BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Nisbah Bagi Hasil
1.
Pengertian
Bagi hasil menurut terminologi asing (Inggris) dikenal profit
sharing. Profit berarti laba/keuntungan. Sharing adalah bentuk kata kerja
dari share yang berarti bagi atau bagian. Profit Sharing berarti pembagian
laba/keuntungan. Secara definitif bagi hasil diartikan distribusi beberapa
bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan. Lebih lanjut
dikatakan bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan
yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun sebelumnya, atau
dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan.
Yang dimaksud dengan bagi hasil (profit sharing) adalah ”bentuk
return dari kontrak investasi yakni yang termasuk kedalam natural
uncertainty contract” (Adiwarman Karim 2004 : 179).
Dalam pelaksanaannya bagi hasil merupakan bentuk dari
perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengelola modal
(enterpreneur) dengan menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana
diantara keduanya akan terikat kontrak bahwa didalam usaha tersebut jika
mendapat keuntungan akan dibagi kedua belah pihak sesuai dengan nisbah
kesepakatan diawal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami
kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-maasing.
5
6
Pada lembaga keuangan syariah prinsip bagi hasil terselenggara
melalui mekanisme penyertaan modal, baik penyertaan secara menyeluruh
maupun sebagian, atau dalam bentuk kerjasama antara pemilik modal
(shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib). Keuntungan yang
dibagikan harus dibagihasilkan sesuai dengan proporsional masing-masing
pihak yang telah disepakati diawal akad.
Proporsi keuntungan dalam perbankan syariah sering disebut
dengan nisbah bagi hasil. Adapun yang dimaksud dengan nisbah bagi hasil
adalah besarnya masing-masing porsi bagi hasil yang akan diperoleh oleh
pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) yang
terutang dalam akad/perjanjian yang telah ditandatangani pada awal
sebelum dilaksanakannya kerjasama.
Nisbah keuntungan antara pihak-pihak yang berakad ditentukan
diawal terjadinya akad, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
Prosentase
Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk
prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam
nominal Rupiah tertentu.
Jadi nisbah keuntungan-keuntungan itu misalnya adalah 50
: 50, 70 : 30, atau 60 : 40, atau bahkan 99 : 1. Tetapi nisbah bagi
hasil tidak diperbolehkan 100 : 0, karena para ahli fiqih sepakat
berpendapat bahwa mudharabah tidak sah apabila shahibul maal
dan mudharib membuat syarat agar keuntungan hanya untuk salah
7
satu pihak saja. Dasar pertimbangan dalam penetapan nisbah yang
akan dibayarkan disesuaikan dengan kebijakan pendanaan.
b.
Bagi Untung dan Bagi Rugi
Dalam kontrak investasi (natural uncertainty contracts)
ketentuan keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah
disepakati masing-masing pihak. Keuntungan yang akan dibagikan
tergantung pada kinerja sektor riilnya. Bila laba bisnisnya kecil
maka mendapat bagian yang kecil juga, sebaliknya jika laba
bisnisnya besar maka bagian yang akan diperolehnya pun akan
besar pula. Lain halnya bila terjadi kerugian, pembagian kerugian
itu buka didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal
masing-masing pihak, mengingat kemampuan shahibul maal untuk
menanggung kerugian financial tidak sama dengan kemampuan
mudharib. Kerugian yang terjadi dari kontrak investasi dibagi
berdasarkan proporsi modal, yakni proporsi modal shahibul maal
100% maka kerugian yang ditanggungnya sebesar 100%. Di lain
pihak karena proporsi modal mudharib 0% maka kerugian yang
ditanggung adalah 0% pula. Namun sebenarnya pihak mudharib
menanggung resiko kerugian berupa hilangnya waktu kerjanya
dengan tidak mendapatkan hasil apapun atas jerih payahnya selama
berbisnis. Kerugian yang ditanggung oleh shahibul maal terjadi
bila kerugian itu bukan karena kelalaian mudharib. Bila kerugiaan
8
terjadi karena karakter buruk (character risk) mudharib, maka
shahibul maal tidak perlu menanggung kerugian.
c.
Jaminan
Untuk
perbuataan
menghindari
yang
hanya
adanya
moral
menguntungkan
hazard
diri
(segala
sendiri
atau
perbuataan yang merugikan orang lain) dari pihak mudharib yang
lalai atau menyalahi kontrak investasi maka shahibul maal
diperbolehkan meminta jaminan tertentu kepada mudharib.
Jaminan ini akan disita oleh shahibul maal jika ternayata timbul
kerugian karena mudharib melakukan kesalahan yakni lalai dan
atau ingkar janji. Sebaliknya bila kerugian yang timbul disebabkan
karena resiko bisnis, maka jaminan tidak dapat disita oleh shahibul
maal. Tujuan pengenaan jaminan dalam akad ini adalah untuk
menghindari moral hazard mudharib, bukan untuk mengamankan
nilai investasi jika terjadi kerugian karena faktor resiko bisnis.
d.
Menentukan Besarnya Nisbah
Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan
masing-masing pihak yang berkontrak angka besaran nisbah
merupakan hasil tawar menawar antar shahibul maal dengan
mudharib. Dalam prakteknya di perbankan modern, tawar
menawar nisbah antara pemilik modal (investor/deposan/shahibul
maal) dengan bank syariah (mudharib) hanya terjadi bagi
deposan/investor dengan jumlah besar, karena mereka memiliki
9
daya tawar menawar yang relatif tinggi atau disebut juga sebagai
spesial nisbah, sedangkan untuk nasabah deposan kecil, bank
syariah hanya akan mencantumkan nisbah yang ditawarkan, setelah
itu deposan boleh setuju atau tidak setuju dengan nisbah yang telah
ditetapkan oleh pihak bank syariah.
e.
Cara Menyelesaikan Masalah Kerugian
Jika terjadi kerugian, maka cara menyelesaikannya adalah :
1).
Diambil
terlebih
dahulu
dari
keuntungan,
karena
keuntungan merupakan pelindungan modal.
2).
Bila kerugian melebihi keuntungan, maka baru diambil dari
pokok modal.
2.
Prinsip Bagi Hasil Bank Syariah
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan
dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Berdasarkan
prinsip ini bank syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan
penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Prinsip bagi
hasil yang diterapkan atas hasil investasi dana merupakan ciri utama bank
syariah, sehingga bank syariah sering disebut juga sebagai bank bagi hasil.
Dalam kegiatan usahanya, bank syariah diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam pemenuhan jasa perbankan kepada
masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip bagi hasil, yaitu :
10
a.
Menetapkan
bonus/insentif
yang
akan
diberikan
kepada
masyarakat sehubungan dengan penggunaan dana masyarakat yang
dipercayakan kepadanya.
b.
Menetapkan bonus/insentif yang akan diterima berkaitan dengan
penyedian dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan
berupa investasi ataupun modal kerja.
c.
Menetapkan bonus/insentif sehubungan dengan kegiatan usaha
lainnya yang dapat dilakukan oleh bank dengan prinsip bagi hasil.
Secara umum prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat
dilakukan dengan empat akad utama yaitu al-Musyarakah, alMudharabah, al-Mujara’ah dan al-Musaqaah. Prinsip yang banyak
dipakai adalah al-Musyarakah dan al-Mudharabah sedangkan alMujara’ah dan al-Musaqaah digunakan khusus untuk plantation financing
atau pembiayaan oleh beberapa bank syariah. Maka penulis dalam hal ini
hanya membahas prinsip bagi hasil al-mudharabah, sesuai dengan judul
skripsi yang penulis sajikan.
Menurut
Muhammad
Syafi’i
Antonio
(2001:95)
”Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan.
Pengetian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usahanya”. Dalam
istilah lain mudharabah adalah ”kontrak antara dua belah pihak dimana
satu pihak yang disebut Rab al-mal(investor) mempercayakan uang
11
kepada pihak kedua yang disebut mudharib untuk tujuan menjalankan
usaha dagang” (Arif Maftuhin 2003:77).
Secara teknis Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Adapun ayat Al-Quran yang menjadi landasan hukum Mudharabah
masih bersifat umum lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan
usaha. Hal ini tampak dari ayat-ayat dan hadist berikut ini:
”...dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari
sebagian karunia Allah,” (QS. Al-Muzammil/73:20)
Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasullah SAW bersabda, ”Tiga
hal yang didalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh ,
muqaradah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam akad mudharabah terdapat rukun dan syarat sahnya
mudharabah yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan akad.
Rukun mudharabah antara lain:
1. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksanaan usaha)
2. Objek mudharabah (modal dan kerja)
3. Persetujuan kedua belah pihak (ijab qabul)
4. Nisbah keuntungan
Syarat sahnya mudharabah menurut Muhammad (2001:89), adalah
sebagai berikut:
12
1.
2.
3.
4.
Barang yang diserahkan adalah mata uang. tidak sah menyerahkan
harta benda atau emas-perak yang masih dicampur atau masih
berbentuk perhiasan.
Melafazkan ijab dari yang punya modal, dan qabul dari yang
menjalankannya.
Ditetapkan dengan jelas, bagi hasil bagian pemilik modal dan
bagian mudharib.
Dibedakan dengan jelas antara modal dan hasil yang akan
dibagihasilkan dengan kesepakatan.
Sedangkan aturan pembagian keuntungan dalam mudharabah
adalah kelebihan dari modal sebagai hasil dari kerja amil (pengelola).
Keuntungan yang dihasilkan berupa keuntungan bersih (net profit), dalam
keuntungan tedapat dua hak yaitu:
-
Hak mudharib (pengelola) sebagi imbalan dari pekerjaannya.
-
Hak shahibul maal (pemilik modal) sebagai imbalan dari modal.
Menurut Muhammmad Syafi’i Antonio (2001:139) aplikasi
mudharabah
dalam
perbankan
syariah
dapat
dilakukan
dengan
memisahkan atau mencampurkan dana mudharabah:
1.
Pemisahan total dana mudharabah dengan harta lain
Pada perkembangan awal mudharabah, pihak pengelola dana atau
mudharib harus memisahkan harta pribadinya dari mudharabah.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari tercampurnya dana.
Dengan pemisahan dana, maka pendapatan dan biaya dapat
dipisahkan dari masing-masing dana, sehingga keuntungan atau
kerugian masing-masing dana dapat dihitung dengan akurat.
Namun demikian, konsep ini memiliki kelemahan menyangkut
masalah moral hazard dan preferensi investasi mudharib dan bank
akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan kepada nasabahnya
ke portofolio dimana dana tersebut diinvestasikan, serta apabila
ternyata dana yang disalurkan tersebut tidak lebih menguntungkan
dibandingkan dengan milik pemegang saham bank tersebut.
2. Penyatuan dana mudharabah dengan dana lain (pool of fund)
Sistem ini menghilangkan munculnya masalah etika dan moral
hazard, namun dalam sistem ini pendapatan dan biaya mudharabah
tercampur dengan pendapatan
dan biaya lainnya. Hal ini
menimbulkan sedikit kesulitan perhitungan dalam memproses
13
alokasi keuntungan atau kerugian antara pemegang saham dan
pemegang rekening.
Dari kedua sistem ini yang sering digunakan oleh bank syariah
adalah mencampurkan sumber-sumber dana ekstern disatukan dengan
dana yang berasal dari modal bank (pool of fundconcept).
Mudharabah ini pula diterapkan pada produk-produk pembiayaan
dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah diterapkan
pada tabungan berjangka, deposito biasa, dan deposito spesial. Sedangkan
pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk pembiayaan modal
kerja dan investasi khusus.
3.
Faktor Yang Mempengaruhi Bagi Hasil
Bagi hasil yang akan dibagikan bank syariah kepada para nasabah
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, “faktor langsung dan faktor
tidak langsung” (Syafi’I Antonio 2001 : 139-140).
a.
Faktor Langsung
Diantara
faktor-faktor
langsung
(Direct
Factors)
yang
mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate,
jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing
ratio).
1).
Investment rate merupakan persentase actual dana yang
diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan
14
investment rate sebesar 80 %, hal ini berarti 20 % dari total
dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
2).
Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan
jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk
diinvestasikan.
3).
Nisbah (Profit Sharing Ratio)
- Salah satu ciri mudharabah adalah nisbah yang harus
ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
- Nisbah antara satu bank dan bank lainnya dapat berbeda.
- Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam
satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan,
dan 12 bulan.
- Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dan
account yang lainnya sesuai dengan besarnya dana dan
jatuh temponya.
b.
Faktor Tidak Langsung
1).
Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah.
- Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan
biaya
(profit
and
sharing).
Pendapatan
yang
“dibagihasilkan” merupakan pendapatan yang diterima
dikurangi biaya-biaya.
- Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut revenue
sharing
15
2).
Kebijakan accounting (prinsip dan metode accounting)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh
berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan
dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
4.
Sistem Perhitungan Bagi Hasil
Pembagian hasil usaha dalam bank syariah harus ditentukan pada
awal terjadinya akad sesuai dengan nisbah yang telah disepakati masingmasing pihak. Perhitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua sistem
yakni profit sharing dan revenue sharing.
a.
Profit and Loss Sharing
Profit sharing berasal dari bahasa inggris, profit yang
berarti keuntungan. Sharing adalah bentuk dari kata kerja dari
share yang berarti bagi atau bagian. Profit sharing dalam istilah
adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil net dari total
pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya.
Pada perbankan syariah istilah yang sering digunakan
adalah profit and loss sharing dimana hal ini dapat diartikan
sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang
diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan. Sistem profit and
loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari
perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengelola
modal (entrepreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi,
16
dimana antara keduanya akan terikat kontrak bahwa didalam usaha
tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi sesuai dengan
nisbah kesepakatan diawal perjanjian dan begitu pula bila usaha
mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi
masing-masing.
Pembagian keuntungan dapat dilakukan setelah menghitung
biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha dengan
nisbah yang telah disepakati, begitu pula jika terjadi kerugian
pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara
utuh ataupun keseluruhan dan bagi pengelola modal tidak
mendapatkan upah atau hasil dari jerih payah selama berbisnis.
Penerapan sistem Profit and loss sharing dalam pembagian
keuntungan kepada nasabah akan kecil karena bagi hasil dihitung
dari pendapatan netto setelah dikurangi biaya-biaya. Kondisi ini
akan berpengaruh negatif terhadap keinginan nasabah untuk
menginvestasikan dananya pada bank konvensional. Terlebih lagi
bila suku bunga pasar lebih tinggi.
b.
Revenue Sharing
Revenue sharing berasal dari bahasa inggris yang terdiri
dari dua kata, yaitu revenue yang berarti; hasil, penghasilan,
pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang
berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil
pendapatan.
17
Revenue (pendapatan) dalam kasus ekonomi adalah “hasil
uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barangbarang (goods) dan jasa-jasa (service) yang dihasilkannya dari
pendapatan penjualan (sales revenue)” (Pass dan Lowes 1994 :
583). Revenue dapat juga disamakan dengan kata income yang
merupakan “penerimaan oleh seseorang dan perusahaan dalam
bentuk gaji (wages), upah (salaries), sewa (rent), bunga (interest)
dan laba (profit)” (IBI 2001 : 287).
Revenue bila disandarkan pada analisis mikro ekonomi,
istilah revenue atau pendapatan khususnya dipakai berkenaan
dengan aliran penghasilan dalam satu periode waktu yang berasal
dari penyediaan faktor-faktor produksi (sumber daya alam, tenaga
kerja dan modal) masing-masing dalam bentuk sewa, upah dan
bunga atau laba.
Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai
total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi yang
merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa
dikalikan dengan harga barang tersebut.
Penerapan sistem perhitungan bagi hasil berdasarkan
revenue sharing dimana bagi hasil yang didistribusikan dihitung
dari total pendapatan bank sebelum dikurangi dengan biaya-biaya
bank, maka kemungkinan yang terjadi adalah tingkat bagi hasil
18
yang diterima oleh pemilik dana akan lebih besar dibandingkan
dengan tingkat bunga pasar yang berlaku. Kondisi ini akan
mempengaruhi para pemilik dana untuk mengarahkan investasi
secara optimal yang pada akhirnya akan berdampak kepada
peningkatan total dana pihak ketiga pada bank syariah.
Pertumbuhan dana pihak ketiga dengan cepat harus mampu
diimbangi dengan penyalurannya dalam berbagai bentuk produk
asset yang menarik, layak, dan mampu memberikan tingkat
profitabilitas yang maksimal bagi pemilik dana.
Di Indonesia saat ini dari kedua sistem yang banyak
dilakukan oleh perbankan syariah adalah revenue sharing.
Penerapan sistem revenue sharing didukung oleh Dewan Syariah
Nasional.
menetapkan
Adapun
tentang
fatwa
Dewan
revenue
Syariah
sharing
Nasional
adalah
fatwa
yang
No.
15/DSN.MUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi hasil usaha dalam
lembaga keuangan syariah. Fatwa tersebut menyatakan antara lain:
a.
b.
c.
Pembagian hasil usaha antara para pihak (mitra) dalam
suatu bentuk usaha kerjasama boleh didasarkan pada
prinsip profit and loss sharing yakni bagi hasil yang
dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya
pengelolaan dana, dan boleh pula didasarkan pada prinsip
bagi hasil (revenue sharing) yakni bagi hasil yang dihitung
dari total pendapatan pengelolaan dana dan masing-masing
meiliki kelebihan dan kekurangan.
Kedua prinsip tersebut pada dasarnya dapat digunakan
untuk keperluan distribusi hasil usaha dalam Lembaga
Keuangan Syariah (LKS).
Agar para pihak yang berkepentingan memperoleh
kepastian tentang prinsip mana yang boleh digunakan
dalam LKS sesuai dengan prinsip ajaran Islam. DSN
19
memandang perlu menetapkan fatwa tentang prinsip
pembagian hasil usaha dalam LKS untuk dijadikan
pedoman.
Diperbolehkannya kedua sistem ini melihat bagi hasil atau
bagi untung belum ada pendapat yang mengharamkan atau
melarang prinsip tersebut. Mengingat prinsip tersebut termasuk
dalam muamalah sesuai dengan kaedah bahwa prinsip dasar dalam
muamalah itu boleh kecuali bila ada dalil yang mengharamkannya.
B.
Deposito Syariah (Mudharabah)
1. Pengertian Deposito Mudharabah
Dengan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian perlu
adanya sumber untuk menyediakan dana guna membiayai kegiatan usaha.
Dalam hal ini bank syariah mempunyai kedudukan yang penting untuk
menghimpun dana maka dengan demikian deposito mudharabah akan
mempunyai kedudukan yang sangat istimewa.
Menurut Edi Wibowo dan Untung Hendy Widodo (2005:46)
“Deposito Mudharabah atau lebih tepatnya deposito investasi mudharabah
merupakan investasi nasabah penyimpan dana (perorangan atau badan
hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu
tertentu jatuh tempo, dengan mendapatkan imbalan bagi hasil.”
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio dan Karneen Permataatmadja
(2000:20)
“Deposito Mudharabah adalah Simpanan pihak ketiga (perorangan atau
badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka
waktu tertentu dengan mendapatkan imbalan bagi hasil berdasarkan
kesepakatan bersama”
20
Sedangkan menurut Budi Cahyadi (2006:33)
“Deposito Mudharabah adalah jenis simpanan pada bank syariah dalam
mata uang rupiah dan valuta asing yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada saat jatuh tempo deposito (sesuai jangka waktunya)”
Dari ketiga definisi deposito diatas penulis menyimpulkan bahwa
deposito mudharabah adalah
merupakan investasi nasabah penyimpan
dana (perorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat
dilakukan dalam jangka waktu tertentu dengan mendapatkan imbalan bagi
hasil berdasarkan kesepakatan bersama.
2. Jenis-Jenis Deposito Mudharabah
Jenis deposito syariah sesuai dengan jangka waktu yang
diperjanjikan, deposito dengan prinsip mudharabah dibagi menjadi:
(1) Deposito mudharabah 1 Bulan.
(2) Deposito mudharabah 3 Bulan.
(3) Deposito mudharabah 6 Bulan.
(4) Deposito mudharabah 12 Bulan.
(5) Deposito mudharabah 24 Bulan.
3.
Fungsi Deposito Mudharabah
Adapun fungsi deposito mudharabah
Muamalat Indonesia) adalah sebagai berikut:
Menurut BMI (Bank
21
a. Bagi Pihak Bank
Deposito merupakan sumber dana bank yang cukup besar, adanya
jangka waktu tertentu menjadikan dana masyarakat dapat terpakai
untuk membiayai kegiatan bank yang lainnya.
b. Bagi Pihak Nasabah
Bagi pihak nasabah untuk mencari keuntungan atau nisbah dari bagi
hasil deposito mudharabah yang cukup tinggi.
c. Bagi Pemerintah
Bagi pemerintah dengan adanya simpanan deposito mudharabah pada
bank tersebut adalah dapat menaikan laju inflasi dengan mengurangi
jumlah uang beredar di masyarakat dan sebagai pembiayaan bagi
pembangunan nasional.
C.
Bunga Bank
1. Pengertian
Dalam dunia ekonomi, bunga biasa disebut dengan istilah rente dan
sinonim dengan interest. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, bunga
adalah ”uang pembalas jasa atau ganti rugi yang diberikan kepada orang
yang telah meminjamkan uang atau modal.” (Sutan M. Zain 2000 : 1159).
Muhamad Abu-Zahroh mengatakan bunga adalah suatu tambahan
pada hutang sebagai imbalan dari masa tertentu.
Menurut Ahmad M. Saefuddin bahwa bunga adalah suatu
tambahan yang ditetapkan dalam transaksi uang/modal maupun jual beli
22
yang dibebankan kepada suatu pihak saja, sedangkan pihak lain dijamin
keuntungannya.
Lain halnya dalam istilah perbankan, bunga bank dapat diartikan
sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip
konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya.
Bunga juga dapat diartikan sebagai bunga yang harus dibayar kepada
nasabah yang memperoleh jaminan.
2. Macam-Macam Bunga Bank
Menurut Kasmir (2003 : 121) dalam kegiatan perbankan seharihari ada 2 macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu :
a. Bunga Simpanan
Adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau
balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga
simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada
nasabahnya, sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga
deposito.
b. Bunga Pinjaman
Adalah bunga yang dibebankan kepada para peminjam atau
harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank.
Sebagai contoh bunga kredit.
Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama
faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan
23
merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah,
sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima
dari nasabah berupa simpanan maupun bunga pinjaman yang
masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain dimana bila
bunga simpanan tinggi maka secara otomatis bunga pinjaman juga
terpengaruh ikut naik dan begitu pula sebaliknya.
3.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Suku Bunga
Penentuan bunga kredit atau suku bunga akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berbeda yang mungkin disebabkan oleh kecukupan
jaminan, sangat pekanya perusahaan atau sektor ekonomi terhadap
persaingan,
potensi
pemasaran,
kecukupan
dan
aspek
finansial
(Financially Sound) dan juga bentuk-bentuk sumber dana yang diperoleh
untuk membiayai kredit tersebut.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan
suku bunga menurut IBI (2001 : 122-124), adalah sebagai berikut :
a.
b.
Kebutuhan dana
Apabila bank kekurangan dana sementara permohonan pinjaman
meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut
cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga pinjaman.
Peningkatan suku bunga simpanan secara otomatis akan pula
meningkatkan bunga pinjaman.
Persaingan
Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor
promosi yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan
pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16% maka
jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan
kita naikkan diatas bunga pesaing, misalnya 17%. Namun
sebaiknya untuk bunga pinjaman kita harus berada dibawah bunga
pesaing.
24
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Kebijakan pemerintah
Dalam arti untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita
tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah.
Target laba yang diinginkan
Sesuai dengan target laba yang diinginkan, jika laba yang
diinginkan besar maka bunga pinjaman ikut besar dan sebaliknya.
Jangka waktu
Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin
tinggi bunganya, hal ini disebabkan besar kemungkinan resiko
dimasa mendatang demikian pula sebaliknya jika pinjaman
berjangka pendek, maka bunganya relatif lebih rendah.
Kualitas jaminan
Jaminan kredit merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam memberikan pertimbangan mengenai berapa besarnya bunga
yang akan dibebankan kepada seorang nasabah/perusahaan.
Semakin likuid jaminan yang diberikan, maka semakin rendah
bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya.
Reputasi perusahaan
Pada umunya perusahaan-perusahaan penerima kredit dapat
dibedakan dalam kelompok besar, yaitu:
1). Perusahaan (MNCS’S, join venture, dan lain-lain)
2). Perusahaan milik negara (Badan Usaha Milik Negara/BUMN)
3). Perusahaan menengah (Wholesale, perdagangan Impor &
Ekspor)
4). Perusahaan-perusahaan kecil (pengusaha perseorangan, dan
lain-lain)
Kualitas dan reputasi masing-masing perusahaan akan berbeda
yang tercermin dari credit-rating. Perusahaan yang memiliki creditrating sangat baik akan dibebankan bunga kredit yang rendah
dibandingkan dengan perusahaan yang credit-ratingnya kurang
baik, maka bank akan membebankan bunga kredit yang tinggi.
Produk yang kompetitif
Perusahaan-perusahaan yang mempunyai produk yang mudah
diproduksi oleh perusahaan lain menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut berada dalam industri yang sangat kompetitif. Kompetitif
yang sangat tinggi membawa resiko tinggi pula bagi perusahaan,
hal itu mempengaruhi resiko kredit yang diberikan bank kepada
perusahaan tersebut. Sehingga bank akan menentukan bunga kredit
yang lebih tinggi kepada perusahaan yang berada disektor industri
yang kompetitif dibandingkan dengan perusahaan yang
memproduksi produk-produk exclusive.
Hubungan baik
Biasanya bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama
(primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini
didasarkan kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang
25
j.
bersangkutan terhadap bank. Nasabah utama biasanya mempunyai
hubungan yang baik dengan pihak bank, sehingga dalam penentuan
suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.
Jaminan pihak ketiga
Dalam hal ini yang memberikan jaminan kepada penerima kredit.
Biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafid, baik dari
segi kemampuan membayar, nama baik maupun loyalitasnya
terhadap bank, maka bunga yang dibebankan pun juga berbeda.
Demikian pula sebaliknya jika penjamin pihak ketiganya kurang
bonafid atau tidak dapat dipercaya, maka mungkin tidak dapat
digunakan sebagai jaminan pihak ketiga oleh pihak perbankan.
Ditinjau dari segi ekonomi dan perbankan fakto-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penentuan tingkat bunga adalah sebagai
berikut :
1).
Keadaan ekonomi dan keuangan
Supply dan demand dari dana untuk uang harus
diperhatikan bila uang dan peredarannya terus meningkat,
maka tingkat bunga perlu dinaikkan. Demikian pula arah
kredit perlu ditujukan terutama pada sektor-sektor yang
vital serta menambah produktivitas.
2).
Degree of Risk
Oleh karena kredit mengandung suatu tingkat resiko
tertentu, maka pertimbangan tentang resiko ini perlu
dilakukan. Dalam pertimbangan tentang resiko ini perlu
diperhatikan tentang maturity (jatuh tempo), nilai jaminan
yang disediakan, keadaan keuangan nasabah dan prospect
usaha yang bersangkutan.
4. Pengertian Deposito Konvensional
Deposito adalah sejenis produk investasi / tabungan yang
ditawarkan oleh bank kepada masyarakat. Kelebihan tabungan deposito
adalah tingkat suku bunga bank yang diberikan lebih besar daripada
produk tabungan biasa namun uang yang telah disimpan hanya boleh
ditarik nasabah setelah jangka waktu tertentu. Deposito biasa dikenal juga
sebagai deposito berjangka. Pembagian keuntungan tabungan deposito
konvensional adalah berdasarkan bunga yang telah ditetapkan oleh pihak
bank. Secara umum, tabungan dapat diartikan sebagai simpanan pihak
26
ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat
tertentu yang telah disepakati bersama antara penabung dengan bank.
5.
Perbedaan Menabung di Bank Syariah dan di Bank Konvensional
Sepintas, secara teknis fisik menabung di bank syariah dengan
yang berlaku dibank konvensional hampir tidak ada perbedaan. Hal ini
karena baik bank syariah maupun bank konvensional diharuskan
mengikuti teknis perbankan secara umum. Akan tetapi, jika diamati secara
mendalam, terdapat perbedaan besar diantara keduanya. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.1
Tabel perbedaan menabung di Bank Syariah dengan
menabung di Bank konvensional
Perbedaan
1.Terletak
pada akad
Bank Syariah
Bank Konvensional
Semua
transaksi
harus
berdasarkan
akad
yang
dibenarkan oleh syariah.
Dengan
demikian,
semua
transaksi itu harus mengikuti
kaidah dan aturan yang berlaku
pada akad-akad muamalah
syariah.
Transaksi pembukaan rekening, baik
giro, tabungan, maupun deposito,
berdasarkan perjanjian titipan ini
tidak mengikuti prinsip manapun
dalam muamalah syariah, misalnya
wadiah,
karena
salah
satu
penyimpangannya
diantaranya
menjanjikan imbalan dengan tingkat
bunga tetap terhadap uang yang
disetor.
Menggunakan konsep biaya (cost
concept)
untuk
menghitung
keuntungan. Artinya, bunga yang
dijanjikan dimuka kepada nasabah
penabung merupakan ongkos yang
harus dibayar oleh bank.
2.
Terletak Menggunakan
pendekatan
pada imbalan profit sharing, artinya dana
yang diberikan yang diterima bank disalurkan
kepada
pembiayaan.
Keuntungan yang didapatkan
dari pembiayaan tersebut dibagi
dua, untuk bank dan untuk
nasabah, berdasarkan perjanjian
pembagian keuntungan dimuka
(biasanya
terdapat
dalam
formulir pembukaan rekening
yang berdasarkan mudharabah).
27
3. berdasarkan
pada sasaran
kredit
pembiayaan
Adapun dalam bank syariah,
penyaluran dana simpanan dari
masyarakat dibatasi oleh dua
prinsip dasar, yaitu prinsip
syariah dan prinsip keuntungan.
Artinya, pembiayaan yang akan
diberikan harus mengikuti
kriteria-kriteria
syariah
disamping
pertimbanganpertimbangan keuntungan
Para penabung di bank konvensional
tidak sadar bahwa uang yang
ditabungkannya diputarkan pada
semua bisnis, tanpa memandang
halal-haram
bisnis
tersebut.
Celakanya kredit itu diberikan tanpa
memandang
apakah
jumlahnya
melebihi batas Maksimum Pemberian
Kredit (BMPK) ataukah tidak.
Akibatnya, ketika krisis datang dan
kredit-kredit itu bermasalah. Bank
sulit mendapatkan pengembalian
dana darinya.
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio (2001 : 157)
6.
Analisis Perhitungan Keutungan Deposito Mudharabah dan Deposito
Konvensional
a. Analisis Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah
Dalam praktiknya, ketentuan bagi hasil harus disepakati dimuka
atau pada awalnya akad/kontrak usaha disepakati oleh pihak-pihak yang
terlibat. Porsi bagi hasil biasanya dengan suatu perbandingan.
Rumus perhitungan bagi hasil deposito mudharabah adalah sebagai
berikut :
SRRH Nasabah
SRRH Tipe Dana Masing-Masing
x Pendapatan
x Nisbah
yang dibagi hasil
Bank dapat melakukan perhitungan berdasarkan saldo rata-rata
harian dengan menggunakan tabel dibawah ini sebagai alat bantu :
28
Tabel 2.2
Tabel alat bantu perhitungan berdasarkan saldo rata-rata harian
Jenis
Saldo
Bobot
produk rata-rata
Saldo
distribusi
tertimbang
Nasabah
Nisbah
Pendapatan
harian
Indikasi Rate
of Return
bulanan
1
2
3 = 1x2
4
5
6 = 4x5
7= 6/1x12
x100%
Sumber : Slamet Wiyono (2005 : 82)
Catatan :
Kolom 1 adalah saldo rata-rata harian bulanan bersangkutan
masing-masing jenis dana. Namun, tidak seluruh dana ini dapat disalurkan
oleh bank, karena bank harus menyimpan minimum 5% dari dana ini di
Bank Indonesia (GWM). Karena perhitungannya telah menggunakan saldo
rata-rata harian, nilai ini telah merefleksikan saldo yang mengendap di
bank yang dapat digunakan oleh bank untuk melakukan investasi. Jadi
hanya komponen GWM saja yang menjadi faktor pengurang dalam
perhitungan bobot kolom 2. dikolom 3 adalah saldo benar-benar dapat
diinvestasikan oleh bank. Kolom 4 adalah pendistribusian pendapatan
yang diperoleh oleh bank kedalam masing-masing jenis dana. Untuk
memudahkan bank menghitung bagi hasil kepada tiap-tiap investor, maka
bank menghitung pendapatan nasabah pada kolom 6 tersebut dalam bentuk
persentase, yaitu pada kolom 7.
29
b. Analisis Perhitungan Keuntungan Deposito Konvensional
Secara umum, deposito / tabungan dapat didefinisikan sebagai
simpanan pihak ketiga di bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan
berdasarkan syarat-syarat tertentu yang telah disepakati bersama penabung
dengan bank.
Adapun rumus perhitungan bunga deposito adalah sebagai berikut:
Saldo x Rate x Hari
365
Keterangan :
Bunga
: Bunga (Rupiah) yang di terima pada periode tertentu
Saldo
: Saldo akhir peiode perhitungan
Rate
: Suku bunga deposito dalam persen pertahun
Hari
: Jumlah hari periode perhitungan
Untuk
mempermudah,
bank
dapat
melakukan
perhitungan
berdasarkan saldo rata-rata harian dengan menggunkan tabel dibawah ini
sebagai alat bantu :
Tabel 2.3
Tabel alat bantu perhitungan berdasarkan saldo rata-rata harian
Jenis
Saldo akhir
produk
perhitungan
Rate
Jumlah hari
periode
bunga
Indikasi rate of
return
perhitungan
1
Sumber : www.slideshare.net
2
3
4=1x2x3 5=4/1x12x100%
30
D. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Poetrie Indriani (2011) dengan
judul ”Evaluasi Perbandingan Tingkat Pendapatan Bunga Deposito
Konvensional dengan Bagi Hasil Deposito Mudharabah Pada Bank BNI
Syariah” menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara rata-rata bunga
deposito konvensional dengan hasil bagi deposito mudharabah. Hasil uji t
menunjukkan nilai sig > 0.05 yang berarti Ho diterima atau tidak ada
perbedaan. Hasil uji F yang memberikan nilai sig < 0.05 menunjukkan
besarnya varians yang berbeda antara porsi bagi hasil dengan bunga
deposito.
E. Kerangka Berpikir
Pada penelitian ini, penulis mencoba memberikan gambaran
mengenai perhitungan pendapatan bunga deposito bank konvensional
dengan pendapatan bagi hasil deposito mudharabah pada bank syariah.
Cara perhitungan antara pendapatan bunga deposito dengan pendapatan
bagi hasil memiliki perbedaan. Oleh sebab itu, penulis juga mencoba
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan jumlah pendapatan yang
diperoleh nasabah dengan menggunakan kedua metode tersebut.
Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui manakah diantara
kedua metode tersebut yang mampu memberikan pendapatan lebih besar
kepada nasabah.
Oleh sebab itu pada penelitian ini akan digunakan
metode analisis deskriptif dan analisis uji beda menggunakan uji t.
31
F. Model Penelitian
Download