BAB II PEMBAHASAN A. Profil masyarakat Desa Paseban 1

advertisement
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil masyarakat Desa Paseban
1. Sejarah Berdirinya Desa Paseban
Menurut cerita warga masyarakat ,konon katanya yang memberikan nama
adalah Sunan Pandanaran. Dahulu sebelum diberi nama Desa Paseban masih
bernama Jabalakat. Bukit yang dituju Sunan Pandanaran atas perintah gurunya
yaitu Sunan Kali Jaga. Sunan Pandanaran menetap di Jabalakat untuk
menyebarkan agama Islam di daerah Jabalakat. Dengan diikuti oleh kedua
muritnya yang bernama Syeh Domba dan Syeh Kewel.
Menurut cerita warga nama Paseban diambil dari kata Seba ,yang artinya
berkumpul. Berkumpul yang dimaksudkan adalah dalam artian berkumpul untuk
bertukar ilmu dan untuk siar agama Islam. Dahulu masyarakat sering berkumpul
di tempat pelataran yang cukup luas tepat di bawah bukit yang ditempati oleh
Sunan Padan Aran. Warga biasa berkumpul setiap malam Jumat Kliwon dan
Selasa Legi.
Karena seringnya tempat itu digunakan untuk berkumpul maka Sunan
Padang Aran memberinya nama Desa Paseban, yang berarti tempat berkumpulnya
orang-orang untuk kebaikan. Sampai sekarang tempat itu masih digunakan untuk
berkumpul dan di bangun sebuah pendapa. Setiap malam tempat itu selalu ramai,
tidak hanya malam Jumat Kliwon dan Slasa Legi saja.
44
45
2. Kondisi Geografis (Alam) Masyarakat Desa Paseban
Desa Paseban Kecamatan Bayat yang jauhnya kurang lebih 12 km dari kota
Klaten. Desa Paseban yang terletak di Kecamatan Bayat terbagi menjadi tiga belas
dukuh di antaranya yaitu Paseban, Pandeyan, Pase, Kabo, Balong, Menden, Golo,
Ngaren, Karangdolon, Kebondalem, Lemahmiring dan Jalen. Adapun batas-batas
Desa Paseban adalah sebagai berikut :
a.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Krakitan dan Desa Krikilan.
b.
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Beluk.
c.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bogem dan Desa Kaligayam,
Kecamatan Wedi.
d.
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Melikan Kecamatan Wedi.
Sedangkan orbitasi atau jarak Desa Paseban dengan pusat Pemerintahan
menurut data monografi Desa Paseban adalah sebagai berikut :
a.
Jarak dari Desa ke Ibu Kota Kecamatan : 0,5 km.
b.
Jarak dari Desa ke Ibu Kota Kabupaten : 12 km.
c.
Jarak dari Desa ke Ibu Kota Propinsi : 100 km.
Luas keseluruhan Desa Paseban kurang lebih 214.5250hektar. dengan
perincian 52.8970 hektar berupa areal sawah dan ladang; 2.2830 hektar; 2.2830
hektar berupa bangunan umum; 84. 3756 hektar berupa pemukiman atau
perumahan; 13.6700 untuk areal pekuburan dan 1.9178 hektar untuk jalan dan 60.
3816 lain-lain.
Keadaan alam Desa Paseban berada pada ketinggian 160 meter dari
permukaan air laut. Kondisi alam di Kecamatan Bayat khususnya Desa Pasebanan
adalah perbukitan dengan jalan yang menanjak, ini terlihat sekali jika melintasi
46
dari pusat kecamatan Bayat di sekitar Desa Paseban. Wilayah Desa Paseban juga
banyak ditemukan batuan kapur dan ada tanah merahnya juga yang berada di
sekitaran jalan desa. Mayoritas warga Desa Pasebanan bermata pencaharian
sebagai buruh tani dan buruh bangunan, namun ada juga yang memiliki usaha
sampingan berupa gerabah atau keramik dari tanah liat. Mayoritas mereka
menggarap lahan sawahnya sendiri dengan dibantu buruh tani.
Masyarakat Desa Paseban yang perkebunan di sekitaran dusun, mereka
memanfaatkannya untuk menanam pohon jati. Dari pengamatan penulis, cukup
banyak warga yang memiliki lahan perkebunan. Mayoritas mereka menanam
pohon jati dan mahoni. Menurut hasil pengamatan penulis juga, lahan perkebunan
pohon jati ini banyak sekali dikunjungi oleh kalangan mahasiswa ataupun
pengusaha yang akan melakukan penelitian ataupun menanam modal disini.
Selain juga digunakan sebagai mata pencaharian, memiliki perkebunan pohon jati
bisa digunakan investasi atau tabungan di hati tua, mayoritas digunakan juga
untuk membuatkan rumah bagi anak-anaknya kelak. Untuk sebagian masyarakat
yang memiliki pekarangan yang cukup luas, biasanya digunakan untuk ditanami
pohon pisang, ubi kayu, mangga dan rambutan. Setelah berbuah biasanya mereka
menjualnya di Pasar dan sebagian juga untuk dikonsumsi sendiri. Berdasarkan
data monografi dari Desa pasebanan Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten Jawa
Tengah luas wilayah Desa Paseban adalah 214,5250 Ha, terdiri dari:
1) Tanah sawah
Tanah sawah, yang terdiri dari sawah dengan irigasi setengah teknis dan
sawah tadah hujan seluas kurang lebih 52,8970 Ha.
47
2) Tanah Kering
Yang terdiri dari tegal/ladang seluas 2,2830 Ha, bangunan umum seluas
2,2830 Ha, pemukiman atau perumahan 84,3756 Ha, areal perkebunan 13,6700
Ha, jalan 1,9178 Ha, lain-lain 60,3816 Ha.
Luas wilayah Desa paseban menurut luas penggunaan lahan dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel I
Penggunaan Lahan
Luas Wilayah
1. Tanah Sawah
2. Pekarangan/Bangunan dll
Kebun
Ladang
Tambak Kolam
Rawa
Hutan Lindung
Perkebunan Negara/Swasta
Lain2 sungai, jalan, kuburan dll
Luas Lahan (Ha)
214,5250
52,8970 Ha
84,3756 Ha
13,6700 Ha
2,2830 Ha
±490000 ha
1,9178 Ha
60,3816 Ha
Sumber: Data Geografi Penduduk Tahun 2014
3. Potensi Desa dan Kondisi Sosial Ekonomi
Masalah ekonomi sebenarnya sudah timbul bersamaan dengan timbulnya
manusia di muka bumi. Karena ekonomi pada hakekatnya adalah upaya manusia
untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Sejak manusia mengetahui tentang
kehidupan dan pergaulan, maka muncul masalah yang harus diselesaikan bersama,
bagaimana memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Tidak mungkin kebutuhan
manusia dapat dipenuhi sendiri,karena manusia harus hidup dalam pergaulan.
Desa Paseban dilihat dari tingkat pendidikan masyarakatnya dan dilihat dari
kondisi lingkungan masyarakatnya, merupakan daerah yang maju. Hal ini bisa
48
dilihat dari munculnya berbagai macam mata pencaharian dan tingkat pendidikan
masyarakatnya. Desa Paseban menurut data monografi Desa Paseban tahun 20132014 sebagian masyarakatnya bermata pencaharian bertani dan berdagang. Selain
itu, sebagian masyarakat lainnya bergerak di sektor jasa dan industri kecil.
Tabel II
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian
Pegawai negeri sipil
Guru
Buruh
Petani
Karyawan
Tukang kayu
TNI/POLRI
Pedagang
Industri kecil
Penjahit
Suwasta
Jumlah
131 orang
67 orang
68 orang
26 orang
476 orang
25 orang
7 orang
180 orang
245 orang
8 orang
456 orang
Menurut data monografi di atas, kehidupan ekonomi Desa Paseban
didominasi dengan adanya kegiatan industri. Di Desa Paseban terdapat 8 jenis
industri di antaranya yaitu batik, keramik, gerabah,genteng, batu bata, konveksi,
dan anyaman. Jenis industri ini secara keseluruhan berjumlah1314 industri, 21
merupakan industri kecil dan 312 masuk kategori industri besar. Di Paseban
terdapat 1 lembaga ketrampilan menjahit, dengan dipandu oleh 2 orang tenaga
pengajar dan muridnya mencapai 41 orang.
Selain industri potensi desa Paseban dari sektor petanian dan peternakan
juga cukup baik, karena sudah mampu menghasilkan barbagai hasil dari pertanian
dan peternakan. Dapat kita lihat potensi
peternakan sebagai berikut:
desa Paseban dalam pertanian dan
49
a.
Tanaman pangan : padi, kedelai, jagung, rambutan, pisang, dan lain-lain.
b.
Buah-buahan : mangga, rambutan, pisang, dan lain-lain.
c.
Peternakan : sapi, kambing, ayam, kerbau.
4. Karakteristik Masyarakat Desa Paseban
Masyarakat desa merupakan suatu wilayah yang ditempati sejumlah
penduduk dan merupakan organisasi pemerintahan yang terendah, atau bisa juga
diartikan sebagai suatu wilayah administratif di Indonesia yang paling rendah di
bawah kecamatan yang dipimpin oleh Kepala Desa. Masyarakat desa merupakan
masyarakat yang masih tradisional karena pada umumnya masih memegang adat.
Sejarah desa mempunyai peranan penting dalam sejarah bangsa Indonesia,
terutama masa merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Desa adalah merupakan perwujudan pemukiman di area pedesaan. Di
Indonesia istilah desa adalah pembagian wilayah administratife di Indonesia
dibawah Kecamatan, yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Sebuah desa
merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung
atau dusun.
Desa Paseban merupakan salah satu dari desa/dusun yang berada di
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Kecamatan Bayat di sebelah selatan
merupakan batas antara Kabupaten Klaten dengan Kabupaten Gunung Kidul
(Daerah Istimewa Yogyakarta) dan sebelah timur Kabuapaten Klaten dengan
Sukaharja disebelah timur. Luas wilayah 371,7400 Ha ini jauh dari kata
keramaian kota sehingga ini bisa dibilang pedesaan. Desa Paseban adalah
masyarakat pinggiran (urban). Disini terdapat 4 Dukuh, 14 RW (Rukun Warga),
dan 13 RT (Rukun Tetangga).
50
Petilasan Syech Domba kira-kira berjarak 500 meter dari Kecamatan Bayat
dan berjarak 300 meter dari Pasar Bayat. Pasar ini ramai setiap hari pasaran
Pahing dan kliwon dan menjadi pusat perekonomian karena menjadi tempat
transaksi dan jual beli hasil-hasil bumi masyarakat. Selain itu Petilasan Syech
Domba juga dekat dengan petilasan Ki Ageng Pandanaran yang juga merupakan
petilasan yang sering digunakan untuk wisata ziarah. Di petilasan Pandanaran juga
terdapat sebuah pasar kacil yang menyediakan kebutuhan harian bagi masyarakat
setempat atau pun bagi peziarah, misalnya sembako, pakaian dan barang yang
menjadi Khas daerah Bayat.
Kehidupan masyarakat Desa Paseban terbilang masih cukup terjalin erat
tali silaturahim. Etos kerja bergotong-royong masih sangat tinggi, terbukti dari
hasil penelitian langsung penulis saat beberapa kali berkunjung ke Desa Paseban
dan hasil wawancara dengan Kepala Desa, Juru Kunci dan masyarakat Desa
Sarean sendiri. Ini merupakan salah satu ciri khas ataupun kebiasaan masyarakat
Desa Sarean sendiri.
Kehidupan keseharian Masyarakat Desa Paseban masih sangat berpegang
teguh pada adat istiadat setempat, sehingga dari pengamatan penulis di lapangan
diperoleh suatu data analisis karakteristik masyarakat Desa Paseban sebagai
berikut:
a.
Rukun
Istilah rukun cukup menggambarkan situasi dan keadaan
masyarakat Desa Sarean. Dari sinilah tercipta keadaan masyarakat yang
nyaman dan tidak merasa ada tekanan. Sikap ini sangat terlihat sekali di
Desa Paseban, antara satu warga dengan warga lainnya saling
51
menghormati dan bertutur kata yang benar, sehingga menghindari konflik
antar warga yang bisa merusak keutuhan dan keharmonisan bertetangga.
Karena dewasa ini yang terjadi di masyarakat luas sering terjadi konflik,
yang pangkal dari masalah hanya kurang saling menghargai.
b. Saling Menghargai (Ngajeni)
Masyarakat Desa Paseban sangat menjunjung tinggi sikap saling
menghargai antar warganya, ini terlihat sekali di dalam kehidupan
bermasyarakat mereka, masyarakat berusaha saling menjaga ucapan dan
tindakan
yang
kesalahpahaman
mereka
perbuat,
supaya
tidak
menimbulkan
yang nantinya bisa berujung tidak menghargai.
Masyarakat jawa menyebutnya “ngajeni”. Mereka benar-benar mengingat
kebaikan yang pernah dilakukan oleh seseorang, sebagai balas budi
mereka akan berusaha membantu ketika orang yang pernah berjasa kepada
dirinya membutuhkan pertolongan.
c.
Terbuka
Mungkin seperti inilah potret kehidupan masyarakat Desa Paseban.
Masyarakat disini cukup terbuka dengan hal-hal baru yang masuk di
lingkungan mereka, masyarakat disini cukup beradaptasi jika ada budaya
baru yang masuk. Begitu pula dengan para masyarakat disini cukup
terbuka dengan para pendatang ataupun kepada para pengusaha ataupun
mahasiswa yang hendak akan melakukan observasi ataupun penelitian.
Jika dilihat dan diamati keterbukaan ini akan mempermudah masyarakat
Desa Paseban untuk lebih maju dan selalu mengetahui perkembangan
teknologi dan budaya baru.
52
d. Sederhana
Sederhana merupakan gambaran nyata kehidupan di masyarakat
Desa Paseban. Masyarakat disini kehidupannya bisa dikatakan cukup,
mayoritas masyarakat Desa Paseban bermatapencaharian sebagai petani
atau buruh. Sekitaran Desa Paseban kondisi tanahnya adalah tanah liat dan
berbukit, sehingga banyak dimanfaatkan para warga untuk menanam
singkong dan berkebun. Sebagian juga ada warga yang memiliki lahan
untuk ditanami pohon jati, karena di daerah sini banyak sekali yang
memiliki tanah dan ditanami pohon jati. Ada juga warga yang bermata
pencaharian sebagai seorang guru ataupun pegawai kantoran. Mengingat
kondisi tempat yang terletak bi bawah bukit dan tergolong plosok atau
jauh dari keramaian maka cukup berpengaruh kepada kehidupan ekonomi
masyarakat Desa Paseban.
e.
Sopan-Santun
Masyarakat Desa Paseban sangatlah menjunjung tingi nilai
kesopanan (Unggah-ungguh), ini terlihat sekali di dalam kehidupan
pergaulan di lingkungan para warga. Generasi muda disini terhadap orang
yang lebih tua maupun kepada para pendatang baru cukup sopan, mereka
menjaga sekali tindak tutur dan kesopanan mereka. Begitu pula dengan
orang
yang
mungkin
lebih
berwibawa
dari
mereka,
mereka
memperlihatkan sikap sopan. Masih cukup banyak para warga Desa
paseban yang masih bisa menggunakan bahasa jawa yang halus/benar,
terutama para warga yang sudah berumur. Bahkan sebagian masyarakat
yang sudah berumur lanjut masih banyak yang bisa berbahasa jawa halus.
53
Masyarakat disini akan dengan senang hati jika ada pendatang baru yang
menanyakan tentang lingkungan mereka disini, ditambah dengan
masyarakat disini yang terbuka dan sopan, membuat warga Desa Paseban
cukup mudah untuk bergaul dan menerima hal-hal baru. Bagi para warga
Desa Paseban bersopan santun sudah merupakan bagian dari kehidupan
pergaulan masyarakat kesehariannya. Jauh dari perkotaan membuat nilainilai kehidupan di Desa Paseban masih sangat asli.
f.
Tanpa Pamrih
Masyarakat disini tumbuh sikap saling tolong menolong yang
cukup terjalin dengan baik, salah satunya mereka menolong dengan tanpa
pamrih atau tidak mengharap imbalan. Baik tua maupun muda masyarakat
desa Paseban hidup saling tolong menolong.Ini terlihat sekali jika ada
warga Desa Paseban yang memiliki kerja ataupun lagi ada warga yang
meninggal dunia, mereka akan dengan senang hati membantu acara
tersebut agar dapat meringankan beban dari yang punya kerja ataupun
sedang lagi kena musibah. Mereka tidak mengharap balasan dibayar,
semata-mata itu mereka lakukan untuk saling membantu dan sebagai
solidaritas bertetangga. Sikap seperti ini masih terlihat sekali di kehidupan
desa yang sangat menjujung tinggi adat-istiadat. Hal ini lah yang
menjadikan kehidupan di Desa Paseban terlihat rukun dan harmonis antara
sesama anggota masyarakat.
g.
Gotong Royong
Mungkin inilah yang bisa diungkapkan untuk melihat ciri khas
masyarakat Desa Paseban. Sikap kebersamaan ini sangatlah terlihat sekali
54
disini. Mereka bekerja sama untuk satu tujuan, yaitu agar untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dengan mudah dan cepat selesai. Gotong
royong masih diterapkan di Desa Paseban hingga sekarang, karena disini
mereka menyadari akan pentingnya solidaritas dan bekerja sama antar
masyarakat. Ini terlihat sekali jika di dalam desa ada program baru dari
pemerintah atau sekedar kegiatan rutinitas. Seperti jika ada acara
Sambatan di lingkungan Desa Paseban, yang dilakukan oleh para BapakBapak ataupun kaum muda untuk membantu atau melakukan kegiatan
dalam pembangunan rumah, pembuatan/pengaspalan jalan baru maupun
untuk membuat aliran selokan di sekitaran pemukiman warga, Sambatan
juga terlihat pada acara ngijing , yakni acara meletakkan/memasang batu
nisan pada saat nyewu, nyewu adalah peringatan 1000 hari kematian
seseorang. Semua ini dilakukan dengan sukarela tanpa mengharap upah
ataupun bayaran. Berkat kehidupan seperti inilah bisa menimbulkan
kerukunan dan kerjasama antar warga. Banyak hayl ang dikerjakan dengan
gotong royong terutama dalam kegiatan desa. Hal ini dilakukan agar
masyarakat terbiasa tolong menolong, silaturahmi antar sesame anggota
masyarakat. Sehingga menciptakan rasa solidaritas yang tinggi.
Selain itu kegiatan-kegiatan masyarakan juga memiliki lembaga
yang mengatur kegiatan kemasyarakatan di desa Paseban. Lembaga ini
dinamakan dengan LKMD (Lembaga Kegiatan Masyarakat Desa) dengan
jumlah pengurus 17 orang. KPD (Kader Pembangunan Desa) berjumlah 10
orang. Secara khusus wanita juga terekrut dalam lembaga sendiri yaitu
55
PKK, dengan tim penggerak ada 35 orang dengan jumlah kader PKK
sendiri ada 18 orang.
Masyarakat Paseban jika dilihat dari tingkat pendidikannya,
sebagian besar telah mengenyam penddidikan dari tingkat Sekolah Dasar
hingga perguruan tinggi. Hal ini bisa dilihat dari jumlah penduduk
masyarakat Paseban menurut tingkat pendidikan dari data monografi desa
Paseban, dengan rincian sebagai berikut;
Tabel III
Data Monografi Desa Paseban
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Pendidikan
Buta Huruf
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat D1
Tamat D2
Tamat D3
Tamat S1
Tamat S2
Jumlah
495 orang
529 orang
1294 orang
1601 orang
1599 orang
24 orang
18 orang
176 orang
103 orang
4 orang
Meskipun masyarakat desa Paseban telah mengenyam pendidikan dan
pengaruh-pengaruh jaman modern sudah masuk, sebagian besar warga masyarakat
desa Pseban masih percaya dengan hal-hal gaib yang ada di sekitar dan masih
melakukan ritual turun temurun seperti yang dilakukan para pendahulu
masyarakat desa Paseban. Hal ini sesuai dengan ciri masyarakat jawa yang
percaya dengan kehidupan yang sudah di atur dalam alam semesta.
56
Inti pandangan alam fikiran mereka tentang alam tersebut tidak terlepas
dari hal-hal lain yang ada dalam alam semesta (jagad), selain itu orang Jawa
percaya pada satu kekuatan yang melebihi segala kekuatan apapun. Seperti
misalnya percaya dengan adanya kesaktian, arwah atau roh leluhur, makhluk
halus yang ada di sekitar mereka. Menurut kepercayaan mereka, setiap unsur
tersebut bisa mendatangkan keberhasilan, kebahagiaan, ketentraman, atau
keselamatan, tetapi juga dapat menimbulkan gangguanpikiran, gangguan
kesehatan, bahkan kematian dan kesengsaraan, sehingga muncul berbagai aliran
kebatinan.
Masyarakat
Paseban
yang
masih
percaya
dengan
kepercayaan-
kepercayaan leluhur ini bisa dilihat dari upacara-upacara selamatan yang masih
mereka lakukan. Upacara-upacara tersebut diantaranya dengan mengadakan
selamatan ketika akan mempunyai hajat seperti pernikahan, membangun rumah,
dll. Selain itu mereka juga masih memberi sesaji-sesaji pada tempat-tempat yang
masih dianggap angker dan dipercaya ada yang menunggu atau sering disebut
dengan sebutan mbahe, danyangeatau yang mbaurekso.Tempat-tempat yang
mereka anggap angker seperti pohon-pohon besar yang telah berumur tua
biasanya berada di tempat-tempat seperti sendang-sendang atau mbelik dan
tempat-tempat lain yang mereka anggap ada penunggunya.
Selain itu masyarakat Paseban juga mengadakan upacara untuk
mengenang arwah orang-orang yang sudah meninggal. Biasanya upacara ini
dilangsungkan pada bulan Ruwah atau bulan Sya‟ban. Upacara ini dilangsungkan
pada tanggal 27 Ruwah, upacara ini sering disebut dengan upacara HaulSunan
Tembayat. Upacara ini disebut juga dengan Nyadran, dilaksanakan dengan
57
menyediakan berbagai macam makanan sesaji seperti ayam ingkung, nasi gurih
dan berbagai macam buah-buahan. Upacara ini dimulai dengan do‟a-do‟a yang
dipimpin oleh juru kunci makam. Isi dari do‟a-do‟a ini diantaranya adalah
mendo‟akan orang-orang yang sudah meninggal, dan berharap mendapat berkah
keselamatan, kebahagiaan, kesehatan, dan kesuksesan. Selain itu bertujuan untuk
menyucikan diri dari kesalahan-kesalahan yang telahlalu untuk menyambut bulan
puasa atau bulan Ramadhan.
5. Agama dan Kepercayaan Masyarakat Desa Paseban
Hal yang mendarah daging bagi kehidupan manusia adalah kepercayaan.
Sebelum menetukan tahap-tahpa selanjutnya dalam kelanjutan manusia, semua
manusia sempat mengalami pertanyaan seputar kepercayaan yang ia miliki. Pada
dasarnya konsep ketuhanan kontemporer ada 3 macam yaitu: teisme (adalah
konsep yang meyakini dengan tegas bahwa Tuhan itu ada), aknotisme merupakan
paham yang berpendapat bahwa pengetahuan tentang Tuhan tidak diperoleh oleh
manusia, manusia tidak mampu mengetahui eksistansi Tuhan (agnostik), ateisme
yaitu pandagan yang tidak mengakui adanya tuhan karena alam ada dengan
sendirinya dan bekerja menuru undang-undang dirinya sendiri. Logika positifis
selalu menggambarkan bahwa agama merupakan fenomena kemasyarakatan, tak
ubahnya denga tradisi,cara berpakaian, dan lain-lain. Keyakina beragama secara
individu, sosio kultural dan religiusitas menurut orang jawa berada di dalam satu
spirit. Tindakan-tindakan keberagamaan merupakan sikap individu dimana
individu tersebut terikat secara ssio kultural sehingga menghasilakn religiusitas
yang sinkretis. Masyarakat jawa menjalani semua itu sebagai bentuk dari sikap
budaya dan gaya hidupnya yang selalu menjaga harmoni. Masyarakat Desa
58
Paseban mayoritas para warganya adalah asli orang Jawa, masih banyak pula yang
mempercayai hal-hal yang berbau kejawen, dan ada pula yang sudah berfikir
modern/Islam. Bagi sebagian masyarakat yang masih percaya dengan hal yang
berbau Kejawen, banyak yang sering berkunjung atau melakukan ritual di Makam
Syeh Domba. Karena mereka mengaggap Syeh Domba adalah orang yang
dulunya menyebarkan agama di desa cakaran, dan Syeh Domba memberi kan
pengaruh posif di Desa Paseban. Tidak hanya para warga masyarakat Desa
Paseban yang datang ke makam, tetapi banyak juga pengunjung yang datang dari
luar daerah, bahkan dari luar kota juga masih cukup banyak yang datang untuk
berkunjung maupun sesirih di petilasan Syeh Domba. Pada malam-malam tertentu
seperti Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, masih banyak yang berkunjung di
petilasan Makam Syeh Domba untuk melakukan rangkaian kegiatan yang menjadi
ujubnya/permintaannya. Kemudian ada juga yang hanya sekedar berkumpul pada
malam tertentu untuk bersilaturahmi ataupun bersiarah, karena pada malammalam tertentu di areal makam sering ramai dikunjungi oleh para warga.
Warga masyarakat Desa Paseban mayoritas adalah beragama Islam, tetapi juga
ada yang bergama Kristen maupun Katholik. Sebagai buktinya ini terlihat sekali
masjid yang berada di perkampungan yang digunakan umat Islam sebagai tempat
beribadah mereka, Gereja-gereja juga ditemukan di daerah ini untuk peribadatan
orang Nasrani.
Terdapatnya bangunan kristen dan bangunan islam yang berdekatan yaitu
Gua Bunda Maria dan masjid Gala yang konon adalah masjid yang digunakan
untuk sholat Syeh Domba ,Sunan pandanaran dan para pengikutnya, adalah bukti
nyata keserasian dan keharmonisan antar agama. Kedua bangunan yang berbeda
59
itu terletak di pinggir jalan diantara makam Syeh Domba dan Sunan Pandanaran.
Untuk menjaga keharmonisan, para warga berusaha untuk saling menghargai
maupun saling membantu jika salah satu membutuhkan uluran tangan. Kegiatan
keagamaan disini yang dilakukan adalah seperti Tahlillan yang dilakukan secara
bergantian dari rumah ke rumah atau disaat ada seseorang warga yang sanak
keluarganya ada yang kesripahan / meninggal dunia. Bagi Ibu-Ibu juga sering
melakukan kegiatan keagamaan yaitu Pengajian di masjid pada hari tertentu.
Kegiatan tradisi yang masih dipercaya atau dilakukan oleh masyarakat
Desa Sarean ialah berupa Selametan, Nyadran. Ini dilakukan karena sebagian
masyarakat disini masih banyak yang menganut kejawen yang kuat, masih
melestarikan budaya jawa yang cukup kuat. Bagi yang sudah berfikir
modern/islam modern, sudah jarang yang melakukan kegiatan seperti ini. Tetapi
keharmonisan di Desa Paseban sangat terjaga walaupun mungkin memiliki
perbedaan pikiran atau kepercayaan. Mereka saling menghormati dan menghargai
satu dengan yang lainnya. Jika saat ada bancaan di Makan Syeh Domba atau pun
di makan Sunan Padang Aran, masih ada sebagian pula masyarakat yang datang
disini untuk sekedar ikut berdoa dan kemudian masakan dari bancaan itu sendiri
akan dibagikan oleh modin atau juru kunci. Bancaan itu sendiri adalah
serangkaian kegiatan yang bertujuan unyuk meminta keselamatan atau wujud dari
rasa syukur. Biasanya di dalam bancaan yang sangat kental atau menjadi utama
adalah adanya sega gudangan, sega gudangan (nasi urap) disini terdiri dari nasi,
kemudian terdapat sayuran dan kacang-kacangan dengan sambal kelapa,
kemudian dilengkapi dengan telor.
60
Agama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya
suatu kebudayaan. Selain itu agama juga merupakan salah satu elemen terpenting
untuk memahami sebuah aktivitas keagamaan.Dalam kesehariannya kehidupan
antar umat beragama di Desa Paseban kelihatan sangat harmonis. Agama yang
dianut oleh penduduk Desa Paseban ini ada 4 macam, yaitu Islam, Kristen,
Katholik dan Hindu. Perinciannya sebagai berikut :
Tabel IV
Data Monografi Desa Paseban
Jumlah Penduduk Menurut Agama
Agama
Islam
Kristen
Katolik
Hindu
Jumlah penduduk
5348 orang
30 orang
521 orang
1 orang
Jika dilihat dari data monografi diatas masyarakat Desa Paseban dalam
bidang keagamaan dapat di bilang cukup majemuk. Karena secara kuantitas dari
5869 jiwa penduduk yang memeluk agama Islam 5348 orang. Sedangkan
penganut Kristen ada 30 orang dan sisanya penganut Katolik berjumlah 521
orang, sedangkan Hindunya hanya 1 orang saja. Jika dinilai dari kualitas
keagamaannya, dapat dilihat dari jumlah bangunan peribadahan termasuk
organisasi-organisasi yang berkembang di dalamnya. Di Desa Paseban sendiri
telah berdiri 6 Masjid dan 13 Mushola.
Pendirian Masjid-masjid tersebut telah dimulai sejak tahun 90-an dengan
biaya swadaya masyarakat. Aktivitas peribadahan dalam masyarakat Islam
Paseban semakin disemarakkan dengan jumlah organisasi keagamaannya yaitu
dengan adanya majelis ta‟lim yang berjumlah 5 kelompok, dengan anggotanya
200 orang. Remaja Masjid 8 kelompok dengan jumlah anggota 200 orang. Dalam
61
hal ini ada juga Masjid yang mempunyai lebih dari dua kelompok remaja Islam,
karena antara laki-laki dan perempuan disendirikan. Ditambah lagi dengan suatu
lembaga yaitu TPA (Taman Pendidikan Al-Qur‟an) yang bercorak tradisional.
Kualitas keagamaan masyarakat Desa Paseban juga dapat diketahui dari jalur
pendidikan yang mereka tempuh. Diantara mereka ada yang mengenyam
pendidikan pondok pesantren tercatat 1 orang, madrasah 138 orang, pendidikan
agama 3 orang.
Tidak hanya beberapa organisasi keagamaan diatas di Desa Paseban juga
terdapat dua organisasi besar yaitu Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama.
Muhammadiyah adalah organisasi keagamaan Islam yang bergerak dalam
pemurnian agama Islam secara modern, sedangkan Nahdatul Ulama lebih
condong bergerak dalam dakwah secara tradisional. Di Desa Paseban kebanyakan
masyarakatnya berorganisasi di Nahdatul Ulama. Hal ini semakin menguatkan
eksistensi Makam Sunan Tembayat sebagai obyek wisata ziarah.
Selain agama Islam, yang berkembang di Paseban adalah Katolik. Karena,
di bukit yang sama, tepatnya di bukit Jabalkat, didirikan Gua Bunda Maria,
sebagai tempat peribadahan umat Katolik. Dengan aktivitas peribadahan
diperlihatkan dengan adanya 1 majelis Gereja yang mempunyai jumlah anggota
50 orang, dan remaja Gereja 1 kelompok dengan jumlah anggota 100 orang.
Sisanya beragama Kristen yang berjumlah 30 orang dan satu lagi beragama
Hindu. Dilihat dari data-data di atas masyarakat Paseban mempunyai kualitas
keagamaan yang sudah cukup maju, dari yang dulunya masih dipengaruhi unsurunsur Animisme dan Dinamisme, sekarang masyarakat Paseban sudah
menjalankan rukun Islam meskipun belum begitu sempurna.
62
6. Tradisi Masyarakat
Dilihat dari segi sosial masyarakat Desa Paseban memiliki beragam
aktivitas kemasyarakatan yang telah mengakar menjadi tradisi. Aktivitas tersebut
ada yang terkait dengan social keagamaan dan peringatan hari-hari besar. Upacara
memiliki fungsi penting bagi masyarakat, yaitu menumbuhkan solidaritas. Dengan
adanya kegiata tersebut masyarakat bertemu dan saling berkomunikasi satu sama
lain. Komunikasi dan pertemuan antara masyarakat tersebut menumbuhkan rasa
kebersamaan dan membantu terbentuknya kesatuan social yang kuat.
Orang jawa masih sangat kental dalam hal tradisi, mereka percaya akan
adanya hal yang tidak tampak mata atau disebut dengan gaib. Gaib yang
dipercaya adalah ruh yang menguasai suatu wilayah tertentu atau sering disebut
danyang. Ruh dipercaya ada yang baik dan ada yang buruk, oleh karena itu
masyarakah menghormati dengan cara melakukan sebuah ritual dengan maksud
agar ruh yang baik meu menbantu untuk menghindarkan dari ruh yang jahat.
Upacara-upacara tradisional menjadi lambang kudus dalam dunia spiritual Jawa
atau dalam dunia mistik Jawa.
Masyarakat Jawa khususnya masyarakat Desa Paseban masih berpegang
pada kejawen. Masyarakat Desa Paseban masih bersifat sangat religious, sifat
tersebut ditandai dengan agama atau kepercayaan yang mereka anut sekarang.
Pengakuan dan keyakinan atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa tercermin dalam
pemeluk agama di Desa Paseban yaitu Islam, Kristen, Katolik, dan Hindu.
Berlainan agama tidak membuat mereka bermusuhan tetapi mereka rukun
secara berdampingan karena memiliki toleransi beragama yang kuat dan patut
dijadikan contoh. Hal ini dikarenakan antara masyarakat yang satu dengan yang
63
lain saling menghormati dan tidak mengganggu dalam melaksanakan peribadatan.
Masyarakat Desa Paseban yang beragama islam masih ikut serta dalam
melakukan kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh sebagian lapisan masyarakat.
Upacara-upacara keagamaan atau ritual biasanya dilakukan bersama dengan
upacara tradisi leluhur, yaitu berupa Slametan(kendhuren), Bersih Desa, dan
member sesaji untuk ruh-ruh penunggu atau ruh leluhur yang telah meninggal.
Masyarakat Desa Paseban sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya,
tumbuh dan berkembang dalam pengaruh budaya nenek moyang. Sebagai contoh
tradisi, yaitu :
a. mitoni (tujuh bulanan).
Dalam tradisi Jawa, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup
yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni
berasal dari kata “am” (awalan am menunjukan kata kerja) + „7‟ (pitu) yang
berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini
merupakan suatu adat kebiasaan yang dilakukan pada bulan ke-7 pada masa
kehamilan pertama seorang perempuan dengan tujuan agar embrio dalam
kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh keselamatan.
Ubarampe atau sesajen yang digunakan antara lain :
1. Sajen tumpeng, maknanya adlah pemujaan (memule) pada arwah leluhur yang
sudah tiada. Para leluhur setelah tiada bertempat tinggal ditempat yang tinggi,
di gunung-gunung. Ini sebagai symbol keselarasan agar bayi yang dikandung
sempurna dan tidak ada satu kekurangan serta memberikan keselamatan agar
pada saat melahirkan lancar dan ibu yang melahirkan juga selamat.
64
2. Sajen jenang abang, jenang putih, melambangkan benih pria dan wanita yang
bersatu dalam wujud bayi yang akan lahir.
3. Sajen berupa sego gudangan, mengandung makna agar calon bayi selalu
dalam keadaan segar.
4. Benang lawe atau daun kelapa muda yang disebut janur yang dipotong,
maknanya adalah mematahkan segala bencana yang menghadang kelahiran
bayi.
5. Sesajen berupa telur yang nantinya dipecah
mengandung makna berupa
ramalan bahwa kalau telur pecah maka bayi yang lahir perempuan, kalau telur
tidak pecah maka bayi yang lahir laki-laki.
6. Sayur 7 warna (sayur terdiri dari 7 macam sayur yaitu jepan, kacang panjang,
kol/kubis, kluwih, daun mlinjo, wortel, terung). Hal ini dimaksudkan agar si
jabang bayi kelak dapat menjalani kehidupan yang penuh warna-warni.
Pelaksanaannya diawali dengan ke Duren oleh kaum laki-laki kemudian
dilanjutkan dengan diadakan siraman kepada calon ibu jabang bayi menggunakan
air 7 sumber yang telah dicampur dengan bunga. Lalu dilanjutkan dengan calon
ibu jabang bayi berganti jarik sebanyak 7 kali sebagai simbol kehamilannya sudah
berusia 7 bulan. Dilanjutkan dengan brobosan telur ayam kampong. Telur ayam
kampung dimasukan ke dada ibu hamil oleh dukun bayi yang kemudian ditangkap
oleh nenek bayi ditengah kedua kaki ibu hamil. Apabila telur dapat ditangkap
maka kelak anak yang dilahirkan laki-laki, dan apabila tidak dapat ditangkap
maka kelak anak yang dilahirkan adalah perempuan. Kemudian calon bapak dan
calon ibu berjalan masuk rumah sambil membersihkan tempat yang dilewatinya,
65
sebagai symbol agar kelak pada saat proses persalinan lancar dan tidak mengalami
suatu hambatan.
Masyarakat Pasebanan mempunyai tradisa mengenai pengormatan
terhadap orang yang meninggal yaitu tatacara merawat jenazah. Hal ini memiliki
makna untuk mengingat segala kebaikan yang pernah diberikan oleh orang yang
sudah meninggal. Selain itu juga dipercaya bahwa dengan dibantu doa, maka
arwah orang yang meninggal tersebut akan tenang dan diterima disisi Tuhan.
Upacara yang dilakukan biasanya berwujud kenduri dengan menggunakan sesajisesaji. Kenduri merupakan wujud kebersamaan masyarakat dalam menangani
masalah bersama. Kenduri tidak dapat lepas dari sesaji. Sesaji yang digunakan
biasanya sama,hanya mungkin prosesnya berbeda.
Dalam penghormatan terhadap orang yang telah meninggal dunia,
masyarakat Cakaran melakukan tradisi lama berupa:
b. upacara slametan.
Upacara-upacara yang dilakukan untuk memperingati kematian biasanya
dengan mengadakan kenduri, yang disertai dengan do‟a bersama dan dihadiri oleh
kerabat dan tetangga dekat. Kenduri menggambarkan pola gotong royong dalam
masyarakat Jawa. Sikap saling membantu dan member penghiburan bila ada
kesusahan merupakan contoh konkrit pola piker masyarakat Jawa. Serangkaian
upacara yang dilakukan adalah :
1. Upacara ngesur tanah atau geblag
Istilah sur tanah atau ngesur tanah berarti membuat lubang pada tanah.
Makna sur tanah adalah memindah alam fana ke alam buka dan wadah
semula yang berasal dari tanah akan kembali ke tanah. Upacara ini
66
dilakukan pada saat membuat liang lahat untuk tempat pemakaman
orang yang meninggal. Adapun perlengkapannya adalah :
a. Tumpeng ungkur-ungkuran (tumpeng yang dibelah dan diletakkan
dengan saling membelakangi). Yang bermakna bahwa mayit telah
berpisah antara jasmani dan rohnya.
b. Ingkung (ayan dimasak utuh) ingkung juga melambangkan
kepasrahan kepada Tuhan.
c. Urap (gudhangan dengan kelengkapannya) bermakna agar
keselamatan selalu menyertai orang yang meninggal sampai
menghadap Tuhan.
d. Lalaban, ini terdiri dari cabai merah, garam, dan bawang merah
melambangkan bahwa semua sesaji sesuai dan tidak ada yang
kurang.
e. Dhele ireng, jenis kacang kedelai yang berwarna hitam yang
melambangkan agar tidak mendapat kegelapan, semoga Tuhan
selalu member penerangan kepada orang yang telah meninggal.
2. Upacara tigang dinten (tiga hari)
Upacara ini merupakan upacara yang diselengggarakan untuk
memperingati
tiga
hari
meninggalnya
seseorang,
untuk
menyempurnakan 4 perkara yang disebut anasir yaitu bumi, api, angin,
dan air. Peringatan ini dilakukan dengan kenduri, mengundang kerabat
dan tetangga terdekat. Sesajen yang digunakan sampai acara nyewu
(seribu hari) hamper sama. Upacara slametan ini biasanya diperingati
sampe ke seribu hari.
67
B. Bentuk dan Isi Cerita Rakyat Syech Domba
Semasa hidupnya Syech Domba adalah seorang tokoh penyebar agama
Islam yang begitu dikenal di daerah Bayat Kabupaten Klaten. Karena peranannya
yang begitu luarbiasa di daerah bayat umumnya dan desa Paseban khususnya,
sampai sekarang beliau masih di kenang oleh banyak orang. Banyak yang
berziarah banyak yang berkunjung ke makam beliau. Bukan hanya masyarakat
lokal saja yang datang berziarah namun juga dari luar daerah, luar kota, dan
bahkan luar Jawa juga ada beberapa.
Petilasan Syeh Domba terletak di atas bukit jauh dari pemukiman warga,
jarak dari bawah menaiki bukit tersebut kira-kira 1 km dengan jalan menanjak
yang sebagian sudah beton dan sebagian masih terjal. Makam Syeh Domba
terletak didalam bangun seperti pendopo tetapi diberi pintu dan selalu di kunci
apabila tidak ada pengunjung.
Banyak orang berkunjung meskipun letak makan Syeh Domba berada di
atas bukit yang cukup tinggi dan medan jalan yang lumayan sulit dijangkau
banyak orang yang tidak perduli karena ingin berziarah ataupun karna maksud
lain.
Di petilasan atau makam Syeh Domba terdapat susunan kayu jati
berjumlah sembilan(sundo sanga) yang berada tepat diatas makam. Menurut juru
kunci kayu jati tersebut melambangkan Wali Sanga(Wali yang jumlahnya
sembilan) yang merupakan panutan Syeh Domba. Dari pertama di temukan
petilasan itu sampai sekarang tidak ada yang tau siapa yang menyusun kayu itu
dan bahkan menurut juru kunci susunan kayu tersebut tidak berubah dan kayunya
tetap awet tidak rusak dan tidak termakan rayap.
68
Menurut kesaksian orang yang berkunjung selain kayu sunda sanga, di
petilasan Syeh Domba juga sering terlihat penampakan burung merpati yang
terbang tinggi dan mengitari petilasan Syeh Domba. Menurut cerita juru kunci,
burung merpati itu muncul ketika di desa sedang terjadi pagebluk. Burung merpati
itu muncul terbang mengitari bukit Cakaran dan setelah itu pagebluk akan hilang
dengan sendirinya. Warga masyarakat menyebut burung merpati itu peliharaan
Syeh Domba yang dianggap utusan Syeh Domba untuk mengayomi atau
melindungi masyarakat Paseban.
Banyak juga orang berkunjung ke petilasan Syeh Domba untuk meminta
benda pusaka yang menurut juru kunci, pusaka-pusaka itu terkubur bersama Syeh
Domba. Setelah mengetahui bentuk petilasan Syeh Domba selanjutnya alangkah
baiknya kalau kisah atau cerita Syeh Domba juga diketahui. Ada dua versi cerita
yang di ulas tentang Cerita Rakyat Syeh Domba yaitu:
1. Menerut Juru Kunci
Syeh Domba dahulu kala adalah seorang perampok atau begal menjadi
seorang Syeh yang berperanan dan turut serta menyebarkan agama Islam dalam
bimbingan gurunya Sunan Pandanaran. Sunan Pandanaran dahunya adalah
seorang bupati Semarang yang tak lain juga adalah Brawijaya V, yang diangkat
murid oleh Sunan Kalijaga dan diberi mandat untuk menyebarkan agama di suatu
daerah yang bernama Jabalkat.
Menurut cerita dari juru kunci ,Syeh Domba diminta oleh Sunan
Pandanaran untuk menjadi raja atau pemimpin ,saat itu Syeh Domba menolak dan
ingin menjadi pengikut atau murid saja, ketika itu Syeh Domba di sabda menjadi
domba, seh domba sendiri tidak percaya kemudian disuruh berkaca di sendang
69
dan terkejut ketika melihat sosok manusia yang berkepala domba. Karena
kejadian itulah ia disebut Syeh Domba. Dan sendang yang digunakan untuk
berkaca diberi nama sendang Maerakaca yang berada di desa Paseban, yang
sampai saat ini masih dikenal oleh masyarakat sekitar.
Pada awalnya Syeh Domba disuruh oleh Sunan Pandanaran
untuk
mengikuti burung merak sampai dimana tempat burung merak itu berhenti.
Burung merak itu akan menunjukan tempat yang pantas untuk Syeh Domba. Syeh
Dombo mengikuti burung merak itu dan akhirnya burung merak itu berhenti
dibukit Cakaran. Syeh Dombo kemudian menetap dan menyiarkan agama islam
disekitar bukit itu hingga akhir hayatnya.
Syeh Domba meninggal pada Selasa Kliwon tanggal 21 bulan Ramadan di
bukit Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Sampai sekarang setiap malam 21 bulan puasa selalu diadakan ritual slametan dan
pengajian di makam Syech Domba untuk memgenang atau menghormati baliau.
2. Menurut Masyarakat Sekitar
Syeh Domba adalah murid atau pengikut dari Sunan Pandanaran. Dahulu
Syeh Domba adalah seorang rampok dan dikenal dengan nama atau sebutan
Sambang Dalan. Suatu hari ketika rombongan Sunan Pandanaran melewati suatu
tempat ketika hendak menuju sebuah tempat yaitu gunung jabalkat, di tengah
perjalanannya kemudian dicegat oleh Sambang Dalan atau Syeh Domba dengan
temannya. Syeh Domba dan kawanan pun dikalahkan oleh Sunan Pandanaran dan
akhirnya sepakat untuk ikut mengabdi menjadi murid Sunan Pandanaran.
Cukup lama berjalan akhirnya rombongan memasuki sebuah desa yang
sangat sepi, kemudian ada seorang nenek-nenek menggendong karung melintas
70
dan berpapasan dengan rombongan Sunan Pandanaran. Akhirnya Syeh Domba
mendekati nenek itu dan menanyakan apa isi di dalam karung itu, nenek itu
kemudian menjawab “kula naming mbeta wedi” ,setelah di buktikan ternyata
benar isi dalam karung itu adalah pasir, nenek itu terkejut karena awalnya
membawa beras kemudian berubah menjadi pasir, dengan kejadian itu Syeh
Domba berkata kepada nenek itu bahwa desa itu akan menjadi ramai dan damai
kelak ,dan Syeh Domba memberi nama desa itu desa Wedi(pasir).
Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan dan sampai di suatu tempat
bertemu dengan seorang yang sedang berada di kebun atau ladang yang ditanami
timun. Syeh Domba pun menghampiri orang itu dan bermaksud untuk meminta
ketimun namun si pemilik mengatakan bahwa belum ada ketimun yang berbuah.
Syeh Domba kemudian meminta biji ketimun untuk di tanam tetapi orang itu tidak
boleh melihat, ketika biji ditanam orang itu menuruti apa kata Syeh Domba, dan
pada saat membuka mata orang itu melihat ketimun yang sudah berbuah. Orang
itu terheran-heran ,kemudian Syeh Domba member nama desa itu Jiwo (nandur
wiji wis awoh).Syeh Domba diminta oleh Sunan Pandanaran untuk menjadi raja
atau pemimpin, saat itu Syeh Domba menolak dan ingin menjadi pengikut atau
murid saja, ketika itu Syeh Domba di sabda menjadi domba, Syeh Domba sendiri
tidak percaya kemudian disuruh berkaca di sendang dan terkejut ketika melihat
sosok manusia yang berkepala domba. Karena kejadian itulah ia disebut Syeh
Domba. Sendang yang digunakan untuk berkaca diberi nama sendang Maerakaca
yang berada di desa paseban dan sampai saat ini masih dikenal oleh masyarakat
sekitar.
71
Pada awalnya Syeh Domba disuruh oleh Sunan Pandanaran untuk
mengikuti burung merak ,karena burung merak itu akan menunjukan tempat yang
pantas untuk Syeh Domba. Syeh Domba pun mengikuti burung merak itu dan
akhirnya merak itu berhenti dibukit cakaran. Syeh Domba kemudian menetap dan
menyiarkan agama islam disekitar bukit itu hingga akhir hayatnya.
Syeh Domba meninggal pada Selasa Kliwon tanggal 21 bulan Ramadan di
Bukit Cakaran, Kecamatan Bayat,Klaten. Sampai sekarang setiap malam 21 bulan
puasa selalu diadakan ritual slametan dan pengajian di makam seh dombo untuk
memgenang atau menghormati baliau. Selain itu makam ini juga banyak
dikunjungi oleh peziarah dari berbagai wilayah, paling jauh dari Palembang.
Makam ini ramai dikunjungi pada setiap malam selasa kliwon dan setiap malam
jum‟at. Pengunjung makam Syeh dombo datang dengan maksud dan tujuan yang
berbeda-beda ,ada yang sekedar berziarah agar mendapat berkah, ada yang datang
untuk berobat, ada yang datang untuk meminta penglaris, mencari wangsit, dan
ada juga yang datang untuk mencari persugihan tuyul.
C. Bentuk Ritual Dalam Cerita Rakyat Syeh Domba
Analisis terhadap suatu karya sastra dilakukan melalui unsur-unsurnya.
Unsur-unsur dalam karya sastra merupakan struktur bangun dari keseluruhan
karya tersebut. Struktur karya sastra merupakan kumpulan dari berbagai unsur
yang membentuk menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Analisis
bentuk adalah analisis mengenai struktur dalam karya sastra. Keberadaan mitos
Syeh Domba tidak dapat dipisahkan dengan ritual-ritual yang memperngingati
atau mengakui ketokohan dan keberadaan Syeh Domba. Mitos Syeh Domba
merupakan suatu cerita yang mendasari adanya berbagai ritual dalam bnentuk
72
upacara ada. Upacara ada yang paling penting dalam keberadaan mitos Syeh
Domba adalah peringatan kematian atau haul Syeh Domba yang di adakan pada
setiap malam ke dua puluh satu bulan puasa. Selain peringatan peringatan
kematian atau haul Syeh Domba masih ada beberapa ritual tetapi sifatnya hanya
dilakukan oleh masyrakat atau individu yang mempunyai kepentingan, seperti
ritual penglarisan dan ritual pengobatan.
Mitos Syeh Domba dalam bentuk berbagai ritual sebagai bagian dari
folklor. Folklor tidak hanya berbentuk cerita lisan saja. Folklor menampung
kreasi-kreasi, baik yang primitif maupun yang modern, dengan menggunakan
bunyi dan kata-kata dalam bentuk puisi dan prosa meliputi juga kepercayaan dan
ketakhayulan, adat kebiasaan serta pertunjukan-pertunjukan, tari-tari dan drama
rakyat. Folklor lisan adalah folklor yang berbentuk lisan atau cerita yang
dilisankan. Folklor sebagian lisan adalah foklor yang berbentuk pernyataan yang
bersifat lisan ditambah dengan gerakan-gerakan tertentu yang memiliki makna
gaib. Sedangkan folklor bukan lisan adalah folklor yang berbentuk bukan lisan
tetapi cara pembuatannya diajarkan melalui lisan. Mitos Syeh Domba termasuk
ke dalam folklor sebagian lisan. Mitos Syeh Domba sebagai foklor sebagian lisan
karena bentuknya merupakan gabungan antara unsur lisan dan unsur bukan lisan.
Unsur lisan berasal dari warisan atau tradisi lisan yang turun temurun atau yang
disampaikan dari mulut ke mulut kepada generasi satu ke generasi selanjutnya.
Sedangkan unsur bukan lisan karena memiliki bentuk atau bermateri yaitu
diwujudkan dalam ritual atau upacara adat.
73
1.
Haul atau Peringatan Kematian Syeh Domba (Bentuk Penghormatan
Syeh Domba sebagai Pepunden)
Mitos Syeh Domba merupakan mitos yang berkembang di Dukuh
Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Cerita mitos Syeh Domba dianggap ada dan benar-benar menjadi cerita yang suci
oleh masyarakat pemiliknya. Keberadaan mitos tersebut akrab di telinga
masyarakat sampai sekarang ini. Masyarakat yang akrab dengan mitos tersebut,
baik secara langsung maupun secara tidak langsung telah terpengaruh dengan
keberadaan mitos Syeh Domba. Masyarakat dalam setiap tindakannya selalu
berdasar pada ajaran-ajaran yang telah diberikan oleh Syeh Domba.Masyarakat
selalu mematuhi segala aturan atau perintah dari perwujudan gaib Syeh Domba.
Hal ini menjelaskan bahwa ternyata mitos mampu mempengaruhi kehidupan
masyarakat yaitu sebagai pola panduan dalam kehidupan bermasyarakat. Mitos
sebagai pola panduan hidup masyarakat, mengatur dan menentukan dalam
kehidupan masyarakat. Keberadaan mitos akan selalu hidup selama masyarakat
masih mempercayai keberadaannya.
Syeh Domba dianggap oleh masyarakat sebagai pepundhen atas
keberadaan kolektif masyarakat di Dukuh Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pepundhen menurut Pigeaud (dalam
Rusyana, 1981:20) adalah cikal bakal yang kemudian menurunkan manusia pada
suatu masyarakat, atau orang yang menyusun aturan dalam masyarakat, atau yang
mendirikan suatu dinasti, yang adakalanya menimbulkan pemujaan di tempat suci.
Syeh Domba dianggap sebagai pepundhen karena merupakan orang yang pertama
kali menempati Dukuh Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten
74
Klaten, Jawa Tengah yang dulunya hanya berupa bukit Cakaran, karena Syeh
Domba menetap di daerah situ kemudian berkembanglah tempat tersebut menjadi
padukuhan dan ramai sampai sekarang. Masyarakat khususnya di Dukuh Cakaran
menganggap bahwa Syeh Domba mempu membawa kebaikan, kemakmuran dan
menuju jalan kebenaran.
Pada awalnya Syeh Domba disuruh oleh Sunan
Pandanaran untuk mengikuti burung merak ,karena burung merak itu akan
menunjukan tempat yang pantas untuk Syeh Domba. Syeh Domba pun mengikuti
kemana burung merak itu pergi dan akhirnya merak itu berhenti di sebuah bukit
yang letaknya tidak jauh dari tempat Sunan Pandanaran. Konon katanya burung
merak itu berhenti di situ dan ceker-ceker (dalam bahasa jawa) kemudian Syeh
Domba juga ikut berhenti dan menamakannya bukit Cakaran. Syeh Domba
kemudian menetap di bukit Cakaran dan menyiarkan agama Islam di sekitar bukit
itu hingga akhir hayatnya
Secara harfiah, kata pepundhen diartikan sebagai sesuatu yang disembah
atau dihormati. Masyarakat Dukuh Cakaran
sangat menghormati keberadaan
mitos Syeh Domba sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa keberadaan
mitos Syeh Domba disebut sebagai mitos pepundhen. Mitos pepundhen yaitu
mitos yang dianggap ada akan keberadaannya dan dipercaya sebagai sesuatu yang
dihormati (dipundhi) oleh masyarakat.
Bentuk penghargaan masyarakat terhadap kebedaaan Syeh Domba sebagai
pepunden adalah diperingatinya hari kematian Syeh Domba atau Haul Syeh
Domba yang dilakukan setiap tahun. Syeh Domba meninggal pada Selasa Kliwon
tanggal 21 bulan Ramadan di bukit Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Haul dilaksanakan setiap malam 21 bulan Puasa
75
selalu diadakan ritual slametan dan pengajian di makam Syeh Domba untuk
mengenang atau menghormati baliau. Selain itu makam ini juga banyak
dikunjungi oleh peziarah dari berbagai wilayah, paling jauh dari Palembang.
Makam ini ramai dikunjungi pada setiap malam Selasa Kliwon dan setiap malam
Jum‟at.
Ritual slametan yang diadakan untuk memperingati wafatnya Syeh Domba
sangat sederhana dan tidak ada ritual atau proses yang mewah. Ritual yang
dilakukan hanyalah slametan yaitu membuat kenduri atau bancakan dengan
membuat nasi tumpeng, kemudian malam harinya diadakan pengajian yang
melibatkan ustad, warga masyarakat dukuh cakaran dan pengunjung atau
peziarah. Menurut juru kunci kenapa slametan yang diadakan untuk mengenang
Syeh Domba sangat sederhana, hal itu dikarenakan karena dulunya Syeh Domba
adalah orang kecil yang hidupnya sederhana, apa adanya dan penuh prihatin,
namun selalu bersyukur dengan keadaan dalam hidupnya. Menginggat hal itu
slametan yang diadakan juga sederhana tetapi bermanfaat. Haul Syeh Domba
diadakan oleh Pemeritahan Desa, dan dikuti oleh seluruh aparat pemeritahan dari
Desa sampai Ke Kecamatan.
Bentuk Haul Syeh Domba
a.
Tahlilan, dan Pengajian
Tahlil dimaksudkan untuk mendokan Syeh Domba. Hal ini dilakukan oleh
masyrakat karena Syeh Domba merupakan penyebar syiar agama Islam di sekitar
bukit itu hingga akhir hayatnya. Tahlil dipimpin oleh seorang Kyai Lokal atau
76
tokoh agama setempat. Setelah Tahlil selesai kemudian dilanjutkan di dengan
pengajian yang diakhiri dengan Sholawat Nabi secara bersama-sama.
b. Upacara Slametan
Upacara slametan merupakan ajaran Jawa untuk menyelamatkan jiwa
orang yang sudah meninggal dunia. Ajaran ini sudah ada sebelum masuknya
agama Hindu dan Budha ke Nusantara. Tentu saja dalam perjalanannya selamatan
ini mendapat pengaruh ajaran Hindu dan Budha. Akan tetapi, yang diganti itu
hanyalah mantranya/doanya. Prinsip dari selamatan itu sendiri masih tetap. Dan
setelah Islam masuk, berbagai tata cara dan mantranya diubah disesuaikan dengan
prinsip-prinsip ajaran Islam.
Manusia tidaklah seperti binatang. Binatang mati tidak membutuhkan
upacara penyelamatan jiwanya. Tapi, manusia melakukan upacara. Mula-mula
amat primitif tata caranya. Hanya sekedar mengirimkan puja-puji dan mantra.
Kemudian pada tahap yang lebih maju, adanya seseorang yang mampu
berkomunikasi dengan jiwa orang yang telah meninggal, diperlukan untuk
memimpin upacara tersebut. Dalam perkembangan lebih lanjut, bisa jadi upacara
selamatan tersebut hanyalah sekedar formalitas seremonial saja. Isinya telah
kosong, hanya tinggal kulitnya saja.
Masyarakat Jawa di waktu ini pulau Jawa khususnya, yang memiliki
sistem transportasi, komunikasi, dan pengembangan ilmu serta teknologi modern
dan telah pula lama bersentuhan dan berinteraksi secara langsung dengan budayabudaya global, masih melaksanakan, menghayati, dan bahkan mempertahankan
berbagai tradisi lama yang nota bene sangat berbeda atau bahkan berlawanan
dengan prinsip-prinsip modendan modemisasi dalam hidup dan kehidupan. Salah
77
satu tradisi termaksud adalah tradisi selamatan yang terkait dengan peristiwa
kematian seseorang warga komunitas penganut tradisi tersebut. Sampai saat ini,
tradisi selamatan yang terkait dengan peristiwa kematian seseorang masih tetap
diuri-uri atau dipelihara banyak warga masyarakat Jawa, khususnya di pedesaan.
Tradisi ini didukung baik oleh masyarakat Jawa pedesaan yang masih tradisional,
Jawa transisi yang sedang berubah ke arah masyarakat kota, maupun oleh
sebagian masyarakat Jawa perkotaan yang telah mengenyam pendidikan tinggi.
Tujuan dari Upacara Selamatan atau Haul adaalah:
1) Haul diadakan untuk mendo'akan dengan memintakan ampun kepada Allah
swt. agar orang yang meninggal (yang dihauli) dijauhkan dari segala siksa
serta dimasukkan ke dalam surga;
2) Untuk bersedekah dari ahli keluarganya atau orang yang membuat acara,
orang yang membantu atau orang yang ikut berpartisipasi dengan diniatkan
amal dan pahalanya untuk dirinya sendiri dan juga dimohonkan kepada Allah
agar disampaikan kepada orang yang dihauli;
3) Untuk mengambil teladan dengan kematian seseorang bahwasanya kita
semua pada akhirnya juga akan mati, sehingga hal itu akan menimbulkan efek
positif pada diri kita untuk selalu meningkatkan ketakwaan kepada Allah
swt.;
4) Untuk meneladani kebaikan-kebaikan dari orang yang dihauli, dengan
harapan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari; dan
5) Untuk memohon keberkahan hidup kepada Allah melalui wasilah (media)
yang telah diberikan kepada para ulama, sholihin atau waliyullah yang dihauli
selama masa hidupnya.
78
Upacara selamatan peringatan kematian Syech Domba masih mengadobsi
ini mendapat pengaruh ajaran Hindu dan Budha. Akan tetapi, yang diganti itu
hanyalah mantranya/doanya. Bentuk adobsi budaya Hindu Budha adaalah adanya
beberapa sajen dalam bentuk makanan tetapi fungsi dan maknanya berbeda
disesuai dengan ajaran agama Islam. Doa dan mantranya sesuai dengan agama
Islam dan berupa Ayat-ayat suci Al Quran.
Adapun bentuk upacara selamaten peringatan kematian Sh Domba sebagai
berikut:
1) Bentuk Upacara
Bentuk upacara selamatan pada masyrakat Jawa bentuknya hambir sama,
yait sajen yang berupa makanan di tempatkan ditengah kalahann, kemudian
diberikan mantra-mantra oleh tetua adat, yang kemudian setelah pembacaan
mantra selesai dan menjelaskan makna tiap sajen yang diakhir doa dalam bahasa
Arab (Doa dipimpin oleh kyai setempat).
2) Bentuk dan Makna Sesaji
Khusus untuk upacara selamatan peringatan kematian Syeh Domba,
bentuk sajen sebagai berikut:
a)
Ingkung (Ayam yang dimasak Utuh). Setelah upacara selesai ayam di Ambil
kakinya atau dalam bahasa Jawa “ceker-nya” untuk dipersembahkan
kepapda Syeh Domba. Ceker atau kaki ayam bermakna nama desa Cakaran
atau alat mencari rejeki,.
b)
Pisang Raja, pisang raja sebagai simbol Syeh Domba sebagai pepunden
setempat karena ketokohannya dalam menyebarkan atau Syiar Agama Islam
di Daerah Bukit Cakaran dan sekitarnya.
79
c)
Berbagai bunga, yang mmpunyai arti selalu membikuti dan menarapkan apa
yang menjadi ajaran Syeh Domba
d)
Sayur Lodeh, Teh Pahit. Merupakan makanan kesukaan Syeh Domba.
Upacara peringatan kematian Syeh Domba yang dilakukan pada setiap
malam tanggal 21 bulan Puasa, tetap langgeng dan lestari dilaksanankan hingga
sekarang. Hal ini mempertegas keberadaan Syeh Domba di masyarakat disebut
sebagai mitos pepundhen. Mitos pepundhen yaitu mitos yang dianggap ada akan
keberadaannya dan dipercaya sebagai sesuatu yang dihormati (dipundhi) oleh
masyarakat.
2.
Ritual Penglarisan
Alur rejeki seperti sebuah roda yang berputar, kadangkalanya berada diatas
(jaya dan berkecukupan) tapi kadangkala berputar hingga berada diposisi
terbawah, terpuruk dan serba kekurangan. Dalam berniaga tidak selamanya
untung dan sebaliknya tidak selamanya merugi. Dalam dunia usaha hal tersebut
adalah wajar, hampir semua pedagang dan pengusaha mengalami sirklus semacam
itu.
Alangkah baiknya apabila saat roda kehidupan berada diatas, sedang jaya
dan makmur, untuk tidak sombong dan takabur tapi sebaliknya harus tetap eling
lan waspada, memperbanyak bersyukur dalam lisan dan tindakan dengan
memperbanyak bersedekah, berzakat atau memberi donasi. Harapannya semoga
setiap rizki yang telah kita terima – baik itu berupa materi (uang), kesehatan atau
ilmu semua itu akan menjadi BERKAH dalam kehidupan dimasa mendatang,
menjadi pemicu datangnya pertolongan Allah bila suatu ketika terpuruk dalam
keadaan susah dan kesulitan.
80
Sebaliknya apabila kini roda kehidupan rejeki berada dibawah, hidup
terasa sempit dan kekurangan, omset penjualan menurun, tidak untung bahkan
bangkrut, alangkah baiknya untuk tetap berusaha sekuat tenaga dan pikiran,
jangan mudah menyerah & berputus asa dalam meraih rahmat pertolongan Allah
al-basith (Yang Maha Melapangkan Rizki). Ingatlah, bahwa selalu ada jalan bagi
mereka yang tekun berusaha, berpikir dan berdzikir.
Dalam dunia perdagangan sebetulnya telah menjadi hal yang wajar adanya
siklus, kadang dagangan yang dijual laku keras tapi kadang sepi dan bahkan tidak
terjual sama sekali. Mungkin karena sifat manusia yang memang selalu merasa
tidak pernah puas dengan apa yang didapat, juga karna kurang bersyukur,
sehingga mendorong seseorang atau pedagang melakukan hal yang tidak benar,
yaitu dengan mencari penglarisan.
Penglarisan yaitu sebuah upaya yang digunakan untuk memperlancar
sebuah usaha (dagang) dengan cara meminta bantuan kepada ruh atau hal gaib.
Penglarisan biasanya berupa jimat-jimat, atau mantra, doa, lelaku (ritual), dan
juga bantuan makhluk halus. Penglaris bias didapatkan dengan sebuah rituah atau
dating ketempat orang pintar (Kyai). Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar
usaha atau bisnis yang dimilikinya mendapatkan keuntungan yang banyak dan
laris di pasaran.
Pada kehidupan manusia pada umumnya materi adalah hal yang pokok
atau utama, karena dengan materi yang berlimpah tentu saja secara tidak langsung
akan menggangkat derajat dan martabat seseorang. Dengan materi yang berlimpah
seseorang akan lebih dianggap dan lebih mempunyai posisi dalam kehidupan
bermasyarakat. Akan tetapi ada sebagian orang yang memperoleh materi atau
81
kekayaan dengan cara yang tidak benar. Yang dimaksud tidak benar yaitu dengan
menggunakan penglarisan untuk meraka yang menjadi pedagang. Mungkin
dengan penglarisan keuntungan yang diperoleh akan lebih cepat dan banyak.
Dengan menggunakan penglarisan seseorang dapat dengan mudahnya meraup
pundi-pundi uang. Akan tetapi tidak semudah yang kita bayangkan. Untuk
memperoleh penglarisan seseorang haruslah melakukan beberapa ritual sesuai
dengan apa yang menjadi persyaratan. Selain ritual juga harus menyiapkan uba
rampe atau sesaji.
Penglarisan ada bermacam-macam bentuknya, di antaranya dijelaskan
sebagai berikut:
a.
Penglarisan jimat; penglarisan yang mengunakan jimat yang diperoleh
dari paranormal ataupun kiayi. Biasanya jimat diberikan setelah orang
yang bersangkutan membayar mahar. Ada juga yang melalui proses ritual
dan kemudian baru mendapat jimat untuk penglarisan.
b.
Penglarisan doa ; penglarisan ini diperoleh dengan mengamalkan isi yang
terkandung dalam sebuah doa. Pengasihan melalui doa biasanya
dilakukan dengan hti yang iklas yang pasrah akan Tuhan.
c.
Penglarisan dengan jin; penglarisan yang menggunakan bantuan jin
untuk membantu meramaikan usahanya(khususnya dagang). Jin yang di
pekerjakan dapat membantu menarik pembeli dan meramaikan usaha.
Penglarisan dengan jin kebanyakan digunakan dalam usaha kuliner. Jin
yang di pekerjakan akan menarik pengunjung dan menurut cerita
makanan terasa lebih enak apabila langsung dimakan di tempat, karena
makanan itu terkena air liur dari jin tersebut.
82
d.
Penglarisan dengan susuk; penglarisan yang di peroleh dengan membeli
atau meminta kepada orang yang ahli dalam bidang susuk. Biasanya
orang membeli dari para normal atau dukun untuk memperolehnya.
Susuk juga bermacam-macam bentuknya, ada yang di tanamkan dalam
tubuh orang yang mencari dan ada juga yang di letakkan di tempat usaha.
Sesaji dan proses ritual penglarisan yang terdapan di petilasan Syech
Domba:
Sesaji yang di perlukan untuk ritual yaitu; Ingkung ,ubarampe ini berupa ayam
kampung yang di masak utuh dan diberi bumbu opor, kelapa, dan daun salam.
Ingkung ini biasanya di letakkan di atas nasi uduk. Ingkung ini melambangkan
bayi yang belum di lahirkan dengan demikian belum mempunyai kesalahan apaapa atau masih suci. Ingkung juga dimaknai sebagai sikap pasrah dan menyerah
kepada kekuasaan Tuhan. Orang Jawa mengartikan kata ingkung dengan
pengertian dibanda (dibelenggu). Bunga tiga rupa, biasanya mawar, kantil,
kenanga (bisa di ganti melati sesuai kebutuhan). Setelah sesaji lengkap proses
ritual dilakukan orang yang bersangkutan dengan juru kunci sebagai perantara.
Menurut juru kunci Sesaji di sediakan hanya sebagai simbol untuk menghormati
roh luluhur. Setelah ritual selesai sesaji yang bisa dimakan boleh di makan
bersama-sama.
Ritual diawali juru kunci memintakan ijin kepada Syech Domda krmudian
yang bersangkutan membaca Doa atau Syahadad
“ASYHADU ALLA ILAAHA ILLALLAH „WA ASYHADY ANNA
MUHAMMADAR RASULULLAH”
83
Baca syahadad 18x, yaitu dengan ketentuan Menghadap ke barat 3x, Utara
3x, Seltan 3x, Timur 3x, Atas 3x, bawah 3x.
Sampai dirumah Baca saat mau membuka toko/warung. Ambil tanah
segenggam di pekarangan rumah kemudian bungkus dengan kain hitam. Baca
sholawat nabi 3x kemudian di taruh di kotak tempat menyimpan uang. Beberapa
orang telah mencoba ritual penglarisan ini dan ada yang berhasil dan ada juga
yang tidak. Karna tergantung keyakinan dan kerasnya usaha masing-masing.
3.
Ritual Pengobatan
Banyak peziarah yang datang kemakam Syeh Domba dengan berbagai
maksud dan tujuan tertentu. Ada yang sekedar berziarah kubur ,ada yang
melakukan tirakat dengan berpuasa ngebleng ,ada juga yang datang untuk tujuan
meminta pengglarisan usaha, dan ada juga yang datang untuk berobat.
Menurut pengakuan juru kunci bapak Paiman, banyak peziarah yang
datang untuk meminta kesembuhan. Orang yang datang untuk meminta
kesembuhan biasanya orang yang sakit struk, lumpuh, dan orang yang sakitnya
tak lazim (karna gangguan gaib).
Orang yang datang untuk meminta kesembuhan tidak hanya dari
masyarakat sekitar tetapi banyak juga yang dari luar daerah dan bahkan luar kota.
Dari cerita bapak Paiman juru kunci makan Syeh Domba ,orang yang datang
untuk berobat biasanya membawa ubarampe yang berupa kembang telon, segelas
the pait, pisang raja setangkep, dan juga singkong atau umbi rambat. Ubarampe
yang disiapkan tidak mempunyai makna apa-apa, hanya menurut juru kunci
ubarampe tersebut adalah makanan kesukaan Syeh Domba semasa hidupnya dulu.
Konon semasa hidup Syeh Domba adalah orang yang suka prihatin. Maksudnya
84
prihatin yaitu, senang tirakat, makan seadanya atau makan seadannya yang ada di
sekitarnya. Selain senang tirakat Syeh Domba semasa hidupnya juga termasuk
orang yang berperanan menyebarkan agama islam di daerah paseban dan
sekitarnya.
Ubarampe disiapkan kemudian orang yang sakit disuruh membersihkan
diri terlebih dahulu, dimaksudkan agar suci ketika masuk ke dalam makam Syeh
Domba. Untuk orang yang lumpuh atau struk biasanya di bantu untuk sibin.
Proses Ritual :
Untuk mengawali ritual, juru kunci terlebihdahulu masuk ke dalam makam
sendirian untuk berdoa atau untuk meminta izin. Setelah juru kunci berdoa
kemudian orang yang sakit di bawa masuk ke dalam makam untuk melakukan
proses ritual.
Ubarampe diletakan dalam meja kecil dan orang yang sakit di dudukkan di
depan makam Syeh Domba. Juru kunci mulai membaca doa atau mantra untuk
mngawali ritual. Setelah membaca mantra juru kunci mangambil sedikit tanah dari
dalam makam kemudian di suruh makan orang yang sakit, kemudian di beri
minun dari air yang ada pada cawan yang terletak di pintu masuk makam. Setah
itu juru kunci kembali menggambil tanah dan dilumurkan pada seluruh tubuh
orang yang sakit, mungkit dimaksudkan untuk membersikan dari gangguan gaib.
Setelah itu orang yang sakit di tinggal sendiri di dalam makam untuk bersemedi
,atau menurut juru kunci untuk meminta dawuh atau petunjuk dari Syeh Domba.
Setelah ritual selesai dilakukan juru kunci mengambilkan air yang di isikan pada
botol untuk dibawa pulang dan diminumkan setiap harinya di rumah.
85
Konon kabarnya banyak yang sembuh setelah berobat atau melakukan
ritual di makam Syeh domba. Tapi juru kunci bapak Paiman berkata ,asalkan ada
keyakinan untuk sembuh dan mantap untuk meminta kesembuhan maka
insyaallah akan sembuh. Tetapi sebagai manusia harus ingat bahwa sakit sembuh
itu adalah kuasa Allah ,dan kalaupun seseorang mendapt kesembuhan setelah
melakukan ritual dimakam Syeh Domba tak lepas atas ijin Allah. Bapak Paimam
juru kunci makam juga berkata kalau makam Syeh Domba dan juru kunci
hanyalah sarana atau lantaran, yang disiapkan Allah untuk umatNya.
D. MAKNA DAN EKSISTENSI MITOS SYECH DOMBA BAGI
MASYARAKAT CAKARAN
Syeh Domba sebenarnya adalah pengikut dari Sunan Pandanaran.
Awalnya Syeh Domba merupakan seorang perampok yang hendak merampok Ki
Ageng Pandanaran yang dulunya adalah Bupati Semarang yang kemudian diutus
oleh Sunan Kalijaga untuk menemuinya di Jabalkat. Perampok tersebut sangat
rakus dan tidak puas dengan hasil rampokannaya, sampai kemudian Ki Ageng
Pandaranan mengutuk menjadi Domba atau Kambing. Syeh Domba akhirnya
mengkikuti Ki Ageng Pandanaran, yang pada akhirnya Syeh Domba akhirnya
menetap di bukit Cakarang dan menyebarkan agama Islam sampai Akhir
Hayatanya. Hal ini menunjukkan tanpa sebab yang jelas, Syeh Domba memeluk
agama Islam dan diangkat menjadi murid Sunan Pandanarang yang juga murid
dari Sunan Kalijaga. Dalam penyebaran Agama Islam di Jawa tidak akan lepas
dari peran Sunan Kalijaga. Dalam kaitan dengan pernyataan tersebut,
Porboetjaroko mengatakan bahwa telah menjadi kehendak Tuhan bahwa agama
86
Islam di Jawa bersamaan dengan adanya kekacauan yang melanda Majapahit
hingga akhirnya runtuh. Pada waktu itu, banyak dari kalangan intelektual Jawa
yang masuk Islam, entah karena terbujuk atau terpaksa mencari kehidupan (Simuh
dalam Simon, 2006:75). Selain itu, agama Islam yang hadir pada waktu itu
menawarkan ajaran agama yang bersifat kompromistis yang tidak bertentangan
dengan kepercayaan yang lain dan pesan yang disampaikan lebih cepat ditangkap.
Menurut catatan sejarah, agama Islam sebenarnya telah masuk ke Jawa
pada abad ke-8 Masehi. Akan tetapi, karena masih kuatnya kepercayaan
masyarakat mengenai Hindu, Budha, dan masih berkembangnya kepercayaan
animisme, sehingga tak tergoyahkan dengan agama baru yaitu agama Islam.
Namun mulai pada abad ke-13 Masehi, perkembangan agama Islam di Jawa
sangat pesat. Puncaknya ketika runtuhnya kerajaan besar Majapahit, penganut
agama Islam semakin bertambah banyak. Sunan Kalijaga merupakan salah satu
anggota Dewan Walisongo. Sunan Kalijaga menjadi Dewan Walisongo pada
tahun 1463. Sunan Kalijaga sebagai wali, banyak mengangkat murid dan memberi
nama baru kepada murid-muridnya, salah satunya adalah Ki Ageng Pandanaran.
Makna Syeh Domba dalam ritual masyarakat sebagai berikut:
1.
Religius
Kepercayaan yang dipegang teguh oleh masyarakat pemiliknya merupakan
bentuk nyata dari ungkapan ritual masyarakat. Ungkapan ini merupakan hak asasi
dari setiap insan manusia yang menyadari akan sesuatu kekuatan yang ada diluar
kemampuannya. Upacara ritual ini dilakukan sebagai sarana untuk menghormati
leluhur yang dianggap sebagai jembatan penghubung antara manusia dengan satu
kekuatan Yang Maha Tinggi. Masyarakat Jawa memiliki konsep tentang
87
kosmologi. Kosmologi Jawa terdiri dari mikrokosmos (jagad cilik) dan
makrokosmos (jagad gedhe).
Di lain pihak, masyarakat pemiliknya mempercayai bahwa kejadiankejadian yang terjadi di alam ini memiliki hubungan yang erat dengan dunia
transenden yang tidak terjangkau oleh manusia dalam wujud yang tak kasat mata.
Semangat yang dimunculkan adalah sebagai rangkaian upacara yang dipercaya
oleh masyarakat memiliki makna keselamatan bagi lingkungannya.
2.
Sosial
Dalam kaitannya dengan kehidupan sosial, mitos Syeh Domba, makna
keberadaan mitos Syeh Domba ritual upacara selamaten ada;aj adalah mempererat
hubungan persaudaraan atau kekeluargaan. Hubungan ini terjalin antara sesama
penerus ajaran Syeh Domba. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup
tanpa bantuan dari orang lain. Manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan
sehingga manusia harus saling tolong-menolong dan menjaga hubungan
persaudaraan.
Download