PDF (English)

advertisement
Damianus Journal of Medicine; Polimorfisme gen CYP2C8 dan pengaruhnya terhadap terapi malaria
Vol.10 No.2 Juni 2011: hal. 81–85
TINJAUAN PUSTAKA
POLIMORFISME GEN CYP2C8 DAN PENGARUHNYA TERHADAP TERAPI MALARIA
Alyya Siddiqa
ABSTRACT
The problems of malaria in Indonesia are drug resistance and therapeutic
failure. One factor that might cause the therapeutic failure is insufficient or
poor biotransformation of pro-drug to its active form related to human genetic
characteristics. Since 2004, combination of artemisinin and amodiaquine has
been adopted as the first line therapy for malaria in Indonesia. Amodiaquine,
as a pro-drug, needs CYP2C8 enzyme to produce its active metabolite,
desethylamodiaquine. Polymorphism of CYP2C8 gene that codes the enzyme is assumed to be responsible for therapeutic failure because
desethylamodiaquine produced in small amount.
Pharmacology Division, Medical
Study Program, Faculty of Medicine
and Health Sciences, State Islamic
University, Syarif Hidayatullah
Jakarta.
The present studies showed that the polymorphism of CYPC28 impaired the
metabolism of amodiaquine. The concentration of its active metabolite
desethylamodiaquine, was lower though insignificantly. However, there were
no any differences in the therapeutic result compared to normal patient (without polymorphism). Other factors may contribute to malaria therapeutic failure. They are the role of other cytochrome enzyme, the activity of the parent
drug, and the role of artemisinin as the combination.
Key words: polimorfisme, gen CYP2C8, amodiaquin
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit yang sampai saat masih menjadi masalah penting di Indonesia. Walaupun angka
kematian sudah berhasil diturunkan dari 0,92% pada
tahun 2005 menjadi 0,2% pada tahun 2007,1 namun
risiko kematian masih ada pada penderita malaria.
Masalah penting yang berhubungan dengan terapi
malaria adalah resistensi obat. Di seluruh propinsi di
Indonesia, parasit Plasmodium falciparum telah
resisten terhadap klorokuin. Sedangkan di beberapa
propinsi juga telah resisten terhadap SP (SulfadoksinPirimeta-min). Sejak tahun 2004, terapi lini pertama
malaria falci-parum tanpa komplikasi adalah kombinasi
artesunat dengan amodiakuin.1
Selain resistensi obat, yang juga masih menjadi masalah adalah kegagalan terapi. Resistensi obat menurut
WHO adalah kemampuan suatu galur parasit untuk
bertahan dan atau bermultiplikasi, meskipun obat yang
diberikan dan diabsorpsi adalah dalam dosis yang sama
atau lebih tinggi dari yang direkomendasikan untuk terapetik. Sedangkan yang dimaksud dengan kegagalan
terapi yaitu tidak adanya perbaikan klinis setelah terapi
antimalaria. Faktor-faktor yang dapat menjadi pe-
nyebab kegagalan terapi adalah dosis yang tidak tepat,
ketidakpatuhan pasien terhadap dosis dan lamanya
pengobatan, kualitas obat yang buruk, interaksi obat,
dan variasi interindividu dalam farmakokinetik obat.
Variasi farmakokinetik terjadi akibat absorpsi yang
buruk, eliminasi yang cepat akibat diare dan muntah,
dan gangguan metabolisme prodrug akibat karakteristik genetik manusia.2
Amodiakuin sebagai terapi malaria falciparum lini pertama merupakan salah satu obat malaria yang dianggap
sebagai prodrug. Prodrug ini adalah suatu senyawa
yang secara farmakologi tidak aktif. Prodrug yang tidak aktif akan mengalami metabolisme terlebih dahulu
untuk membentuk metabolit aktifnya, yang akan menghasilkan efek terapeutik.3 Amodiakuin sebagai prodrug
terutama dimetabolisme oleh enzim CYP2C8 membentuk metabolit aktif utama N-desetilamodiakuin (DEAQ)
yang terkonsentrasi dalam sel darah merah.4,5 Dengan
demikian enzim CYP2C8 berperan sangat penting dalam keberhasilan terapi malaria dengan amodiakuin.
Variasi gen yang menyandi enzim CYP2C8 akan menyebabkan perubahan metabolisme amodiakuin, yang
dapat mempengaruhi keberhasilan terapi tersebut.
Dam J Med Volume 10, Nomor 2, 2011
81
DAMIANUS Journal of Medicine
KEGAGALAN TERAPI MALARIA DAN KAITANNYA
DENGAN FARMAKOGENETIK
Beberapa tahun terakhir, penelitian farmakogenetik semakin berkembang. Farmakogenetik adalah ilmu yang
mempelajari variasi respons obat yang berdasarkan kelainan genetik. Salah satu yang telah diketahui memegang peranan dan sering diteliti adalah peran faktor
genetik dalam metabolisme obat-obatan oleh enzim
sitokrom P450.6
Mutasi genetik pada berbagai subunit enzim sitokrom
P450 menyebabkan menurunnya kemampuan enzim
tersebut dalam memetabolisme obat. Pengaruh polimorfisme gen penyandi enzim sitokrom terhadap terapi
telah diteliti pada gen CYP2D6. Penelitian awal oleh
Rau et.al, 2004, menyatakan bahwa genotip CYP2D6
berhubungan dengan efek samping dan tidak adanya
respons klinis pada pasien psikiatri yang mendapat
antidepresan yang merupakan substrat enzim
CYP2D6.7
Polimorfisme adalah variasi pada sekuens DNA yang
terjadi pada frekuensi alel 1% atau lebih di populasi.
Dua tipe utama variasi sekuens yang telah dihubungkan
dengan variasi pada fenotip manusia, yaitu single nucleotide polymorphism (SNP) dan insertions/deletions
(indels). Substitusi pasangan basa tunggal yang terjadi
dengan frekuensi 1% atau lebih pada populasi disebut
sebagai SNP. Pada genom manusia ditemukan sekitar
1 SNP setiap beberapa ratus sampai ribuan pasang
basa, tergantung daerah gen.6
Polimorfisme genetik menyebabkan adanya dua subgrup dalam populasi yang mempunyai kemampuan
metabolisme yang berbeda. Subgrup yang kemampuan
metabolismenya berkurang disebut sebagai poor metabolizers atau fenotip PM. Sedangkan yang kemampuan
metabolismenya normal disebut sebagai extensive
metabolizers atau fenotip EM. Fenotip lain yang diketahui pada polimorfisme CYP2D6, adalah ultra rapid
metabolizers yang berhubungan dengan klirens yang
sangat cepat.6
POLIMORFISME GEN CYP2C8
Enzim sitokrom P450 berperan penting pada biosintesis
dan degradasi zat endogen, zat kimia dalam makanan
dan lingkungan serta obat-obatan. Enzim sitokrom akan
mempengaruhi aktivitas farmakologi obat, yaitu
dengan cara memfasilitasi proses eliminasi. Pada manusia, telah diidentifikasi 57 gen sitokrom P450, namun
hanya sedikit yang berperan dalam metabolisme obat
yaitu famili CYP1, CYP2 dan CYP3.8
82
Sitokrom P450 (CYP) 2C8 adalah anggota famili enzim
CYP2C. Anggota lainnya adalah CYP2C9, CYP2C18,
dan CYP2C19. CYP2C8 mencakup 7% dari total CYP
di hati yang memetabolisme minimal 5% dari obatobatan melalui proses fase I. mRNA CYP2C8 dapat
dideteksi di luar hepar, yaitu di ginjal, usus, kelenjar
adrenal, otak, kelenjar mamaria, ovarium, dan di
jantung. Obat-obatan yang menjadi substrat utama
CYP2C8 di antaranya adalah amiodaron, amodiakuin,
asam arakidonat, serivastatin, klorokuin, paklitaksel,
repaglinid, asam retinoid, rosiglitazon, asam tazarotenik, dan troglitazon.9
Gen CYP2C terletak di kromosom 10q24, sedangkan
gen CYP2C8 terletak di 10q24.1 dan terdiri dari sembilan ekson. CYP2C8 bersifat polimorfik dan telah diidentifikasi 10 SNP (single nucleotide polymorphism).10-12 Namun hanya CYP2C8*2, CYP2C8*3,
CYP2C8*4 dan CYP2C8*5 yang dilaporkan berbeda
dengan CYP2C8*1 dalam hal aktivitas enzim. Varian
alel yang paling sering ditemui adalah CYP2C8*2 dan
CYP2C8*3. Frekuensi alel CYP2C8*2 pada populasi
kulit hitam 18% namun sangat jarang pada orang kulit
putih. CYP2C8*3 diekspresi paling sering pada orang
kulit putih (frekuensi alel 23%), cukup jarang pada
orang kulit hitam (frekuensi alel 2%), dan tidak
ditemukan pada orang Jepang.9
Prevalensi CYP2C8*3 mencapai hampir 30% pada
populasi orang kaukasia Spanyol.13 Prevalensi nonwildtype di Ghana Utara 16,8% dan 17,9% pada penderita malaria anak di Ghana Utara. Sedangkan prevalensi CYP2C8*2 di populasi Ghana Utara mencapai
32%.14 Prevalensi CYP2C8*2 pada penderita malaria
di Zanzibar, mencapai 13,9%, sedangkan individu dengan alel homozigot 3,6%.15 Polimorfisme CYP2C8*2,
CYP2C8*3 dan CYP2C8*4 tidak ditemukan pada populasi Jepang, namun ditemukan CYP2C8*5 dengan
frekuensi alel 0,0025.16 Prevalensi varian CYP2C8 pada orang Malaysia etnis India mencapai 0,8% untuk
CYP2C8*2 dan 1,2% untuk CYP2C8*3.17 Di Papua
New Guinea tidak ditemukan polimorfisme gen
CYP2C8 baik pada populasi orang sehat maupun pada
penderita malaria.18 Sementara itu, di Propinsi Papua,
tidak ditemukan polimorfisme gen CYP2C8 pada
penderita malaria falciparum.19
CYP2C8*1 adalah sekuens gen CYP2C8 wild-type
yang pertama kali dilaporkan. CYP2C8*2 mempunyai
substitusi Ile269Phe pada ekson 5. CYP2C8*3 mempunyai substitusi Arg139Lys di ekson 3 dan
Lys399Arg di ekson 8. Sedangkan CYP2C8*4 di ekson
5 dengan substitusi Ile264Met.9
Dam J Med Volume 10, Nomor 2, 2011
Polimorfisme gen CYP2C8 dan pengaruhnya terhadap terapi malaria
Varian alel CYP2C8*2 dan CYP2C8*3 secara in vitro
menyebabkan metabolisme substrat CYP2C8
paklitaksel menurun.10 Sementara itu alel CYP2C8*3
secara in vitro menyebabkan menurunnya metabolisme
asam arakidonat menjadi metabolitnya yang aktif yaitu
epoxyeicosatrienoic acid (11,12-EET dan 14,15-EET).
Polimorfisme CYP2C8*3 tersebut mungkin bermakna
klinis dan mempunyai konsekuensi patofisiologis pada
individu dengan alel homozigot.9
Secara in vivo, perubahan metabolisme obat telah dapat
dibuktikan. Ditemukan hubungan yang kuat antara alel
CYP2C8*3 dengan menurunnya klirens R-(-)-ibuprofen.
Sementara klirens S-(+)-ibuprofen dipengaruhi oleh alel
CYP2C9*2 dan CYP2C8*3. Penelitian ini menunjukkan
bahwa polimorfisme CYP2C8 mempunyai pengaruh
yang serupa dengan CYP2C9 pada farmakokinetik
ibuprofen. Masalah yang menjadi pertanyaan dan membutuhkan penelitian lebih lanjut adalah apakah polimorfisme CYP2C8 ini dapat mempengaruhi biodisposisi
dan menimbulkan risiko efek samping.21 Selain itu pada
penelitian subyek dengan varian alel CYP2C8, genotip
CYP2C8*1/*3 berhubungan dengan menurunnya konsentrasi plasma repaglinid. Namun pada pemeriksaan
kadar gula darah tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara genotip.21
AMODIAKUIN
Amodiakuin adalah antimalaria derivat 4-aminokuinolin.
Efektivitasnya sama dengan klorokuin terhadap strain
Plasmodium falciparum yang sensitif terhadap klorokuin
dan juga efektif untuk beberapa strain yang resisten
terhadap klorokuin. Amodiakuin sekarang hanya
direkomendasikan untuk terapi malaria karena pada
observasi selama penggunaan profilaksis dilaporkan
kasus efek samping agranulositosis. Penelitianpenelitian dengan isolasi neutrofil dan limfosit menunjukkan bahwa agranulositosis yang disebabkan oleh
amodiakuin mungkin berkaitan dengan quinoneimine
reaktif. Quinoneimine reaktif dibentuk oleh amodiakuin
yang mengalami autoksidasi. Proses autoksidasi tidak
tergantung enzim sitokrom.5,22 Tidak ada laporan kasus
toksisitas yang serius selama pengggunaan amodiakuin sebagai terapi antimalaria.4,5
Pada pemberian oral, amodiakuin diabsorpsi dengan
cepat dari saluran cerna. Amodiakuin terutama di metabolisme di hepar dan dengan cepat dikonversi menjadi
metabolit aktifnya. Parent-drug yaitu amo-diakuin dapat
dideteksi di plasma dan urin sangat se-dikit. Metabolit
utama amodiakuin adalah N-desetila-modiakuin
(DEAQ), dan metabolit lainnya 2-hidroksil- DEAQ dan
N-bisdesetilamodiakuin (bis-DEAQ).4
Metabolisme hepatik amodiakuin dikatalisis terutama
oleh enzim CYP2C8.5 Pembentukan DEAQ cepat,
namun eliminasinya sangat lambat dam waktu paruh
terminal mencapai lebih dari 100 jam, atau bervariasi
dari 1 sampai 10 hari atau lebih.4,5
Amodiakuin dan DEAQ keduanya memiliki aktivitas
antimalaria. Pada banyak penelitian secara in vivo,
amodiakuin dianggap sebagai prodrug karena DEAQlah yang dalam plasma kadarnya tinggi dan bertahan
untuk waktu lama.5,18,23-25 Amodiakuin kadarnya sangat
rendah dalam plasma, bahkan Salako & Idowu,
Pussard dkk, dan Adjei dkk tidak dapat mendeteksinya.23,25,26 Area under curve (AUC) untuk DEAQ yang
lebih besar dari amodiakuin, membuktikan klirens
metabolit lebih rendah daripada parent drug. Kadar
dan aktivitas antimalaria dari dua metabolit lainnya
rendah. Hasil penelitian-penelitian tersebut, yaitu bahwa
konsentrasi DEAQ yang lebih tinggi dan waktu paruh
yang lebih panjang daripada parent drug, menyatakan
bahwa DEAQ-lah yang terutama berperan penting
sebagai antimalaria.4,18,23-25
Pada subyek sehat, DEAQ lebih terkonsentrasi dalam
sel darah merah daripada amodiakuin. Untuk rasio
konsentrasi DEAQ, sel darah merah: plasma, sekitar
3:1 pada subjek sehat dan pada penderita malaria di
Zambia dan Nigeria dan tidak berhubungan dengan
waktu (sejak awal sampai akhir penelitian).4,27
POLIMORFISME GEN CYP2C8 DAN
PENGARUHNYA TERHADAP AMODIAKUIN
Penelitian genotip 275 pasien malaria di Burkina Faso,
Afrika, diketahui frekuensi alel CYP2C8*2 adalah 0,115,
dan hanya 5 orang yang homozigot. Sedangkan frekuensi alel CYP2C8*3 hanya 0,004, dan CYP2C8*4
tidak ditemukan. Pada penelitian tersebut, berdasarkan
aktivitas CYP2C8 secara in vitro diketahui bahwa polimorfisme mempengaruhi metabolisme amodiakuin.
Pada alel CYP2C8*2, Vmax lebih rendah secara signifikan, dan Km lebih tinggi tiga kali lipat bila dibandingkan dengan wild-type. Sedangkan klirens intrinsik (Vmx/
Km), 6 kali lebih rendah dari pada wild-type. Bila
dihubungkan dengan keberhasilan terapi, 82,2 % dari
seluruh pasien tidak ditemukan parasitemia selama
28 hari follow-up. Pada pasien dengan varian heterozigot CYP2C8*2, 82 % mencapai ACPR (adequate clinical and parasitological response), dan yang homozigot,
semuanya mencapai ACPR.28 Pada ACPR, artinya
tidak ditemukan parasitemia pada hari ke-28, tanpa
memperhatikan suhu aksila, tanpa pasien sebelumnya
Dam J Med Volume 10, Nomor 2, 2011
83
DAMIANUS Journal of Medicine
memenuhi kriteria ETF (early treatment failure), atau
LCF (late clinical failure) atau LPF (late parasitological
failure), sesuai dengan kriteria WHO.2 Pada penelitian
lain pada anak di Ghana, menunjukkan bahwa kadar
DEAQ pada individu dengan alel mutan sedikit lebih
rendah daripada wildtype, namun tidak signifikan. Pada
penelitian yang sampelnya terbatas ini juga tidak
ditemukan perbedaan keberhasilan terapi atau pun efek
samping.26
Berdasarkan penelitian yang ada, beberapa pertimbangan apakah polimorfisme gen CYP2C8 dapat
mempengaruhi metabolisme amodiakuin adalah
bahwa:
a.
CYP2C8 adalah enzim utama yang memetabolisme amodiakuin, namun ada kontribusi enzim
sitokrom lainnya yaitu CYP3A4, CYP1A1 dan
CYP2B1 extrahepatik.5
b.
Baik DEAQ dan amodiakuin mempunyai efek antimalaria, bahkan secara in vitro AQ tiga kali lebih
kuat. Namun karena konsentrasi dan waktu paruh
yang lebih panjang, DEAQ dianggap sebagai
komponen yang aktif.4,18,23-25
c.
Penelitian secara in vitro terhadap aktivitas
CYP2C8, memperlihatkan bahwa polimorfisme
gen CYP2C8 mempengaruhi metabolisme amodiakuin.27 Pengukuran konsentrasi DEAQ pada individu dengan alel mutan menunjukkan penurunan,
walaupun tidak signifikan. Namun berdasarkan fenotipnya yaitu keberhasilan terapi malaria, tidak
ada perbedaan.26
d.
e.
84
Pada terapi malaria lini pertama, amodiakuin dikombinasikan dengan artesunat, derivat artemisinin. Oleh karena itu, respons terapi tentunya
akan dipengaruhi oleh artesunat. Ada perbedaan
farmakokinetik amodiakuin pada individu yang
mendapat amodiakuin saja dan yang mendapat
kombinasi amodiakuin dan artesunat. Metabolisme artesunat sendiri juga dipengaruhi oleh
polimorfisme gen enzim sitokrom.29
Amodiakuin dapat menghasilkan quinoneimine
reaktif yang dihubungkan dengan efek toksik
agranulositosis. Efek toksik agranulositosis terjadi pada orang kaukasia. Alel CYP2C8*3 lebih banyak ditemukan pada orang kaukasia. Hal inilah
yang mengimplikasikan bahwa individu dengan alel
CYP2C8*3 akan lebih berisiko mengalami efek
toksik. Sedangkan pada orang Afrika lebih banyak
ditemukan alel CYP2C8*2. Namun karena penelitian yang terbatas, individu dengan alel mutan
masih memiliki kemungkinan akan mengalami
toksisitas AQ.28
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian baik secara in vitro ataupun in
vivo, polimorfisme gen CYP2C8 dapat mempengaruhi
metabolisme beberapa obat yang menjadi substrat
enzim CYP2C8. Penelitian dengan sampel terbatas
pada alel mutan menunjukkan adanya perubahan
aktivitas enzim CYP2C8 dan adanya penurunan kadar
DEAQ, namun ternyata tidak mempengaruhi keberhasilan terapi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
hasil akhir pengobatan tersebut adalah peran enzim
sitokrom lain, amodiakuin memiliki efek antimalaria,
dan peran artemisinin. Oleh karena itu, masih perlu
penelitian lebih lanjut untuk memastikan peran polimorfisme CYP2C8 terhadap metabolisme amodiakuin
yang berhubungan dengan keberhasilan terapi malaria.
Selain itu yang masih perlu diteliti lebih lanjut adalah
bahwa pada individu dengan varian alel mutan kemungkinan mengalami toksisitas lebih besar akibat kadar
amodiakuin lebih tinggi.
Terapi malaria secara individual yang didasari oleh farmakogenetik mungkin tidak praktis untuk negaranegara endemik. Namun penelitian tetap perlu dilakukan pada suatu populasi dengan varian genetik yang
cukup besar, yang mungkin saja akan mempengaruhi
kebijakan publik.30
DAFTAR PUSTAKA
1.
Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan; 2008.
2.
World Health Organization. Guidelines for the treatment of malaria; 2011.
3.
Buxton ILO, Benet LZ. Pharmacokinetics: The dynamics of drug absorption, distribution, metabolism and
elimination. In: Brunton LL, Chabner B, Knollmann
B, editors. Goodman and Gilman's the pharmacological basis of therapeutics. New York: McGraw Hill;
2011.p. 27-8.
4.
Winstanley P, Edwards G, Orme M, Breckenridge AM.
The disposition of amodiaquine in man after oral administration. Br J Clin Pharmacol 1987; 23:1-7.
5.
Li XQ, Bjorkman A, Anderson TB, Ridderstrom M,
Masimirembwa CM. Amodiaquine clearance and its
metabolism to N-desethylamodiaquine is mediated
by CYP2C8: a new high affinity and turnover enzymespesific probe substrate. J Pharmacol Exp Ther. 2002;
300:399-407.
Dam J Med Volume 10, Nomor 2, 2011
Polimorfisme gen CYP2C8 dan pengaruhnya terhadap terapi malaria
6.
7.
Relling MV, Giacomini KM. Pharmacogenetics. In:
Brunton LL, Chabner B, Knollmann B, editors. Goodman and Gilman's the pharmacological basis of
therapeutics. New York: McGraw Hill; 2011.p.14568.
Rau T, Wohlleben G, Wuttke H, Thuerauf N,
Lunkenheimer J, Lanczik M, Eschenhagen T.
CYP2D6 genotype:impact on adverse effect and
nonresponse during treatment with antidepressants
- a pilot study. Clin Pharmacol Ther. 2004; 75:38693.
8.
Wilkinson GR. Drug metabolism and variability
among patients in drug response. N Engl J Med.
2005; 352:2211-21.
9.
Totah RA, Rettie AE. Perspectives in clinical pharmacology cytochrome P450 2C8: substrates, inhibitors, pharmacogenetics, and clinical relevance. Clin
Pharmacol Ther. 2005; 77:341-52.
10. Bahadur N, Leathart JB, Mutch E, Steimel-Crespi D,
Dunn SA, Gilissen R, et al. CYP2C8 polymorphism
in caucasians and their relationship with paclitaxel
6alpha-hydroxylase activity in human liver microsomes. Biochem Pharmacol. 2002; 64:1579-89.
11. Soyama A, Saito Y, Komamura K, Ueno K, Kamakura
S, Ozawa S, et al. Five novel single nucleotide polymorphism in the CYP2C8 gene, one of which induces a frame-shift. Drug Metabol Pharmacokin.
2002; 17:374-7.
12. Hichiya H, Tanaka-Kagawa T, Soyama A, Jinno H,
Koyano S, Katori N, et al. Functional characterization of five novel CYP2C8 variants, G171S, R186X,
R186G, K247R, and K383N, found in Japanese population. Drug Metab Dispos. 2005; 33:630-6.
13. Martinez C, Garcia-Martin E, Blanco G, Gamito FJG,
Ladero JM, Agúndez JAG. The effect of the cytochrome
P450 CYP2C8 polymorphism on the disposition of
(R)-ibuprofen enantiomer in healthy subject. Br J Clin
Pharmacol. 2004; 59:62-8.
14. Röwer S, Bienzie U, Weise A, Lambertz U, Forst T,
Otchwemah RN, Pf?tzner A, Mockenhaupt FP. Short
communication:high prevalence of the cytochrome
P4502C8*2 mutation in Northern Ghana. Trop Med
and Int Health 2005; 10:1271-3.
15. Cavaco I, Stromberg-Norklit J. Kaneko A, Msellem MI,
Dahoma M, Ribeiro VL, et al. CYP2C8 polymorphism
frequencies among malaria patients in Zanzibar. Eur
J Clin Pharmacol. 2005; 61:15-8.
16. Nakajima M, Fujiki Y, Noda K, Ohtsuka H, Ohkuni H,
Kyo S, et al. Short communication genetic polymorphism of CYP2C8 in Japanese population. Drug
Metab Dispos. 2003; 31:687-90.
17. Muthiah YD, Lee WL, Teh LK, Ong CE, Ismail R.
Genetic polymorphism of CYP2C8 in tree Malaysian
ethnics: CYP2C8*2 and CYP2C8*3 are found in Malaysian Indians. J Clin Pharm Ther. 2005; 30:1-4.
18. Hombhanje FW, Hwaihwanje I, Tsukahara T,
Saruwatari J, Nakagawa M, Osawa H, et al. The disposition of oral amodiaquine in Papua New Guinean
children with falciparum malaria. Br J Clin Pharmacol.
2004; 59:298-301.
19. Siddiqa A. The proportion of mutant alleles of CYP2C8
gene in malaria patients treated by amodiaquine in
the province of Papua. Thesis, 2006. [personal communication]
20. Garcia-Martin E, Martinez C, Tabares B, Frias J,
Agundez JAG. Interindividual variability in ibuprofen
pharmacokinetics is related to interaction of cytochrome P450 2C8 dan 2C9 amino acid polymorphisms. Clin Pharmacol Ther. 2004; 76:119-27.
21. Niemi M, Leathart JB, Neuvonen M, Backman JT, Daly
AK, Neuvonen PJ. Polymorphism in CYP2C8 is associated with reduced plasma concentrations of
repaglinid. Clin Pharmacol Ther. 2003; 74:380-7.
22. Winstanley PA, Coleman JW, Maggs JL, Breckenridge
AM, Park BK. The toxicity of amodiaquine and its principal metabolites towards mononuclear leucocytes
and granulocyte/monocyte colony forming units. Br J
Clin Pharmac. 1990; 29:479-85.
23. Salako LA, Idowu OR. Failure to detect amodiaquine
in the blood after oral administration. Br J Clin
Pharmac. 1985; 20:307-11.
24. Winstanley PA, Edwards G, Ormé ML'E, Breckenridge
AM. Effect of dose size on amodiaquine pharmacokinetics after oral administration. Eur J Clin
Pharmacol. 1987; 33:331-3.
25. Pussard E, Verdier F, Faurisson F, Scherrmann JM,
Le Bras J, Blayo MC.
Disposition of
monodesethylamodiaquine after a single oral dose
of amodiaquine and three regimens of prophylaxis
against Plasmodium falciparum malaria. Eur J Clin
Pharmacol. 1987; 33:409-14.
26. Adjei GO, Kristensen K, Goka BQ, Hoegberg LCG,
Alifrangis M, Rodrigues OP, et al. Effect of concomitant artesunate administration and cytochrome
P4502C8 polymorphisms on the pharmacokinetics
of amodiaquine in Ghanaian children with uncomplicated malaria. Antimicrobial Agents and Chemotherapy 2008; 59(12):4400-6.
27. Winstanley PA, Simooya O, Kofi-ekue JM, Walker O,
Salako LA, Edwards G, et al. The disposition of amodiaquine in Zambians and Nigerians with malaria.
Br J Clin Pharmacol 1990; 29:695-701.
28. Parikh S, Ouedraogo JB, Goldstein JA, Rosenthal
PJ, Kroetz DL. Amodiaquine metabolism is impaired
by common polymorphism in CYP2C8: Implications
for malaria treatment in Africa. American Society for
Clinical Pharmacology and Therapeutics 2007; 1-6.
29. Orrell C, Little F, Smith P, Folb P, Taylor W, Olliaro P, et
al. Pharmacokinetics and tolerability of artesunate
and amodiaquine alone and in combination in
healthy volunteers. Eur J Clin Pharmacol. 2008;
64:683-90.
30. Roederer MW, McLeod H, Juliano JJ. Can
Pharmacogenomics improve malaria drug policy?
WHO Bulletin; 2011.
Dam J Med Volume 10, Nomor 2, 2011
85
Download