UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL – 30 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEWI SRIYANI, S.Farm. 1306343454 ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JULI 2014 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL – 30 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker DEWI SRIYANI, S.Farm. 1306343454 ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JULI 2014 ii Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa Laporan PKPA ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya. Depok, 4 Juli 2014 Dewi Sriyani, S. Farm. iii Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Laporan PKPA ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Dewi Sriyani, S.Farm. NPM : 1306343454 Tanda Tangan : Tanggal : 4 Juli 2014 iv Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Nama : Dewi Sriyani, S. Farm. NPM : 1306343454 Program Studi : Apoteker Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan Periode 1 April – 30 Mei 2014 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Linda Triana Yudhorini, S.Si.,M.Si, Apt. (……………………..) Pembimbing II : Dra. Azizahwati, M.S., Apt. (……………………..) Penguji I : ……………………………… (……………………..) Penguji II : ……………………………… (……………………..) Penguji III : ……………………………… (……………………..) Ditetapkan di Tanggal : Depok : v Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 KATA PENGANTAR Assalamu‟alaikum Wr.Wb Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan penulisan laporan PKPA di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI. 2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI. 3. Ibu Dra. Etin Ratna Martiningsih, Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. 4. Ibu Linda Triana Yudhorini, M.Si., Apt. selaku tenaga pembimbing dari RSUP Fatmawati yang telah memberikan waktu, bimbingan dan arahan kepada penulis selama pelaksanaan dan penulisan laporan PKPA. 5. Dra. Azizahwati, M.S., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat kepada penulis selama pelaksanaan dan penulisan laporan PKPA. 6. Pegawai Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati yang telah banyak memberi bantuan kepada penulis dalam pelaksanaan PKPA. 7. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. 8. Kedua orang tua dan keluarga tercinta atas semua doa dan dukungannya yang tiada berbatas kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dan penyusunan laporan PKPA ini. vi Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 9. Rekan-rekan PKPA di RSUP Fatmawati yang telah banyak membantu, berbagi ilmu dan pengalaman selama pelaksanaan PKPA. 10. Seluruh sahabat dan teman Apoteker angkatan LXXVIII yang telah bekerja sama dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis selama menjalankan pendidikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi UI. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Wassalamu‟alaikum Wr.Wb Penulis 2014 vii Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya : Dewi Sriyani, S.Farm. : 1306343454 : Profesi Apoteker : Farmasi : Laporan PKPA demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan Periode 1 April – 30 Mei 2014 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan laporan PKPA saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 4 Juli 2014 Yang menyatakan (Dewi Sriyani, S.Farm.) viii Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia ABSTRAK Nama : Dewi Sriyani Program Studi : Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan Periode 1 April - 30 Mei 2014 Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Fatmawati bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui gambaran umum, struktur dan pembagian kerja di instalasi farmasi, serta peran dan tanggung jawab apoteker dalam Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi di RSUP Fatmawati. Tugas khusus yang diberikan dengan judul Pemantauan Implementasi Standar Akreditasi JCI Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO) di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang bertujuan untuk memantau implementasi standar akreditasi JCI, Standar yang Berfokus Pasien terkait pelayanan kefarmasian, yaitu Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) dan Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO). Kata Kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker, RSUP Fatmawati, Pemantauan, Implementasi, JCI, SIKP, MPO Tugas Umum : xii + 137 halaman, 27 lampiran Tugas Khusus : v + 38 halaman, 1 gambar, 6 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 11 (2004-2012) Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 (2009-2014) ix Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia ABSTRACT Name Program Title : Dewi Sriyani : Apothecary : Report of Apothecary Profession Internship at Fatmawati Centre General Hospital Cilandak South Jakarta in April 1st - May 30th 2014 Apothecary Profession Internship at Fatmawati Centre General Hospital aims to allow students to know the general description, structure and division of labor in the pharmacy, as well as the roles and responsibilities of the pharmacist in pharmacy cross role at Fatmawati Centre General Hospital. Particular report titled Monitoring Implementation of JCI Accreditation Standards of Medication Management Use (MMU) in Pharmacy Installation of Fatmawati Centre General Hospital that aims to monitor the implementation of JCI accreditation standards, Patient Focused Standards related pharmacy services, the International Patient Safety Goals (IPSG) and Medication Management Use (MMU). Keywords : Apothecary Profession Internship, Fatmawati Centre General Hospital, Monitoring, Implementation, JCI, IPSG, MMU Common Report : xii + 137 pages, 27 attachments Particular Report : v + 38 pages, 1 pictures, 6 attachments Reference of Common Report : 11 (2004-2012) Reference of Particular Report : 5 (2009-2014) x Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ii iii iv vi vii BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Tujuan ........................................................................................ 1 1 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT .......................................... 2.1 Rumah Sakit ............................................................................... 2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit .................................................. 2.3 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit............................................................................ 4 4 16 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) FATMAWATI...................................................... 3.1 RSUP Fatmawati......................................................................... 3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ............................................ 3.3 Ruang Lingkup Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ................. 3.4 Farmasi Klinis RSUP Fatmawati ............................................... 3.5 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi di RSUP Fatmawati .................................................................... 3.6 Instalasi Sanitasi dan Pertamanan (ISP) Fatmawati .................. BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................. 24 28 28 33 37 79 86 90 93 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 107 5.1 Kesimpulan ................................................................................ 107 5.2 Saran .......................................................................................... 107 DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 109 LAMPIRAN ................................................................................................... 111 xi Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23 Lampiran 24 Lampiran 25 Lampiran 26 Lampiran 27 Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati............................................................ Struktur Organisasi Instalasi RSUP Fatmawati ........................ Alur hak akses sistem informasi farmasi .................................. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi ............. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi cito ...... Alur penerimaan perbekalan farmasi........................................ Alur pendistribusian perbekalan farmasi gudang induk ke depo farmasi......................................................................... Alur pendistribusian perbekalan farmasi gudang induk ke satuan kerja .......................................................................... Alur pelayanan penanganan obat sitostatika ........................... Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral .................................................. Alur pelayanan OK elektif........................................................ Alur pengkajian resep .............................................................. Alur monitoring medication error ............................................ Peresepan dan catatan pengobatan pasien IRJ 1 ...................... Alur distribusi obat IRJ 1 ........................................................ Alur distribusi obat IRJ 2 ........................................................ Alur pelayanan pasien emergency RSUP Fatmawati ............... Alur pendistribusian perbekalan farmasi ke ruangan rawat inap ............................................................... Alur rekonsiliasi obat pasien .................................................... Alur rekonstitusi injeksi high alert ........................................... Alur Serah terima perbekalan farmasi dengan perawat ............ Daftar nilai kritis pemeriksaan laboratorium ............................ Alur pemantauan efek samping obat ........................................ Alur Pelayanan Informasi Obat ................................................ Struktur organisasi ISB............................................................. Denah Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) Sterilisasi ........... Alur retur dan pemusnahan perbekalan farmasi ....................... xii Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam bidang kesehatan, pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat, selain itu pemerintah juga bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36, 2009). Upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Upaya pemerintah dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah dengan mendirikan rumah sakit, salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati didirikan pada tahun 1953 oleh Ibu Fatmawati sebagai RS Tuberkulose Anak dan pada tahun 1984 resmi sebagai RS Rujukan Wilayah Jakarta Selatan. Pada tahun 2010 menjadi Rumah Sakit Kelas A Pendidikan yang sekaligus berhasil memenuhi standar Paripurna Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Dan pada Desember 2013, RSUP Fatmawati berhasil mempertahankan standar Paripurna KARS dan lulus sertifikasi Joint Commission International (JCI). Sebagai rumah sakit yang telah berstandar internasional, sudah semestinya RSUP Fatmawati dapat memberikan pelayanan yang optimal. Adapun pelayanan 1 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 2 yang terdapat di RSUP Fatmawati adalah pelayanan rawat jalan, klinik amarilis, klinik wijaya kusuma, klinik tumbuh kembang, rawat jalan eksekutif griya husada, hemodialisa, unit transfusi darah, rawat inap, orthopedi, rehabilitasi medi, patologi (laboratorium), diagnostik khusus, radiologi, program terapan rumatan metadon, dan pelayanan kefarmasian. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien melalui pekerjaan kefarmasiaan. Adapun pekerjaan kefarmasian antara lain pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Peraturan Pemerintah Nomor 51, 2009). Di RSUP Fatmawati, pekerjaan kefarmasiaan berada dibawah Instalasi Farmasi yang dipimpin oleh seorang apoteker. Selain apoteker, pekerjaan kefarmasian juga dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Selain itu, ada juga peran lintas farmasi, dimana apoteker dan tenaga teknis kefarmasian berperan di satuan kerja selain instalasi farmasi RSUP Fatmawati, seperti di SPI (Satuan Pengawas Intern), KFT (Komite Farmasi dan Terapi), ISB (Instalasi Sterilisasi dan Binatu), PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi), dan ULP (Unit Layanan Pengadaan). Dalam mempersiapkan apoteker yang profesional dan siap menjalankan fungsinya dalam masyarakat, maka perlu dilakukan praktek kerja di Rumah Sakit sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan serta dapat mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di rumah sakit. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 3 bekerja sama dengan RSUP Fatmawati melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di rumah sakit bagi calon Apoteker. Kegiatan ini diharapkan dapat mempersiapakan para calon apoteker agar dapat mengenal, mengerti, dan menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di rumah sakit serta menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan kefarmasiannya. 1.2 Tujuan Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut: a. Mengetahui gambaran umum RSUP Fatmawati. b. Mengetahui struktur dan pembagian kerja di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. c. Mengetahui peran dan tanggung jawab apoteker dalam Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi di RSUP Fatmawati. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Presiden Republik Indonesia, 2009a). 2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Rumah sakit bertugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna sehingga rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut (Presiden Republik Indonesia, 2009a): a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya (Presiden Republik Indonesia, 2009a). 2.1.3.1 Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus (Presiden Republik Indonesia, 2009a). 4 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 5 a. Rumah Sakit Umum Rumah Sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri dari: 1) Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain, dan 13 (tiga belas) sub spesialis. 2) Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) sub spesialis dasar. 3) Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik. 4) Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar. b. Rumah Sakit Khusus Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus terdiri atas : 1) Rumah Sakit Khusus Kelas A Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik sub spesialis sesuai kekhususan yang lengkap. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 6 2) Rumah Sakit Khusus Kelas B Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik sub spesialis sesuai kekhususan yang terbatas. 3) Rumah Sakit Khusus Kelas C Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal. 2.1.3.2 Berdasarkan Pengelolaan Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat (Presiden Republik Indonesia, 2009a). a. Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat. b. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. 2.1.4 Persyaratan Rumah Sakit Rumah sakit dapat didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau swasta. Rumah Sakit yang didirikan Pemerintah Daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit yang didirikan harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Rumah Sakit Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 7 harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan (Presiden Republik Indonesia, 2009a). a. Lokasi Rumah Sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit. b. Bangunan Persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut. Bangunan Rumah Sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Bangunan Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas ruang rawat jalan, ruang rawat inap, ruang operasi, ruang tenaga kesehatan, ruang radiologi, ruang laboratorium, ruang sterilisasi, ruang farmasi, ruang pendidikan dan pelatihan, ruang ruang kantor dan administrasi, ruang ibadah, ruang tunggu, ruang penyuluhan kesehatan masyarakat Rumah Sakit, ruang menyusui, ruang mekanik, ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan sampah, pelataran parkir yang mencukupi. c. Prasarana Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggara Rumah Sakit Prasarana Rumah Sakit meliputi: 1) Instalasi air 2) Instalasi mekanikal dan elektrikal 3) Instalasi gas medik 4) Instalasi uap 5) Instalasi pengelolaan limbah Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 8 6) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran 7) Petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat 8) Instalasi tata udara 9) Sistem informasi dan komunikasi 10) Ambulan d. Sumber daya manusia Rumah Sakit harus memilii tenaga tetap yang meliputi: 1) Tenaga medis dan penunjang medis 2) Tenaga keperawatan 3) Tenaga kefarmasian 4) Tenaga manajemen Rumah Sakit 5) Tenaga nonkesehatan Jumlah dan jenis sumber daya manusia harus sesuai dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien e. Kefarmasian Pesyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian. Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu. Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan kepada harga patokan yang ditetapkan Pemerintah. f. Peralatan Peralatan meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai. Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 9 Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang. Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus dilakukan sesuai dengan indikasi medis pasien. 2.1.5 Pelayanan Rumah Sakit Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Rumah Sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, dan ambulance, pemeliharaan sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah. 2.1.6 Kewajiban Rumah Sakit Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban (Presiden Republik Indonesia, 2009a): a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat. b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit. c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya. d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya. e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin. f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 10 g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien. h. Menyelenggarakan rekam medis. i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia. j. Melaksanakan sistem rujukan. k. Menolak keinginan pesien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan. l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien. m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien. n. Melaksanakan etika Rumah Sakit. o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana. p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional. q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya. r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws). s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas. t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. 2.1.7 Pengorganisasian Rumah Sakit Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 11 berkewarganegaraan Indonesia. Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.. Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit. 2.1.8 Akreditasi Rumah Sakit Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012 Tahun 2012, setiap Rumah Sakit baru yang telah memperoleh izin operasional dan beroperasi sekurang-kurangnya dua tahun wajib mengajukan permohonan Akreditasi. Akreditasi adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkesinambungan. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali. Rumah Sakit wajib mengikuti Akreditasi nasional. Dalam upaya meningkatkan daya saing, Rumah Sakit dapat mengikuti Akreditasi internasional sesuai kemampuan. Akreditasi dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. Penetapan status Akreditasi nasional dilakukan oleh lembaga independen pelaksana Akreditasi berdasarkan rekomendasi dari surveior Akreditasi. Akreditasi internasional hanya dapat dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang sudah terakreditasi oleh International Society for Quality in Health Care (ISQua). 2.1.9 Indikator Pelayanan Rumah Sakit Indikator pelayanan Rumah Sakit berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain : a. Bed Occupancy Ratio (BOR) BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur Rumah Sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Sedangkan angka BOR yang tinggi (lebih dari 85%) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 12 tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. b. Length Of Stay (LOS) LOS digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan Rumah Sakit yang tidak dapat dilakukan sendiri tetapi harus bersamaan dengan interpretasi BTO dan TOI. c. Bed Turn Over (BTO) Bersama-sama indikator TOI dan LOS dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur Rumah Sakit. d. Turn Over Interval (TOI) Bersama-sama dengan LOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin buruk. 2.1.10 Rekam Medis Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis (Medical Records), yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan. pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik yang memadai dari setiap pasien, baik untuk pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan. Rekam medik harus didokumentasikan secara akurat, mudah ditelusuri kembali dan lengkap informasi. Kegunaan rekam medis ini yaitu sebagai : a. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien b. Alat bukti dalam proses penegakan hokum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi, dan penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi c. Keperluan pendidikan dan penelitian d. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan e. Data statistik kesehatan Isi rekam medis sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis (Medical Records), yaitu : Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 13 a. Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan sekurang-kurangnya memuat : 1) Identitas pasien 2) Tanggal dan waktu 3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit 4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik 5) Diagnosis 6) Rencana penatalaksanaan 7) Pengobatan dan/atau tindakan 8) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien 9) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik 10) Persetujuan tindakan bila diperlukan. b. Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurangkurangnya memuat : 1) Identitas pasien 2) Tanggal dan waktu 3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit 4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik 5) Diagnosis 6) Rencana penatalaksanaan 7) Pengobatan dan/atau tindakan 8) Persetujuan tindakan bila diperlukan 9) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan 10) Ringkasan pulang (discharge summary) 11) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan 12) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu 13) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik c. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat sekurang-kurangnya memuat : 1) Identitas pasien 2) Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 14 3) Identitas pengantar pasien 4) Tanggal dan waktu 5) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit 6) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik 7) Diagnosis 8) Pengobatan dan/atau tindakan 9) Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut 10) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan 11) Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan lain 12) Pelayanan lain yang tekah diberikan kepada pasien. Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurangkurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan. Setelah batas waktu lima tahun, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik. Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik harus disimpan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut. 2.1.11 Pusat Sterilisasi di Rumah Sakit Istilah untuk pusat sterilisasi bervariasi, mulai dari Central Steril Supply Department (CSSD), Central Service (CS), Central Supply (CS), Central Processing Department (CPD), dan lain-lain, namun kesemuanya mempunyai fungsi utama yang sama yaitu menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsi dari pusat sterilisasi adalah menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien (Depkes RI, 2009). Instalasi Pusat Sterilisasi adalah unit pelayanan non struktural yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 15 memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit. Instalasi Pusat Sterilisasi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit. Instalasi Pusat Sterilisasi dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan rumah sakit. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional dan atau non medis. 2.1.11.1 Tujuan Pusat Sterilisasi (Depkes RI, 2009) a. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi. b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mecegah serta menanggulangi infeksi nosokomial. c. Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada pelayanan terhadap pasien. d. Menyediakan dan menjamin kualits sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan. 2.1.11.2 Tugas Instalasi Pusat Sterilisasi Tugas utama pusat sterilisasi adalah : a. Menyiapakan peralatan medis untuk perawatan pasien. b. Melakukan proses sterilisasi alat/bahan. c. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan, kamar operasi, maupun ruangan lainnya. d. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif serta bermutu. e. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan pasien. f. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan. g. Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu. h. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 16 i. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah sterilisasi. j. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat sterilisasi baik yang bersifat intern maupun ektern. k. Mengevaluasi hasil sterilisasi. 2.1.12 Limbah Rumah Sakit Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikrooganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. Limbah Gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat Sitotoksik. Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat non medis. Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien (Candra, 2007). Limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat di manfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah medis non padat (Depkes RI, 2004) Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 17 2.2 Instalasi Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit di suatu Rumah Sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundangundangan yang berlaku dan kompeten secara profesional. IFRS juga merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di Rumah Sakit, serta pelayanan farmasi klinik yang mencakup layanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004). Instalasi farmasi menjalankan sistem pelayanan satu pintu. Yang dimaksud dengan sistem satu pintu adalah bahwa rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium pengadaan, pendistribusian alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien. 2.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi Rumah Sakit Tugas pokok dan fungsi farmasi rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah: a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 18 h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit Fungsi farmasi rumah sakit yang tertera pada Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut : a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan 2.2.2 Bagan Organisasi Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, kewenangan dan fungsi. Bagan organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik, manajemen mutu, selalu harus dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. 2.2.3 Analisa Kebutuhan Tenaga di Instalasi Farmasi 2.2.3.1 Jenis Ketenagakerjaan a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga apoteker, sarjana farmasi, dan asisten apoteker (AMF, SMF) b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator komputer/ teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi c. Pembantu pelaksana 2.2.3.2 Beban Kerja Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor - faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu: a. Kapasitas tempat tidur dan BOR (Bed Occupation Rate) b. Jumlah resep atau formulir per hari c. Volume perbekalan farmasi d. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian) untuk rawat inap Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 19 2.2.3.3 Jenis Pelayanan a. Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat) b. Pelayanan rawat inap intensif c. Pelayanan rawat inap d. Pelayanan rawat jalan e. Penyimpanan dan pendistribusian f. Produksi obat 2.2.4 Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Secara umum pelayanan farmasi rumah sakit memiliki dua fungsi, yaitu pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan. Fungsi dalam pengelolaan perbekalan farmasi terdiri dari: a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan. b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal. c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku. d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku. f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian. g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit. Sedangkan fungsi pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan terdiri dari: a. Mengkaji instruksi pengobatan / resep pasien. b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan. d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 20 e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan serta pasien atau keluarga pasien. f. Memberi konseling kepada pasien. g. Melakukan IV admixture. h. Melakukan penanganan obat kanker. i. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah. j. Melakukan pencatatan setiap kegiatan. k. Melaporkan setiap kegiatan. 2.2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. 2.2.5.1 Pemilihan Pemilihan merupakan proses identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan purna transaksi pembelian. 2.2.5.2 Perencanaan Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode antara lain metode konsumsi, metode morbiditas atau epidemiologi, dan metode kombinasi konsumsi dan mobirditas. Metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 21 2.2.5.3 Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi/pembuatan sediaan farmasi, maupun sumbangan/droping/hibah. 2.2.5.4 Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah : a. Sediaan farmasi dengan formula khusus b. Sediaan farmasi dengan harga murah c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran e. Sediaan farmasi untuk penelitian f. Sediaan nutrisi parenteral g. Rekonstitusi sediaan obat kanker 2.2.5.5 Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi : a. Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa. b. Barang harus bersumber dari distributor utama. c. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS). d. Khusus untuk alat kesehatan / kedokteran harus mempunyai certificate of origin. e. Expire date minimal 2 tahun 2.2.5.6 Penyimpanan Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 22 persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. 2.2.5.7 Pendistribusian Pendistribusian merupakan kegiatan menyalurkan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik. Peranan Apoteker dalam distribusi obat ialah dalam hal pemeriksaan kelengkapan resep dan menganalisa resep yang menyangkut tentang 7 tepat yaitu, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat rute penggunaan obat, tepat waktu penggunaan obat, tepat penyimpanan obat, dan tepat dalam memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan maupun pasien. Sistem distribusi obat dibagi menjadi tiga sistem yaitu : a. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi) Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu tempat yaitu Instalasi Farmasi. Pada sentralisasi seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai, baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari Instalasi Farmasi tersebut. b. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi) Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau pelayanan. Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi atau satelit farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi. c. Sistem kombinasi sentralisasi dan desentralisasi Sistem kombinasi sentralisasi dan desentralisasi terdiri atas : 1) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 23 desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis, dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi. 2) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotek rumah sakit. 3) Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh Apotek rumah sakit / satelit farmasi yang dibuka 24 jam adalah ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi. 2.2.6 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Kegiatan yang dilakukan antara lain: a. Pengkajian resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep yang meliputi seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. b. Dispensing Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 24 yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada pasien untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. d. Pelayanan informasi obat Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. e. Konseling Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. f. Pemantauan kadar obat dalam darah Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena obat tersebut memiliki indeks terapi yang sempit. g. Ronde / visite Ronde / visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. h. Pengkajian penggunaan obat Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. 2.3 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit 2.3.1 Panitia Farmasi dan Terapi Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Tujuan dibentuknya Panitia Farmasi dan Terapi yaitu untuk : a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 25 yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi - spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat : a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada. b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk. c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi. d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan Terapi) diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat. e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat. Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan obat yang diterima / disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi setiap 1 tahun sekali. Komposisi formularium berisi halaman judul, daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi, daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 26 diterima untuk digunakan dan lampiran. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemologi, dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di rumah sakit. Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi yaitu: a. Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris) b. Menetapkan jadwal pertemuan c. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan d. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan e. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit f. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang terkait g. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan h. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain i. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia Farmasi dan Terapi j. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan k. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat l. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada pihak terkait. Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai dan memilih Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 27 dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, serta dianggap paling berguna dalam perawatan pasien. Sistem formularium merupakan sarana penting dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus-menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan pasien dan staf professional pelayanan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf medik rumah sakit tersebut. Formularium rumah sakit berisi antara lain: halaman judul, daftar nama anggota PFT, daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang diterima untuk digunakan, dan lampiran. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf medis, di lain pihak PFT mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien. Sistem formularium dapat memberikan pedoman kepada dokter, apoteker, perawat dan petugas administrasi di rumah sakit, yang meliputi : a. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan, organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi. b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan tiap instalasi. c. Staf medis harus menerima kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem formularium yang dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi. d. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 28 e. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi farmasi. f. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek terapinya sama, seperti : 1) Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan nama obat generik yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta. 2) Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat pasien tertentu harus didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi. 3) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas dan sumber obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati pasien. 2.3.2 Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya. Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit ini memiliki tujuan untuk : a. Menunjang pembuatan pedoman pencegahan infeksi. b. Memberikan informasi untuk menetapkan disinfektan yang akan digunakan di rumah sakit. c. Melaksanakan pendidikan tentang pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit. d. Melaksanakan penelitian surveilans infeksi nosokomial rumah sakit. 2.3.3 Panitia Lain yang Terkait dengan Tugas Farmasi Rumah Sakit Apoteker juga berperan dalam tim / panitia yang menyangkut dengan pengobatan antara lain : a. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit b. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri c. Tim penanggulangan AIDS d. Tim transplantasi e. Tim PKMRS, dan lain - lain. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati 3.1.1 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Pendirian Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari gagasan Ibu Fatmawati Soekarno untuk mendirikan rumah sakit tuberkulose anak yang dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dana yang dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana Bantuan Kementerian Sosial RI digunakan untuk pembangunan Gedung Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya, pada tahun 1984 RSU Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan. Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun 1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah sakit mengalami perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai RS perusahaan jawatan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1243/MENKES/SK/VIII/2005, RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU). Penilaian Tim Akreditasi Rumah Sakit pada tahun 1997, RS Fatmawati memperoleh Status 29 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 30 Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12 pelayanan. Pada tahun 2004, RSUP Fatmawati terakreditasi 16 Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan Unggulan Orthopedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri Kesehatan No. 424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2010 RSUP Fatmawati tercatat menjadi Rumah Sakit A Pendidikan dan mendapat Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Pelayanan (Paripurna). Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati telah menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001:2007 dan pada akhir tahun 2013 RSUP Fatmawati berhasil mendapatkan akreditasi paripurna dari KARS dan terakreditasi Joint Commission International (JCI). 3.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati 3.1.2.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penelitian. 3.1.2.2 Fungsi RSUP Fatmawati Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan: a. Pelayanan medis b. Pelayanan penunjang medis dan non medis c. Pelayanan dan asuhan keperawatan d. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit e. Pelayanan rujukan f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan g. Penelitian dan pengembangan h. Administrasi umum dan keuangan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 31 3.1.3 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan, paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor : HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, yang dimaksud dengan terdepan, paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan: a. Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap. b. Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care) serta tuntas. c. Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah - kaidah IPTEK terkini. d. Menjangkau seluruh lapisan masyarakat. e. Berorientasi kepada para pelanggan. Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati memiliki misi: a. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis. b. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. c. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta berdaya saing tinggi. d. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini. e. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan, dan kesejahteraan SDM. 3.1.4 Motto dan Falsafah Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan Pada Kami”. Sedangkan falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah: a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai - nilai luhur kemanusiaan c. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama d. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan e. Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 32 3.1.5 Nilai Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional, komunikatif dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas. a. Jujur Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas. b. Profesional Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan, sikap, keterampilan, dan peka budaya). c. Komunikatif Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif. d. Ikhlas Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. e. Peduli Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. 3.1.6 Tujuan Tujuan RSUP Fatmawati adalah: a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi kaidah keselamatan pasien (patient safety). b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian. d. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan pelanggan. e. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya manusia rumah sakit. 3.1.7 Struktur Organisasi RSUP Fatmawati Susunan organisasi RSUP Fatmawati terdiri dari : a. Dewan Pengawas. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 33 b. Direktur Utama membawahi : 1) Direktur Medik dan Keperawatan 2) Direktur Umum, Sumber Daya Manusia Dan Pendidikan 3) Direktur Keuangan Bagan struktur organisasi RSUP Fatmawati dalat dilihat di lampiran 1. 3.2 Instalasi Farmasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker) di RSUP Fatmawati yang menjalankan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Instalasi Farmasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi dan dibantu oleh 3 koordinator yaitu Koordinator Pelayanan Farmasi, Koordinator Perbekalan Farmasi dan Koordinator Penunjang dan Administrasi Umum. Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2. 3.2.1 Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna, Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia” sedangkan Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah : a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien. b. Mengupayakan pencapaian rasionalisasi penggunaan obat di RSUP Fatmawati. c. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif dan efisien. d. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang orthopedi dan rehabilitasi medik. 3.2.2 Tugas Pokok Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mempunyai tugas pokok sebagai berikut: 1) Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 34 2) Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. 3) Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. 4) Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kefarmasian di RSUP Fatmawati. 5) Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat. 6) Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi kefarmasian. 7) Melaksanakan manajemen pengelolaan perbekalan farmasi. 8) Melaksanakan pelayanan kefarmasian pada pasien berdasarkan Asuhan Kefarmasian (pharmaceutical care) guna tercapainya standarisasi pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati. 9) Menyusun anggaran belanja Instalasi Farmasi terkait dengan kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam bidang kefarmasian di RSUP Fatmawati. 10) Pengelolaan resep dan perbekalan farmasi yang kadaluarsa, rusak dan mutu tidak memenuhi standar serta pemusnahannya dilaksanakan sesuai dengan prosedur/ketentuan yang berlaku. 11) Instalasi Farmasi melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulan, semesteran, atau tahunan dengan menerapkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna. 12) Penyusunan standarisasi kualifikasi sumber daya manusia (SDM) Instalasi Farmasi dalam melaksanakan kegiatan pelayanan, pendidikan dan penelitian kefarmasian di RSUP Fatmawati. 13) Melaksanakan standarisasi kemampuan SDM Instalasi Farmasi terkait dengan kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan dan penelitian kefarmasian di RSUP Fatmawati. 14) Melaksanakan program orientasi pegawai baru. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 35 15) Melaksanakan pengembangan kompetensi SDM melalui program pendidikan berkelanjutan, pelatihan, dan pertemuan ilmiah secara berkala untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan bagi pegawai instalasi farmasi. 16) Melaksanakan program pendidikan kefarmasian baik internal maupun eksternal. 17) Melaksanakan program pelatihan kefarmasian baik internal maupun eksternal. 18) Evaluasi kinerja pegawai Instalasi Farmasi dilaksanakan secara berkala sesuai dengan ketentuan. 19) Melaksanakan monitoring dan evaluasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi dan farmasi klinik yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan. 20) Program peningkatan dan pengawasan mutu, pengendalian perbekalan farmasi, serta evaluasi mutu pelayanan farmasi dilaksanakan secara berkala. 21) Instalasi Farmasi menyelenggarakan rapat pertemuan berkala secara rutin untuk membicarakan masalah-masalah dalam peningkatan pelayanan farmasi. 22) Terlibat dalam pelaksanaan uji klinik perbekalan farmasi di Rumah Sakit. 23) Menyusun anggota tim pelaksana uji klinik obat di RSUP Fatmawati. 24) Melaksanakan program penelitian kefarmasian baik dari aspek manajemen maupun klinik sejalan dengan perkembangan ilmu kefarmasian. 25) Melaksanakan pendidikan dan penelitian bagi mahasiswa farmasi tingkat Diploma III (D3), Sarjana (S1), Profesi Apoteker dan Magister (S2). 26) Menyusun usulan tarif jasa pelayanan farmasi di RSUP Fatmawati. 27) Melakukan kegiatan penyebaran informasi terkait dengan obat baik melalui media cetak (leaflet, bulletin, brosur, dan lain-lain) melalui media Promosi Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) kepada sejawat, tenaga kesehatan dan masyarakat. 28) Turut serta dan aktif terlibat dalam keanggotaan tim khusus terkait dengan terapi dan pengobatan pasien di RSUP Fatmawati. 29) Turut serta dan aktif terlibat dalam Panitia Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) yang ada di RSUP Fatmawati. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 36 30) Turut serta dan aktif terlibat dalam keanggotaan Komite Farmasi dan Terapi di RSUP Fatmawati. 31) Turut serta dan aktif terlibat dalam perumusan dan pembuatan MOU Ikatan Kerja Sama (IKS) dalam bidang pendidikan dan penelitian kefarmasian di RSUP Fatmawati. 32) Turut serta dan aktif terlibat dalam keanggotaan organisasi profesi kefarmasian guna peningkatan kompetensi dan pengembangan keilmuan dalam bidang kefarmasian di RSUP Fatmawati. 3.2.3 Fungsi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian dan manajemen pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati dengan pihak-pihak terkait. b. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati. c. Turut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. d. Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi serta tidak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Farmasi. e. Menjamin pelayanan farmasi rumah sakit yang professional dan bertanggung jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah sakit. f. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien. g. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh masyarakat rumah sakit. h. Meningkatkan peran Instalasi Farmasi sebagai bagian integral dari Tim Pelayanan Kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari pelayanan farmasi. i. Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit, masyarakat, serta lingkungan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 37 j. Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan pelatihan. k. Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan analisa dan evaluasi pelayanan. l. Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi. 3.3 Ruang Lingkup Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati 3.3.1 Penunjang dan Administrasi Umum 3.3.1.1 Tata Usaha IFRS Tata usaha IFRS merupakan suatu unit kerja di lingkungan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang melakukan kegiatan administrasi, penyusunan program, dan pelaporan. Tata usaha berada di bawah Koordinator Penunjang dan Administrasi Umum. Terdapat 2 penyelia di Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi. Kegiatan bagian tata usaha Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati antara lain : a. Membukukan surat masuk dan surat keluar 1) Surat Masuk Setiap surat yang masuk akan diterima oleh petugas tata usaha, kemudian diberi nomor urut surat masuk yang kemudian akan disampaikan kepada Kepala Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati untuk diketahui dan diparaf. Selanjutnya surat tersebut disampaikan kepada yang bersangkutan untuk diproses. Surat yang telah diproses akan di arsipkan. 2) Surat Keluar Setiap Surat dari Instalasi Farmasi yang akan dikirim keluar RSUP Fatmawati harus melalui tata usaha dan ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Surat yang akan dikirim dibuat rangkap dua, yaitu satu untuk dikirim dan satu untuk arsip. Pengiriman surat untuk ekstern rumah sakit melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah Sakit. b. Membuat laporan di Instalasi Farmasi Laporan-laporan yang dibuat oleh Penyelia Pelaporan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah laporan yang dibuat setiap bulan dan setiap akhir tahun. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 38 Laporan yang dibuat setiap bulan sebelum tanggal 20 (kecuali laporan penggunaan narkotika dibuat sebelum tanggal 10) meliputi : 1) Laporan Keuangan dan Laporan Pengeluaran Barang Farmasi. Data laporan keuangan dan laporan pengeluaran barang farmasi diambil dari jumlah permintaan atau pemakaian Barang Farmasi (Formulir Permintaan Barang) oleh ruang/ unit/ instalasi/ poliklinik. 2) Laporan Narkotika. Data laporan narkotika diperoleh dari jumlah pemasukan dan pengeluaran narkotika oleh Gudang Farmasi dan Depo-depo Farmasi. Laporan kemudian dikirim ke Pelaporan Rumah Sakit untuk diproses selanjutnya. Kemudian dikirim ke Dinas Kesehatan Kota Jakarta, tembusan ke Balai POM Jakarta, Penanggung Jawab Narkotika RSUP Fatmawati, dan sebagai arsip. 3) Laporan Generik dan Non Generik. Data laporan generik dan non generik diperoleh dari jumlah penulisan resep-resep generik dan non generik oleh: Gudang Farmasi, Depo IGD, Depo Rawat Jalan dan Depo Askes, Depo Teratai, dan Depo IBS. 4) Laporan Tagihan Depo Farmasi. Data laporan tagihan depo farmasi diperoleh dari jumlah perincian penggunaan obat oleh pasien dari Depo-depo Farmasi. 5) Laporan Kegiatan. Data laporan kegiatan diperoleh dari penjumlahan lembar resep dan jumlah resep dari Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Inap. 6) Laporan Pemakaian Kas Kecil Instalasi Farmasi. Data laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi diperoleh dari data kwitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi. Laporan yang dibuat setiap akhir tahun meliputi laporan Psikotropika dan laporan stok opname barang farmasi setiap bulan. Semua laporan dibuat rangkap 2 (dua). Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dilakukan ke Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat pengantar yang ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu dikirim ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, 1 (satu) berkas untuk arsip. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 39 Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik, laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan kegiatan instalasi farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan dan 1 (satu) berkas untuk arsip. c. Menyimpan arsip IFRS Pemisahan arsip di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas: 1) Arsip surat masuk/ surat keluar/ SK Direktur RSUP Fatmawati/ SK Kemenkes. 2) Arsip Kepegawaian terdiri dari map masing-masing pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. 3) Arsip laporan - laporan. 4) Arsip resep rawat jalan dan rawat inap. 5) Arsip catatan kehadiran pegawai (absensi) di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. 6) Arsip catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. 7) Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan. 8) Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan. Setiap kelompok arsip tersebut disimpan terpisah satu dengan lainnya, disimpan perbulan, dan diurutkan dari tanggal termuda. Penyimpanan resep-resp 3 bulan terakhir disimpan di masing-masing depo farmasi untuk memudahkan pencarian apabila diperlukan. Setiap tahun, bagian tata usaha IFRS RSUP Fatmawati akan melakukan pemusnahan terhadap laporan-laporan dan resep-resep yang berumur lebih dari 3 tahun dan juga pemusnahan terhadap surat masuk dan surat keluar yang berumur 5 tahun. 3.3.1.2 Sistem Informasi Farmasi Sistem Informasi Farmasi adalah sistem komputerisasi manajemen pengelolaan persediaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi yang terintegrasi dengan sistem komputerisasi rumah sakit. Sistem Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 40 informasi terdiri dari aplikasi referensi, setting, katalog, tarif, pengadaan, mutasi, distribusi, dan pelaporan. Tujuan sistem informasi farmasi ini adalah agar seluruh data transaksi perbekalan farmasi yang telah diberikan pada pasien tercatat juga dalam data transaksi dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). Sistem informasi farmasi ditanggungjawabkan kepada seorang penyelia yang berkoordinasi dengan Kepala Instalasi dalam melakukan kegiatan di instalasi farmasi terkait dengan : a. Entri pada aplikasi pengadaan, mutasi, distribusi, referensi, tarif, katalog, dan pelaporan b. Entri data penyimpanan dan verifikasi pada aplikasi mutasi, distribusi, referensi, tarif, katalog, dan pelaporan c. Perubahan data yang telah diverifikasi pada aplikasi pengadaan, mutasi, distribusi, referensi, tarif, dan katalog Apoteker dan penyelia Instalasi Farmasi, berkoordinasi dengan penyelia sistem informasi farmasi dalam melakukan kegiatan di bagian (depo dan gudang farmasi), masing-masing : a. Entri pada pengadaan, mutasi, dan distribusi b. Melakukan entri data penyimpanan dan verifikasi pada aplikasi distribusi, mutasi, dan pengadaan c. Melakukan perubahan data yang telah diverifikasi pada aplikasi pengadaan, mutasi, dan distribusi. Tenaga teknis kefarmasian dan petugas administrasi (entri data) berkoordinasi dengan penyelia terkait di masing-masing bagian (depo dan gudang farmasi) dalam melakukan : a. Melakukan entri pada aplikasi pengadaan, mutasi, dan distribusi b. Melakukan penyimpanan dan verifikasi pada aplikasi distribusi. Alur hak akses sistem informasi farmasi dapat dilihat pada lampiran 3. 3.3.2 Perbekalan Farmasi Koordinator perbekalan farmasi membawahi penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan, penyelia distribusi, penyelia produksi farmasi, dan penyelia Instalasi Bedah Sentral (IBS). Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 41 3.3.2.1 Gudang Farmasi Gudang adalah bangunan yang dipergunakan untuk menyimpan suatu barang. Penyimpanan di gudang dilakukan berdasarkan kondisi dan stabilitasnya menjadi kelompok sediaan, gas, cairan, injeksi, tablet/kapsul, suppositoria, salep, bahan baku, reagensia, sirup, B3, narkotika, High Alert, alkes, pembalut dengan memperhatikan karakteristik suhu penyimpanan seharusnya dari setiap item barang, kategori High Alert dan LASA. Di gudang farmasi RSUP Fatmawati terdapat 3 orang penyelia, yaitu penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan perbekalan farmasi, dan penyelia penerimaan dan distribusi. Fungsi gudang farmasi RSUP Fatmawati antara lain perencanaan dan pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pelaporan perbekalan farmasi. g. Perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan dalam penentuan jumlah dan harga perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang tersedia, dengan menggunakan dasar - dasar perencanaan dan metode yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi. Perencanaan dibuat paling lambat tanggal 15 pada bulan berjalan untuk memenuhi kebutuhan bulan berikutnya. Hal ini agar pemesanan dapat dilakukan sesuai jadwal, yaitu dua kali dalam sebulan. Di RSUP Fatmawati, perencanaan kebutuhan bulanan dibuat menggunakan gabungan metode konsumsi dan epidemiologi. Analisa yang digunakan berupa analisa pembelian dan penjualan perbekalan farmasi, yaitu dengan melihat rata-rata pemakaian tiga bulan sebelumnya, terutama satu bulan sebelumnya. Selain itu, dilakukan juga analisa peningkatan atau penurunan pemakaian perbekalan farmasi dengan melakukan pengecekan ke masingmasing depo, melihat tren pemakaian perbekalan farmasi untuk cross check data perencanaan, dan menyerap informasi khusus dari depo-depo. Perencanaan yang dibuat adalah perencanaan obat, alkes habis pakai, gas medis, reagen, bahan baku, dan bahan untuk radiologi seperti film rontgen. Kesemua perencanaan yang dibuat merujuk pada Formularium Nasional (FORNAS) dan Formularium perencanaan kebutuhan tersebut RSUP Fatmawati. dilakukan Untuk kegiatan merealisasikan pengadaan melalui Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 42 pembelian, baik secara e-catalogue maupun lelang, produksi/pembuatan sediaan farmasi, dan juga sumbangan/dropping/hibah. Tujuan perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi adalah : 1) Tersedianya pedoman perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit 2) Tersedianya perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan, pola penyakit, dan jenis pelayanan dirumah sakit 3) Tersedianya perbekalan farmasi tepat waktu, jumlah yang benar, harga yang terjangkau, dan mutu terjamin Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi yang telah dibuat oleh gudang diajukan kepada Kepala Instalasi Farmasi untuk diminta persetujuannya dan ditandatangani. Perencanaan dari Instalasi Farmasi dikirimkan ke Direktur Medik dan Keperawatan, yang selanjutnya dikirimkan ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya mengirimkan ke Direktur Utama sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah mendapat persetujuan pengadaan, dokumen perencanaan disampaikan ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). PPK akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan dikirim ke Direktur Keuangan, yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran untuk disetujui dan dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur Keuangan, HPS akan dikirimkan ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta, maka diberikan kepada Pejabat Pengadaan barang Medik untuk dilakukan pemilihan harga. Bila perencanaan di atas 200 juta, maka harus ke Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk dilakukan lelang secara Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan (SP) untuk perencanaan di bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Permintaan Penawaran Harga (SPPH) untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200 juta, dan mengirimkan ke distributor terkait untuk dilakukan negosiasi. Setelah kesepakatan negosiasi dicapai, dilakukan penandatangan oleh kedua belah pihak, yaitu pihak PPM dan Kacab dari distributor serta dibuat Berita Acara Negosiasi. Selanjutnya, dikeluarkan Surat Perintah Kerja (SPK) yang juga ditandatangi kedua pihak Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 43 tersebut. Dengan adanya SPK, maka proses pengadaan barang akan segera berjalan. Alur perencanaan pengadaan perbekalan farmasi dapat dilihat pada lampiran 4. Perencanaan dan pengadaan obat cito hampir sama dengan alur biasa. Bedanya adalah sumber dana yang digunakan berasal dari kas kecil Pejabat Pengadaan barang Medik yang diperoleh dengan membuat disposisi meminta persetujuan Direktur Medik dan Keperawatan, sedangkan bila di luar jam kerja dapat menggunakan kas kecil Duty Manager. Pembelian dapat dilakukan melalui distributor, apotek rekanan, ataupun rumah sakit lain. Alur perencanaan pengadaan perbekalan farmasi cito dapat dilihat pada lampiran 5. Syarat pengadaan kebutuhan cito antara lain : 1) Perbekalan Farmasi Masuk dalam Formularium RSF 2) Perbekalan Farmasi dapat di Bayar Tunai atau diklaim ke Penjamin (BPJS) 3) Merupakan obat live saving, namun tidak tersedia alternatif pengganti di RSUP Fatmawati 4) Alasan CITO dapat dibenarkan secara klinis dan EBM berdasarkan Kajian dari tim. 5) Mendapatkan Acc persetujuan Direktur 6) Harga perbekalan farmasi < 5 juta rupiah. h. Penerimaan perbekalan farmasi Penerimaan adalah suatu proses kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan pada proses pengadaan, baik melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi, atau sumbangan. Adapun tujuan penerimaan perbekalan farmasi adalah: 1) Terjaminnya penerimaan perbekalan farmasi sesuai dengan Surat Pesanan (SP) atau kontrak yang telah dibuat oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP), baik dari segi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, jumlah, jangka waktu kadaluarsa yang mencukupi, dan waktu kedatangan. 2) Terpeliharanya mutu perbekalan farmasi selama penyimpanan 3) Terjaminnya ketersedian perbekalan farmasi 4) Terhindarnya kehilangan perbekalan farmasi Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 44 5) Terbantunya pencarian dan pengawasan terhadap persediaan perbekalan farmasi Pengiriman perbekalan farmasi oleh distributor ke RSUP Fatmawati diterima oleh Tim Penerima Barang. Prosedur penerimaan perbekalan farmasi (Lampiran 6) adalah sebagai berikut : 1) Penerimaan perbekalan farmasi yang berasal dari distributor/rekanan/rumah sakit/Apotek/donatur lain oleh Tim Penerima Barang Medik, diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan perbekalan farmasi di luar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang Medik untuk obat/alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk obat/alkes yang dibeli di apotek luar atau rumah sakit lain atau dari distributor karena pemesanan mendadak (cito) diterima oleh Asisten Apoteker Depo IGD untuk selanjutnya diserahkan ke Tim Penerima Barang Medik. 2) Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima Barang Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan: a) Faktur perbekalan farmasi; b) Kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan SP/SPK; c) Kondisi perbekalan farmasi; d) Jumlah perbekalan farmasi; e) Tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan farmasi tertentu (vaksin, reagensia) bisa kurang dari 2 tahun dengan persetujuan user; f) Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin untuk alat kesehatan; Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. 3) Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia Gudang Farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang dari Tim Penerima Barang Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang. 4) Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi yang akan diserahkan ke Bagian Akuntansi. 5) Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 45 6) Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi. i. Penyimpanan perbekalan farmasi Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan proses menyimpan, memelihara, dan menempatkan perbekalan farmasi kegiatan yang telah diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian maupun gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada tempat yang terpisah sesuai dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan bentuk sediaan serta jenisnya dan disusun secara alfabetis. Metode penyimpanan yang digunakan adalah First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi adalah : 1) Terjaminnya mutu perbekalan farmasi selama penyimpanan 2) Terhindarnya kehilangan persediaan perbekalan farmasi selama penyimpanan 3) Terjaminnya ketersediaan perbekalan farmasi melalui administrasi pencatatan persediaan perbekalan farmasi 4) Terbantunya pencarian dan pengawasan persediaan perbekalan farmasi Di RSUP Fatmawati, penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan menjadi empat ruang besar yaitu: 1) Ruang penyimpanan alat kesehatan Alat kesehatan disusun berdasarkan kegunaan (fungsi) dan ukurannya. 2) Ruang penyimpanan cairan Cairan disimpan diruang yang terpisah dengan sediaan injeksi dan alat kesehatan. Disusun di dalam dus dan diletakkan di atas pallet. 3) Ruang penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi, dan semisolid Sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid disusun berdasarkan suhu kestabilan, bentuk sediaan dan alfabetis. 4) Ruang penyimpanan gas medik Gas medik disimpan di gedung terpisah, terletak dibelakang gedung teratai. Penyimpanannya disusun berdasarkan jenis gas medis seperti oksigen, helium, nitrous oksida, dan karbondioksida. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 46 Penyimpanan obat juga memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike) untuk patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan nama/ pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama, harus diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya dan pada rak/tempat obat diberikan stiker LASA. Untuk penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak ada kemungkinan jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda peringatan “Awas Hati-Hati Perbekalan Farmasi Mudah Pecah”. Selain itu, untuk perbekalan farmasi mudah pecah atau perbekalan farmasi masih dalam kemasan besar tidak boleh ditempatkan pada posisi rak yang tinggi untuk mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas. Perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat akan diletakkan di lantai menggunakan alas pallet untuk menghindari kelembaban. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan, antara lain : 1) Suhu selama penyimpanan a) Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat - obat, cairan infus, alat kesehatan, pembalut, dan gas medik. b) Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2 - 8oC c) Penyimpanan untuk reagensia, obat-obatan tertentu dan produk biologis yang membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada petugas yang mencatat suhu lemari pendingin pada “kartu monitor suhu”. d) Sediaan vaksin membutuhkan “cold chain” khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan matinya aliran listrik menggunakan alarm yang akan berbunyi jika aliran listrik mati. 2) Kelembaban Kelembaban dipantau menggunakan alat thermohygrometer atau alat pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 65 % - 98 %. 3) Cahaya matahari Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung. 4) Sirkulasi udara Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 47 Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan. 5) Resiko kebakaran Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan pada Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api Ringan). 6) Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya. 7) Pengaturan tata ruang gudang farmasi dengan memperhatikan kemudahan bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi. 8) Pengawasan dan monitoring tempat dan fasilitas penyimpanan untuk menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada. Prosedur penyimpanan digudang berlaku bagi semua perbekalan farmasi. Namun, terdapat perlakuan khusus untuk obat-obat jenis tertentu, seperti obat narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat kemoterapi, dan bahan berbahaya dan beracun. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis. Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya dan dilengkapi dengan kartu stok. Pada jam kerja, kunci lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika dibawah tanggung jawab Penyelia gudang farmasi, sedangkan diluar jam kerja dilakukan serah terima kunci lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika kepada petugas penanggung jawab pada shift jaga berikutnya dan dicatat dalam buku serah terima kunci. Obat High Alert disimpan pada lemari penyimpanan obat yang bertanda khusus (stiker High Alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya. Sedangkan untuk obat kemoterapi, penyimpanan menggunakan lemari khusus dengan label/logo karsinogenik. Untuk bahan berbahaya dan beracun disimpan di ruangan penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid, namun di letakkan dibagian tersendiri untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja. Selain melaksanakan penyimpanan perbekalan farmasi, petugas farmasi di gudang juga melaksanakan penyusunan persediaan perbekalan farmasi pada Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 48 tempat penyimpanan secara aman, pencatatan pemasukan, pelaporan, dan stok perbekalan farmasi ke dalam Kartu Stok dan dalam Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit (SIRS). j. Pendistribusian perbekalan farmasi Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan gudang RSUP Fatmawati ada dua macam yakni pendistribusian amprahan obat berdasarkan permintaan dari depo-depo farmasi melalui sistem online dan pendistribusian floor stock dari ruangan/satuan kerja secara manual atau menggunakan formulir. Untuk pendistribusian amprahan obat (Lampiran 7) dilakukan dengan sistem SIRS (Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit) secara komputerisasi dan dilakukan setiap hari. Alur distribusinya adalah setiap pagi petugas gudang farmasi mengecek sistem untuk melihat permintaan obat dari setiap depo farmasi. Print out permintaan dari masing-masing depo farmasi kemudian diberi nomor dan disesuaikan dengan ketersediaan perbekalan farmasi yang ada digudang, baik jenis maupun jumlahnya. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, selanjutnya dilakukan pengecekan ulang terhadap nama dan jumlah perbekalan farmasi, kondisi fisik, dan tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi oleh petugas gudang farmasi dan petugas depo. Kemudian dilakukan input perbekalan farmasi yang telah diperiksa pada sistem SIRS (Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit) untuk verifikasi ketersediaan stok di gudang farmasi maupun masing-masing depo. Print out daftar perbekalan farmasi yang telah diverifikasi ditandatangai oleh petugas gudang farmasi dan petugas depo saat terah terima perbekalan farmasi dan merupakan bukti pelayanan dari gudang induk farmasi. Alur pendistribusian floor stock (Lampiran 8) hampir sama dengan pendistribusian amprahan. Perbedaannya adalah pendistribusian floor stock dilakukan secara manual dan jadwal pengambilan tiap ruangan berbedabeda untuk memudahkan kerja petugas gudang farmasi. Ruangan atau satuan kerja menyerahkan permintaan secara offline kepada gudang sehari sebelum jadwal pengambilan. Permintaan floor stock biasanya berupa alkes dan antiseptik. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 49 k. Pelaporan perbekalan farmasi Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain: 1) Buku induk penerimaan barang 2) Rekapitulasi penerimaan barang 3) Rekapitulasi pengeluaran barang gudang induk farmasi dan gudang gas medik 4) Rekapitulasi pengeluaran barang harian gudang induk farmasi dan gudang gas medik 5) Laporan persediaan floor stock 6) Laporan stok opname setiap 1 bulan sekali di gudang dan 3 bulan sekali ke Depkeu 7) Laporan narkotika setiap 1 bulan sekali 8) Laporan psikotropika setiap 1 tahun sekali 9) Laporan barang sumbangan Selain pelaporan diatas, di gudang farmasi juga dilakukan retur perbekalan farmasi yang merupakan merupakan proses pengembalian perbekalan farmasi ke distributor disebabkan karena rusak, kadaluarsa, dan penarikan produk (recall) oleh produsen. Tujuannya ialah agar tersedianya produk perbekalan farmasi yang bermutu di rumah sakit dan terlindunginya pasien dari penggunaan perbekalan farmasi yang tidak bermutu. Prosedur retur perbekalan farmasi ialah sebagai berikut: 1) Pelaksanaan pemeriksaan dan pengecekan sediaan farmasi di gudang farmasi, depo farmasi, lemari emergency, dan instalasi rawat inap untuk perbekalan farmasi floor stock. Tujuannya untuk mengetahui perbekalan farmasi yang rusak, kadaluarsa, recall, ataupun adanya usulan penarikan oleh tenaga kesehatan (dokter/apoteker/perawat) dilengkapi dengan data pendukung yang lengkap. 2) Dilakukan pencatatan perbekalan farmasi yang meliputi nama produk, nama pabrik, nomor batch, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, dan jumlah sediaan. 3) Pengembalian dan pengumpulan perbekalan farmasi ke gudang farmasi untuk produk : a) Rusak dan tidak dapat digunakan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 50 b) Dalam masa 3 bulan sebelum mencapai masa kadaluarsa c) Recall berdasarkan surat Kementerian Kesehatan RI, edaran dari pabrik pembuat produk, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) berdasarkan hasil audit investigasi. 4) Penyimpanan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai di gudang farmasi dilakukan pada lemari penyimpan khusus yang diberi label: “Penyimpanan Obat Tidak Layak Pakai” 5) Pengembalian ke distributor untuk produk yang dapat diretur dan dilakukan penggantian produk, dengan melengkapi dokumen faktur pembelian, surat pesanan, dan berita acara serah terima. 6) Pembuatan laporan oleh penyelia perbekalan farmasi untuk disampaikan pada Kepala Instalasi Farmasi dan disampaikan ke Direksi. Perbekalan farmasi yang telah mencapai masa tanggal kadaluarsa dan tidak dapat diretur ke distributor akan dimusnahkan secara bersamaan dalam waktu tertentu oleh Tim Pemusnahan Barang dengan prosedur sebagai berikut : 1) Pembuatan surat rencana penghapusan dan pemusnahan oleh Kepala Instalasi Farmasi ke Direktur Utama melalui Direktur Medik dan Keperawatan. 2) Pembentukan Tim/Panitia Penghapusan dan Pemusnahan Perbekalan Farmasi Rusak dan Kadaluarsa melalui usulan SK ke Direktur Utama melalui Kepala Bagian Umum. 3) Pembuatan dan pengiriman surat permohonan persetujuan penghapusan dan pemusnahan perbekalan farmasi rusak dan kadaluarsa oleh Kepala Bagian Umim dari Direktur Utama untuk disetujui oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dan Bina Kefarmasian dan Alkes, Kementerian Kesehatan. 4) Pengiriman surat kepada Kepala Balai Besar POM DKI Jakarta dan Kepala SUDIN Kesehatan Jakarta Selatan mengenai permohonan saksi pemusnahan perbekalan farmasi. 5) Penyerahan perbekalan farmasi yang rusak dan kadaluarsa yang akan dimusnahkan kepada Tim/Panitia Penghapusan dan Pemusnahan Perbekalan Farmasi Rusak dan Kadaluarsa menggunakan Formulir Serah Terima Perbekalan Farmasi untuk dimusnahkan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 51 6) Pembuatan Berita Acara Penghapusan dan Pemusnahan Perbekalan Farmasi Rusak dan Kadaluarsa oleh Tim/Panitia Penghapusan dan Pemusnahan Perbekalan Farmasi Rusak dan Kadaluarsa 7) Pelaksanaan pemusnahan perbekalan farmasi yang rusak dan kadaluarsa disaksikan oleh Kepala Instalasi Sanitasi dan Pertamanan, Bagian Akuntansi, saksi-saksi dari Balai Besar POM DKI Jakarta, dan SUDIN Kesehatan Jakarta Selatan dengan cara : a) Pembakaran di incinerator untuk obat dan atau alat kesehatan b) Pembuangan ke saluran limbah cair untuk perbekalan farmasi cair dan bukan obat atau per reagen. 8) Penghapusan data stok perbekalan farmasi yang telah dimusnahkan dari SIRS (Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit) 9) Pengiriman Berita Acara pelaksanaan pemusnahan perbekalan farmasi yang rusak dan kadaluarsa ke Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dan Bina Kefarmasian dan Alkes, Kementerian Kesehatan. 3.3.2.2 Produksi Farmasi Produksi farmasi RSUP Fatmawati terbagi menjadi 2 bagian, yaitu produksi non steril dan produksi steril. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP Fatmawati antara lain adalah untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, penghematan anggaran, dan untuk menjamin ketersediaan sediaan dengan formula khusus dan sediaan obat yang dibutuhkan segera seperti rekonstitusi intra vena dan obat kanker. a. Produksi non steril Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati. Perencanaan di produksi non steril meliputi bahan baku, alat produksi, bahan pengemas, bahan etiket, dan Alat Pelindung Diri (APD) dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan bulanan sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang farmasi untuk dilanjutkan dengan proses pengadaan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 52 Penyimpanan di produksi non steril terbagi menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan kegunaannya) dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis) yang masing-masing disesuaikan dengan kondisi dan stabilitasnya. Permintaan produk non steril dilakukan melalui gudang farmasi, namun pendistribusiannya dapat dilakukan langsung melalui ruang produksi non steril. Pelaporan yang dilakukan oleh produksi non steril adalah laporan jumlah perbekalan farmasi, laporan produk yang rusak, dan laporan produk yang kadaluarsa. b. Produksi steril Kegiatan yang dilakukan di ruang steril hanya penanganan obat sitostatika, sedangkan IV admixture dilakukan di depo teratai. Penanganan obat sitostatika adalah mempersiapkan obat sitostatika untuk pengobatan kanker pada pelayanan kemoterapi di RSUP Fatmawati. Formulir permintaan pencampuran atau resep kemoterapi sudah diserahkan ke produksi steril sehari sebelumnya. Adapun prosedur pelayanan penanganan obat sitostatika (Lampiran 9), yaitu : 1) Pemeriksaan kelengkapan dokumen (formulir) permintaan oleh petugas farmasi (Asisten Apoteker) berupa : a) Benar obat b) Benar waktu dan frekuensi pemberian c) Benar dosis d) Benar pasien e) Benar rute pemberian f) Tanggal permintaan g) Ruangan perawatan h) Jumlah pelarutan i) Volume pelarutan 2) Pelaksanaan konfirmasi formulir permintaan pencampuran ke ruang perawatan pasien. 3) Pemeriksaan obat pasien, yaitu nama, jumlah, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa obat. 4) Perhitungan kesesuaian dosis lazim, pemiliha jenis pelarut, dan menghitung volume pelarut oleh Apoteker. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 53 5) Pembuatan label obat dan kemasan pengiriman oleh AA, yaitu : a) Label obat : nama pasien, nomor Rekam Medik, tanggal lahir/umur, nama obat, dosis, jenis pelarut, rute pemberian, tanggal pembuatan, dan tanggal kadaluarsa setelah pelarutan obat. b) Label kemasan pengiriman : nama pasien, nomor Rekam Medik, tanggal lahir/umur, ruang perawatan, jumlah paket pengiriman, tanggal pengiriman. 6) Penyiapan obat sitostatika di ruang steril oleh petugas farmasi (Asisten Apoteker) sesuai dengan SOP. 7) Obat yang telah disiapkan kemudian diantarkan ke ruang perawatan. 8) Pembuatan billing jasa pelayanan. 3.3.2.3 Instalasi Bedah Sentral (IBS) Depo Farmasi IBS khusus melayani permintaan obat dan alat kesehatan bagi pasien yang akan dioperasi di IBS. Gedung IBS terdiri dari dua lantai, lantai pertama ditujukan untuk operasi cito, sedangkan lantai kedua ditujukan untuk operasi elektif dan operasi bedah prima. Operasi cito adalah operasi yang tidak direncanakan sebelumnya dan dilakukan sesegera mungkin misalnya pengambilan serpihan kaca untuk pasien yang mengalami kecelakaan. Operasi elektif adalah operasi yang telah direncanakan sebelumnya misalnya bedah syaraf. Operasi bedah prima adalah operasi yang dilakukan untuk pasien tunai, dimana biaya yang dibebankan sudah dalam bentuk paket. OK cito terdiri dari dua kamar. Pada OK cito terdapat paket obat dan alkes OK cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari emergensi obat dan lemari emergensi alat kesehatan. Saat pasien masuk ke OK cito, maka penata anestesi mengambil Paket obat dan alkes OK cito yang telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila obat dan alat kesehatan dalam paket kurang, maka penata mencatatnya anestesi di dapat Lembar Pemakaian dimasukkan mengambilnya Pemakaian. di Setelah lemari emergensi selesai dan operasi, Lembar ke dalam Paket obat dan alkes OK cito yang telah terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian, serta diisi kembali oleh petugas depo farmasi. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 54 Pada lantai dua, terdapat delapan kamar operasi yang digunakan untuk operasi elektif dan bedah prima serta Depo Farmasi IBS. Sehari sebelum operasi belangsung, depo farmasi menerima jadwal operasi serta permintaan obat dan alkes untuk anestesi. Depo farmasi kemudian menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket tersebut, sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket berdasarkan nama pasien. Penata bedah akan menuliskan resep permintaan obat dan alkes pada hari operasi, kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung, maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo farmasi akan mencatat permintaan obat dan alat kesehatan tersebut. Bila pasien telah selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan petugas depo farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke depo farmasi di mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral dapat dilihat Lampiran 10 dan alur pelayanan OK elektif dapat dilihat di lampiran 11. Karyawan yang bekerja di Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral berjumlah tiga orang. Karyawan tersebut terdiri dari satu orang penyelia, satu orang juru resep, dan satu orang petugas administrasi. Pengadaan barang berasal dari Gudang Perbekalan Farmasi yang diminta setiap hari dengan menggunakan formulir permintaan barang secara online. Di depo IBS terdapat pula barangbarang konsinyasi, seperti implan. Tujuan dari pengadaan secara konsinyasi adalah untuk mencegah kerugian akibat alat yang tidak terpakai. Penyimpanan obat dan alat kesehatan dilakukan berdasarkan bentuk sediaan. Pemeriksaan lemari emergensi di IBS dilakukan setiap hari oleh petugas Depo Farmasi IBS. Laporan yang yang disiapkan oleh depo IBS antara lain adalah laporan pemakaian narkotika dan psikotropika, laporan pemakaian obat generik dan non generik, laporan analisa penjualan harian dan bulanan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 55 3.3.3 Pelayanan Farmasi Dalam menunjang kegiatan pelayanan obat di setiap depo farmasi dilakukan kegiatan meliputi pengkajian resep, monitoring medication error, dan pengelolaan troli emergency. a. Pengkajian Resep Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan screening resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan administratif, farmasetik, dan klinis. Pengkajian peresepan obat dilakukan terhadap resep pasien dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel keterangan “Resep/Obat telah di review Farmasi” pada resep pasien. Untuk resep yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian resep dapat dilihat pada Lampiran 12. Prosedurnya adalah sebagai berikut : 1) Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan: a) Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap internal dari RSUP Fatmawati b) Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan RSUP Fatmawati 2) Pelaksanaan screening resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi untuk menilai kelengkapan: a) Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak : Nama dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan / paraf dokter penulis resep, nomor rekam medik pasien, nama pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien, nama obat, jumlah yang diminta dalam resep obat, instruksi pengerjaan dispensing resep, dan aturan pemakaian obat. b) Persyaratan Farmasetis dengan menilai: Bentuk sediaan, kekuatan sediaan, kompatibilitas / ketercampuran farmasetis, stabilitas sediaan, cara penyimpanan obat c) Persyaratan Klinis dengan menilai: indikasi obat, riwayat alergi obat, Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 56 duplikasi pengobatan, interaksi obat dengan obat, interaksi obat dengan makanan, kontraindikasi obat, biaya obat 3) Pelaksanaan kegiatan komunikasi oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan dokter penulis resep. Untuk konfirmasi bila ditemukan : a) Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep b) Ketidaklengkapan pada aspek farmasetik resep c) Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep d) Resep tidak terbaca e) Obat tidak tersedia f) Temuan masalah resep lainnya 4) Klarifikasi dan problem solving 5) Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep 6) Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan dengan komunikasi melalui telepon 7) Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau 8) Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep. 9) Pelaksanaan penandaan resep yang telah di screening oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan : a) Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel keterangan “Resep telah di review Farmasi” pada resep pasien. b) Penandaan cap stempel HETIP yaitu: Harga (billing), Etiket, Timbang, Isi, Penyerahan dan pemeriksaan c) Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak d apat diklarifikasi kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada user (pemilik resep). b. Monitoring medication error Medication error adalah suatu kejadian “kesalahan” dalam rangkaian pengobatan yang seharusnya dapat dicegah, dimana kesalahan tersebut dapat menyebabkan bahaya pada pasien atau dapat berkembang menjadi penggunaan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 57 obat yang tidak tepat, dimana pengobatan masih berada dalam tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau keluarga pasien. Prosedur program monitoring medication error adalah suatu proses atau tata cara menganalisa kejadian kesalahan dalam proses dan tata cara menganalisa kejadian kesalahan dalam proses pengobatan yang dapat mengakibatkan perburukan secara klinis pada pasien. Laporan kejadian medication error dibuat oleh dokter, perawat, Apoteker, tenaga kesehatan lainnya termasuk pasien dan keluarga pasien. Bentuk laporan awal dapat berupa penyampaian secara lisan atau tulisan kronologis temuan. Monitoring/pelaporan medication error dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pengobatan yang dapat menimbulkan keberbahayaan pada pasien dengan jenis insiden: 1) Sentinel 2) Kejadian tidak diharapkan 3) Kejadian tidak cedera 4) Kejadian nyaris cedera 5) Kejadian potensial cedera Alur prosedur monitoring medication error dapat dilihat pada lampiran 13 dengan prosedur sebagai berikut: 1) Pelaksanaan kegiatan monitoring oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya kejadian medication error pada pasien dari seluruh tahapan proses pelayanan obat 2) Pelaksanaan kegiatan penerimaan laporan kejadian medication error dari dokter, perawat, Apoteker, pasien, keluarga pasien atau dari petugas lainnya. 3) Pelaksanaan kegiatan komunikasi/ interview oleh tim monitoring medication error yang terdiri dri dokter DPJP, perawat ruangan, Apoteker ruangan. Untuk pendalaman observasi data temuan medication error. Observasi dilakukan kepada pasien atau keluarga pasien saat kunjungan ke pasien (visite) untuk mendapatkan informasi lengkap kejadian medication error. 4) Pelaksanaan kegiatan pencatatan temuan kejadian medication error dalam formulir pelaporan oleh tim monitoring. Formulir medication error dapat dilihat pada lampiran Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 58 5) Pelaksanaan kegiatan analisa (assesment) terhadap hasil interview maupun laporan medication error dari semua sumber dengan analisa akar masalah pada tahapan (a) peresepan, (b) penyalinan resep, (c) penyiapan obat, (d) pengiriman obat, (e) pemberian obat, (f) penyimpanan obat, dan (g) pemantauan obat 6) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada tahap peresepan dengan melakukan identifikasi pada a) Adanya penulisan resep tidak terbaca dengan jelas b) Adanya penulisa resep tidak lengkap secara administratif c) Adanya kesalahan dalam menulis (1) nama obat, (2) dosis obat, (3) aturan pakai, (4) rute pemberian dan (5) nama pasien. 7) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada tahap penyalinan/pembacaan resep dengan melakukan identifikasi pada a) Adanya kesalahan membaca resep b) Adanya kesalahan interprestasi resep c) Adanya kesalahan menyalin (copy) resep yaitu kesalahan dalam menulis (1) nama obat, (2) dosis obat, (3) aturan pakai, (4) rute pemberian, (5) nama pasien, dan (6) instruksi pembuatan resep. 8) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada tahap penyiapan dengan melakukan identifikasi pada: a) Adanya kesalahan menyiapkan obat b) Adanya kesalahan perhitungan dosis obat (1) high dose (2) under dose c) Adanya kesalahan pembuatan etiket obat d) Adanya kesalahan pelarutan obat (obat injeksi) baik volume maupun jenis pelarut spesifik e) Adanya kesalahan pencatatan identitas pasien 9) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada tahap pemberian obat dengan melakukan identifikasi pada: a) Kesalahan obat b) Kesalahan dosis obat (1) high dose (2) under dose c) Kesalahan aturan pakai (1) frekuensi pemberian terlalu cepat (2) tidak mendapatkan obat Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 59 d) Kesalahan rute pemberian e) Salah pasien 10) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada tahap penyimpanan obat dengan melakukan identifikasi pada a) Adanya kesalahan peletakan obat tidak pada tempat seharusnya b) Adanya kesalahan pada sistem penyimpanan (1) tidak dijalankannya sistem FIFO, (2) tidak dijalankannya sistem FEFO, dan (3) tidak dijalankannya sistem LASA c) Adanya kesalahan dalam pemantauan penyimpanan (1) monitoring pemantauan tempat fasilitas tidak pernah dilakukan (2) pengecekan jumlah stok tidak pernah dilakukan 11) Penyusunan laporan temuan oleh kepala satuan kerja tempat kejadian medication error a) Kejadian medication error kategori I dan II dibuat tabulasi data kuantitatif dan dilaporkan setiap bulan dengan analisa dan rencana tindak lanjut. b) Kejadian medication error kategori III, IV dan V dibuat segera dalam waktu 48 jam dengan formulir KMKP. 12) Penyampaian laporan oleh kepala satuan kerja a) Laporan kejadian medication error kategori I dan II dilaporkan secara berkala setiap bulan oleh kepala satuan kerja dalam Komite Mutu dan Keselamatan Pasien (KMKP) dalam bentuk rekap laporan setiap bulan. b) Laporan kejadian medication error oleh kepala satuan kerja dengan grading III, IV dan V kepada Komite Mutu dan Keselamatan Pasien (KMKP) dalam waktu 48 jam untuk tindakan pencegahan hal serupa. 13) Pelaksanaan tindak lanjut kejadian a) Pembentukan tim leader oleh KMKP untuk perumusan analisa akar masalah dan penyusunan rekomendasi dan pengatasan kejadian medication error grading III, IV dan V anggota tim dari seluruh satuan kerja. b) Pelaksanaan kerja tim leader dalam perumusan analisa akar masalah dan penyusunan rekomendasi dan pengatasan kejadian dalam masa 30 hari kerja. c) Penyusunan laporan oleh tim leader. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 60 d) Penyampaian laporan tim leader kepada direktur utama RSUP Fatmawati 14) Pelaksanaan tindak lanjut kejadian oleh direksi secara manajemen dalam pengatasan dan pencegahan medication error c. Troli emergency Perbekalan farmasi emergency meliputi obat-obat yang terdaftar sebagai obat emergency dan alat kesehatan yang tergolong emergency di RSUP Fatmawati. Daftar perbekalan farmasi emergency sesuai yang terdapat dalam formulir baku obat dan alkes emergency atau sesuai dengan kebutuhan ruang perawatan terkait. Penyimpanan perbekalan farmasi emergency dilakukan di troli emergency. Jumlah stok dalam troli emergency adalah stok baku. Perbekalan farmasi emergency hanya digunakan pada kondisi emergency. Pencatatan penggunaan dilakukan oleh perawat ruangan yang menggunakan ke dalam kartu stok. Pengelolaan pengecekan/monitoring jumlah sediaan stok perbekalan farmasi emergency di troli emergency dilakukan oleh petugas farmasi. Pengecekan dilakukan setiap hari sesuai jadwal petugas depo farmasi, dengan mencocokkan obat dan alat kesehatan dalam troli emergency dengan jumlah stok bakunya. Apabila ditemukan obat rusak atau kadaluarsa, segera dilakukan penggantian dari depo farmasi sesuai jumlah obat yang rusak atau kadaluarsa dan dibuatkan laporannya. Apabila terjadi ketidakcocokan jumlah obat, petugas farmasi bersama perawat menelusuri/melihat pasien yang menggunakan obat dan alat kesehatan tersebut serta memintakan resepnya kepada dokter terkait. Pemasangan kunci segel oleh petugas farmasi pada troli emergency yang telah digunakan dan telah dilakukan penggantian perbekalan farmasi sesuai dengan stok bakunya. Koordinator Pelayanan Farmasi membawahi penyelia Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 1, Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 2, Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI), Depo Farmasi Teratai, Depo Farmasi Anggrek dan Griya Husada. 3.3.3.1 Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 1 Depo farmasi IRJ 1 berada di bawah tanggung jawab seorang apoteker yang dibantu oleh asisten apoteker, juru resep dan petugas administrasi. Depo Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 61 farmasi IRJ adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien rawat jalan JKN, Jamkesda dan tunai. Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien BPJS adalah resep asli dan fotokopi resep 1 lembar, SEP merah dan kuning (dari loket pendaftaran), bukti layanan, surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan, 1 lembar foto copy Kartu BPJS, KTP, dan Kartu Keluarga. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien Jamkesda Depok dan Jamkesda Tangerang Selatan yaitu: resep asli dan 1 lembar fotokopi resep, SJP (Surat Jaminan Pelayanan) asli dan 2 lembar fotokopi SJP, fotokopi 2 lembar surat pengantar dari Dinas Kesehatan Daerah, fotokopi 2 lembar kartu Jamkesda, surat rujukan asli dari puskesmas, kartu berobat di RSUP Fatmawati, fotokopi Kartu Keluarga (KK) 2 lembar, serta fotokopi KTP atau akte bila anak di bawah umur. a. Pengadaan dan Penyimpanan Perbekalan Farmasi Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Induk Farmasi menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara online. Jenis perbekalan farmasi (obat dan alat kesehatan) disimpan pada tempat yang terpisah, sesuai dengan pengelompokannya yaitu bentuk sediaan serta jenisnya dan dan disusun secara alfabetis. Obat-obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Penyimpanan barang menggunakan sistem FIFO (First In First Out) berdasarkan waktu kedatangan dan FEFO (First Expired First Out) berdasarkan waktu kadaluarsa. Penyimpanan obat juga memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike) untuk “Patient Safety”. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan nama/pengucapannya mirip tidak diletakkan berdekatan walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama, diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA diantara atau ditengahnya dan pada rak/tempat obat dan diberikan stiker LASA. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci ganda (double lock). Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya. Pada jam kerja, kunci lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika dibawah tanggung jawab Penyelia Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 62 Instalasi Farmasi, sedangkan diluar jam kerja kunci lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika diserahterimakan dengan petugas penanggung jawab pada shift jaga berikutnya. Serah terima kunci dilakukan pencatatan dalam buku serah terima kunci. Lemari tersebut juga dilengkapi kartu stok. Pelaksanaan pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika oleh petugas farmasi dengan berpedoman pada ketentuan dan persyaratan sebagai berikut: 1) Menurut bentuk sediaan dan jenisnya 2) Menurut suhu dan kestabilan sediaan: a) Obat disimpan dalam suhu kamar yaitu suhu 15-25oC b) Obat disimpan dalam suhu dingin yaitu suhu 2-8oC 3) Menurut sifatnya mudah/tidak terbakar 4) Menurut ketahanan terhadap cahaya / tidak Pencatatan penggunaan obat nakotika dan psikotropika oleh petugas farmasi sesuai unit pelayanan. Depo farmasi dengan mencatat setiap pengambilan obat-obat tersebut hanya dengan resep dokter untuk terapi pasien. Pencatatan dilakukan dengan: 1) Tanggal pengambilan 2) Mencatat nama pasien yang menggunakan 3) Jumlah yang digunakan 4) Jumlah stok awal 5) Jumlah stok akhir 6) Petugas yang mengambil 7) Pemberian tanda dengan bolpoin warna merah pada lembar resep 8) Pengarsipan resep narkotika dan psikotropika Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak ada kemungkinan jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda peringatan “Awas Hati-Hati Perbekalan Farmasi Mudah Pecah”. Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk mencegah risiko jatuh menimpa petugas. Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat diletakkan di lantai menggunakan alas pallet untuk menghindari kelembaban. Kelembaban dipantau dengan menggunakan alat thermohygrometer Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 63 atau pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 68%-95%. Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung. Tempat penyimpanan juga harus mempunyai ventilasi yang cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan. IRJ 1 juga menyediakan obat TBC dan HIV. Untuk obat HIV terdapat penyiapan paket-paket obat HIV yaitu neviral dengan duviral, duviral dengan efavirenz, neviral dengan coviro-LS, dan duviral dengan tenofovir dan efavirenz. Untuk mengambil obat tersebut, pasien HIV/AIDS harus mempunyai nomor registrasi masing-masing yang diterbitkan oleh klinik Wijaya Kusuma. Khusus untuk pasien HIV/AIDS baru, diberikan konseling. Pasien dapat mengambil obat HIV per bulan, dan jika pasien ingin mengambil lebih awal hanya bisa dilakukan minimal 1 minggu sebelum tanggal pengambilan ditetapkan. Setiap sebulan sekali, pemakaian semua obat HIV di rekapitulasi dan dikirimkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta dan Kementrian Kesehatan. Penyelia Instalasi Farmasi memonitoring jumlah stok pesediaan selama proses penyimpanan, yaitu dengan melakukan pengecekan kesesuaian jumlah fisik sediaan dengan jumlah stok obat narkotik dan psikotropik dalam SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) dan kartu stok setiap hari. Bila ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah fisik dan pencatatan SIRS atau dengan kartu stok, maka dilakukan klarifikasi dengan pihak-pihak terkait hingga didapat penyelesaian masalah secara benar. b. Peresepan dan catatan pengobatan pasien Prosedur penulisan resep dan catatan pengobatan pasien instalasi rawat jalan (IRJ) adalah tata cara urutan proses kegiatan penulisan resep dan pencatatn obat secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara administratif, farmasetis dan klinis untuk pasien rawat jalan. Adapun prosedur peresepan dan catatan pengobatan pasien IRJ adalah sebagai berikut Lampiran 14. Penyiapan dokumen dan perlengkapan untuk penulisan resep perbaikan famasi oleh petugas rawat jalan 1) Penulisan resep oleh dokter penanggung jawab (DPJP) atau oleh dokter yang representatif DPJP dengan menulis lembar resep dengan aturan: Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 64 a) Penulisan resep secara lengkap, jelas, dan mudah terbaca. Apabila resep tidak jelas terbaca, kurang lengkap maka akan dilakukan klarifikasi pada dokter penulis resep hingga didapat kejelasan informasi dalam resep dokter. b) Pilihan diutamakan dengan obat generik. Nama copy drug ditulis apabila sediaan obat belum tersedia sediaan generiknya. c) Tidak boleh menulis dengan singkatan (akronim) yang tidak terstandar terkait dengan nama obat, alat kesehatan, pasien dan dokter. Tidak boleh menulis akronim seperti: < ; > ; ± ; ↑ ; ↓ ; ↕ ; → ; ←. Seluruh singkatan yang digunakan dalam penulisan sesuai dengan standar penulisan singkatan baku di RSUP Fatmawati. d) Pada kondisi emergency (gawat darurat) dan obat tidak tersedia di paket emergency baik dalam troli emergency maupun emergency kit, maka order dapat dilakukan melalui telepon sesuai dengan protap. e) Obat kategori LASA maka jika diminta secara verbal (melalui telepon) maka harus dilakukan spelling (pengejaan kata) sesuai dengan protap. f) Untuk aturan pakai resep obat tidak boleh ditulis “usus cognitus” (tahu aturan pakainya), iterasi (ulangan) untuk obat narkotika, mihi (m.i. = ipsi = untuk dipakai sendiri). Instruksi khusus dapat ditulis dalam resep yaitu pada kolom intruksi khusus antara lain, cito dispencantur, iter, no repetatur, signa pro renata. g) Resep harus ditulis dan tidak boleh “diorder” melalui telepon terhadap obat narkotika, obat psikotropika, obat kemoterapi, dan obat high alert. Menulis dengan lengkap untuk aspek administratif, farmasetis dan klinis. h) Jika dosis obat dalam resep melebihi dosis maksimal, maka diberikan tanda seru dan paraf dokter penulis resep pada obat tersebut. Untuk resep yang membutuhkan perhitungan dosis individual berdasarkan berat badan (BB) maka apabila belum disebutkan jumlah dosis secara implisit dalam resep, maka apoteker dapat menghitung dosis yang dimaksudkan dengan menggunakan rumus dosis obat berdasarkan berat badan. i) Pengisian riwayat alergi j) Obat narkotika harus ditulis pada resep tersendiri: menyertakan alamat Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 65 pasien dan aturan pakai (signa) yang jelas 2) Pencatatan dan pendokumentasian oleh dokter (DPJP atau dokter tim terapi) terhadap peresepan obat/alkes pada rekam/medis yaitu dalam formulir pencatatan dan pemantauan penggunaan obat pasien dengan mencatat data pasien, nama obat, dosis, frekuensi, rute pemberian, informasi, tanggal mulai dan stop. 3) Pengiriman lembar resep pasien ke depo farmasi oleh pasien atau keluarga pasien sebagai dokumen permintaan obat pasien. 4) Pelaksanaan pelayanan obat secara individual prescription oleh petugas depo farmasi. 5) Pembuatan billing pasien untuk permintaan obat/alkes yang telah dilayani oleh petugas depo farmasi. 6) Penyerahan obat kepada pasien oleh petugas farmasi. 7) Pelaksanaan pendokumentasian kegiatan oleh petugas depo farmasi. c. Penyerahan obat Penyerahan obat dari farmasi ke pasien dilakukan pada pelayanan obat untuk pasien rawat jalan dengan menggunakan prosedur penyerahan obat pasien rawat jalan. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. Kegiatan Harga, Etiket, Timbang, Isi, dan Penyerahan (HETIP) yang dilakukan di Instalasi Rawat Jalan dilakukan oleh petugas yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan penyerahan obat dan apabila terjadi kesalahan dapat ditelusuri dan diatasi dengan segera karena adanya double check oleh petugas yang berbeda. Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat secara individual prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien yang dibuat oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP). Jumlah obat diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat secara individual prescription adalah agar: 1) Tersedianya prosedur dalam menyiapkan obat secara resep individual. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 66 2) Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing obat pada pasien rawat jalan. 3) Tercapainya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam penggunaan obat. Adapun prosedur distribusi obat rawat jalan secara individual prescription adalah sebagai berikut Lampiran 15. 1) Masuknya resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo farmasi IRJ akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus dibawa oleh pasien. 2) Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep. 3) Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada skrining resep. 4) Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan. (BPJS dan Jamkesda) 5) Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari skrining dan kajian peresepan obat dan peng-input-an data resep ke komputer 6) Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai. Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati. 7) Pengambilan nomor obat oleh pasien dimana nomor sama dengan nomor yang ada pada resep. 8) Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket: a) Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral / sublingual / dan lain - lain). b) Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal. 9) Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute pemberian, dan tanggal kadaluarsa. 10) Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi. 11) Dispensing obat: a) Pengisian obat jadi dalam kemasan obat Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 67 b) Apabila obat racikan maka dilakukan: menghitung dosis kebutuhan, menghitung obat yang diperlukan (bila dalam bentuk khusus), meracik obat yang diperlukan, bila resep diminta obat racikan. 12) Pengecekan obat: benar pasien, benar obat (nama obat), benar dosis, benar waktu dan frekuensi, benar rute pemberian 13) Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar dokumentasi. 14) Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien. Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian dengan kriteria: a) Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) b) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK). c) Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati d) Selesai mengikuti masa orientasi. 15) Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk menuju loket pengambilan obat. 16) Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih lanjut. 17) Pencatatan data penerima pada kolom penerimaan di resep obat yaitu nama penerima, tanda tangan penerima, alamat penerima, nomor telepon pasien atau penerima obat yang bisa dihubungi. 18) Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status pembiayaan pasien. d. Pelaporan Laporan - laporan yang dibuat oleh depo instalasi Rawat Jalan yaitu: 1) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. 2) Laporan penulisan obat generik dan non generik. 3) Laporan pemakaian obat HIV/AIDS Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 68 4) Laporan analisa penjualan. 5) Laporan jumlah lembar dan jumlah resep. 6) Laporan barang rusak dan kadaluarsa. 3.3.3.2 Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 2 Depo IRJ 2 adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien rawat jalan peserta JKN. Depo Farmasi IRJ 2 dibawahi oleh apoteker, asisten apoteker, juru resep dan petugas administrasi. Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan pengobatan pasien Askes di Depo Farmasi IRJ 2 adalah: a. Resep asli dan fotokopi resep 1 lembar. b. SEP merah dan kuning (dari loket pendaftaran), c. Surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan d. 1 lembar foto copy Kartu BPJS, KTP, dan Kartu Keluarga Dalam melayani pasien, Depo Farmasi IRJ 2 mengacu pada pedoman- pedoman yang disesuaikan dengan status pasien yakni Formularium Nasional (Fornas) dan Formularium Rumah Sakit. Adapun kegiatan yang dilakukan di Depo Farmasi IRJ 2 antara lain : a. Pengadaan dan Penyimpanan Perbekalan Farmasi Sama halnya seperti depo farmasi IRJ 2, pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Induk Farmasi menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara online. Jenis perbekalan farmasi (obat dan alat kesehatan) disimpan pada tempat yang terpisah, sesuai dengan pengelompokannya yaitu bentuk sediaan serta jenisnya dan dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci (double lock). Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya. Pada jam kerja, kunci lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika dibawah tanggung jawab Penyelia Instalasi Farmasi, sedangkan diluar jam kerja kunci lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika diserahterimakan dengan petugas penanggung jawab pada shift jaga berikutnya. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 69 Serah terima kunci dilakukan pencatatan dalam buku serah terima kunci. Lemari tersebut juga dilengkapi kartu stok. Pelaksanaan pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika oleh petugas farmasi dengan berpedoman pada ketentuan dan persyaratan SPO. b. Peresepan dan catatan pengobatan pasien Prosedur peresepan dan catatan pengobatan pasien di depo farmasi IRJ 2 sama dengan di depo farmasi IRJ 2 terdapat pada Lampiran 14. c. Penyerahan obat Penyerahan obat dari farmasi ke pasien juga dilakukan di depo farmasi IRJ 2. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. Kegiatan Harga, Etiket, Timbang, Isi, dan Penyerahan (HETIP) yang dilakukan di IRJ 2 dilakukan oleh petugas yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan penyerahan obat dan apabila terjadi kesalahan dapat ditelusuri dan diatasi dengan segera karena adanya double check oleh petugas yang berbeda. Depo farmasi IRJ 2 juga menerapkan sistem distribusi obat secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat secara individual prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien yang dibuat oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP). Jumlah obat diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian peresepan oleh Apoteker. Adapun prosedur distribusi obat secara individual prescription di depo IRJ 2 adalah sebagai berikut Lampiran 16. 1) Masuknya resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo farmasi IRJ akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus dibawa oleh pasien. 2) Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep. 3) Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada skrining resep. 4) Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan. (BPJS dan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 70 Jamkesda) 5) Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari skrining dan kajian peresepan obat dan peng-input-an data resep ke komputer 6) Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai. Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati. 7) Pengambilan nomor obat oleh pasien dimana nomor sama dengan nomor yang ada pada resep. 8) Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket: 9) Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute pemberian, dan tanggal kadaluarsa. 10) Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi. 11) Dispensing obat. 12) Pengecekan obat: benar pasien, benar obat (nama obat), benar dosis, benar waktu dan frekuensi, benar rute pemberian 13) Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar dokumentasi. 14) Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien. Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian dengan kriteria: 15) Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk menuju loket pengambilan obat. 16) Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih lanjut. 17) Pencatatan data penerima pada kolom penerimaan di resep obat yaitu nama penerima, tanda tangan penerima, alamat penerima, nomor telepon pasien atau penerima obat yang bisa dihubungi. 18) Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 71 pembiayaan pasien. d. Pelaporan Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes (JKN), yaitu: 1) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. 2) Laporan penulisan obat generik dan non generik. 3) Laporan analisa penjualan. 4) Laporan jumlah lembar dan jumlah resep. 5) Laporan barang rusak dan kadaluarsa. 3.3.3.3 Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI) Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati yang melayani kegawatdaruratan medik selama 24 jam. Depo IGD dan IRI buka 24 jam dengan 3 shift dan melayani pasien rawat inap serta pasien rawat jalan dan Cath lab. Pasien rawat inap terdiri dari pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU), Neonatus Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), dan Intermediate Ward (IW). Sedangkan pasien rawat jalan merupakan pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang triase, resusitasi, ruang P2, maupun poli IGD. Alur pelayanan pasien emergency Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dapat dilihat pada lampiran 16. IGD terdiri dari beberapa ruangan: a. Ruang Triase Merupakan ruang pemilahan pasien. Dalam ruang ini pasien diperiksa dan dinilai keparahannya oleh dokter dan perawat, kemudian ditentukan akan masuk ruang hijau, kuning atau merah untuk penanganan lebih lanjut. b. Ruang hijau Pasien yang masuk ruangan ini adalah pasien non gawat darurat dengan kondisi tidak terlalu parah seperti dispepsia, vertigo, observasi fibris. Di ruang ini terdapat poliklinik, tidak terdapat paket dan trolley emergency. c. Ruang P2 (Ruang kuning) Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 72 Merupakan ruangan untuk pasien-pasien dengan kondisi cukup buruk namun tidak mengancam jiwa. Ruangan ini dibagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah. Terdapat 1 trolley emergency dalam ruangan ini. d. Ruang resusitasi (Ruang merah) Pasien - pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan kondisi yang parah dan mengancam jiwa. Dalam ruang merah terdapat 1 trolley emergency, dan paket resusitasi. Trolley emergency digunakan jika terjadi kegawatdaruratan medik sehingga jika pasien butuh penanganan segera, perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD untuk mengambil obat maupun alat kesehatan. Trolley emergency dicek 3 kali setiap hari tiap shift dan dilengkapi jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP Fatmawati. Depo IGD dan IRI memiliki 19 SDM dengan 1 apoteker , 14 asisten apoteker, 3 juru resep, dan 1 petugas administrasi. Pelayanan farmasi di depo IGD dan IRI setiap harinya dilakukan dalam 3 shift selama 24 jam sehingga dapat selalu mengantisipasi kebutuhan pasien IGD yang kondisinya dapat berubah-ubah setiap saat. Kegiatan depo farmasi IGD dan IRI yaitu melakukan pelayanan farmasi klinis dan pengelolaan perbekalan farmasi. Kegiatan farmasi klinik di IRI telah berjalan dengan adanya seorang Apoteker klinis. Beberapa jenis pelayanan farmasi klinik yang telah dilakukan, antara lain : a. Pengkajian Penggunaan Obat : dilakukan dengan cara menyesuaikan antara obat yang diresepkan oleh dokter dengan rencana pengobatan dalam status pasien dan pemberian obat oleh perawat yang tercatat dalam kardeks. Selain itu dilakukan pula analisa kesesuaian obat dengan indikasi terapi, dosis obat, aturan pakai dan waktu pemberian, rute pemberian, interaksi antar obat, dll. b. Monitoring Efek Samping Obat c. Pelayanan Informasi Obat: dilakukan pada saat penyerahan obat kepada pasien yang akan pulang. Pemberian informasi obat pulang di IGD diutamakan untuk pasien dengan penggunaan obat khusus dan berkelanjutan. Pengelolaan perbekalan farmasi di depo IGD dan IRI meliputi perencanaan, pengadaan, dan penerimaan, penyimpanan, distribusi perbekalan farmasi dan pelaporan. Depo IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 73 kesehatan ke gudang farmasi setiap hari secara online. Penyimpanan perbekalan farmasi di depo IGD telah diatur sesuai dengan persyaratan dan standar kefarmasian. Sistem distribusi obat dan perbekalan farmasi yang diberlakukan di depo IGD dan IRI adalah sistem individual prescription untuk pasien rawat jalan dan unit dose untuk pasien rawat inap. Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD adalah sebagai berikut: a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian. b. Laporan pemakaian obat–obat narkotika yang dibuat setiap bulan. c. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap bulan. d. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. e. Laporan barang rusak dan expired yang dibuat setiap 3 bulan. f. Laporan jumlah dan lembar resep setiap bulan. 3.3.3.4 Depo Farmasi Teratai Depo Farmasi Teratai berada di lantai pertama gedung teratai. Depo Farmasi Rawat Inap Teratai (Depo Farmasi Teratai) merupakan depo farmasi yang menyediakan perbekalan bagi pasien rawat inap Gedung Teratai, Gedung Prof. Soelarto, dan Gedung Anggrek. Gedung Teratai terdiri dari enam lantai dengan rincian tiap lantai sebagai berikut : a. Lantai pertama yaitu ruangan kebidanan (emergency kebidanan, contohnya pada kondisi pre eklampsia berat) dan high care unit di selatan Teratai. b. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care unit di selatan Teratai. c. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak - anak (<18 tahun) dan high care unit di selatan Teratai. d. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di utara Teratai. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 74 e. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high care unit di selatan Teratai. f. Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan kardiovaskular dan high care unit di selatan Teratai. Gedung Prof. Soelarto terdiri dari 6 lantai, terletak antara diantara Gedung Teratai dan Gedung Anggrek dengan perincian sebagai berikut: a. Lantai pertama yaitu ruangan perawatan khusus orthopedic kelas 3. b. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan bedah umum. c. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus perawatan non bedah. d. Lantai keempat yaitu ruangan pasien rehabilitasi medik kelas 1 dan 2 e. Lantai kelima yaitu ruangan pasien VIP f. Lantai keenam yaitu ruangan pasien VIP dan High Care Unit Gedung Anggrek terbagi menjadi 4 unit, dengan perincian sebagai berikut: a. Ruangan VIP : Paviliun Cattelya b. Ruangan Eksekutif : Paviliun Vanda, Paviliun Kalante dan Paviliun Larat. c. Ruangan kelas I : Paviliun Bulan dan Paviliun Cordelia d. Unit Stroke Setiap lantai atau unit ruangan memiliki petugas yang menjadi penanggung jawab pelayanan. Depo ini memiliki jumlah sumber daya manusia sebanyak 41 orang, dengan perincian Apoteker sebanyak 5 orang, tenaga teknis kefarmasian sebanyak 22 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 8 orang, dan juru resep sebanyak 6 orang. Kegiatan yang dilakukan di Depo Farmasi Teratai meliputi pengadaan obat, penerimaan obat, penyimpanan obat, penyiapan obat, distribusi obat dan dokumentasi. a. Pengadaan obat Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian kebutuhan ke gudang farmasi yang diinput ke komputer yang online dengan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). b. Penerimaan Pelaksanaan pemeriksaan penerimaan perbekalan farmasi yang dikirim dari gudang farmasi oleh petugas depo farmasi dengan melakukan pemeriksaan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 75 kecocokan perbekalan farmasi dengan dokumen print out bukti transfer dari gudang farmasi. c. Penyimpanan obat Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan bentuk sediaan dan kestabilan yang disusun berdasarkan alfabetis dan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Penyimpanan obat high alert dilakukan secara khusus dalam lemari penyimpanan obat yang bertanda khusus (stiker high alert) dan ditempel stiker high alert pada setiap kemasan. Penyimpanan narkotika dan psikotropika di instalasi farmasi secara teratur di lemari khusus narkotika dan lemari khusus psikotropika, terkunci dan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Dicatat jumlah penerimaan obat dan penggunaannya dalam kartu stok. Obat LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunannya diberi jarak 2 box antar obat LASA dan diberikan stiker LASA. d. Distribusi obat Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam, diantaranya yaitu sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD), sistem distribusi resep individual, dan sistem paket. 1) Distribusi unit dose adalah penyampaian obat kepada pasien sesuai permintaan dokter berupa kemasan unit tunggal untuk sekali pakai dan obat disiapkan untuk pemakaian selama 24 jam. 2) Distribusi resep individual adalah penyampaian obat oleh IFRS meliputi penyiapan etiket sesuai dengan identitas pasien dan sesuai dengan signa yang teretra pada resep yang ditujukan bagi pasien tersebut. 3) Sistem distribusi floor stock Pada sistem distribusi floor stock, kelompok obat dan alat kesehatan tertentu disimpan di ruang perawatan untuk digunakan oleh seluruh pasien. Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat penggunaan umum yang terdiri dari obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh KFT dan IFRS yang tersedia di unit perawat. Sistem distribusi floor stock juga diterapkan pada penggunaan obat dan alat kesehatan yang ada di dalam lemari/ troli emergency. Depo Teratai memiliki beberapa troli emergency yang berisi obat Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 76 dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di ruang HCU (High Care Unit) yang ada di setiap lantai gedung. Tiap troli emergency berisi obat dan alat kesehatan dengan jumlah yang telah distandardisasi. 4) Sistem distribusi paket dilakukan khusus untuk pasien kebidanan yang terdiri dari 8 paket yaitu Paket Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Paket Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket Partus Sectio, Paket Abortus Curetage, Paket Haemorrhagic Post Partum (HPP), Paket Preeklamsi Berat (PEB) dan Paket Partus Normal. Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem UDD dan Resep Individual di depo farmasi dilakukan berdasarkan resep dokter dan hanya untuk pelayanan pasien. Depo farmasi rawat inap hanya melayani resep pasien rawat inap internal dari RSUP Fatmawati. Alur pendistribusian perbekalan farmasi ke ruangan rawat inap dapat dilihat di Lampiran 18. 1) Peresepan Penulisan resep dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) atau oleh dokter yang mewakili DPJP di RSUP Fatmawati dalam lembar resep dengan aturan dan SPO di RSUP Fatmawati dan dicatat di rekam medik pasien di catatan pemberian dan pemantauan obat pasien. 2) Skrining resep Pelaksanaan distribusi perbekalan farmasi dilakukan dengan pelaksanaan pengkajian resep sesuai dengan SPO pengkajian resep dan dilakukan klarifikasi resep apabila ada ketidaklengkapan data dalam resep. Skrining resep dilakukan untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan administratif, farmasetis dan klinis. Pengkajian/skrining resep oleh apoteker atau penyelia instalasi farmasi untuk menilai kelengkapan resep. 3) Penyiapan Perbekalan Farmasi Perbekalan Farmasi disiapkan sesuai dengan sistem distribusi yang digunakan. Untuk pasien rawat inap pada umumnya menggunakan sistem UDD. Pada sistem unit dose dispensing (UDD) obat disiapkan sejumlah dosis harian yang dibutuhkan pasien selama menjalani rawat inap untuk pemakaian selama 24 jam berdasarkan daftar obat yang tertera pada formulir catatan pemberian dan pemantauan obat pasien. Pada pasien pulang digunakan sistem resep individual, Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 77 obat disiapkan sesuai dengan kebutuhan resep dan pada pasien kebidanan perbekalan farmasi disiapkan sesuai dengan paket pasien. Obat-obat bawaan pasien (obat rekonsiliasi) yang digunakan selama terapi di RSUP Fatmawati, diserahkan oleh perawat kepada petugas depo farmasi dengan mencatat pada buku serah terima obat. Penyimpanan obat bawaan pasien di depo farmasi oleh petugas depo farmasi di dalam box obat bawaan pasien. Obat tersebut disiapkan bersama dengan obat lainnya di depo farmasi. Alur rekonsiliasi obat dapat dilihat pada lampiran 19. Untuk menghindari kesalahan dalam penggunaannya, pengenceran KCl 7.46% dan Natrium bicarbonat (Meylon 8.4%) dilakukan oleh petugas di depo farmasi teratai. Penyiapan obat high alert yang akan dilarutkan harus sesuai dengan 5 benar yaitu benar obat, benar dosis, benar rute pemberian, benar waktu dan frekuensi pemberian. Pencampuran obat high alert dalam bentuk injeksi harus dilakukan dengan metode aseptik (steril) untuk menjaga mutu dan kualitas produk serta sebagai upaya menghindari kesalahan dalam penggunaannya. KCl 7.46% injeksi harus diencerkan sebelum digunakan dengan perbandingan 1 ml KCl : 10 ml pelarut (WFI/ NaCl 0.9%). Konsentrasi maksimum KCl adalah 10 mEq/100 ml. Natrium bicarbonat (meylon vial 8.4%) injeksi harus diencerkan sebelum digunakan. Untuk penggunaan bolus, Natrium bicarbonat diencerkan dengan perbandingan 1 ml Na Bicarbonat : 1 ml pelarut WFI. Petugas memberikan label obat high alert dan label identitas pada setiap infus yang berisi data tentang nama pasien, nomor rekam medik, nama obat, dosis obat, pelarut dan volume pelarut, rute pemberian, tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa setelah pelarutan obat. Alur pencampuran injeksi obat high alert di depo farmasi rawat inap dapat dilihat pada lampiran 20. Sebelum didistribusrikan ke ruangan perawatan pasien, petugas harus melakukan pemeriksaan 5 benar yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara pemberian dan benar waktu pemberian. 4) Serah terima perbekalan farmasi Penyerahan perbekalan farmasi pasien dengan perawat adalah proses penyerahan perbekalan farmasi yang akan digunakan untuk pengobatan rawat inap oleh petugas farmasi dengan perawat ruangan. Seluruh obat pasien rawat Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 78 inap yang telah disiapkan dalam bentuk unit dose dispensing oleh petugas farmasi dikirim ke ruanng perawatan pasien dan dilakukan serah terima dengan perawat ruangan dengan menggunakan prosedur serah terima perbekalan farmasi dengan perawat. Hal ini dilakukan untuk menjamin kebenaran dan keamanan perbekalan farmasi. Penempatan obat oral dalam laci kereta obat secara terpisah untuk setiap pasien dilakukan oleh petugas depo farmasi di depo farmasi. Penyiapan obat oral, injeksi dan alat kesehatan yang telah disiapkan secara unit dose dispensing dicatat dalam buku serah terima obat per ruangan oleh petugas depo farmasi. Pengiriman kereta obat pada pukul 14.00-15.30 ke ruangan untuk diserah terimakan dari asisten apoteker penanggung jawab ruangan kepada perawat di ruangan yang bersangkutan dengan pengecekan yang meliputi 7 benar yaitu (a) benar obat, (b) benar dosis, (c) benar aturan pakai dan waktu pemberian, (d) benar rute pemberian, (e) benar pasien, (f) benar informasi dan (g) benar dokumentasi. Pelaksanaan pengecekan kondisi perbekalan farmasi yang diterima oleh perawat ruangan dengan memeriksa a) Jumlah perbekalan farmasi b) Bentuk sediaan obat c) Jenis perbekalan farmasi d) Tanggal expired date Pelaksanaan penandatanganan serah terima perbekalan farmasi di buku serah terima oleh perawat ruangan dengan melengkapi data: a) Waktu (tanggal/bulan/tahun/jam) b) Nama ruangan IRNA c) Nama pemberi dan penerima Alur serah terima perbekalan farmasi di ruangan perawat dapat dilihat pada lampiran 21. e. Dokumentasi Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan depo-depo farmasi lainnya, di antaranya adalah: 1) Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian. 2) Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan. 3) Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 79 setiap bulan. 4) Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. 5) Laporan barang rusak dan expired yang dibuat setiap 3 bulan. 6) Laporan medication error 3.4 Farmasi Klinis RSUP Fatmawati Dalam menunjang pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati dilakukan kegiatan farmasi klinis yang meliputi pengkajian penggunaan obat, visite, monitoring efek samping, pelayanan informasi obat, edukasi farmasi dan konseling. 3.4.1 Pengkajian Penggunaan Obat Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah : a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan / dokter tertentu. b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain. c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik. d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian penggunaan obat antara lain : a. Indikator peresepan b. Indikator pelayanan c. Indikator fasilitas Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian penggunaan obat adalah rangkaian proses analisa dan audit secara retrospektif dan prospektif terhadap tatalaksana pengobatan pasien yang menjalani pengobatan di RSUP Fatmawati. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat di RSUP Fatmawati adalah : Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 80 a. Tercapainya rasionalisasi penggunaan obat. b. Terjaminnya kebenaran proses terapi pasien selama menjalani perawatan di RSUP Fatmawati. c. Terwujudnya pencegahan kesalahan dalam pelayanan obat pasien. d. Tersedianya standar prosedur operasional (SPO) tentang pengkajian. penggunaan obat pasien di RSUP Fatmawati guna pengatasan terhadap adanya Drug Related Problems (DRPs). Seluruh penggunaan obat pada pasien di RSUP Fatmawati dilakukan evaluasi dan pengkajian dengan menggunakan prosedur Pengkajian Penggunaan Obat yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang telah memenuhi standar kualifikasi yang dipersyaratkan. Kegiatan pengkajian penggunaan dilakukan dengan menggunakan Standar Prosedur obat Operasional (SPO) pengkajian penggunaan obat yaitu dengan melakukan : a. Analisa kesesuaian obat dengan indikasi terapi, dosis obat, aturan pakai dan waktu pemberian, dan rute pemberian. b. Potensial dan aktual efek samping obat (ESO) c. Potensial dan aktual duplikasi terapi dengan membandingkan antara obat yang akan digunakan saat ini dengan obat yang telah diberikan sebelumnya. d. Respon alergi dan reaksi hipersensitifitas lainnya. e. Interaksi antar obat dengan obat f. Interaksi obat dengan makanan g. Keberhasilan pengobatan dengan menilai fungsi ginjal pada obat nefrotoksik, fungsi hepar untuk obat menginduksi hepatotoksik, tanda infeksi pada obat antibiotik, keluhan nyeri untuk obat analgetik, koagulasi darah untuk obat antikoagulan, terhadap kontraindikasi obat dengan kondisi pasien seperti kontra indikasi obat untuk pasien hamil atau sedang masa menyusui. h. Analisa terhadap biaya pengobatan pasien i. Pelaksanaan kegiatan komunikasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk konfirmasi bila ditemukan adanya masalah pada pengobatan (drug related problem‟s-DRPs) j. Pelaksanaan kegiatan komunikasi dan klarifikasi untuk problem solving dengan klarifikasi dan komunikasi verbal langsung dengan dokter DPJP. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 81 Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung maka dilakukan degan komunikasi melalui telepon. Pembuatan dan penyusunan saran rekomendasi pengatasan DRP‟s dengan k. menghentikan pengobatan, mengganti dengan obat yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis obat, atau monitoring obat secara intensive. l. Pelaksanaan penyusunan laporan hasil kajian oleh Apoteker pelaksana dengan penyusunan laporan dan penentuan kesimpulan apakah rasional atau tidak rasional. 3.4.2 Visite Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses penetapan keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan oleh apoteker bertujuan untuk : a. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komprehensif; b. Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien; c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi; d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya; Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang harus dipertimbangkan adalah jumlah sumber daya manusia (apoteker). Terkait keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut: a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama); b. Pasien dalam perawatan intensif; Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 82 c. Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat; d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan ginjal; e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin. Nilai kritis pemeriksaan laboratorium dapat dilihat di lampiran 22. f. Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks terapi sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal. Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan pelayanan visite maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara dengan pasien / keluarga. Setelah informasi didapatkan maka selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat. Pengkajian yang dilakukan yaitu pengkajian bagi pasien yang mendapatkan obat yang memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat baik yang aktual (nyata terjadi) maupun yang potensial (mungkin terjadi). 3.4.3 Monitoring Efek Samping Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping. Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Efek samping tidak mungkin dihindari / dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor - faktor risiko. Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Adanya efek samping obat dapat meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan penderitaan, meningkatkan perawatan / perpanjangan masa perawatan, dan dapat menyebabkan kematian. Alur pemantauan efek samping obat dapat dilihat pada Lampiran 23. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 83 MESO dapat berguna bagi beberapa pihak, diantaranya bagi badan pengawas obat, perusahaan obat, dan bagi akademis. Beberapa tujuan diadakannya MESO diantaranya adalah : a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang b. Menentukan frekuensi dan insiden efek samping obat baik yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka kejadian efek samping obat d. Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan e. Membuat peraturan yang sesuai f. Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan g. Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : a. Laporan insidentil Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit atau laporan kasus di majalah. b. Laporan sukarela Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat. c. Laporan intensif di RS Data yang diperoleh untuk laporan ini berasal dari data yang terkumpul kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan lain - lain). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim. d. Laporan wajib Ada peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan efek samping obat di tempat tugas / praktek sehari - hari. e. Laporan catatan 3.4.4 Pelayanan Informasi Obat RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 84 pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi, farmakokinetik/farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, cara pemberian, komposisi, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi/efek samping obat yang pernah dialami pasien. Berbagai literatur telah digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati, baik literatur primer, sekunder, maupun tersier. Alur proses menjawab pertanyaan pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 24. 3.4.5 Konseling Kegiatan konseling di RSUP Fatmawati berupa pemberian penjelasan dan pemahaman kepada pasien mengenai pengobatan yang diperoleh oleh pasien dengan tujuan dapat menimbulkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan secara benar dan aman. Prosedur konseling obat adalah tata cara dalam pemberian pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar dan aman. Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur konseling obat. Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker pada pasien dengan kriteria : a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker. b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker. c. Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang akan pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 85 Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker di ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat jalan dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien tertentu diantaranya: a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konseling dengan apoteker. b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konseling dengan apoteker. c. Pasien dengan penggunaan obat khusus, seperti: d. Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi). e. Pasien dengan pengobatan kronis. f. Pasien dengan riwayat alergi. g. Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi. h. Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi, pengobatan HIV / AIDS, pengobatan Tuberkulosis. Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konseling dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat oleh apoteker dengan tahapan berikut: a. Perkenalan. b. Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya. c . Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap. Penjelasan obat meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat, cara pemakaian obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping obat yang mungkin terjadi, cara pemakaian obat yang benar, interaksi antara obat dan makanan baik yang potensial maupun aktual, dan informasi lain yang mendukung. d. Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan. e. Penutup. 3.5 Peran Lintas Farmasi Terkait dalam Pelayanan Farmasi di RSUP Fatmawati 3.5.1 Komite Farmasi dan Terapi (KFT) Badan yang membantu pimpinan rumah sakit untuk menetapkan kebijakan menyeluruh tentang pengelolaan dan penggunaan obat di RSUP Fatmawati Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 86 disebut Komite Farmasi dan Terapi (KFT). Manfaat KFT antara lain untuk membangun hubungan kerja sama yang baik antara farmasi dan tenaga kesehatan lainnya untuk menyusun formularium rumah sakit. Ketua KFT yaitu dokter, sekretaris KFT berasal dari apoteker. Anggota KFT terdiri dari dokter, apoteker, dan perawat. 3.5.1.1 Tugas Komite Farmasi dan Terapi Tugas Komite Farmasi dan Terapi di RSUP Fatmawati yaitu: a. Monitoring dan evaluasi perencanaan obat dan alat kesehatan habis pakai b. Monitoring dan evaluasi pencegahan obat dan alat kesehatan habis pakai c. Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat dan alat kesehatan habis pakai d. Mengendalikan pemakaian obat sesuai formularium e. Mengendalikan dan memonitor pembayaran pembelian obat dan alat f. Kesehatan habis pakai 3.5.1.2 Kegiatan Pokok Komite Farmasi Terapi RSUP Fatmawati Kegiatan Pokok Komite Terapi RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut: a. Revisi formularium. b. Pembuatan Addendum Formularium, Standar Terapi dan Antibiotic Guideline. c. Pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. d. Edukasi staf farmasi dan profesi lain. e. Monitoring efek samping obat. f. Rapat rutin. g. Memberikan rekomendasi dalam pemilihan penggunaan obat dan alkes habis pakai. h. Menyusun formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan i. alkes habis pakai di rumah sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan ecara berkala. j. Menyusun Antibiotic Guideline bersama-sama dengan Sub Komite KFT bertugas untuk menyusun standar diagnosa dan terapi, formularium RSUP Fatmawati, tata laksana obat, pengkajian penggunaan obat, dan monitoring Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 87 efek samping obat. RSUP Fatmawati telah menerbitkan formularium sebanyak enam kali yaitu pada tahun 1990, 1995, 2003, 2007, 2010, dan tahun 2012. Berdasarkan SK Direktur Utama RSUP Fatmawati tentang Pemberlakuan Formularium RSUP Fatmawati Edisi VI tahun 2012, Formularium RSUP Fatmawati disusun atas dasar masukan Satuan Medik Fungsional (SMF) melalui KFT, dengan mengutamakan penggunaan Obat Generik. Formularium RSUP Fatmawati digunakan sebagai acuan Instalasi Farmasi dalam perencanaan dan pengadaan obat di RSUP Fatmawati, sehingga penatalaksanaan obat dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Penggunaan obat-obat yang tercantum dalam Formularium RSUP Fatmawati merupakan tanggung jawab profesional dokter dan apoteker dalam pengobatan kepada pasien. Apabila ada alasan rasional untuk tidak menggunakan obat yang tidak tercantum dalam formularium, maka dapat dimintakan izin kepada KFT dengan mengisi Formulir Permintaan Obat Non Formularium. 3.5.2 Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) merupakan instalasi yang bertanggung jawab atas proses sterilisasi alat-alat medik dan pencucian linen rumah sakit. Adanya ISB di Rumah Sakit Fatmawati adalah sebagai upaya pencegahan Health Care Associated Infections (HAIs) di rumah sakit. ISB RSUP Fatmawati Dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi yang merupakan Apoteker. Kepala Instalasi dibantu oleh dua orang koordinator, yaitu koordinator sterilisasi dan koordinator binatu. Koordinator sterilisasi membawahi dua orang penanggung jawab, yaitu penanggung jawab dekontaminasi dan sterilisasi serta penanggung jawab pengawasan mutu sterilisasi dan alkes habis pakai. Koordinator binatu membawahi dua orang penanggung jawab, yaitu penanggung jawab binatu dan penjahitan serta penanggung jawab pengawasan mutu dan distribusi linen. Struktur organisasi ISB dapat dilihat pada Lampiran 25. Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) terdiri dari dua bagian yaitu sterilisasi dan binatu. Sterilisasi merupakan tempat dilaksanakannya proses sterilisasi alatalat medik dan alat lain. Sterilisasi bertanggung jawab atas penerimaan dan pendistribusian semua alat/instrumen yang memerlukan kondisis steril. Binatu Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 88 merupakan tempat dilaksanakannya proses pencucian linen rumah sakit. Binatu bertanggung jawab atas penerimaan dan pendistribusian semua linen yang memerlukan kondisi bersih, terbebas dari noda/kotoran dan mikroorganisme penyebab infeksi, kering, rapi, utuh, dan siap pakai. Bagian sterilisasi terletak di lantai satu Instalasi Bedah Sentral, denah ruangan dapat dilihat pada Lampiran 26. Proses sterilisasi adalah langkah–langkah dalam melakukan kegiatan sterilisasi baik instrumen logam, linen, kassa, dan karet, untuk menghilangkan spora yang ada pada alat tersebut. Sterilisasi hanya digunakan untuk alat-alat kritis yaitu alat medis yang masuk ke dalam jaringan tubuh steril atau sistem pembuluh darah. Proses sterilisasi dimulai dari dekontaminasi alat. Dekontaminasi adalah proses fisik atau kimia untuk membersihkan benda-benda yang mungkin terkontaminasi oleh mikroba yang berbahaya sehingga aman untuk proses selanjutnya. Proses dekontaminasi terdiri dari perendaman, pencucian dan pembilasan. Perendaman dilakukan dengan air biasa, air hangat, dan detergen enzimatik. Pencucian dilakukan dengan menggunakan sikat untuk menghilangkan noda-noda yg menempel. Pembilasan dilakukan dengan air mengalir. Proses dekontaminasi selain dilakukan secara manual dapat juga dilakukan dengan menggunakan mesin Miele. Proses selanjutnya adalah pengeringan dengan menggunakan handuk dan kompresor. Alat yang sudah kering kemudian dikemas dengan menggunakan linen, pouches, atau rigid container dan diberi indikator internal. Pouches kemudian direkatkan dengan mesin perekat. Untuk kemasan linen dan rigid container diberi indikator autoclave tape. Kemasan jadi diberi label aplikator yang berisi no lot, no alat, waktu sterilisasi, dan tanggal kadaluarsa. Alat yang sudah dikemas disusun pada troli sesuai dengan ketentuan, sehingga dapat dapat menjangkau bagian yang paling sulit. Alat yang akan disterilkan dicatat pada formulir, kemudian alat dimasukkan ke mesin sterilisasi. Metode sterilisasi yang digunakan di ISB adalah Autoclave/panas basah untuk alat yang tahan panas dan low temperature dengan menggunakan H2O2/plasma untuk alat yang tidak tahan panas. Sterilisasi dengan Autoclave dilakukan pada suhu 134oC untuk bahan logam, linen dan kassa serta suhu 121oC untuk bahan karet. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 89 Alat yang sudah disterilisasi disimpan sementara di gudang steril atau didistribusikan ke ruangan masing-masing. Binatu merupakan tempat dilaksanakannya proses pencucian linen rumah sakit. Tujuan dilakukan pencucian: a. Membersihkan linen dari kotoran dan noda b. Mengembalikan kecemarlangan warna linen c. Membunuh bakteri dan kuman pada linen d. Memperpanjang umur linen e. Menjaga sifat-sifat asli warna linen Pencucian dimulai dari penerimaan linen kotor dari ruangan, penimbangan, pemilahan, pencucian, pengeringan, pelicinan, pengemasan, dan penyimpanan/pendistribusian. Linen yang diterima dari tiap-tiap rungan ditimbang dan dicatat pada formulir penerimaan linen. Pemilahan linen dilakukan berdasarkan kriteria: a. Linen dari OK non infeksius dan infeksius b. Linen putih non infeksius dan infeksius c. Linen berwarna non infeksius dan infeksius d. Linen bayi non infeksius dan infeksius Area infeksius dan non infeksius dipisahkan dengan garis merah. Linen yang sudah dipisahkan kemudian ditimbang kembali untuk disesuaikan dengan kapasitas mesin cuci. Pencucian harus seimbang antara gaya mekanik, chemical, teperatur, waktu pencucian, prosedur, kualitas air, jenis pengotor, dan jenis linen. Chemical yang digunakan dalam proses pencucian antara lain emulsifier, alkali, detergen, l-chloro bleach, oxygen bleach, neutralizer, softener, disinfektan. Setelah proses pencucian selesai linen dikeringkan di mesin pengering. Linen yang akan dikeringkan dipisahkan berdasarkan ketebalannnya untuk mendapatkan hasil yang optimal. Linen sebaiknya jangan terlalu kering, karena dapat menyebabkan hasil pelicinan kurang halus. Proses pelicinan adalah proses menghaluskan permukaan linen dengan menggunakan plat panas. Metode pelicinan terdiri dari flatwork ironer dan pressing machine. Linen yang telah dilicinkan kemudian dilipat dan dirapikan untuk memudahkan dalam penyimpanan dan distribusinya. Linen selanjutnya di Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 90 simpan di ruang penyimpanan linen, untuk kemudian didistribusikan ke ruangan masing-masing 3.6 Instalasi Sanitasi dan Pertamanan (ISP) RSUP Fatmawati Instalasi Sanitasi dan Pertamanan (ISP) merupakan instalasi yang bertanggung jawab terhadap program pengawasan kualitas air bersih, program pengelolaan air limbah, program penanganan sampah, program pengawasan penanganan makanan dan minuman di rumah sakit, program penyehatan tempat pencucian linen rumah sakit, program pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu, program penyehatan lingkungan kerja, program disinfeksi dan sterilisasi di rumah sakit, program perlindungan radiasi, dan program upaya penyuluhan kesehatan lingkungan serta program pemeliharaan taman rumah sakit. Limbah cair Di RSUP Fatmwati diolah secara sentralisasi. Secara teknis, limbah cair dari seluruh bagian akan ditampung di bak penampungan (RSUP Fatmawati saat ini memiliki 16 bak pengumpul limbah cair). Cairan yang terkumpul akan dipompa masuk ke sistem pengolahan (proses floatasi). Setelah dilakukan floatasi, globul–globul yang terbentuk diendapkan di bak sedimentasi (untuk memisahkan partikel sampah dengan air sehingga diperoleh cairan yang lebih bersih dari sebelumnya). Selanjutnya cairan tersebut dialirkan ke bak aerasi. Pada tahap ini umumnya terjadi proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan organik oleh mikroorganisme yang tumbuh di dalamnya. Di dalam bak ini oksigen dialirkan secara continue dengan tujuan agar proses biologis dalam menguraikan bahan organik bisa berjalan lebih cepat. Tahap selanjutnya adalah klorinasi dalam bak klorinasi. Tujuan klorinasi adalah untuk mendesinfeksi cairan yang telah diperoleh dari hasil aerasi. Tahap terakhir dari pengolahan air limbah ini yaitu penyaringan (filtrasi). Pada tahap ini digunakan pasir dan karbon sebagai media filter. RSUP Fatmawati melakukan pemeriksaan kualitas air hasil olahan limbah setiap hari. Dalam pemeriksaan tersebut, indikator mutu yang digunakan adalah pH, suhu, Total Disolve Solid (TDS), Total Solve Solid (TSS), COD, DOD kandungan zat organik dan amoniak. Pengolahan limbah padat di RSUP Fatmawati tidak dilakukan sendiri melainkan bekerjasama dengan perusahaan pengolah limbah. Prosedur Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 91 Penanganan Limbah Sitostatik dan Medis di Rumah Sakit Fatmawati adalah sebagai berikut. Sampah medis di kumpulkan berdasarkan jenisnya yaitu: sampah jarum suntik, sampah sitotoksik (kantong plastik warna ungu) dan sampah infeksius (kantong plastik warna kuning). Sampah medis tersebut diangkut oleh petugas kebersihan yang telah dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) yang sesuai di masing-masing ruangan. Sampah dalam plastik yang sudah penuh dikeluarkan dari tempat atau bak sampah kemudian ditutup kuat dan diganti kembali bak sampah tersebut dengan plastik sesuai peruntukannya. Sampah yang sudah diikat dimasukkan ke dalam sulo dorong (tempat sampah berukuran besar). Sulo dorong yang berisi sampah medis tersebut diangkut atau di bawa ke TPS (tempat pembuangan sampah) sesuai jenisnya oleh petugas cleaning service. Penggunaan rute atau jalur pengangkutan sampah tidak boleh bersamaan dengan rute pengiriman makanan pasien dan jam besuk keluarga pasien. Pengangkutan sampah di ruangan dilakukan setiap hari sebanyak 2 kali sehari (pukul 06.0009.00 WIB dan 15.00-19.00 WIB). Pembuangan sampah medis dilakukan di TPS sampah medis. Di dalam TPS sampah medis sudah disediakan BIN (tempat sampah tertutup) berwarna kuning yang digunakan untuk menyimpan atau menampung sampah medis, benda tajam dan sampah sitotoksik. Sampah dimasukkan ke dalam BIN berwarna kuning oleh pembawa sampah (cleaning service). BIN yang sudah diisi sampah medis ditutup kembali agar tidak ada paparan dari sampah medis ke lingkungan sekitar dan di catat jumlah sampah yang di buang ke TPS dalam formulir: “penerimaan sampah medis ruangan” yang telah disediakan di TPS sampah medis oleh pembawa sampah tersebut. Penyimpanan sampah medis di TPS tidak boleh lebih dari 24 jam pada musim kemarau dan 48 jam pada musim hujan. Sampah medis dalam BIN tersebut selanjutnya diangkut oleh perusahaan pengolah sampah untuk dibakar di incenerator. Petugas pengangkut harus mencuci tangan setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 BAB 4 PEMBAHASAN Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati didirikan pada tahun 1953 oleh Ibu Fatmawati sebagai RS Tuberkulose Anak. Pada tahun 1984 resmi sebagai RS Rujukan Wilayah Jakarta Selatan. Tahun 2010 RSUP Fatmawati menjadi Rumah Sakit Kelas A Pendidikan yang sekaligus berhasil memenuhi standar Paripurna Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Dan pada Desember 2013, RSUP Fatmawati berhasil mempertahankan standar Paripurna KARS dan juga lulus akreditasi Joint Commission International (JCI). Sebagai rumah sakit yang telah berstandar internasional, sudah semestinya RSUP Fatmawati dapat memberikan pelayanan yang optimal, termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau bagi pasien. Melalui Instalasi Farmasi, diharapkan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati dapat terpenuhi dengan baik. Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dipimpin oleh seorang Apoteker yang bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan. Kepala Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati membawahi 3 Koordinator, yaitu Koordinator Penunjang dan Administrasi Umum, Koordinator Perbekalan Farmasi, dan Koordinator Pelayanan Farmasi. Koordinator Penunjang dan Administrasi Umum membawahi Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi, Penyelia Pencatatan dan Pelaporan, dan Penyelia Sistem Informasi. Kegiatan yang dilakukan adalah pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan secara rutin dalam perode bulanan dan tahunan baik secara manual atau komputerisasi melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). Tujuannya agar tercapai tertib administrasi perkantoran, pelaporan, dan penyimpanan informasi secara berkesinambungan. Kegiatan pencatatan berupa pembukuan surat masuk dan surat keluar. Sedangkan kegiatan pelaporan yang dilakukan antara lain laporan keuangan dan laporan pengeluaran barang farmasi, laporan Narkotika, laporan Psikotropika, 92 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 93 laporan generik dan non generik, laporan tagihan depo farmasi, laporan kegiatan, dan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi. Dan kegiatan pengarsipan yang dilakukan berupa pemisahan arsip surat masuk/surat keluar/SK Direktur RSUP Fatmaswati/SK Kemenkes, arsip kepegawaian, arsip laporan-laporan, arsip resep rawat jalan dan rawat inap, arsip absensi dan catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati, dan arsip rekapitulasi pengadaan bulanan. Laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dibuat berdasarkan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat narkotika dan psikotropika di Gudang Farmasi dan di seluruh depo-depo farmasi. Pengambilan data obat narkotika dilakukan setiap akhir bulan dan setiap akhir tahun untuk obat psikotropika. Pelaporan narkotika dan psikotropika di RSUP Fatmawati belum menggunakan aplikasi online, yaitu SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika), namun masih menggunakan cara manual sehingga seringkali terjadi keterlambatan pengiriman berkas pelaporan narkotika dan psikotropika. Hal ini dikarenakan keterbatasan akses internet di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Selain itu, terjadinya keterlambatan pengiriman berkas ini juga disebabkan oleh keterlambatan pengiriman data dari masing-masing depo farmasi. Pada dasarnya, pelaporan secara manual tidak menyalahi aturan. Namun penggunaan SIPNAP akan lebih memudahkan instalasi farmasi dalam pelaporanan narkotika dan psikotropika. Pengiriman berkas pelaporan ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dapat dilakukan dengan segera, tanpa harus melalui prosedur pengiriman manual. Manfaat lainnya adalah lebih memudahkan pemerintah dalam melakukan rekapitulasi laporan narkotika dan psikotropika dari seluruh Indonesia sehingga pemerintah dapat memiliki data penggunaan narkotika dan psikotropika yang akurat, valid, dan real time. Penyelia Sistem Informasi bertanggung jawab terhadap sistem informasi farmasi yang merupakan sistem komputerisasi manajemen pengelolaan persediaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi yang terintegrasi dengan sistem komputerisasi rumah sakit. Sistem informasi farmasi dikenal dengan istilah Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), yaitu suatu program yang terdiri dari aplikasi referensi, setting, katalog, tarif, pengadaan, mutasi, distribusi, dan pelaporan perbekalan farmasi. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 94 Koordinator perbekalan farmasi membawahi penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan, penyelia distribusi, penyelia produksi farmasi, penyelia IBS, dan penyelia gudang farmasi teratai. Di gudang farmasi RSUP Fatmawati terdapat 3 orang penyelia, yaitu penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan perbekalan farmasi, dan penyelia penerimaan dan distribusi. Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati antara lain perencanaan dan pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pencatatan, pendistribusian, dan pelaporan perbekalan farmasi. Perencanaan yang dibuat merujuk pada Formularium Nasional (FORNAS) dan Formularium RSUP Fatmawati 2012. Selain itu, DPHO Askes 2013 juga masih digunakan sampai e-catalogue siap direalisasikan. Untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan tersebut dilakukan kegiatan pengadaan melalui pembelian, baik secara e-catalogue maupun lelang, produksi/pembuatan sediaan farmasi, maupun sumbangan/dropping/hibah. Metode perencanaan yang digunakan adalah metode konsumsi dan epidemiologi yang dibuat paling lambat tanggal 15 pada bulan berjalan, dengan jadwal pemesanan dua kali dalam sebulan. Meskipun sistem perencanaan dan pengadaan telah dibuat sedemikian rupa, namun ketersediaan perbekalan farmasi di gudang farmasi masih beberapa mengalami kekosongan stok. Hal ini biasanya disebabkan oleh kekosongan stok dari pabrik atau distributor, keterlambatan pengiriman dari pihak distributor, dan juga perencanaan yang kurang terprediksi akibat adanya peningkatan penggunaan perbekalan farmasi. Akibatnya, seringkali dilakukan perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi cito. Alur perencanaan pengadaan perbekalan farmasi dan cito dapat dilihat pada lampiran 27. Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Tim Penerima Barang Medik. Namun, pemeriksaan dilakukan bersama-sama dengan Petugas Gudang Farmasi untuk efisiensi waktu kerja. Selanjutnya perbekalan farmasi disimpan di gudang farmasi berdasarkan stabilitas, bentuk sediaan serta jenisnya, dan disusun secara alfabetis dengan metode First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) di masing-masing ruangannya, baik itu di ruangan penyimpanan alkes, ruangan penyimpanan cairan, ruangan penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi, dan semisolid, maupun ruangan penyimpanan gas medik. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 95 Selain itu, terdapat perlakuan khusus untuk obat-obat jenis tertentu, seperti obat narkotika dan psikotropika, obat High Alert, dan obat kemoterapi. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis dan lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya serta dilengkapi dengan kartu stok. Untuk obat-obatan High Alert disimpan pada lemari penyimpanan obat yang bertanda khusus (stiker High Alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya. Sedangkan untuk obat kemoterapi, penyimpanan menggunakan lemari khusus dengan label/logo karsinogenik. Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk mencegah risiko jatuh menimpa petugas. Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat diletakkan di lantai menggunakan alas pallet untuk menghindari kelembaban. Kelembaban dipantau dengan menggunakan alat thermohygrometer atau pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 68%-95%. Bahan berbahaya dan beracun masih disimpan dalam ruangan yang sama dengan ruang penyimpanan obat lainnya dan belum tergolong gudang tahan api. Untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, maka pihak farmasi menempatkan bahan berbahaya beracun tersebut di tempat yang terpisah dari obat lainnya, diberi garis merah sebagai penanda, dan juga melengkapi gudang dengan APAR tambahan dan eyewash, serta dekat dengan jalur evakuasi. Selain melaksanakan penyimpanan perbekalan farmasi, petugas farmasi di gudang juga melaksanakan penyusunan persediaan perbekalan farmasi pada tempat penyimpanan secara aman, pencatatan pemasukan, pelaporan, dan stok perbekalan farmasi ke dalam Kartu Stok dan dalam Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit (SIRS). Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan gudang RSUP Fatmawati ada dua macam yakni pendistribusian amprahan obat berdasarkan permintaan dari depo-depo farmasi melalui sistem online dan pendistribusian Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 96 floor stock dari ruangan/satuan kerja secara manual atau menggunakan formulir. Alur pendistribusian amprahan hampir sama dengan pendistribusian floor stock. Perbedaannya adalah pendistribusian amprahan dapat dilakukan setiap hari, sedangkan pendistribusian floor stock dilakukan sesuai jadwal pengambilan tiap satuan kerja/ruangan. Selain itu, permintaan floor stock hanya berupa alkes, antiseptik, dan lain-lain, tidak termasuk obat-obatan seperti permintaan amprahan. Kegiatan terakhir yang dilakukan di gudang adalah pelaporan, yang terdiri dari pelaporan buku induk penerimaan barang, rekapitulasi penerimaan barang, rekapitulasi pengeluaran barang gudang induk farmasi dan gudang gas medik, rekapitulasi pengeluaran barang harian gudang induk farmasi dan gudang gas medik, laporan persediaan floor stock, laporan stok opname setiap 1 bulan sekali di gudang dan 3 bulan sekali ke Depkeu, laporan narkotika setiap 1 bulan sekali, laporan psikotropika setiap 1 tahun sekali, dan laporan barang sumbangan. Selain itu, dilakukan juga pelaporan retur dan pemusnahan perbekalan farmasi yang rusak dan kadaluarsa. Produksi farmasi RSUP Fatmawati terbagi menjadi 2 bagian, yaitu produksi non steril dan produksi steril. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP Fatmawati antara lain adalah untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan untuk obat-obatan yang tidak tersedia di pasaran, penghematan anggaran, dan untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi dengan formula khusus dan sediaan obat yang dibutuhkan segera seperti rekonstitusi intra vena dan obat kanker. Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Sediaan farm asi dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati, contohnya OBH dan salep kemicetin. Pengenceran sediaan biasanya dilakukan pada alkohol 70% dan betadine. Dan untuk sediaan kapsul CaCO3, NaCl, dan Bicnat yang dilakukan termasuk dalam kegiatan pengemasan kembali dan merupakan produk non steril yang paling banyak digunakan di RSUP Fatmawati. Permintaan produk non steril dilakukan melalui gudang farmasi, namun pendistribusiannya dapat dilakukan langsung melalui ruang produksi non steril. Di ruang steril hanya dilakukan penanganan obat sitostatika, sedangkan IV admixture dilakukan di depo teratai. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 97 Permintaan pencampuran obat sitostatika di RSUP Fatmawati terbanyak adalah untuk pengobatan kanker payudara, kanker rahim, kanker colon, dan limfoma. Depo Farmasi IBS sebelumnya berada dibawah Koordinator Pelayanan, namun sejak perubahan struktur organisasi Instalasi Farmasi Maret 2014, Depo Farmasi IBS berada dibawah Koordinator Perbekalan. Alasannya adalah karena kegiatan kefarmasian di Depo Farmasi IBS lebih fokus terhadap penyediaan dan pengadaan obat dan alat kesehatan bukan pada pelayanan kefarmasiannya. Depo Farmasi IBS khusus melayani permintaan obat dan alat kesehatan bagi pasien yang akan dioperasi di Gedung IBS. Obat dan alat kesehatan di Depo Farmasi IBS ditempatkan pada lemari terpisah. Namun, penyusunannya tidak secara alfabetis sehingga menyulitkan pengambilan obat saat diperlukan. Untuk obat yang memerlukan suhu dingin, disimpan di dalam pharmaceutical refrigerator yang dilengkapi dengan monitor suhu. Fasilitas lemari penyimpanan yang sempit dan keterbatasan ukuran pharmaceutical refrigerator menjadi alasan penyimpanan obat dan alat kesehatan yang tidak alfabetis. Pelayanan obat dan alat kesehatan di Depo Farmasi IBS terdiri dari OK Cito dan OK Elektif. Pada OK Cito, paket obat sudah disiapkan di ruangan operasi. Jika terdapat kekurangan, maka petugas dapat mengambilnya pada lemari emergensi. Sedangkan pada OK Elektif, permintaan obat dan alat kesehatan dilakukan langsung ke Depo Farmasi IBS dengan menggunakan resep. Selanjutnya, terdapat Koordinator Pelayanan Farmasi yang membawahi 5 penyelia, yaitu Penyelia Depo Farmasi Rawat Jalan Non Askes (IRJ 1), Depo Farmasi Rawat Jalan Askes (IRJ 2), Depo Farmasi Griya Husada, Depo Farmasi IGD, dan Depo Farmasi Teratai. Dalam menunjang kegiatan pelayanan farmasi di setiap depo dilaksanakan kegiatan pengkajian resep, monitoring medication error dan pengelolaan troli emergency. Pengkajian resep merupakan kegiatan analisa dan screening resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan administratif, farmasetik, dan klinis. Pengkajian peresepan obat dilakukan terhadap resep pasien, baik rawat jalan maupun rawat inap. Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel keterangan “Resep/Obat telah di review Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 98 Farmasi” pada resep pasien. Untuk resep yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Monitoring medication error dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam proses pengobatan yang dapat mengakibatkan perburukan secara klinis pada pasien. Medication error sebaiknya dicegah dan segera diatasi bila terjadi. Oleh karena itu, setiap apoteker pada masing-masing depo farmasi harus dapat memantau dan mengidentifikasi adanya medication error. Akan tetapi keterbatasan jumlah Apoteker dan adanya beban kerja masing-masing menyebabkan monitoring medication error tidak optimal. Troli emergency terdapat di setiap unit ruang perawatan pasien. Namun pengelolaannya tetap dilakukan oleh farmasi. Pemantauan stok perbekalan farmasi pada troli emergency dilakukan secara berkala sesuai dengan ketentuan pada masing-masing kebutuhan ruangan. Dengan demikian, kekosongan stok perbekalan farmasi dapat hindari. Pada troli digunakan segel agar penggunaannya bisa dikendalikan. Namun, pelaporan pembukaan segel tetapi seringkali terlambat disampaikan kepada pihak farmasi, sehingga penggantian segel tidak dilakukan dengan segera. Akibatnya, seringkali terjadi penggunaan perbekalan emergency bukan untuk keadaan darurat. Kegiatan penunjang pelayanan farmasi tersebut, dilakukan oleh masingmasing depo farmasi yang berada dibawah Koordinator Pelayanan Farmasi, baik untuk pelayanan rawat jalan, gawat darurat, maupun rawat inap. Depo pelayanan farmasi terdiri dari Depo farmasi Depo Farmasi Rawat Jalan Non Askes (IRJ 1), Depo Farmasi Rawat Jalan Askes (IRJ 2), Depo Farmasi Griya Husada, Depo Farmasi IGD, dan Depo Farmasi Teratai. Depo Farmasi IRJ 1 dan IRJ 2 melayani pelayanan rawat jalan. Depo Farmasi IRJ 1 melayani pasien tunai, BPJS, dan Jamkesda. Sedangkan Depo Farmasi IRJ 2 adalah khusus melayani semua pasien rawat jalan peserta JKN. Depo farmasi IRJ 1 dan 2 terletak di lantai 1 gedung IRJ. Masing-masing ruangan Depo farmasi IRJ 1 dan 2 terdiri dari ruang penulisan etiket, penyiapan obat, ruang racikan, ruang kerja apoteker, dan ruangan untuk menyimpan obat dan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 99 alkes. Petugas farmasi di kedua depo ini terdiri dari apoteker, asisten apoteker, juru resep, dan petugas administrasi. Pengadaan obat di depo farmasi IRJ mengacu pada Formularium Nasional (Fornas) dan Formularium RSUP Fatmawati serta jumlahnya sesuai kebutuhan. Permintaan barang dan obat-obatan dilakukan setiap hari melalui komputer yang langsung terhubung ke gudang secara online. Namun apabila saat penyiapan resep terdapat obat yang tidak terdapat di depo IRJ, maka petugas depo dapat mengambil obat ke depo lain yang memiliki barang atau obat tersebut dengan membawa memo permintaan obat atau dibuat copy resep yang diberi stempel Tidak Ada Persediaan (TAP). Penyimpanan obat di depo IRJ 1 dan 2 telah diletakkan sesuai dengan stabilitas sediaan, bentuk sediaan, disusun berdasarkan alfabetis, FIFO dan FEFO, dan LASA. Penyimpanan obat-obat LASA juga telah diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antara keduanya. Untuk obat psikotropika dan narkotika disimpan di lemari dengan kunci ganda. Seharusnya kunci lemari penyimpanan psikotropika dan narkotika dibawah tanggung jawab Penyelia Instalasi Farmasi, namun terkadang terlihat kunci masih tergantung di lemari penyimpanan psikotropika dan narkotika. Untuk obat-obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Namun, pada IRJ 1 terdapat juga penyimpanan khusus untuk obat-obatan HIV/AIDS dan TBC. Oleh sebab itu, pelaporan IRJ 1 sedikit berbeda dengan IRJ 2, yaitu dengan adanya laporan obat HIV/AIDS dan TBC. Pelayanan resep di depo farmasi IRJ 1 dimulai dengan penyerahan resep oleh pasien, lalu resep tersebut akan disortir dan diperiksa kelengkapan berkasnya (untuk pasien pengguna jaminan). Kemudian beri harga oleh petugas administrasi dan diberitahukan harganya ke pasien (untuk pasien tunai). Apabila pasien menyetujui harga yang diberikan, pasien kemudian melakukan pembayaran di kasir, selanjutnya resep akan diberi nomor antrian dan diserahkan ke bagian etiket. Setelah dibuat etiketnya, resep kemudian disiapkan, baik resep racikan maupun non racikan. Alur pelayanan resep di IRJ 2 sedikit berbeda dengan IRJ 1, yaitu setelah pemeriksaan berkas, pasien akan langsung diberi nomor antrian. Kemudian baru dilakukan input data obat untuk pemotongan stok obat sekaligus pengecekan Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 100 kesesuaian obat-obat dalam resep dengan pedoman pemberian obat. Selanjutnya dilakukan pembuatan etiket dan penyiapan obat. Penyiapan obat non racikan dilakukan dengan memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket. Untuk penyiapan obat racikan, disediakan mortar, alu dan blender. Untuk pulvis, biasanya digunakan blender. Setelah peracikan, blender yang telah dipakai sebaiknya dibersihkan dengan air terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan alkohol atau hair dryer. Namun, di Depo Farmasi IRJ terkadang blender yang telah dipakai hanya dibersihkan dengan kuas untuk mempersingkat waktu. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan interaksi obat. Namun, karena jumlah blender yang digunakan terbatas, maka proses pembersihan dengan pencucian terlebih dahulu sulit dilakukan. Pembersihan mortir dan alu terkadang juga hanya menggunakan alkohol. Obat yang telah selesai disiapkan diberikan pada petugas bagian depan (front liner) untuk penyerahan obat beserta pemberian informasi penggunaan obat. Alur penyerahan obat dimulai dengan verifikasi nomor pasien, verifikasi identitas pasien, pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat, permintaan nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan diakhiri dengan permintaan tanda tangan pasien. Informasi yang diberikan kepada pasien hanyalah informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat. Keterbatasan informasi obat yang diberikan disebabkan oleh banyaknya jumlah pasien yang harus dilayani Depo IRJ sehingga waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat. Pada Depo Farmasi IRJ 1 juga dilakukan pelayanan konseling bagi pasien HIV. Adapun kriteria pasien HIV yang diutamakan untuk diberikan pelayanan konseling adalah pasien HIV yang baru, pasien dengan regimen obat yang baru, dan pasien dengan kondisi yang memburuk. Waktu yang dibutuhkan untuk konseling per pasien adalah 15-30 menit. Kegiatan harga, etiket, timbang, isi, dan penyerahan obat (HETIP) di Depo Farmasi IRJ dilakukan oleh petugas yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kesalahan penyerahan obat dan apabila terjadi kesalahan, dapat ditelusuri dan diatasi dengan segera karena adanya double check oleh petugas yang berbeda. Akan tetapi, terkadang petugas yang melakukan kegiatan HETIP adalah petugas yang sama. Hal ini disebabkan oleh jumlah resep pada Depo Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 101 Farmasi IRJ yang tergolong tinggi. Jumlah resep yang dilayani Depo Farmasi IRJ 1 dapat mencapai 200-300 resep/hari, sedangkan Depo Farmasi IRJ 2 mencapai 500 resep/hari dengan obat yang sering diresepkan adalah obat-obat kardiovaskular dan penyakit dalam. Dengan jumlah tersebut, seringkali tidak semua pasien dapat dilayani pada hari tersebut, sehingga pengambilan obat dapat dilakukan pada hari berikutnya. Selanjutnya terdapat Depo Farmasi IGD dan IRI untuk pelayanan pasien rawat inap intensif (ICU, ICCU, NICU, PICU, dan IW), rawat jalan, dan Cath lab. Kegiatan di depo farmasi IGD dan IRI antara lain pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinis. Pengelolaan perbekalan farmasi meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi, dan pelaporan. Perencanaan, pengadaan, penerimaan, dan penyimpanan di depo IGD sama dengan di depo farmasi lainnya. Permasalahan yang terjadi di lapangan adalah penyimpana obat-obat narkotika dan psikotropika dalam lemari khusus yang sama. Pendistribusian obat untuk pasien rawat inap dilakukan dengan sistem Unit Dose Dispensing (UDD), sedangkan untuk pasien rawat jalan dilakukan dengan sistem resep individual. Selain itu, distribusi perbekalan farmasi juga dengan menggunakan sistem paket sesuai dengan kebutuhan. Apabila terdapat perbekalan farmasi yang tidak terpakai, dapat dikembalikan (retur). Dari hasil pengamatan, jumlah perbekalan farmasi yang diretur dari ruangan dinilai terlalu banyak. Hal ini diduga karena permintaan dari ruangan seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan pasien. Kegiatan farmasi klinis di IGD dan IRI berjalan dengan adanya seorang Apoteker yang bertugas secara khusus di ruang rawat intensif. Apoteker di Depo Farmasi ICU melakukan ronde bersama dokter dan perawat. Melalui kegiatan ronde, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Pada saat melakukan ronde, dapat terjadi perubahan terapi ataupun tindakan. Peran apoteker pada saat itu adalah memberikan rekomendasi dan berkoordinasi dengan dokter terkait rencana terapi atau tindakan yang akan diterapkan. Pelayanan farmasi rawat inap Gedung Teratai, Gedung Prof. Soelarto, Gedung Anggrek, dan Gedung Griya Husada dilakukan di Depo Farmasi Teratai. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 102 Jumlah tempat tidur yang berada dalam tanggung jawab depo farmasi teratai + 700 tempat tidur. Jika dibandingkan dengan jumlah Apoteker di depo farmasi teratai yang hanya berjumlah lima orang, maka perbandingan jumlah apoteker dengan pasien adalah 1:140. Hal ini tidak sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dimana standar perbandingan apoteker dengan pasien adalah 1:30. Akibatnya pelayanan kefarmasian menjadi tidak optimal. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Depo Teratai meliputi pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyiapan, pendistribusian, dan pelapran. Pengadaan, penerimaan, dan penyimpanan sama dengan depo farmasi lainnya. Penyimpanan perbekalan farmasi di Depo Teratai telah dilakukan dengan cukup baik. Namun, terdapat beberapa sediaan obat LASA yang masih belum diberi jarak dua obat non LASA dan belum diberi stiker LASA, sehingga sebaiknya dilakukan pengecekan kembali terhadap adanya obat-obat LASA tersebut. Sistem distribusi yang digunakan di Depo Teratai adalah resep individual (Individual Prescription) untuk pasien pulang, Unit Dose Dispensing (UDD) untuk pasien rawat inap, floor stock untuk penyediaan perbekalan farmasi pada Trolley emergency, dan Paket (Unit Use) Kebidanan. Sistem UDD pada pasien rawat inap merupakan sistem distribusi yang menguntungkan, dimana pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan hanya perlu membayar obat yang dikonsumsinya saja, serta pengurangan beban kerja perawat karena semua dosis yang diperlukan untuk pasien telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Sistem distribusi ini juga dapat mengurangi kemungkinan kesalahan waktu pemberian obat. Namun, sistem distribusi UDD juga memilki beberapa keterbatasan, yaitu diperlukan teknik kerja yang cepat dan tepat agar obat dapat dikonsumsi tepat pada waktunya oleh pasien, serta membutuhkan tenaga kefarmasian yang lebih banyak. Obat yang disiapkan untuk terapi pasien tidak hanya obat dari depo farmasi teratai saja, tetapi juga terdapat obat rekonsiliasi. Obat rekonsiliasi merupakan obat milik pasien yang dapat digunakan selama terapi setelah dilakukan pengkajian oleh dokter dan perawat yang kemudian diserahkan kepada petugas depo farmasi. Obat rekonsiliasi dapat berasal dari penggunaan terapi Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 103 sebelum pasien masuk rumah sakit atau obat resep yang dibuat copy resep karena stok di depo farmasi sedang kosong. Selain melakukan kegiatan pelayanan distribusi obat, depo teratai juga melakukan kegiatan IV admixture service untuk obat high alert seperti rekonstitusi cairan KCl 7.47% dan Meylon 8.4%. Konsentrasi maksimum larutan KCl adalah 10 mEq/100 mL dan dapat menyebabkan kematian apabila terjadi salah penggunaan. Oleh karena itu rekonstitusinya harus dilakukan oleh petugas farmasi yang berkompeten dengan menggunakan teknik aseptik. Sama seperti depo farmasi lainnya, Depo Farmasi Teratai juga melakukan pencatatan dan pelaporan. Laporan yang disusun di Depo Farmasi Teratai adalah laporan analisa penjualan dan laporan tagihan pasien, laporan narkotika dan psikotropika, laporan obat generik dan non generik, laporan jumlah resep, serta laporan medication error. Terkait dengan akreditasi JCI yang diterima oleh RSUP Fatmawati pada Desember 2013 lalu, kegiatan farmasi klinik seharusnya ditingkatkan mengingat misi JCI adalah memperbaiki kualitas dan keamanan pelyanan kesehatan di masyarakat dunia. Kegiatan farmasi klinik yang telah dilaksanakan di RSUP Fatmawati meliputi pengkajian penggunaan obat, visite, monitoring efek samping, pelayanan informasi obat, dan konseling. Kegiatan yang aktif dilaksanakan di RSUP Fatmawati yaitu pengkajian penggunaan obat, visite, dan pelayanan informasi obat. Kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan untuk menilai adanya masalah yang terkait penggunaan obat pada pasien rawat inap dengan melihat catatan pemberian dan pemantauan obat pasien yang terdapat di rekam medik pasien. Kegiatan ini lebih banyak dilakukan di rawat inap intensif, sedangkan pada rawat inap lainnya kegiatan ini belum dilaksanakan secara optimal. Kegiatan Visite yang aktif dilakukan terdapat di Lantai IV Gedung Prof. Soelarto, Lantai VI Teratai, dan Instalasi Rawat Intensif (IRI). Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau rekomendasi yang diminta oleh tim visite kepada apoteker di antaranya adalah pemilihan terapi obat (misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen), obat alternatif yang dapat diberikan kepada pasien, Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 104 efek samping obat, interaksi obat, dan pertimbangan obat dari sisi cost effectiveness. Pelayanan Informasi Obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan dengan baik. PIO RSUP Fatmawati melayani pertanyaan melalui telepon, sms, atau secara langsung bertatap muka. Selama 2 bulan terakhir terdapat rata-rata 56 pertanyaan per bulan dan 3 pertanyaan/hari. Mayoritas pertanyaan berasal dari Apoteker dan jenis pertanyaan terbanyak tentang dosis obat. Sumber pustaka yang paling sering digunakan sebagai referensi adalah MIMS. Kegiatan MESO dilakukan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi Drug Related Problem (DRP) pada pasien, sehingga mendorong penggunaan obat yang aman dan rasional bagi pasien. Proses ini merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan, baik dokter, perawat, maupun apoteker yang ada di rumah sakit, dan pasien beserta keluarganya. Setiap temuan efek samping obat akan dikaji oleh setiap tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek samping obat dan tindakan penanggulangan harus terdokumentasi dalam catatan rekam medik pasien serta dibuatkan laporan untuk disampaikan pada Komite Mutu dan Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu maksimal 48 jam setelah temuan oleh kepala satuan kerja terkait. Kegiatan MESO belum berjalan maksimal di RSUP Fatmawati dikarenakan kurangnya kerjasama antar profesi kesehatan di RSUP Fatmawati. Konseling obat yang dilakukan oleh apoteker di RSUP Fatmawati biasanya dilakukan untuk pasien dengan pengobatan poli farmasi, pasien dengan pengobatan kronis, pasien dengan riwayat alergi, pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi, dan pasien dengan pengobatan khusus seperti HIV AIDS, TBC, dan kanker. Kegiatan konseling obat belum berjalan maksimal karena Apoteker farmasi klinik yang ada di RSUP Fatmawati memiliki tanggung jawab pada unit kerjanya masing-masing. Peran seorang apoteker tidak hanya di Instalasi Farmasi saja, tetapi dapat juga di satuan kerja lainnya di RSUP Fatmawati yaitu di Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB), Komite Farmasi dan Terapi (KFT), Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI), dan Satuan Pengawas Intern (SPI). ISB merupakan instalasi yang bertanggung jawab atas proses sterilisasi alat-alat medik dan pencucian linen Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 105 rumah sakit. ISB dipimpin oleh seorang apoteker. Peranan apoteker pada instalasi ini dibutuhkan karena apoteker memiliki pengetahuan dalam metode sterilisasi. ISB membawahi 2 orang penyelia, yaitu Penyelia Sterilisasi dan Penyelia Binatu. Sterilisasi merupakan tempat dilaksanakannya proses sterilisasi alat-alat medik yang bertanggung jawab atas penerimaan dan pendistribusian semua alat/instrumen yang memerlukan kondisis steril. Sedangkan Binatu merupakan tempat dilaksanakannya proses pencucian linen rumah sakit. Binatu bertanggung jawab atas penerimaan dan pendistribusian semua linen yang memerlukan kondisi bersih, terbebas dari noda/kotoran dan mikroorganisme penyebab infeksi, kering, rapi, utuh, dan siap pakai. Adanya ISB merupakan upaya RSUP Fatmawati terkait dengan banyaknya kebutuhan dari satuan kerja akan alat-alat steril dan tersedianya linen bersih serta sebagai upaya pencegahan Health Care Associated Infections (HAIs) di rumah sakit. Keterkaitan hubungan kerja antara ISB dengan Instalasi Farmasi adalah dalam hal pengadaan barang habis pakai yang terdapat di sterilisasi. Komite Farmasi dan Terapi (KFT) merupakan badan yang membantu pimpinan rumah sakit untuk menetapkan kebijakan menyeluruh tentang pengelolaan dan penggunaan obat di RSUP Fatmawati. Salah satu tugas KFT RSUP Fatmawati adalah menyusun formularium obat rumah sakit yang menjadi pedoman penggunaan obat di rumah sakit. Formularium rumah sakit disusun berdasarkan kesepakatan dalam rapat dari masing-masing utusan tiap Satuan Medik Fungsional (SMF) untuk mengajukan jenis obat-obatan yang ditulis dalam resep, sehingga obat yang digunakan adalah benar-benar obat yang ada dalam formularium. Salah satu indikator berjalan atau tidaknya KFT di rumah sakit adalah dengan melihat edisi formularium yang digunakan. RSUP Fatmawati telah menerbitkan formularium sebanyak 6 kali, yaitu pada tahun 1990, 1995, 2003, 2007, 2010, dan 2012. Dan saat ini sedang dilakukan kegiatan penyusunan Formularium edisi ke-7 tahun 2014. Hal ini menunjukkan kinerja KFT RSUP Fatmawati yang semakin baik, yaitu secara berkala berupaya melakukan perubahan dan penyesuaian Formularium dari tahun ke tahun. Selain formularium obat, RSUP Fatmawati juga Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 106 sedang berupaya menyusun formularium alat kesehatan habis pakai, namun formularium ini masih belum diterbitkan. Selama masa PKPA, peserta PKPA juga berkesempatan untuk mengunjungi Instalasi Sanitasi dan Pertamanan (ISP) yang berperan dalam pengelolaan limbah rumah sakit dan pertamanan. Limbah yang dikelola antara lain limbah padat baik medis maupun non medis dan limbah cair. Limbah padat non medis di RSUP Fatmawati langsung dikirim ke TPA Bantar Gebang. Sedangkan pengelolaan limbah padat medis masih bekerja sama dengan pihak lain dikarena incenerator yang dimiliki oleh RSUP Fatmawati dalam keadaan tidak memenuhi persyaratan. Limbah farmasi yang dikelola oleh ISP berupa obat-obatan kadaluarsa, rusak, dan limbah dari proses produksi obat. Limbah ini tergolong limbah kimia, sehingga dimasukkan ke dalam wadah berwarna coklat. Selain itu, terdapat juga limbah sitotoksik yang dimasukkan ke dalam wadah berwarna ungu dengan label bertuliskan “limbah sititoksik”. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP Fatmawati selama periode 2 April-31 Mei 2014 maka dapat disimpulkan bahwa : a. RSUP Fatmawati merupakan Rumah Sakit Kelas A Pendidikan yang telah memenuhi standar Paripurna KARS dan sertifikasi Joint Commission International (JCI). Pelayanan kesehatan di RSUP Fatmawati terdiri dari pelayanan rawat jalan, klinik amarilis, klinik wijaya kusuma, klinik tumbuh kembang, rawat jalan eksekutif griya husada, hemodialisa, unit transfusi darah, rawat inap, orthopedi, rehabilitasi medi, patologi (laboratorium), diagnostik khusus, radiologi, program terapan rumatan metadon, dan pelayanan kefarmasian. b. Instalasi Farmasi dipimpin oleh Kepala Instalasi Farmasi yang membawahi 3 koordinator, yaitu koordinator penunjang dan administrasi umum, koordinator perbekalan, dan koordinator pelayanan. c. Peranan dan tanggung jawab seorang Apoteker di RSUP Fatmawati tidak hanya terbatas di instalasi farmasi saja, tetapi juga dalam peran lintas farmasi antara lain di SPI (Satuan Pengawas Intern), KFT (Komite Farmasi dan Terapi), ISB (Instalasi Sterilisasi dan Binatu), PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi), dan ULP (Unit Layanan Pengadaan). 5.2 Saran a. Perencanaan perbekalan farmasi diharapkan dapat lebih cermat agar jumlah copy resep dan pengadaan cito dapat diminimalisir. Hal ini juga sebaiknya didukung oleh setiap depo farmasi agar membuat perencanaan pada saat perbekalan farmasi mencapai stok minimal, bukan pada saat stok di depo farmasi telah habis. b. Penyimpanan B3 sebaiknya ditempatkan di gedung terpisah untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja. c. Perlu ditingkatkan koordinasi kerja antara petugas depo farmasi dengan 107 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 108 petugas ruang perawatan rawat inap, sehingga pasien maupun keluarga pasien tidak perlu mengambil sendiri obat yang akan digunakan oleh pasien. Peningkatan koordinasi kerja ini juga diharapkan dapat meminimalisir jumlah retur perbekalan farmasi. d. Untuk meningkatkan pelayanan di rawat inap, sebaiknya setiap unit perawatan memiliki seorang Apoteker dan asisten apoteker yang bertanggung jawab terhadap pelayanan farmasi baik penyiapan obat maupun farmasi klinis. e. Pengaktifan kembali kinerja farmasi klinis RSUP Fatmawati dapat dilakukan dengan menempatkan SDM yang berkompeten dibidang klinis secara khusus tanpa adanya beban kerja lainnya. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004a). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile Department/CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 012 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta. 109 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 110 Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta : Presiden Republik Indonesia. Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. (2012). Standar Prosedur Operasional. Jakarta : RSUP Fatmawati. Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 LAMPIRAN Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 111 Lampiran 1 Stuktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 112 Lampiran 2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Direktur Utama Direktur Medik dan Keperawatan Kepala Instalasi Farmasi Koordinator Pelayanan Koordinator Perbekalan Koordinator Penunjang Farmasi Farmasi dan Administrasi Umum PJ Farmasi IRJ 1 PJ Gudang Farmasi PJ Tata Usaha dan SDM Farmasi PJ Farmasi IRJ 2 UMPJ Perencanaan PJ Farmasi Anggrek dan Griya Husada PJ Distribusi PJ Produksi Farmasi PJ Farmasi IGD PJ Farmasi IBS PJ Farmasi Teratai PJ Gudang Farmasi Teratai Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 PJ Pencatatan dan Pelaporan PJ Sistem Informasi 113 Lampiran 3 Alur Hak Akses Sistem Informasi Farmasi Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 114 Lampiran 4 Alur Perencanaan dan Pengadaan Perbekalan Farmasi Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 115 Lampiran 5 Alur Perencanaan dan Pengadaan Perbekalan Farmasi Cito Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 116 Lampiran 6 Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 117 Lampiran 7 Alur Pendistribusian Perbekalan Farmasi Gudang Induk ke Depo Farmasi Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 118 Lampiran 8 Alur Pendistribusian Perbekalan Farmasi Gudang Induk ke Satuan Kerja Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 119 Lampiran 9 Alur Pelayanan Penanganan Obat Sitostatika Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 120 Lampiran 10 Alur Pelayanan Obat Dan Alat Kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral Pasien OK Cito Petugas mengambil paket obat dan alkes OK Cito Kekurangan obat dan alkes diambil di lemari emergensi Catat dilembar pemakaiaam, masukkan ke dalam paket yang digunakan pasien Depo farmasi IBS melakukan perincian biaya Perincian dikirim ke depo tempat pasien dirawat Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 121 Lampiran 11 Alur Pelayanan OK Elektif Jadwal operasi diberikan ke Depo Farmasi IBS sehari sebelum operasi Obat dan alkes untuk anastesi disiapkan sehari sebelum Obar dan alkes bedah disiapkan pada hari operasi Obat disiapkan dalam paket dan diberi nama pasien Kekurangan Obat dan alat dapat diminta langsung ke Depo Farmasi Selesai operasi semua alat yang tidak di gunakan di kembalikan ke depo farmasi Depo farmasi IBS melakukan perincian biaya Perincian dikirim ke depo farmasi tempat pasien dirawat Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 122 Lampiran 12 Alur Pengkajian Resep Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 123 Lampiran 13 Alur Monitoring Medication Error Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 124 Lampiran 14 Peresepan dan Catatan Pengobatan Pasien IRJ MULAI Dokter DPJP / Representatif DPJP 1. 2. Menulis resep obat pasien Melengkapi persyaratan resep (bila diperlukan) Dokter DPJP / Representatif DPJP Mencatat seluruh data pengobatan dalam Rekam Medik Pasien Petugas Farmasi (Apoteker/Penyelia) 1. 2. Menerima resep dokter Screening resep dokter BEL Lengkap? YA Petugas Farmasi (AA) 1. 2. Pelayanan Resep Obat pasien yang lengkap/benar secara individual prescribing Pembuatan billing dalam SIRS SELESAI Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 125 Lampiran 15 Alur Distribusi Obat IRJ 1 Pasien Penerimaan resep Skrining pengkajian resep dan kelengkapan administrasi Pembuatan billing transaksi dan pembayaran obat di kasir + input data (untuk depo IRJ) Pengambilan nomor urut Input data Pembuatan etiket Penyiapan obat (non racikan dan racikan) Pengecekan dan Penyerahan obat Pendokumentasian Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 126 Lampiran 16 Alur Distribusi Obat IRJ 2 Pasien Penerimaan resep Skrining pengkajian resep dan kelengkapan administrasi Pengambilan nomor urut Input data Pembuatan etiket Penyiapan obat (non racikan dan racikan) Pengecekan dan Penyerahan obat Pendokumentasian Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 127 Lampiran 17 Alur Pelayanan Pasien Emergency RSUP Fatmawati PEMILAHAN Keluarga pasien mendaftar di tempat pendaftaran Non Gawat Darurat Pelayanan Media : 1. Pemeriksaan oleh dokter & perawat 2. Pemeriksaan penunjang (Lab: kecil-sedang & Rontgen) 3. Konsultasi dr spesialis 4. Pelaksanaan hasil konsultasi (pasang gips, dll) Pulang/rawat jalan Pembayaran di kasir Penyerahan resep, rontgen kepada keluarga pasien Informasi waktu kontrol ke poliklinik SELESAI Gawat Darurat Mengancam Nyawa Tidak Mengancam Nyawa Bantuan Pernafasan Perbaikan kerja jantung/ sirkulasi sampai kondisi stabil Kondisi Tidak stabil Kamar operasi/ ICU/PICU/NICU Kondisi stabil Masuk ruang gawat darurat Pelayanan Medis : 1. Pemeriksaan oleh dokter & perawat 2. Pemeriksaan penunjang (Lab: besar/canggih, rontgen, CT Scanning/USG 3. Konsultasi dokter spesialis 4. Pelaksanaanhasil konsultasi 5. (pasang gips/armsling/cuci luka/ jahit luka, dll) Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 128 Lampiran 18 Alur Pendistribusian Perbekalan Farmasi ke Ruangan Rawat Inap Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 129 Lampiran 19 Alur Rekonsiliasi Obat Pasien Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 130 Lampiran 20 Alur Rekonstitusi Injeksi High Alert Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 131 Lampiran 21 Alur Serah Terima Perbekalan Farmasi dengan Perawat Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 132 Lampiran 22 Daftar Nilai Kritis Pemeriksaan Laboratorium No Jenis Pemeriksaan Nilai Rendah Nilai Tinggi Satuan Hematologi 1. Hemoglobin <5 > 20 g/dL 2. Leukosit < 1000 > 50.000 /uL (kasus baru) 3. Trombosit < 20.000 > 800.000 /uL (kasus baru) - > 15 menit Hemostasis 1. Waktu Pendarahan (BT) 2 Protrombine Time (PT) - > 30 detik 3. INR - > 3.6 - 4. APTT - > 70 detik 5. Fibrinogen < 100 - mg/dL Kimia Klinik 1. Ureum - > 214 mg/dL 2 Creatinin - > 10 mg/dL 3. Bilirubin (bayi) - > 15 mg/dL 4. Glukosa darah (dewasa) < 40 > 500 mg/dL 5. Glukosa darah (bayi) < 40 > 325 mg/dL 6. Calcium total darah <6 > 13 meq/L 7 Calcium ion < 0.78 > 1.58 meq/L 8. Natrium / Na < 120 > 160 meq/L 9. Kalium / K < 2.5 >6 meq/L 10. Chlorida / Cl < 80 > 115 meq/L 11. Magnesium / Mg <1 >4 meq/L 12. Phosphat / P <1 - meq/L 13. Laktat (anak) - > 4.1 mmol/dL 14. Laktat (dewasa) - > 3.4 mmol/dL 15. Troponin T- - Positif Astrup/ Analisa gas darah 1. pH < 7.25 > 2.55 mmHg 2. pCO2 < 20 > 60 mmHg 3. pO2 < 40 - mmHg Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 133 Lampiran 23 Alur Pemantauan Efek Samping Obat Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 134 Lampiran 24 Alur Pelayanan Informasi Obat Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 135 Lampiran 25 Struktur Organisasi ISB Direktur Utama Direktur Umum, SDM, dan Pendidikan Kepala Instalasi Sterilisasi dan Binatu Koordinator Sterilisasi PJ Dekontaminasi dan Sterilisasi PJ Pengawasan Mutu Sterilisasi dan Alkes Habis Pakai Koordinator Binatu PJ Binatu dan Penjahitan Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 PJ Pengawasan Mutu dan Distribusi Linen 136 Lampiran 26 Denah Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) Sterilisasi Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 137 Lampiran 27 Alur Retur dan Pemusnahan Perbekalan Farmasi Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA PEMANTAUAN IMPLEMENTASI STANDAR AKREDITASI JCI MANAJEMEN DAN PENGGUNAAN OBAT-OBATAN (MPO) DI INSTALASI FARMASI RSUP FATMAWATI TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEWI SRIYANI, S. Farm. 1306343454 ANGKATAN LXXVIII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JULI 2014 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA PEMANTAUAN IMPLEMENTASI STANDAR AKREDITASI JCI MANAJEMEN DAN PENGGUNAAN OBAT-OBATAN (MPO) DI INSTALASI FARMASI RSUP FATMAWATI TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker DEWI SRIYANI, S. Farm. 1306343454 ANGKATAN LXXVIII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JULI 2014 ii Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. v BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.3 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.4 Tujuan ........................................................................................ 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4 2.1 Joint Commission International (JCI) ....................................... 4 2.2 Kebijakan dan Prosedur Joint Commission Internationa (JCI) .. 5 2.3 Standar Joint Commission Internationa (JCI) ........................... 6 2.4 Sistem Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) ..................... 7 2.5 Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO) .................... 8 2.6 Standar MPO.2 Pemilihan dan Pengadaan ................................ 10 2.7 Standar MPO.4 Permintaan dan Peresepan ............................... 11 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ................................................... 15 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ................................................... 15 3.2 Metode Pengkajian ..................................................................... 15 BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................. 16 BAB 5 PENUTUP ........................................................................................ 26 5.1 Kesimpulan ................................................................................ 26 5.2 Saran .......................................................................................... 26 DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 27 iii Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Daftar obat yang dibuat Copy resep selama Bulan Maret 2014 di Gedung Prof. Soelarto Lantai 1 – 4 .................................. 18 Tabel 4.2 Daftar obat High Alert .................................................................. 19 Tabel 4.3 Daftar obat Look Alike .................................................................. 22 Tabel 4.4 Daftar singkatan yang tidak boleh digunakan .............................. 24 iv Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar obat yang dibuat Copy resep selama Bulan Maret Di Gedung Prof. Soelarto Lantai 1 – 4 ..................................... 28 Lampiran 2 Daftar obat High Alert ............................................................. 29 Lampiran 3 Daftar obat LASA .................................................................... 31 3.1 Daftar obat Look Alike ...................................................... 31 3.2 Daftar obat Sound Alike .................................................... 32 Lampiran 4 Daftar singkatan kefarmasian .................................................. 34 Lampiran 5 Foto obat Look Alike ................................................................ 36 5.1 Bisoprolol 5 mg tablet – Anemolat 1 mg tablet ............... 36 5.2 Furosemid 40 mg tablet – Isosorbit dinitrat 5 mg tablet .. 36 5.3 Dipeptive 100 mL injeksi – Aminosteril 6% mL injeksi . 37 5.4 Cendo Polydex 5 mL tetes mata – Cendo Xitrol 5 mL tetes mata ................................................................ 37 Lampiran 6 Foto obat yang tidak lagi termasuk Look Alike ....................... 38 6.1 Bricasma ampul – Buscopan ampul ................................. 38 6.2 Cefotaxime 1 g vial – Ceftriaxone 1 g vial ...................... v Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Upaya pemerintah dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah dengan mendirikan rumah sakit. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undangundang nomor 44, 2009). Dalam Undang-undang nomor 44 tahun 2009 juga disebutkan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya. Dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, maka diperlukan suatu standar akreditasi yang dapat menjamin mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Joint Commission International (JCI) merupakan organisasi internasional yang dapat memberikan akreditasi di bidang pelayanan kesehatan. Misi JCI adalah memperbaiki kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan di masyarakat internasional. Selama lebih dari 75 tahun, JCI telah mensurvei hampir 16.000 program layanan kesehatan melalui proses akreditasi. Di Indonesia sendiri, beberapa rumah sakit telah berstandar JCI, salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati yang resmi mendapatkan akreditasi JCI pada Desember 2013. 1 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 2 Masa akreditasi JCI berlaku selama tiga tahun, sejak hari pertama JCI selesai melakukan survei di rumah sakit, kecuali dicabut oleh pihak JCI. Pada akhir siklus tiga tahun, rumah sakit juga harus dievaluasi ulang untuk memenuhi persyaratan pembaharuan pemberian akreditasi. Artinya, pemantauan terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit, dalam hal ini RSUP Fatmawati, tidak akan terhenti setelah akreditasi JCI diberikan, tetapi akan terus menerus dilakukan selama tiga tahun masa siklus akreditasi tersebut. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit tak dapat dipisahkan dari standar pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Dalam JCI, standar akreditasi pelayanan kefarmasian terdapat dalam Bagian I Standar yang Berfokus Pasien, yaitu Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) dan Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO). Mengingat bahwa diperolehnya akreditasi JCI merupakan awal perbaikan kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kefarmasian, maka proses mempertahankan akreditasi tersebut menjadi tidak kalah penting. Pemantauan terhadap implementasi standar akreditasi JCI secara terus-menerus merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh setiap individu di rumah sakit. Sehubungan dengan sedang dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP Fatmawati, penulis turut dalam kegiatan pemantauan terhadap implementasi Standar Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO), yaitu MPO.2 Pemilihan dan Pengadaan dan MPO.4 Permintaan dan Penyalinan. Hal ini juga terkait dengan penyusunan Formularium RSUP Fatmawati 2014. Pada MPO.2 Pemilihan dan Pengadaan, fokus pamantauan dilakukan pada upaya perencanaan pengadaan obat berdasarkan copy resep, kesesuaian ketersediaan obat High Alert di RSUP Fatmawati berdasarkan daftar High Alert saat akreditasi JCI dengan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014, dan juga pemantauan daftar obat Look Alike Sound Alike (LASA). Selain itu, dilakukan juga revisi daftar singkatan kefarmasiaan yang termasuk dalam MPO.4 Permintaan dan Penyalinan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 3 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk memantau implementasi standar akreditasi JCI, Standar yang Berfokus Pasien terkait pelayanan kefarmasian, yaitu Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) dan Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO), a. Mengetahui nama dan jumlah obat yang dibuat copy resep selama bulan Maret 2014 di Rawat Inap Gedung Prof. Soelarto Lantai 1-4. b. Mengetahui kesesuaian daftar obat High Alert di RSUP Fatmawati dengan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014. c. Mengetahui kesesuaian daftar obat Look Alike Sound Alike (LASA) di RSUP Fatmawati dengan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014. d. Mengetahui daftar singkatan kefarmasian yang berlaku dalam upaya penyusunan Formularium RSUP Fatmawati 2014. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Joint Commission International (JCI) Joint Commission International (JCI) adalah versi internasional dari The Joint Commission (USA). Selama lebih dari 75 tahun, The Joint Commission (USA) dan organisasi pendahulunya didekikasikan untuk meningkatkan kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan. Saat ini, The Joint Commission (USA) merupakan pemberi akreditasi terbesar di Amerika Serikat di bidang organisasi pelayanan kesehatan yang telah menyurvei hampir 16.000 program layanan kesehatan melalui proses akreditasi sukarela. Akreditasi Joint Commission International (JCI) merupakan berbagai inisiatif yang dirancang untuk menanggapi meningkatnya kebutuhan seluruh dunia akan sebuah sistem evaluasi berbasis standar. Misi JCI adalah memperbaiki kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan di masyarakat internasional. Tujuannya adalah untuk menawarkan kepada masyarakat internasional proses objektif untuk mengevaluasi organisasi pelayanan kesehatan yang berbasis standar. Program akreditasi JCI didasarkan pada kerangka kerja standar internasional yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal dengan ciri sebagai berikut : a. Standar konsensus internasional, dikembangkan dan dikelola oleh sebuah gugus tugas internasional, dan disetujui Dewan internasional, yang merupakan program dasar akreditasi. b. Filosofi yang mendasari standar didasrkan pada prinsip manajemen bermutu yang terus-menerus diperbaiki mutunya. c. Proses akreditasi ini dirancang untuk mengakomodasikan faktor hokum, agama, dan/atau faktor budaya di sebuah negara tertentu. Meski standar yang ditetapkan bersifat seragam demi harapan tinggi untuk keselamatan dan kualitas perawatan pasien, proses akreditasi juga mempertimbangkan sejauh mana kondisi khas negara tersebut dapat memenuhi harapan tinggi tersebut. 4 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 5 d. Tim survei lapangan dan penentuan agenda survei akan bervariasi tergantung pada besar kecilnya organisasi pelayanan kesehatan dan jenis layanan yang diberikan. Sebagai contoh, sebuah organisasi multispesialis raksasa mungkin memerlukan survei empat atau lima hari oleh dokter, perawat, dan administrator, sementara rumah sakit dengan 50 tempat tidur dan spesialisasi di satu bidang mungkin hanya memerlukan survei lebih pendek dengan tim yang lebih kecil. e. Akreditasi JCI ini dirancang agar absah, dapat dipercaya, dan objektif. Berdasarkan analisis hasil survei, keputusan akreditasi akhir dibuat oleh komite akreditasi internasional. 2.2 Kebijakan dan Prosedur Joint Commission International (JCI) Setiap rumah sakit pelayanan kesehatan dapat mendaftar untuk diakreditasi JCI dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Rumah sakit tersebut saat ini beroperasi dengan izin sebagai rumah sakit penyedia layanan kesehatan di negara yang bersangkutan. b. Rumah saki tersebut harus bersedia dan siap bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas rawatan dan layanannya. c. Rumah sakit tersebut menyediakan layanan yang ditentukan oleh standar JCI. Survei akreditasi menilai sejauh mana rumah sakit memenuhi standar dan pernyataan tujuan standar JCI. Survei mengevaluasi rumah sakit berdasarkan : a. Wawancara dengan staf dan pasien dan informasi lisan lainnya. b. Pengamatan setempat oleh pelaku survei mengenai proses perawatan pasien. c. Kebijakan, prosedur, pedoman praktik klinis, dan dokumen lain yang disediakan rumah sakit. d. Hasil penilaian diri sebagai bagian dari proses akreditasi. Proses survei dilakukan di lokasi dan penilaian diri secara berkelanjutan dapat membantu rumah sakit mengindentifikasi dan memperbaiki masalah serta meningkatkan kualitas layanan dan jasanya. Disamping mengevaluasi kepatuhannya terhadap standar dan maksud dan tujuan standar JCI serta kepatuhannya terhadap Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP), pelaku Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 6 survei juga memberikan edukasi dalam rangka mendukung aktivitas perbaikan kualitas rumah sakit. Ruang lingkup survei JCI meliputi seluruh fungsi rumah sakit yang terkait dengan standar dan seluruh penatalaksanaan perawatan pasien. Standar yang digunakan JCI dipilih berdasarkan lingkup layanan yang tersedia di rumah sakit yang mendaftar untuk disurvei. Survei di lokasi akan mempertimbangkan faktor budaya dan/atau faktor hukum khas yang dapat mempengaruhi atau menentukan keputusan terkait dengan penyediaan perawatan dan/atau kebijakan dan prosedur rumah sakit. Hasil survei akreditasi akan diputuskan oleh Komite Akreditasi JCI berdasarkan temuan survei. Rumah sakit akan menerima keputusan permohonan akreditasi berupa penolakan atau peneriman akreditasi oleh JCI. Untuk memperoleh akreditasi, rumah sakit harus menunjukkan bukti bahwa seluruh standar dipatuhi dan mencapai skor angka minimal standar sebagaimana tercantum dalam keputusan. Rumah sakit yang Terakreditasi akan menerima Laporan Resmi Temuan Survei dan sertifikat penghargaan. Laporan tersebut menunjukkan tingkat pemenuhan terhadap standar JCI yang dicapai rumah sakit. Masa akreditasi JCI berlaku selama tiga tahun, kecuali dicabut oleh pihak JCI. Akreditasi ini berlaku sejak hari pertama JCI selesai melakukan survei di rumah sakit atau sejak survei . Pada akhir siklus tiga tahun, rumah sakit juga harus dievaluasi ulang untuk memenuhi persyaratan pembaharuan pemberian akreditasi. Jika selama masa akreditasi, rumah sakit mengalami perubahan struktur, kepemilikan, atau layanan, JCI harus diberitahu. JCI kemudian akan menentukan perlu tidaknya menyurvei ulang rumah sakit dan/atau membuat keputusan akreditasi baru. 2.3 Standar Joint Commission International (JCI) Standar akreditasi JCI dikembangkan dan disempurnakan oleh sebuah Subkomite Standar Internasional dengan 12 anggota yang terdiri atas dokter, perawat, administrator, dan ahli kebijakan publik yang berpengalaman. Kengggotaan subkomite ini mencakup enam wilayah utama dunia, yaitu Amerika Latin dan Karibia, Asia dan Pasifik, Timur Tengah, Eropa Tengah dan Timur, Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 7 Eropa Barat, dan Afrika. Secara terus-menerus akan dikumpulkan berbagai informasi dan pengalaman yang terkait dengan standar. Jika standar tidak lagi mencerminkan praktek perawatan kesehatan mutakhir, teknologi yang umum ada, dan praktek manajemen mutu, maka standar akan direvisi atau dihapus. Sampai saat ini, standar direvisi dan dipublikasikan minimal setiap tiga tahun. Adapun standar JCI tersebut terdiri dari : a. Standar-standar yang berfokus pasien 1) Sasaran internasional keselamatan pasien (SIKP) 2) Akses ke perawatan dan kesinambungan perawatan (APKP) 3) Hak pasien dan keluarga (HPK) 4) Asesmen pasien (AP) 5) Perawatan pasien (PP) 6) Manajemen dan penggunaan obat-obatan (MPO) 7) Penyuluhan pasien dan eluarga pasien (PPKP) b. Standar-standar manajemen organisasi pelayanan kesehatan 1) Perbaikan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) 2) Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) 3) Tata kelola, kepemimpinan, dan arah (TKKA) 4) Manajemen dan keamanan fasilitas (KPS) 5) Manajemen komunikasi dan informasi (MKI) 2.4 Sistem Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) Standar Sistem Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) atau International Patient Safety Goals (IPSG) yang terkait dengan pelayanan kefarmasian adalah Standar SIKP.3, yaitu Meningkatkan Keamanan Obat-obatan yang Harus Diwaspadai. Dalam Standar SIKP.3 disebutkan bahwa Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai. Adapun elemen penilaian SIKP.3 antara lain : a. Kebijakan dan/atau prosedur disusun untuk mengatasi masalah identifikasi, lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat yang patut diwaspadai. b. Kebijakan dan/atau prosedur ini diterapkan. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 8 c. Elektrolit konsentrat tidak boleh ada di unit perawatan pasien kecuali jika secara klinis diperlukan dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian tidak sengaja di wilayah yang diizinkan oleh aturan kebijakannya. d. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit perawatan pasien diberi label jelas dan disimpan sedemikian rupa hingga tidak mudah diakses. 2.5 Manajemen dan Penggunaan Obat-Obatan (MPO) Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO) atau Medication Management Use (MMU) merupakan komponen yang penting dalam pengobatan simtomatik, preventif, kuratif, dan paliatif maupun tata kelola penyakit dan kondisi pasien. Manajemen obat-obatan ini meliputi sistem dan proses yang digunakan rumah sakit untuk menyediakan farmakoterapi bagi pasiennya. Standar Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO) antara lain : 2.5.1 Standar MPO.1 Pengaturan dan Manajemen Obat-obat yang digunakan di dalam rumah sakit sesuai dengan undangundang dan peraturan yang berlaku dan diatur untuk memenuhi kebutuhan pasien. Standar MPO.1 terdiri dari MPO.1.1, yang menyebutkan bahwa ahli farmasi atau teknisi yang memiliki lisensi yang sesuai, atau professional terlatih lainnya mengawasi pelayanan farmasi atau yang berkaitan dengan farmasi. 2.5.2 Standar MPO.2 Pemilihan dan Pengadaan Pilihan obat-obatan yang tepat untuk peresepan atau permintaan ada dalam persediaan atau dapat tersedia dengan mudah. Standar MPO.2 terdiri dari : MPO.2.1 Terdapat suatu metode untuk mengawasi daftar obat-obatan rumah sakit dan penggunaan obat-obatan. MPO.2.2 Rumah sakit dapat dengan segera memperoleh obat-obatan yang tidak ada dalam persediaan atau tidak biasa bagi rumah sakit atau pada saatsaat dimana apotek tutup. 2.5.3 Standar MPO.3 Penyimpanan Obat-obatan disimpan dengan baik dan aman. Standar MPO.3 terdiri dari : Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 9 MPO.3.1 Kebijakan rumah sakit mendukung penyimpanan obat-obatan dan produk-produk nutrisi yang dapat dipakai secara tepat. MPO.3.2 Obat-obatan untuk keadaan darurat tersedia, terpantau, dan aman apabila disimpan di luar farmasi rumah sakit. MPO.3.3 Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali obat-obatan. 2.5.4 Standar MPO.4 Permintaan dan Peresepan Peresepan, permintaan, pemesanan, dan penyalinan diatur oleh kebijakan dan prosedur. Standar MPO.4 terdiri dari : MPO.4.1 Rumah sakit menetapkan elemen-elemen suatu permintaan atau peresepan yang lengkap serta jenis permintaan yang dapat diterima dan digunakan. MPO.4.2 Rumah sakit menetapkan siapa saja yang memenuhi kualifikasi dan diizinkan. MPO.4.3 Obat-obatan yang diresepkan dan diberikan ditulis dalam rekam medis pasien. 2.5.5 Standar MPO.5 Penyiapan dan Pengeluaran Obat-obatan disiapkan dan dibagikan dalam lingkungan yang aman dan bersih. Standar MPO.5 terdiri dari : MPO.5.1 Resep atau permintaan obat-obatan diperiksa kelayakannya. MPO.5.2 Suatu sistem digunakan untuk mengeluarkan obat-obatan dengan dosis yang tepat bagi pasien yang benar pada saat yang tepat. 2.5.6 Standar MPO.6 Pemberian Rumah sakit mengidentifikasi mereka yang memenuhi kualifikasi dan izinkan untuk memberikan obat-obatan. Standar MPO.6 terdiri dari : MPO.6.1 Pemberian obat-obatan meliputi proses verifikasi bahwa obat-obatan tersebut tepat sesuai dengan permintaan. MPO.6.2 Kebijakan dan prosedur mengatur obat-obatan yang dibawa masuk ke dalam rumah sakit untuk dikonsumsi sendiri oleh pasien atau sebagai sampel. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 10 2.5.7 Standar MPO.7 Pemantauan Efek-efek obat-obatan pada pasien dipantau. Standar MPO.7 terdiri dari MPO.7.1, yang menyebutkan bahwa kesalahan obat, termasuk kejadian nyaris cedera (near miss), dilaporkan melalui suatu proses dan kurun waktu yang ditetapkan rumah sakit. 2.6 Standar MPO. 2 Pemilihan dan Pengadaan Standar MPO.2 berisi tentang pilihan obat-obatan yang tepat untuk peresepan atau permintaan ada dalam persediaan atau dapat tersedia dengan mudah. Elemen penilaian Standar MPO.2 antara lain : a. Terdapat suatu daftar obat-obatan yang disediakan di dalam rumah sakit atau yang tersedia dengan mudah dari sumber luar. b. Suatu proses kerja sama digunakan untuk menulis daftar tersebut (kecuali jika ditetapkan pleh peraturan atau pihak berwenang di luar rumah sakit) c. Terdapat suatu proses untuk kondisi dimana obat-obatan tidak tersedia yang meliputi pemberitahuan kepada penulis resep dan obat pengganti yang disarankan. Adapun Standar MPO.2 terdiri dari : 2.6.1 Standar MPO.2.1 Terdapat suatu metode untuk mengawasi daftar obat-obatan rumah sakit dan penggunaan obat-obatan. Elemen penilaian MPO.2.1 antara lain : a. Terdapat metode untuk mengawasi penggunaan obat-obatan dalam rumah sakit. b. Obat-obatan terlindung dari bahaya hilang atau disuri di seluruh rumah sakit. c. Praktisi perawatan kesehatan yang terlibat dalam proses permintaan, pengeluaran, pemberian, dan pemantauan pasien dilibatkan dalam evaluasi dan pemantauan daftar obat-obatan. d. Keputusan untuk menambah atau mengurangi obat-obatan dari daftar tersebut diatur oleh kriteria. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 11 e. Ketika terdapat obat-obatan yang baru ditambahkan ke dalam daftar tersebut, terdapat suatu proses atau mekanisme untuk memantau bagaimana obat tersebut digunakan dan adakah efek samping yang tidak terduga. f. Daftar tersebut ditinjau setidaknya setahun sekali berdasarkan informasi keselamatan dan kemanjuran. 2.6.2 Standar MPO.2.2 Rumah sakit dapat dengan segera memperoleh obat-obatan yang tidak ada dalam persediaan atau tidak biasa bagi rumah sakit atau pada saat-saat dimana apotek tutup. Elemen penilaian MPO.2.2 antara lain : a. Terdapat proses untuk menyetujui dan mengadakan obat-obatan yang tidak ada dalam persediaan atau tidak biasa tersedia di rumah sakit. b. Terdapat proses untuk memperoleh obat-obatan pada saat farmasi rumah sakit tutup atau persediaan obat-obatan dalam kondisi terkunci. c. Staf memahami proses-proses tersebut. 2.7 Standar MPO. 4 Permintaan dan Peresepan Standar MPO.4 berisi tentang peresepan, permintaan, pemesanan, dan penyalinan diatur oleh kebijakan dan prosedur. Elemen penilaian Standar MPO.4 antara lain : a. Ada kebijakan dan prosedur yang mengatur peresepan, permintaan, dan penyalinan obat-obatan yang aman dalam rumah sakit. b. Ada kebijakan dan prosedur yang membahas tindakan-tindakan berkaitan dengan resep atau permintaan yang tidak terbaca. c. Terdapat proses kerja sama dalam penyusunan kebijakan dan prosedur. d. Staf yang relevan dilatih dalam praktek-praktek peresepan, permintaan, dan penyalinan yang benar. e. Rekam medis pasien memuat daftar obat-obatan terkini sebelum masuk ke rumah sakit, dan informasi ini tersedia bagi farmasi dan para praktisi perawatan kesehatan pasien. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 12 f. Permintaan obat-obatan awal dibandingkan dengan daftar obat-obatan yang dikonsumsi sebelum masuk ke rumah sakit, sesuai dengan proses yang ditetapkan rumah sakit. Standar MPO.4 terdiri dari : 2.7.1 Standar MPO.4.1 Rumah sakit menetapkan elemen-elemen suatu permintaan atau peresepan yang lengkap serta jenis permintaan yang dapat diterima dan digunakan. Elemen penilaian MPO.4.1 antara lain : a. Permintaan atau resep obat-obatan yang dapat diterima ditetapkan dalam kebijakan yang membahas elemen-elemen sebagai berikut : 1) Data yang diperlukan untuk mengidentifikasi pasien secara akurat. 2) Unsur-unsur permintaan atau resep. 3) Kapan obat generik atau bermerek dapat diterima atau diperlukan. 4) Apakah atau kapankah indikasi penggunaan diperlukan secara PRN (pro re nata, atau “sesuai keperluan”) atau berdasarkan permintaan lain dan kapan diperlukannya. 5) Tindakan atau prosedur pencegahan khusus untuk permintaan obatobatan yang terlihat mirip/memiliki nama yang mirip. 6) Tindakan-tindakan yang akan diambil apabila permintaan obat-obatan tidak lengkap, tidak terbaca, atau tidak jelas. 7) Jenis-jenis penambahan permintaan yang diizinkan, seperti darurat, tetap, atau penghentian otomatis, dan unsur-unsur yang diperlukan dalam permintaan semacam itu. 8) Permintaan obat-obatan secara verbal dan melalui telepon serta proses untuk memverifikasi permintaan tersebut. 9) Jenis-jenis permintaan berdasarkan berat badan, seperti misalnya untuk populasi pediatrik. b. Permintaan atau resep obat-obatan lengkap sesuai dengan kebijakan rumah sakit. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 13 2.7.2 Standar MPO.4.2 Rumah sakit menetapkan siapa saja yang memenuhi kualifikasi dan diizinkan. Elemen penilaian MPO.4.2 antara lain : a. Hanya mereka yang diizinkan rumah sakit dan oleh lisensi, undang-undang dan peraturan yang relevan dapat melakukan peresepan atau permintaan obatobatan. b. Terdapat proses untuk menetapkan pembatasan, jika sesuai, untuk melakukan peresepan atau permintaan oleh individu-individu. c. Individu yang diizinkan untuk melakukan peresepan dan permintaan obatobatan diketahui oleh layanan farmasi atau mereka yang bertugas mengeluarkan obat-obatan. 2.7.3 Standar MPO.4.3 Obat-obatan yang diresepkan dan diberikan ditulis dalam rekam medis pasien. Elemen penilaian MPO.4.3 antara lain : a. Untuk setiap pasien, dibuat catatan tentang obat-obatan yang diresepkan atau diminta. b. Setiap dosis pemberian obat-obatan dicatat. c. Informasi obat-obatan disimpan dalam catatan pasien atau dimasukkan ke dalam catatannya pada saat pemulangan atau transfer. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 14 Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengkajian Pengamatan dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker pada periode 2 April-30 Mei 2014 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati. 3.2 Metode Pengkajian Pengumpulan data dilakukan dengan metode diskusi, tanya jawab, dan studi literatur. Diskusi dan tanya jawab dilakukan terhadap tenaga kefarmasian yang berada di Depo Farmasi Teratai terkait penulisan copy resep untuk pasien di Pelayanan Rawat Inap Gedung Prof. Soelarto Lantai 1-4. Sedangkan studi literatur dilakukan terkait dengan daftar singkatan kefarmasian yang berlaku di RSUP Fatmawati. Dan untuk daftar obat High Alert dan LASA, penulis melakukan peninjauan langsung ke Depo Farmasi IGD dan IRJ dengan acuan berupa daftar obat High Alert dan LASA sebelumnya dan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014. Referensi yang digunakan antara lain literatur kepustakaan, situs resmi, dan referensi ilmiah dari media cetak maupun elektronik. 15 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 4 PEMBAHASAN Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati didirikan pada tahun 1953 oleh Ibu Fatmawati sebagai RS Tuberkulose Anak dan pada tahun 1984 resmi sebagai RS Rujukan Wilayah Jakarta Selatan. Pada tahun 2010 menjadi Rumah Sakit Kelas A Pendidikan yang sekaligus berhasil memenuhi standar Paripurna Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Dan pada Desember 2013, RSUP Fatmawati berhasil mempertahankan standar Paripurna KARS dan lulus sertifikasi Joint Commission International (JCI). Masa akreditasi JCI tersebut berlaku selama tiga tahun, dimana pada akhir siklus tiga tahun, RSUP Fatmawati akan dievaluasi ulang untuk memenuhi persyaratan pembaharuan pemberian akreditasi. Artinya, pemantauan terhadap pelayanan kesehatan di RSUP Fatmawati tidak akan terhenti setelah akreditasi JCI diberikan, tetapi akan terus menerus dilakukan selama siklus tiga tahun akreditasi. Pelayanan kesehatan di rumah sakit tak dapat dipisahkan dari standar pelayanan kefarmasian. Dalam JCI, standar akreditasi pelayanan kefarmasian terdapat dalam Bagian I Standar yang Berfokus Pasien, yaitu Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) dan Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO). Standar Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) adalah rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai. Obat-obatan yang perlu diwaspadai antara lain obatobatan yang dapat menyebabkan kejadian sentinel (High Alert) dan obat-obatan yang mirip bentuk/bunyi namanya (LASA). Pengawasan terhadap obat – obatan High Alert dan Look Alike Sound Alike (LASA) juga menjadi elemen penilaian pada Standar Manajeman dan Penggunaan Obat (MPO), khususnya MPO 2. Pemilihan dan Pengadaan. Pada MPO.2, rumah sakit diwajibkan membuat suatu daftar (formularium) dari semua obat yang tersedia di rumah sakit. Pada proses penyusunan formularium, dilakukan pemilihan obat secara kolaboratif antara tenaga farmasi dan dokter dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi ekonomi pasien. 16 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 17 Dalam upaya pemilihan dan pengadaan obat, instalasi farmasi harus membuat perencanaan yang tepat. Selain melihat jumlah konsumsi obat pada periode sebelumnya, data obat yang tidak diberikan karena kekosongan stok juga dapat meningkatkan rasionalitas perencanaan. Data tersebut dapat diperoleh melalui copy resep. Dengan adanya data copy resep, maka perencanaan obatobatan tersebut untuk periode berikutnya diharapkan akan mencukupi untuk pelayanan kesehatan kepada pasien. Data copy resep yang diambil adalah dari Pelayanan Rawat Inap Gedung Prof. Soelarto yang merupakan spesialisasi perawatan unggulan RSUP Fatmawati, yaitu Pelayanan Orthopedic. Gedung Prof. Soelarto terdiri dari 6 lantai, yaitu : g. Lantai pertama untuk ruangan perawatan khusus orthopedic kelas 3. h. Lantai kedua untuk ruangan perawatan bedah umum. i. Lantai ketiga untuk ruangan khusus perawatan non bedah. j. Lantai keempat untuk ruangan pasien rehabilitasi medik kelas 1 dan 2 k. Lantai kelima untuk ruangan pasien VIP l. Lantai keenam untuk ruangan pasien VIP dan High Care Unit (HCU) Berdasarkan data copy resep yang diambil selama bulan Maret 2014 di Gedung Prof. Soelarto Lantai 1-4 RSUP Fatmawati terdapat 53 obat yang di buat copy resep (Lampiran 1). Dari 53 obat tersebut terdapat 48 obat jadi dan lima obat yang di produksi sendiri oleh RSUP Fatmawati. Dari sepuluh teratas pada Tabel 4.1, terdapat Bicnat dan CaCO3 kapsul yang merupakan produk dari Produksi Non Steril RSUP Fatmawati. Delapan lainnya adalah obat jadi yang berasal dari industri farmasi. Kekosongan stok bahan baku dan obat dari industri farmasi maupun distributor merupakan salah satu alasan obat-obatan tersebut dibuat copy resep. Keterlambatan pengiriman obat adalah alasan eksternal lainnya. Namun, yang perlu diperhatikan adalah alasan internal dari Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati sendiri, yaitu perencanaan yang kurang terprediksi akibat adanya peningkatan penggunaan obat. Dimulainya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 1 Januari 2014 menyebabkan peningkatan penggunaan obat yang masih sulit diprediksi. Dengan demikian, adanya data copy resep diharapkan dapat membantu perencanaan obat untuk periode selanjutnya yang lebih tepat. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 18 Tabel 4.1 Daftar obat yang dibuat Copy resep selama Bulan Maret 2014 di Gedung Prof. Soelarto Lantai 1 – 4 No. Nama Obat Jumlah 1 Bicnat kapsul 280 2 Ultracef 265 3 CaCO3 kapsul 215 4 B12 210 5 Metronidazol 110 6 Omeprazol 74 7 Kalk 70 8 HP Pro 60 9 Prednison 60 10 Urdafalk 45 Selain pemilihan dan pengadaan obat berdasarkan copy resep, dalam MPO.2 juga terkait dengan penyusunan atau revisi terhadap formularium rumah sakit. Revisi tidak hanya dilakukan pada jenis dan sediaan obat, tetapi juga dilakukan terhadap daftar obat High Alert dan LASA, serta daftar singkatan kefarmasian. Pada saat akreditasi JCI di RSUP Fatmawati terdapat 15 kategori obat High Alert dengan 31 sediaan. Namun, pada saat dibuat Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014, terdapat penambahan beberapa obat-obatan, termasuk obat High Alert. Melalui pemantauan yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat pengurangan kategori obat High Alert dari 15 menjadi 14. Obat yang dikeluarkan adalah Levobupivakain dengan nama dagang Cyrocain. Alasannya adalah ketidaktersediaan Cyrocain di Indonesia dan juga sampai saat ini belum pernah dilakukan pemesanan terhadap Cyrocain. Namun, jumlah sediaan berdasarkan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014 justru mengalami penambahan, yaitu dari 31 menjadi 68 sediaan. Penambahan ini dilakukan berdasarkan peningkatan pasien, yang artinya penambahan kebutuhan obat-obatan sejak dimulainya SJSN 1 Januari 2014. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 19 Tabel 4.2 Daftar Obat High Alert 1 KCl 2 NaCl 3 Isofluran 4 Sevofluran 5 Midazolam 6 Propofol 7 Atrakurium 8 9 Rekuronium HBr Lidokain 10 Bupivakain HCl 11 Levobupivakain Sediaan berdasarkan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014 Otsu-KCl 7,46% vial 25 Otsu-KCl 7,46% vial 25 mL (Otsuka) mL (Otsuka) NaCl infus 3% 500 mL NaCl infus 3% 500 mL (Otsuka) (Otsuka) Isoflurane inhalasi Aerrane inhalasi Isoflurane inhalasi Sevofluran inhalasi Sevofluran inhalasi Sojourn inhalasi Dormicum ampul Dormicum ampul Sedacum ampul Fortanest ampul Miloz ampul Diprivan ampul Diprivan ampul Fresofol ampul Fresofol ampul Recofol ampul Propofol lipuro Recofol ampul Atrakurium besilat Atrakurium besilat ampul ampul Atracurium Hameln Notrixum ampul ampul Notrixum ampul Roculac vial Esmeron vial Roculac vial Lidocain ampul Extracaine ampul Lidocain ampul Xylocaine ampul Decain ampul Buvanest Spinal 5 % Marcain ampul Heavy Decain ampul Marcain ampul Cyrocain ampul - 12 Ropivakain Naropin ampul Naropin ampul 13 Narkotika 14 Heparin Na 15 Obat Kanker Morfin Sulfat ampul Petidin ampul Fentanil ampul Sufentanil ampul Inviclot vial 5000 International Unit/ml 5 ml Bleomisin Cisplatin Carboplatin Morfin Sulfat ampul Petidin ampul Fentanil ampul Sufentanil vial Heparin Vial Inviclot Vial 5000 International Unit/ml 5 ml Asparginase Asam Zelodronat Bevasizumab No. Sediaan berdasarkan daftar saat JCI Obat Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 20 Doksorubisin Etoposid Fluorouracil Oxaliplatin Paclitaxel Siklofosfamid Vincristin Bleomisin HCl Cetuximab Cisplatin Carboplatin Dakarbazin Daktinomisin Dantrolene Daunorubisin HCl Disodium Clodronate tetrahydrate Doksorubisin Dosetaksel Epirubisin HCl Etoposid Fludarabin Fluorouracil Gemsitabin Ifosfamide Irinotekan Kalsium folinat (Leukovorin Ca) L-Asparginase Methotrexate Mitomisin C ( crystalin ) Oxaliplatin Paclitaxel Premetexed Prokarbazin HCl Rituksimab Setuksimab Siklofosfamid Sitarabin Trastuzumab Vinblastin Vincristin Vinorelbin Tartrat Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Dengan adanya revisi terhadap formularium RSUP Fatmawati, maka perlu juga dilakukan pemantauan terhadap daftar obat LASA. Untuk daftar obat Sound Alike dilakukan penyesuaian antara ketersediaan dengan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014. Berdasarkan pemantauan, daftar obat terdapat 146 daftar obat Sound Alike (Lampiran 3.2). Peningkatan daftar obat Sound Alike disebabkan penambahan kekuatan sediaan obat pada Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014. Misalnya Solosa, yang sebelumnya hanya ada kekuatan 2 mg dan 4 mg, dilengkapi dengan kekuatan 1 mg dan 3 mg pada Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014. Daftar obat Look Alike (Lampiran 3.1) juga mengalami perubahan, dari sebelumnya 41 daftar obat menjadi 35. Berdasarkan Tabel 4.3, dapat dilihat terdapat enam daftar obat yang tidak lagi termasuk dalam daftar Look Alike, 4 daftar obat masuk dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014, tetapi tidak Look Alike dan 2 obat tidak terdapat dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014. Daftar obat yang masuk dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014, tetapi tidak Look Alike adalah Amdixal 5 mg – Valsartan 80 mg, karena sediaan Valsartan 80 mg diganti dengan Diovan. Selain itu, Ciprofloxacin – Levofloxacin, Bricasma injeksi – Buscopan injeksi (Lampiran 6.1), dan Cefotaxim 1 g vial – Cefriaxon 1 g vial (Lampiran 6.2) juga tidak termasuk dalam daftar obat Look Alike karena perubahan kemasan. Sedangkan Emtexat injeksi baik 5 mg ataupun 10 mg tidak terdapat dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014. Begitu juga dengan Haloxan injeksi – Endoxan injeksi, karena Haloxan injeksi tidak terdapat dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014, maka tidak termasuk dalam daftar obat Look Alike. Pemantauan terhadap daftar obat High Alert dan LASA harus dilakukan secara berkala, tidak hanya saat penyusunan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014 saja. Hal ini sangat bermanfaat untuk membantu petugas farmasi di masing-masing depo dalam upaya menjaga keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai demi keselamatan pasien. 21 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 22 Tabel 4.3 Daftar obat Look Alike No Nama Obat Nama Obat Look Alike Sediaan Tablet 1 Allopurinol 100 mg Trihexyphenidil 2 mg 2 Amdixal 5 mg Valsartan 80 mg 3 Amlodipin 5 mg Amlodipin 10 mg 4 Betaserc 8 mg Betaserc 24 mg 5 Bisoprolol 5 mg Anemolat 1 mg 6 Canderin 8 mg Canderin 16 mg 7 Candesartan 8 mg Candesartan 16 mg 8 Captopril 12,5 mg Captopril 25 mg 9 Ciprofloxacin Levofloxacin 10 Depakote Depakote ER 11 Furosemid 40 mg Isosorbit dinitrat 5 mg 12 Harnal D Harnal Ocas 13 Hytrin 1 mg Hytrin 2 mg 14 Ketoprofen 50 mg Ketoprofen 100 mg 15 Meloxicam 7,5 mg Meloxicam 15 mg 16 Nitrokaf 2,5 mg Nitrokaf 5 mg 17 Ofloxacin 200 mg Ofloxacin 400 mg 18 Ondansetron 4 mg Ondansetron 8 mg 19 Piracetam 400 mg Piracetam 800 mg 20 Propranolol 10 mg Propranolol 40 mg 21 Ramixal 2,5 mg Ramixal 5 mg 22 Sifrol 0,375 mg Sifrol 0,750 mg 23 Sifrol 0,375 mg Micardis 80 mg 24 Sifrol 0,750 mg Micardis 80 mg Tetes Mata 25 Cendo Lyters 15 mL Cendo Catarlen15 mL 26 Cendo Mydiatril 0,5% Cendo Mydiatril 1% 27 Cendo Polydex 5 mL Cendo Xitrol 5 mL Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 23 Nebulizer 28 Ventolin Nebulizer Flixotide Nebulizer Injeksi 28 Bricasma injeksi Buscopan injeksi 29 Cefotaxim 1 g vial Ceftriaxon 1 g vial 30 Diazepam injeksi Furosemid injeksi 31 Dipeptive 100 mL injeksi Aminosteril 6% 100 mL injeksi 32 Doxorubicin 10 mg injeksi Doxorubicin 50 mg injeksi 33 Emtexat 5 mg injeksi Emtexat 10 mg injeksi 34 Fosmicin 1 g vial Fosmicin 2 mg vial 35 Haloxan injeksi Endoxan injeksi 36 Insulin Humalog Insulin Humalog mix 37 Insulin Humalog N Insulin Humalog R 38 Iopamiro 30 mL injeksi Iopamiro 50 mL injeksi 39 Kalnex 250 mg injeksi Kalnex 500 mg injeksi 40 Mikasin 250 mg injeksi Mikasin 500 mg injeksi 41 Ondansetron 4 mg injeksi Ondansetron 8 mg injeksi Keterangan : : Obat masuk dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014 dan Look Alike; : Obat masuk dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014, tetapi tidak Look Alike; : Obat tidak masuk dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014 Pemantauan selanjutnya dilakukan terhadap daftar singkatan kefarmasian. Berdasarkan Standar JCI pada MPO.4 dalam hal penulisan resep, prescribing yaitu dokter harus menggunakan daftar singkatan kefarmasian sesuai dengan yang tertera dalam Formularium Rumah Sakit. Daftar singkatan kefarmasian yang akan diajukan dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014 dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014 terdapat beberapa perubahan, baik penghapusan ataupun penambahan singkatan. Penghapusan singkatan dilakukan berdasarkan ketetapan dari JCI dan Lembaga Keamanan Praktik Kedokteran (Institute for Safe Medicine Practices) karena seringkali Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 24 disalahartikan dan dapat menyebabkan bahaya dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien. Adapun beberapa singkatan yang dihapuskan sebagai berikut : Tabel 4.4 Daftar singkatan yang tidak boleh digunakan SINGKATAN µg AD, AS, AU/ADS MAKSUD MIS- WAJIB SINGKATAN INTERPRETASI DIGUNAKAN Mikrogram mg mikrogram Telinga kanan, OD, OS, OU/ODS Telinga kanan, telinga kiri, kedua (Mata kanan, mata telinga kiri, telinga kiri, kedua mata) kedua telinga AD, AS, AU/ADS OD, OS, OU/ODS Mata kanan, mata (Telinga kanan, kiri, kedua mata telinga kiri, kedua telinga) Mata kanan, mata kiri, kedua mata cc Sentimeter kubik „u‟ unit ml IN Intranasal IM atau IV Intranasal Angka „0‟ atau „4‟ atau „cc‟ U atau u Unit Contoh : 4U → 40 Unit 4u → 44 4U → 4cc Penulisan nama kimia obat juga tidak boleh digunakan lagi. misalnya MgSO4 (Magnesium Sulfat) yang seringkali salah diartikan sebagai Morfin Sulfat dan sebaliknya. Oleh sebab itu, daftar singkatan kefarmasian dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014 menghapuskan nama kimia obat. Selain penghapusan daftar singkatan, dilakukan juga penambahan daftar singkatan pada istilah dalam resep seperti aturan pakai. Seringkali dokter menuliskan aturan pakai 1-0-1 yang sebenarnya tidak lazim digunakan. Maksud aturan pakai tersebut bisa menjadi dua, yaitu dua kali sehari pagi dan sore atau dua kali sehari pagi dan malam. Seharusnya dokter menuliskan bdd/2dd yang Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 25 artinya dua kali sehari setiap 12 jam. Penambahan singkatan lainnya meliputi takaran sendok, yaitu c, cp, dan cth (sendok makan 15 ml, sendok bubur 8 ml, dan sendok teh 5 ml), dan juga istilah dalam resep racikan seperti ad (tambahkan), dtd (berikan sebanyak itu), qs (secukupnya), dan ue (pemakaian luar). Perubahan pada daftar singkatan kefarmasian ini juga disesuaikan dengan penggunaannya di RSUP Fatmawati, sehingga tidak semua daftar singkatan dimasukkan ke dalam Rancangan Formularim RSUP Fatmawati 2014. Universitas Indonesia Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pemantauan implementasi standar akreditasi JCI, Standar yang Berfokus Pasien terkait pelayanan kefarmasian, yaitu Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) dan Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO) menunjukkan bahwa : a. Terdapat 53 obat yang dibuat copy resep selama bulan Maret 2014 di Rawat Inap Gedung Prof. Soelarto Lantai 1-4. Data nama dan jumlah obat yang dibuat copy resep tersebut dapat digunakan untuk perencanaan pengadaan obat untuk bulan berikutnya, sehingga permintaan resep akan obat-obatan tersebut dapat dipenuhi. b. Terdapat perubahan daftar obat High Alert di RSUP Fatmawati berdasarkan kesesuaiannya dengan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014. c. Terdapat perubahan daftar obat Look Alike Sound Alike (LASA) di RSUP Fatmawati berdasarkan kesesuaiannya dengan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014. d. Terdapat perubahan daftar singkatan kefarmasian di RSUP Fatmawati. 5.2 Saran Dilakukan pemantauan secara berkala oleh tim khusus. Jika tidak dapat dibentuk tim khusus, maka diperlukan kerja sama semua tenaga kefarmasiaan agar pemantauan terhadap implementasi standar akreditasi JCI, Standar yang Berfokus Pasien terkait pelayanan kefarmasian, yaitu Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) dan Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO) dapat dijalankan. Pemantauan harusnya tidak hanya dilakukan pada MPO.2 Pemilihan dan Pengadaan dan MPO.4 Permintaan dan Penyalinan saja, tetapi juga pada MPO.1 Pengaturan dan Manajemen, MPO.3 Penyimpanan, MPO.5 Penyiapan dan Pengeluaran, MPO.6 Pemberian, dan MPO.7 Pemantauan. 26 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia DAFTAR ACUAN Joint Commission International. (2011). Joint Commission International Standar Akreditasi Rumah Sakit Edisi ke-4. Terjemahan Meitasari Tjandrasa dan Nicole Budiman. Jakarta. Komite Mutu dan Manajemen Risiko RSUP Fatmawati. (2012). Standar Singkatan RSUP Fatmawati. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta. RSUP Fatmawati. (2012). Formularium RSUP Fatmawati Edisi VI Tahun 2012. Jakarta. RSUP Fatmawati. (2014). Rancangan Formularium RSUP Fatmawati Edisi VII Tahun 2014. Jakarta. 27 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 Universitas Indonesia LAMPIRAN Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 28 Lampiran 1 Daftar obat yang dibuat Copy resep selama Bulan Maret 2014 di Gedung Prof. Soelarto Lantai 1 – 4 No Nama Obat Jumlah 28 Alinamin F 10 1 Bicnat 280 29 NaCl kapsul 6 2 Ultracef 265 30 Laxadine syrup 5 3 CaCO3 215 31 Enziplex 5 4 B12 210 32 Pradoxa 4 5 Metronidazol 110 33 Levofloxacin inj 4 6 Omeprazol 74 34 Primperen inj 3 7 Kalk 70 35 Asam folat 15 mg 3 8 Prednison 60 36 Tramadol inj 2 9 HP Pro 60 37 Propofol 2 10 Urdafalk 45 38 Ondansentron inj 2 11 Cefixime 40 39 NaCl 100 cc 2 12 Dexametason 35 40 Clinimix 2 13 Sangobion 27 41 Bastrofer 2 14 Tramadol 100 mg 26 42 Sanmag 1 15 Tramadol 50 mg 20 43 OBH 1 16 Spasmium 20 44 Mecobalamin 1 17 Rhinos SR 20 45 Kaitostat 1 18 Betaserc 20 46 Inviclot 1 19 Ketorolac 15 47 Imotop 1 20 Amox-Clavulanat 15 48 Fluimucyl syrup 1 21 Eufil R 13 49 Fentanyl 1 22 Sohobion 10 50 Cefoperazone 1 23 KSR 10 51 Betadine 30 cc 1 24 Hepamerz 10 52 B12 inj 1 25 Folamil 10 53 Alinamin F inj 1 26 Enerplus 10 27 Dalfarol 10 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 29 Lampiran 2 Daftar obat High Alert Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 30 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 31 Lampiran 3 Daftar obat LASA 3.1 Daftar obat Look Alike Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 32 3.2 Daftar obat Sound Alike Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 33 Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 34 Lampiran 4 Daftar singkatan kefarmasian Nama Singkatan/ Istilah No Singkatan Dari (Arti) A UKURAN (METRIC SYSTEM) 1 cal Kalori 2 cm Sentimeter 3 gr Gram 4 kcal Kilokalori 5 kg Kilogram 6 L Liter 7 m Meter 8 mEq Miliequivalent 9 mg Miligram 10 ml Mililiter 11 mm Milimeter 12 o Celcius 13 o Fahreinheit B BENTUK SEDIAAN 1 cap Kapsul 2 cr Cream 3 liq Liquid 4 oint Ointment/Salep 5 supp Suppositoria 6 susp Suspensi 7 syr Syrup 8 tab Tablet 9 Ungt Unguentum/Salep C RUTE PEMBERIAN 1 PO D ISTILAH DALAM RESEP 1 ac Ante Coenam/sebelum makan 2 ad Adde/tambahkan 3 bdd/2dd Bis De Die/dua kali sehari 4 c Cochlear/sendok makan (15 ml) 5 cito Cito/segera C F Per Oral/Melalui Mulut Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 35 6 comp Compositus/campuran 7 cp Cochlear Pultis/sendok bubur (8 ml) 8 cth Cochlear These/sendok teh (5 ml) 9 det Detur/serahkan 10 dtd Da Tales Dosis/berikan sebanyak itu 11 gtt Guttae/tetes 12 iter Iteratur/hendaknya diulang 13 mf Misca Fac/ campur, buatlah 14 ne det Ne Detur/belum diberikan 15 no Nomero/jumlah 16 pc Post Coenam/setelah makan 17 prn Pro Re Nata/bila perlu 18 pulv Pulvis/serbuk 19 qs Quantum Satis/secukupnya 20 R, R/ Recipe/ambillah 21 S Signa/tanda 22 tdd/3dd Ter De Die/tiga kali sehari 23 ue Usus Externus/pemakaian luar E ISTILAH FARMASI 1 AA Asisten Apoteker 2 Apt Apoteker 3 DOEN Daftar Obat Esensial Nasional 4 DPHO Daftar Plafon dan Harga Obat F NAMA OBAT / BAHAN KIMIA / REAGEN FARMASI 1 AAV Acid Salicylic, Acid Benzoic, Vaselin Album 2 Aq Menth Pip Aqua Menthae Piperatae 3 Aquadest Aqua Destilata 4 BicNat Natrium Bicarbonat 5 CMC Carboxy Methyl Cellulosa 6 D5 Dextrose 5% 7 HCT Hidrochlortiazid 8 INH Isoniazid 9 NS Normal Saline 10 Salep 2-4 / Zalf 2-4 Salep Acid Salicylic Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 36 Lampiran 5 Foto obat Look Alike 5.1 Bisoprolol 5 mg tablet – Anemolat 1 mg tablet 5.2 Furosemid 40 mg tablet – Isosorbid dinitrat 5 mg tablet Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 37 5.3 Dipeptiven 100 mL injeksi – Aminosteril 6% 100 mL injeksi 5.4 Cendo Polydex 5 mL tetes mata – Cendo Xitrol 5 mL tetes mata Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014 38 Lampiran 6 Foto obat yang tidak lagi termasuk Look Alike 6.1 Bricasma ampul – Buscopan ampul 6.2 Cefotaxime 1 g vial – Ceftriaxone 1 g vial Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014