BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang kisah nabi sudah pernah diteliti oleh Hotmaria Rahma (NIM: 040704011) yang berjudul ”Analisis Nilai-Nilai Historis Pada Kisah Nabi Ibrahim Alaihi Salam Dalam Al-Qur`an Ditinjau Dari اﻟﻨﺜﺮ /Al-Naśru/ ’Prosa’. Dalam penelitian ini, kisah yang diteliti adalah kisah nabi Ibrahim mengenai unsur-unsur kisah yang ditinjau dari prosa sedangkan penulis ingin membahas kisah kelahiran Nabi Isa, dan lebih khusus lagi pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ditinjau dari sosiologi sastra yang diceritakan dalam Al-Qur`an. Dengan ini, penulis menggunakan teori Khalafullah sebuah teori yang menggunakan pendekatan sastra, dan teori lainnya untuk mendukung penelitian penulis sesuai dengan judul yang dicantumkan sebelumnya. Menurut Khalafullah (2002 : 19) penggunaan metode pendekatan sastra dalam menafsirkan kisah-kisah Al-Qur`an masih tergolong baru. Melalui pendekatan metodelogis semacam ini akan banyak terungkap dimensi seni dan sastra yang dimiliki Al-Qur`an sebagai salah satu bukti kemukjizatannya. Al-Qur`an telah menyebutkan kata qashas dalam beberapa konteks, pemakaian dan tashrif (konjugasi) nya: dalam bentuk fi’il maḍi, fi’il muḍari’, fi’il amri, dan dalam bentuk mașdar. Menurut bahasa, kata qashas berarti kisah, cerita berita atau keadaan. Kisah sendiri berasal dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Menurut Hasbi dalam (http://www.darussholah.com/2008/09/20/Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an/) menyatakan bahwa pengertian dari qashash adalah mencari bekasan atau mengikuti bekasan (jejak). Lebih lanjut, beliau juga menerangkan bahwa lafadz qashash adalah bentuk mashdar yang berarti mencari bekasan atau jejak, dengan memperhatikan ayat-ayat berikut ini. Universitas Sumatera Utara /Qāla żālika mā kunnā nabgi fartaddā ‘alā `āśārihimā qașașan/ ’ Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Q.S. Alkahfi: 64) /Inna haża lahuwa al-qașașu al-ḥaqqu wa mā min ilahin illā Allāhu wa inna allāha lahuwa al-‘azīzu al-ḥakīmu/ ’Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS.Ali Imran: 62) /Laqad kāna fī qașașihim ’ibratun li ūlī al-bābi mā kāna ḥadīśan yuftarā walākin tașdīqa allażī baina yadayhi wa tafșīla kulli syain wa hudan wa raḥmatan li qaumin yu`minūna/ ‘Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.’(QS. Yusuf: 111) Allah SWT berfirman dalam surat Yusuf ayat 111 bahwa pada cerita dan kisahkisah para Rasul yang dikisahkan dalam Al-Qur`an terdapat ibrah dan pengajaran bagi orang-orang yang berakal dan mau menggunakan akalnya, mengenangkan kisah para Rasul Allah yang diselamatkan dari tipu daya dan perbuatan jahat orang-orang kafir, dan kisah orang-orang kafir yang menentang dan mendustakan para Rasul itu dibinasakan akibat kekafirannya. Universitas Sumatera Utara Kisah ini bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi benar-benar firman Allah yang diwahyukan kepada Muhammad untuk membenarkan kitab-kitab Allah yang sebelumnya seperti kitab Injil, dan menghapus serta mengoreksi apa yang telah terjadi dalam kitab-kitab itu berupa perubahan dan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh tangan hamba-hamba Allah yang jahil. Di samping itu, Al-Qur`an juga menjelaskan secara terang-terangan segala sesuatu mengenai perintah-perintah dan larangan-larangan agama, apa-apa yang dihalalkan dan apa-apa yang diharamkan, serta hal-hal yang gaib yang telah berlalu maupun yang akan datang, juga mengenai zat Allah yang Maha Esa, sifat-sifat-Nya, hikmah kebijaksanaan qadha dan qadhar-Nya. Itulah sebabnya Al-Qur`an disebut sebagai petunjuk ke jalan yang lurus, benar serta merupakan rahmat dari sisi Allah bagi hamba-hamba-Nya yang mukminin, Way of the life. Dari berbagai pengertian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa secara global pengertian dari qashash adalah pemberitahuan Al-Qur`an tentang ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Di samping itu, Al-Qur`an juga banyak mengandung keterangan-keterangan tentang kejadian masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Al-Qur`an juga menceritakan keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona baik dalam pengkisahan atau dalam setiap lafaz yang menceritakannya. Kisah-kisah Al-Qur`an mengandung banyak tuntunan keagamaan yang pada hakikatnya adalah substansi diturunkannya agama Islam kepada manusia. Tuntunantuntunan tesebut pun banyak dimensi dan ragamnya, prinsip-prinsip akidah, moral, perilaku, dan tuntunan ibadah. Semua tuntunan tersebut tidak sekedar diperlihatkan, tetapi Al-Qur`an juga menunjukan hal-hal yang bertentangan dan melanggar prinsipprinsip ajaran Islam. Dalam memaparkan kisah, Al-Qur`an menggunakan metode gaya bahasa tersendiri. Hal ini terlihat dalam deskripsi kejadian dalam kisah Al-Qur`an yang merupakan deskripsi sastra yang memiliki nuansa kejiwaan yang disusun di atas dasar kekuatan perasaan yang mampu menggugah jiwa pendengarnya dan membuatnya berpikir, berkontemplasi, dan merenungi kebesaran Allah SWT. Universitas Sumatera Utara Secara etimologi kata ص ّ ◌ّ ّق اﻟﻘﺼﺔ/al-qișșatu/ berasal dari kata -ﻗﺺّ ﻗﺼﺔ-ﻳﻘﺺّ /qașșa-yaqușșu -qașșun - qișșatan/ yang artinya ‘kisah’. (Bisri dan Fatah, 1999: 600) Menurut Jaudah (1991 : 41) defenisi kisah menurut bahasa adalah: اﻟﻘﺼﺔ ﰱ اﻟﻠﻐﺔ ﻫﻲ اﻟﺘﺘﺒﻊ / Al-qișșatu fi al-lugati hiya al-tatabu’u. ‘Kisah menurut bahasa penelusuran. Kisah disebut juga sebuah perkara ( ) اﻷﻣﺮ/ ‘al-amru’/, ‘pembicaraan’/ ( ) اﳊﺪﻳﺚ / ‘al-haḍīsu’/ dan berita ( ) اﳋﱪ/ ‘al-khabaru’/. Adapun pengertian kisah menurut terminologi ilmu sastra modern adalah: اﻟﻘﺼﺔ ﲟﻔﻬﻮﻣﻬﺎ اﳊﺪﻳﺚ ﻫﻲ ﳎﻤﻮﻋﺔ ﻣﻦ اﻷﺣﺪاث ﳛﻜﻴﻬﺎ اﻟﻜﺎﺗﺐ وﺗﺘﻌﻠﻖ ﺗﻠﻚ اﻷﺣﺪاث ﺑﺸﺨﺼﻴﺎت اﻧﺴﺎﻧﻴﺔ ﳐﺘﻠﻔﺔ ﻣﺘﺒﺎﻳﻨﺔ ﰱ ﺗﺼﺮﻓﺎ ﺎ و أﺳﺎﻟﻴﺐ ﺣﻴﺎ ﺎ ﻋﻠﻰ ﳓﻮ ﻣﺎﺗﺘﺒﺎﻳﻦ ﺣﻴﺎة اﻟﻨﺎس .ﻋﻠﻰ وﺟﻪ اﻻرض /Al-qișșatu bi mafhūmiha al-hadīsi hiya majmū‘atun min al-aḥdāsi yuhkīhā alkātibu wa tata‘allaqu tilka al-ahdāsu bisyakhsiyyātin insāniyyatin mukhtalifatin mutabāyinatin fi tasurrufātihā wa asālībi ḥayātihā ‘alā nahwi mā tatabāyanu ḥayātu al-nāsi ‘alā wajhi al-`ardi/. ‘Kisah adalah kumpulan beberapa peristiwa yang diceritakan oleh si penulis di mana peristiwa yang diceritakan tersebut saling terkait erat dengan kepribadian manusia itu yang beraneka ragam dalam sikap dan gaya hidup sebagaimana sikap dan gaya hidup manusia di atas bumi.’ 2.1. عنا صر القصة/ ‘anāsiru al-qişşati’/ ‘Unsur-Unsur Kisah’ Adapun unsur-unsur kisah dalam Al-Qur`an yaitu: الشخصية/al-syakhșiyatu/ ‘Tokoh’ الحادثة/al-ḥādisatu/ ‘peristiwa-peristiwa kisah’ السرد/al-sardu/ ‘Dialog-dialog’ قضى و قدر/qaḍā wa qadar/ ‘Qada dan Qadar Universitas Sumatera Utara صوت القلب/șawtu al-qalbi/ ‘Suara hati’ 2.2 النواع القصة/anwa’u al-qișșati/ ‘Macam-Macam Kisah’ Menurut Khalafullah (2002 : 101) ada 3 model dalam menganalisis kisah dalam Al-Qur`an yang berlaku dalam dunia sastra yaitu: 1. القصة التاريخية/al-qișșatu al-tārikhiyati ‘model sejarah’ yaitu suatu kisah yang menceritakan tokoh-tokoh sejarah tertentu seperti para nabi dan rasul dan beberapa kisah yang diyakini orang-orang terdahulu sebagai sebuah realitas sejarah. 2. القصة المثلية/al-qișșatu al-masaliyati/ ‘Model Perumpamaan’ yaitu kisah-kisah yang menurut orang terdahulu, kejadiannya dimaksudkan untuk menerangkan dan menjelaskan suatu hal atau nilai-nilai. 3. القصة األسطورية/al- qișșatu al-usturiyati ‘Model Legenda atau Mitos’ yaitu kisah yang diambil dari mitos-mitos yang dikenal dan berlaku dalam sebuah komunitas sosial. 2.3 انواع القصة فى القرآن/’ anwā’u al-qișșati fī al-qur`ān’ Kemudian, ada macam-macam isi kisah dalam Al-Qur`an. Secara garis besar, kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur`an dibedakan menjadi tiga bagian diantaranya yaitu: Kisah para nabi, kisah ini bercerita mengenai dakwah mereka kepada umat mereka, mu’jizat-mu’jizat yang diberikan Allah kepada mereka, sikap dan reaksi orang yang menentang dakwah mereka, tahapan dakwah serta akibat-akibat yang diterima orang-orang yang mempercayainya maupun menentangnya. Kisah- kisah ini banyak diceritakan Al-Qur`an seperti kisah nabi Adam (QS. AlBaqarah: 30-39 dan QS. Al-A’raf: 11), kisah tentang nabi Nuh (QS. Hud: 25-49), kisah tentang para nabi dan rasul yang lainnya. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi masa lalu, dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Di antaranya adalah kisah tentang Lukman (QS. Luqman: 12-13), kisah tentang Dzul Qarnain (QS. Al- Universitas Sumatera Utara Kahf: 9-26), kisah tentang Thalut dan Jalut (QS. Al-Baqarah: 246-251) dan kisah-kisah yang lain. Kisah-kisah yang terjadi masa Rasulullah Muhammad SAW, seperti kisah tentang perang Badar dan perang uhud (QS. Ali Imran), kisah tentang Ababil ( QS. Al-Fil: 1-5), kisah tentang peristiwa hijrah (QS. Muhammad: 13). Dari tiga macam isi kisah dalam Al-Qur`an di atas penulis akan membahas mengenai kisah para nabi yaitu kelahiran nabi Isa as; seorang putera Maryam yang lahir dengan kekuasaan Allah, hanya dengan perantara ibu, yaitu Maryam. Kelahiran Nabi Isa merupakan suatu mikjizat karena dilahirkan tanpa ayah, tidak sebagaimana manusia lazimnya yang berayah-ibu. Kandungan Maryam berbeda dengan kandungan dengan wanita pada umumnya, para ulama banyak berbeda tentang hak ini, menurut Ibnu Abbas dalam Ibnu Katsir (2008:631), bahwa Maryam mengandung Isa Puteranya selama delapan bulan sedangkan menurut Ibnu Abbas dalam Ibnu Katsir (2008:631) Maryam mengandung Isa hanya dalam waktu sekejap dan langsung melahirkan. Kemudian dari sebagian ulama lainnya mengemukakan, bahwa Maryam binti Imran mengandung Isa `alaihissalam selama sembilan jam, mereka mendasari pendapat mereka itu dengan firman Allah Ta`ala sebagai berikut; dalam surat Maryam ayat 22. /Fahamalathu fa `intabażat bihi makānan qașiyyan/’ Maka mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri ke tempat yang jauh.’ Maryam Kemudian ada juga berpendapat bahwa Maryam mengandung puteranya Isa as selama sembilan bulan, sebagaimana layaknya wanita yang mengandung anaknya, dan melahirkan sesuai waktunya (Ibnu Katsir,2008:631). Hal ini bukan aneh dan asing bagi Allah karena Allah juga telah menciptakan Adam tanpa ayah dan ibu, menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam, serta menciptakan Isa tanpa ayah karena Maryam melahirkannya tanpa berhubungan dengan laki-laki. Hal ini perintah Allah SWT melalui malaikat Jibril, sebagaimana firman Allah Ta`ala dalam surat At-Tahrim ayat 12. Universitas Sumatera Utara /Wa maryama ibnata ‘imrāna allatī aḥșanat farjahā fanafakhnā fīhi min rūḥinā wa șaddaqat bikalimati rabbihā wakutubihi wakānat mina al-qānitīna/. ’dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, Maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan ia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-KitabNya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat.’ Menurut As-Sadi dalam Ibnu Katsir (2008:629), tiupan itu masuk ke dalam rahimnya melalui farajnya bukan dari mulutnya. Maryam adalah wanita soleha yang sehari-hari beribadah kepada Allah SWT di mihrabnya, di Bait al-Makdis. Tak seorang pun yang mengetahui bahwa Maryam sedang hamil dan ia akan melahirkan. Mihrab yang menjadi tempat ibadahnya selalu tertutup. Orang-orang mengetahui bahwa Maryam sedang sibuk beribadah dan tidak ada seorang pun yang mendekatinya. Ketika ia merasa saatnya akan melahirkan, Maryam meninggalkan mihrabnya dan mencari tempat yang sepi dan jauh dari keramaian. Ia berhenti di bawah pohon kurma, lalu duduk dan beristirahat di bawah satu pohon kurma yang besar dan tinggi. Maryam mulai merasakan sakit pada perutnya, Maryam menekankan tangannya dengan keras ke pangkal pohon kurma itu sehingga seluruh tenaga dan emosinya tertumpu padanya, sambil berteriak, /Yālaitanī mittu qabla hażā wa kuntu nasyan mansiyyan/ ‘aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tak berarti, lagi dilupakan’. (QS.Maryam:23) Universitas Sumatera Utara Menurut Al-Kasysyaf dalam Abdussalam (2005:94-95), Maryam mengucapkan kalimat di atas dikarenakan rasa malu terhadap masyarakatnya, karena apa yang terjadi pada Maryam adalah sesuatu yang menyalahi kebiasaan umum manusia, bukan karena ia mengeluh dan membenci hukum Allah. Di samping itu, Maryam juga merasakan beratnya beban yang akan ditanggungnya jika kaumnya menuduh dirinya melakukan perbuatan keji yang tak pernah dilakukannya. 2.4. Sosiologi Sastra Dalam karya sastra terdapat unsur-unsur yang begitu banyak. Setiap unsur bahkan unsur yang terkecilpun menentukan kebenaran nilai karya sastra itu. Oleh karena itu, menelaah karya sastra perlu dibantu dengan pendekatan dari luar karya sastra, seperti: pendekatan sosiologis, psikologis, dan historis maupun budaya. Pendekatan ini sangatlah bermanfaat untuk melengkapi penelitian terhadap sebuah karya sastra. Dari sekian unsurunsur sastra penulis akan memfokuskan tinjauan dan penjelasan mengenai sosiologi sastra. Kajian yang membicarakan tentang hubungan sastra dan masyarakat disebut kajian sosiologi sastra. Sosiologi adalah ilmu mengenai asal-usul pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Nyoman (2004:79) menyatakan bahwa : Suatu proses kehidupan mencakup hubungan antara masyarakat dengan manusia dan antara peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Pendekatan sosiologis sastra artinya menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses pemahaman dari masyarakat ke individu. Pendekatan sosiologis menganggap karya sastra sebagai milik masyarakat. Aspek sosial karya sastra kemungkinan yang sangat luas untuk mengakses emosi, obsesi, dan berbagai kecenderungan yang tidak mungkin tercapai dalam kehidupan sehari-hari. Teori sosiologi sastra sebenarnya sudah diketengahkan sejak sebelum Masehi. Sudah sewajarnya apabila sastra, yang pada awal perkembangan tidak bisa dipisahkan dari kegiatan sosial, dianggap sebagai unsur kebudayaan yang dapat mempengaruhi masyarakatnya. Suatu dokumen memuat bahwa teori sastra adalah karya Plato. Universitas Sumatera Utara Penulis memilih pendekatan sosiologi sastra dengan menggunakan teori Wellek dan Werren (1989:111), mereka membuat tiga konsep untuk meneliti sastra secara sosiologis sastra. Menurut mereka karya sastra dapat diteliti berdasarkan: 1. Sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status sosial, ideologi, politik, dan lain-lainnya yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. 2. Sosiologi sastra yang mempermasalahkan karya sastra dalam karya sastra itu sendiri; yang menjadi pokok penelaahannya adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuan atau pesan yang disampaikan. 3. Sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sastra terhadap pembaca karya sastra. Berdasarkan uraian di atas, pendekatan ini mencoba melihat sisi masyarakat pada karya sastra. Pertama adalah sosiologi pengarang, profesi pengarang dan institusi sastra. Masalah yang berkaitan di sisni adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. Yang kedua adalah isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Yang ketiga adalah permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra. Sejauh mana sastra mempengaruhi pembaca, menimbulkan perubahan dan perkembangan sosial. Dalam menganalisis kisah kelahiran Nabi Isa putera Maryam, penulis berpedoman pada pendekatan sosiologi sastra yang mempermasalahkan tujuan dari karya sastra maupun pesan moralnya terhadap masyarakat. Penulis menggunakan teori Wellek dan Werren pada bagian kedua, di mana Wellek dan Werren melihat bahwa sosiologi sastra yang diteliti adalah nilai sosiologi sastra apa saja yang tersirat dalam sebuah karya sastra dan apa yang menjadi tujuan dari sebuah karya sastra. Unsur-unsur yang akan diteliti adalah unsur yang tersirat yang mempengaruhi si pembaca / masyarakat, dan hal-hal lain yang tersirat yang menggambarkan pola-pola masyarakat serta nilai-nilai sosial yang meliputi nilai pesan moral, pesan relegius dan pesan kritik sosial (Nurgiyantoro, 1998:320-342). Universitas Sumatera Utara 1. Pesan Moral Nilai moral tidak dapat didefenisikan karena merupakan pandangan hidup seseorang yang bersifat tidak terbatas. Nilai moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada keyakinan, dan keinginan pengarang yang bersangkutan. Secara umum moral menyarankan pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila (KBBI,1995 dalam Nurgiyantoro, 1998:320). Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup “way of life” pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Menurut Kenny (1996:89) dalam (Nurgiyantoro, 1998:320) : Moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Moral merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis “petunjuk” itu dapat ditampilkan atau ditemukan modelnya dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita. Nurgiyantoro (1998:323) menegaskan bahwa: Karya sastra, senantiasa menawarkan nilai sosiologis yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat luhur pada hakikatnya bersifat universal, dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh manusia sejagad. Nilai sosiologis sastra lebih memberatkan pada sifat kodrati manusia yang hakiki (yakni akhlak), bukan pada aturan-aturan yang dibuat, ditentukan dan dihakimi oleh manusia. Bahkan, adakalanya ia tampak bertentangan dengan ajaran agama. Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian baik. Moral merupakan salah satu wujud tema dalam bentuk sederhana, walaupun tidak semua tema merupakan nilai. Moral dikatakan bersifat praktis karena “ajaran” yang diberikan langsung ditunjukan secara konkret lewat sikap dan tingkah laku tokoh cerita. Dalam suatu karya sastra banyak sekali jenis dan wujud pesan moral yang disampaikan. Dalam karya sastra sering terdapat lebih dari satu pesan moral. Hal ini belum lagi berdasarkan pertimbangan atau penafsiran dan pihak pembaca yang juga dapat berbeda-beda baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Jenis dan wujud pesan moral yang Universitas Sumatera Utara terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan interest pengarang yang bersangkutan. Dalam kisah kelahiran Nabi Isa putera Maryam dapat dilihat salah satu contoh moral terhadap pembaca, yaitu bahwa manusia di atas permukaan bumi ini harus berbuat baik dan selalu berusaha agar apa yang di cita-citakan tercapai. /Wahujī ilaiki bijiż’i al-nakhlati tusāqiṭ ‘alaiki ruṭaban janiyyan/. dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Ayat di atas mengisyaratkan bahwa kurma merupakan makanan yang sangat baik bagi wanita yang sedang melahirkan dan setelah melahirkan masa nifas/ selesai melahirkan, karena ia mudah dicerna, lezat lagi mengandung kalori yang tinggi. Pada ayat di atas terlihat bagaimana Maryam as. yang dalam keadaan lemah itu masih diperintahkan untuk melakukan kegiatan dalam bentuk menggerakan pohon guna memperoleh rezeki, walaupun-boleh jadi- pohon itu tidak dapat bergerak karena lemahnya fisik Maryam setelah melahirkan dan walaupun. Ini sebagai isyarat kepada semua pihak untuk tidak berpangku tangan menanti datangnya rezeki, tetapi harus berusaha sepanjang kemampuan yang dimiliki. 2.Pesan Kritik Sosial Banyak karya sastra yang bernilai tinggi di dalamnya menampilkan pesan-pesan kritik sosial, di mana wujud kehidupan sosial yang dikritik sangat beragam seluas lingkup kehidupan sosial itu sendiri. Namun, perlu ditegaskan bahwa karya-karya sastra tersebut menjadi bernilai bukan lantaran pesan itu, melainkan lebih ditentukan oleh koherensi semua intrinsiknya. Pesan kritik sosial merupakan hubungan sosial manusia dengan lingkup sosial dan alam. Karya sastra yang memiliki kritik sosial, biasanya lahir di tengah-tengah masyarakat apabila terjadi hal-hal yang tidak baik dalam kehidupan sosial masyarakat. Universitas Sumatera Utara Pesan kritik sosial akan ada pada karya sastra jika seseorang pengarang menjadi korban ketidak baikan di sebuah lingkungan. (Nurgiyantoro, 1998:332). Adapun contoh ayat pada kisah kelahiran nabi Isa yang menjelaskan pada pesan kritik sosial adalah: Surat ali ‘Imran Ayat 46 /Wa yukallimu al-nāsa fī al-mahdi wa kahlan wa mina al-şālihīna./ Dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia adalah termasuk orang-orang yang saleh." Penjelasan: Ayat yang terkandung di atas adalah, Nabi Isa telah berbicara ketika masih dalam buaian. Tidak dijelaskan oleh ayat ini pada usia berapa beliau berbicara, tatapi tidak dapat disangkal bahwa hal tersebut terjadi pada usia buaian atau pada usia yang biasanya anak belum dapat berbicara. Karena itu, sekelompok orang yang datang untuk mengecam Maryam, karena ia melahirkan seorang bayi sedang dia belum bersuami. Dia tidak menjawab, tetapi ia menunjukan ke arah bayinya sebagaimana hal ini dijelaskan dalam surat Maryam ayat 29 Kemampuan berbicara itu bukan bukti ketuhanan Isa as. apalagi ucapan pertama yang beliau ucapkan adalah: “sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah, Dia memberiku kitab Injil dan Dia menjadikan aku seorang nabi”, sebagaimana hal ini ditegaskan dalam surat Maryam ayat 30. Di sisi lain, penegasan bahwa beliau pun berbicara pada usia dewasa menunjukkan bahwa beliau akan mencapai usia tersebut, dan demikian beliau mengalami perubahan, sedangkan yang mengalami perubahan pastilah bukan Tuhan. Jadi, bicaranya nabi Isa di waktu kecil merupakan mukjizat Kata ( )كھال/kahlan/ yang diterjemahkan di atas dengan dewasa dipahami oleh banyak ulama sebagai usia antara tiga puluh sampai empat puluh tahun, demikian Mufassir al-Jamal dalam dalam al-futuhat al-habiyah. Universitas Sumatera Utara Pesan kritik sosial yang dapat diambil adalah, kalau dilihat zaman sekarang, sangatlah langka adanya seorang bayi yang mampu berbicara sewaktu dalam buaian. Tentu ada hikmah dan pesan yang harus dipetik dari peristiwa berbicaranya seorang bayi. Peristiwa ini merupakan peringatan bagi umat manusia, untuk selalu taat pada Allah karena Dia Maha segalanya. Mungkin saja, kondisi masyarakat saat itu memperhatinkan, jauh dari ajaran agama. 3.Pesan Religius Pesan Relegius menyatakan pesan keagamaan dari sesuatu sesuai dengan aturan agama yang ada. Istilah relegius membawa konotasi pada makna agama. Agama lebih menunjukan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi, sedangkan relegius bersifat lebih mendalam dan lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi (Mangunwijaya, 1998:11-12). Adapun pesan relegi/keagamaan yang dapat kita ambil dari kisah kelahiran Nabi Isa putera Maryam adalah: Dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 47 /Qālat rabbi annā yakūnu lī waladun wa lam yamsasnī basyarun qāla każāliki Allahu yakhluqu mā yasyā`u iżā qaḍā amran fainnamā yaqūlu lahū kun fayakūnu/. Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendakiNya. apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia. Penjelasan: Universitas Sumatera Utara Adapun pesan yang terkandung dalam ayat di atas adalah ternyata, ketika malaikat Jibril menyampaikan kepada Maryam as. bahwa dia akan melahirkan seorang anak yang bernama al-Masih Isa putera Maryam, ia sadar bahwa anak tersebut tidak berbapak, karena namanya dinisbahkan kepada Maryam, bukan kepada seorang ayah, sehingga Maryam bertanya: ”Tuhanku, aku percaya kepada-Mu, percaya juga kekuasaanMu. Tetapi, bagaimana bisa aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun yang bukan mahramku, apalagi melakukan hubungan yang mengakibatkan lahirnya anak.” Allah berfirman dengan perantaraan Jibril: “ Demikianlah, yakni memang engkau adalah wanita yang tidak pernah dan tidak ada bersuami, tetapi Allah mampu menganugrahkan kepadamu seorang anak, karena Allah mencipta apa yang dikehendaki-Nya. Yang demikian itu sangat mudah bagi-Nya, karena apabila Dia menetapkan sesuatu, maka sedemikian mudah dah cepat kehendak-Nya terlaksana, sehingga keadaannya hanya bagaikan Dia berfirman kepadanya: “jadilah” maka jadilah ia. Kata ( )كن/ kun/ dalam ayat ini digunakan sekedar untuk menggambarkan betapa mudah Allah menciptakan sesuatu dan betapa cepat terciptanya sesuatu bila Dia menghendaki. Cepat dan mudahnya itu diibaratkan dengan mengucapkan kata kun. Walaupun sebenarnya Allah tidak perlu mengucapkannya karena Dia tidak memerlukan suatu apa pun untuk mewujudkan apa yang dikehendaki-Nya. Sekali lagi, kata kun hanya melukiskan buat manusia betapa Allah tidak membutuhkan sesuatu untuk mewujudkan kehendak-Nya dan betapa cepat sesuatu dapat terwujud, bahkan lebih cepat jika Dia menghendaki dari waktu yang digunakan manusia mengucapkan kata kun. Perlu dicatat bahwa ini bukan berarti Isa as, lahir secara cepat, dan tanpa proses sebagaimana dialami oleh para ibu ketika melahirkan. Kisah kelahiran ini dijelaskan dalam surat Maryam ayat 16-26 yang menjelaskan proses mulai dari kehamilan Maryam sampai detik-detik menjelang kelahiran puteranya. Pesan religinya adalah Allah ingin membuktikan kepada manusia akan keMaha Kekuasaan-Nya. Jika Allah berkehendak terhadap sesuatu, dia tak butuh proses, tak terikat hukum sebab akibat, dan lain-lain. Hal ini dapat dipahami melalui kata كن فيكون. Universitas Sumatera Utara