Perdamaian Menurut Hukum Acara Perdata dan Hukum Islam

advertisement
ABSTRAK
Astri Meindra Puspita; Perdamaian Menurut Hukum Acara Perdata dan
Hukum Islam
Perdamaian menurut hukum acara perdata dapat dilaksanakan di dalam
pengadilan dan di luar pengadilan. Perdamaian di dalam pengadilan berdasarkan
pada Pasal 130 HIR/154 Rbg yang diperjelas dengan adanya Peraturan Mahkamah
Agung No. 2 Tahun 2003 dan perdamaian di luar pengadilan berdasarkan pada
Undang-Undang No. 30 tahun 1999 sedangkan perdamaian menurut hukum Islam
juga terjadi di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Perdamaian di dalam
pengadilan diantaranya berdasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Islam Turki versi Mazhab Hanafi dan perdamaian di luar pengadilan berdasarkan
pada konsep Tahkim yang diperintahkan dalam Al-Qur’an surat An-Niisa ayat 35.
Perdamaian dari kedua sumber hukum tersebut di atas menimbulkan
permasalahan di antaranya apakah perdamaian di dalam pengadilan menurut
hukum Islam dan Pasal 130 HIR juga memiliki kekuatan hukum mengikat yang
sama kepada para pihak yang bersengketa? Dan apakah tahkim dan arbitrase
menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 juga memiliki kekuatan hukum
mengikat yang sama kepada para pihak yang bersengketa?. Dan Bagaimanakah
prosedur perdamaian menurut Pasal 130 HIR jo Peraturan Mahkamah Agung No.
2 Tahun 2003 dan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999?. Dalam penelitian
mengenai hal ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan
spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriftif analitis dengan teknik
pengumpulan data kepustakaan (library reseach).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perdamaian di dalam pengadilan
menurut hukum Islam dan Pasal 130 HIR/154 Rbg memiliki kekuatan hukum
yang final dan binding walaupun dalam bentuk perdamaian menurut hukum Islam
dapat berbentuk tulisan, isyarat dan perbuatan selain dengan ucapan. Hal ini
berbeda menurut Pasal 130 HIR/154 Rbg yang hanya dapat berbentuk tulisan
(akta). Sedangkan tahkim dan arbitrase menurut Undang-Undang No. 30 Tahun
1999 pada dasarnya mempunyai konsep yang sama tetapi kekuatan hukum tahkim
berbeda beda dikarenakan ada beberapa pendapat berbagai mazhab. Sedangkan
arbitrase mutlak bersifat final dan binding, walaupun ada upaya perlawanan ke
Pengadilan Negeri jika terdapat penipuan, pencurangan dan kepalsuan dokumen.
Proses perdamaian menurut Pasal 130 HIR jo Peraturan Mahkamah Agung No. 2
Tahun 2003 adalah dengan mediasi sedangkan menurut Undang-Undang No. 30
Tahun 1999 dilaksanakan secara bertahap mulai dari konsultasi, negoisasi,
mediasi, konsiliasi, pemberian pendapat hukum, dan terakhir arbitrase.
Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa perdamaian di dalam
pengadilan menurut hukum Islam dan Pasal 130 HIR/154 Rbg memiliki kekuatan
hukum yang sama yaitu final dan binding. Berbeda dengan tahkim yang
mempunyai beberapa pendapat mazhab tentang kekutan hukum mengikatnya,
tidak seperti arbitrase yang mutlak bersifat final dan binding. Dan Proses
Download