BAB II PEMBAHASAN A. Profil masyarakat Desa Paseban 1. Sejarah Berdirinya Desa Paseban Menurut cerita warga masyarakat ,konon katanya yang memberikan nama adalah Sunan Pandanaran. Dahulu sebelum diberi nama Desa Paseban masih bernama Jabalakat. Bukit yang dituju Sunan Pandanaran atas perintah gurunya yaitu Sunan Kali Jaga. Sunan Pandanaran menetap di Jabalakat untuk menyebarkan agama Islam di daerah Jabalakat. Dengan diikuti oleh kedua muritnya yang bernama Syeh Domba dan Syeh Kewel. Menurut cerita warga nama Paseban diambil dari kata Seba ,yang artinya berkumpul. Berkumpul yang dimaksudkan adalah dalam artian berkumpul untuk bertukar ilmu dan untuk siar agama Islam. Dahulu masyarakat sering berkumpul di tempat pelataran yang cukup luas tepat di bawah bukit yang ditempati oleh Sunan Padan Aran. Warga biasa berkumpul setiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Legi. Karena seringnya tempat itu digunakan untuk berkumpul maka Sunan Padang Aran memberinya nama Desa Paseban, yang berarti tempat berkumpulnya orang-orang untuk kebaikan. Sampai sekarang tempat itu masih digunakan untuk berkumpul dan di bangun sebuah pendapa. Setiap malam tempat itu selalu ramai, tidak hanya malam Jumat Kliwon dan Slasa Legi saja. 44 45 2. Kondisi Geografis (Alam) Masyarakat Desa Paseban Desa Paseban Kecamatan Bayat yang jauhnya kurang lebih 12 km dari kota Klaten. Desa Paseban yang terletak di Kecamatan Bayat terbagi menjadi tiga belas dukuh di antaranya yaitu Paseban, Pandeyan, Pase, Kabo, Balong, Menden, Golo, Ngaren, Karangdolon, Kebondalem, Lemahmiring dan Jalen. Adapun batas-batas Desa Paseban adalah sebagai berikut : a. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Krakitan dan Desa Krikilan. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Beluk. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bogem dan Desa Kaligayam, Kecamatan Wedi. d. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Melikan Kecamatan Wedi. Sedangkan orbitasi atau jarak Desa Paseban dengan pusat Pemerintahan menurut data monografi Desa Paseban adalah sebagai berikut : a. Jarak dari Desa ke Ibu Kota Kecamatan : 0,5 km. b. Jarak dari Desa ke Ibu Kota Kabupaten : 12 km. c. Jarak dari Desa ke Ibu Kota Propinsi : 100 km. Luas keseluruhan Desa Paseban kurang lebih 214.5250hektar. dengan perincian 52.8970 hektar berupa areal sawah dan ladang; 2.2830 hektar; 2.2830 hektar berupa bangunan umum; 84. 3756 hektar berupa pemukiman atau perumahan; 13.6700 untuk areal pekuburan dan 1.9178 hektar untuk jalan dan 60. 3816 lain-lain. Keadaan alam Desa Paseban berada pada ketinggian 160 meter dari permukaan air laut. Kondisi alam di Kecamatan Bayat khususnya Desa Pasebanan adalah perbukitan dengan jalan yang menanjak, ini terlihat sekali jika melintasi 46 dari pusat kecamatan Bayat di sekitar Desa Paseban. Wilayah Desa Paseban juga banyak ditemukan batuan kapur dan ada tanah merahnya juga yang berada di sekitaran jalan desa. Mayoritas warga Desa Pasebanan bermata pencaharian sebagai buruh tani dan buruh bangunan, namun ada juga yang memiliki usaha sampingan berupa gerabah atau keramik dari tanah liat. Mayoritas mereka menggarap lahan sawahnya sendiri dengan dibantu buruh tani. Masyarakat Desa Paseban yang perkebunan di sekitaran dusun, mereka memanfaatkannya untuk menanam pohon jati. Dari pengamatan penulis, cukup banyak warga yang memiliki lahan perkebunan. Mayoritas mereka menanam pohon jati dan mahoni. Menurut hasil pengamatan penulis juga, lahan perkebunan pohon jati ini banyak sekali dikunjungi oleh kalangan mahasiswa ataupun pengusaha yang akan melakukan penelitian ataupun menanam modal disini. Selain juga digunakan sebagai mata pencaharian, memiliki perkebunan pohon jati bisa digunakan investasi atau tabungan di hati tua, mayoritas digunakan juga untuk membuatkan rumah bagi anak-anaknya kelak. Untuk sebagian masyarakat yang memiliki pekarangan yang cukup luas, biasanya digunakan untuk ditanami pohon pisang, ubi kayu, mangga dan rambutan. Setelah berbuah biasanya mereka menjualnya di Pasar dan sebagian juga untuk dikonsumsi sendiri. Berdasarkan data monografi dari Desa pasebanan Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten Jawa Tengah luas wilayah Desa Paseban adalah 214,5250 Ha, terdiri dari: 1) Tanah sawah Tanah sawah, yang terdiri dari sawah dengan irigasi setengah teknis dan sawah tadah hujan seluas kurang lebih 52,8970 Ha. 47 2) Tanah Kering Yang terdiri dari tegal/ladang seluas 2,2830 Ha, bangunan umum seluas 2,2830 Ha, pemukiman atau perumahan 84,3756 Ha, areal perkebunan 13,6700 Ha, jalan 1,9178 Ha, lain-lain 60,3816 Ha. Luas wilayah Desa paseban menurut luas penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel I Penggunaan Lahan Luas Wilayah 1. Tanah Sawah 2. Pekarangan/Bangunan dll Kebun Ladang Tambak Kolam Rawa Hutan Lindung Perkebunan Negara/Swasta Lain2 sungai, jalan, kuburan dll Luas Lahan (Ha) 214,5250 52,8970 Ha 84,3756 Ha 13,6700 Ha 2,2830 Ha ±490000 ha 1,9178 Ha 60,3816 Ha Sumber: Data Geografi Penduduk Tahun 2014 3. Potensi Desa dan Kondisi Sosial Ekonomi Masalah ekonomi sebenarnya sudah timbul bersamaan dengan timbulnya manusia di muka bumi. Karena ekonomi pada hakekatnya adalah upaya manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Sejak manusia mengetahui tentang kehidupan dan pergaulan, maka muncul masalah yang harus diselesaikan bersama, bagaimana memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Tidak mungkin kebutuhan manusia dapat dipenuhi sendiri,karena manusia harus hidup dalam pergaulan. Desa Paseban dilihat dari tingkat pendidikan masyarakatnya dan dilihat dari kondisi lingkungan masyarakatnya, merupakan daerah yang maju. Hal ini bisa 48 dilihat dari munculnya berbagai macam mata pencaharian dan tingkat pendidikan masyarakatnya. Desa Paseban menurut data monografi Desa Paseban tahun 20132014 sebagian masyarakatnya bermata pencaharian bertani dan berdagang. Selain itu, sebagian masyarakat lainnya bergerak di sektor jasa dan industri kecil. Tabel II Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian Pegawai negeri sipil Guru Buruh Petani Karyawan Tukang kayu TNI/POLRI Pedagang Industri kecil Penjahit Suwasta Jumlah 131 orang 67 orang 68 orang 26 orang 476 orang 25 orang 7 orang 180 orang 245 orang 8 orang 456 orang Menurut data monografi di atas, kehidupan ekonomi Desa Paseban didominasi dengan adanya kegiatan industri. Di Desa Paseban terdapat 8 jenis industri di antaranya yaitu batik, keramik, gerabah,genteng, batu bata, konveksi, dan anyaman. Jenis industri ini secara keseluruhan berjumlah1314 industri, 21 merupakan industri kecil dan 312 masuk kategori industri besar. Di Paseban terdapat 1 lembaga ketrampilan menjahit, dengan dipandu oleh 2 orang tenaga pengajar dan muridnya mencapai 41 orang. Selain industri potensi desa Paseban dari sektor petanian dan peternakan juga cukup baik, karena sudah mampu menghasilkan barbagai hasil dari pertanian dan peternakan. Dapat kita lihat potensi peternakan sebagai berikut: desa Paseban dalam pertanian dan 49 a. Tanaman pangan : padi, kedelai, jagung, rambutan, pisang, dan lain-lain. b. Buah-buahan : mangga, rambutan, pisang, dan lain-lain. c. Peternakan : sapi, kambing, ayam, kerbau. 4. Karakteristik Masyarakat Desa Paseban Masyarakat desa merupakan suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk dan merupakan organisasi pemerintahan yang terendah, atau bisa juga diartikan sebagai suatu wilayah administratif di Indonesia yang paling rendah di bawah kecamatan yang dipimpin oleh Kepala Desa. Masyarakat desa merupakan masyarakat yang masih tradisional karena pada umumnya masih memegang adat. Sejarah desa mempunyai peranan penting dalam sejarah bangsa Indonesia, terutama masa merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Desa adalah merupakan perwujudan pemukiman di area pedesaan. Di Indonesia istilah desa adalah pembagian wilayah administratife di Indonesia dibawah Kecamatan, yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung atau dusun. Desa Paseban merupakan salah satu dari desa/dusun yang berada di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Kecamatan Bayat di sebelah selatan merupakan batas antara Kabupaten Klaten dengan Kabupaten Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan sebelah timur Kabuapaten Klaten dengan Sukaharja disebelah timur. Luas wilayah 371,7400 Ha ini jauh dari kata keramaian kota sehingga ini bisa dibilang pedesaan. Desa Paseban adalah masyarakat pinggiran (urban). Disini terdapat 4 Dukuh, 14 RW (Rukun Warga), dan 13 RT (Rukun Tetangga). 50 Petilasan Syech Domba kira-kira berjarak 500 meter dari Kecamatan Bayat dan berjarak 300 meter dari Pasar Bayat. Pasar ini ramai setiap hari pasaran Pahing dan kliwon dan menjadi pusat perekonomian karena menjadi tempat transaksi dan jual beli hasil-hasil bumi masyarakat. Selain itu Petilasan Syech Domba juga dekat dengan petilasan Ki Ageng Pandanaran yang juga merupakan petilasan yang sering digunakan untuk wisata ziarah. Di petilasan Pandanaran juga terdapat sebuah pasar kacil yang menyediakan kebutuhan harian bagi masyarakat setempat atau pun bagi peziarah, misalnya sembako, pakaian dan barang yang menjadi Khas daerah Bayat. Kehidupan masyarakat Desa Paseban terbilang masih cukup terjalin erat tali silaturahim. Etos kerja bergotong-royong masih sangat tinggi, terbukti dari hasil penelitian langsung penulis saat beberapa kali berkunjung ke Desa Paseban dan hasil wawancara dengan Kepala Desa, Juru Kunci dan masyarakat Desa Sarean sendiri. Ini merupakan salah satu ciri khas ataupun kebiasaan masyarakat Desa Sarean sendiri. Kehidupan keseharian Masyarakat Desa Paseban masih sangat berpegang teguh pada adat istiadat setempat, sehingga dari pengamatan penulis di lapangan diperoleh suatu data analisis karakteristik masyarakat Desa Paseban sebagai berikut: a. Rukun Istilah rukun cukup menggambarkan situasi dan keadaan masyarakat Desa Sarean. Dari sinilah tercipta keadaan masyarakat yang nyaman dan tidak merasa ada tekanan. Sikap ini sangat terlihat sekali di Desa Paseban, antara satu warga dengan warga lainnya saling 51 menghormati dan bertutur kata yang benar, sehingga menghindari konflik antar warga yang bisa merusak keutuhan dan keharmonisan bertetangga. Karena dewasa ini yang terjadi di masyarakat luas sering terjadi konflik, yang pangkal dari masalah hanya kurang saling menghargai. b. Saling Menghargai (Ngajeni) Masyarakat Desa Paseban sangat menjunjung tinggi sikap saling menghargai antar warganya, ini terlihat sekali di dalam kehidupan bermasyarakat mereka, masyarakat berusaha saling menjaga ucapan dan tindakan yang kesalahpahaman mereka perbuat, supaya tidak menimbulkan yang nantinya bisa berujung tidak menghargai. Masyarakat jawa menyebutnya “ngajeni”. Mereka benar-benar mengingat kebaikan yang pernah dilakukan oleh seseorang, sebagai balas budi mereka akan berusaha membantu ketika orang yang pernah berjasa kepada dirinya membutuhkan pertolongan. c. Terbuka Mungkin seperti inilah potret kehidupan masyarakat Desa Paseban. Masyarakat disini cukup terbuka dengan hal-hal baru yang masuk di lingkungan mereka, masyarakat disini cukup beradaptasi jika ada budaya baru yang masuk. Begitu pula dengan para masyarakat disini cukup terbuka dengan para pendatang ataupun kepada para pengusaha ataupun mahasiswa yang hendak akan melakukan observasi ataupun penelitian. Jika dilihat dan diamati keterbukaan ini akan mempermudah masyarakat Desa Paseban untuk lebih maju dan selalu mengetahui perkembangan teknologi dan budaya baru. 52 d. Sederhana Sederhana merupakan gambaran nyata kehidupan di masyarakat Desa Paseban. Masyarakat disini kehidupannya bisa dikatakan cukup, mayoritas masyarakat Desa Paseban bermatapencaharian sebagai petani atau buruh. Sekitaran Desa Paseban kondisi tanahnya adalah tanah liat dan berbukit, sehingga banyak dimanfaatkan para warga untuk menanam singkong dan berkebun. Sebagian juga ada warga yang memiliki lahan untuk ditanami pohon jati, karena di daerah sini banyak sekali yang memiliki tanah dan ditanami pohon jati. Ada juga warga yang bermata pencaharian sebagai seorang guru ataupun pegawai kantoran. Mengingat kondisi tempat yang terletak bi bawah bukit dan tergolong plosok atau jauh dari keramaian maka cukup berpengaruh kepada kehidupan ekonomi masyarakat Desa Paseban. e. Sopan-Santun Masyarakat Desa Paseban sangatlah menjunjung tingi nilai kesopanan (Unggah-ungguh), ini terlihat sekali di dalam kehidupan pergaulan di lingkungan para warga. Generasi muda disini terhadap orang yang lebih tua maupun kepada para pendatang baru cukup sopan, mereka menjaga sekali tindak tutur dan kesopanan mereka. Begitu pula dengan orang yang mungkin lebih berwibawa dari mereka, mereka memperlihatkan sikap sopan. Masih cukup banyak para warga Desa paseban yang masih bisa menggunakan bahasa jawa yang halus/benar, terutama para warga yang sudah berumur. Bahkan sebagian masyarakat yang sudah berumur lanjut masih banyak yang bisa berbahasa jawa halus. 53 Masyarakat disini akan dengan senang hati jika ada pendatang baru yang menanyakan tentang lingkungan mereka disini, ditambah dengan masyarakat disini yang terbuka dan sopan, membuat warga Desa Paseban cukup mudah untuk bergaul dan menerima hal-hal baru. Bagi para warga Desa Paseban bersopan santun sudah merupakan bagian dari kehidupan pergaulan masyarakat kesehariannya. Jauh dari perkotaan membuat nilainilai kehidupan di Desa Paseban masih sangat asli. f. Tanpa Pamrih Masyarakat disini tumbuh sikap saling tolong menolong yang cukup terjalin dengan baik, salah satunya mereka menolong dengan tanpa pamrih atau tidak mengharap imbalan. Baik tua maupun muda masyarakat desa Paseban hidup saling tolong menolong.Ini terlihat sekali jika ada warga Desa Paseban yang memiliki kerja ataupun lagi ada warga yang meninggal dunia, mereka akan dengan senang hati membantu acara tersebut agar dapat meringankan beban dari yang punya kerja ataupun sedang lagi kena musibah. Mereka tidak mengharap balasan dibayar, semata-mata itu mereka lakukan untuk saling membantu dan sebagai solidaritas bertetangga. Sikap seperti ini masih terlihat sekali di kehidupan desa yang sangat menjujung tinggi adat-istiadat. Hal ini lah yang menjadikan kehidupan di Desa Paseban terlihat rukun dan harmonis antara sesama anggota masyarakat. g. Gotong Royong Mungkin inilah yang bisa diungkapkan untuk melihat ciri khas masyarakat Desa Paseban. Sikap kebersamaan ini sangatlah terlihat sekali 54 disini. Mereka bekerja sama untuk satu tujuan, yaitu agar untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan mudah dan cepat selesai. Gotong royong masih diterapkan di Desa Paseban hingga sekarang, karena disini mereka menyadari akan pentingnya solidaritas dan bekerja sama antar masyarakat. Ini terlihat sekali jika di dalam desa ada program baru dari pemerintah atau sekedar kegiatan rutinitas. Seperti jika ada acara Sambatan di lingkungan Desa Paseban, yang dilakukan oleh para BapakBapak ataupun kaum muda untuk membantu atau melakukan kegiatan dalam pembangunan rumah, pembuatan/pengaspalan jalan baru maupun untuk membuat aliran selokan di sekitaran pemukiman warga, Sambatan juga terlihat pada acara ngijing , yakni acara meletakkan/memasang batu nisan pada saat nyewu, nyewu adalah peringatan 1000 hari kematian seseorang. Semua ini dilakukan dengan sukarela tanpa mengharap upah ataupun bayaran. Berkat kehidupan seperti inilah bisa menimbulkan kerukunan dan kerjasama antar warga. Banyak hayl ang dikerjakan dengan gotong royong terutama dalam kegiatan desa. Hal ini dilakukan agar masyarakat terbiasa tolong menolong, silaturahmi antar sesame anggota masyarakat. Sehingga menciptakan rasa solidaritas yang tinggi. Selain itu kegiatan-kegiatan masyarakan juga memiliki lembaga yang mengatur kegiatan kemasyarakatan di desa Paseban. Lembaga ini dinamakan dengan LKMD (Lembaga Kegiatan Masyarakat Desa) dengan jumlah pengurus 17 orang. KPD (Kader Pembangunan Desa) berjumlah 10 orang. Secara khusus wanita juga terekrut dalam lembaga sendiri yaitu 55 PKK, dengan tim penggerak ada 35 orang dengan jumlah kader PKK sendiri ada 18 orang. Masyarakat Paseban jika dilihat dari tingkat pendidikannya, sebagian besar telah mengenyam penddidikan dari tingkat Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi. Hal ini bisa dilihat dari jumlah penduduk masyarakat Paseban menurut tingkat pendidikan dari data monografi desa Paseban, dengan rincian sebagai berikut; Tabel III Data Monografi Desa Paseban Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Pendidikan Buta Huruf Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat D1 Tamat D2 Tamat D3 Tamat S1 Tamat S2 Jumlah 495 orang 529 orang 1294 orang 1601 orang 1599 orang 24 orang 18 orang 176 orang 103 orang 4 orang Meskipun masyarakat desa Paseban telah mengenyam pendidikan dan pengaruh-pengaruh jaman modern sudah masuk, sebagian besar warga masyarakat desa Pseban masih percaya dengan hal-hal gaib yang ada di sekitar dan masih melakukan ritual turun temurun seperti yang dilakukan para pendahulu masyarakat desa Paseban. Hal ini sesuai dengan ciri masyarakat jawa yang percaya dengan kehidupan yang sudah di atur dalam alam semesta. 56 Inti pandangan alam fikiran mereka tentang alam tersebut tidak terlepas dari hal-hal lain yang ada dalam alam semesta (jagad), selain itu orang Jawa percaya pada satu kekuatan yang melebihi segala kekuatan apapun. Seperti misalnya percaya dengan adanya kesaktian, arwah atau roh leluhur, makhluk halus yang ada di sekitar mereka. Menurut kepercayaan mereka, setiap unsur tersebut bisa mendatangkan keberhasilan, kebahagiaan, ketentraman, atau keselamatan, tetapi juga dapat menimbulkan gangguanpikiran, gangguan kesehatan, bahkan kematian dan kesengsaraan, sehingga muncul berbagai aliran kebatinan. Masyarakat Paseban yang masih percaya dengan kepercayaan- kepercayaan leluhur ini bisa dilihat dari upacara-upacara selamatan yang masih mereka lakukan. Upacara-upacara tersebut diantaranya dengan mengadakan selamatan ketika akan mempunyai hajat seperti pernikahan, membangun rumah, dll. Selain itu mereka juga masih memberi sesaji-sesaji pada tempat-tempat yang masih dianggap angker dan dipercaya ada yang menunggu atau sering disebut dengan sebutan mbahe, danyangeatau yang mbaurekso.Tempat-tempat yang mereka anggap angker seperti pohon-pohon besar yang telah berumur tua biasanya berada di tempat-tempat seperti sendang-sendang atau mbelik dan tempat-tempat lain yang mereka anggap ada penunggunya. Selain itu masyarakat Paseban juga mengadakan upacara untuk mengenang arwah orang-orang yang sudah meninggal. Biasanya upacara ini dilangsungkan pada bulan Ruwah atau bulan Sya‟ban. Upacara ini dilangsungkan pada tanggal 27 Ruwah, upacara ini sering disebut dengan upacara HaulSunan Tembayat. Upacara ini disebut juga dengan Nyadran, dilaksanakan dengan 57 menyediakan berbagai macam makanan sesaji seperti ayam ingkung, nasi gurih dan berbagai macam buah-buahan. Upacara ini dimulai dengan do‟a-do‟a yang dipimpin oleh juru kunci makam. Isi dari do‟a-do‟a ini diantaranya adalah mendo‟akan orang-orang yang sudah meninggal, dan berharap mendapat berkah keselamatan, kebahagiaan, kesehatan, dan kesuksesan. Selain itu bertujuan untuk menyucikan diri dari kesalahan-kesalahan yang telahlalu untuk menyambut bulan puasa atau bulan Ramadhan. 5. Agama dan Kepercayaan Masyarakat Desa Paseban Hal yang mendarah daging bagi kehidupan manusia adalah kepercayaan. Sebelum menetukan tahap-tahpa selanjutnya dalam kelanjutan manusia, semua manusia sempat mengalami pertanyaan seputar kepercayaan yang ia miliki. Pada dasarnya konsep ketuhanan kontemporer ada 3 macam yaitu: teisme (adalah konsep yang meyakini dengan tegas bahwa Tuhan itu ada), aknotisme merupakan paham yang berpendapat bahwa pengetahuan tentang Tuhan tidak diperoleh oleh manusia, manusia tidak mampu mengetahui eksistansi Tuhan (agnostik), ateisme yaitu pandagan yang tidak mengakui adanya tuhan karena alam ada dengan sendirinya dan bekerja menuru undang-undang dirinya sendiri. Logika positifis selalu menggambarkan bahwa agama merupakan fenomena kemasyarakatan, tak ubahnya denga tradisi,cara berpakaian, dan lain-lain. Keyakina beragama secara individu, sosio kultural dan religiusitas menurut orang jawa berada di dalam satu spirit. Tindakan-tindakan keberagamaan merupakan sikap individu dimana individu tersebut terikat secara ssio kultural sehingga menghasilakn religiusitas yang sinkretis. Masyarakat jawa menjalani semua itu sebagai bentuk dari sikap budaya dan gaya hidupnya yang selalu menjaga harmoni. Masyarakat Desa 58 Paseban mayoritas para warganya adalah asli orang Jawa, masih banyak pula yang mempercayai hal-hal yang berbau kejawen, dan ada pula yang sudah berfikir modern/Islam. Bagi sebagian masyarakat yang masih percaya dengan hal yang berbau Kejawen, banyak yang sering berkunjung atau melakukan ritual di Makam Syeh Domba. Karena mereka mengaggap Syeh Domba adalah orang yang dulunya menyebarkan agama di desa cakaran, dan Syeh Domba memberi kan pengaruh posif di Desa Paseban. Tidak hanya para warga masyarakat Desa Paseban yang datang ke makam, tetapi banyak juga pengunjung yang datang dari luar daerah, bahkan dari luar kota juga masih cukup banyak yang datang untuk berkunjung maupun sesirih di petilasan Syeh Domba. Pada malam-malam tertentu seperti Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, masih banyak yang berkunjung di petilasan Makam Syeh Domba untuk melakukan rangkaian kegiatan yang menjadi ujubnya/permintaannya. Kemudian ada juga yang hanya sekedar berkumpul pada malam tertentu untuk bersilaturahmi ataupun bersiarah, karena pada malammalam tertentu di areal makam sering ramai dikunjungi oleh para warga. Warga masyarakat Desa Paseban mayoritas adalah beragama Islam, tetapi juga ada yang bergama Kristen maupun Katholik. Sebagai buktinya ini terlihat sekali masjid yang berada di perkampungan yang digunakan umat Islam sebagai tempat beribadah mereka, Gereja-gereja juga ditemukan di daerah ini untuk peribadatan orang Nasrani. Terdapatnya bangunan kristen dan bangunan islam yang berdekatan yaitu Gua Bunda Maria dan masjid Gala yang konon adalah masjid yang digunakan untuk sholat Syeh Domba ,Sunan pandanaran dan para pengikutnya, adalah bukti nyata keserasian dan keharmonisan antar agama. Kedua bangunan yang berbeda 59 itu terletak di pinggir jalan diantara makam Syeh Domba dan Sunan Pandanaran. Untuk menjaga keharmonisan, para warga berusaha untuk saling menghargai maupun saling membantu jika salah satu membutuhkan uluran tangan. Kegiatan keagamaan disini yang dilakukan adalah seperti Tahlillan yang dilakukan secara bergantian dari rumah ke rumah atau disaat ada seseorang warga yang sanak keluarganya ada yang kesripahan / meninggal dunia. Bagi Ibu-Ibu juga sering melakukan kegiatan keagamaan yaitu Pengajian di masjid pada hari tertentu. Kegiatan tradisi yang masih dipercaya atau dilakukan oleh masyarakat Desa Sarean ialah berupa Selametan, Nyadran. Ini dilakukan karena sebagian masyarakat disini masih banyak yang menganut kejawen yang kuat, masih melestarikan budaya jawa yang cukup kuat. Bagi yang sudah berfikir modern/islam modern, sudah jarang yang melakukan kegiatan seperti ini. Tetapi keharmonisan di Desa Paseban sangat terjaga walaupun mungkin memiliki perbedaan pikiran atau kepercayaan. Mereka saling menghormati dan menghargai satu dengan yang lainnya. Jika saat ada bancaan di Makan Syeh Domba atau pun di makan Sunan Padang Aran, masih ada sebagian pula masyarakat yang datang disini untuk sekedar ikut berdoa dan kemudian masakan dari bancaan itu sendiri akan dibagikan oleh modin atau juru kunci. Bancaan itu sendiri adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan unyuk meminta keselamatan atau wujud dari rasa syukur. Biasanya di dalam bancaan yang sangat kental atau menjadi utama adalah adanya sega gudangan, sega gudangan (nasi urap) disini terdiri dari nasi, kemudian terdapat sayuran dan kacang-kacangan dengan sambal kelapa, kemudian dilengkapi dengan telor. 60 Agama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya suatu kebudayaan. Selain itu agama juga merupakan salah satu elemen terpenting untuk memahami sebuah aktivitas keagamaan.Dalam kesehariannya kehidupan antar umat beragama di Desa Paseban kelihatan sangat harmonis. Agama yang dianut oleh penduduk Desa Paseban ini ada 4 macam, yaitu Islam, Kristen, Katholik dan Hindu. Perinciannya sebagai berikut : Tabel IV Data Monografi Desa Paseban Jumlah Penduduk Menurut Agama Agama Islam Kristen Katolik Hindu Jumlah penduduk 5348 orang 30 orang 521 orang 1 orang Jika dilihat dari data monografi diatas masyarakat Desa Paseban dalam bidang keagamaan dapat di bilang cukup majemuk. Karena secara kuantitas dari 5869 jiwa penduduk yang memeluk agama Islam 5348 orang. Sedangkan penganut Kristen ada 30 orang dan sisanya penganut Katolik berjumlah 521 orang, sedangkan Hindunya hanya 1 orang saja. Jika dinilai dari kualitas keagamaannya, dapat dilihat dari jumlah bangunan peribadahan termasuk organisasi-organisasi yang berkembang di dalamnya. Di Desa Paseban sendiri telah berdiri 6 Masjid dan 13 Mushola. Pendirian Masjid-masjid tersebut telah dimulai sejak tahun 90-an dengan biaya swadaya masyarakat. Aktivitas peribadahan dalam masyarakat Islam Paseban semakin disemarakkan dengan jumlah organisasi keagamaannya yaitu dengan adanya majelis ta‟lim yang berjumlah 5 kelompok, dengan anggotanya 200 orang. Remaja Masjid 8 kelompok dengan jumlah anggota 200 orang. Dalam 61 hal ini ada juga Masjid yang mempunyai lebih dari dua kelompok remaja Islam, karena antara laki-laki dan perempuan disendirikan. Ditambah lagi dengan suatu lembaga yaitu TPA (Taman Pendidikan Al-Qur‟an) yang bercorak tradisional. Kualitas keagamaan masyarakat Desa Paseban juga dapat diketahui dari jalur pendidikan yang mereka tempuh. Diantara mereka ada yang mengenyam pendidikan pondok pesantren tercatat 1 orang, madrasah 138 orang, pendidikan agama 3 orang. Tidak hanya beberapa organisasi keagamaan diatas di Desa Paseban juga terdapat dua organisasi besar yaitu Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Muhammadiyah adalah organisasi keagamaan Islam yang bergerak dalam pemurnian agama Islam secara modern, sedangkan Nahdatul Ulama lebih condong bergerak dalam dakwah secara tradisional. Di Desa Paseban kebanyakan masyarakatnya berorganisasi di Nahdatul Ulama. Hal ini semakin menguatkan eksistensi Makam Sunan Tembayat sebagai obyek wisata ziarah. Selain agama Islam, yang berkembang di Paseban adalah Katolik. Karena, di bukit yang sama, tepatnya di bukit Jabalkat, didirikan Gua Bunda Maria, sebagai tempat peribadahan umat Katolik. Dengan aktivitas peribadahan diperlihatkan dengan adanya 1 majelis Gereja yang mempunyai jumlah anggota 50 orang, dan remaja Gereja 1 kelompok dengan jumlah anggota 100 orang. Sisanya beragama Kristen yang berjumlah 30 orang dan satu lagi beragama Hindu. Dilihat dari data-data di atas masyarakat Paseban mempunyai kualitas keagamaan yang sudah cukup maju, dari yang dulunya masih dipengaruhi unsurunsur Animisme dan Dinamisme, sekarang masyarakat Paseban sudah menjalankan rukun Islam meskipun belum begitu sempurna. 62 6. Tradisi Masyarakat Dilihat dari segi sosial masyarakat Desa Paseban memiliki beragam aktivitas kemasyarakatan yang telah mengakar menjadi tradisi. Aktivitas tersebut ada yang terkait dengan social keagamaan dan peringatan hari-hari besar. Upacara memiliki fungsi penting bagi masyarakat, yaitu menumbuhkan solidaritas. Dengan adanya kegiata tersebut masyarakat bertemu dan saling berkomunikasi satu sama lain. Komunikasi dan pertemuan antara masyarakat tersebut menumbuhkan rasa kebersamaan dan membantu terbentuknya kesatuan social yang kuat. Orang jawa masih sangat kental dalam hal tradisi, mereka percaya akan adanya hal yang tidak tampak mata atau disebut dengan gaib. Gaib yang dipercaya adalah ruh yang menguasai suatu wilayah tertentu atau sering disebut danyang. Ruh dipercaya ada yang baik dan ada yang buruk, oleh karena itu masyarakah menghormati dengan cara melakukan sebuah ritual dengan maksud agar ruh yang baik meu menbantu untuk menghindarkan dari ruh yang jahat. Upacara-upacara tradisional menjadi lambang kudus dalam dunia spiritual Jawa atau dalam dunia mistik Jawa. Masyarakat Jawa khususnya masyarakat Desa Paseban masih berpegang pada kejawen. Masyarakat Desa Paseban masih bersifat sangat religious, sifat tersebut ditandai dengan agama atau kepercayaan yang mereka anut sekarang. Pengakuan dan keyakinan atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa tercermin dalam pemeluk agama di Desa Paseban yaitu Islam, Kristen, Katolik, dan Hindu. Berlainan agama tidak membuat mereka bermusuhan tetapi mereka rukun secara berdampingan karena memiliki toleransi beragama yang kuat dan patut dijadikan contoh. Hal ini dikarenakan antara masyarakat yang satu dengan yang 63 lain saling menghormati dan tidak mengganggu dalam melaksanakan peribadatan. Masyarakat Desa Paseban yang beragama islam masih ikut serta dalam melakukan kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh sebagian lapisan masyarakat. Upacara-upacara keagamaan atau ritual biasanya dilakukan bersama dengan upacara tradisi leluhur, yaitu berupa Slametan(kendhuren), Bersih Desa, dan member sesaji untuk ruh-ruh penunggu atau ruh leluhur yang telah meninggal. Masyarakat Desa Paseban sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya, tumbuh dan berkembang dalam pengaruh budaya nenek moyang. Sebagai contoh tradisi, yaitu : a. mitoni (tujuh bulanan). Dalam tradisi Jawa, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni berasal dari kata “am” (awalan am menunjukan kata kerja) + „7‟ (pitu) yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini merupakan suatu adat kebiasaan yang dilakukan pada bulan ke-7 pada masa kehamilan pertama seorang perempuan dengan tujuan agar embrio dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh keselamatan. Ubarampe atau sesajen yang digunakan antara lain : 1. Sajen tumpeng, maknanya adlah pemujaan (memule) pada arwah leluhur yang sudah tiada. Para leluhur setelah tiada bertempat tinggal ditempat yang tinggi, di gunung-gunung. Ini sebagai symbol keselarasan agar bayi yang dikandung sempurna dan tidak ada satu kekurangan serta memberikan keselamatan agar pada saat melahirkan lancar dan ibu yang melahirkan juga selamat. 64 2. Sajen jenang abang, jenang putih, melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu dalam wujud bayi yang akan lahir. 3. Sajen berupa sego gudangan, mengandung makna agar calon bayi selalu dalam keadaan segar. 4. Benang lawe atau daun kelapa muda yang disebut janur yang dipotong, maknanya adalah mematahkan segala bencana yang menghadang kelahiran bayi. 5. Sesajen berupa telur yang nantinya dipecah mengandung makna berupa ramalan bahwa kalau telur pecah maka bayi yang lahir perempuan, kalau telur tidak pecah maka bayi yang lahir laki-laki. 6. Sayur 7 warna (sayur terdiri dari 7 macam sayur yaitu jepan, kacang panjang, kol/kubis, kluwih, daun mlinjo, wortel, terung). Hal ini dimaksudkan agar si jabang bayi kelak dapat menjalani kehidupan yang penuh warna-warni. Pelaksanaannya diawali dengan ke Duren oleh kaum laki-laki kemudian dilanjutkan dengan diadakan siraman kepada calon ibu jabang bayi menggunakan air 7 sumber yang telah dicampur dengan bunga. Lalu dilanjutkan dengan calon ibu jabang bayi berganti jarik sebanyak 7 kali sebagai simbol kehamilannya sudah berusia 7 bulan. Dilanjutkan dengan brobosan telur ayam kampong. Telur ayam kampung dimasukan ke dada ibu hamil oleh dukun bayi yang kemudian ditangkap oleh nenek bayi ditengah kedua kaki ibu hamil. Apabila telur dapat ditangkap maka kelak anak yang dilahirkan laki-laki, dan apabila tidak dapat ditangkap maka kelak anak yang dilahirkan adalah perempuan. Kemudian calon bapak dan calon ibu berjalan masuk rumah sambil membersihkan tempat yang dilewatinya, 65 sebagai symbol agar kelak pada saat proses persalinan lancar dan tidak mengalami suatu hambatan. Masyarakat Pasebanan mempunyai tradisa mengenai pengormatan terhadap orang yang meninggal yaitu tatacara merawat jenazah. Hal ini memiliki makna untuk mengingat segala kebaikan yang pernah diberikan oleh orang yang sudah meninggal. Selain itu juga dipercaya bahwa dengan dibantu doa, maka arwah orang yang meninggal tersebut akan tenang dan diterima disisi Tuhan. Upacara yang dilakukan biasanya berwujud kenduri dengan menggunakan sesajisesaji. Kenduri merupakan wujud kebersamaan masyarakat dalam menangani masalah bersama. Kenduri tidak dapat lepas dari sesaji. Sesaji yang digunakan biasanya sama,hanya mungkin prosesnya berbeda. Dalam penghormatan terhadap orang yang telah meninggal dunia, masyarakat Cakaran melakukan tradisi lama berupa: b. upacara slametan. Upacara-upacara yang dilakukan untuk memperingati kematian biasanya dengan mengadakan kenduri, yang disertai dengan do‟a bersama dan dihadiri oleh kerabat dan tetangga dekat. Kenduri menggambarkan pola gotong royong dalam masyarakat Jawa. Sikap saling membantu dan member penghiburan bila ada kesusahan merupakan contoh konkrit pola piker masyarakat Jawa. Serangkaian upacara yang dilakukan adalah : 1. Upacara ngesur tanah atau geblag Istilah sur tanah atau ngesur tanah berarti membuat lubang pada tanah. Makna sur tanah adalah memindah alam fana ke alam buka dan wadah semula yang berasal dari tanah akan kembali ke tanah. Upacara ini 66 dilakukan pada saat membuat liang lahat untuk tempat pemakaman orang yang meninggal. Adapun perlengkapannya adalah : a. Tumpeng ungkur-ungkuran (tumpeng yang dibelah dan diletakkan dengan saling membelakangi). Yang bermakna bahwa mayit telah berpisah antara jasmani dan rohnya. b. Ingkung (ayan dimasak utuh) ingkung juga melambangkan kepasrahan kepada Tuhan. c. Urap (gudhangan dengan kelengkapannya) bermakna agar keselamatan selalu menyertai orang yang meninggal sampai menghadap Tuhan. d. Lalaban, ini terdiri dari cabai merah, garam, dan bawang merah melambangkan bahwa semua sesaji sesuai dan tidak ada yang kurang. e. Dhele ireng, jenis kacang kedelai yang berwarna hitam yang melambangkan agar tidak mendapat kegelapan, semoga Tuhan selalu member penerangan kepada orang yang telah meninggal. 2. Upacara tigang dinten (tiga hari) Upacara ini merupakan upacara yang diselengggarakan untuk memperingati tiga hari meninggalnya seseorang, untuk menyempurnakan 4 perkara yang disebut anasir yaitu bumi, api, angin, dan air. Peringatan ini dilakukan dengan kenduri, mengundang kerabat dan tetangga terdekat. Sesajen yang digunakan sampai acara nyewu (seribu hari) hamper sama. Upacara slametan ini biasanya diperingati sampe ke seribu hari. 67 B. Bentuk dan Isi Cerita Rakyat Syech Domba Semasa hidupnya Syech Domba adalah seorang tokoh penyebar agama Islam yang begitu dikenal di daerah Bayat Kabupaten Klaten. Karena peranannya yang begitu luarbiasa di daerah bayat umumnya dan desa Paseban khususnya, sampai sekarang beliau masih di kenang oleh banyak orang. Banyak yang berziarah banyak yang berkunjung ke makam beliau. Bukan hanya masyarakat lokal saja yang datang berziarah namun juga dari luar daerah, luar kota, dan bahkan luar Jawa juga ada beberapa. Petilasan Syeh Domba terletak di atas bukit jauh dari pemukiman warga, jarak dari bawah menaiki bukit tersebut kira-kira 1 km dengan jalan menanjak yang sebagian sudah beton dan sebagian masih terjal. Makam Syeh Domba terletak didalam bangun seperti pendopo tetapi diberi pintu dan selalu di kunci apabila tidak ada pengunjung. Banyak orang berkunjung meskipun letak makan Syeh Domba berada di atas bukit yang cukup tinggi dan medan jalan yang lumayan sulit dijangkau banyak orang yang tidak perduli karena ingin berziarah ataupun karna maksud lain. Di petilasan atau makam Syeh Domba terdapat susunan kayu jati berjumlah sembilan(sundo sanga) yang berada tepat diatas makam. Menurut juru kunci kayu jati tersebut melambangkan Wali Sanga(Wali yang jumlahnya sembilan) yang merupakan panutan Syeh Domba. Dari pertama di temukan petilasan itu sampai sekarang tidak ada yang tau siapa yang menyusun kayu itu dan bahkan menurut juru kunci susunan kayu tersebut tidak berubah dan kayunya tetap awet tidak rusak dan tidak termakan rayap. 68 Menurut kesaksian orang yang berkunjung selain kayu sunda sanga, di petilasan Syeh Domba juga sering terlihat penampakan burung merpati yang terbang tinggi dan mengitari petilasan Syeh Domba. Menurut cerita juru kunci, burung merpati itu muncul ketika di desa sedang terjadi pagebluk. Burung merpati itu muncul terbang mengitari bukit Cakaran dan setelah itu pagebluk akan hilang dengan sendirinya. Warga masyarakat menyebut burung merpati itu peliharaan Syeh Domba yang dianggap utusan Syeh Domba untuk mengayomi atau melindungi masyarakat Paseban. Banyak juga orang berkunjung ke petilasan Syeh Domba untuk meminta benda pusaka yang menurut juru kunci, pusaka-pusaka itu terkubur bersama Syeh Domba. Setelah mengetahui bentuk petilasan Syeh Domba selanjutnya alangkah baiknya kalau kisah atau cerita Syeh Domba juga diketahui. Ada dua versi cerita yang di ulas tentang Cerita Rakyat Syeh Domba yaitu: 1. Menerut Juru Kunci Syeh Domba dahulu kala adalah seorang perampok atau begal menjadi seorang Syeh yang berperanan dan turut serta menyebarkan agama Islam dalam bimbingan gurunya Sunan Pandanaran. Sunan Pandanaran dahunya adalah seorang bupati Semarang yang tak lain juga adalah Brawijaya V, yang diangkat murid oleh Sunan Kalijaga dan diberi mandat untuk menyebarkan agama di suatu daerah yang bernama Jabalkat. Menurut cerita dari juru kunci ,Syeh Domba diminta oleh Sunan Pandanaran untuk menjadi raja atau pemimpin ,saat itu Syeh Domba menolak dan ingin menjadi pengikut atau murid saja, ketika itu Syeh Domba di sabda menjadi domba, seh domba sendiri tidak percaya kemudian disuruh berkaca di sendang 69 dan terkejut ketika melihat sosok manusia yang berkepala domba. Karena kejadian itulah ia disebut Syeh Domba. Dan sendang yang digunakan untuk berkaca diberi nama sendang Maerakaca yang berada di desa Paseban, yang sampai saat ini masih dikenal oleh masyarakat sekitar. Pada awalnya Syeh Domba disuruh oleh Sunan Pandanaran untuk mengikuti burung merak sampai dimana tempat burung merak itu berhenti. Burung merak itu akan menunjukan tempat yang pantas untuk Syeh Domba. Syeh Dombo mengikuti burung merak itu dan akhirnya burung merak itu berhenti dibukit Cakaran. Syeh Dombo kemudian menetap dan menyiarkan agama islam disekitar bukit itu hingga akhir hayatnya. Syeh Domba meninggal pada Selasa Kliwon tanggal 21 bulan Ramadan di bukit Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Sampai sekarang setiap malam 21 bulan puasa selalu diadakan ritual slametan dan pengajian di makam Syech Domba untuk memgenang atau menghormati baliau. 2. Menurut Masyarakat Sekitar Syeh Domba adalah murid atau pengikut dari Sunan Pandanaran. Dahulu Syeh Domba adalah seorang rampok dan dikenal dengan nama atau sebutan Sambang Dalan. Suatu hari ketika rombongan Sunan Pandanaran melewati suatu tempat ketika hendak menuju sebuah tempat yaitu gunung jabalkat, di tengah perjalanannya kemudian dicegat oleh Sambang Dalan atau Syeh Domba dengan temannya. Syeh Domba dan kawanan pun dikalahkan oleh Sunan Pandanaran dan akhirnya sepakat untuk ikut mengabdi menjadi murid Sunan Pandanaran. Cukup lama berjalan akhirnya rombongan memasuki sebuah desa yang sangat sepi, kemudian ada seorang nenek-nenek menggendong karung melintas 70 dan berpapasan dengan rombongan Sunan Pandanaran. Akhirnya Syeh Domba mendekati nenek itu dan menanyakan apa isi di dalam karung itu, nenek itu kemudian menjawab “kula naming mbeta wedi” ,setelah di buktikan ternyata benar isi dalam karung itu adalah pasir, nenek itu terkejut karena awalnya membawa beras kemudian berubah menjadi pasir, dengan kejadian itu Syeh Domba berkata kepada nenek itu bahwa desa itu akan menjadi ramai dan damai kelak ,dan Syeh Domba memberi nama desa itu desa Wedi(pasir). Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan dan sampai di suatu tempat bertemu dengan seorang yang sedang berada di kebun atau ladang yang ditanami timun. Syeh Domba pun menghampiri orang itu dan bermaksud untuk meminta ketimun namun si pemilik mengatakan bahwa belum ada ketimun yang berbuah. Syeh Domba kemudian meminta biji ketimun untuk di tanam tetapi orang itu tidak boleh melihat, ketika biji ditanam orang itu menuruti apa kata Syeh Domba, dan pada saat membuka mata orang itu melihat ketimun yang sudah berbuah. Orang itu terheran-heran ,kemudian Syeh Domba member nama desa itu Jiwo (nandur wiji wis awoh).Syeh Domba diminta oleh Sunan Pandanaran untuk menjadi raja atau pemimpin, saat itu Syeh Domba menolak dan ingin menjadi pengikut atau murid saja, ketika itu Syeh Domba di sabda menjadi domba, Syeh Domba sendiri tidak percaya kemudian disuruh berkaca di sendang dan terkejut ketika melihat sosok manusia yang berkepala domba. Karena kejadian itulah ia disebut Syeh Domba. Sendang yang digunakan untuk berkaca diberi nama sendang Maerakaca yang berada di desa paseban dan sampai saat ini masih dikenal oleh masyarakat sekitar. 71 Pada awalnya Syeh Domba disuruh oleh Sunan Pandanaran untuk mengikuti burung merak ,karena burung merak itu akan menunjukan tempat yang pantas untuk Syeh Domba. Syeh Domba pun mengikuti burung merak itu dan akhirnya merak itu berhenti dibukit cakaran. Syeh Domba kemudian menetap dan menyiarkan agama islam disekitar bukit itu hingga akhir hayatnya. Syeh Domba meninggal pada Selasa Kliwon tanggal 21 bulan Ramadan di Bukit Cakaran, Kecamatan Bayat,Klaten. Sampai sekarang setiap malam 21 bulan puasa selalu diadakan ritual slametan dan pengajian di makam seh dombo untuk memgenang atau menghormati baliau. Selain itu makam ini juga banyak dikunjungi oleh peziarah dari berbagai wilayah, paling jauh dari Palembang. Makam ini ramai dikunjungi pada setiap malam selasa kliwon dan setiap malam jum‟at. Pengunjung makam Syeh dombo datang dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda ,ada yang sekedar berziarah agar mendapat berkah, ada yang datang untuk berobat, ada yang datang untuk meminta penglaris, mencari wangsit, dan ada juga yang datang untuk mencari persugihan tuyul. C. Bentuk Ritual Dalam Cerita Rakyat Syeh Domba Analisis terhadap suatu karya sastra dilakukan melalui unsur-unsurnya. Unsur-unsur dalam karya sastra merupakan struktur bangun dari keseluruhan karya tersebut. Struktur karya sastra merupakan kumpulan dari berbagai unsur yang membentuk menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Analisis bentuk adalah analisis mengenai struktur dalam karya sastra. Keberadaan mitos Syeh Domba tidak dapat dipisahkan dengan ritual-ritual yang memperngingati atau mengakui ketokohan dan keberadaan Syeh Domba. Mitos Syeh Domba merupakan suatu cerita yang mendasari adanya berbagai ritual dalam bnentuk 72 upacara ada. Upacara ada yang paling penting dalam keberadaan mitos Syeh Domba adalah peringatan kematian atau haul Syeh Domba yang di adakan pada setiap malam ke dua puluh satu bulan puasa. Selain peringatan peringatan kematian atau haul Syeh Domba masih ada beberapa ritual tetapi sifatnya hanya dilakukan oleh masyrakat atau individu yang mempunyai kepentingan, seperti ritual penglarisan dan ritual pengobatan. Mitos Syeh Domba dalam bentuk berbagai ritual sebagai bagian dari folklor. Folklor tidak hanya berbentuk cerita lisan saja. Folklor menampung kreasi-kreasi, baik yang primitif maupun yang modern, dengan menggunakan bunyi dan kata-kata dalam bentuk puisi dan prosa meliputi juga kepercayaan dan ketakhayulan, adat kebiasaan serta pertunjukan-pertunjukan, tari-tari dan drama rakyat. Folklor lisan adalah folklor yang berbentuk lisan atau cerita yang dilisankan. Folklor sebagian lisan adalah foklor yang berbentuk pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerakan-gerakan tertentu yang memiliki makna gaib. Sedangkan folklor bukan lisan adalah folklor yang berbentuk bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan melalui lisan. Mitos Syeh Domba termasuk ke dalam folklor sebagian lisan. Mitos Syeh Domba sebagai foklor sebagian lisan karena bentuknya merupakan gabungan antara unsur lisan dan unsur bukan lisan. Unsur lisan berasal dari warisan atau tradisi lisan yang turun temurun atau yang disampaikan dari mulut ke mulut kepada generasi satu ke generasi selanjutnya. Sedangkan unsur bukan lisan karena memiliki bentuk atau bermateri yaitu diwujudkan dalam ritual atau upacara adat. 73 1. Haul atau Peringatan Kematian Syeh Domba (Bentuk Penghormatan Syeh Domba sebagai Pepunden) Mitos Syeh Domba merupakan mitos yang berkembang di Dukuh Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Cerita mitos Syeh Domba dianggap ada dan benar-benar menjadi cerita yang suci oleh masyarakat pemiliknya. Keberadaan mitos tersebut akrab di telinga masyarakat sampai sekarang ini. Masyarakat yang akrab dengan mitos tersebut, baik secara langsung maupun secara tidak langsung telah terpengaruh dengan keberadaan mitos Syeh Domba. Masyarakat dalam setiap tindakannya selalu berdasar pada ajaran-ajaran yang telah diberikan oleh Syeh Domba.Masyarakat selalu mematuhi segala aturan atau perintah dari perwujudan gaib Syeh Domba. Hal ini menjelaskan bahwa ternyata mitos mampu mempengaruhi kehidupan masyarakat yaitu sebagai pola panduan dalam kehidupan bermasyarakat. Mitos sebagai pola panduan hidup masyarakat, mengatur dan menentukan dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan mitos akan selalu hidup selama masyarakat masih mempercayai keberadaannya. Syeh Domba dianggap oleh masyarakat sebagai pepundhen atas keberadaan kolektif masyarakat di Dukuh Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pepundhen menurut Pigeaud (dalam Rusyana, 1981:20) adalah cikal bakal yang kemudian menurunkan manusia pada suatu masyarakat, atau orang yang menyusun aturan dalam masyarakat, atau yang mendirikan suatu dinasti, yang adakalanya menimbulkan pemujaan di tempat suci. Syeh Domba dianggap sebagai pepundhen karena merupakan orang yang pertama kali menempati Dukuh Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten 74 Klaten, Jawa Tengah yang dulunya hanya berupa bukit Cakaran, karena Syeh Domba menetap di daerah situ kemudian berkembanglah tempat tersebut menjadi padukuhan dan ramai sampai sekarang. Masyarakat khususnya di Dukuh Cakaran menganggap bahwa Syeh Domba mempu membawa kebaikan, kemakmuran dan menuju jalan kebenaran. Pada awalnya Syeh Domba disuruh oleh Sunan Pandanaran untuk mengikuti burung merak ,karena burung merak itu akan menunjukan tempat yang pantas untuk Syeh Domba. Syeh Domba pun mengikuti kemana burung merak itu pergi dan akhirnya merak itu berhenti di sebuah bukit yang letaknya tidak jauh dari tempat Sunan Pandanaran. Konon katanya burung merak itu berhenti di situ dan ceker-ceker (dalam bahasa jawa) kemudian Syeh Domba juga ikut berhenti dan menamakannya bukit Cakaran. Syeh Domba kemudian menetap di bukit Cakaran dan menyiarkan agama Islam di sekitar bukit itu hingga akhir hayatnya Secara harfiah, kata pepundhen diartikan sebagai sesuatu yang disembah atau dihormati. Masyarakat Dukuh Cakaran sangat menghormati keberadaan mitos Syeh Domba sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa keberadaan mitos Syeh Domba disebut sebagai mitos pepundhen. Mitos pepundhen yaitu mitos yang dianggap ada akan keberadaannya dan dipercaya sebagai sesuatu yang dihormati (dipundhi) oleh masyarakat. Bentuk penghargaan masyarakat terhadap kebedaaan Syeh Domba sebagai pepunden adalah diperingatinya hari kematian Syeh Domba atau Haul Syeh Domba yang dilakukan setiap tahun. Syeh Domba meninggal pada Selasa Kliwon tanggal 21 bulan Ramadan di bukit Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Haul dilaksanakan setiap malam 21 bulan Puasa 75 selalu diadakan ritual slametan dan pengajian di makam Syeh Domba untuk mengenang atau menghormati baliau. Selain itu makam ini juga banyak dikunjungi oleh peziarah dari berbagai wilayah, paling jauh dari Palembang. Makam ini ramai dikunjungi pada setiap malam Selasa Kliwon dan setiap malam Jum‟at. Ritual slametan yang diadakan untuk memperingati wafatnya Syeh Domba sangat sederhana dan tidak ada ritual atau proses yang mewah. Ritual yang dilakukan hanyalah slametan yaitu membuat kenduri atau bancakan dengan membuat nasi tumpeng, kemudian malam harinya diadakan pengajian yang melibatkan ustad, warga masyarakat dukuh cakaran dan pengunjung atau peziarah. Menurut juru kunci kenapa slametan yang diadakan untuk mengenang Syeh Domba sangat sederhana, hal itu dikarenakan karena dulunya Syeh Domba adalah orang kecil yang hidupnya sederhana, apa adanya dan penuh prihatin, namun selalu bersyukur dengan keadaan dalam hidupnya. Menginggat hal itu slametan yang diadakan juga sederhana tetapi bermanfaat. Haul Syeh Domba diadakan oleh Pemeritahan Desa, dan dikuti oleh seluruh aparat pemeritahan dari Desa sampai Ke Kecamatan. Bentuk Haul Syeh Domba a. Tahlilan, dan Pengajian Tahlil dimaksudkan untuk mendokan Syeh Domba. Hal ini dilakukan oleh masyrakat karena Syeh Domba merupakan penyebar syiar agama Islam di sekitar bukit itu hingga akhir hayatnya. Tahlil dipimpin oleh seorang Kyai Lokal atau 76 tokoh agama setempat. Setelah Tahlil selesai kemudian dilanjutkan di dengan pengajian yang diakhiri dengan Sholawat Nabi secara bersama-sama. b. Upacara Slametan Upacara slametan merupakan ajaran Jawa untuk menyelamatkan jiwa orang yang sudah meninggal dunia. Ajaran ini sudah ada sebelum masuknya agama Hindu dan Budha ke Nusantara. Tentu saja dalam perjalanannya selamatan ini mendapat pengaruh ajaran Hindu dan Budha. Akan tetapi, yang diganti itu hanyalah mantranya/doanya. Prinsip dari selamatan itu sendiri masih tetap. Dan setelah Islam masuk, berbagai tata cara dan mantranya diubah disesuaikan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Manusia tidaklah seperti binatang. Binatang mati tidak membutuhkan upacara penyelamatan jiwanya. Tapi, manusia melakukan upacara. Mula-mula amat primitif tata caranya. Hanya sekedar mengirimkan puja-puji dan mantra. Kemudian pada tahap yang lebih maju, adanya seseorang yang mampu berkomunikasi dengan jiwa orang yang telah meninggal, diperlukan untuk memimpin upacara tersebut. Dalam perkembangan lebih lanjut, bisa jadi upacara selamatan tersebut hanyalah sekedar formalitas seremonial saja. Isinya telah kosong, hanya tinggal kulitnya saja. Masyarakat Jawa di waktu ini pulau Jawa khususnya, yang memiliki sistem transportasi, komunikasi, dan pengembangan ilmu serta teknologi modern dan telah pula lama bersentuhan dan berinteraksi secara langsung dengan budayabudaya global, masih melaksanakan, menghayati, dan bahkan mempertahankan berbagai tradisi lama yang nota bene sangat berbeda atau bahkan berlawanan dengan prinsip-prinsip modendan modemisasi dalam hidup dan kehidupan. Salah 77 satu tradisi termaksud adalah tradisi selamatan yang terkait dengan peristiwa kematian seseorang warga komunitas penganut tradisi tersebut. Sampai saat ini, tradisi selamatan yang terkait dengan peristiwa kematian seseorang masih tetap diuri-uri atau dipelihara banyak warga masyarakat Jawa, khususnya di pedesaan. Tradisi ini didukung baik oleh masyarakat Jawa pedesaan yang masih tradisional, Jawa transisi yang sedang berubah ke arah masyarakat kota, maupun oleh sebagian masyarakat Jawa perkotaan yang telah mengenyam pendidikan tinggi. Tujuan dari Upacara Selamatan atau Haul adaalah: 1) Haul diadakan untuk mendo'akan dengan memintakan ampun kepada Allah swt. agar orang yang meninggal (yang dihauli) dijauhkan dari segala siksa serta dimasukkan ke dalam surga; 2) Untuk bersedekah dari ahli keluarganya atau orang yang membuat acara, orang yang membantu atau orang yang ikut berpartisipasi dengan diniatkan amal dan pahalanya untuk dirinya sendiri dan juga dimohonkan kepada Allah agar disampaikan kepada orang yang dihauli; 3) Untuk mengambil teladan dengan kematian seseorang bahwasanya kita semua pada akhirnya juga akan mati, sehingga hal itu akan menimbulkan efek positif pada diri kita untuk selalu meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt.; 4) Untuk meneladani kebaikan-kebaikan dari orang yang dihauli, dengan harapan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari; dan 5) Untuk memohon keberkahan hidup kepada Allah melalui wasilah (media) yang telah diberikan kepada para ulama, sholihin atau waliyullah yang dihauli selama masa hidupnya. 78 Upacara selamatan peringatan kematian Syech Domba masih mengadobsi ini mendapat pengaruh ajaran Hindu dan Budha. Akan tetapi, yang diganti itu hanyalah mantranya/doanya. Bentuk adobsi budaya Hindu Budha adaalah adanya beberapa sajen dalam bentuk makanan tetapi fungsi dan maknanya berbeda disesuai dengan ajaran agama Islam. Doa dan mantranya sesuai dengan agama Islam dan berupa Ayat-ayat suci Al Quran. Adapun bentuk upacara selamaten peringatan kematian Sh Domba sebagai berikut: 1) Bentuk Upacara Bentuk upacara selamatan pada masyrakat Jawa bentuknya hambir sama, yait sajen yang berupa makanan di tempatkan ditengah kalahann, kemudian diberikan mantra-mantra oleh tetua adat, yang kemudian setelah pembacaan mantra selesai dan menjelaskan makna tiap sajen yang diakhir doa dalam bahasa Arab (Doa dipimpin oleh kyai setempat). 2) Bentuk dan Makna Sesaji Khusus untuk upacara selamatan peringatan kematian Syeh Domba, bentuk sajen sebagai berikut: a) Ingkung (Ayam yang dimasak Utuh). Setelah upacara selesai ayam di Ambil kakinya atau dalam bahasa Jawa “ceker-nya” untuk dipersembahkan kepapda Syeh Domba. Ceker atau kaki ayam bermakna nama desa Cakaran atau alat mencari rejeki,. b) Pisang Raja, pisang raja sebagai simbol Syeh Domba sebagai pepunden setempat karena ketokohannya dalam menyebarkan atau Syiar Agama Islam di Daerah Bukit Cakaran dan sekitarnya. 79 c) Berbagai bunga, yang mmpunyai arti selalu membikuti dan menarapkan apa yang menjadi ajaran Syeh Domba d) Sayur Lodeh, Teh Pahit. Merupakan makanan kesukaan Syeh Domba. Upacara peringatan kematian Syeh Domba yang dilakukan pada setiap malam tanggal 21 bulan Puasa, tetap langgeng dan lestari dilaksanankan hingga sekarang. Hal ini mempertegas keberadaan Syeh Domba di masyarakat disebut sebagai mitos pepundhen. Mitos pepundhen yaitu mitos yang dianggap ada akan keberadaannya dan dipercaya sebagai sesuatu yang dihormati (dipundhi) oleh masyarakat. 2. Ritual Penglarisan Alur rejeki seperti sebuah roda yang berputar, kadangkalanya berada diatas (jaya dan berkecukupan) tapi kadangkala berputar hingga berada diposisi terbawah, terpuruk dan serba kekurangan. Dalam berniaga tidak selamanya untung dan sebaliknya tidak selamanya merugi. Dalam dunia usaha hal tersebut adalah wajar, hampir semua pedagang dan pengusaha mengalami sirklus semacam itu. Alangkah baiknya apabila saat roda kehidupan berada diatas, sedang jaya dan makmur, untuk tidak sombong dan takabur tapi sebaliknya harus tetap eling lan waspada, memperbanyak bersyukur dalam lisan dan tindakan dengan memperbanyak bersedekah, berzakat atau memberi donasi. Harapannya semoga setiap rizki yang telah kita terima – baik itu berupa materi (uang), kesehatan atau ilmu semua itu akan menjadi BERKAH dalam kehidupan dimasa mendatang, menjadi pemicu datangnya pertolongan Allah bila suatu ketika terpuruk dalam keadaan susah dan kesulitan. 80 Sebaliknya apabila kini roda kehidupan rejeki berada dibawah, hidup terasa sempit dan kekurangan, omset penjualan menurun, tidak untung bahkan bangkrut, alangkah baiknya untuk tetap berusaha sekuat tenaga dan pikiran, jangan mudah menyerah & berputus asa dalam meraih rahmat pertolongan Allah al-basith (Yang Maha Melapangkan Rizki). Ingatlah, bahwa selalu ada jalan bagi mereka yang tekun berusaha, berpikir dan berdzikir. Dalam dunia perdagangan sebetulnya telah menjadi hal yang wajar adanya siklus, kadang dagangan yang dijual laku keras tapi kadang sepi dan bahkan tidak terjual sama sekali. Mungkin karena sifat manusia yang memang selalu merasa tidak pernah puas dengan apa yang didapat, juga karna kurang bersyukur, sehingga mendorong seseorang atau pedagang melakukan hal yang tidak benar, yaitu dengan mencari penglarisan. Penglarisan yaitu sebuah upaya yang digunakan untuk memperlancar sebuah usaha (dagang) dengan cara meminta bantuan kepada ruh atau hal gaib. Penglarisan biasanya berupa jimat-jimat, atau mantra, doa, lelaku (ritual), dan juga bantuan makhluk halus. Penglaris bias didapatkan dengan sebuah rituah atau dating ketempat orang pintar (Kyai). Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar usaha atau bisnis yang dimilikinya mendapatkan keuntungan yang banyak dan laris di pasaran. Pada kehidupan manusia pada umumnya materi adalah hal yang pokok atau utama, karena dengan materi yang berlimpah tentu saja secara tidak langsung akan menggangkat derajat dan martabat seseorang. Dengan materi yang berlimpah seseorang akan lebih dianggap dan lebih mempunyai posisi dalam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi ada sebagian orang yang memperoleh materi atau 81 kekayaan dengan cara yang tidak benar. Yang dimaksud tidak benar yaitu dengan menggunakan penglarisan untuk meraka yang menjadi pedagang. Mungkin dengan penglarisan keuntungan yang diperoleh akan lebih cepat dan banyak. Dengan menggunakan penglarisan seseorang dapat dengan mudahnya meraup pundi-pundi uang. Akan tetapi tidak semudah yang kita bayangkan. Untuk memperoleh penglarisan seseorang haruslah melakukan beberapa ritual sesuai dengan apa yang menjadi persyaratan. Selain ritual juga harus menyiapkan uba rampe atau sesaji. Penglarisan ada bermacam-macam bentuknya, di antaranya dijelaskan sebagai berikut: a. Penglarisan jimat; penglarisan yang mengunakan jimat yang diperoleh dari paranormal ataupun kiayi. Biasanya jimat diberikan setelah orang yang bersangkutan membayar mahar. Ada juga yang melalui proses ritual dan kemudian baru mendapat jimat untuk penglarisan. b. Penglarisan doa ; penglarisan ini diperoleh dengan mengamalkan isi yang terkandung dalam sebuah doa. Pengasihan melalui doa biasanya dilakukan dengan hti yang iklas yang pasrah akan Tuhan. c. Penglarisan dengan jin; penglarisan yang menggunakan bantuan jin untuk membantu meramaikan usahanya(khususnya dagang). Jin yang di pekerjakan dapat membantu menarik pembeli dan meramaikan usaha. Penglarisan dengan jin kebanyakan digunakan dalam usaha kuliner. Jin yang di pekerjakan akan menarik pengunjung dan menurut cerita makanan terasa lebih enak apabila langsung dimakan di tempat, karena makanan itu terkena air liur dari jin tersebut. 82 d. Penglarisan dengan susuk; penglarisan yang di peroleh dengan membeli atau meminta kepada orang yang ahli dalam bidang susuk. Biasanya orang membeli dari para normal atau dukun untuk memperolehnya. Susuk juga bermacam-macam bentuknya, ada yang di tanamkan dalam tubuh orang yang mencari dan ada juga yang di letakkan di tempat usaha. Sesaji dan proses ritual penglarisan yang terdapan di petilasan Syech Domba: Sesaji yang di perlukan untuk ritual yaitu; Ingkung ,ubarampe ini berupa ayam kampung yang di masak utuh dan diberi bumbu opor, kelapa, dan daun salam. Ingkung ini biasanya di letakkan di atas nasi uduk. Ingkung ini melambangkan bayi yang belum di lahirkan dengan demikian belum mempunyai kesalahan apaapa atau masih suci. Ingkung juga dimaknai sebagai sikap pasrah dan menyerah kepada kekuasaan Tuhan. Orang Jawa mengartikan kata ingkung dengan pengertian dibanda (dibelenggu). Bunga tiga rupa, biasanya mawar, kantil, kenanga (bisa di ganti melati sesuai kebutuhan). Setelah sesaji lengkap proses ritual dilakukan orang yang bersangkutan dengan juru kunci sebagai perantara. Menurut juru kunci Sesaji di sediakan hanya sebagai simbol untuk menghormati roh luluhur. Setelah ritual selesai sesaji yang bisa dimakan boleh di makan bersama-sama. Ritual diawali juru kunci memintakan ijin kepada Syech Domda krmudian yang bersangkutan membaca Doa atau Syahadad “ASYHADU ALLA ILAAHA ILLALLAH „WA ASYHADY ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH” 83 Baca syahadad 18x, yaitu dengan ketentuan Menghadap ke barat 3x, Utara 3x, Seltan 3x, Timur 3x, Atas 3x, bawah 3x. Sampai dirumah Baca saat mau membuka toko/warung. Ambil tanah segenggam di pekarangan rumah kemudian bungkus dengan kain hitam. Baca sholawat nabi 3x kemudian di taruh di kotak tempat menyimpan uang. Beberapa orang telah mencoba ritual penglarisan ini dan ada yang berhasil dan ada juga yang tidak. Karna tergantung keyakinan dan kerasnya usaha masing-masing. 3. Ritual Pengobatan Banyak peziarah yang datang kemakam Syeh Domba dengan berbagai maksud dan tujuan tertentu. Ada yang sekedar berziarah kubur ,ada yang melakukan tirakat dengan berpuasa ngebleng ,ada juga yang datang untuk tujuan meminta pengglarisan usaha, dan ada juga yang datang untuk berobat. Menurut pengakuan juru kunci bapak Paiman, banyak peziarah yang datang untuk meminta kesembuhan. Orang yang datang untuk meminta kesembuhan biasanya orang yang sakit struk, lumpuh, dan orang yang sakitnya tak lazim (karna gangguan gaib). Orang yang datang untuk meminta kesembuhan tidak hanya dari masyarakat sekitar tetapi banyak juga yang dari luar daerah dan bahkan luar kota. Dari cerita bapak Paiman juru kunci makan Syeh Domba ,orang yang datang untuk berobat biasanya membawa ubarampe yang berupa kembang telon, segelas the pait, pisang raja setangkep, dan juga singkong atau umbi rambat. Ubarampe yang disiapkan tidak mempunyai makna apa-apa, hanya menurut juru kunci ubarampe tersebut adalah makanan kesukaan Syeh Domba semasa hidupnya dulu. Konon semasa hidup Syeh Domba adalah orang yang suka prihatin. Maksudnya 84 prihatin yaitu, senang tirakat, makan seadanya atau makan seadannya yang ada di sekitarnya. Selain senang tirakat Syeh Domba semasa hidupnya juga termasuk orang yang berperanan menyebarkan agama islam di daerah paseban dan sekitarnya. Ubarampe disiapkan kemudian orang yang sakit disuruh membersihkan diri terlebih dahulu, dimaksudkan agar suci ketika masuk ke dalam makam Syeh Domba. Untuk orang yang lumpuh atau struk biasanya di bantu untuk sibin. Proses Ritual : Untuk mengawali ritual, juru kunci terlebihdahulu masuk ke dalam makam sendirian untuk berdoa atau untuk meminta izin. Setelah juru kunci berdoa kemudian orang yang sakit di bawa masuk ke dalam makam untuk melakukan proses ritual. Ubarampe diletakan dalam meja kecil dan orang yang sakit di dudukkan di depan makam Syeh Domba. Juru kunci mulai membaca doa atau mantra untuk mngawali ritual. Setelah membaca mantra juru kunci mangambil sedikit tanah dari dalam makam kemudian di suruh makan orang yang sakit, kemudian di beri minun dari air yang ada pada cawan yang terletak di pintu masuk makam. Setah itu juru kunci kembali menggambil tanah dan dilumurkan pada seluruh tubuh orang yang sakit, mungkit dimaksudkan untuk membersikan dari gangguan gaib. Setelah itu orang yang sakit di tinggal sendiri di dalam makam untuk bersemedi ,atau menurut juru kunci untuk meminta dawuh atau petunjuk dari Syeh Domba. Setelah ritual selesai dilakukan juru kunci mengambilkan air yang di isikan pada botol untuk dibawa pulang dan diminumkan setiap harinya di rumah. 85 Konon kabarnya banyak yang sembuh setelah berobat atau melakukan ritual di makam Syeh domba. Tapi juru kunci bapak Paiman berkata ,asalkan ada keyakinan untuk sembuh dan mantap untuk meminta kesembuhan maka insyaallah akan sembuh. Tetapi sebagai manusia harus ingat bahwa sakit sembuh itu adalah kuasa Allah ,dan kalaupun seseorang mendapt kesembuhan setelah melakukan ritual dimakam Syeh Domba tak lepas atas ijin Allah. Bapak Paimam juru kunci makam juga berkata kalau makam Syeh Domba dan juru kunci hanyalah sarana atau lantaran, yang disiapkan Allah untuk umatNya. D. MAKNA DAN EKSISTENSI MITOS SYECH DOMBA BAGI MASYARAKAT CAKARAN Syeh Domba sebenarnya adalah pengikut dari Sunan Pandanaran. Awalnya Syeh Domba merupakan seorang perampok yang hendak merampok Ki Ageng Pandanaran yang dulunya adalah Bupati Semarang yang kemudian diutus oleh Sunan Kalijaga untuk menemuinya di Jabalkat. Perampok tersebut sangat rakus dan tidak puas dengan hasil rampokannaya, sampai kemudian Ki Ageng Pandaranan mengutuk menjadi Domba atau Kambing. Syeh Domba akhirnya mengkikuti Ki Ageng Pandanaran, yang pada akhirnya Syeh Domba akhirnya menetap di bukit Cakarang dan menyebarkan agama Islam sampai Akhir Hayatanya. Hal ini menunjukkan tanpa sebab yang jelas, Syeh Domba memeluk agama Islam dan diangkat menjadi murid Sunan Pandanarang yang juga murid dari Sunan Kalijaga. Dalam penyebaran Agama Islam di Jawa tidak akan lepas dari peran Sunan Kalijaga. Dalam kaitan dengan pernyataan tersebut, Porboetjaroko mengatakan bahwa telah menjadi kehendak Tuhan bahwa agama 86 Islam di Jawa bersamaan dengan adanya kekacauan yang melanda Majapahit hingga akhirnya runtuh. Pada waktu itu, banyak dari kalangan intelektual Jawa yang masuk Islam, entah karena terbujuk atau terpaksa mencari kehidupan (Simuh dalam Simon, 2006:75). Selain itu, agama Islam yang hadir pada waktu itu menawarkan ajaran agama yang bersifat kompromistis yang tidak bertentangan dengan kepercayaan yang lain dan pesan yang disampaikan lebih cepat ditangkap. Menurut catatan sejarah, agama Islam sebenarnya telah masuk ke Jawa pada abad ke-8 Masehi. Akan tetapi, karena masih kuatnya kepercayaan masyarakat mengenai Hindu, Budha, dan masih berkembangnya kepercayaan animisme, sehingga tak tergoyahkan dengan agama baru yaitu agama Islam. Namun mulai pada abad ke-13 Masehi, perkembangan agama Islam di Jawa sangat pesat. Puncaknya ketika runtuhnya kerajaan besar Majapahit, penganut agama Islam semakin bertambah banyak. Sunan Kalijaga merupakan salah satu anggota Dewan Walisongo. Sunan Kalijaga menjadi Dewan Walisongo pada tahun 1463. Sunan Kalijaga sebagai wali, banyak mengangkat murid dan memberi nama baru kepada murid-muridnya, salah satunya adalah Ki Ageng Pandanaran. Makna Syeh Domba dalam ritual masyarakat sebagai berikut: 1. Religius Kepercayaan yang dipegang teguh oleh masyarakat pemiliknya merupakan bentuk nyata dari ungkapan ritual masyarakat. Ungkapan ini merupakan hak asasi dari setiap insan manusia yang menyadari akan sesuatu kekuatan yang ada diluar kemampuannya. Upacara ritual ini dilakukan sebagai sarana untuk menghormati leluhur yang dianggap sebagai jembatan penghubung antara manusia dengan satu kekuatan Yang Maha Tinggi. Masyarakat Jawa memiliki konsep tentang 87 kosmologi. Kosmologi Jawa terdiri dari mikrokosmos (jagad cilik) dan makrokosmos (jagad gedhe). Di lain pihak, masyarakat pemiliknya mempercayai bahwa kejadiankejadian yang terjadi di alam ini memiliki hubungan yang erat dengan dunia transenden yang tidak terjangkau oleh manusia dalam wujud yang tak kasat mata. Semangat yang dimunculkan adalah sebagai rangkaian upacara yang dipercaya oleh masyarakat memiliki makna keselamatan bagi lingkungannya. 2. Sosial Dalam kaitannya dengan kehidupan sosial, mitos Syeh Domba, makna keberadaan mitos Syeh Domba ritual upacara selamaten ada;aj adalah mempererat hubungan persaudaraan atau kekeluargaan. Hubungan ini terjalin antara sesama penerus ajaran Syeh Domba. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan sehingga manusia harus saling tolong-menolong dan menjaga hubungan persaudaraan.