pengakhiran Pemeriksaan Pemeriksaan perkara atau acara arbitrase dapat diakhiri selama prosesnya berlansung jika para pihak memintanya demikian atau telah membuat perjanjian damai selama prose situ. Koreksi Putusan Koreksi putusan dapat dilakukan berdasarkan permintaan para pihak. Permintaan itu diajukan kepada Panitia Arbitrase. Keputusan Tambahan Para pihak dalam waktu 30 hari sejak keputusan diumumkan, dapat meminta keputusan tambahan, jika ada elemen-elemen tuntutan yang diberi putusan. Biaya Arbitrase Biaya Arbitrase hendaknya reasonable, dipertimbangkan berdasar factor kesulitan kasusu. Biaya perkara umumnya dibayar oleh pihak yang kalah. ARBITRASE DAGANG INTERNASIONAL Suatu arbitrase dapat dikatakan internasional bila 1. Para pihak saat membuat perjanjian memiliki tempat usaha di negara yang berbeda 2. Tempat arbitrase saat perjanjian ditentukan terletak di luar Negara masingmasing pihak. 3. Tempat pelaksanaan perjanjian sebagian besar berada di luar Negara asal kedua belah pihak yang berhubungan paing erat dengan obyek sengketa 4. Obyek perjanjian arbitrase berhubungan dengan lebih dari satu Negara Dengan demikian, arbitrasi dagang internasional adalah arbitrase yang menangani sengketa-sengketa yang timbul dari perdagangan internasional. Hukum yang Harus Dipakai Oleh karena kontrak dagang internasional melibatkan pihak-pihak yang terikat hukum yang berbeda, masalah pilihan hukum yang harus dipakai adalah masalah pertama yang akan timbul pada arbitrase. Partij Autonomie adalah suatu prinsip yang mengakui kewenangan perseorangan untuk memilih sendiri hukum yang berlaku bagi perjanjian yag mereka buat. Para arbiter tidak bisa melanggar atau memakai hukum lain yang tela disepakati sebelumnya. Katakanlah kedua belah pihak telah memilih hukum Cina untuk diterapkan dalam sengketa mereka, maka hukum Cina-lah yang harus mereka jadikan pedoman untuk semua pengambilan keputusan yang akan mereka buat. Penentuan Hukum yang Dipakai Dalam Hal Tidak Adanya Pilihan Hukum 1.Presumed Intention of the Parties Salah satu cara yang digunakan oleh hakim-hakim Inggris adalah dengan melakukan analisis terhadap hukum yang hendak kedua belah pihakberlakukan, hukum yang ada di pikiran kedua belah pihak untuk diterapkan tetapi tidak ada ke-absahan sama sekali bahwa mereka memilih hukum tersebut. Masalah fatal dalam cara kerja ini adalah kemungkinan menjelmanya hipotesis bahwa pilihan hukum yang hakikatnya merupakan pilihan hukum para hakim, bukan pilihan hukum para pihak 2.Lex Loci Contractus Menurut prinsip ini, hukum yang seharusnya dipakai adalah hukum tempat dimana suatu kontrak terbentuk Prinsip ini mempunyai kelemahan bahwa di kebanyakan kasus, para pelaku bisnis yang membuat kontrak seringkali tidak bertatap muka secara langsung, bisa melalui web-cam, telfon seluler atau semua media komunikasi yang telah menjadi keharusan di zaman modern ini 3.Post Box Theory and Theory of Arrival Teori ini adalah teori yang terbentuk untuk mengatasi kelamahan dari teori Lex Loci Contraxus. Teori ini mengatakan hukum yang diterpkan dalam suatu perjanjian bilamana tidak adanya pilihan hukum oleh para pihak adalah system hukum dimana pihak yang menerima tawaran berada atau hukum tempat dimana pihak penawar berada. 4.Lex Loci Solutionis Prinsip ini juga diarahkan untuk mengatasi kelemahan dari Lex Loci Contractus. Menurut teori ini, hukum yang harus diterapkan adalah hukum tempat dimana substansi kontrak dilaksanakan. Persoalan yang kemudian timbul adalah berkenaan dengan kenyataan bahwa suatu kontrak tidak selalu dilaksanakan di suatu tempat. 5.The Most Characteristic Connection Theory Menurut teori ini, hukum yang diterapkan adalah hukum dari pihak yang memiliki titik taut yang paling karakteristik dari suatu kontrak ataupun pelaksanaannya.