BAB II DASAR TEORI

advertisement
BAB II
DASAR TEORI
Ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk menghitung
kekuatan struktur
konstruksi box. Pada bab ini penulis akan
menguraikan beberapa dasar teori yang akan diterapkan untuk mencari
besarnya defleksi yang terjadi pada kontruksi box.
2.1
Defleksi
Ambil : E: modulus elastisitas
I: moment inertia
Bila Mx adalah harga bending moment disebarang posisi x, maka
persamaan diffrensial untuk lenturan beam tsb :
Gambar 2.1. Arah Defleksi
7
8
d 2y
M x
 
........( 2 . 1 )
2
dx
EI
Solusi:
Pengintegrasian sekali dari persamaan (2.1) didapat :
Mx
dy
 
dx  c 1
dx
EI
Karena persamaan diatas merupakan persamaan garis singgung yg
bersudut θ dengan sumbu // sumbu x, maka:
tan  
dy
M
   x dx  c1 ......( 2 .2 )
dx
EI
disini θ disebut sudut defleksi.
Dan dari persamaan (2.2) dengan mengintegrasikannya , maka didapat
lenturan y, yaitu:
y   
Mx
dxdx  c1 x  c 2 .......( 2 .3)
EI
disini konstanta c1 dan c2 dihitung dengan ketentuan “ boundary condition “
(lihat Gambar 2.2.dan 2.3.)
Gambar. 2.2 Boundary Condition
9
Gambar 2.3 Boundary Condition
Dari Gambar 2.2.
Dititik.. A..untuk..x  0  y  0
...2.4
Dititik..B.untuk..x  l  y  0 
Dari Gambar 2.3.
Dititik A untuk x=0,maka:
y  0 

 ....( 2 . 5 )
dy
 0
dx

2.2
Tinjauan Umum Box Panel Listrik Jenis 20 kV.
Box panel listrik jenis 20 kV. adalah suatu konstruksi box yang untuk
penempatannya atau pemasangannya yaitu berdiri sendiri diatas base atau
digabungkan dengan box lain. Adapun mengenai dimensi box ini khusus
dibuat hanya untuk kapasitas 20 kV dan harus sesuai dengan komponen –
komponen yang ada didalamnya.
10
Panel jenis 20 kV ini sering digunakan untuk Gardu Induk PLN,
Pabrik serta oil and gas dimana konstruksi box panel ini dituntut harus kuat
menahan beban short circuit maupun tegangan antar phasenya serta tahan
terhadap cuaca yang ekstrim. Box ini juga harus didesain sedemikian rupa
supaya antara VCB (Vacum Circuit Breaker), Earting Switch, dan part – part
pendukung lainnya dapat bersinergi untuk menjalankan suatu sistem yang
telah ditentukan.
Gambar 2.4 Box Panel Listrik Jenis 20 kV
(Data Pribadi)
11
2.3
Jenis Box Panel 20 kV.
Ditinjau dari jenisnya, box panel 20 kV dibagi menjadi 2 macam
yaitu :
1.
Box panel 20 kV incoming
Incoming yaitu tempat masuknya tegangan dari sumber sebesar 20
kV yang mana pada incoming tersebut terdapat 3 buah lampu indicator
neon (R,S,T) yang akan menyala apabila tegangan dari luar masuk ke
incoming. Pada incoming juga terdapat 3 buah trafo arus yang akan
digunakan oleh KWH meter pada incoming untuk mengukur daya yang
dikeluarkan. Selain itu pada incoming juga terdapat heater (pemanas) yang
berfungsi untuk memanaskan ruang atau kompartemen panel sehingga
tidak lembab dan dapat menghindari terjadinya bunga api. Untuk dimensi
box panel jenis 20 kV. Incoming ini memerlukan dimensi box yang lebih
besar dan lebar Karena dipengaruhi oleh dimensi VCB (Vacum Circuit
Breaker) yang digunakan.
2.
Box panel 20 kV outgoing
Outgoing berfungsi sebagai tempat keluarnya tegangan menengah
setelah melalui incoming. Outgoing memiliki kompartemen yang paling
besar dimana pada kompartemen bagian atas terdapat susunan kabel
beserta komponen – komponen control untuk mendukung jalannya sistem,
di bagian bawah terdapat VCB (Vacum Circuit Breaker), kontak
grounding dan juga terdapat kontak disconnecting switch (DS), di bagian
12
belakang terdapat Current Transforment (CT), isolator dan beberapa
busbar untuk menyalurkan tegangan antar komponen. Pada bagian bawah
terdapat tuas yang akan menekan pegas untuk mengoperasikan Earting
Switch (ES) yang ada didalamnya, selain menggunakan pegas juga bias
dilakukan otomatis dengan motorized. Untuk dimensi box panel jenis 20
kV outgoing ini memerlukan dimensi box yang lebih kecil Karena VCB
(VacumCircuit Breaker) yang digunakan memiliki dimensi lebih kecil dari
incoming.
Dalam Tugas akhir ini yang akan penulis bahas adalah untuk box
panel jenis 20 kV outgoing. Dikarenakan box tipe ini adalah yang paling
sering digunakan.
2.4
Analisa Gaya
Kekuatan (strength) adalah suatu sifat atau perilaku dari suatu
bahan atau suatu elemen mesin. Berdasarkan ilmu pengetahuan kekuatan
bahan (strength of material calculation) dihitung tegangan nominal
(nominal stress) yang disebabkan oleh beban nominal pada tempat –
tempat yang kritis dari komponen tersebut dan dibandingkan dengan
tegangan yang diijinkan (permissible stress). Atau sebaliknnya dari beban
nominal dan tegangan yang diijinkan, dapat ditentukan ukuran – ukuran
komponen yang diperlukan pada tempat – tempat kritis tersebut.
13
2.4.1 Moment Inersia Frame
Sumbu Netral
Gambar 2.5 Moment Inersia Benda
Ix =
Dimana :
. . ℎ3 (mm4) dan Iy =
.ℎ
3
(mm4)
Ix = Moment inersia untuk frame terhadap sumbu x
Iy = Moment inersia untuk frame terhadap sumbu y
I = Ix + Iy (mm4)
14
2.4.2 Gaya Defleksi yang Diijinkan
a. Struktur balok tumpuan dengan beban terpusat
Gambar 2.6
Balok Tumpuan Beban Terpusat
( Kelly L. Bramble, www.engineersedge.com [1] )
Tegangan antara beban dan titik tumpuan :
= −
2
Tegangan pada titik pusat perpotongan :
=−
4
Defleksi diantara beban dan titik tumpuan :
=
48
(3
− 4
Defleksi maksimum :
)
15
=
48
Keterangan:
y
= Defleksi yang diijinkan (m)
x
= Panjang rangka yang terkena gaya (m)
W
= Gaya yang terjadi (N)
l
= Panjang rangka yang terkena gaya (m)
E
= Modulus elastisitas (N/m2)
I
= Moment inersia (m4)
s
= Tegangan tarik (N/m2)
Z
= Modulus bagian, I / jarak dari garis sumbu axis
b. Struktur balok tumpuan dengan beban merata
Gambar 2.7
Balok Tumpuan Beban Merata
( Kelly L. Bramble, www.engineersedge.com [1] )
16
Tegangan di setiap titik :
= −
2
( − )
Tegangan pada titik pusat perpotongan :
=−
8
Defleksi di setiap titik :
=
( − )
[
24
+
( − )]
Pusat defleksi maksimum :
y=
Keterangan:
y
= Defleksi yang diijinkan (m)
x
= Panjang rangka yang terkena gaya (m)
W
= Gaya yang terjadi (N)
E
= Modulus elastisitas (N/m2)
I
= Moment inersia (m4)
s
= Tegangan tarik (N/m2)
17
Z
= Modulus bagian
= I / jarak dari garis sumbu axis
c. Struktur balok tumpuan dengan posisi beban tidak tetap
Gambar 2.8
Balok Tumpuan Beban Tidak Tetap
( Kelly L. Bramble, www.engineersedge.com [1] )
Tegangan diantara beban dan titik beban “a” :
= −
Tegangan diantara beban dan titik beban “b” :
= −
Tegangan beban yang diaplikasikan :
=−
18
Defleksi antara beban dan titik “a” :
=
6
(
−
−
)
Defleksi antara beban dan titik “b”
=
6
(
−
−
)
Defleksi maksimum :
=
3
Keterangan : y
= Defleksi yang diijinkan (m)
x
= Panjang rangka yang terkena gaya (m)
W
= Gaya yang terjadi (N)
l
= Panjang rangka yang terkena gaya (m)
E
= Modulus elastisitas (N/m2)
I
= Moment inersia (m4)
s
= Tegangan tarik (N/m2)
a
= Panjang rangka yang terkena gaya (m)
19
b
= Panjang rangka yang terkena gaya (m)
Z
= Modulus bagian
= I / jarak dari garis sumbu axis
d. Struktur balok tumpuan balok cantilever dengan beban seragam
Gambar 2.9
Balok Tumpuan Cantilever Beban Seragam
( Kelly L. Bramble, www.engineersedge.com [1] )
Tegangan dititik spesifik :
=
2
( − )
Defleksi dititik spesifik :
=
24
[2
+ (2 − ) ]
Defleksi titik akhir tanpa support :
20
=
8
Keterangan : y
= Defleksi yang diijinkan (m)
x
= Defleksi yang diijinkan (m)
W
= Gaya yang terjadi (N)
l
= Panjang rangka yang terkena gaya (m)
E
= Modulus elastisitas (N/m2)
I
= Moment inersia (m4)
s
= Tegangan tarik (N/m2)
Z
= Modulus bagian
= I / jarak dari garis sumbu axis
2.4.3 Tegangan Yang Diijinkan dan Faktor Keamanan
Dalam merencanakan bagian suatu konstruksi untuk menahan
kegagalan, biasanya kita meyakinkan diri sendiri bahwa tegangan dalam
yang terjadi tidak melebihi dari kekuatan bahan.
Kalau
bahan
yang
akan dipakai adalah daktail, maka biasanya kita perhatikan adalah
kekuatan mengalah, karena perubahan permanent akan menimbulkan
kegagalan.
21
Dalam hal ini, tegangan yang diijinkan merupakan perbandingan
antara kekuatan mengalah bahan dan factor keamanan yang diterapkan.
=
= Tegangan yang diijinkan (N/mm2)
Dengan :
= Kekuatan mengalah bahan (N/mm2)
n
= Faktor keamanan
Dalam menentukan factor keamanan harus ditimbang dua hal,
pertama pelampauan kekuatan guna (bahaya fatal dan interupsi kerja yang
rumit atau mudah mengatasi kerusakan) dan hal yang kedua pengaruh
factor n terhadap kelayakan dan nilai pakai komponen tersebut. Biasanya n
dipilih sebagai berikut :
n
= 1.5 – 3
Perhitungan terhadap patah kekal
n
= 1.2 – 2
Perhitungan terhadap deformasi
n
=2–4
Perhitungan terhadap patah
n
=3–5
Perhitungan terhadap instabilitas / tekuk
Download