BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasar modal merupakan tempat bagi perusahaan untuk menghimpun dana yang berfungsi untuk membiayai secara langsung kegiatan perusahaan, dimana masyarakat yang diikutsertakan secara langsung adalah masyarakat yang menanamkan dananya kedalam suatu perusahaan, dengan cara membeli saham dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Salah satu kebutuhan yang penting bagi investor sebelum masuk ke dunia pasar modal adalah mempelajari jenis investasi karena investasi dalam efek di pasar modal ini memiliki risiko yang cukup besar dibandingkan dengan menempatkan dana dalam deposito. Oleh karena itu untuk memperkecil resiko dalam efek maka perlu dilakukannya diversifikasi, yaitu melakukan investasi tidak pada satu instrumen efek atau saham, melainkan pada beberapa efek. Salah satu instrumen investasi yang diversifikasi dan diperdagangkan di pasar modal adalah reksadana. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal dan keinginan untuk berinvestasi, namun hanya memiliki waktu, pengetahuan serta keahlian menghitung profil risiko dan imbal hasil investasi yang terbatas. Himpunan dana dari masyarakat investor tersebut selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi (MI) yang menjadi pihak yang dipercaya oleh investor untuk mengelola dana tersebut. 1 Tidak berbeda dengan instrumen investasi keuangan yang lainnya, reksadana juga memiliki berbagai kemungkinan adanya risiko disamping menghasilkan berbagai peluang keuntungan. Beberapa risiko yang terkandung dalam reksadana diantaranya: risiko berkurangnya Nilai Aktiva Bersih (NAB), yang dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek yang masuk dalam portofolio reksadana tersebut; risiko likuiditas, Manajer Investasi (MI) akan mengalami kesulitan dalam menyediakan uang tunai apabila sebagian besar pemegang unit penyertaan melakukan redemtion atau penjualan kembali unit penyertaan yang dipegangnya; risiko gagal bayar (wanprestasi), risiko ini muncul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan reksadana tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seiring dengan perkembangan zaman, kini reksadana telah berkembang dengan memunculkan inovasi baru untuk dapat dijadikan pilihan dalam berinvestasi, diantaranya adalah reksadana syariah. Reksadana syariah merupakan reksadana yang mengalokasikan seluruh dana ke dalam instrumen syariah seperti saham-saham yang tergabung dalam JII, obligasi syariah, dan berbagai instrumen keuangan berbasis syariah lainnya untuk membentuk suatu portofolio. Hal tersebut menjadi pembeda antara kedua sub kategori reksadana ini. Sedangkan dalam hal mekanisme perdagangan, tidak ada perbedaan diantara keduanya. Suatu efek dapat memenuhi kriteria syariah apabila memenuhi beberapa persyaratan, antara lain core business dari perusahaan penerbit efek (emiten) tersebut tidak bertentangan dengan prinsip syariah Islam. 2 Dilatarbelakangi adanya perbedaan dalam kedua sub kategori reksadana tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan kinerja yang dihasilkan oleh reksadana syariah dan reksadana konvensional yang diterbitkan oleh empat belas perusahaan investasi yang ada di Indonesia. Salah satu alat ukur atau tolak ukur kinerja reksadana adalah Nilai Aktiva Bersih (NAB). Nilai aktiva bersih berasal dari nilai portofolio reksadana yang bersangkutan, yaitu jumlah aktiva atau kekayaan reksadana dikurangi dengan kewajiban-kewajiban yang ada seperti fee untuk Manajer Investasi dan Bank Kustodian. Setiap hari nilai aktiva bersih akan selalu mengalami perubahan (naik atau turun) bergantung pada kinerja aset yang merupakan portofolio reksadana tersebut. Jika harga pasar aset-aset reksadana mengalami penurunan, maka tentu saja NAB juga akan mengalami penurunan, dan berlaku sebaliknya. Dengan demikian, dalam mengukur kinerja suatu reksadana tidak hanya dapat dilihat dari imbal hasilnya saja tetapi juga harus memperhatikan risiko yang akan ditanggung oleh investor. Selain itu besarnya jumlah dana kelolaan dari suatu produk reksadana yang dikelola oleh suatu perusahaan investasi juga penting untuk dijadikan bahan penilaian kinerja, karena dapat menjadi gambaran sebagian besar kepercayaan para incumbent investor selama ini kepada Manajer Investasi dan perusahaan investasi yang bersangkutan. Hal ini sekaligus mampu menggambarkan bagaimana kehandalan seorang Manajer Investasi dalam mengelola reksadana tersebut. 3 Secara logika, perhitungan return yang Manajer Investasi (MI) hasilkan akan lebih baik jika dibandingkan dengan return dari portofilio yang disusun investor awam yang hanya menggunakan strategi buy and hold, bahkan mungkin mereka akan dapat mengalahkan pasar. Namun kesimpulan secara umum dari studi-studi sebelumnya adalah perusahaan reksadana tidak selalu menghasilkan return yang lebih baik. Sharpe (1966) mengamati 34 reksadana di Amerika dan mengukur returnnya dengan metode Sharpe Measure. Hasilnya ditemukan hanya 11 reksadana (kurang dari separuh) yang returnnya lebih baik daripada return pasar yang diwakili oleh indeks DJIA. Ketika pengukuran returnnya diganti dengan metode Treynor Measure diperoleh lebih banyak reksadana (lebih dari separuh), yang returnnya lebih baik dari pada return pasar. Penelitian yang dilakukan oleh Jensen (1968) dengan menggunakan metode Jensen Measure. Dari 115 reksadana yang diamati diperoleh rata-rata α sebesar -0.011 dengan range antara -0.078 sampai dengan 0.058. Temuan ini menunjukkan bahwa perolehan return perusahaan reksadana rata-rata 1.1% lebih kecil dari return yang seharusnya dengan tingkat risiko sistematis yang dikandungnya (Amalia dan Arifin, 1999). Mengingat manfaat yang dapat diambil dari informasi mengenai return reksadana, maka penelitian ini berusaha memberikan gambaran perbandingan kinerja reksadana yang terdapat di Indonesia dengan judul "Analisis Komparasi Kinerja Reksadana Syariah dan Reksadana Konvensional Berdasarkan Metode Sharpe, Treynor, dan Jensen (Studi Kasus: Deutsche Bank AG Periode 2013 - 2014". 4 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini, diantaranya: 1. Apakah terdapat perbedaan kinerja antara reksadana syariah dengan konvensional jika diukur dengan metode Sharpe, Treynor, dan Jensen? 2. Kinerja manakah yang paling baik diantara reksadana syariah dan konvensional? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari kegunaan penelitian ini adalah: 1. Menganalisa perbedaan kinerja antara reksadana syariah dengan konvensional jika diukur dengan metode Sharpe, Treynor, dan Jensen. 2. Menganalisa kinerja yang paling baik diantara reksadana syariah dan konvensional. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat berguna: 1. Bagi Perusahaan atau Emiten Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan atau pemikiran dalam menentukan kebijaksanaan perusahaan dalam hal kebjijaksanaan pemecahan saham (stock split). 5 2. Bagi Investor dan Calon Investor Diharapkan informasi yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi. 3. Peneliti Lain Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahan referensi bagi para peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis pada masa yang akan datang. 6