10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pasar Modal

advertisement
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Pasar Modal
Pasar modal merupakan wadah alternatif penghimpunan dana sebelum perbankan.
Dimana di dalam pasar modal memungkinkan pemilihan sekuritas yang berupa
surat berharga (obligasi) ataupun saham. Pasar modal memungkinkan para
pemodal (investor) mempunyai berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan
preferensi resiko mereka. Dengan adanya pasar modal para pemodal
memungkinkan untuk melakukan bermacam-macam investasi, membentuk
portofolio (gabungan dari sekuritas dan perusahaan-perusahaan) sesuai dengan
berbagai resiko yang bersedia mereka tanggung dan tingkat keuntungan yang
diharapkan.
Menurut UU Pasar Modal RI No. 8 tahun 1995, Pasar Modal didefinisikan
sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta
lembaga profesi yang berkaitan dengan efek.
11
Pasar modal merupakan media yang mempertemukan penjual dan pembeli
sekuritas yang bertujuan melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan.
Sedangkan bursa efek adalah organisasi yang bersedia untuk melakukan
perdagangan sekuritas (obligasi dan saham) yang diatur dengan serangkian
peraturan yang mengikat pihak-pihak yang terkait di dalamnya.
Secara umum pengertian pasar modal yaitu sistem keuangan yang terorganisasi,
termasuk di dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara
dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar (KMK no
1548 / KM / 90, tentang pasar modal). Sedangkan dalam arti sempit, pasar modal
yaitu suatu pasar (tempat) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham,
obligasi-obligasi, dan jenis-jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa
perantara pedagang efek.
Pasar modal mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian suatu
Negara. Hal ini dikarenakan pasar modal menjalankan fungsi ekonomi dan fungsi
keuangan sekaligus. Dari sudut pandang ekonomi, pasar modal berfungsi sebagai
salah satu system mobilisasi dana jangka panjang yang efisien bagi pemerintah.
Dari sudut pandang keuangan, pasar modal berfungsi sebagai salah satu media
yang efisien untuk mengalokasikan dana dari pihak yang mempunyai kelebihan
dana dan pihak yang membutuhkan dana.
Informasi merupakan unsur penting di dalam pasar modal. Informasi pada
dasarnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran, baik untuk keadaan
masa lalu, saat ini maupun keadaan masa datang dari suatu kehidupan suatu
perusahaan dan pasaran efeknya. Informasi merupakan kebutuhan mendasar bagi
12
para investor dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini berkaitan
dengan pemilihan portofolio investasi paling menguntungkan dengan tingkat
resiko tertentu. Informasi dapat mengurangi ketidakpastian (uncertainty),
sehingga dalam pengambilan keputusan diharapkan akan sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai. Selain itu, informasi yang berguna untuk mengantisipasi segala
kemungkinan yang dapat terjadi dimasa depan. Oleh karena itu informasi yang
lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor.
2.1.2. Stock Split
Stock split adalah suatu aksi dari emiten (perusahaan) di mana dilakukan
pemecahan nilai nominal saham menjadi nilai nominal yang lebih kecil. Menurut
Jogiyanto (2000) aktivitas stock split dapat diartikan memecah satu lembar saham
menjadi n lembar saham. Informasi stock split diketahui dengan adanya
pengumuman yang terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Stock split atau pemecahan saham merupakan salah satu bentuk informasi yang
diberikan oleh emiten (perusahaan) untuk menaikkan jumlah saham yang beredar
sesuai dengan faktor pemecahannya.
Pemecahan saham pada dasarnya ada dua jenis, yaitu pemecahan saham naik
(split-up) dan pemecahan saham turun (split-down) atau lebih dikenal dengan
reverse stock. Split-up adalah penurunan nilai nominal per lembar saham yang
mengakibatkan bertambahnya jumlah saham yang beredar. Dengan adanya splitup berarti jumlah saham yang beredar menjadi lebih banyak namun dengan nilai
nominal yang lebih kecil dari sebelum dipecah. Sebaliknya dengan split-down,
13
saham yang beredar menjadi lebih sedikit tetapi terjadi peningkatan pada nilai
nominal per lembar sahamnya (Ayodha, 2012).
Kieso dan Weygandt (1993) dalam Subiyanti (2010) mengatakan alasan
perusahaan melakukan stock split yaitu:
1. Untuk menyesuaikan harga pasar saham perusahaan pada tingkat dimana
individu dapat lebih banyak menginvestasikan dananya pada saham
tersebut.
2. Untuk menyebarkan atau memperluas pemegang saham dengan
meningkatkan jumlah saham yang beredar dengan nilai pasar yang dapat
dijangkau.
3. Untuk menguntungkan pemegang saham yang ada dengan memberi
kesempatan pada mereka untuk mengambil manfaat dari suatu
penyesuaian pasar yang tidak sempurna setelah stock split.
Stock split biasanya dilakukan pada saat harga saham dinilai terlalu tinggi,
sehingga akan mengurangi kemampuan para investor untuk membelinya. Dengan
adanya stock split diharapkan daya beli investor meningkat terutama untuk
investor kecil, membuat saham lebih likuid untuk diperdagangkan.
2.1.3. Signaling Theory
Teori sinyal menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi untuk pasar
modal. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen
perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut.
Sinyal adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang
14
memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang
prospek perusahaan (Brigham dan Houston, 2001).
Asumsi dari Signaling Theory bahwa manajemen mempunyai informasi yang
akurat tentang nilai perusahaan yang tidak diketahui oleh investor luar mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan dan manajemen selalu
meningkatkan keuntungan. Berdasarkan Signaling Theory, peristiwa stock split
dapat memberikan sinyal positif karena manajemen yang memiliki informasi yang
lengkap tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya menginformasikannya
kepada investor yang kurang banyak memiliki informasi mengenai kondisi
perusahaan. Asimetry informasi akan terjadi jika manajemen tidak secara penuh
menyampaikan semua informasi yang diperoleh tentang semua hal yang dapat
mempengaruhi perusahaan ke pasar. Maka pada umumnya pasar akan merespon
informasi tersebut sebagai suatu sinyal yang tercermin dari perubahan harga
saham (Schweitzer, 1989 dalam Ayodha, 2012).
Baker dan Powell (1993) dalam Rahayu (2006) menyatakan bahwa pemecahan
saham memberikan sinyal atau informasi kepada investor mengenai prospek
perusahaan di masa yang akan datang. Meningkatnya likuiditas setelah stock split
dapat muncul akibat semakin besarnya kepemilikan saham dan jumlah transaksi.
Pada tingkat asimetri tertentu antara manajer dan investor, manajer kemungkinan
besar akan mengambil keputusan pemecahan saham agar investor dapat menerima
informasi yang menguntungkan. Keputusan melakukan pemecahan saham yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan ternyata merupakan suatu keputusan yang
mahal, karena semakin tingginya tingkat komisi saham dan menurunnya harga
15
saham, sehingga mengakibatkan bertambahnya biaya yang dikeluarkan
manajemen perusahaan yang melakukan kebijakan pemecahan saham.
Stock split sebaiknya dilakukan oleh perusahaan yang memiliki prospek yang baik
dan kinerja yang bagus. Perusahaan yang mencoba memberikan sinyal stock split
tetapi tidak didukung dengan prospek dan kinerja yang baik akan berdampak
negatif bagi perusahaan tersebut karena akan berdampak pada biaya yang timbul
akibat stock split (Boedi dan Lindharta, 2011).
2.1.4. Trading Range Theory
Trading Range Theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan
likuiditas perdagangan saham. Teori ini menyatakan bahwa harga saham yang
terlalu tinggi (overprice) menyebabkan kurang aktifnya saham tersebut
diperdagangkan. Saham-saham yang tidak likuid tersebut akan mempersempit
gerak investor dalam berinvestasi, selain itu saham tidak likuid akan merugikan
investor karena saham-saham tersebut tidak mudah diinvestasikan. Bagi emiten,
likuiditas saham sangat penting karena saham yang tidak likuid akan berakibat
dikeluarkannya saham tersebut dari pasar modal (delisting). Pemecahan saham
menyebabkan harga saham menjadi tidak terlalu tinggi, sehingga akan semakin
banyak investor yang mampu bertransaksi. Marwata (2001) dalam Setiyanto
(2006) menyatakan bahwa pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk
menata kembali harga saham pada rentang harga tertentu.
Teori ini juga menyatakan bahwa manajemen perusahaan memutuskan untuk
melakukan stock split karena didorong oleh perilaku praktisi pasar yang konsisten
dengan anggapan bahwa dengan melakukan stock split dapat menjaga harga
16
saham tidak terlalu mahal, dimana saham dipecah karena ada batas harga yang
optimal untuk saham dan untuk meningkatkan daya beli investor sehingga tetap
banyak orang yang mau memperjualbelikannya, yang pada akhirnya akan
meningkatkan likuiditas perdagangan saham.
2.1.5. Likuiditas Saham
Likuiditas saham merupakan ukuran jumlah transaksi saham di pasar modal dalam
periode tertentu. Semakin tinggi frekuensi transaksi maka semakin tinggi
likuiditas saham, ini berarti saham tersebut semakin diminati oleh para investor
dan hal tersebut akan tingkat harga saham yang bersangkutan.
Reilly dan Brown (1997) dalam Rahdiansyah (2010) menyatakan bahwa faktor
penentu dari likuiditas saham sehubungan dengan surat berharga sangat tercermin
dalam data perdagangan pasar dan faktor yang terpenting dari likuiditas itu adalah
jumlah uang dari lembar saham yang diperdagangkan.
Peristiwa stock split adalah suatu aksi yang dilakukan oleh perusahaan dimana
memuat informasi yang diasumsikan akan mempengaruhi keputusan jual beli
yang dilakukan investor, yang pengaruh tersebut dapat dilihat dalam aktivitas
perdagangan saham. Perubahan pada volume perdagangan akan terlihat bila aksi
tersebut mempengaruhi preferensi para investor dalam keputusan investasinya.
Tingkat likuiditas suatu saham merupakan salah satu faktor yang menentukan
nilai saham suatu perusahaan. Semakin cepat suatu efek dapat berubah menjadi
uang maka semakin tinggi likuiditasnya. Dengan demikian likuiditas saham
ditentukan oleh apakah saham tersebut mudah diperjualbelikan dalam jangka
waktu singkat dan diminati investor. Salah satu daya tarik agar suatu saham
17
diminati investor adalah harga yang murah serta rendahnya biaya komisi
transaksi.
Menurut Conroy et.al (1990) dalam Setiyanto (2006), parameter yang sering
digunakan untuk mengukur likuiditas suatu saham adalah:
a. Volume perdagangan
Merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi
pasar modal terhadap informasi melalui parameter volume saham yang di
perdagangkan di pasar.
b. Tingkat Spread
Merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi
pasar modal terhadap informasi melalui parameter perbedaan atau selisih
antara harga tertinggi yang diminta untuk membeli dengan harga terendah
yang ditawarkan untuk menjual (Bid-Ask Spread), diukur dengan
menggunakan persentase.
c. Information flow (aliran informasi).
d. Jumlah pemegang saham.
e. Jumlah saham yang beredar.
f. Transaction cost (besarnya biaya transaksi).
g. Harga saham
Merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi
pasar modal terhadap informasi melalui parameter harga-harga saham di
pasar.
h. Volatilitas Harga saham
18
Merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi
pasar modal terhadap informasi melalui parameter pergerakan harga-harga
saham di pasar.
Sedangkan menurut Wang Sutrisno et al (2000), parameter yang digunakan untuk
mengukur likuiditas suatu saham yaitu:
a. Harga saham
b. Volume perdagangan
c. Persentase saham
d. Varians saham (volatilitas saham)
Dari penjelasan-penjelasan di atas maka dalam penelitian ini akan menfokuskan
variabel penelitian volume perdagangan dan volatilitas harga saham sebagai
proksi dari likuiditas saham dalam penelitian ini.
2.1.6. Kinerja Saham Perusahaan
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan adalah
dengan menilai kinerja sahamnya. Kinerja saham dapat menjadi ukuran
keberhasilan suatu perusahaan selama periode tertentu. Price earnings ratio
(PER) merupakan salah satu komponen penting untuk menilai kinerja saham
perusahaan. Rasio ini pada dasarnya memberikan indikasi tentang jangka waktu
yang diperlukan untuk mengembalikan dana pada periode tertentu.
2.1.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu
A. Perbedaan Likuiditas Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split
Peningkatan yang terjadi atas likuiditas saham setelah peristiwa stock split
dapat muncul akibat semakin besarnya kepemilikan saham dan jumlah
19
transaksi. Jumlah pemegang saham menjadi semakin bertambah banyak
setelah split. Kenaikan jumlah pemegang saham ini disebabkan oleh
penurunan harga, volatilitas harga saham yang menjadi semakin besar
menarik investor untuk memperbanyak jumlah saham yang dipegang.
Dengan demikian peningkatan likuiditas ini disebabkan oleh semakin
banyaknya investor yang menjual dan membeli saham. Hasil penelitian
Barker (1996) dan Lamoreux dan Poon (1987) dalam Permata (2009)
menyimpulkan bahwa jumlah pemegang saham menjadi bertambah
banyak setelah peristiwa stock split.
Conroy, Harris dan Benet (1990) dalam Sutrisno et al (2000) menemukan
adanya penurunan likuiditas setelah split dengan masing-masing
menggunakan volume perdagangan dan bid-ask spread sebagai proksi.
Hasil tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murray
(1985) yaitu stock split tidak berpengaruh terhadap volume perdagangan
maupun bid-ask spread (Sutrisno et al, 2000).
Sutrisno et al (2000) melakukan penelitian mengenai pengaruh stock split
terhadap likuiditas saham yang diukur dengan rata-rata harga saham,
volume perdagangan, persentase spread dan volatilitas. Penelitian ini
menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
hanya pada variabel harga saham, volume perdagangan dan persentase
spread. Sedangkan pada variabel volatilitas tidak dihasilkan perbedaan
yang signifikan sebelum dan sesudah aktivitas split.
20
B. Perbedaan Kinerja Saham Perusahaan Sebelum dan Sesudah Stock
Split
Perusahaan yang melakukan stock split merupakan perusahaan yang
memiliki kinerja yang baik. Menurut Copeland (1988) dalam Jogiyanto
(2000), stock split mengandung biaya yang harus dibayar oleh perusahaan,
oleh karena itu hanya perusahaan yang memiliki prospek yang bagus saja
yang mampu menanggung biaya tersebut dan sebagai akibatnya pasar akan
bereaksi positif terhadap stock split.
Hasil penelitian Budi dan Lindharta (2011) menunjukkan bahwa
keputusan melakukan stock split menimbulkan perbedaan yang signifikan
pada kinerja saham perusahaan jika diukur dengan EPS yang merupakan
rasio pasar yang menunjukkan bagian laba perusahaan untuk setiap lembar
sahamnya. Ichsanuddin (2009) melakukan penelitian mengenai pemecahan
saham ditinjau dari kinerja saham dan harga saham dimana price earnings
ratio (PER) merupakan salah satu variabel penelitian yang digunakan
sebagai proksi dari kinerja saham perusahaan. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan price earnings ratio
(PER) antara perusahaan yang melakukan pemecahan saham dengan
perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham. Di dalam penelitian
ini, kinerja saham perusahaan akan dilihat melalui nilai price earnings
ratio (PER).
21
2.1.8. Pengembangan Penelitian
Perbedaan dan pengembangan yang terdapat dalam penelitian ini dibanding
dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah:
1. Periode penelitian yang dilakukan terhadap perusahaan yang melakukan
kebijakan stock split selama 2007-2009.
2. Metode penelitian untuk likuiditas saham (volatilitas dan volume
perdagangan), yaitu menggunakan event study dengan melakukan
pengamatan terhadap pergerakan volatilitas harga saham dan volume
perdagangan saham di sekitar tanggal pengumuman stock split (5 hari
sebelum sampai dengan 5 hari sesudah pengumuman stock split).
Sedangkan untuk kinerja saham perusahaan (PER) menggunakan metode
penelitian deskriptif komparatif, yaitu menjelaskan bagaimana pengaruh
stock split terhadap variabel-variabel kinerja perusahaan dengan
membandingkan perubahan atas variabel-variabel tersebut 2 tahun
sebelum dan 2 tahun setelah melakukan stock split.
2.2.
Hipotesis
Peristiwa stock split adalah suatu aksi yang dilakukan oleh perusahaan dimana
memuat informasi yang diasumsikan akan mempengaruhi keputusan jual beli
yang dilakukan investor, yang pengaruh tersebut dapat dilihat dalam aktivitas
perdagangan saham. Perubahan pada volume perdagangan akan terlihat bila aksi
tersebut mempengaruhi preferensi para investor dalam keputusan investasinya.
Conroy, Harris dan Benet (1990) dalam Sutrisno et al (2000) menemukan adanya
penurunan likuiditas setelah split dimana volume perdagangan merupakan salah
22
satu proksi yang digunakan untuk likuiditas saham. Hasil tersebut bertentangan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Murray (1985) yaitu stock split tidak
berpengaruh terhadap volume perdagangan (Sutrisno et al, 2000).
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis pertama dirumuskan sebagai berikut:
Ha1: Ada perbedaan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah
peristiwa stock split.
Selain berdampak pada volume perdagangan, peristiwa stock split juga
menyebabkan semakin banyak investor yang mampu bertransaksi. Hal ini
dikarenakan harga saham setelah stock split menjadi lebih menarik di mata
investor karena lebih terjangkau. Peristiwa ini membuat semakin banyaknya
investor yang melakukan jual beli saham yang kemudian berdampak pada naik
turunnya harga saham tersebut.
Volatilitas harga pada dasarnya merupakan suatu indikator naik-turunnya atau
fluktuasi harga saham di bursa. Semakin tinggi fluktuasi atau naik-turunnya harga
saham berarti harga saham saham tersebut semakin volatil. Tinggi rendahnya
harga saham di bursa tergantung dari ekspektasi para investor jual dan investor
beli, karena pada dasarnya harga saham merupakan harga keseimbangan antara
permintaan dan penawaran.
Pujiharjanto (2001) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa adanya perbedaan
spread sebelum dan sesudah stock split dipengaruhi secara signifikan oleh
variabel harga saham dan volatilitas harga saham. Tidak sejalan dengan hal
tersebut, hasil penelitian Rahayu (2006) menunjukkan bahwa tidak adanya
perbedaan volatilitas sebelum dan sesudah stock split. Tidak adanya perubahan
23
volatilitas harga saham menunjukkan bahwa investor di bursa tidak memberikan
reaksi yang berlebihan terhadap harga saham setelah stock split, jadi meskipun
ada perubahan harga tetapi perubahan tersebut tidak mencolok sehingga tidak
menimbulkan perubahan volatilitas harga yang mencolok.
Sejalan dengan hal tersebut, Sutrisno et al (2000) melakukan penelitian mengenai
pengaruh stock split terhadap likuiditas saham yang diukur dengan rata-rata harga
saham, volume perdagangan, persentase spread dan volatilitas. Penelitian ini
menghasilkan kesimpulan bahwa pada variabel volatilitas tidak menghasilkan
perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah aktivitas split.
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis kedua dirumuskan sebagai berikut:
Ha2: Ada perbedaan volatilitas harga saham sebelum dan sesudah peristiwa stock
split.
Di samping berdampak pada likuiditas saham, stock split juga berpengaruh
terhadap kinerja saham perusahaan. Hal ini diakibatkan adanya anggapan bahwa
perusahaan yang melakukan stock split merupakan perusahaan yang memiliki
kinerja yang baik. Perusahaan menanggung biaya yang harus dibayar saat
melakukan stock split sehingga hanya perusahaan yang memiliki prospek yang
bagus saja yang mampu menanggung biaya tersebut.
Budi dan Lindharta (2011) melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan
yang melakukan stock split di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa keputusan melakukan stock split menimbulkan perbedaan
yang signifikan atas kinerja saham perusahaan yang diukur dengan EPS.
24
Ichsanuddin (2009) melakukan penelitian mengenai pemecahan saham ditinjau
dari kinerja saham dan harga saham dimana price earnings ratio (PER)
merupakan salah satu variabel penelitian yang digunakan sebagai proksi dari
kinerja saham perusahaan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan price earnings ratio (PER) antara perusahaan yang
melakukan pemecahan saham dengan perusahaan yang tidak melakukan
pemecahan saham.
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis ketiga dirumuskan sebagai berikut:
Ha3: Ada perbedaan price earnings ratio (PER) sebelum dan sesudah peristiwa
stock split.
Download