47 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Sungai terdiri atas palung sungai dan sempadan sungai. Palung sungai berfungsi sebagai ruang wadah air mengalir dan sebagai tempat berlangsungnya kehidupan ekosistem sungai. Sempadan sungai berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu (PP RI Nomor 38 Tahun 2011). Ciri khas sebuah sungai di mulai daerah bagian hulu yang biasanya berawal dari dataran tinggi yang hanya berupa parit kecil, aliran deras, air dingin, dan pergerakan air secara turbulen, mempunyai hidrograf aliran dengan puncak puncak yang tajam sewaktu mendaki (rising stage) dan menurun (fallen stage), gradien hulu sungai cukup curam dan sangat aktif mengikis air secara turbulen. Dasar sungai terdiri batuan. Semakin jauh ke hilir, sungai tersebut akan menyatu dengan anak-anak sungai (Basmi, 1999). Menurut Diester (1996) dalam Maryono (2005) komponen ekosistem sungai terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling berpengaruh menjadi satu kesatuan dan memiliki kemampuan untuk membuat sistem aturannya sendiri. Pengaruh komponen fisik misalnya kecepatan aliran sungai, substrat, kualitas air, Universitas Sumatera Utara 648 iklim mikro, karakteristik penyinaran matahari, dan perubahan temperatur sangat menentukan jenis-jenis biotope (fauna) yang ada pada wilayah sungai tersebut. Menurut Vannote dkk., (1980) sungai juga merupakan badan air yang kontinum, keadaan di bagian hilir merupakan kelanjutan dari kejadian-kejadian di bagian hulunya. Suatu sungai dapat mengambarkan perubahan struktur dan fungsi komunitas sepanjang sungai sehingga terjadi perubahan gradien dari hulu hingga ke hilir. Makrozoobentos Bentos adalah organisme dasar yang hidupnya di dasar perairan (epifauna) atau di dalam substrat dasar (infauna). Bentos terdiri dari organisme nabati (fitobentos) dan hewani (zoobentos) (Odum 1971; Nybakken 1988). Berbagai jenis zoobentos ada yang berperan sebagai konsumen primer dan ada pula yang berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen yang menempati tempat yang lebih tinggi. Pada umumnya, zoobentos merupakan makanan alami bagi ikan-ikan pemakan di dasar (Pennak, 1989). Kelompok ini masih dibedakan menjadi epifauna yaitu bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna, yaitu bentos yang hidupnya terbenam di dalam substrat dasar perairan. Berdasarkan ukuran tubuhnya, bentos dapat dibagi menjadi makrozoobentos (>2 mm), meiobentos (0,2 – 2 mm) dan mikrobentos (<0,2 mm) (Barus, 2004). Makrozoobentos disusun oleh empat kelompok dominan yaitu Kelas Polychaeta, Kelas Crustacea, Filum Echinodermata, Filum Molusca. Kelas Polychaeta umumnya sebagai pembentuk tabung dan penggali. Kelas Crustacea Universitas Sumatera Utara 749 yang paling dominan dan banyak ditemukan antara lain Astracoda, Amphipoda, Isopoda, Tanaid, Misid yang berukuran besar dan Decapoda yang berukuran lebih kecil. Mollusca diwakili oleh beberapa spesies bivalva penggali dan gastropoda di permukaan. Filum Echinodermata banyak ditemukan sebagai bentos subtidal terutama binatang mengular, bulu babi dan dollar pasir (Nybakken, 1982). Menurut Jeffries & Mills (1996), makrozoobentos dapat dibedakan dalam empat golongan berdasarkan kebiasaan makannya yaitu : 1. Perumput (grazer) dan pengikis (scraper) yaitu herbivora pemakan alga yang tumbuh melekat pada substrat. 2. Pemarut (shredder), yaitu detrivora pemakan partikel ukuran besar 3. Kolektor (collector) yaitu detrivora pemakan partikel halus baik yang berupa suspensi dan berupa endapan. 4. Predator yaitu berupa hewan karnivora. Komunitas Makrozoobentos Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada suatu lingkungan tertentu yang saling berinteraksi membentuk tingkat tropik. Di dalam komunitas, jenis organisme yang dominan akan mengendalikan komunitas tersebut sehingga jika organisme yang dominan tersebut hilang akan menimbulkan perubahanperubahan penting dalam komunitas, baik pada lingkungan biotik maupun lingkungan fisiknya (Odum, 1971). Konsep komunitas sangat relevan diterapkan dalam menganalisa lingkungan perairan karena komposisi dan karakter dari suatu komunitas merupakan indikator dalam menganalisa lingkungan perairan karena komposisi Universitas Sumatera Utara 850 dan karakter dari suatu komunitas merupakan indikator yang cukup baik untuk menunjukan keadaan lingkungan dimana komunitas tersebut berada (Krebs, 1989). Distribusi hewan makrozoobentos sangat ditentukan oleh sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik yang berpengaruh langsung terhadap hewan makrozoobentos adalah kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, substrat dasar dan suhu perairan. Sedangkan sifat kimia yang berpengaruh langsung adalah derajat keasaman dan kandungan oksigen terlarut (Odum, 1971). Faktor biologis antara lain kehadiran hewan lain sebagai pesaing, pemangsa, penyakit, parasit maupun mangsa, faktor genetis, dan morfologi hewan makrozoobentos itu sendiri serta kebiasaan makanannya (Wetzel, 2001). Hubungan antara perubahan lingkungan dengan kestabilan suatu komunitas makrozoobentos dapat dianalisa secara kuantitatif dan kualitatif. Analisa kuantitatif dilakukan dengan melihat keanekaragaman jenis organisme yang hidup di lingkungan tersebut dan hubungannya dengan kelimpahan tiap jenisnya. Analisa kualitatif adalah dengan melihat jenis-jenis organisme yang mampu beradaptasi pada lingkungan tertentu (Apha (1976) dalam Fahliza (2007)). Kualitas Air Sungai Menurut Odum (1971) parameter fisika dan kimia perairan dapat digunakan untuk menduga kualitas lingkungan perairan. Berbagai faktor alami mempengaruhi keberadaan dan penyebaran makrozoobentos. Faktor-faktor tersebut antara lain suhu, kecepatan arus, kekeruhan, padatan tersuspensi, substrat Universitas Sumatera Utara 951 dasar, debit air, pH, oksigen terlarut, penyakit, kompetisi dan hubungan pemangsaaan. a. Suhu Suhu merupakan pengatur utama proses fisika dan kimia yang terjadi di perairan. Suhu secara tidak langsung akan mempengaruhi kelarutan oksigen dan secara langsung mempengaruhi proses kehidupan organisme seperti pertumbuhan, reproduksi, dan penyebarannya. Suhu dapat berperan sebagai faktor pembatas utama bagi banyak makhluk hidup dalam mengatur proses fisiologinya disamping faktor lingkungan lainnya (Effendi, 2003). Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan suhu 10oC (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir akan meningkatkan aktivitas fisiologis) (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat (Barus, 2004). Suhu yang tidak lebih dari 30oC tidak akan berpengaruh drastis terhadap makrozoobentos (Hawkes, 1979). b. Arus Organisme perairan yang hidup di substrat membutuhkan arus yang dapat membawa makanan, oksigen, garam – garam dan organisme untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Kecepatan arus mempengaruhi pembentukan substrat perairan dan secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pembentukan komposisi komunitas bentos (Hawkes, 1979). Menurut Welch (1980), arus mempengaruhi transport sedimen dan mengikis substrat dasar perairan sehingga dapat dibedakan menjadi substrat batu, pasir, liat, ataupun debu. Sungai dengan arus yang cepat, substrat dasarnya terdiri Universitas Sumatera Utara 1052 dari batuan dan kerikil sedangkan sungai dengan arus air yang lambat substrat dasarnya terdiri dari pasir atau lumpur. c. Kekeruhan Menurut David dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003) kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroogranisme lain. Kekeruhan dapat menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan. Tingkat kekeruhan yang tinggi dapat mempengaruhi kehidupan organisme akuatik misalnya gangguan penglihatan, pernapasan dan penyaringan makanan (Fisesa dkk., 2014). d. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid atau TSS) Padatan Tersuspensi Total adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganik yang dapat disaring dengan kertas millipore berpori-pori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser (Monoarfa, 2002). Tingginya padatan tersuspensi pada perairan mempunyai pengaruh langsung terhadap organisme makrozoobentos, yaitu berupa abrasi permukaan tubuh, khususnya struktur tubuh yang halus seperti insang, sehingga akan mengganggu proses respirasi (Mukhtar, 2001). Universitas Sumatera Utara 1153 e. Substrat Substrat didefinisikan sebagai campuran dari fraksi lumpur, pasir dan liat dalam tanah. Substrat merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan keanekarangaman zoobentos. Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona dasar seperti bentos, baik pada air diam maupun air mengalir (Michael, 1984). Odum (1971) menjelaskan bahwa pengendapan partikel tergantung dari arus, apabila arus ditempat tersebut kuat maka partikel yang mengendap berukuran besar, tetapi jika arusnya lemah maka yang mengendap di dasar perairan adalah lumpur halus. Pada daerah pesisir dengan kecepatan arus dan gelombang yang lemah, substrat cenderung berlumpur. Daerah ini biasanya terdapat muara sungai, teluk atau pantai terbuka dengan kelandaian yang rendah. f. Derajat Keasaman (pH) Nilai pH (puissance negative de Hydrogen ion) suatu perairan adalah logaritma negatif dari kepekatan ion-on hidrogen yang terdapat dalam suatu cairan, merupakan salah satu indikator baik buruknya lingkungan perairan. Organisme air masing-masing memiliki kemampuan yang berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: aktivitas biologi, aktivitas fotosintesis, suhu, kandungan oksigen, dan adanya kation dan anion (Pescod, 1973). Peningkatan ion hidrogen dalam perairan akan menurunkan nilai pH perairan dan sebaliknya penurunan ion hydrogen dalam perairan akan menaikkan pH perairan. Perairan netral mempunyai pH=7. Bila pH lebih besar dari 7, Universitas Sumatera Utara 54 12 perairan akan bersifat basa dan apabila kurang dari 7 perairan akan bersifat asam (Barus, 2004). g. Oksigen terlarut Oksigen terlarut merupakan banyaknya oksigen dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air terutama sangat dipengaruhi oleh faktor temperatur, dimana kelarutan maksimum terdapat pada temperatur 0oC, yaitu sebesar 14,16 ml/l O2. Sumber utama oksigen terlarut dalam air berasal dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari proses fotosintesis. Air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui aktivitas respirasai dari organisme akuatik (Barus, 2004). Selanjutnya APHA (1989) menyatakan bahwa oksigen terlarut di dalam air berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton atau tumbuhan air serta difusi dari udara. Oksigen terlarut digunakan dalam penghancuran bahan organik dalam air. Tanpa adanya oksigen terlarut dalam tingkat konsentrasi tertentu banyak jenis organisme perairan tidak dapat bertahan hidup. Oksigen terlarut sangat penting untuk menunjang kehidupan organisme air, khususnya makrozoobentos dalam proses respirasi dan dekomposisi bahan organik. h. BOD5 Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses penguraian senyawa anorganik yang diukur pada temperatur 20oC (Forstner (1990) dalam Barus (2004). Sedangkan BOD5 menunjukan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh Universitas Sumatera Utara 55 13 proses respirasi mikroba aerob yang terdapat pada botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20oC selama lima hari dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003). Nilai BOD5 yang semakin tinggi bukan menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan bahan tersebut (Johan dan Edimarwan, 2011). i. Bahan Organik Total (Total Organik Matter atau TOM) Bahan organik total menggambarkan kandungan bahan organik yang dapat dioksidasi oleh KMnO4 dan asam kuat (H2SO4). Kandungan bahan organik di perairan terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid. Kemudian juga dalam bentuk ukuran yang lebih besar lagi atau dalam bentuk hidup seperti seston serta dalam bentuk mati seperti tripton dan detritus (Basmi, 1992). Tingginya bahan organik yang mengendap di dasar sungai akan menimbulkan adanya sedimentasi, sehingga menyebabkan perairan tidak terlalu dalam, yakni dengan kedalaman antara 35-45 cm (Iswanti dkk., 2012). Bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan bagi organisme makrozoobentos, sehingga jumlah dan laju pertambahan sedimen mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi organisme dasar (Wood, 1987). Kandungan bahan organik yang tinggi akan mempengaruhi kelimpahan organisme, dimana terdapat organisme-organisme tertentu yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut, sehingga dominansi oleh spesies tertentu dapat terjadi (Zulkifli dkk., 2009). Universitas Sumatera Utara