1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sudah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sudah menjadi pandangan umum bahwa saat ini masyarakat telah
memasuki era masyarakat informasi. Istilah masyarakat informasi merujuk pada
informasi menjadi bagian yang penting dan tidak terpisahkan dalam kehidupan
manusia kontemporer. Tercapainya masyarakat informasi didorong oleh revolusi
di bidang teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi (selanjutnya
disingkat TIK), yang mentransformasikan masyarakat dunia memasuki era
informasi. Pada era ini, informasi menjadi komoditas yang sesuatu penting dan
strategis, serta semakin luas memasuki berbagai sisi dalam kehidupan masyarakat.
Tantangan terbesar dalam membangun masyarakat informasi adalah pemerataan
akses masyarakat terhadap informasi. Pada kenyataannya, terdapat kesenjangan
yang signifikan antara ekspektasi dan realitas yang terjadi di masyarakat.
Masyarakat yang berada di wilayah terpencil atau pedesaan kurang memiliki
akses terhadap informasi (information poor).
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, masyarakat di Kabupaten
Wakatobi tentunya tidak dapat terlepas dari pengaruh perkembangan informasi.
Kabupaten Wakatobi bisa dibilang merupakan kabupaten baru, yang dimekarkan
dari kabupaten induk yaitu Kabupaten Buton pada tahun 2004. Sebagai sebuah
daerah otonom baru, pembangunan di berbagai bidang sedang digalakkan.
1
Perkembangan yang paling terasa adalah infrastruktur dan pengembangan
pariwisata. Seperti pengembangan infrastruktur transportasi seperti bandara udara,
dermaga, dan jalan. Sarana prasarana lain seperti pendidikan, kesehatan, air
bersih, dan pasar terus membaik tiap tahunnya. Pada sektor pariwisata, Kabupaten
Wakatobi merupakan salah satu destinasi wisata laut, terutama wisata bawah laut,
yang terkenal di Indonesia. Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu dari
sedikit kabupaten/kota pemekaran yang berhasil berkembang dengan baik setelah
berpisah dari kabupaten induk.
Luas wilayah Kabupaten Wakatobi adalah sekitar 19.200 km², terdiri dari
daratan seluas ± 823 km² atau hanya sebesar 3,00 persen dan luas perairan
(laut) ± 18.377 km2 atau sebesar 97,00 persen dari luas Kabupaten Wakatobi.
Atas dasar kondisi tersebut, maka potensi sektor perikanan dan kelautan serta
sektor pariwisata berbasis wisata laut/bahari menjadi sektor andalan daerah
Kabupaten Wakatobi.1
Sebagai salah satu destinasi pariwisata laut yang terkenal di Indonesia,
banyak sektor yang turut berpengaruh dalam pengembangan industri pariwisata di
Kabupaten Wakatobi. Salah satu sektor penunjang sektor pariwisata ini adalah
TIK. Karena TIK telah menjadi instrumen penting dalam kehidupan masyarakat
modern seperti halnya air, listrik, atau jalan sehingga diperlukan upaya untuk
1
RPJMD Kabupaten Wakatobi 2012-2016
2
pemerataan akses dan penggunaannya oleh masyarakat sehingga mempermudah
terbentuknya masyarakat informasi di Kabupaten Wakatobi.
Teknologi informasi dan komunikasi merupakan salah satu faktor yang
dapat mengubah tatanan sosial masyarakat dengan pemanfaaatan di berbagai
bidang seperti ekonomi, pemerintahan, sosial, politik, dan budaya. TIK
merupakan hasil dari konvergensi sejumlah teknologi, yang memungkinkan
terjadinya komunikasi sehingga dapat membuat faktor jarak dan waktu menjadi
tidak berarti lagi. Melalui TIK sebagai katalisatornya, informasi dapat mengalir
dari satu tempat ke tempat yang lain dengan sangat cepat dan dapat dimanfaatkan
untuk konsolidasi, koordinasi, dan kolaborasi. Informasi merupakan salah satu
sumber daya penting sehingga harus dikelola dengan baik untuk tujuan-tujuan
tertentu yang menguntungkan.
Sebagai kabupaten yang berbentuk kepulauan, Kabupaten Wakatobi
tentunya membutuhkan infrastuktur TIK
dan kapasitas masyarakat untuk
menciptakan interkoneksivitas antar pulau, antar daerah, antar masyarakat,
ataupun antar instansi. Dengan kondisi wilayah yang seperti itu maka tantangan
pemerataan informasi di Kabupaten Wakatobi berbeda dengan sebagian besar
wilayah lain di Indonesia. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh jika
masyarakat dapat mengakses informasi dengan menggunakan TIK sehingga
merupakan sebuah permasalahan jika banyak masyarakat yang tidak tersentuh
oleh TIK baik itu diakibatkan oleh tingkat sosial ekonomi maupun karena
3
ketiadaan akses dan penggunaannya (Mason dan Hacker: 2003). Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
akses masyarakat terhadap informasi melalui teknologi informasi dan komunikasi
di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2012.
2. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah bagaimana kesiapan infrastruktur dan akses masyarakat terhadap informasi
melalui teknologi informasi dan komunikasi di Kabupaten Wakatobi pada tahun
2012?
3. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan kesiapan
infrastruktur dan faktor-faktor yang mempengaruhi akses masyarakat terhadap
informasi melalui teknologi informasi dan komunikasi di Kabupaten Wakatobi
pada tahun 2012.
4. MANFAAT PENELITIAN
1.1 Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap
perkembangan studi Ilmu Komunikasi pada umumnya dan mampu
memperluas pengetahuan yang berhubungan dengan akses informasi melalui
TIK khususnya pada wilayah kepulauan.
4
1.2 Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan kepada
institusi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dan pemerintah daerah
Kabupaten Wakatobi mengenai akses informasi pada masyarakat di wilayah
kepulauan khususnya di Kabupaten Waktobi.
5. LOKASI PENELITIAN
Wakatobi merupakan akronim dari empat pulau terbesar yaitu Wangiwangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Di Kabupaten Wakatobi terdapat
pembagian wilayah yaitu Wakatobi I yaitu Wangi-wangi dimana ibukota
Kabupaten Wakatobi berada dan Wakatobi II yaitu Kaledupa, Tomia, dan
Binongko. Penelitian ini hanya akan difokuskan pada masyarakat yang ada di
Wakatobi I karena di Wakatobi II infrastruktur TIKnya masih sangat minim
sehingga permasalahan utama di Wakatobi II sudah jelas yaitu infrastruktur.
6. OBYEK PENELITIAN
Obyek dalam penelitian ini adalah akses informasi pada masyarakat di
Kabupaten Wakatobi yang dilihat dari dua sisi yaitu teknologi dan masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud disini adalah masyarakat yang bermukim di
Kabupaten Wakatobi I terutama stakeholder TIK antara lain pemerintah, swasta,
dan komunitas/praktisi TIK.
5
7. KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka penelitian ini dibagi atas tiga bagian yaitu akses informasi,
masyarakat informasi, dan teknologi informasi dan komunikasi. Ketiga hal ini
saling terkait dengan asumsi bahwa informasi merupakan hak asasi masyarakat
sehingga harus ada pemerataan akses untuk segala lapisan masyarakat, termasuk
masyarakat yang berada di wilayah yang relatif terpencil sehingga tercapai tujuan
untuk menciptakan masyarakat informasi. Untuk memudahkan aliran informasi
ini ke masyarakat dibutuhkan alat sebagai katalisatornya. Alat ini adalah
teknologi informasi dan komunikasi. Adapun penjelasan mengenai kerangka
pemikiran yang digunakan adalah sebagai berikut:
7.1 Akses Informasi
Futurolog dari Amerika Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave
membagi tiga jenis masyarakat yang diistilahkan dengan gelombang (wave).
Gelombang yang pertama adalah masyarakat agraris yang mengembangkan
kultur bercocok tanam menggantikan masyarakat nomaden yang pola
hidupnya berpindah-pindah dan cara hidupnya dengan berburu dan meramu
makanan. Gelombang kedua adalah masyarakat industri (industrial age
society) dengan ciri utama adalah adanya keluarga inti (nuclear family),
sistem pendidikan massal yang seragam, dan ada perusahaan/industri yang
menggerakkan sektor perekonomian masyarakat. Sedangkan gelombang
ketiga adalah post-industrial society dengan karakteristiknya teknologi
6
memegang peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Salah satu
teknologi yang berkembang pesat dan mempengaruhi cara masyarakat
berkomunikasi adalah teknologi informasi dan komunikasi. Toffler menyebut
bahwa masyarakat post-industrial sebagai masyarakat yang hidup dalam era
informasi dimana penguasaan dan distribusi informasi menjadi sangat
penting.
Informasi merupakan salah satu motor penggerak utama dalam
masyarakat modern. Selama beberapa dekade terakhir penggunaan istilah
informasi pada berbagai bidang kehidupan menjadi hal yang biasa. Ada
asumsi yang mengatakan bahwa informasi tidak memiliki nilai yang melekat
(Dilli:1997).
Informasi
menjadi
bernilai
ketika
dapat
diakses
dan
dimanfaatkan sehingga hal ini tergantung pada akses terhadap informasi. Jika
penyebaran informasi ini tidak merata maka kemudian akan terjadi
kesenjangan informasi. Pada satu sisi ada masyarakat yang menguasai
informasi (information rich) lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat
yang kekurangan informasi (information poor). Perbedaan kepemilikan
informasi ini disebut kesenjangan informasi oleh masyarakat baik pada
tingkat makro (negara atau masyarakat), maupun pada tingkat mikro
(individu). Dalam kajian komunikasi, menurut Ratnasari (2004), kesenjangan
informasi ini disebut kesenjangan pengetahuan (knowledge gap) yang
merujuk pada kesenjangan pengetahuan pada tingkat mikro dan ada juga yang
7
menyebut
kesenjangan
ini
sebagai
information
imbalance
yaitu
ketidakseimbangan informasi merujuk pada tingkat yang lebih makro.
Padahal informasi merupakan salah satu sumber daya (resource)
apabila dilihat secara ekonomis. Hal ini dikemukakan oleh Severin dan
Tankard (1997)
Information is a resource. It has value, and it lets people do things that
they could not do otherwise. An old aphorism states that knowledge is
power, and this mean simply that knowledge gives people the
capability to do things, to take advantage of opportunities.
Selain itu, informasi merupakan salah satu hak asasi manusia yang
dilingdungi oleh konstitusi sesuai dengan Pasal 28F UUD 1945 yang
menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.”
Salah satu medium dalam memudahkan aliran informasi dan
menawarkan kesempatan pada masyarakat yang terpinggirkan untuk
mendapatkan akses yang sama terhadap informasi adalah TIK dan menjadi
salah satu faktor utama pendorong tercapainya masyarakat informasi. Lebih
lanjut Severin dan Tankard (1988) berpendapat, secara teoritis teknologi baru
dapat digunakan untuk kebaikan masyarakat. Sayangnya, banyak dari
teknologi baru ini harganya mahal dan karena biaya, teknologi ini hanya
8
mampu diakses oleh masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke
atas.
Terminologi akses terkait dengan TIK telah mengalami perluasan. Jika
sebelumnya makna akses utamanya merujuk pada akses fisik pada
infrastruktur TIK, sistem, dan alat (devices) maka saat ini makna akses telah
mengalami perluasan pada akses terhadap informasi seperti yang dimaksud
pada terminologi masyarakat informasi yaitu meliputi masyarakat, layanan,
dan teknologi. Seperti yang dikemukakan oleh William (2004).
Rethinking access in the way proposed here opens a broader
understanding of the term ‘access’ in relation to ICTs than the
traditional definition that referred primarily to physical access to ICT
infrastructures, systems, and devices. It also widens the object of that
access from information, as implied by the term ‘information society’,
to include people, services, and technologies.
Relasi antara informasi dan teknologi tidaklah sesuatu yang baru.
Dalam sejarahnya, teknologi informasi memainkan peran penting dalam setiap
bidang dan transformasi sosial seperti penemuan mesin cetak hingga
teknologi digital seperti saat ini. Perkembangan inovasi TIK yang sangat pesat
menyebabkan akses terhadap informasi menjadi lebih cepat dan menawarkan
banyak pilihan media untuk mengaksesnya. Informasi menjadi sesuatu hal
yang esensial dalam membangun manusia dan modal sosial. Melalui TIK,
masyarakat dapat memilih sendiri sumber berita, informasi, dan hiburan serta
aktivitas lain yang penting dalam mengembangkan kualitas hidupnya. Namun
9
perbedaan perbedaan akses informasi dengan menggunakan TIK dapat
menyebabkan kesenangan digital.
7.2 Masyarakat Informasi
Terminologi masyarakat informasi menjadi sebuah istilah yang
populer. Terminologi ini menggambarkan sebuah struktur sosial baru yang
dibentuk oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi
ini memiliki bentuk yang berbeda dengan
sebelumnya
yaitu
kemampuannya
dalam
teknologi komunikasi massa
mengakses,
menyimpan,
memproses, dan mendistribusikan informasi.
Istilah masyarakat informasi yang saat ini telah umum dipergunakan.
Menurut Karvalics (2007) awalnya diperkenalkan oleh ilmuwan ilmu sosial
dari Jepang pada awal tahun 1960-an. Istilah masyarakat informasi merujuk
pada informasi telah menjadi bagian yang penting dan tidak terpisahkan
dalam kehidupan manusia kontemporer. Tercapainya masyarakat informasi
didorong oleh revolusi di bidang teknologi khususnya teknologi informasi dan
komunikasi (TIK), yang mentransformasikan masyarakat dunia memasuki era
yang kita kenal dengan era informasi. Pada era ini, informasi menjadi
komoditas yang penting dan strategis, serta semakin luas memasuki berbagai
sisi dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan TIK ini sekaligus
merupakan pertanda masuknya manusia ke dalam era revolusi informasi.
Pertukaran informasi ini dilakukan melalui infrastruktur TIK sehingga akses
10
merupakan hal yang mendasar bagi pembangunan masyarakat informasi
William (2004).
Dari banyak definisi yang telah buat oleh para ahli, Webster (2006)
mengklasifikasikan karakteristik masyarakat informasi dapat dilihat dari lima
indikator yaitu teknologi, ekonomi, pekerjaan, spasial, dan kultural. Definisi
ini tidak eksklusif dan seringkali tumpang tindih dengan satu sama lain.
Selain lima faktor yang mendefinisikan masyarakat informasi menurut
Webster, konsep masyarakat informasi yang sering juga digunakan adalah
yang dikemukakan oleh World Summit of Information Society (WSIS) yang
diadakan di Jenewa dan Tunisia tahun 2003 dan 2005. WSIS merupakan
agenda yang dibuat oleh PBB yang tujuannya menciptakan masyarakat
informasi dunia. Pertemuan WSIS menghasilkan beberapa dokumen yang
menjadi pijakan negara-negara di dunia untuk mencapai masyarakat
informasi, antara lain Declaration of Principles, Plan of Action, dan Agenda
for the Information Society. Definisi masyarakat informasi menurut WSIS
tidak didefinisikan secara khusus, namun definisi yang paling mendekati ada
pada paragraf pertama Declaration of Principles (2003) yaitu:
“We the representatives of the people of the world…declare our
common desire and commitment to build a people-centred, inclusive
and development-oriented Information Society, where everyone can
create, access, utilize and share information and knowledge, enabling
individuals, communities and peoples to achieve their full potential in
promoting their sustainable development and improving their quality
of life…”
11
Dari definisi diatas, yang dimaksud masyarakat informasi adalah
masyarakat
yang mampu
membuat,
mengakses,
menggunakan,
dan
menyebarkan informasi dan pengetahuan yang dapat membuat individu,
masyarakat, dan penduduk untuk mencapai potensinya dalam perkembangan
dan meningkatkan kualitas hidup.
Dari beberapa definisi masyarakat informasi yang telah diuraikan, ada
tiga pilar utama yang menjadi pendorong tercapainya masyarakat informasi
yaitu dinamika informasi dan komunikasi, perkembangan dalam teknologi
informasi (komputer), dan perkembangan dalam teknologi komunikasi. Dua
pilar terakhir, lebih dikenal dengan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK). Peran dari ketiga pilar tersebut menghasilkan produk-produk informasi
baik secara kuantitas maupun kualitas yang dapat dinikmati oleh masyarakat.
TIK dan konektivitas merupakan salah satu pilar dalam pembentukan
masyarakat informasi. (Britz et al, 2006).
7.3 Teknologi Informasi dan Komunikasi
Perkembangan media sangat pesat memasuki sendi-sendi kehidupan
manusia. Tidak banyak yang menyangka jika media akan berkembang dan
mempunyai pengaruh yang sangat kuat seperti saat ini. Salah satu yang telah
memprediksi perkembangan media adalah McLuhan dengan konsep desa
global -global village- pada awal tahun 1960-an melalui bukunya
Understanding Media: Extension of A Man. Konsep ini berangkat dari
12
pemikiran McLuhan bahwa suatu saat nanti informasi akan sangat terbuka dan
dapat diakses oleh semua orang. Kini, di abad 21 konsep ini terbukti
kebenarannya. Tidak ada lagi batasan ruang dan waktu, sekat antar negara
menjadi kabur. Peristiwa di bumi bagian utara dapat langsung diketahui oleh
masyarakat belahan bumi bagian selatan. Hal ini tentu tidak serta merta
terjadi, ada evolusi disana bahkan ada revolusi perkembangan media baik itu
melalui discovery ataupun invensi yang didukung oleh teknologi.
Menurut Preston (2001), terminologi TIK mulai digunakan pada
pertengahan tahun 1980-an setelah sebelumnya istilah yang sering digunakan
adalah teknologi informasi (TI) merujuk pada aspek teknologinya dan ketika
terminologinya berubah menjadi TIK, ada aspek komunikasi yang juga
menjadi perhatian. Sulit memberikan definisi pasti mengenai TIK, namun
umumnya TIK merujuk pada komputer, internet, dan teknologi wireless
(Dewan dan Riggins: 2005).
TIK merupakan akronim dari teknologi informasi dan komunikasi
yang terdiri dari aspek yaitu teknologi, informasi, dan komunikasi yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam bahasa Lim (2003) tripartite. Aspek
teknologi terdiri dari infrastruktur, jaringan, dan konektivitas. Sedangkan
aspek informasi dan komunikasi terkait dengan manusia (human factor).
Selama ini fokus TIK lebih kepada aspek teknologi sedangkan aspek
informasi dan komunikasi kurang mendapat perhatian. Padahal aspek manusia
13
merupakan hal terpenting dalam TIK karena kehadiran teknologi tidak akan
ada artinya jika tanpa adanya kapasitas manusia dalam menggunakannya.
Hubungan sinergis TIK digambarkan oleh Lim (2003) seperti dibawah ini.
Gambar 1.1
Dinamika TIK
Sumber: Lim (2003)
Sebagai sebuah teknologi yang bisa dibilang baru, difusi TIK belum
sepenuhnya menyebar dengan merata pada semua level masyarakat maupun
secara geografis sehingga mempengaruhi proses adopsi TIK oleh masyarakat.
Hal ini sejalan dengan konsep adopsi teknologi yang dikemukakan oleh
Dewan dan Riggins (2005) terdiri dari ICT innovation, ICT access, dan ICT
use. TIK dilihat sebagai sebuah inovasi baru sehingga ada proses yang harus
dilewati sebelum diadopsi oleh masyarakat. ICT Access merujuk pada akses
terhadap infrastuktur TIK yaitu pada kepemilikan, ketersediaan, dan
14
keterjangkauan terhadap TIK setelah itu ada ICT Use yang terkait dengan
pemanfaatan TIK dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, Molnar (2003) mengemukakan ada tiga fase dari
difusi inovasi yang terkait dengan penggunaan TIK oleh masyarakat yaitu
early adaptation, take off, dan saturation. Pada fase take-off, sebagian kecil
dari para pengadopsi awal menggunakan TIK. Pertumbuhan angka pengguna
agak rendah dikarenakan beberapa hal antara lain harga tinggi, ketidakamanan
tentang fungsi dan standar serta kurangnya informasi mengenai TIK itu
sendiri pada masyarakat. Setelah harga menjadi lebih murah dan isu mengenai
ketidakamanan menghilang, pengguna TIK akan semakin terus bertambah.
Setelah mencapai titik jenuh, hanya sekelompok kecil masyarakat yang tidak
mau/bisa menggunakan TIK ini.
Perbedaan akses terhadap TIK menimbulkan kesenjangan digital.
Terminologi ini bukan hanya terbatas pada akses terhadap infrastruktur fisik
namun juga infrastruktur sosial yang mendukung TIK. Helbig (2009)
mengemukakan ada tiga level faktor yang menyebabkan kesenjangan digital.
Level pertama adalah pendekatan akses terhadap teknologi, yang
terkait dengan paradigma determinisme teknologi. Kesenjangan digital,
sebagaimana halnya kesenjangan teknologi yang lain tidak memiliki makna
khusus secara etis atau politis. Berdasarkan asumsi ini, faktor penting pada
level ini adalah ketersediaan terhadap infrastruktur dan investasi pada
15
infrastruktur, sehingga ketika setiap individu memiliki akses terhadap TIK
maka kesenjangan digital akan mengecil (a greater level of ICT infrastructure
would lead to a greater diffusion rate and reduce the digital gap).
Level selanjutnya adalah pendekatan multi-dimensional. Helbig (2009)
mengemukakan bahwa ada banyak pembagian kesenjangan (dichotomous
divides atau multiple dimensions) tidak hanya terkait dengan memiliki akses
atau tidak. Dimensi ini terdiri dari 1). Pendapatan/status sosial ekonomi/GDP
per kapita : individu atau negara yang kondisi sosial ekonominya baik akan
mereduksi kesenjangan digital yang terjadi. 2). Skill dan pengalaman :
kurangnya
keterampilan
dan
pengalaman
menggunakan
TIK
akan
memperlebar kesenjangan digital. 3). Geografis/lokasi kota-desa dan
kepadatan penduduk : masyarakat perkotaan akan lebih mudah dan lebih
murah dalam mengambil manfaat akses terhadap infrastruktur TIK karena
biaya adopsi akan berkurang (urban populations may benefit from easier and
cheaper access to ICT infrastructure because adoption costs will decrease
with population size and density increase). 4). Pendidikan/literasi : individu
dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih mudah dalam
mengadopsi dan menggunakan TIK dibanding individu dengan tingkat
pendidikan lebih rendah. 5). Struktur keluarga : penggunaan TIK oleh anakanak di rumah tangga akan meningkatkan kemungkinan penggunaan TIK
diantara anggota keluarga lainnya. 6). Usia : orang yang berusia tua cenderung
menunjukkan keengganan dalam mengadopsi teknologi baru dibandingkan
16
dengan remaja. 7). Biaya/harga akses : biaya akses terhadap TIK yang lebih
murah akan meningkatkan kemungkinan untuk akses dan penggunaan TIK.
8). Pekerjaan : pekerja profesional, ilmuwan, atau pekerja teknis lebih
mungkin untuk mengakses dan menggunaan TIK dibandingkan dengan
pekerjaan lain. 9). Status perkawinan : status perkawinan juga memiliki efek
yang sangat signifikan terhadap mendapatkan akses ke TIK.
Level
terakhir
adalah
pendekatan
multi-perspektif
dengan
mempertimbangkan kesenjangan digital melalui berbagai faktor antara lain:
1). Institusi, struktur dan tipe pemerintahan : kebijakan publik dan regulasi
memainkan peran yang penting dalam mempromosikan atau menghambat
difusi TIK. 2). Ras : ras mayoritas dalam suatu negara/wilayah tertentu lebih
memungkinkan dalam mengakses TIK. 3). Etnis : adopsi dan penggunaan TIK
bervariasi menurut etnis. Seperti tingkat adopsi dan penggunaan TIK di
kalangan masyarakat berkulit putih lebih tinggi dibandingkan Asia, Afrika,
atau Hispanik. 4). Jenis kelamin (laki-laki) : laki-laki lebih mungkin dalam
mengakses TIK dibandingan dengan perempuan. 5). Kultur : orang dengan
budaya yang berbeda kemungkinan memiliki persepsi yang berbeda terhadap
TIK sehingga akan berpengaruh pada tingkat adopsi TIK. 6). Bahasa
(Inggris): bahasa Inggris dapat memprediksi kesenjangan digital khususnya
untuk internet. 7). Faktor psikologis : sikap kepercayaan terhadap TIK akan
berpengaruh pada kesenjangan digital. 8). Direct network effect : jumlah
pengguna TIK (di negara tertentu) pada tahun sebelumnya adalah faktor
17
utama jumlah pengguna TIK pada tahun berjalan. 9). Konten : Konten yang
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pengguna akan mengurangi
kesenjangan digital 10). Speed and quality of service : kualitas pelayanan
yang tinggi dan koneksi internet yang cepat akan mengurangi kesenjangan
digital
Ketiga level faktor kesenjangan digital diatas kemudian diringkas oleh
Srinuan dan Bohlin (2011) menjadi enam faktor utama penyebab kesenjangan
akses informasi dengan menggunakan TIK yaitu infrastruktur, status sosial
ekonomi, pengetahuan dan skill (keterampilan), faktor psikologis dan kultur,
kualitas layanan TIK, struktur institusional dan tipe pemerintahan.
8. KONSEP PENELITIAN
Pada bagian ini akan dijelaskan konsep-konsep yang akan digunakan
dalam obyek penelitian. Konsep-konsep ini akan menggambarkan faktor-faktor
yang mempengaruhi akses informasi masyarakat Kabupaten Wakatobi dengan
menggunakan TIK. Adapun konsep penelitian ini sebagai berikut:
No
1
Unit Analisis
Teknologi
Tabel 1.1
Konsep Penelitian
Faktor
Infrastruktur
 Internet Service
Provider (penyedia jasa
internet)
 Warung Internet/Pusat
Layanan Internet
 Telekomunikasi (tetap
dan bergerak)
 Internet Public Access
(kantor, wifi,
Keterangan
Ketersediaan infrastruktur
mempengaruhi adopsi dan
penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi
18
RTRWnet)
Layanan
Status Sosial Ekonomi
2
Masyarakat
Tingkat Pendidikan
Faktor Psikologis
Kualitas pelayanan yang baik
dan koneksi internet yang cepat
memberikan kemudahan dalam
mengakses informasi
Status sosial masyarakat
mempengaruhi dalam
menggunakan dan mengakses
informasi melalui TIK
Tingkat pendidikan masyarakat
mempengaruhi dalam
menggunakan dan mengakses
informasi melalui TIK
Faktor psikologis berpengaruh
pada sikap dan motivasi
masyarakat dalam adopsi TIK
dan akses informasi melalui TIK
9. METODOLOGI
Berikut pemaparan lebih detail mengenai metodologi yang digunakan
dalam penelitian ini.
9.1 Jenis Penelitian
Penelitian
ini
adalah
penelitian
deskriptif,
yaitu
bertujuan
menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau
kelompok tertentu atau untuk menemukan frekuensi atau penyebaran suatu
gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala
lain dalam masyarakat (Koentjaraningrat: 1985) Pada penelitian ini, peneliti
akan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi akses informasi
melalui TIK pada masyarakat di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2012.
19
9.2 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan yang
digunakan adalah studi kasus. Studi kasus merupakan strategi yang cocok
apabila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how dan why,
bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwaperistiwa yang akan diselidiki, dan fokus penelitiannya terletak pada
fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2012).
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus tunggal holistik
(holistic single-case study) yaitu yang menempatkan sebuah kasus sebagai
fokus dari penelitian dalam hal ini akses informasi melalui TIK pada
masyarakat di Kabupaten Wakatobi.
Studi kasus digunakan dalam penelitian ini untuk memahami akses
informasi di Kabupaten Wakatobi karena kondisi geografis yang relatif
berbeda dengan sebagian besar wilayah Indonesia. Sebagai kabupaten yang
berbentuk kepulauan tentunya tantangan akses terhadap informasi dengan
menggunakan TIK tentunya berbeda dengan wilayah yang mayoritas
berbentuk daratan. Apalagi Kabupaten Wakatobi relatif jauh dari ibukota
Provinsi Sulawesi Tenggara dan merupakan kabupaten yang relatif baru
terbentuk dari proses pemekaran wilayah. sehingga kemudian dapat
20
menggambarkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
akses
informasi
masyarakat Kabupaten Wakatobi melalui TIK
9.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam studi kasus, ada enam sumber bukti yang dapat dijadikan fokus
untuk pengumpulan data yaitu dokumentasi, rekaman arsip, wawancara,
observasi langsung, observasi pemeran serta, dan perangkat fisik (Yin: 2012).
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
9.3.1 Wawancara, adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait yang
dianggap mengerti mengenai permasalahan yang diteliti. Teknik
wawancara semi terstruktur digunakan karena mampu menggali data
secara mendalam tetapi tetap terkendali sesuai dengan tujuan
wawancara. Adapun informan penelitian ini diwakili dari pihak
pemerintah, swasta/pengusaha TIK, komunitas/praktisi TIK serta
beberapa dari masyarakat umum.
9.3.2 Observasi langsung, yaitu teknik pengumpulan data dengan
pengamatan langsung terhadap sejumlah acuan yang berkenaan
dengan topik penelitian. Penulis akan melakukan observasi langsung
dengan melihat infrastruktur TIK yang tersedia untuk umum baik gratis
maupun berbayar seperti media center, warnet, wifi, laboratorium TIK
dll. Selain itu penulis juga melihat kondisi sosial, ekonomi, serta budaya
21
masyarakat di Kabupaten Wakatobi. Dengan melakukan observasi
penulis memiliki kesempatan untuk melakukan pendekatan dengan
berbagai informan yang diperlukan dalam penelitian ini.
9.3.3 Dokumentasi yaitu dengan mengumpulkan sejumlah fakta dan data
yang berbentuk dokumentasi. Dokumentasi yang akan dikumpulkan
dalam penelitian ini antara lain peraturan menteri terkait upaya dalam
pemerataan akses terhadap informasi, buku putih TIK, hasil akhir
program ICT Pura, data statistik Kabupaten Wakatobi, RPJMD
Kabupaten Wakatobi dll.
9.4 Informan Penelitian
Informan penelitian ini adalah individu-individu yang mengetahui
permasalahan terkait dengan kesiapan infrastruktur TIK dan akses informasi
di Kabupaten Wakatobi. Informan ini dipilih dengan menggukan metode
sampel pusposif dan diusahakan mewakili berbagai stakeholder. Adapun
informan dalam penelitian dipilih dengan kriteria berikut ini:
9.4.1
Unsur Pemerintah: melalui wawancara dengan unsur pemerintah ini
diharapkan akan mendapat
gambaran bagaimana ketersediaan
infrastuktur TIK dan kesiapan masyarakat dalam memanaatkan TIK
tersebut. Selain itu, untuk melihat upaya pemerintah dalam
pengembangan TIK di Kabupaten Wakatobi
22
9.4.2
Unsur Swasta/Pengusaha Bidang TIK/Operator Telekomunikasi:
melalui wawancara dengan pengusaha TIK ini diharapkan dapat
memberikan gambaran bagaimana prospek bisnis TIK dan kendala
yang dihadapi dalam pengembangan bisnisnya.
9.4.3
Unsur Praktisi TIK: melalui wawancara dengan unsur praktisi TIK ini
diharapkan dapat memperoleh gambaran bagaimana peran pemerintah
dan peran swasta dalam pengembangan TIK serta gambaran kesiapan
masyarakat dalam mengadopsi TIK.
9.4.4
Unsur masyarakat umum sehingga mendapat gambaran bagaimana
tanggapan masyarakat terhadap TIK dan kendala yang dialami dalam
mengadopsi TIK.
9.5 Teknik Analisis Data
Penelitian ini akan menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif
yaitu menjelaskan dinamika yang terjadi dalam perkembangan masyarakat
informasi di Kabupaten Wakatobi Temuan dalam penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan komponen analisis data yang dikembangkan oleh Miles
dan Huberman yang terdiri atas tiga subproses yang saling terkait, yaitu:
9.5.1
Reduksi data
Data yang didapat di lokasi penelitian selanjutnya dituangkan dalam
uraian atau laporan yang lengkap setelah direduksi dan dirangkum
yang kemudian dipilih data pokok yang sesuai dengan permasalahan
23
penelitian. Reduksi data berarti bahwa semua potensi yang dimiliki
oleh data disederhanakan dalam sebuah mekanisme.
9.5.2
Penyajian data
Data yang telah direduksi kemudian disajikan secara sistematis untuk
memudahkan penulis dalam melihat dan memahami gambaran hasil
penelitian secara keseluruhan dengan logika yang runtut sesuai dengan
alur logika penelitian ini. Penyajian data berupa ringkasan terstruktur,
deskripsi, gambar, tabel, matriks dengan teks.
9.5.3
Verifikasi (penarikan kesimpulan)
Proses ini dilakukan secara terus menerus sejak awal datang ke lokasi
penelitian, selama pengumpulan data, dan selama proses hasi
penyusunan hasil penelitian. Penarikan kesimpulan terhadap hasil
interpretasi data yang sesuai dengan rumusan masalah dari penelitian
ini (Denzin dan Lincoln: 2009).
10. LIMITASI PENELITIAN
Penelitian ini banyak menggunakan data sekunder, terutama terkait
dengan kepemilikan dan penggunaan media teknologi informasi dan komunikasi
dalam hal ini adalah komputer, handphone, dan internet. Idealnya, penelitian ini
dilakukan juga dengan survey pada masyarakat di Kabupaten Wakatobi untuk
mendapatkan gambaran yang utuh terkait dengan akses informasi namun karena
keterbatasan tenaga dan waktu sehingga hal ini tidak dapat dilakukan.
24
11. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi empat bab dan tiap
bab akan dijabarkan sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang memaparkan latar belakang masalah
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka
pemikiran dan metodologi penelitian yang digunakan.
Bab II menjelaskan mengenai gambaran umum obyek penelitian yang
berupa sejarah singkat, aspek pemerintahan, kondisi geografis, kondisi
demografis, dan kondisi sosial budaya Kabupaten Wakatobi.
Bab III memaparkan data hasil penelitian dan melakukan analisis dengan
menjawab rumusan masalah penelitian yang ada.
Bab IV merupakan penutup yang akan diisi dengan kesimpulan dari
penelitian dan saran yang dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan.
25
Download