Mencari Peradaban Indonesia

advertisement
MANUSIA DAN PERADABAN
A. PENGERTIAN DAN SEJARAH PERADABAN
1. Pengertian Peradaban
Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat manusia.
Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang "kompleks":
dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya
lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang
rumit dalam struktur hirarki sosial.
Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah
"budaya" yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat berpartisipasi
dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat, kebiasaan ...
kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan sebuah cara
hidup masyarakat". Namun, dalam definisi yang paling banyak digunakan, peradaban adalah
istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya kota. Peradaban dapat
dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan beragam kegiatan
ekonomi dan budaya.
Dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adlah istilah
"peradaban" dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana
rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain "ganas" atau "biadab" budaya, konsep dari
"peradaban" digunakan sebagai sinonim untuk "budaya (dan sering moral) Keunggulan dari
kelompok tertentu." Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti "perbaikan pemikiran,
tata krama, atau rasa". Masyarakat yang mempraktikkan pertanian secara intensif; memiliki
pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk kota-kota.
"Peradaban" dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada seluruh atau
tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau peradaban global).
Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk
memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak akan
dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor
tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK.
2. Sejarah Peradaban
PENYELIDIKAN mengenai sejarah peradaban manusia dan dari mana pula asal-usulnya,
sebenarnya masih ada hubungannya dengan zaman kita sekarang ini. Penyelidikan demikian
sudah lama menetapkan, bahwa sumber peradaban itu sejak lebih dari enam ribu tahun yang
lalu adalah Mesir. Zaman sebelum itu dimasukkan orang kedalam kategori pra-sejarah. Oleh
karena itu sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah. Sarjana-sarjana ahli
purbakala (arkelogi) kini kembali mengadakan penggalian-penggalian di Irak dan Suria dengan
Ilmu Sosial Budaya Dasar
1
maksud mempelajari soal-soal peradaban Asiria dan Funisia serta menentukan zaman
permulaan daripada kedua macam peradaban itu: adakah ia mendahului peradaban Mesir
masa Firaun dan sekaligus mempengaruhinya, ataukah ia menyusul masa itu dan terpengaruh
karenanya?
Apapun juga yang telah diperoleh sarjana-sarjana arkelogi dalam bidang sejarah itu,
samasekali tidak akan mengubah sesuatu dari kenyataan yang sebenarnya, yang dalam
penggalian benda-benda kuno Tiongkok dan Timur Jauh belum memperlihatkan hasil yang
berlawanan. Kenyataan ini ialah bahwa sumber peradaban pertama – baik di Mesir, Funisia
atau Asiria – ada hubungannya dengan Laut Tengah; dan bahwa Mesir adalah pusat yang
paling menonjol membawa peradaban pertama itu ke Yunani atau Rumawi, dan bahwa
peradaban dunia sekarang, masa hidup kita sekarang ini, masih erat sekali hubungannya
dengan peradaban pertama itu.
Apa yang pernah diperlihatkan oleh Timur Jauh dalam penyelidikam tentang sejarah
peradaban, tidak pernah memberi pengaruh yang jelas terhadap pengembangan peradabanperadaban Fira’un, Asiria atau Yunani, juga tidak pernah mengubah tujuan dan perkembangan
peradaban-peradaban tersebut. Hal ini baru terjadi sesudah ada akulturasi dan salinghubungan dengan peradaban Islam. Di sinilah proses saling pengaruh-mempengaruhi itu
terjadi, proses asimilasi yang sudah sedemikian rupa, sehingga pengaruhnya terdapat pada
peradaban dunia yang menjadi pegangan umat manusia dewasa ini.
Peradaban-peradaban itu sudah begitu berkembang dan tersebar ke pantai-pantai Laut
Tengah atau di sekitarnya, di Mesir, di Asiria dan Yunani sejak ribuan tahun yang lalu, yang
sampai saat ini perkembangannya tetap dikagumi dunia: perkembangan dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi, dalam bidang pertanian, perdagangan, peperangan dan dalam
segala bidang kegiatan manusia. Tetapi, semua peradaban itu, sumber dan pertumbuhannya,
selalu berasal dari agama. Memang benar bahwa sumber itu berbeda-beda antara
kepercayaan trinitas Mesir Purba yang tergambar dalam Osiris, Isis dan Horus, yang
memperlihatkan kesatuan dan penjelmaan hidup kembali di negerinya serta hubungan
kekalnya hidup dari bapa kepada anak, dan antara paganisma Yunani dalam melukiskan
kebenaran, kebaikan dan keindahan yang bersumber dan tumbuh dari gejala-gejala alam
berdasarkan pancaindera; demikian sesudah itu timbul perbedaan-perbedaan yang dengan
penggambaran semacam itu dalam pelbagai zaman kemunduran itu telah mengantarkannya
ke dalam kehidupan duniawi. Akan tetapi sumber semua peradaban itu tetap membentuk
perjalanan sejarah dunia, yang begitu kuat pengaruhnya sampai saat kita sekarang ini,
sekalipun peradaban demikian hendak mencoba melepaskan diri dan melawan sumbernya
sendiri itu dari zaman ke zaman. Siapa tahu, hal yang serupa kelak akan hidup kembali.
Dalam lingkungan masyarakat ini, yang menyandarkan peradabannya sejak ribuan tahun
kepada sumber agama, dalam lingkungan itulah dilahirkan para rasul yang membawa agamaagama yang kita kenal sampai saat ini. Di Mesir dilahirkan Musa, dan dalam pangkuan Firaun
Ilmu Sosial Budaya Dasar
2
ia dibesarkan dan diasuh, dan di tangan para pendeta dan pemuka-pemuka agama kerajaan
itu ia mengetahui keesaan Tuhan dan rahasia-rahasia alam.
Setelah datang ijin Tuhan kepadanya supaya ia membimbing umat di tengah-tengah Firaun
yang berkata kepada rakyatnya: “Akulah tuhanmu yang tertinggi” iapun berhadapan dengan
Firaun sendiri dan tukang-tukang sihirnya, sehingga akhirnya terpaksa ia bersama-sama
orang-orang Israil yang lain pindah ke Palestina. Dan di Palestina ini pula dilahirkan Isa, Ruh
dan Firman Allah yang ditiupkan ke dalam diri Mariam. Setelah Tuhan menarik kembali Isa
putera Mariam, murid-muridnya kemudian menyebarkan agama Nasrani yang dianjurkan Isa
itu. Mereka dan pengikut-pengikut mereka mengalami bermacam-macam penganiayaan.
Kemudian setelah dengan kehendak Tuhan agama ini tersebar, datanglah Maharaja Rumawi
yang menguasai dunia ketika itu, membawa panji agama Nasrani. Seluruh Kerajaan Rumawi
kini telah menganut agama Isa. Tersebarlah agama ini di Mesir, di Syam (Suria-Libanon dan
Palestina) dan Yunani, dan dari Mesir menyebar pula ke Ethiopia. Sesudah itu selama
beberapa abad kekuasaan agama ini semakin kuat juga. Semua yang berada di bawah panji
Kerajaan Rumawi dan yang ingin mengadakan persahabatan dan hubungan baik dengan
Kerajaan ini, berada di bawah panji agama Masehi itu.
Berhadapan dengan agama Masehi yang tersebar di bawah panji dan pengaruh Rumawi
itu berdiri pula kekuasaan agama Majusi di Persia yang mendapat dukungan moril di Timur
Jauh dan di India. Selama beberapa abad itu Asiria dan Mesir yang membentang sepanjang
Funisia, telah merintangi terjadinya suatu pertarungan langsung antara kepercayaan dan
peradaban Barat dengan Timur. Tetapi dengan masuknya Mesir dan Funisia ke dalam
lingkungan Masehi telah pula menghilangkan rintangan itu. Paham Masehi di Barat dan Majusi
di Timur sekarang sudah berhadap-hadapan muka. Selama beberapa abad berturut-turut, baik
Barat maupun Timur, dengan hendak menghormati agamanya masing-masing, yang sedianya
berhadapan dengan rintangan alam, kini telah berhadapan dengan rintangan moril, masingmasing merasa perlu dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan kepercayaannya, dan
satu sama lain tidak saling mempengaruhi kepercayaan atau peradabannya, sekalipun
peperangan antara mereka itu berlangsung terus-menerus sampai sekian lama.
Akan tetapi, sekalipun Persia telah dapat mengalahkan Rumawi dan dapat menguasai
Syam dan Mesir dan sudah sampai pula di ambang pintu Bizantium, namun tak terpikir oleh
raja-raja Persia akan menyebarkan agama Majusi atau menggantikan tempat agama Nasrani.
Bahkan pihak yang kini berkuasa itu malahan menghormati kepercayaan orang yang
dikuasainya. Rumah-rumah ibadat mereka yang sudah hancur akibat perang dibantu pula
membangun
kembali
dan
dibiarkan
mereka
bebas
menjalankan
upacara-upacara
keagamaannya. Satu-satunya yang diperbuat pihak Persia dalam hal ini hanyalah mengambil
Salib Besar dan dibawanya ke negerinya. Bilamana kelak kemenangan itu berganti berada di
pihak Rumawi Salib itupun diambilnya kembali dari tangan Persia. Dengan demikian
peperangan rohani di Barat itu tetap di Barat dan di Timur tetap di Timur. Dengan demikian
Ilmu Sosial Budaya Dasar
3
rintangan moril tadi sama pula dengan rintangan alam dan kedua kekuatan itu dari segi rohani
tidak saling berbenturan.
Keadaan serupa itu berlangsung terus sampai abad keenam. Dalam pada itu pertentangan
antara Rumawi dengan Bizantium makin meruncing. Pihak Rumawi, yang benderanya berkibar
di benua Eropa sampai ke Gaul dan Kelt di Inggris selama beberapa generasi dan selama
zaman Julius Caesar yang dibanggakan dunia dan tetap dibanggakan, kemegahannya itu
berangsur-angsur telah mulai surut, sampai akhirnya Bizantium memisahkan diri dengan
kekuasaan sendiri pula, sebagai ahliwaris Kerajaan Rumawi yang menguasai dunia itu.
Puncak keruntuhan Kerajaan Rumawi ialah tatkala pasukan Vandal yang buas itu datang
menyerbunya dan mengambil kekuasaan pemerintahan di tangannya. Peristiwa ini telah
menimbulkan bekas yang dalam pada agama Masehi yang tumbuh dalam pangkuan Kerajaan
Rumawi. Mereka yang sudah beriman kepada Isa itu telah mengalami pengorbananpengorbanan besar, berada dalam ketakutan di bawah kekuasaan Vandal itu.
Mazhab-mazhab agama Masehi ini mulai pecah-belah.Dari zaman ke zaman mazhabmazhab itu telah terbagi-bagi ke dalam sekta-sekta dan golongan-golongan. Setiap golongan
mempunyai pandangan dan dasar-dasar agama sendiri yang bertentangan dengan golongan
lainnya. Pertentangan-pertentangan antara golongan-golongan satu sama lain karena
perbedaan pandangan itu telah mengakibatkan adanya permusuhan pribadi yang terbawa oleh
karena moral dan jiwa yang sudah lemah, sehingga cepat sekali ia berada dalam ketakutan,
mudah terlibat dalam fanatisma yang buta dan dalam kebekuan. Pada masa-masa itu, di
antara golongan-golongan Masehi itu ada yang mengingkari bahwa Isa mempunyai jasad
disamping bayangan yang tampak pada manusia; ada pula yang mempertautkan secara
rohaniah antara jasad dan ruhnya sedemikian rupa sehingga memerlukan khayal dan pikiran
yang begitu rumit untuk dapat menggambarkannya; dan disamping itu ada pula yang mau
menyembah Mariam, sementara yang lain menolak pendapat bahwa ia tetap perawan sesudah
melahirkan Almasih.
Terjadinya pertentangan antara sesama pengikut-pengikut Isa itu adalah peristiwa yang
biasa terjadi pada setiap umat dan zaman, apabila ia sedang mengalami kemunduran: soalnya
hanya terbatas pada teori kata-kata dan bilangan saja, dan pada tiap kata dan tiap bilangan itu
ditafsirkan pula dengan bermacam-macam arti, ditambah dengan rahasia-rahasia, ditambah
dengan warna-warni khayal yang sukar diterima akal dan hanya dapat dikunyah oleh
perdebatan-perdebatan sophisma yang kaku saja.
Salah seorang pendeta gereja berkata: “Seluruh penjuru kota itu diliputi oleh perdebatan.
Orang dapat melihatnya dalam pasar-pasar, di tempat-tempat penjual pakaian, penukaran
uang, pedagang makanan. Jika ada orang bermaksud hendak menukar sekeping emas, ia
akan terlibat ke dalam suatu perdebatan tentang apa yang diciptakan dan apa yang bukan
diciptakan. Kalau ada orang hendak menawar harga roti maka akan dijawabnya: Bapa lebih
besar dari putera dan putera tunduk kepada Bapa. Bila ada orang yang bertanya tentang
Ilmu Sosial Budaya Dasar
4
kolam mandi adakah airnya hangat, maka pelayannya akan segera menjawab: “Putera telah
diciptakan dari yang tak ada.”
Tetapi kemunduran yang telah menimpa agama Masehi sehingga ia terpecah-belah
kedalam golongan-golongan dan sekta-sekta itu dari segi politik tidak begitu besar
pengaruhnya terhadap Kerajaan Rumawi. Kerajaan itu tetap kuat dan kukuh. Golongangolongan itupun tetap hidup dibawah naungannya dengan tetap adanya semacam
pertentangan tapi tidak sampai orang melibatkan diri kedalam polemik teologi atau sampai
memasuki pertemuan-pertemuan semacam itu yang pernah diadakan guna memecahkan
sesuatu masalah. Suatu keputusan yang pernah diambil oleh suatu golongan tidak sampai
mengikat golongan yang lain. Dan Kerajaanpun telah pula melindungi semua golongan itu dan
memberi kebebasan kepada mereka mengadakan polemik, yang sebenarnya telah menambah
kuatnya kekuasaan Kerajaan dalam bidang administrasi tanpa mengurangi penghormatannya
kepada agama. Setiap golongan jadinya bergantung kepada belas kasihan penguasa, bahkan
ada dugaan bahwa golongan itu menggantungkan diri kepada adanya pengakuan pihak yang
berkuasa itu.
Sikap saling menyesuaikan diri di bawah naungan Imperium itu itulah pula yang
menyebabkan penyebaran agama Masehi tetap berjalan dan dapat diteruskan dari Mesir
dibawah Rumawi sampai ke Ethiopia yang merdeka tapi masih dalam lingkungan
persahabatan dengan Rumawi. Dengan demikian ia mempunyai kedudukan yang sama kuat di
sepanjang Laut Merah seperti di sekitar Laut Tengah itu. Dari wilayah Syam ia menyeberang
ke Palestina. Penduduk Palestina dan penduduk Arab Ghassan yang pindah ke sana telah
pula menganut agama itu, sampai ke pantai Furat, penduduk Hira, Lakhmid dan Mundhir yang
berpindah dari pedalaman sahara yang tandus ke daerah-daerah subur juga demikian, yang
selanjutnya mereka tinggal di daerah itu beberapa lama untuk kemudian hidup di bawah
kekuasaan Persia Majusi.
Dalam pada itu kehidupan Majusi di Persia telah pula mengalami kemunduran seperti
agama Masehi dalam Imperium Rumawi. Kalau dalam agama Majusi menyembah api itu
merupakan gejala yang paling menonjol, maka yang berkenaan dengan dewa kebaikan dan
kejahatan pengikut-pengikutnya telah berpecah-belah juga menjadi golongan-golongan dan
sekta-sekta pula. Tapi disini bukan tempatnya menguraikan semua itu. Sungguhpun begitu
kekuasaan politik Persia tetap kuat juga. Polemik keagamaan tentang lukisan dewa serta
adanya pemikiran bebas yang tergambar dibalik lukisan itu, tidaklah mempengaruhinya.
Golongan-golongan agama yang berbeda-beda itu semua berlindung di bawah raja Persia.
Dan yang lebih memperkuat pertentangan itu ialah karena memang sengaja digunakan
sebagai suatu cara supaya satu dengan yang lain saling berpukulan, atas dasar kekuatiran,
bila salah satunya menjadi kuat, maka Raja atau salah satu golongan itu akan memikul
akibatnya.
Ilmu Sosial Budaya Dasar
5
Mencari Peradaban Indonesia
Antara Barat dan Timur. Antara tahun 1935-1936, dan kemudian 1939, di Indonesia (Hindia
Belanda ketika itu) terjadilah apa yang kemudian disebut sebagai polemik kebudayaan.
Polemik ini bermaksud untuk mencari bentuk atau wajah bagi konsep tentang Indonesia.
Bermula dari tulisan Sutan Takdir Alisjahbana mengenai menuju masyarakat dan budaya baru
yang membagi periodisasi kebudayaan Indonesia menjadi dua kategori besar, masa praindonesia dan masa indonesia. Masa pra-indonesia adalah masa jahiliyah indonesia. Sedang
masa Indonesia, yang bermula di awal abad ke-20, bagi Sutan Takdir haruslah bentuk atau
konsep baru yang memiliki dinamika, yang berbeda total dari masa sebelumnya. Masyarakat
baru Indonesia itu adalah masyarakat dinamis, yang mengadopsi model dinamika yang
berkembang pada masyarakat barat. Intelektualisme, materialisme (dalam arti hasrat besar
untuk membangun dunia ini), dan egoisme (dalam arti tumbuhnya spirit individual, kebebasan
individu); yang merupakan karakter dinamika masyarakat barat, haruslah menjadi bagian dari
masyarakat baru Indonesia. Bagi Takdir, penilaian negatif atas semangat barat dengan
mengemukakan sisi-sisi semisal barat tidak spiritual, adalah tidak tepat karena pada barat
nilai-nilai spiritual itu dimilikinya. Sedangkan alasan yang menolak kiblat ke barat karena krisis
yang dialami oleh barat (krisis intelektual), bagi Takdir itu adalah problem barat bukan problem
kita, problem kita adalah bagaimana menggapai intelektualisme itu.
Di sisi lain, bertentangan dengan pendapat Sutan Takdir, sebagian kalangan menginginkan
wujud yang menghargai warisan Timur menjadi corak yang membangun Indonesia. Sanusi
Pane, Dr. Sutomo, Ki Hajar Dewantara bisa disebut mewakili pandangan ini. Dalam konsep ini
bukan berarti tidak ada nilai-nilai barat yang tidak kita adopsi, nilai intelektualisme misalnya.
Tetapi yang diinginkan oleh pandangan yang berorientasi ke Timur ini adalah warisan budaya
kita menjadi basis utama dalam membina kepribadian manusia Indonesia dan menghindari
efek negatif dari kebudayaan barat. Model pendidikan, sebagai medium transmisi kebudayaan,
yang berakar dalam warisan budaya kita seperti model pesantren, bisa diberdayakan untuk
membina kepribadian ini. Dalam konteks ini perlu dicatat adanya pembedaan antara
pendidikan dengan pengajaran. Bagi Dr. Sutomo, pendidikan terkait dengan membentuk
kepribadiaan sedangkan pengajaran terkait dengan pencapaian intelektual. Dari sudut
pandangan ini mustahillah membangun konsep keindonesiaan baru yang tercerabut total dari
akar kesejarahannya, sebagaimana diinginkan oleh Sutan Takdir. Sedangkan bagi Sutan
Takdir sendiri pendapat sintesis ini masih memiliki tendensi anti-intelektualisme, antimaterialisme dan anti-individualisme (untuk dua terminologi terakhir hendaknya dipahami
dalam konteks praktisnya bukan dalam pengertian metafisis).
Antara Peradaban dan Kebudayaan
Ilmu Sosial Budaya Dasar
6
Bagian yang juga menarik untuk memecahkan problem ini dalam polemik itu adalah usaha
membedakan antara peradaban (civilization) dan kebudayaan (culture). Bagi Adinegoro,
peradaban adalah aspek teknis sebuah masyarakat yang dapat dipinjam (misal pengetahuan
dan teknologi); sedangkan kebudayaan adalah jiwa sebuah bangsa yang berwujud dalam
karakter dan tabiat yang tidak dapat ditukar. Dia mencontohkan Jepang sebagai bangsa yang
mempertahankan kulturnya tetapi mencapai peradaban dalam standar barat.
Elaborasi yang cukup luas diberikan oleh Dr. M. Amir untuk membahas hal ini. Jauh
sebelum kata civilization dipakai atau ditemukan, kata kerja civilize telah dipakai. Tetapi kata
civilization sendiri baru pada abad ke-18 digunakan untuk membedakan derajat tinggi suatu
bangsa dengan derajat lain yaitu savages(buas, liar) dan barbares(biadab). Tingkat atau
derajat tinggi masyarakat itu berakar pada civilis (kota). Sedangkan istilah kultur pada awalnya
berarti jumlah segala kemajuan; kemajuan bendawi ataupun kemajuan pikiran yang dicapai
oleh manusia. Dari elaborasi pengertian ini pembedaan antara peradaban dan kebudayaan
berasal dari pembedaan yang dilakukan dalam tradisi pemikiran Jerman. Sedangkan pada
tradisi eropa lainnya (Perancis dan Inggris) dipakai terma civilization saja.
Selanjutnya Dr. M. Amir menegaskan bahwa setiap masyarakat mempunyai peradabannya
sendiri (entah mencapai tingkat yang tinggi atau rendah). Peradaban itu juga ada yang
berpindah atau dipinjam karena faktor percampuran, hubungan atau kemajuan.
Pembedaan tingkatan masyarakat seperti ini (dari yang primitif hingga yang berperadaban
tinggi) tidak sekedar perbedaan kemajuan masyarakat saja (yang tampak dalam kemajuan
materialnya) tetapi juga terkait dengan pembedaan konstitusi jiwa manusianya. Di sini terdapat
dua pendapat, yang menafsirkan kemajuan peradaban karena perbedaan genetik dan yang
menafsirkan kemajuan peradaban karena faktor lingkuangan. Nature vs Nurture.
Bagi Dr. Amir persoalan peradaban ini tidak semata-mata soal sosiologi tetapi juga
psikologi. Berapa lama waktu yang dibutuhkan barat untuk membentuk konstitusi kejiwaan
manusia barat seperti sekarang ini, ribuan tahun. Secara historis tidaklah mungkin kita
memutus mata rantai kesejarahan manusiawi kita untuk membangun peradaban baru.
Siapa Pemenangnya ?
Secara sekilas pemenang polemik itu adalah Sutan Takdir. Tetapi, bagi Ajip Rosidi,
masalahnya tidak sesederhana itu. Banyak masalah, seperti dualisme pendidikan dan
dualisme antara kebudayaan nasional dan daerah, belum terselesaikan secara memuaskan.
Dapat pula kita nyatakan bahwa pasca kemerdekaan model pembangunan yang digesa
oleh pemerintah kita sebenarnya tidak jauh berbeda dengan model yang diinginkan oleh Sutan
Ilmu Sosial Budaya Dasar
7
Takdir. Bolehlah kita bertanya sudahkah dinamika berperadaban sebagaimana yang diinginkan
oleh Sutan Takdir telah kita capai ?
Humanisme
Kita juga bisa menambahkan posisi lain yang diambil oleh kalangan intelektual dalam
polemik ini yaitu posisi Sjahrir. Tetap dalam orbit intelektual Barat modern, Sjahrir menegaskan
tidak perlu pilih antara Barat dan Timur, karena keduanya harus silam dan memang sedang
tenggelam ke masa silam (Barat kapitalis dan Timur feodalis). Pilihan pandangan ini kemudian
menjelma menjadi pilihan humanisme.
Islam
Satu hal lagi yang juga menjadi catatan adalah tidak dimasukkannya pandangan kalangan
Islam dalam polemik ini. Menurut Ajip Rosidi, hal ini bisa karena memang tidak ada tokoh Islam
yang terlibat atau penyunting buku Polemik Kebudayaan tidak menganggap perlu meniliti
majalah atau surat kabar yang membawa suara Islam. Ajip Rosidi menyebutkan adanya
pendapat yang disampaikan oleh M. Natsir pada tahun 1934, sebelum Polemik Kebudayaan itu
dimulai.
Dalam tulisannya M.Natsir mengingatkan tidak perlunya membesar-besarkan antagonisme
Barat dan Timur. Bagi pendidik Islam, lanjut Natsir, Islam hanya mengenal antagonisme antara
yang haq dan batil. Semua yang haq diterima, semua yang batil ditolak dari mana pun
sumbernya Timur atau Barat.
B. PERADABAN DAN PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola
budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang
terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat
dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan
bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi; cara
dan pola pikir masyarakat; faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan
baru, terjadinya konflik atau revolusi; dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan
iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Ada pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang
intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain; perkembangan IPTEK yang lambat;
sifat masyarakat yang sangat tradisional; ada kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan
Ilmu Sosial Budaya Dasar
8
kuat dalam masyarakat; prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru; rasa takut jika terjadi
kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan; hambatan ideologis; dan pengaruh adat
atau kebiasaan.
PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL
Pengelompokkan teori perubahan sosial telah dilakukan oleh Strasser dan Randall.
Perubahan sosial dapat dilihat dari empat teori, yaitu teori kemunculan diktator dan demokrasi,
teori perilaku kolektif, teori inkonsistensi status dan analisis organisasi sebagai subsistem
sosial.
Perspektif
Barrington
kemunculan
Penjelasan Tentang Perubahan
Moore,
teori Teori ini didasarkan pada pengamatan panjang tentang sejarah
diktator
dan pada beberapa negara yang telah mengalami transformasi dari
demokrasi
basis ekonomi agraria menuju basis ekonomi industri.
Teori perilaku kolektif
Teori dilandasi pemikiran Moore namun lebih menekankan pada
proses perubahan daripada sumber perubahan sosial.
Teori inkonsistensi status
Teori ini merupakan representasi dari teori psikologi sosial.
Pada teori ini, individu dipandang sebagai suatu bentuk
ketidakkonsistenan antara status individu dan grop dengan
aktivitas atau sikap yang didasarkan pada perubahan.
Analisis organisasi sebagai Alasan kemunculan teori ini adalah anggapan bahwa organisasi
subsistem social
terutama birokrasi dan organisasi tingkat lanjut yang kompleks
dipandang sebagai hasil transformasi sosial yang muncul pada
masyarakat modern. Pada sisi lain, organisasi meningkatkan
hambatan antara sistem sosial dan sistem interaksi.
Teori Barrington Moore
Teori yang disampaikan oleh Barrington Moore berusaha menjelaskan pentingnya faktor
struktural dibalik sejarah perubahan yang terjadi pada negara-negara maju. Negara-negara
maju yang dianalisis oleh Moore adalah negara yang telah berhasil melakukan transformasi
dari negara berbasis pertanian menuju negara industri modern. Secara garis besar proses
transformasi pada negara-negara maju ini melalui tiga pola, yaitu demokrasi, fasisme dan
komunisme.
Demokrasi merupakan suatu bentuk tatanan politik yang dihasilkan oleh revolusi oleh kaum
borjuis. Pembangunan ekonomi pada negara dengan tatanan politik demokrasi hanya
dilakukan oleh kaum borjuis yang terdiri dari kelas atas dan kaum tuan tanah. Masyarakat
Ilmu Sosial Budaya Dasar
9
petani atau kelas bawah hanya dipandang sebagai kelompok pendukung saja, bahkan
seringkali kelompok bawah ini menjadi korban dari pembangunan ekonomi yang dilakukan
oleh negara tersebut. Terdapat pula gejala penhancuran kelompok masyarakat bawah melalui
revolusi atau perang sipil. Negara yang mengambil jalan demokrasi dalam proses
transformasinya adalah Inggris, Perancis dan Amerika Serikat.
Berbeda halnya demokrasi, fasisme dapat berjalan melalui revolusi konserfatif yang
dilakukan oleh elit konservatif dan kelas menengah. Koalisi antara kedua kelas ini yang
memimpin masyarakat kelas bawah baik di perkotaan maupun perdesaan. Negara yang
memilih jalan fasisme menganggap demokrasi atau revolusi oleh kelompok borjuis sebagai
gerakan yang rapuh dan mudah dikalahkan. Jepang dan Jerman merupakan contoh dari
negara yang mengambil jalan fasisme.
Komunisme lahir melalui revolusi kaun proletar sebagai akibat ketidakpuasan atas usaha
eksploitatif yang dilakukan oleh kaum feodal dan borjuis. Perjuangan kelas yang digambarkan
oleh Marx merupakan suatu bentuk perkembangan yang akan berakhir pada kemenangan
kelas proletar yang selanjutnya akan mwujudkan masyarakat tanpa kelas. Perkembangan
masyarakat oleh Marx digambarkan sebagai bentuk linear yang mengacu kepada hubungan
moda produksi. Berawal dari bentuk masyarakat primitif (primitive communism) kemudian
berakhir pada masyarakat modern tanpa kelas (scientific communism). Tahap yang harus
dilewati antara lain, tahap masyarakat feodal dan tahap masyarakat borjuis. Marx
menggambarkan bahwa dunia masih pada tahap masyarakat borjuis sehingga untuk mencapai
tahap “kesempurnaan” perkembangan perlu dilakukan revolusi oleh kaum proletar. Revolusi ini
akan mampu merebut semua faktor produksi dan pada akhirnya mampu menumbangkan kaum
borjuis sehingga akan terwujud masyarakat tanpa kelas. Negara yang menggunakan
komunisme dalam proses transformasinya adalah Cina dan Rusia.
Teori Perilaku Kolektif
Teori perilaku kolektif mencoba menjelaskan tentang kemunculan aksi sosial. Aksi sosial
merupakan sebuah gejala aksi bersama yang ditujukan untuk merubah norma dan nilai dalam
jangka waktu yang panjang. Pada sistem sosial seringkali dijumpai ketegangan baik dari dalam
sistem atau luar sistem. Ketegangan ini dapat berwujud konflik status sebagai hasil dari
diferensiasi struktur sosial yang ada. Teori ini melihat ketegangan sebagai variabel antara yang
menghubungkan antara hubungan antar individu seperti peran dan struktur organisasi dengan
perubahan sosial.
Perubahan pola hubungan antar individu menyebabkan adanya ketegangan sosial yang
dapat berupa kompetisi atau konflik bahkan konflik terbuka atau kekerasan. Kompetisi atau
Ilmu Sosial Budaya Dasar
10
konflik inilah yang mengakibatkan adanya perubahan melalui aksi sosial bersama untuk
merubah norma dan nilai.
Teori Inkonsistensi Status
Stratifikasi sosial pada masyarakat pra-industrial belum terlalu terlihat dengan jelas
dibandingkan pada masyarakat modern. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya derajat
perbedaan yang timbul oleh adanya pembagian kerja dan kompleksitas organisasi. Status
sosial masih terbatas pada bentuk ascribed status, yaitu suatu bentuk status yang diperoleh
sejak dia lahir. Mobilitas sosial sangat terbatas dan cenderung tidak ada. Krisis status mulai
muncul seiring perubahan moda produksi agraris menuju moda produksi kapitalis yang
ditandai dengan pembagian kerja dan kemunculan organisasi kompleks.
Perubahan moda produksi menimbulkan maslaah yang pelik berupa kemunculan statusstatus sosial yang baru dengan segala keterbukaan dalam stratifikasinya. Pembangunan
ekonomi seiring perkembangan kapitalis membuat adanya pembagian status berdasarkan
pendidikan, pendapatan, pekerjaan dan lain sebagainya. Hal inilah yang menimbulkan
inkonsistensi status pada individu.
Penulis
Bahan Kajian
Proses Perubahan
Konsep
Penyebab
Perubahan
Sosrodihardjo Masyarakat Jawa Kemunculan
kelas Stratifikasi sosial Moda
pemasaran
yang (status
menimbulkan
sosial), (kapitalisme)
pola konsumsi.
perubahan
pada
struktur
produksi
melalui
kolonialisme yang
sosial
ditandai
masyarakat.
adanya
komersialisasi
pertanian.
Sarman
Komunitas petani Perubahan
pola Stratifikasi sosial Moda
produksi
plasma PIR Karet konsumsi
pada (status
Danau
serta hubungan kerja, peningkatan
Kalsel
Salak masyarakat
fenomena
sosial), (materialis),
gaya hidup, pola pendapatan,
“pembangkangan” oleh konsumsi.
permasalahan
petani.
ekonomi
Selain
muncul
baru
kelas
yaitu
itu
sosial
perusahaan inti.
pedagang
tengkulak.
Wertheim
Kawasan
asia Masuknya
selatan
dan di asia menyebabkan (status
Ilmu Sosial Budaya Dasar
kapitalisme Stratifikasi sosial Moda
produksi
sosial), (kapitalisme)
11
tenggara
polarisasi pada struktur gerakan sosial
melalui
sosial
kolonialisme yang
masyarakat.
Kemunculan
borjuis
kelas
membawa
dampak pada semakin
ditandai
adanya
komersialisasi
pertanian.
sengitnya kompetisi dan
konflik dengan borjuis
asing.
Kuntowijoyo
Masyarakat
Terjadinya
segmentasi Stratifikasi sosial Moda
agraris Madura
pada
masyarakat (status
Madura
yang
produksi
sosial), (kapitalisme)
dapat gerakan sosial. melalui
dipandang
sebagai
perubahan
pola
kolonialisme
stratifikasi sosial yang
ada
di
masyarakat.
Kemunculan kelompok
strategis
bentuk
sebagai
usaha
untuk
mempertahankan status
sosial yang ada.
PERUBAHAN SOSIAL DAN STRUKTUR SOSIAl
Menurut Douglas (1973), mikrososiologi mempelajari situasi sedangkan makrososiologi
mempelajari struktur. George C. Homans yang mempelajari mikrososiologi mengaitkan struktur
dengan perilaku sosial elementer dalam hubungan sosial sehari-hari, sedangkan Gerhard
Lenski lebih menekankan pada struktur masyarakat yang diarahkan oleh kecenderungan
jangka panjang yang menandai sejarah. Talcott Parsons yang bekerja pada ranah
makrososiologi menilai struktur sebagai kesalingterkaitan antar manusia dalam suatu sistem
sosial. Coleman melihat struktur sebagai pola hubungan antar manusia dan antar kelompok
manusia atau masyarakat. Kornblum (1988) menyatakan struktur merupakan pola perilaku
berulang yang menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat.
Mengacu pada pengertian struktur sosial menurut Kornblum yang menekankan pada pola
perilaku yang berulang, maka konsep dasar dalam pembahasan struktur adalah adanya
perilaku individu atau kelompok. Perilaku sendiri merupakan hasil interaksi individu dengan
lingkungannya yang didalamnya terdapat proses komunikasi ide dan negosiasi.
Ilmu Sosial Budaya Dasar
12
Pembahasan mengenai struktur sosial oleh Ralph Linton dikenal adanya dua konsep yaitu
status dan peran. Status merupakan suatu kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran
adalah aspek dinamis dari sebuah status. Menurut Linton (1967), seseorang menjalankan
peran ketika ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya. Tipologi lain yang
dikenalkan oleh Linton adalah pembagian status menjadi status yang diperoleh (ascribed
status) dan status yang diraih (achieved status).
Status yang diperoleh adalah status yang diberikan kepada individu tanpa memandang
kemampuan atau perbedaan antar individu yang dibawa sejak lahir. Sedangkan status yang
diraih didefinisikan sebagai status yang memerlukan kualitas tertentu. Status seperti ini tidak
diberikan pada individu sejak ia lahir, melainkan harus diraih melalui persaingan atau usaha
pribadi
Social inequality merupakan konsep dasar yang menyusun pembagian suatu struktur sosial
menjadi beberapa bagian atau lapisan yang saling berkait. Konsep ini memberikan gambaran
bahwa dalam suatu struktur sosial ada ketidaksamaan posisi sosial antar individu di dalamnya.
Terdapat tiga dimensi dimana suatu masyarakat terbagi dalam suatu susunan atau stratifikasi,
yaitu kelas, status dan kekuasaan. Konsep kelas, status dan kekuasaan merupakan
pandangan yang disampaikan oleh Max Weber (Beteille, 1970).
Kelas dalam pandangan Weber merupakan sekelompok orang yang menempati
kedudukan yang sama dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan. Pandangan
Weber melengkapi pandangan Marx yang menyatakan kelas hanya didasarkan pada
penguasaan modal, namun juga meliputi kesempatan dalam meraih keuntungan dalam pasar
komoditas dan tenaga kerja. Keduanya menyatakan kelas sebagai kedudukan seseorang
dalam hierarkhi ekonomi. Sedangkan status oleh Weber lebih ditekankan pada gaya hidup
atau pola konsumsi. Namun demikian status juga dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ras,
usia dan agama (Beteille, 1970).
Berbagai kasus yang disajikan oleh beberapa penulis di depan dapat kita pahami sebagai
bentuk adanya peluang mobilitas sosial dalam masyarakat. Kemunculan kelas-kelas sosial
baru dapat terjadi dengan adanya dukungan perubahan moda produksi sehingga menimbulkan
pembagian dan spesialisasi kerja serta hadirnya organisasi modern yang bersifat kompleks.
Perubahan tatanan masyarakat dari yang semula tradisional agraris bercirikan feodal menuju
masyarakat industri modern memungkinkan timbulnya kelas-kelas baru. Kelas merupakan
perwujudan sekelompok individu dengan persamaan status. Status sosial pada masyarakat
tradisional seringkali hanya berupa ascribed status seperti gelar kebangsawanan atau
penguasaan tanah secara turun temurun. Seiring dengan lahirnya industri modern, pembagian
Ilmu Sosial Budaya Dasar
13
kerja dan organisasi modern turut menyumbangkan adanya achieved status, seperti pekerjaan,
pendapatan hingga pendidikan.
Teori inkonsistensi status telah mencoba menelaah tentang adanya inkonsistensi dalam
individu sebagai akibat berbagai status yang diperolehnya. Konsep ini memberikan gambaran
bagaimana tentang proses kemunculan kelas-kelas baru dalam masyarakat sehingga
menimbulkan perubahan stratifikasi sosial yang tentu saja mempengaruhi struktur sosial yang
telah ada
Apabila dilihat lebih jauh, kemunculan kelas baru ini akan menyebabkan semakin ketatnya
kompetisi antar individu dalam masyarakat baik dalam perebutan kekuasaan atau upaya
melanggengkan status yang telah diraih. Fenomena kompetisi dan konflik yang muncul dapat
dipahami sebagai sebuah mekanisme interaksional yang memunculkan perubahan sosial
dalam masyarakat.
C. MODERNISASI
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari
keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat
yang modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli adalah sebagai berikut.
a) Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan bersama
yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah polapola ekonomis dan politis.
b) Soerjono Soekanto, modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah
yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning.
(dalam buku Sosiologi: suatu pengantar)
Dengan dasar pengertian di atas maka secara garis besar istilah modern mencakup
pengertian sebagai berikut.
a) Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya tarat
penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
b) Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup
dalam masyarakat.
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat
tertentu, yaitu sebagai berikut.
a) Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat.
Ilmu Sosial Budaya Dasar
14
b) Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
c) Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga
atau badan tertentu.
d) Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara
penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e) Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak
berarti pengurangan kemerdekaan.
MODERNISASI DAN PEMBANGUNAN
Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui
berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Bangsa Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah
mencantumkan tujuan pembangunan nasionalnya. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu
keadaan yang selalu menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini. Berbagai teori tentang
pembangunan telah banyak dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat, salah satunya yang juga
dianut oleh Bangsa Indonesia dalam program pembangunannya adalah teori modernisasi.
Modernisasi merupakan tanggapan ilmuan sosial barat terhadap tantangan yang dihadapi oleh
negara dunia kedua setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Modernisasi menjadi sebuah model pembangunan yang berkembang dengan pesat
seiring keberhasilan negara dunia kedua. Negara dunia ketiga juga tidak luput oleh sentuhan
modernisasi ala barat tersebut. berbagai program bantuan dari negara maju untuk negara
dunia berkembang dengan mengatasnamakan sosial dan kemanusiaan semakin meningkat
jumlahnya. Namun demikian kegagalan pembangunan ala modernisasi di negara dunia ketiga
menjadi sebuah pertanyaan serius untuk dijawab. Beberapa ilmuan sosial dengan gencar
menyerang modernisasi atas kegagalannya ini. Modernisasi dianggap tidak ubahnya sebagai
bentuk kolonialisme gaya baru, bahkan Dube (1988) menyebutnya seolah musang berbulu
domba.
Modernisasi; Konsep Awal Spencer, Optimisme Schoorl dan Pesimisme Dube
Pemikiran Herbert Spencer (1820-1903), sangat dipengaruhi oleh ahli biologi pencetus ide
evolusi sebagai proses seleksi alam, Charles Darwin, dengan menunjukkan bahwa perubahan
sosial juga adalah proses seleksi. Masyarakat berkembang dengan paradigma Darwinian: ada
proses seleksi di dalam masyarakat kita atas individu-individunya. Spencer menganalogikan
masyarakat sebagai layaknya perkembangan mahkluk hidup. Manusia dan masyarakat
termasuk didalamnya kebudayaan mengalami perkembangan secara bertahap. Mula-mula
berasal dari bentuk yang sederhana kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih kompleks
menuju tahap akhir yang sempurna.
Ilmu Sosial Budaya Dasar
15
Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah
kompleks dan terjadi diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan
oleh kompleksitas, differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada dasarnya
berarti pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari keadaan
homogen menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa
diferensiasi pada tahap pra industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh
pertentangan di antara mereka sendiri. Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi
dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai. Masyarakat
industri ditandai dengan meningkatnya perlindungan atas hak individu, berkurangnya
kekuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas
negara dan terwujudnya masyarakat global.
Pemikiran Spencer dapat dikatakan sebagai dasar dalam teori modernisasi, walaupun
Webster (1984) tidak memasukkan nama Spencer sebagai dasar pemikiran teori modernisasi.
Teorinya tentang evolusi masyarakat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat industri
yang harus dilalui melalui perubahan struktur dan fungsi serta kompleksitas organisasi senada
dengan asumsi dasar konsep modernisasi yang disampaikan oleh Schoorl (1980) dan Dube
(1988). Asumsi modernisasi yang disampaikan oleh Schoorl melihat modernisasi sebagai
suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.
Dibidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri dengan pertumbuhan
ekonomi sebagai akses utama. Berhubung dengan perkembangan ekonomi, sebagian
penduduk tempat tinggalnya tergeser ke lingkungan kota-kota. Masyarakat modern telah
tumbuh tipe kepribadian tertentu yang dominan. Tipe kepribadian seperti itu menyebabkan
orang dapat hidup di dalam dan memelihara masyarakat modern.
Sedangkan Dube berpendapat bahwa terdapat tiga asumsi dasar konsep modernisasi yaitu
ketiadaan
semangat
pembangunan
harus
dilakukan
melalui
pemecahan
masalah
kemanusiaan dan pemenuhan standart kehidupan yang layak, modernisasi membutuhkan
usaha keras dari individu dan kerjasama dalam kelompok, kemampuan kerjasama dalam
kelompok sangat dibutuhkan untuk menjalankan organisasi modern yang sangat kompleks dan
organisasi kompleks membutuhkan perubahan kepribadian (sikap mental) serta perubahan
pada struktur sosial dan tata nilai. Kedua asumsi tersebut apabila disandingkan dengan
pemikiran Spencer tentang proses evolusi sosial pada kelompok masyarakat, terdapat
kesamaan. Tujuan akhir dari modernisasi menurut Schoorl dan Dube adalah terwujudnya
masyarakat modern yang dicirikan oleh kompleksitas organisasi serta perubahan fungsi dan
struktur masyarakat. Secara lebih jelas Schoorl menyajikan proses petumbuhan struktur sosial
yang dimulai dari proses perbesaran skala melalui integrasi. Proses ini kemudian dilanjutkan
dengan diferensiasi hingga pembentukan stratifikasi dan hirarki.
Ilmu Sosial Budaya Dasar
16
Ciri manusia modern menurut Dube ditentukan oleh struktur, institusi, sikap dan perubahan
nilai pada pribadi, sosial dan budaya. Masyarakat modern mampu menerima dan
menghasilkan
inovasi
kemampuannya
dalam
baru,
membangun
memecahkan
kekuatan
masalah.
bersama
serta
meningkatkan
Oleh karenanya modernisasi
sangat
memerlukan hubungan yang selaras antara kepribadian dan sistem sosial budaya. Sifat
terpenting dari modernisasi adalah rasionalitas. Kemampuan berpikir secara rasional sangat
dituntut dalam proses modernisasi. Kemampuan berpikir secara rasional menjadi sangat
penting dalam menjelaskan berbagai gejala sosial yang ada. Masyarakat modern tidak
mengenal lagi penjelasan yang irasional seperti yang dikenal oleh masyarakat tradisional.
Rasionalitas menjadi dasar dan karakter pada hubungan antar individu dan pandangan
masyarakat terhadap masa depan yang mereka idam-idamkan. Hal yang sama disampaikan
oleh Schoorl, walaupun tidak sebegitu mendetail seperti Dube. Namun demikian terdapat ciri
penting yang diungkapkan Schoorl yaitu konsep masyarakat plural yang diidentikkan dengan
masyarakat modern. Masyarakat plural merupakan masyarakat yang telah mengalami
perubahan struktur dan stratifikasi sosial.
Lerner dalam Dube (1988) menyatakan bahwa kepribadian modern dicirikan oleh :
1. Empati : kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
2. Mobilitas : kemampuan untuk melakukan “gerak sosial” atau dengan kata lain kemampuan
“beradaptasi”. Pada masyarakat modern sangat memungkinkan terdapat perubahan status
dan peran atau peran ganda. Sistem stratifikasi yang terbuka sangat memungkinkan
individu untuk berpindah status.
3. Partisipasi : Masyarakat modern sangat berbeda dengan masyarakat tradisional yang
kurang memperhatikan partisipasi individunya. Pada masyarakat tradisional individu
cenderung pasif pada keseluruhan proses sosial, sebaliknya pada masyarakat modern
keaktifan individu sangat diperlukan sehingga dapat memunculkan gagasan baru dalam
pengambilan keputusan.
Konsep yang disampaikan oleh Lerner tersebut semakin memperkokoh ciri masyarakat
modern Schoorl, yaitu pluralitas dan demokrasi. Perkembangan masyarakat tradisional menuju
masyarakat modern baik yang diajukan oleh Schoorl maupun Dube tak ubahnya analogi
pertumbuhan biologis mahkluk hidup, suatu analogi yang disampaikan oleh Spencer.
Schoorl dan Dube yang keduanya sama-sama mengulas masalah modernisasi
menunjukkan ada perbedaan pandangan. Schoorl cenderung optimis melihat modernisasi
sebagai bentuk teori pembangunan bagi negara dunia ketiga, sebaliknya Dube mengkritik
modernisasi
dengan
Ilmu Sosial Budaya Dasar
mengungkapkan
kelemahan-kelemahannya.
Schoorl
bahkan
17
menawarkan modernisasi di segala bidang sebagai sebuah kewajiban negara berkembang
apabila ingin menjadi negara maju, tidak terkecuali modernisasi pedesaan.
Modernisasi yang lahir di Barat akan cenderung ke arah Westernisasi, memiliki tekanan
yang kuat meskipun unsur-unsur tertentu dalam kebudayaan asli negara ketiga dapat selalu
eksis, namun setidaknya akan muncul ciri kebudayaan barat dalam kebudayaannya (Schoorl,
1988). Schoorl membela modernisasi karena dengan gamblang menyatakan modernisasi lebih
baik dari sekedar westernisasi. Dube memberikan pernyataan yang tegas bahkan cenderung
memojokkan modernisasi dengan mengungkapkan berbagai kelemahan modernisasi, antara
lain keterlibatan negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial
tidak menjadi sesuatu yang penting untuk dibicarakan. Lebih lanjut Dube menjelaskan
kelemahan modernisasi antara lain :
1. Modernisasi yang mendasarkan pada penggunaan ilumu pengetahuan dan teknologi pada
organisasi modern tidak dapat diikuti oleh semua negara.
2. Tidak adanya indikator sosial pada modernisasi.
3. Keterlibatan negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial
antara negara maju dan berkembang tidak menjadi sesuatu yang penting untuk
dibicarakan.
4. Modernisasi yang mendasarkan pada penggunaan iptek pada organisasi modern tidak
dapat diikuti oleh semua negara.
5. Tidak adanya indikator sosial pada modernisasi.
6. Keberhasilan negara barat dalam melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan
kolonial yang mereka miliki sehingga mampu mengeruk SDA dengan mudah dari negara
berkembang dengan murah dan mudah.
Keberhasilan negara barat dalam melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan
kolonial yang mereka miliki sehingga mampu mengeruk sumberdaya alam dari negara
berkembang dengan murah dan mudah. Modernisasi tidak ubahnya seperti kolonialisme gaya
baru dan engara maju diibaratkan sebagai musang berbulu domba oleh Dube. Dube selain
mengkritik modernisasi juga memberikan berbagai masukan untuk memperbaiki modernisasi.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan lebih “memanusiakan manusia”.
Kegagalan Modernisasi; Kajian Empirik Dove dan Sajogyo
Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia selama ini juga tidak lepas
dari pendekatan modernisasi. Asumsi modernisasi sebagai jalan satu-satunya dalam
pembangunan menyebabkan beberapa permasalahan baru yang hingga kini menjadi masalah
krusial Bangsa Indonesia. Penelitian tentang modernisasi di Indonesia yang dilakukan oleh
Sajogyo (1982) dan Dove (1988). Kedua hasil penelitian mengupas dampak modernisasi di
Ilmu Sosial Budaya Dasar
18
beberapa wilayah Indonesia. Hasil penelitian keduanya menunjukkan dampak negatif
modernisasi di daerah pedesaan. Dove mengulas lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai
akibat benturan dua budaya yang berbeda dan adanya kecenderungan penghilangan
kebudayaan lokal dengan nilai budaya baru. Budaya baru yang masuk bersama dengan
modernisasi.
Dove dalam penelitiannya di membagi dampak modernisasi menjadi empat aspek yaitu
ideologi, ekonomi, ekologi dan hubungan sosial. Aspek ideologi sebagai kegagalan
modernisasi mengambil contoh di daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Penelitian Dove
menunjukkan bahwa modernisasi yang terjadi pada Suku Wana telah mengakibatkan
tergusurnya agama lokal yang telah mereka anut sejak lama dan digantikan oleh agama baru.
Modernisasi seolah menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang mampu membelenggu kebebasan
asasi manusia termasuk di dalamnya kebebasan beragama. Pengetahuan lokal masyarakat
juga menjadi sebuah komoditas jajahan bagi modernisasi. Pengetahuan lokal yang
sebelumnya dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat harus serta merta digantikan
oleh pengetahuan baru yang dianggap lebih superior.
Sajogyo membahas proses modernisasi di Jawa yang menyebabkan perubahan budaya
masyarakat. Masyarakat Jawa dengan tipe ekologi sawah selama ini dikenal dengan “budaya
padi” menjadi “budaya tebu”. Perubahan budaya ini menyebabkan perubahan pola pembagian
kerja pria dan wanita. Munsulnya konsep sewa lahan serta batas kepemilikan lahan minimal
yang identik dengan kemiskinan menjadi berubah. Pola perkebunan tebu yang membutuhkan
modal lebih besar dibandingkan padi menyebabkan petani menjadi tidak merdeka dalam
mengusahakan lahannya. Pola hubungan antara petani dan pabrik gula cenderung lebih
menggambarkan eksploitasi petani sehingga semakin memarjinalkan petani.
Modernisasi, Masih Bisakah Dipertahankan ?
Berbagai ulasan tentang modernisasi yang telah disajikan di depan membawa kita pada
pertanyaan akhir yang layak untuk didiskusikan. Modernisasi masih bisakah dipertahankan
sebagai perspektif pembangunan bangsa kita. Modernisasi tentu harus kita oleh lebih jauh lagi
dan tidak menerimanya sebagai teori Tuhan yang berharga mati. Perbaikan-perbaikan konsep
modernisasi yang diselaraskan dengan budaya serta pengetahuan lokal masyarakat akan
menjadi sebuah konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan dan kemanusiaan.
Ilmu Sosial Budaya Dasar
19
Download