4 0 1 2 3 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 O D waktu inkubasi (jam ke

advertisement
4
HASIL
Aktivitas enzim
(nkat/ml)
Seleksi Bakteri Selulolitik Isolat Lokal
Berdasarkan uji aktivitas enzim yang
dilakukan, aktivitas tertinggi dihasilkan oleh
isolat C 11-1 yaitu 1.755 nkat/ml pada hari ke3 inkubasi (Gambar 1). Aktivitas yang
dihasilkan oleh tiga isolat lainnya tidak lebih
dari 0.2 nkat/ml. Hasil pengujian kadar
protein menunjukkan peningkatan secara
drastis terjadi pada isolat C11-1 pada hari ke-3
pengamatan sebesar 0.295 mg/ml (Gambar 2).
Hal ini menunjukkan keunggulan isolat C11-1
dibanding tiga isolat selulolitik lainnya. Oleh
karena itu isolat C11-1 akan digunakan
sebagai starter selulolitik pada fermentasi ubi
kayu untuk menghasilkan tepung kasava
terfermentasi.
2.0
1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0
1
2
3
4
5
6
7
Waktu inkubasi (hari ke-)
Kadar protein
( mg/ml )
Gambar 1 Aktivitas harian enzim isolat C4-4
(
), C5-1 (
), C5-3 (
),
dan C11-1 (
) pada media ubi
kayu 1%
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0 1
2 3
4 5
6 7
Waktu inkubasi (hari ke-)
Gambar 2 Jumlah kadar protein isolat C4-4
(
), C5-1 (
), C5-3 (
),
dan C11-1(
) pada media ubi
kayu 1%
Isolasi Bakteri Asam Laktat (BAL)
Bakteri yang berhasil diisolasi dari air
rendaman sawi asin merupakan kelompok
bakteri asam laktat (BAL). Pertumbuhan BAL
mulai mencapai fase eksponensial pada jam
ke-30 pengamatan (Gambar 3). Oleh karena
itu inokulum BAL umur 30 jam digunakan
sebagai starter pada proses fermentasi.
3
OD
yang diuji meliputi total asam, total gula,
kadar asam sianida, derajat putih, dan
rendemen tepung. Uji homogenitas data
dilakukan menggunakan program SPSS. Uji
lanjut dengan menggunakan uji Duncan.
2
1
0
0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60
waktu inkubasi (jam ke)
Gambar 3 Kurva tumbuh bakteri asam laktat
(BAL) pada media MRS yang diinkubasi pada suhu ruang
Fermentasi ubi kayu dan pembuatan
tepung
Fermentasi ubi kayu dengan metode kultur
terendam dilakukan dalam enam perlakuan
dan dua variasi lama waktu fermentasi untuk
setiap perlakuan. Setelah fermentasi terjadi
perubahan jumlah mikroorganisme seperti
tersaji pada Tabel 2. Hasil pengujian cairan
fermentasi dan mutu tepung kasava
terfermentasi disajikan pada Tabel 3. Hasil
analisa statistik yang dilakukan terhadap
homogenitas data total gula, total asam, kadar
asam sianida (HCN), dan derajat putih
menunjukkan homogenitas yang tinggi pada
data total gula dan kadar HCN.
Pengamatan mikroskopik
Pengamatan
mikroskopik
tepung
menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi
pada perbesaran 200x. Hasil pengamatan
menunjukkan adanya pengaruh penambahan
bakteri selulolitik terhadap struktur granula
pati dan serat setelah proses fermentasi. Hasil
pengamatan
mikroskopik
menggunakan
mikroskop cahaya terpolarisasi dapat dilihat
pada Gambar 4. Pada gambar nampak struktur
selulosa yang amorf yang dapat dengan
mudah ditembus oleh cahaya (F.1)
dibandingkan fraksi selulosa pada ubi kayu
segar dan fermentasi spontan (A.1).
5
Tabel 2 Perbandingan jumlah mikroorganisme BST, BAL, dan khamir pada
cairan fermentasi sebelum dan sesudah fermentasi
Perlakuan*
A.1
B.1
C.1
D.1
E.1
F.1
A.2
B.2
C.2
D.2
E.2
F.2
Jumlah mikroorganisme
sebelum fermentasi
(cfu/ml)
BST
BAL
Khamir
1.7x103
7
2.8x10
1.7x103
3.9x1011
2.8x107
1.7x103
3.9x1011
2.8x107
1.7x103
3.9x1011
2.8x107
1.7x103
1.7x103
7
1.7x103
2.8x10
2.8x107
1.7x103
3.9x1011
3.9x1011
2.8x107
1.7x103
2.8x107
1.7x103
3.9x1011
Jumlah mikroorganisme sesudah
fermentasi (cfu/ml)
BST
2.2x1012
5.3x1011
1.3x1012
4.3x1012
5.0x1012
4.2x1012
4.7x1012
3.2x1012
1.9x1012
2.7x1012
3.6x1012
2.9 x1012
BAL
3.8x10 6
1.9x10 6
2.3x10 6
4.1x10 6
4.1x10 6
3.6x10 6
2.4x10 6
2.9x10 6
2.9x10 6
4.3x10 6
2.9x10 6
3.7x106
Khamir
6.8x10 7
2.0x10 8
9.2x10 5
2.5x10 8
4.2x10 8
6.5x10 7
8.6x10 7
2.9x10 7
1.4x10 7
2.9x10 7
6.8x10 6
2.6x106
Tabel 3 Hasil analisa cairan fermentasi dan tepung kasava terfermentasi
Analisis cairan fermentasi
Perlakuan*
A.1
B.1
C.1
D.1
E.1
F.1
A.2
B.2
C.2
D.2
E.2
F.2
Total asam
(ml NaOH
0.1N/100 ml)
26.20bc
14.00a
31.30cd
35.60de
25.70bc
21.10b
42.20e
36.00de
30.20cd
28.90cd
31.40cd
27.80bc
pH
4.33
5.53
4.14
4.37
4.53
4.76
3.97
3.98
4.24
4.33
4.46
4.74
Total
gula
(mg/ml)
28.05c
2.35a
1.50a
3.32b
2.16a
2.20a
6.04b
3.09a
2.83a
2.02a
2.86a
3.54b
Analisis mutu tepung
Derajat
putih
(%)
87.14a
83.73a
86.36a
86.05a
88.23a
84.27a
85.77a
87.32a
86.18a
86.59a
87.45a
86.82a
Kadar
HCN
(ppm)
0.38d
0.69j
0.56h
0.40e
0.20a
0.68i
0.68ij
0.37c
0.27b
0.57h
0.47f
0.53g
Kadar
air (%)
2.859
2.996
2.218
2.909
1.054
2.250
2.423
2.044
1.727
1.737
2.738
2.467
Rendemen
tepung (%)
36.05a
33.17a
33.33a
32.56a
33.21a
32.26a
36.11a
33.91a
33.72a
34.37a
32.74a
33.65a
Keterangan (*) :A.1 – F.1
: Perlakuan 24 jam
A.2 – F.2
: Perlakuan 48 jam
Kode yang sama menunjukkan rata-rata tidak berbeda nyata
Kode yang tidak sama menunjukkan rata-rata berbeda nyata
Struktur amorf
serat
Granula pati
Perlakuan A.1
Perlakuan B.1
Perlakuan F.1
Perlakuan C.1
Ubi kayu segar
Gambar 4 Penampakan mikroskopis serat dan
granula pati pada ubi kayu segar
dan tepung kasava terfermentasi
perlakuan 24 jam pada mikroskop
cahaya terpolarisasi
PEMBAHASAN
Perlakuan D.1
Perlakuan E.1
Empat bakteri selulolitik yang digunakan
pada tahap seleksi yaitu isolat lokal C4-4
(Bacillus subtilis), C5-1 (B. pumilus), C5-3
(B. cereus), dan C11-1 (B. pumilus). Aktivitas
tertinggi pada media ubi kayu 1% dihasilkan
6
oleh isolat C11-1 (Gambar 1 dan 2). Isolat
C11-1 juga memiliki aktivitas yang tinggi
pada media CMC, tongkol jagung, dan jerami
padi (Maranatha 2008). Hal ini menunjukkan
isolat C11-1 memiliki enzim selulase yang
potensial, sehingga dapat digunakan sebagai
salah satu starter pada fermentasi ubi kayu.
Selain isolat C11-1 juga digunakan bakteri
asam laktat (BAL) yang diisolasi dari
rendaman sawi asin. Sawi asin merupakan
hasil dari proses fermentasi yang berlangsung
secara spontan. Pada produk fermentasi
sayuran, mikroba yang melakukan fermentasi
adalah dari kelompok bakteri penghasil asam
laktat (Prasetya 1985). Berdasarkan kurva
pertumbuhannya, BAL memasuki fase
eksponensial pada jam ke-30 waktu inkubasi
(Gambar 3). Menurut Pelczar dan Chan
(2007) pada fase ini bakteri mengalami
pertumbuhan
yang
optimal,
sehingga
penggunaannya dalam proses fermentasi
diharapkan mampu menghasilkan produk
akhir yang diinginkan.
Hasil perhitungan jumlah mikroorganisme
dengan metode Total Plate Count (TPC)
menunjukkan seluruh mikroorganisme yang
digunakan mampu hidup dalam substrat ubi
kayu. Hal ini terlihat dari tingginya jumlah
koloni
masing-masing
mikroorganisme
setelah 24 jam dan 48 jam waktu inkubasi
dibandingkan dengan jumlah koloni awal
yang dimasukkan sebagai starter fermentasi.
Dari Tabel 2 terlihat peningkatan jumlah
mikroorganisme
terjadi
pada
bakteri
selulolitik dan khamir. Pertumbuhan bakteri
asam laktat menurun dibandingkan dua
mikroorganisme lainnya. Menurut Oyewole
(2001),
khamir
memiliki
kemampuan
amilolitik yang mampu menghasilkan enzim
amilase yang bekerja pada pati alami sehingga
pati dimanfaatkan oleh khamir untuk
pertumbuhannya. Khamir dengan kemampuan
amilolitik yang tinggi mampu memecah pati
menjadi gula sederhana yang kemudian
dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat untuk
menghasilkan asam organik (Oyewole 1989).
Keberadaan bakteri asam laktat di dalam
substrat ubi kayu akan memberikan aroma
yang khas pada tepung yang dihasilkan karena
bakteri ini menghasilkan asam laktat yang
juga mampu menjadi salah satu bahan
pengawet pada tepung.
Pada fermentasi spontan (perlakuan A.1)
terlihat jumlah mikroorganisme yang sangat
tinggi setelah waktu fermentasi. Hal ini
membuktikan
berbagai
mikroorganisme
mampu hidup di dalam substrat ubi kayu.
Bakteri selulolitik mampu memecah dinding
sel ubi kayu sehingga komponen di dalam sel
keluar. Hal ini menyebabkan tekstur ubi kayu
menjadi lebih lembut sehingga tepung kasava
yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang
lebih baik. Aktivitas selulase menyebabkan
polisakarida yang terdapat pada ubi kayu
terurai menjadi gula sederhana yang
mengakibatkan total gula pada cairan
fermentasi semakin tinggi. Total gula
merupakan jumlah keseluruhan gula oligomer
dan monomer terlarut dalam substrat. Total
gula cairan pada perlakuan spontan lebih
tinggi berbanding perlakuan lainnya. Pada
perlakuan spontan pertumbuhan mikroorganisme tidak terkendali. Mikroba ini dapat
mendegradasi substrat polimer menjadi
oligomer atau monomer sehingga menaikkan
kadar total gula. Gula-gula sederhana yang
dihasilkan dari aktivitas selulase dimanfaatkan
kembali oleh mikroorganisme yang terdapat di
dalam substrat fermentasi sebagai sumber
makanan. Hal ini dapat terlihat dari kadar total
gula yang semakin menurun dengan
pemberian mikroorganisme spesifik pada
fermentasi. Perbedaan kadar total gula pada
berbagai perlakuan disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan uji statistik yang dilakukan,
kadar total gula pada perlakuan spontan A.1
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Hasil uji homogenitas data secara statistik
untuk kadar total gula disajikan pada
Lampiran 6.
Dari hasil analisa yang ditampilkan pada
Tabel 3 terlihat kandungan asam tertinggi
diperoleh pada fermentasi spontan A.2. Nilai
ini berkorelasi positif dengan nilai pH yang
sangat rendah yaitu 3.97 yang menunjukkan
tingkat keasaman yang tinggi. Tingginya total
asam pada perlakuan A.2 dibandingkan
dengan perlakuan lainnya
disebabkan
perlakuan waktu yang lebih lama dan proses
fermentasi terjadi secara spontan sehingga
mikroorganisme yang terlibat tidak dapat
dikendalikan. Pembentukan asam terjadi pada
saat fermentasi akibat dari perubahan gulagula sederhana menjadi asam organik yang
merupakan akibat dari aktivitas mikroorganisme yang terlibat. Nilai total asam yang
paling rendah adalah pada perlakuan B.1 yaitu
fermentasi dengan penambahan khamir
selama 24 jam. Pada perlakuan ini juga
terlihat jumlah bakteri asam laktat (BAL)
yang terdapat pada akhir fermentasi lebih
sedikit berbanding perlakuan lainnya. Secara
statistik, hasil ini menunjukkan adanya
pengaruh penambahan mikroba spesifik
terhadap kadar total asam cairan pada akhir
fermentasi. Pengujian homogenitas data untuk
7
kadar total asam pada cairan dapat dilihat
pada Lampiran 6.
Mikroorganisme yang tumbuh pada
substrat ubi kayu selama fermentasi
merupakan mikroba amilolitik, sebagian
selulolitik
serta
mempunyai
aktivitas
poligalakturonase dan linamarinase (Guyot et
al, 1998). Fermentasi ubi kayu mampu
memperbaiki kualitas tepung dalam waktu
yang relatif cepat. Setelah proses fermentasi,
tepung kasava yang dihasilkan akan
mempunyai flavor, aroma, dan tekstur yang
lebih baik, serta kandungan HCN yang lebih
rendah.
Analisa mutu yang dilakukan terhadap
tepung kasava terfermentasi menunjukkan
derajat putih dengan nilai tertinggi dihasilkan
pada perlakuan E.1. Jika dilihat secara
kuantitatif, nilai ini menunjukkan hasil yang
terbaik. Namun, secara statistik nilai derajat
putih dari seluruh perlakuan tidak berbeda
nyata antara satu sama lain. Uji homogenitas
data secara statistik untuk nilai derajat putih
tepung disajikan pada Lampiran 6. Proses
fermentasi menurunkan kadar asam sianida
(HCN) pada tepung kasava. Mikroorganisme
yang digunakan mampu menghasilkan
linamarinase yang dapat menghidrolisis
linamarin (Guyot et al 1998). Linamarin
merupakan senyawa yang larut dalam air
sehingga kandungannya dalam ubi kayu akan
berkurang setelah fermentasi. Dari analisa
kadar HCN, diperoleh nilai HCN paling
rendah pada perlakuan E.1 (perlakuan 24 jam
dengan penambahan BST sebanyak 30 ml)
dengan nilai 0.20 ppm. Ubi kayu segar yang
diuji memiliki kadar HCN 1.46 ppm. Nilai
HCN tepung paling tinggi terdapat pada
perlakuan B.1 (perlakuan 24 jam dengan
penambahan khamir). Namun, secara umum
fermentasi ubi kayu mampu menurunkan
kadar HCN lebih dari 50%. Penurunan HCN
yang cukup tinggi setelah fermentasi
menunjukkan tepung kasava terfermentasi ini
aman untuk dikonsumsi. Hasil pengujian
secara statistik menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata dari setiap perlakuan (Lampiran
6).
Rendemen tepung kasava yang dihasilkan
berkisar antara 32-36%. Hal ini menunjukkan
berbagai perlakuan yang berbeda tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap
rendemen tepung. Hal ini didukung pula
dengan hasil uji statistik yang dilakukan
(Lampiran 6). Proses pengolahan setelah
fermentasi mempengaruhi rendemen yang
dihasilkan. Pada penelitian ini, pengolahan
yang dilakukan relatif sama sehingga
rendemen yang dihasilkan tidak jauh berbeda.
Pengamatan mikroskopik yang dilakukan
terhadap tepung kasava bertujuan mengetahui
efek modifikasi tepung kasava dengan cara
fermentasi terhadap struktur serat, granula,
dan
sifat
birefringence
pati.
Sifat
birefringence merupakan sifat granula pati
yang
dapat
mereflekasikan
cahaya
terpolarisasi membentuk warna biru-kuning.
Komponen
yang
menyebabkan
sifat
birefringence adalah amilopektin. Makin
rendah jumlah amilopektin maka sifat
birefringence akan semakin kuat dan
sebaliknya. Dari hasil terlihat adanya
perubahan struktur granula pati dan serat pada
seluruh
perlakuan.
Semakin
banyak
penambahan bakteri selulolitik maka struktur
serat dan pati semakin hancur. Perubahan ini
sudah terjadi pada perlakuan 24 jam. Struktur
serat yang paling hancur terlihat pada Gambar
4 perlakuan F.1 (perlakuan 24 jam dengan
penambahan BST sebanyak 50 ml). Hal ini
membuktikan penambahan bakteri selulolitik
berpengaruh terhadap perubahan struktur
serat. Pada penampakan serat dengan cahaya
terpolarisasi terdapat warna hijau kebiruan
merupakan struktur kristalin yang masih
terdapat pada serat (Shofiyanto 2008).
SIMPULAN
Bakteri seulolitik isolat lokal C11-1 (B.
pumilus) memiliki aktivitas selulolitik paling
baik pada media ubi kayu 1% yaitu sebesar
1.755 nkat/ml pada hari ke-3 inkubasi. Dari
dua belas perlakuan fermentasi, tepung kasava
terfermentasi yang paling baik dihasilkan oleh
perlakuan E.1 yaitu dengan penambahan 30
ml bakteri selulolitik. Hal ini terlihat dari
derajat putih yang dihasilkan sebesar 88.23%
dan kadar HCN yang rendah sebesar 0.20
ppm.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui sifat fisikokimia dan tingkat
keamanan
pangan
tepung
kasava
terfermentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Achi OK, Akomas NS. 2006. Comparative
assessment of fermentation techniques in
the processing of fufu, a traditional
Download