BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini peneliti menuliskan mengenai teori-teori yang dapat mendukung argumentasi penulis. Tinjauan teori yang penulis tampilkan pada BAB ini meliputi hipertensi, latihan senam aerobik low impact serta pengaruh senam aerobik low impact terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi. 2.1 Hipertensi 2.1.1 Pengertian Hipertensi Tekanan darah merupakan gaya (atau dorongan) darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Tekanan darah tinggi atau hipertensi secara umum didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg Guyton & Holl (2006). Menurut (Bryan wiliams, 2007 ) tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh darah. Lebih terperinci lagi dijelaskan bahwa tekanan darah (BP=Blood Pressure) dinyatakan dengan millimeter (mm) merkuri (Hg). Tekanan darah dapat berfluktuasi dalam batas tertentu tergantung oleh umur, diet dan tingkat stress yang dialami (Tambayong, 2000). 11 12 Tekanan darah tinggi atau disebut dengan Hipertensi merupakan kondisi yang terjadi karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua (Wahyunita dan Fitrah, 2010). Pengaturan tekanan darah pada hipertensi merupakan pengendalian ginjal proses yang terhadap natrium kompleks dan menyangkut retensi air, serta pengendalian sistem saraf terhadap tonus pembuluh darah. Darah yang mengalir ditentukan oleh volume darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri setiap kontraksi dan kecepatan denyut jantung (Syarifudin, 2006). Jadi dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistole > 140 dan tekanan darah diastole > 90 mmhg yang dapat berubah-ubah sesuai dengan umur, aktivitas, elastisitas arteri tingkat strees pengendalian ginjal serta pengendalian sistem saraf terhadap tonus pembuluh darah. 2.1.2 Jenis Hipertensi Hipertensi merupakan salah satu gangguan pembuluh darah yang menyebabkan suplai darah dan oksigen terhambat ke jaringan tubuh sehingga mengakibatkan jantung harus memompa darah lebih cepat (Sustrani, 2006). Menurut Corwin (2009), beberapa faktor yang merupakan penyebab umum dari hipertensi, dibagi menjadi 2 golongan, yaitu hipertensi esensial atau primer dan hipertensi sekunder. 13 a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer Hipertensi esensial ini merupakan jenis hipertensi idiopatik karena tidak diketahui dengan jelas penyebabnya. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas susunan saraf simpatis, sistem renin, angiotensin, peningkatan Na dan Ca intraseluler (Santoso, 2009). Menurut Baradero, Mary (2008), faktor risiko hipertensi esensial meliputi : umur, riwayat keluarga, obesitas yang dikaitkan dengan peningkatan volume intravaskuler, aterosklerosis, merokok, kadar garam tinggi (natrium membuat retensi air yang dapat menyebabkan volume darah meningkat), mengkonsumsi alkohol dan stress emosi yang merangsang system saraf simpatis. b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal Hipertensi sekunder merupakan peningkatan tekanan darah akibat dari penyakit atau ganguan tertentu seperti gangguan pada ginjal, penyakit parenkim ginjal (glomerulus, gagal ginjal), penyakit renovaskular, ganguan pada kelenjar adrenal, fenokromositoma, koartasi aorta dan trauma kepala ( Mary, Baradero, 2005). Faktor pencetus terjadinya hipertensi sekunder antara lain pengunaan kontrasepsi oral neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatrik), peningkatan volume intravascular, tumor kranial, 14 syndrome cushing, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan ( Unjianti, 2010). 2.1.3 Klasifikasi Hipertensi Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) memilih klasifikasi sesuai WHO/ISH karena memiliki sebaran yang lebih luas.Klasifikasi hipertensi menunjukkan nilai tekanan darah yang sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata dapat menyebabkan peningkatan resiko komplikasi kardiovaskuler.Klasifikasi hipertensi pada orang dewasa menurut WHO tahun 2010 seperti yang tercantum dalam tabel Berikut. 15 Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut WHO (2010). Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan diastolik (mmHg) Tensi optimal <120 <80 Tensi normal <130 <85 Kategori Kategori Tekanan diastolik (mmHg) Tensi normal tinggi 130-139 85-89 Tingkat 1 : hipertensi ringan 140-159 90-99 Subgroup : batas 140-149 90-94 Tingkat 2 :hipertensi sedang 160-179 100-109 Tingkat 3 :hipertensi berat 180-209 110-119 >140 <90 140-149 <90 >210 >120 Hipertensi sistolik isolasi Subgroup: batas Tingkat 4 : hipertensi maligna 2.1.4 Tekanan sistolik (mmHg) Faktor - faktor yang mempengaruhi tekanan darah Tekanan darah tidak konstan namun dipengaruhi oleh banyak factor ( Potter & Perry, 2005). Hipertensi disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan serta faktor yang tidak dapat dimodifikasi. a. Faktor yang dapat dimodifikasi atau dikontrol 16 1) Merokok Rokok memiliki kandungan 4.000 racun kimia yang berbahaya. Adapun bahan utama dari rokok terdiri dari 2 zat, yaitu: nikotin dan karbon monoksida (Manik, 2011). Zat nikotin yang terdapat dalam rokok dapat merusak lapisan dinding arteri. Kandungan nikotin dalam rokok dapat meningkatkan hormone epinefrin yang membuat penyempitan pada pembuluh darah arteri. Selain hal tersebut kandungan karbonmonoksida dalam rokok dapat menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk menggantikan pasokan oksigen ke jaringan tubuh sehingga dapat meningkatkan tekanan darah ( Marliani, Lily dan Tantan, 2007). 2) Alkohol Alkohol memiliki efek yang dapat meningkatkan keasaman darah. Darah akan menjadi kental sehingga jantung akan dipaksa bekerja lebih kuat (Komaling dan Wongkar, 2013). Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor penting yang memiliki hubungan dengan tekanan darah. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman beralkohol perhari dapat meningkatkan risiko menderita hipertensi sebesar dua kali (Bustan, 2007). 17 3) Kurang aktivitas olahraga Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi (Effendi Sianturi, 2004). 4) Obesitas Obesitas dapat meningatkan tekanan darah hal ini berbuhungan dengan peningkatan volume intravaskuler dan curah jantung. Kandungan lemak yang berlebihan dalam darah menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Hal ini dapat 18 membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya tekanan darah akan meningkat (Ellisa,2009). 5) Intake garam Kadar garam tinggi (natrium) membuat retensi air yang dapat menyebabkan volume darah meningkat. Konsumsi garam berlebih membuat pembuluh darah pada ginjal menyempit dan menahan aliran darah. Konsumsi garam per hari yang dianjurkan adalah sebesar 1500-2000 mg atau setara dengan satu sendok (Basha, 2008). Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Sugiharto, 2007). 6) Stress Hubungan antara stress dengan hipertensi melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat ( Hasurungan, J. 2002). Stress akan meningkatkan resisitensi pembuluh darah perifer 19 dan curah jantung, sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatik (Arieska Ann Soenarta, 2008). b. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi 1) Usia Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Setelah berumur > 45 tahun, dinding arteri akanmengalami penebalan karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar berkurang. Pada usia lanjut peningkatan tekanan darah terjadi akibat adanya penurunan elastisitas pembuluh darah peningkatan resistensi pembuluh darah perifer serta aktifitas simpatik (Anggraeni, 2009). 2) Jenis kelamin Jenis kelamin berhubungan dengan adaya efek perlindungan esterogen pada wanita dalam meningkatkan kadar kolesterol HDL yang dapat mencegah terjadinya penyumbatan pembuluh darah (Ramayulis, 2009). Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah pada anak lakilaki atau perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung 20 memiliki tekanan darah yang lebih tinggi, sedangkan setelah menopause wanita cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi dari pada pria usia dewasa (Scanlon & Sanders, 2007). 3) Faktor Genetik Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) meningkatkan resiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Faktor genetik ini berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membranesel (Smletzer, 2004). Menurut Davinson bila kedua orang tua menderita hipertensi maka 45% anak akan menderita hipertensi dan bila salah satu orang tua yang menderita hipertensi maka sekitar 30% anak akan menderita hipertensi ( Depkes RI, 2006). 2.1.5 Patofisiologi Hipertensi Mekanisme kontraksi dan relaksasi pembuluh darah berada di pusat vasomotor, yang terletak pada medula otak. Mekanisme tersebut dimulai dari pusat vasomotor melalui jaras saraf simpatis ke ganglia simpatis yang berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari columna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torakoabdominal. Rangsangan dari pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, 21 neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinepfrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. ( Smelzer et al,.2008). Menurut (Corwin, 2009) hipertensi terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu curah jantung dan tahanan perifer, sistem reninangiotensin serta sistem saraf simpatis. Curah jantung dan tahanan perifer dapat meningkatkan tekanan darah. Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu peningkatan volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang mempengaruhi kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara mendadak akibat adanya rangsang saraf adrenergik. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Lam Murni, 2011). Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan 22 konsentrasi otot halus mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible (Gray, Darkins, Morgan, dan Simpon, 2005). Perubahan struktur pembuluh darah meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah, yang mengakibatkan penurunan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah (Corwin, 2009). Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer (Anggie Hanifa, 2009). 2.1.6 Manifetasi klinis hipertensi Gejala umum yang terjadi pada hipertensi yaitu sakit kepala, epistkasis, pusing, dan tinnitus berhubungan dengan naiknya tekanan darah. Empat akibat utama hipertensi adalah stroke, infark miokard, gagal ginjal, dan ensefalopati (Tambayong, 2000). Beberapa penderita hipertensi yang tidak menunjukkan gejala sampai bertahun-tahun biasanya .menunjukkan kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah. Keterlibatan pembuluh darah dalam otak dapat menimbulkan stroke atau serangan 23 iskemik dengan tanda gejala paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan ketajaman penglihatan ( Rokhaeni, 2001). Menurut Corwin (2009), manifestasi klinis hipertensi terjadi setelah mengalami hipertensi bertahun tahun, dan berupa sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina, cara berjalan yang tidak bagus Karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia yang disebabkan akibat peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus serta edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler 2.1.7 Komplikasi Hipertensi Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka panjang akan terjadi komplikasi serius pada organ-organ tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Yugiantoro, 2006). Beberapa komplikasi yang timbul akibat hipertensi diantaranya stroke, infark miokard, gagal ginjal, enselopalopati, kejang. a. Stroke Stroke dapat terjadi akibat hemoragik tekanan darah tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis 24 apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri pada otak mengalami arteriosclerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinaan terbentuknya aneurisma (Yugiantoro, 2006). b. Infark miokard Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak mendapatkan cukup.Kebutuhan oksigen miokardium suplai oksigen yang yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi infark (Lam Murni, 2011). c. Gagal ginjal Penyakit ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unitunit fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga terjadi edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma 25 yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik ( Corwin, 2009). d. Ensefalopati juga dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset cepat. Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian (Lam Murni Sagala, 2011) e. Kejang Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsia. Bayi yang baru lahir mungkin memiliki berat lahir kecil akibat fungsi placenta tidak adekuat , kemudian dapat dialami hipoksia dan asidosis jika ibu kejang selama atau sebelum proses persalinan ( Elisabeth J Corwin , 2009: 487-488). 2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi Penanganan untuk setiap pasien hipertensi adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002). Secara umum penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah dibagi menjadi dua, 26 yaitu terapi farmakologis farmakologis adalah dan pengobatan nonfarmakologis. dengan Pengobatan menggunakan obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah yang biasanya menggunkaan satu atau lebih obat. Pengobatan farmakologis yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah terdiri dari tujuh golongan, yaitu golongan diuretik (aceinhibitor, karbonik anhydrase, loop diuretic, tirazid, osmotic dan hemat kalium, beta blocker (acebutalol, metoprolol dsb), angiotensin converting enzyme ( captopril, dsb), angiotensin II receptor bloker (Iosartan, olmesartan), obat yang bekerja di system saraf pusat ( clonidin, metildopa) dan vasodilator ( fenolpopan , hidralazin, dan minoxidili) (Lili dan Tantan, 2007). Pengobatan nonfarmakolgis adalah pengobatan yang dilakukan tanpa menggunakan obat-obatan. Untuk menurunkan tekanan darah, penderita penyakit hipertensi harus melakukan perubahan pola hidup yang lebih baik. Mengubah pola hidup dengan pola hidup yang sehat dapat memperbaiki derajat kesehatan dan untuk mengurangi faktor resiko yang dapat memperburuk penyakit, diantaranya dengan mengurangi asupan garam, mengurangi berat badan, mengurangi makanan yang mengandung tinggi lemak, mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok, mengurangi atau menghentikan mengkonsumsi alkohol dan kafein, menghindari stress, mengontrol 27 gula darah dan kolesterol, melakukan aktifitas fisik atau olahraga dan relaksasi. Salah satu aktifitas fisik atau olahraga untuk lansia adalah aktivitas aerobic low impact (Gilang, 2007).. 2.2 Lansia 2.2.1 Pengertian Lansia Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, Pasal 1 ayat (2) ,(3), (4) dalam Nugroho (2008). Menyebutkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menurut Mickey (2006), menyatakan lansia merupakan kelompok usia 60 tahun keatas yang rentan terhadap kesehatan fisik dan mental. Penuaan pada lansia atau dikenal dengan aging merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai dengan penuruan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan kemampuan berbagai organ dan fungsi sistem tubuh pada lansia bersifat alamiah atau fisiologis. 2.2.2 Perubahan Morfologis dan fungsi tubuh pada lansia Pada sistem kardiovaskular terjadi perubahan pada organ jantung lansia yang meliputi katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% per tahun, berkurangnya kardiak output, berkurangnya heart rate terhadap respon stress, hilangnya elastisitas 28 pembuluh darah. Selain itu bertambahnya usia sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus. Perubahan ini terjadi akibat peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri (Mickley, 2006). Menurut Santoso (2009), perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya perubahan fisik, dan psikologis. 1) Perubahan kondisi fisik Perubahan pada kondisi fisik pada lansia meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskolosketal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan integumen. Masalah fisik yang sering ditemukan pada lansia diantaranya lansia mudah jatuh, mudah lelah, kekacuan mental akut, nyeri pada dada, berdebar-debar, sesak nafas, pada saat melakukan aktifitas atau kerja fisik, pembengkakan pada kaki bawah, nyeri pinggang atau punggung, nyeri sendi pinggul, sulit tidur, dan sering pusing (Santoso, 2009). 2) Perubahan Psikologis Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu lansia yang bersangkuatan. Menurut Miller (2004) dan Cornelius (1993), dalam Endah (2009), lansia sering mengalami kebingungan yang akanmempengaruhi kemampuan untuk berkonsentrasi, sehingga dapat 29 mengakibatkan kekhawatiran atau kecemasan. Kemudian perasaan stress, depresi atau adanya sesuatu yang hilang dan perasaan berduka juga dapat meningkatkan risiko terkena penyakit demensia. 2.3 Senam Aerobik 2.3.1 Pengertian Senam aerobic Menurut Wicaksono (2011), senam aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh. Latihan aerobik dimulai dengan pemanasan selama 5 menit kemudian diikuti dengan latihan pokok dengan mengukur rmaksimum detak jantung dengan pencapaian 220 dikurangi usia yang sedang berlatih per menit (DNM). Latihan ini dilakukan selama 20 menit, namun bila dilakukan setiap hari atau bila tidak ada waktu boleh dilakukan 3x 30 menit per minggu (Mahalayati, 2010). Menurut Tangkudung (2004), senam aerobik ialah serangkaian gerak yang dipilih secara sengaja dengan cara mengikuti irama musik yang juga dipilih sehingga melahirkan ketentuan ritmis, kontinuitas, dan durasi tertentu. Tangkudung (2004) juga menjelaskan senam aerobik bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru. Pefrosky (2005) menjelaskan karakteristik senam aerobic diantaranya adalah mempunyai tujuan meningkatkan kemampuan jantung dan paru serta menggunakan irama musik. Senam aerobik 30 low impact merupakan senam yang gerakannya ringan, bisa dilakukan mulai dari usia anak-anak, dewasa bahkan lansia. Gerakannya ini berupa gerakan-gerakan kaki, seperti jalan di tempat, jalan maju mundur tepuk tangan, serta dikombinasikan dengan gerakan-gerakan tangan dan bahu, sehingga olahraga jenis ini cocok digunakan untuk orang yang menderita penyakit jantung maupun hipertensi (Sunanto, 2009). 2.3.2 Manfaat Senam Aerobic low impact Manfaat senam aerobic yaitu untuk menjaga kesehatan jantung dan stamina tubuh. Menurut Muhajir (2007), senam aerobik dapat meningkatkan daya tahan jantung dan paru-paru, membakar lemak yang berlebihan di tubuh, mengencangkan tubuh dan mencegah timbulnya penyakit kardiovaskuler seperti stroke. Selain itu latihan senam dapat menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok. Menurut Moh Gilang (2007), kegiatan senam aerobik dapat meningkatkan kelenturan, keseimbangan, koordinasi, kelincahan daya tahan tubuh. Dengan melakukan aerobik selama 20 menit, maka energi akan meningkat sebesar 20%. 2.3.3 Prinsip Senam Aerobic Low Impact Untuk mencapai target heart rate dalam senam aerobic low impact diperlukan prinsip-prinsip latihan yang menunjang sebagai berikut: 31 1) Intensitas Latihan Intensitas latihan sangat diperlukan dalam mencapai target heart rate. Intensitas latihan yang baik berada dalam rentang 70-85% dari denyut nadi maksimal. Rentang daerah ini lazim disebut sebagai training zone atau daerah latihan. Suatu latihan yang telah dilakukan seseorang dinilai telah memenuhi takaran yang baik apabila denyut latihannnya berada dalam rentang 7085% dari denyut nadi maksimalnya (Malahayati, 2010). Untuk mengetahui denyut nadi dalam satu menit, bisa memakai dua cara, cara pertama yaitu dengan menggunakan alat yang bernama pulse meter. Alat ini sangat terbatas dan hanya tersedia di laboratorium olahraga. Dengan memasukkan jari telunjuk selama 1 menit, maka secara otomatis hasil penghitungan denyut nadi langsung dapat diketahui. Cara kedua dengan cara palpasi yaitu dengan cara meraba denyut nadi pada pergelangan tangan atau pada pangkal leher menggunakan jari telunjuk dan jari tengah (Moh Gilang, 2007). 2) Durasi Lama latihan berbanding terbalik dengan intensitas latihan. Intensitas latihan yang berat membutuhkan waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan intensitas latihan yang ringan. 32 Latihan dengan tempo yang terlalu lama atau terlalu pendek akan memberikan hasil yang kurang efektif. Dalam senam aerobik total waktu latihan yang baik umumnya antara 20-60 menit dalam satu sesi latihan (Suharno, 2009). 3) Frekuensi Frekuensi latihan adalah berapa kali latihan intensif yang dilakukan oleh seseorang. Frekuensi latihan untuk senam aerobik dilakukan 2-5 kali seminggu. Apabila frekuensi latihan lebih dari 5 kali maka dikhawatirkan tubuh tidak cukup beristirahat dan melakukan adaptasi kembali ke keadaan normal sehingga dapat menimbulkan sakit atau over training. Untuk lansia senam aerobik cukup dilakukan 3 kali selama seminggu (Malahayati, 2010). 4) Intensitas Intensitas latihan adalah lama waktu atau bobot latihan yang dilakukan selama melakukan senam aerobic low impact. Latihan sebaiknya antara 70-85 persen dari denyut jantung maksimum. Untuk pemula dengan kesehatan yang baik 70 % denyut jantung maksimum sangat bagus ( Moh Gilang, 2007). 33 5) Time Waktu atau lamanya latihan sebaiknya bertahap ditingkatkan antara 20-60 menit. 2.3.4 Jenis-jenis senam aerobic 1) Low impact ( Benturan Ringan) Pengertian latihan low impact merupakan latihan yang dilakukan dengan iringan musik yang sedang, iramanya dengan rangkaian gerakan yang dipandu, tanpa latihan yang menggunakan lompatanlompatan dan menggunakan otot-otot tubuh baik bagian atas maupun bagian bawah tubuh. Tujuan latihan ini adalah meningkatkan endurance atau daya tahan atau stamina bagi pelakunya. Latihan ini sangat cocok untuk pemula dan semua usia (Ashadi, 2008). Menurut Malahayati (2010) senam aerobik low impacts, hanya mempunyai gerakan ringan seperti berjalan di tempat, menekuk siku, dan menyerongkan badan. Diiringi alunan musik yang tidak terlampau keras tapi membuat bersemangat. Senam aerobik low impact inilah yang tepat digunakan untuk lansia dan bermanfaat untuk menjaga kesehatan jantung dan stamina tubuh. 34 2) High Impact Senam High Impacts (senam aerobik aliran gerakan keras). Jenis latihan ini sangat cocok bagi mereka yang telah memiliki seperangkat syarat-syarat kualitas dan teknik senam aerobik yang memadai. Latihan high atau lompatan-lompatan adalah jenis latihan yang bertujuan meningkatkan power dan meningkatkan kardiovaskular bagi pelakunya. Latihan ini adalah latihan yang dilakukan dengan intensitas yang tinggi diiringi oleh musik yang berirama cepat ( Moh, Gilang, 2007). 3) Moderate Impact Moderate impact merupakan perpaduan antara senam aerobik low impact dan senam aerobik high impact. Latihan moderate impact merupakan latihan yang diperlakukan secara sistematis dan harmonis serta ritmis untuk meningkatkan endurance atau daya tahan secara keseluruhan. Senam aerobik moderate impact juga meningkatkan power bagi pelakunya, apabila dilakukan dalam waktu yang teratur (Malahayati, 2010). 2.3.5 Kelebihan dan Kelemahan Senam aerobic low impact Kelebihan Senam aerobik low impact adalah olahraga yang murah dan mudah dilakukan, tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan 35 hampir semua orang dapat melakukannya (Malahayati, 2010). Senam aerobik low impact juga mempunyai kekurangan antara lain adalah aerobik low impact tidaklah bebas sama sekali dari kemungkinan mengalami cidera. Hal ini terjadi karena mereka melakukan gerakan tangan yang berlebihan, untuk memberikan kompensasi pada gerakan kaki yang hanya sedikit, dan dapat pula terjadi cedera pada bahu (Moh Gilang, 2007). 2.3.6 Prosedur Latihan Senam Aerobik low impact Prosedur latihan senam aerobik low impact terdiri dari pemanasan , kegiatan inti dan pendinginan. a. Pemanasan Kegiatan pemanasan atau warning up memiliki tujuan yaitu meningkatkann elastisitas otot-otot dan ligament disekitar persendian untuk mengurangi resiko cedera, meningkatkan suhu tubuh dan denyut nadi sehingga mempersiapkan diri agar siap menuju ke aktivitas utama yaitu aktivitas latihan. Dalam Fase ini, pemulihan gerakan harus dilakukan dan dilaksanakan secara sistematis, runtut, dan konsisten dimulai dari kepala, lengan, dada, pinggang dan kaki (Moh gilang, 2010). 36 b. Kegiatan Inti Fase latihan adalah fase utama dari sistematika latihan senam aerobik low impact yang berlangsung selama 20 menit. Dalam fase ini target latihan harus tercapai. Salah satu indikator latihan telah memenuhi target adalah dengan memprediksi bahwa latihan tersebut telah mencapai training zone (Malahayati, 2010). Training zone adalah daerah ideal denyut nadi dalam fase latihan. Rentang training zone adalah 60-90% dari denyut nadi maksimal seseorang (DNM) Denyut nadi yang dimiliki oleh setiap orang berbeda, tergantung dari tingkat usia seseorang. Berikut adalah rumus mencari denyut nadi maksimal seseorang (DNM). Umumnya rumus ini digunakan untuk pengukuran denyut nadi). DNM=220-usia (Tahun) (Irwansyah, 2006). c. Pendinginan Gerakan pendinginan merupakan gerakan penurunan dari intensitas tinggi ke gerakan intensitas rendah. Ditinjau dari segi faal, perubahan dan penurunan intensitas latihan secara bertahap berguna untuk menghindari terjadinya penumpukan asam laktat yang akan menyebabkan kelelahan dan rasa pegal pada bagian tubuh atau otot tertentu (Malahayati, 2010). Dalam tahap akhir 37 kegiatan aerobik ini bertujuan mengembalikan nadi yang cepat karena latihan kembali menjadi normal. Pada fase ini gerakan berangsur diturunkan kecepatannya selama 3-5 menit untuk mengembalikan ke denyut nadi normal (Giriwijoyo, 2007). 2.4 Pengaruh senam aerobic low impact terhadap penurunan tekanan darah Melakukan aktivitas fisik seperti senam aerobik low impact mampu mendorong jantung bekerja secara optimal. Senam aerobik low impact mampu meningkatkan kebutuhan energi oleh sel, jaringan dan organ tubuh,sehingga meningkatkan aktivitas pernafasan dan otot rangka (Mahayati, 2010). Peningkatan aktivitas pernafasan akan meningkatkan aliran balik vena sehingga menyebabkan peningkatan volume sekuncup yang akan langsung meningkatkan curah jantung. Hal ini menyebabkan tekanan darah arteri meningkat dan akan terjadi fase istirahat. Fase ini mampu menurunkan aktivitas pernafasan otot rangka dan menyebabkan aktivitas saraf simpatis meningkat. Setelah itu kecepatan jantung menurun, volume sekuncup menurun, dan terjadi vasodilatasi arteriol vena. Penurunan ini mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan resistensi perifer total, sehingga terjadi penurunan tekanan darah (Sherwood, 2005). 38 Olahraga senam aerobik low impact dapat meningkatkan jumlah darah yang dipompa setiap menitnya oleh jantung khususnya dari ventrikel kiri. Melalui peningkatan jumlah darah yang dipompa akan mengakibatkan jumlah oksigen yang beredar ke seluruh tubuh juga meningkat (Stanley, 2006). Jumlah darah yang dipompa jantung bergantung kepada jumlah darah vena yang kembali ke jantung. Jantung akan memompa darah bila ada darah vena yang kembali ke jantung. Selama beraktivitas senam aerobik low impact, terjadi kontraksi otot, difusi oksigen karbonmonoksida di paru dan konstriksi vena, hal tersebut mengakibatkan peningkatan jumlah darah vena yang kembali ke jantung (Malahayati, 2010). Melakukan senam aerobik low impact akan memberikan keuntungan bagi tubuh terutama jantung dan paru. Otot jantung bertambah kuat, sehingga jantung dapat memompa darah lebih maksimal. Curah jantung meningkat sehingga dapat berdenyut lebih lambat. Disamping itu peningkatan suplai darah ke jantung semakin sempurna dengan berkembangnya pembuluh darah yang baru sehingga jantung mendapatkan lebih banyak zat makanan dan oksigen serta tidak mudah lelah. Penelitian menunjukkan bahwa senam aerobik low impact berpengaruh terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi. Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Arfani Asha, (2011). Dalam penelitian tersebut telah didapatkan hasil bahwa tekanan sistolik sebelum 39 intervensi yaitu 148-215 mmHg dan setelah intevensi turun menjadi 144212 mmHg. Sedangkan tekanan diastole sebelum diberikan intervensi yaitu 80-93 mmHg turun menjadi 80-90 mmhg setelah diberikan intervensi. Dengan nilai p value adalah 0.000 . Data analisa tersebut dapat menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh latihan aktifitas fisik senam aerobik low impact terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Posyandu Lansia Kelurahan Brebes.