universitas indonesia laporan praktek kerja profesi apoteker di

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JAKARTA SELATAN
PERIODE 1 APRIL – 30 MEI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DEWI SRIYANI, S.Farm.
1306343454
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JULI 2014
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JAKARTA SELATAN
PERIODE 1 APRIL – 30 MEI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
DEWI SRIYANI, S.Farm.
1306343454
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JULI 2014
ii
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
Laporan PKPA ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 4 Juli 2014
Dewi Sriyani, S. Farm.
iii
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan PKPA ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar.
Nama
: Dewi Sriyani, S.Farm.
NPM
: 1306343454
Tanda Tangan :
Tanggal
: 4 Juli 2014
iv
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh :
Nama
: Dewi Sriyani, S. Farm.
NPM
: 1306343454
Program Studi
: Apoteker
Judul Laporan
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan Periode 1 April –
30 Mei 2014
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada
Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Linda Triana Yudhorini, S.Si.,M.Si, Apt.
(……………………..)
Pembimbing II : Dra. Azizahwati, M.S., Apt.
(……………………..)
Penguji I
: ………………………………
(……………………..)
Penguji II
: ………………………………
(……………………..)
Penguji III
: ………………………………
(……………………..)
Ditetapkan di
Tanggal
: Depok
:
v
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat
Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan penulisan laporan PKPA di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI.
2.
Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker,
Fakultas Farmasi UI.
3.
Ibu Dra. Etin Ratna Martiningsih, Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati.
4.
Ibu Linda Triana Yudhorini, M.Si., Apt. selaku tenaga pembimbing dari
RSUP Fatmawati yang telah memberikan waktu, bimbingan dan arahan
kepada penulis selama pelaksanaan dan penulisan laporan PKPA.
5.
Dra. Azizahwati, M.S., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi UI
yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat
kepada penulis selama pelaksanaan dan penulisan laporan PKPA.
6.
Pegawai Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati yang telah
banyak memberi bantuan kepada penulis dalam pelaksanaan PKPA.
7.
Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan
yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi UI.
8.
Kedua orang tua dan keluarga tercinta atas semua doa dan dukungannya yang
tiada berbatas kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan profesi
Apoteker dan penyusunan laporan PKPA ini.
vi
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
9.
Rekan-rekan PKPA di RSUP Fatmawati yang telah banyak membantu,
berbagi ilmu dan pengalaman selama pelaksanaan PKPA.
10. Seluruh sahabat dan teman Apoteker angkatan LXXVIII yang telah bekerja
sama dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis selama
menjalankan pendidikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi UI.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis
harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada
khususnya.
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb
Penulis
2014
vii
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
NPM
Program Studi
Fakultas
Jenis karya
: Dewi Sriyani, S.Farm.
: 1306343454
: Profesi Apoteker
: Farmasi
: Laporan PKPA
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta Selatan Periode 1 April – 30 Mei 2014
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan laporan PKPA saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal
: 4 Juli 2014
Yang menyatakan
(Dewi Sriyani, S.Farm.)
viii
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
: Dewi Sriyani
Program Studi : Apoteker
Judul
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Fatmawati
Cilandak Jakarta Selatan Periode 1 April - 30 Mei 2014
Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Fatmawati bertujuan agar mahasiswa
dapat mengetahui gambaran umum, struktur dan pembagian kerja di instalasi
farmasi, serta peran dan tanggung jawab apoteker dalam Peran Lintas Terkait
dalam Pelayanan Farmasi di RSUP Fatmawati. Tugas khusus yang diberikan
dengan judul Pemantauan Implementasi Standar Akreditasi JCI Manajemen dan
Penggunaan Obat-obatan (MPO) di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang
bertujuan untuk memantau implementasi standar akreditasi JCI, Standar yang
Berfokus Pasien terkait pelayanan kefarmasian, yaitu Sasaran Internasional
Keselamatan Pasien (SIKP) dan Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan
(MPO).
Kata Kunci
: Praktek Kerja Profesi Apoteker, RSUP Fatmawati, Pemantauan,
Implementasi, JCI, SIKP, MPO
Tugas Umum
: xii + 137 halaman, 27 lampiran
Tugas Khusus
: v + 38 halaman, 1 gambar, 6 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 11 (2004-2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 (2009-2014)
ix
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
Program
Title
: Dewi Sriyani
: Apothecary
: Report of Apothecary Profession Internship at Fatmawati Centre
General Hospital Cilandak South Jakarta in April 1st - May 30th
2014
Apothecary Profession Internship at Fatmawati Centre General Hospital aims to
allow students to know the general description, structure and division of labor in
the pharmacy, as well as the roles and responsibilities of the pharmacist in
pharmacy cross role at Fatmawati Centre General Hospital. Particular report titled
Monitoring Implementation of JCI Accreditation Standards of Medication
Management Use (MMU) in Pharmacy Installation of Fatmawati Centre General
Hospital that aims to monitor the implementation of JCI accreditation standards,
Patient Focused Standards related pharmacy services, the International Patient
Safety Goals (IPSG) and Medication Management Use (MMU).
Keywords
: Apothecary Profession Internship, Fatmawati Centre General
Hospital, Monitoring, Implementation, JCI, IPSG, MMU
Common Report
: xii + 137 pages, 27 attachments
Particular Report
: v + 38 pages, 1 pictures, 6 attachments
Reference of Common Report : 11 (2004-2012)
Reference of Particular Report : 5 (2009-2014)
x
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
ii
iii
iv
vi
vii
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1.2 Tujuan ........................................................................................
1
1
3
BAB 2 TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT ..........................................
2.1 Rumah Sakit ...............................................................................
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ..................................................
2.3 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit............................................................................
4
4
16
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT (RSUP) FATMAWATI......................................................
3.1 RSUP Fatmawati.........................................................................
3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ............................................
3.3 Ruang Lingkup Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati .................
3.4 Farmasi Klinis RSUP Fatmawati ...............................................
3.5 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi
di RSUP Fatmawati ....................................................................
3.6 Instalasi Sanitasi dan Pertamanan (ISP) Fatmawati ..................
BAB 4 PEMBAHASAN ..............................................................................
24
28
28
33
37
79
86
90
93
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 107
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 107
5.2 Saran .......................................................................................... 107
DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 109
LAMPIRAN ................................................................................................... 111
xi
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 15
Lampiran 16
Lampiran 17
Lampiran 18
Lampiran 19
Lampiran 20
Lampiran 21
Lampiran 22
Lampiran 23
Lampiran 24
Lampiran 25
Lampiran 26
Lampiran 27
Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Fatmawati............................................................
Struktur Organisasi Instalasi RSUP Fatmawati ........................
Alur hak akses sistem informasi farmasi ..................................
Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi .............
Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi cito ......
Alur penerimaan perbekalan farmasi........................................
Alur pendistribusian perbekalan farmasi gudang induk
ke depo farmasi.........................................................................
Alur pendistribusian perbekalan farmasi gudang induk
ke satuan kerja ..........................................................................
Alur pelayanan penanganan obat sitostatika ...........................
Alur pelayanan obat dan alat kesehatan
di depo instalasi bedah sentral ..................................................
Alur pelayanan OK elektif........................................................
Alur pengkajian resep ..............................................................
Alur monitoring medication error ............................................
Peresepan dan catatan pengobatan pasien IRJ 1 ......................
Alur distribusi obat IRJ 1 ........................................................
Alur distribusi obat IRJ 2 ........................................................
Alur pelayanan pasien emergency RSUP Fatmawati ...............
Alur pendistribusian perbekalan farmasi
ke ruangan rawat inap ...............................................................
Alur rekonsiliasi obat pasien ....................................................
Alur rekonstitusi injeksi high alert ...........................................
Alur Serah terima perbekalan farmasi dengan perawat ............
Daftar nilai kritis pemeriksaan laboratorium ............................
Alur pemantauan efek samping obat ........................................
Alur Pelayanan Informasi Obat ................................................
Struktur organisasi ISB.............................................................
Denah Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) Sterilisasi ...........
Alur retur dan pemusnahan perbekalan farmasi .......................
xii
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam bidang kesehatan, pemerintah
bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat, selain itu pemerintah juga bertanggung jawab atas ketersediaan
lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat
untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 36, 2009).
Upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Upaya pemerintah
dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah dengan
mendirikan rumah sakit, salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Fatmawati.
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati didirikan pada tahun 1953
oleh Ibu Fatmawati sebagai RS Tuberkulose Anak dan pada tahun 1984 resmi
sebagai RS Rujukan Wilayah Jakarta Selatan. Pada tahun 2010 menjadi Rumah
Sakit Kelas A Pendidikan yang sekaligus berhasil memenuhi standar Paripurna
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Dan pada Desember 2013, RSUP
Fatmawati berhasil mempertahankan standar Paripurna KARS dan lulus sertifikasi
Joint Commission International (JCI).
Sebagai rumah sakit yang telah berstandar internasional, sudah semestinya
RSUP Fatmawati dapat memberikan pelayanan yang optimal. Adapun pelayanan
1
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
yang terdapat di RSUP Fatmawati adalah pelayanan rawat jalan, klinik amarilis,
klinik wijaya kusuma, klinik tumbuh kembang, rawat jalan eksekutif griya
husada, hemodialisa, unit transfusi darah, rawat inap, orthopedi, rehabilitasi medi,
patologi (laboratorium), diagnostik khusus, radiologi, program terapan rumatan
metadon, dan pelayanan kefarmasian.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
melalui pekerjaan kefarmasiaan. Adapun pekerjaan kefarmasian antara lain
pembuatan
termasuk
pengendalian
mutu
sediaan
farmasi,
pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Peraturan Pemerintah
Nomor 51, 2009).
Di RSUP Fatmawati, pekerjaan kefarmasiaan berada dibawah Instalasi
Farmasi yang dipimpin oleh seorang apoteker. Selain apoteker, pekerjaan
kefarmasian juga dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian, Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker. Selain itu, ada juga peran lintas farmasi, dimana
apoteker dan tenaga teknis kefarmasian berperan di satuan kerja selain instalasi
farmasi RSUP Fatmawati, seperti di SPI (Satuan Pengawas Intern), KFT (Komite
Farmasi dan Terapi), ISB (Instalasi Sterilisasi dan Binatu), PPI (Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi), dan ULP (Unit Layanan Pengadaan).
Dalam mempersiapkan apoteker yang profesional dan siap menjalankan
fungsinya dalam masyarakat, maka perlu dilakukan praktek kerja di Rumah Sakit
sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama
perkuliahan serta dapat mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada
di rumah sakit. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
3
bekerja sama dengan RSUP Fatmawati melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di rumah sakit bagi calon Apoteker. Kegiatan ini diharapkan
dapat mempersiapakan para calon apoteker agar dapat mengenal, mengerti, dan
menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di rumah sakit serta
menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan
kefarmasiannya.
1.2
Tujuan
Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP
Fatmawati adalah sebagai berikut:
a.
Mengetahui gambaran umum RSUP Fatmawati.
b.
Mengetahui struktur dan pembagian kerja di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati.
c.
Mengetahui peran dan tanggung jawab apoteker dalam Peran Lintas Terkait
dalam Pelayanan Farmasi di RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Presiden Republik Indonesia, 2009a).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit bertugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna sehingga rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut (Presiden
Republik Indonesia, 2009a):
a.
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya (Presiden Republik Indonesia, 2009a).
2.1.3.1 Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus (Presiden Republik
Indonesia, 2009a).
4
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
5
a.
Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
terdiri dari:
1) Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain, dan 13
(tiga belas) sub spesialis.
2) Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua)
sub spesialis dasar.
3) Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar
dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
4) Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
b.
Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Klasifikasi
Rumah Sakit Khusus terdiri atas :
1) Rumah Sakit Khusus Kelas A
Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis
dan pelayanan medik sub spesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
6
2) Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis
dan pelayanan medik sub spesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
3) Rumah Sakit Khusus Kelas C
Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit
Khusus
yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis
dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.
2.1.3.2
Berdasarkan Pengelolaan
Berdasarkan
pengelolaannya
rumah
sakit
dapat
dibagi
menjadi
Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat (Presiden Republik Indonesia,
2009a).
a. Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit
publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. Rumah
sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat
dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.
b. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
2.1.4 Persyaratan Rumah Sakit
Rumah sakit dapat didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau
swasta. Rumah Sakit yang didirikan Pemerintah Daerah harus berbentuk Unit
Pelaksana Teknis dari instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi
tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum
atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Rumah Sakit yang didirikan harus berbentuk badan hukum
yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Rumah Sakit
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
7
harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan (Presiden Republik Indonesia, 2009a).
a. Lokasi
Rumah Sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan
lingkungan dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
b. Bangunan
Persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang
usia lanjut. Bangunan Rumah Sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Bangunan Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas ruang rawat jalan, ruang
rawat inap, ruang operasi, ruang tenaga kesehatan, ruang radiologi, ruang
laboratorium, ruang sterilisasi, ruang farmasi, ruang pendidikan dan pelatihan,
ruang ruang kantor dan administrasi, ruang ibadah, ruang tunggu, ruang
penyuluhan kesehatan masyarakat Rumah Sakit, ruang menyusui, ruang mekanik,
ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan sampah, pelataran parkir
yang mencukupi.
c. Prasarana
Prasarana
harus
memenuhi
standar
pelayanan,
keamanan,
serta
keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggara Rumah Sakit Prasarana Rumah
Sakit meliputi:
1) Instalasi air
2) Instalasi mekanikal dan elektrikal
3) Instalasi gas medik
4) Instalasi uap
5) Instalasi pengelolaan limbah
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
8
6) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
7) Petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat
8) Instalasi tata udara
9) Sistem informasi dan komunikasi
10) Ambulan
d.
Sumber daya manusia
Rumah Sakit harus memilii tenaga tetap yang meliputi:
1) Tenaga medis dan penunjang medis
2) Tenaga keperawatan
3) Tenaga kefarmasian
4) Tenaga manajemen Rumah Sakit
5) Tenaga nonkesehatan
Jumlah dan jenis sumber daya manusia harus sesuai dengan jenis dan
klasifikasi Rumah Sakit. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit
harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit,
standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien
dan mengutamakan keselamatan pasien
e.
Kefarmasian
Pesyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Pelayanan
sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian.
Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah
Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu. Besaran harga
perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit harus wajar dan
berpatokan kepada harga patokan yang ditetapkan Pemerintah.
f.
Peralatan
Peralatan meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar
pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai. Peralatan
medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
9
Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus dilakukan sesuai
dengan indikasi medis pasien.
2.1.5 Pelayanan Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Rumah Sakit harus
mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum,
gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah,
pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam
medik,
pelayanan
administrasi
dan
manajemen,
penyuluhan
kesehatan
masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, dan ambulance, pemeliharaan sarana
rumah sakit, serta pengolahan limbah.
2.1.6 Kewajiban Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban (Presiden Republik Indonesia,
2009a):
a.
Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat.
b.
Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
c.
Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya.
d.
Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai
dengan kemampuan pelayanannya.
e.
Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin.
f.
Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang
muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa,
atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
10
g.
Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.
h.
Menyelenggarakan rekam medis.
i.
Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui,
anak-anak, lanjut usia.
j.
Melaksanakan sistem rujukan.
k.
Menolak keinginan pesien yang bertentangan dengan standar profesi dan
etika serta peraturan perundang-undangan.
l.
Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien.
m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien.
n.
Melaksanakan etika Rumah Sakit.
o.
Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.
p.
Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional.
q.
Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.
r.
Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by
laws).
s.
Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah
Sakit dalam melaksanakan tugas.
t.
Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa
rokok.
2.1.7 Pengorganisasian Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan
akuntabel. Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit
atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi
umum dan keuangan.
Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
11
berkewarganegaraan Indonesia. Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis
yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.. Pemilik
Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.
2.1.8 Akreditasi Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012
Tahun 2012, setiap Rumah Sakit baru yang telah memperoleh izin operasional dan
beroperasi sekurang-kurangnya dua tahun wajib mengajukan permohonan
Akreditasi. Akreditasi adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit yang diberikan
oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri,
setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit
yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara
berkesinambungan. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali. Rumah Sakit wajib
mengikuti Akreditasi nasional. Dalam upaya meningkatkan daya saing, Rumah
Sakit dapat mengikuti Akreditasi internasional sesuai kemampuan. Akreditasi
dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun luar negeri
berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. Penetapan status Akreditasi nasional
dilakukan
oleh
lembaga
independen
pelaksana
Akreditasi
berdasarkan
rekomendasi dari surveior Akreditasi. Akreditasi internasional hanya dapat
dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang sudah
terakreditasi oleh International Society for Quality in Health Care (ISQua).
2.1.9 Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Indikator pelayanan Rumah Sakit berguna untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Beberapa indikator
pelayanan di rumah sakit antara lain :
a. Bed Occupancy Ratio (BOR)
BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur
Rumah Sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan
fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Sedangkan angka BOR yang
tinggi (lebih dari 85%) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
12
tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.
b. Length Of Stay (LOS)
LOS digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan Rumah Sakit yang
tidak dapat dilakukan sendiri tetapi harus bersamaan dengan interpretasi BTO dan
TOI.
c. Bed Turn Over (BTO)
Bersama-sama indikator TOI dan LOS dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur Rumah Sakit.
d. Turn Over Interval (TOI)
Bersama-sama dengan LOS merupakan indikator tentang efisiensi
penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat
tidur semakin buruk.
2.1.10 Rekam Medis
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis (Medical Records), yang
dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan. pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien.
Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam
medik yang memadai dari setiap pasien, baik untuk pasien rawat inap maupun
pasien rawat jalan. Rekam medik harus didokumentasikan secara akurat, mudah
ditelusuri kembali dan lengkap informasi.
Kegunaan rekam medis ini yaitu sebagai :
a.
Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
b.
Alat bukti dalam proses penegakan hokum, disiplin kedokteran dan
kedokteran gigi, dan penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi
c.
Keperluan pendidikan dan penelitian
d.
Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
e.
Data statistik kesehatan
Isi rekam medis sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis (Medical Records), yaitu :
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
13
a.
Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan sekurang-kurangnya memuat :
1) Identitas pasien
2) Tanggal dan waktu
3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
5) Diagnosis
6) Rencana penatalaksanaan
7) Pengobatan dan/atau tindakan
8) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
9) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
10) Persetujuan tindakan bila diperlukan.
b.
Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurangkurangnya memuat :
1) Identitas pasien
2) Tanggal dan waktu
3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
5) Diagnosis
6) Rencana penatalaksanaan
7) Pengobatan dan/atau tindakan
8) Persetujuan tindakan bila diperlukan
9) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
10) Ringkasan pulang (discharge summary)
11) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
12) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu
13) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
c.
Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat sekurang-kurangnya memuat :
1) Identitas pasien
2) Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
14
3) Identitas pengantar pasien
4) Tanggal dan waktu
5) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
6) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
7) Diagnosis
8) Pengobatan dan/atau tindakan
9) Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat
darurat dan rencana tindak lanjut
10) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
11) Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan
ke sarana pelayanan lain
12) Pelayanan lain yang tekah diberikan kepada pasien.
Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurangkurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung tanggal terakhir pasien
berobat atau dipulangkan. Setelah batas waktu lima tahun, rekam medis dapat
dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik.
Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik harus disimpan untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.
2.1.11 Pusat Sterilisasi di Rumah Sakit
Istilah untuk pusat sterilisasi bervariasi, mulai dari Central Steril Supply
Department (CSSD), Central Service (CS), Central Supply (CS), Central
Processing Department (CPD), dan lain-lain, namun kesemuanya mempunyai
fungsi utama yang sama yaitu menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk
keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsi dari pusat
sterilisasi adalah menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan
serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk
kepentingan perawatan pasien (Depkes RI, 2009).
Instalasi Pusat Sterilisasi adalah unit pelayanan non struktural yang
berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
15
memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit. Instalasi Pusat Sterilisasi
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit. Instalasi
Pusat Sterilisasi dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan
oleh pimpinan rumah sakit. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional dan atau non medis.
2.1.11.1 Tujuan Pusat Sterilisasi (Depkes RI, 2009)
a.
Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk
mencegah terjadinya infeksi.
b.
Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mecegah serta
menanggulangi infeksi nosokomial.
c.
Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada
pelayanan terhadap pasien.
d.
Menyediakan dan menjamin kualits sterilisasi terhadap produk yang
dihasilkan.
2.1.11.2 Tugas Instalasi Pusat Sterilisasi
Tugas utama pusat sterilisasi adalah :
a.
Menyiapakan peralatan medis untuk perawatan pasien.
b.
Melakukan proses sterilisasi alat/bahan.
c.
Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan, kamar
operasi, maupun ruangan lainnya.
d.
Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif
serta bermutu.
e.
Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan
pasien.
f.
Mempertahankan standar yang telah ditetapkan.
g.
Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun
sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu.
h.
Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
16
i.
Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
sterilisasi.
j.
Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat
sterilisasi baik yang bersifat intern maupun ektern.
k.
Mengevaluasi hasil sterilisasi.
2.1.12 Limbah Rumah Sakit
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit adalah semua limbah yang
dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah
cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah
sakit yang kemungkinan mengandung mikrooganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. Limbah Gas adalah semua limbah yang
berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti
insenerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat
Sitotoksik. Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat
sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan
limbah padat non medis.
Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan
diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien (Candra, 2007). Limbah medis
padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam,
limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah
kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di
rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan
halaman yang dapat di manfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah
padat non medis meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang
tidak berkaitan dengan cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis
dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna
hitam khusus untuk limbah medis non padat (Depkes RI, 2004)
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
17
2.2 Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit di
suatu Rumah Sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu
oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundangundangan yang berlaku dan kompeten secara profesional. IFRS juga merupakan
tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh
pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna,
mencakup
perencanaan,
pengadaan,
produksi,
penyimpanan
perbekalan
kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat
tinggal dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian distribusi dan penggunaan
seluruh perbekalan kesehatan di Rumah Sakit, serta pelayanan farmasi klinik yang
mencakup layanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan
program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004).
Instalasi farmasi menjalankan sistem pelayanan satu pintu. Yang dimaksud
dengan sistem satu pintu adalah bahwa rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan
kefarmasian termasuk pembuatan formularium pengadaan, pendistribusian alat
kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien.
2.2.1
Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi Rumah Sakit
Tugas pokok dan fungsi farmasi rumah sakit menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah:
a.
Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi
c.
Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
d.
Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan
mutu pelayanan farmasi
e.
Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g.
Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
18
h.
Memfasilitasi
dan
mendorong
tersusunnya
standar
pengobatan
dan
formularium rumah sakit
Fungsi farmasi rumah sakit yang tertera pada Kepmenkes No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
adalah sebagai berikut :
a.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
b.
Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
2.2.2
Bagan Organisasi
Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi, kewenangan dan fungsi. Bagan organisasi minimal mengakomodasi
penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik, manajemen
mutu, selalu harus dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap
menjaga mutu sesuai harapan pelanggan.
2.2.3
Analisa Kebutuhan Tenaga di Instalasi Farmasi
2.2.3.1 Jenis Ketenagakerjaan
a.
Untuk
pekerjaan
kefarmasian
dibutuhkan
tenaga
apoteker,
sarjana
farmasi, dan asisten apoteker (AMF, SMF)
b.
Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator komputer/
teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi
c.
Pembantu pelaksana
2.2.3.2 Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor - faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
a.
Kapasitas tempat tidur dan BOR (Bed Occupation Rate)
b.
Jumlah resep atau formulir per hari
c.
Volume perbekalan farmasi
d.
Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian) untuk
rawat inap
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
19
2.2.3.3 Jenis Pelayanan
a.
Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat)
b.
Pelayanan rawat inap intensif
c.
Pelayanan rawat inap
d.
Pelayanan rawat jalan
e.
Penyimpanan dan pendistribusian
f.
Produksi obat
2.2.4
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
Secara umum pelayanan farmasi rumah sakit memiliki dua fungsi, yaitu
pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan
obat dan alat kesehatan. Fungsi dalam pengelolaan perbekalan farmasi terdiri dari:
a.
Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan.
b.
Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c.
Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
d.
Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e.
Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.
f.
Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g.
Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
Sedangkan fungsi pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan terdiri dari:
a.
Mengkaji instruksi pengobatan / resep pasien.
b.
Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
c.
Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.
d.
Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
20
e.
Memberikan informasi kepada petugas kesehatan serta pasien atau keluarga
pasien.
f.
Memberi konseling kepada pasien.
g.
Melakukan IV admixture.
h.
Melakukan penanganan obat kanker.
i.
Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
j.
Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
k.
Melaporkan setiap kegiatan.
2.2.5
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari
pemilihan,
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
2.2.5.1 Pemilihan
Pemilihan merupakan proses identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan
seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan purna transaksi
pembelian.
2.2.5.2 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode antara lain metode
konsumsi, metode morbiditas atau epidemiologi, dan metode kombinasi
konsumsi dan mobirditas. Metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan
dengan anggaran yang tersedia.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
21
2.2.5.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi/pembuatan
sediaan farmasi, maupun sumbangan/droping/hibah.
2.2.5.4 Produksi
Produksi
merupakan
kegiatan
membuat,
mengubah
bentuk,
dan
mengemas kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi
adalah :
a.
Sediaan farmasi dengan formula khusus
b.
Sediaan farmasi dengan harga murah
c.
Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
d.
Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
e.
Sediaan farmasi untuk penelitian
f.
Sediaan nutrisi parenteral
g.
Rekonstitusi sediaan obat kanker
2.2.5.5 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan
perbekalan farmasi :
a.
Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa.
b.
Barang harus bersumber dari distributor utama.
c.
Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS).
d.
Khusus untuk alat kesehatan / kedokteran harus mempunyai certificate of
origin.
e.
Expire date minimal 2 tahun
2.2.5.6 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
22
persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
2.2.5.7 Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan menyalurkan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik. Peranan Apoteker
dalam distribusi obat ialah dalam hal pemeriksaan kelengkapan resep dan
menganalisa resep yang menyangkut tentang 7 tepat yaitu, tepat pasien, tepat obat,
tepat dosis, tepat rute penggunaan obat, tepat waktu penggunaan obat, tepat
penyimpanan obat, dan tepat dalam memberikan informasi mengenai obat kepada
tenaga kesehatan maupun pasien.
Sistem distribusi obat dibagi menjadi tiga sistem yaitu :
a. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
dipusatkan pada satu tempat yaitu Instalasi Farmasi. Pada sentralisasi seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai, baik untuk kebutuhan individu
maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari Instalasi Farmasi
tersebut.
b.
Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)
Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau pelayanan. Cabang ini dikenal
dengan istilah depo farmasi atau satelit farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan
dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat
pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap
efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.
c.
Sistem kombinasi sentralisasi dan desentralisasi
Sistem kombinasi sentralisasi dan desentralisasi terdiri atas :
1) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
23
desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep
perorangan, sistem unit dosis, dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.
2) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau
desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotek rumah sakit.
3) Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja
Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan
pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam
kerja yang diselenggarakan oleh Apotek rumah sakit / satelit farmasi yang dibuka
24 jam adalah ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi.
2.2.6
Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah
pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan
obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien
melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker
serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Kegiatan yang
dilakukan antara lain:
a.
Pengkajian resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep
yang meliputi seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
b.
Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat,
memberikan label/etiket,
penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi.
c.
Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
24
yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada pasien untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi.
d.
Pelayanan informasi obat
Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
e.
Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
f.
Pemantauan kadar obat dalam darah
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena obat tersebut memiliki indeks terapi yang sempit.
g.
Ronde / visite
Ronde / visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
h.
Pengkajian penggunaan obat
Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
2.3 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
2.3.1 Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya
terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit
dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan dibentuknya Panitia Farmasi dan Terapi yaitu untuk :
a.
Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat
serta evaluasinya
b.
Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
25
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan
kebutuhan.
Panitia
Farmasi
dan
Terapi
adalah
organisasi
yang
mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi - spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya.Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang
dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah
sakit setempat :
a.
Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter
bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional
yang ada.
b.
Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,
maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari
instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
c.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya
2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan
sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari
dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi
pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.
d.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan
Terapi) diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
e.
Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan
formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan
obat yang diterima / disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di
rumah sakit dan dapat direvisi setiap 1 tahun sekali. Komposisi formularium berisi
halaman judul, daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi, daftar isi,
informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
26
diterima untuk digunakan dan lampiran. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam
formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi,
keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe
obat, kelompok dan produk obat yang sama.
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit
di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya
secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam
dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemologi,
dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk
memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di
rumah sakit. Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi yaitu:
a.
Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris)
b.
Menetapkan jadwal pertemuan
c.
Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan
d.
Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan
e.
Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada
pimpinan rumah sakit
f.
Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada
seluruh pihak yang terkait
g.
Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan
h.
Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan
antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain
i.
Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia
Farmasi dan Terapi
j.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan
k.
Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat
l.
Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan
obat pada pihak terkait.
Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari
suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai dan memilih
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
27
dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, serta dianggap paling
berguna dalam perawatan pasien. Sistem formularium merupakan sarana penting
dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Formularium adalah dokumen berisi
kumpulan produk obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting
tentang penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat
yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus-menerus direvisi agar selalu
akomodatif bagi kepentingan pasien dan staf professional pelayanan kesehatan,
berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf
medik rumah sakit tersebut.
Formularium rumah sakit berisi antara lain: halaman judul, daftar nama
anggota PFT, daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang
obat, produk obat yang diterima untuk digunakan, dan lampiran.
Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan
terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf
medis, di lain pihak PFT mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap
produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan
pasien.
Sistem formularium dapat memberikan pedoman kepada dokter, apoteker,
perawat dan petugas administrasi di rumah sakit, yang meliputi :
a.
Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan
Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,
organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem
formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
b.
Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan
tiap instalasi.
c.
Staf medis harus menerima kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh Panitia
Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem formularium yang dikembangkan
oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
d.
Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
28
e.
Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi
farmasi.
f.
Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek
terapinya sama, seperti :
1) Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan nama obat generik yang
sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta.
2) Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat pasien tertentu harus
didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.
3) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas dan sumber
obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan
untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.
2.3.2 Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri
dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan
lainnya. Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit ini memiliki tujuan untuk :
a.
Menunjang pembuatan pedoman pencegahan infeksi.
b.
Memberikan informasi untuk menetapkan disinfektan yang akan digunakan di
rumah sakit.
c.
Melaksanakan pendidikan tentang pencegahan infeksi nosokomial di rumah
sakit.
d.
Melaksanakan penelitian surveilans infeksi nosokomial rumah sakit.
2.3.3 Panitia Lain yang Terkait dengan Tugas Farmasi Rumah Sakit
Apoteker juga berperan dalam tim / panitia yang menyangkut dengan
pengobatan antara lain :
a.
Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit
b.
Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri
c.
Tim penanggulangan AIDS
d.
Tim transplantasi
e.
Tim PKMRS, dan lain - lain.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
3.1.1 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Pendirian Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari
gagasan Ibu Fatmawati Soekarno untuk mendirikan rumah sakit tuberkulose anak
yang dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dana yang
dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana Bantuan
Kementerian Sosial RI digunakan untuk pembangunan Gedung Rumah Sakit Ibu
Soekarno.
Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah
menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan
kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai
hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu
Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya, pada tahun 1984 RSU
Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan tahun
1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan.
Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana
Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni tahun 1994
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun 1997
sesuai dengan diberlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah sakit mengalami
perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan
Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai
RS perusahaan jawatan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000
tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta.
Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.1243/MENKES/SK/VIII/2005, RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU). Penilaian Tim
Akreditasi Rumah Sakit pada tahun 1997, RS Fatmawati memperoleh Status
29
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
30
Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP Fatmawati
memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12 pelayanan. Pada
tahun 2004, RSUP Fatmawati terakreditasi 16 Pelayanan dan pada tahun 2007
memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Pelayanan. RSUP
Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI
sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan Unggulan Orthopedi dan
Rehabilitasi
Medik
sesuai
dengan
SK
Menteri
Kesehatan
No.
424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2010 RSUP Fatmawati tercatat menjadi
Rumah Sakit A Pendidikan dan mendapat Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16
Pelayanan (Paripurna). Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati telah menyandang
sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001:2007 dan pada
akhir tahun 2013 RSUP Fatmawati berhasil mendapatkan akreditasi paripurna
dari KARS dan terakreditasi Joint Commission International (JCI).
3.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati
3.1.2.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan
upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi,
terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan
serta
melaksanakan
upaya
rujukan
dan
menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan, dan penelitian.
3.1.2.2 Fungsi RSUP Fatmawati
Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan:
a.
Pelayanan medis
b.
Pelayanan penunjang medis dan non medis
c.
Pelayanan dan asuhan keperawatan
d.
Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit
e.
Pelayanan rujukan
f.
Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan
g.
Penelitian dan pengembangan
h.
Administrasi umum dan keuangan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
31
3.1.3 Visi dan Misi
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan,
paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP
Fatmawati Nomor : HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, yang dimaksud dengan
terdepan,
paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan:
a.
Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap.
b.
Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care)
serta tuntas.
c.
Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah - kaidah IPTEK terkini.
d.
Menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
e.
Berorientasi kepada para pelanggan.
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati memiliki misi:
a.
Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan
penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan
rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis.
b.
Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
c.
Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta
berdaya saing tinggi.
d.
Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini.
e.
Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan, dan kesejahteraan SDM.
3.1.4 Motto dan Falsafah
Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan Pada Kami”. Sedangkan
falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah:
a.
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.
Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai - nilai luhur kemanusiaan
c.
Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama
d.
Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan
e.
Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
32
3.1.5 Nilai
Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional,
komunikatif dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas.
a.
Jujur
Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas.
b.
Profesional
Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan peka budaya).
c.
Komunikatif
Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif.
d.
Ikhlas
Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan.
e.
Peduli
Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.
3.1.6 Tujuan
Tujuan RSUP Fatmawati adalah:
a.
Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi
kaidah keselamatan pasien (patient safety).
b.
Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif
yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
c.
Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian.
d.
Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan
pelanggan.
e.
Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber
daya manusia rumah sakit.
3.1.7 Struktur Organisasi RSUP Fatmawati
Susunan organisasi RSUP Fatmawati terdiri dari :
a.
Dewan Pengawas.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
33
b.
Direktur Utama membawahi :
1) Direktur Medik dan Keperawatan
2) Direktur Umum, Sumber Daya Manusia Dan Pendidikan
3) Direktur Keuangan
Bagan struktur organisasi RSUP Fatmawati dalat dilihat di lampiran 1.
3.2 Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker) di
RSUP Fatmawati yang menjalankan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Instalasi Farmasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi
dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi dan
dibantu oleh 3 koordinator yaitu Koordinator Pelayanan Farmasi, Koordinator
Perbekalan Farmasi dan Koordinator Penunjang dan Administrasi Umum.
Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 2.
3.2.1 Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna,
Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia”
sedangkan Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah :
a.
Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien.
b.
Mengupayakan pencapaian rasionalisasi penggunaan obat di RSUP
Fatmawati.
c.
Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif dan
efisien.
d.
Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang
orthopedi dan rehabilitasi medik.
3.2.2 Tugas Pokok Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mempunyai tugas pokok sebagai
berikut:
1) Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
34
2) Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian
perbekalan
farmasi di RSUP Fatmawati.
3) Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas
pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.
4) Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kefarmasian
di RSUP Fatmawati.
5) Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat.
6) Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi
kefarmasian.
7) Melaksanakan manajemen pengelolaan perbekalan farmasi.
8) Melaksanakan pelayanan kefarmasian pada pasien berdasarkan Asuhan
Kefarmasian (pharmaceutical care) guna tercapainya standarisasi pelayanan
kefarmasian di RSUP Fatmawati.
9) Menyusun anggaran belanja Instalasi Farmasi terkait dengan kegiatan
pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam bidang kefarmasian di
RSUP Fatmawati.
10) Pengelolaan resep dan perbekalan farmasi yang kadaluarsa, rusak dan mutu
tidak memenuhi standar serta pemusnahannya dilaksanakan sesuai dengan
prosedur/ketentuan yang berlaku.
11) Instalasi Farmasi melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan
secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulan, semesteran, atau
tahunan dengan menerapkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan
tepat guna.
12) Penyusunan standarisasi kualifikasi sumber daya manusia (SDM) Instalasi
Farmasi dalam melaksanakan kegiatan pelayanan, pendidikan dan penelitian
kefarmasian di RSUP Fatmawati.
13) Melaksanakan standarisasi kemampuan
SDM Instalasi Farmasi terkait
dengan kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan dan penelitian kefarmasian
di RSUP Fatmawati.
14) Melaksanakan program orientasi pegawai baru.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
35
15) Melaksanakan pengembangan kompetensi SDM melalui program pendidikan
berkelanjutan, pelatihan, dan pertemuan ilmiah secara berkala untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan bagi pegawai
instalasi farmasi.
16) Melaksanakan program pendidikan kefarmasian baik internal maupun
eksternal.
17) Melaksanakan program pelatihan kefarmasian baik internal maupun
eksternal.
18) Evaluasi kinerja pegawai Instalasi Farmasi dilaksanakan secara berkala sesuai
dengan ketentuan.
19) Melaksanakan monitoring dan evaluasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi
dan
farmasi
klinik
yang
dilaksanakan
secara
terus
menerus
dan
berkesinambungan.
20) Program peningkatan dan pengawasan mutu, pengendalian perbekalan
farmasi, serta evaluasi mutu pelayanan farmasi dilaksanakan secara berkala.
21) Instalasi Farmasi menyelenggarakan rapat pertemuan berkala secara rutin
untuk membicarakan masalah-masalah dalam peningkatan pelayanan farmasi.
22) Terlibat dalam pelaksanaan uji klinik perbekalan farmasi di Rumah Sakit.
23) Menyusun anggota tim pelaksana uji klinik obat di RSUP Fatmawati.
24) Melaksanakan program penelitian kefarmasian baik dari aspek manajemen
maupun klinik sejalan dengan perkembangan ilmu kefarmasian.
25) Melaksanakan pendidikan dan penelitian bagi mahasiswa farmasi tingkat
Diploma III (D3), Sarjana (S1), Profesi Apoteker dan Magister (S2).
26) Menyusun usulan tarif jasa pelayanan farmasi di RSUP Fatmawati.
27) Melakukan kegiatan penyebaran informasi terkait dengan obat baik melalui
media cetak (leaflet, bulletin, brosur, dan lain-lain) melalui media Promosi
Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) kepada sejawat, tenaga
kesehatan dan masyarakat.
28) Turut serta dan aktif terlibat dalam keanggotaan tim khusus terkait dengan
terapi dan pengobatan pasien di RSUP Fatmawati.
29) Turut serta dan aktif terlibat dalam Panitia Pengendalian Resistensi
Antimikroba (PPRA) yang ada di RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
36
30) Turut serta dan aktif terlibat dalam keanggotaan Komite Farmasi dan Terapi
di RSUP Fatmawati.
31) Turut serta dan aktif terlibat dalam perumusan dan pembuatan MOU Ikatan
Kerja Sama (IKS) dalam bidang pendidikan dan penelitian kefarmasian di
RSUP Fatmawati.
32) Turut serta dan aktif terlibat dalam keanggotaan organisasi profesi
kefarmasian guna peningkatan kompetensi dan pengembangan keilmuan
dalam bidang kefarmasian di RSUP Fatmawati.
3.2.3 Fungsi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.
Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas pelayanan
kefarmasian dan manajemen pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP
Fatmawati dengan pihak-pihak terkait.
b.
Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.
c.
Turut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati
berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
d.
Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi serta
tidak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di
RSUP Farmasi.
e.
Menjamin pelayanan farmasi rumah sakit yang professional dan bertanggung
jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah sakit.
f.
Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien.
g.
Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh
masyarakat rumah sakit.
h.
Meningkatkan peran Instalasi Farmasi sebagai bagian integral dari Tim
Pelayanan Kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari
pelayanan farmasi.
i.
Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit,
masyarakat, serta lingkungan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
37
j.
Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan
pelatihan.
k.
Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan analisa dan evaluasi
pelayanan.
l.
Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi.
3.3 Ruang Lingkup Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
3.3.1 Penunjang dan Administrasi Umum
3.3.1.1 Tata Usaha IFRS
Tata usaha IFRS merupakan suatu unit kerja di lingkungan Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati yang melakukan kegiatan administrasi, penyusunan
program, dan pelaporan. Tata usaha berada di bawah Koordinator Penunjang dan
Administrasi Umum. Terdapat 2 penyelia di Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia
Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi.
Kegiatan bagian tata usaha Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati antara lain :
a.
Membukukan surat masuk dan surat keluar
1) Surat Masuk
Setiap surat yang masuk akan diterima oleh petugas tata usaha, kemudian
diberi nomor urut surat masuk yang kemudian akan disampaikan kepada Kepala
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati untuk diketahui dan diparaf. Selanjutnya surat
tersebut disampaikan kepada yang bersangkutan untuk diproses. Surat yang telah
diproses akan di arsipkan.
2) Surat Keluar
Setiap Surat dari Instalasi Farmasi yang akan dikirim keluar RSUP
Fatmawati harus melalui tata usaha dan ditandatangani oleh Kepala Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati. Surat yang akan dikirim dibuat rangkap dua, yaitu satu
untuk dikirim dan satu untuk arsip. Pengiriman surat untuk ekstern rumah sakit
melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah Sakit.
b.
Membuat laporan di Instalasi Farmasi
Laporan-laporan yang dibuat oleh Penyelia Pelaporan Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati adalah laporan yang dibuat setiap bulan dan setiap akhir tahun.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
38
Laporan yang dibuat setiap bulan sebelum tanggal 20 (kecuali laporan
penggunaan narkotika dibuat sebelum tanggal 10) meliputi :
1) Laporan Keuangan dan Laporan Pengeluaran Barang Farmasi.
Data laporan keuangan dan laporan pengeluaran barang farmasi diambil
dari jumlah permintaan atau pemakaian Barang Farmasi (Formulir Permintaan
Barang) oleh ruang/ unit/ instalasi/ poliklinik.
2) Laporan Narkotika.
Data laporan narkotika diperoleh dari jumlah pemasukan dan pengeluaran
narkotika oleh Gudang Farmasi dan Depo-depo Farmasi. Laporan kemudian
dikirim ke Pelaporan Rumah Sakit untuk diproses selanjutnya. Kemudian dikirim
ke Dinas Kesehatan Kota Jakarta, tembusan ke Balai POM Jakarta, Penanggung
Jawab Narkotika RSUP Fatmawati, dan sebagai arsip.
3) Laporan Generik dan Non Generik.
Data laporan generik dan non generik diperoleh dari jumlah penulisan
resep-resep generik dan non generik oleh: Gudang Farmasi, Depo IGD, Depo
Rawat Jalan dan Depo Askes, Depo Teratai, dan Depo IBS.
4) Laporan Tagihan Depo Farmasi.
Data laporan tagihan depo farmasi diperoleh dari jumlah perincian
penggunaan obat oleh pasien dari Depo-depo Farmasi.
5) Laporan Kegiatan.
Data laporan kegiatan diperoleh dari penjumlahan lembar resep dan
jumlah resep dari Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Inap.
6) Laporan Pemakaian Kas Kecil Instalasi Farmasi.
Data laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi diperoleh dari data
kwitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi.
Laporan yang dibuat setiap akhir tahun meliputi laporan Psikotropika dan
laporan stok opname barang farmasi setiap bulan. Semua laporan dibuat rangkap 2
(dua). Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dilakukan
ke Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat pengantar yang
ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu dikirim ke Dinas
Kesehatan Jakarta Selatan, 1 (satu) berkas untuk arsip.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
39
Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi
per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik,
laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan kegiatan instalasi
farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Instalasi
Rekam Medik dan Informasi Kesehatan dan 1 (satu) berkas untuk arsip.
c.
Menyimpan arsip IFRS
Pemisahan arsip di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas:
1) Arsip surat masuk/ surat keluar/ SK Direktur RSUP Fatmawati/ SK
Kemenkes.
2) Arsip Kepegawaian terdiri dari map masing-masing pegawai Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati.
3) Arsip laporan - laporan.
4) Arsip resep rawat jalan dan rawat inap.
5) Arsip catatan kehadiran pegawai (absensi) di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati.
6) Arsip catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.
7) Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
8) Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
Setiap kelompok arsip tersebut disimpan terpisah satu dengan lainnya,
disimpan perbulan, dan diurutkan dari tanggal termuda. Penyimpanan resep-resp 3
bulan terakhir disimpan di masing-masing depo farmasi untuk memudahkan
pencarian apabila diperlukan. Setiap tahun, bagian tata usaha IFRS RSUP
Fatmawati akan melakukan pemusnahan terhadap laporan-laporan dan resep-resep
yang berumur lebih dari 3 tahun dan juga pemusnahan terhadap surat masuk dan
surat keluar yang berumur 5 tahun.
3.3.1.2 Sistem Informasi Farmasi
Sistem Informasi Farmasi adalah sistem komputerisasi manajemen
pengelolaan persediaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian di Instalasi
Farmasi yang terintegrasi dengan sistem komputerisasi rumah sakit. Sistem
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
40
informasi terdiri dari aplikasi referensi, setting, katalog, tarif, pengadaan, mutasi,
distribusi, dan pelaporan.
Tujuan sistem informasi farmasi ini adalah agar seluruh data transaksi
perbekalan farmasi yang telah diberikan pada pasien tercatat juga dalam data
transaksi dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). Sistem informasi farmasi
ditanggungjawabkan kepada seorang penyelia yang berkoordinasi dengan Kepala
Instalasi dalam melakukan kegiatan di instalasi farmasi terkait dengan :
a.
Entri pada aplikasi pengadaan, mutasi, distribusi, referensi, tarif, katalog, dan
pelaporan
b.
Entri data penyimpanan dan verifikasi pada aplikasi mutasi, distribusi,
referensi, tarif, katalog, dan pelaporan
c.
Perubahan data yang telah diverifikasi pada aplikasi pengadaan, mutasi,
distribusi, referensi, tarif, dan katalog
Apoteker dan penyelia Instalasi Farmasi, berkoordinasi dengan penyelia
sistem informasi farmasi dalam melakukan kegiatan di bagian (depo dan gudang
farmasi), masing-masing :
a.
Entri pada pengadaan, mutasi, dan distribusi
b.
Melakukan entri data penyimpanan dan verifikasi pada aplikasi distribusi,
mutasi, dan pengadaan
c.
Melakukan perubahan data yang telah diverifikasi pada aplikasi pengadaan,
mutasi, dan distribusi.
Tenaga teknis kefarmasian dan petugas administrasi (entri data)
berkoordinasi dengan penyelia terkait di masing-masing bagian (depo dan gudang
farmasi) dalam melakukan :
a.
Melakukan entri pada aplikasi pengadaan, mutasi, dan distribusi
b.
Melakukan penyimpanan dan verifikasi pada aplikasi distribusi.
Alur hak akses sistem informasi farmasi dapat dilihat pada lampiran 3.
3.3.2 Perbekalan Farmasi
Koordinator perbekalan farmasi membawahi penyelia gudang farmasi,
penyelia perencanaan, penyelia distribusi, penyelia produksi farmasi, dan penyelia
Instalasi Bedah Sentral (IBS).
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
41
3.3.2.1 Gudang Farmasi
Gudang adalah bangunan yang dipergunakan untuk menyimpan suatu
barang. Penyimpanan di gudang dilakukan berdasarkan kondisi dan stabilitasnya
menjadi kelompok sediaan, gas, cairan, injeksi, tablet/kapsul, suppositoria, salep,
bahan baku, reagensia, sirup, B3, narkotika, High Alert, alkes, pembalut dengan
memperhatikan karakteristik suhu penyimpanan seharusnya dari setiap item
barang, kategori High Alert dan LASA. Di gudang farmasi RSUP Fatmawati
terdapat 3 orang penyelia, yaitu penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan
perbekalan farmasi, dan penyelia penerimaan dan distribusi. Fungsi gudang
farmasi RSUP Fatmawati antara lain perencanaan dan pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan pelaporan perbekalan farmasi.
g.
Perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan dalam penentuan jumlah
dan harga perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang
tersedia, dengan menggunakan dasar - dasar perencanaan dan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan, antara lain metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi. Perencanaan dibuat paling lambat tanggal
15 pada bulan berjalan untuk memenuhi kebutuhan bulan berikutnya. Hal ini
agar pemesanan dapat dilakukan sesuai jadwal, yaitu dua kali dalam sebulan.
Di
RSUP
Fatmawati,
perencanaan
kebutuhan
bulanan
dibuat
menggunakan gabungan metode konsumsi dan epidemiologi. Analisa yang
digunakan berupa analisa pembelian dan penjualan perbekalan farmasi, yaitu
dengan melihat rata-rata pemakaian tiga bulan sebelumnya, terutama satu bulan
sebelumnya. Selain itu, dilakukan juga analisa peningkatan atau penurunan
pemakaian perbekalan farmasi dengan melakukan pengecekan ke masingmasing depo, melihat tren pemakaian perbekalan farmasi untuk cross check data
perencanaan, dan menyerap informasi khusus dari depo-depo.
Perencanaan yang dibuat adalah perencanaan obat, alkes habis pakai, gas
medis, reagen, bahan baku, dan bahan untuk radiologi seperti film rontgen.
Kesemua perencanaan yang dibuat merujuk pada Formularium Nasional
(FORNAS)
dan
Formularium
perencanaan kebutuhan
tersebut
RSUP
Fatmawati.
dilakukan
Untuk
kegiatan
merealisasikan
pengadaan
melalui
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
42
pembelian, baik secara e-catalogue maupun lelang, produksi/pembuatan sediaan
farmasi, dan juga sumbangan/dropping/hibah.
Tujuan perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi adalah :
1) Tersedianya pedoman perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi di
rumah sakit
2) Tersedianya perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi sesuai dengan
kebutuhan, pola penyakit, dan jenis pelayanan dirumah sakit
3) Tersedianya perbekalan farmasi tepat waktu, jumlah yang benar, harga yang
terjangkau, dan mutu terjamin
Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi yang telah dibuat oleh gudang
diajukan kepada Kepala Instalasi Farmasi untuk diminta persetujuannya dan
ditandatangani. Perencanaan dari Instalasi Farmasi dikirimkan ke Direktur Medik
dan Keperawatan, yang selanjutnya dikirimkan ke Direktur Keuangan. Direktur
Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan dikirim kembali ke Direktur
Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya mengirimkan ke Direktur Utama
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah mendapat persetujuan pengadaan,
dokumen perencanaan
disampaikan ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
PPK akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk dibuatkan Harga Perkiraan
Sendiri (HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan dikirim ke Direktur
Keuangan, yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran untuk disetujui dan
dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur Keuangan, HPS akan
dikirimkan ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta, maka diberikan kepada
Pejabat
Pengadaan barang Medik
untuk
dilakukan
pemilihan harga. Bila
perencanaan di atas 200 juta, maka harus ke Unit Layanan Pengadaan (ULP)
untuk dilakukan lelang secara Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan (SP) untuk perencanaan di
bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Permintaan Penawaran Harga (SPPH)
untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200
juta, dan
mengirimkan ke
distributor terkait untuk dilakukan negosiasi. Setelah kesepakatan negosiasi
dicapai, dilakukan penandatangan oleh kedua belah pihak, yaitu pihak PPM dan
Kacab dari distributor serta dibuat Berita Acara Negosiasi. Selanjutnya,
dikeluarkan Surat Perintah Kerja (SPK) yang juga ditandatangi kedua pihak
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
43
tersebut. Dengan adanya SPK, maka proses pengadaan barang akan segera
berjalan. Alur perencanaan pengadaan perbekalan farmasi dapat dilihat pada
lampiran 4.
Perencanaan dan pengadaan obat cito hampir sama dengan alur biasa.
Bedanya adalah sumber dana yang digunakan berasal dari kas kecil Pejabat
Pengadaan barang Medik yang diperoleh dengan membuat disposisi meminta
persetujuan Direktur Medik dan Keperawatan, sedangkan bila di luar jam
kerja dapat menggunakan kas kecil Duty Manager. Pembelian dapat dilakukan
melalui distributor, apotek rekanan, ataupun rumah sakit lain. Alur perencanaan
pengadaan perbekalan farmasi cito dapat dilihat pada lampiran 5.
Syarat pengadaan kebutuhan cito antara lain :
1) Perbekalan Farmasi Masuk dalam Formularium RSF
2) Perbekalan Farmasi dapat di Bayar Tunai atau diklaim ke Penjamin (BPJS)
3) Merupakan obat live saving, namun tidak tersedia alternatif pengganti di
RSUP Fatmawati
4) Alasan CITO dapat dibenarkan secara klinis dan EBM berdasarkan Kajian
dari tim.
5) Mendapatkan Acc persetujuan Direktur
6) Harga perbekalan farmasi < 5 juta rupiah.
h.
Penerimaan perbekalan farmasi
Penerimaan adalah suatu proses kegiatan untuk menerima perbekalan
farmasi yang telah diadakan pada proses pengadaan, baik melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi, atau sumbangan. Adapun tujuan penerimaan
perbekalan farmasi adalah:
1) Terjaminnya penerimaan perbekalan farmasi sesuai dengan Surat Pesanan
(SP) atau kontrak yang telah dibuat oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP),
baik dari segi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, jumlah, jangka waktu
kadaluarsa yang mencukupi, dan waktu kedatangan.
2) Terpeliharanya mutu perbekalan farmasi selama penyimpanan
3) Terjaminnya ketersedian perbekalan farmasi
4) Terhindarnya kehilangan perbekalan farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
44
5) Terbantunya pencarian dan pengawasan terhadap persediaan perbekalan
farmasi
Pengiriman perbekalan farmasi oleh distributor ke RSUP Fatmawati
diterima oleh Tim Penerima Barang. Prosedur penerimaan perbekalan farmasi
(Lampiran 6) adalah sebagai berikut :
1) Penerimaan perbekalan farmasi yang berasal dari distributor/rekanan/rumah
sakit/Apotek/donatur lain oleh Tim Penerima Barang Medik, diserahkan
ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan perbekalan farmasi di luar
jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang Medik untuk obat/alkes
yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk obat/alkes yang dibeli di
apotek
luar
atau
rumah
sakit
lain
atau
dari
distributor
karena
pemesanan mendadak (cito) diterima oleh Asisten Apoteker Depo IGD
untuk selanjutnya diserahkan ke Tim Penerima Barang Medik.
2) Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima
Barang Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan:
a) Faktur perbekalan farmasi;
b) Kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan SP/SPK;
c) Kondisi perbekalan farmasi;
d) Jumlah perbekalan farmasi;
e) Tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan farmasi
tertentu (vaksin,
reagensia)
bisa
kurang
dari
2
tahun
dengan
persetujuan user;
f) Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin
untuk alat kesehatan; Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan
berbahaya.
3) Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia
Gudang Farmasi
berdasarkan
Bukti
Penyerahan
Barang
dari
Tim
Penerima Barang Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang.
4) Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi
yang akan diserahkan ke Bagian Akuntansi.
5) Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima
Barang Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
45
6) Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi.
i.
Penyimpanan perbekalan farmasi
Penyimpanan
perbekalan
farmasi
merupakan
proses
menyimpan, memelihara, dan menempatkan perbekalan farmasi
kegiatan
yang telah
diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian maupun gangguan fisik
yang dapat merusak mutu obat. Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada
tempat yang terpisah sesuai dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan
berdasarkan bentuk sediaan serta jenisnya dan disusun secara alfabetis. Metode
penyimpanan yang digunakan adalah First In First Out (FIFO) dan First Expired
First Out (FEFO).
Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi adalah :
1) Terjaminnya mutu perbekalan farmasi selama penyimpanan
2) Terhindarnya kehilangan persediaan perbekalan farmasi selama penyimpanan
3) Terjaminnya ketersediaan perbekalan farmasi melalui administrasi pencatatan
persediaan perbekalan farmasi
4) Terbantunya pencarian dan pengawasan persediaan perbekalan farmasi
Di RSUP Fatmawati, penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan menjadi
empat ruang besar yaitu:
1) Ruang penyimpanan alat kesehatan
Alat kesehatan disusun berdasarkan kegunaan (fungsi) dan ukurannya.
2) Ruang penyimpanan cairan
Cairan disimpan diruang yang terpisah dengan sediaan injeksi dan alat
kesehatan. Disusun di dalam dus dan diletakkan di atas pallet.
3) Ruang penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi, dan semisolid
Sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid disusun berdasarkan suhu
kestabilan, bentuk sediaan dan alfabetis.
4) Ruang penyimpanan gas medik
Gas medik disimpan di gedung terpisah, terletak dibelakang gedung teratai.
Penyimpanannya disusun berdasarkan jenis gas medis seperti oksigen,
helium, nitrous oksida, dan karbondioksida.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
46
Penyimpanan obat juga memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike)
untuk patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan nama/
pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan walaupun terletak pada
kelompok abjad yang sama, harus diselingi dengan minimal 2 obat non kategori
LASA di antaranya dan pada rak/tempat obat diberikan stiker LASA. Untuk
penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya masih
layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak ada kemungkinan jatuh karena
tersenggol dan diberikan tanda peringatan “Awas Hati-Hati Perbekalan Farmasi
Mudah Pecah”. Selain itu, untuk perbekalan
farmasi
mudah
pecah
atau
perbekalan farmasi masih dalam kemasan besar tidak boleh ditempatkan pada
posisi rak yang tinggi untuk mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas.
Perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat akan diletakkan di lantai
menggunakan alas pallet untuk menghindari kelembaban.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan, antara lain :
1) Suhu selama penyimpanan
a) Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat - obat, cairan infus, alat
kesehatan, pembalut, dan gas medik.
b) Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2 - 8oC
c) Penyimpanan untuk reagensia, obat-obatan tertentu dan produk biologis
yang membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya
sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada
petugas yang mencatat suhu lemari pendingin pada “kartu monitor suhu”.
d) Sediaan vaksin membutuhkan “cold chain” khusus dan harus dilindungi
dari kemungkinan matinya aliran listrik menggunakan alarm yang akan
berbunyi jika aliran listrik mati.
2) Kelembaban
Kelembaban dipantau menggunakan alat thermohygrometer atau alat
pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi
antara 65 % - 98 %.
3) Cahaya matahari
Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung.
4) Sirkulasi udara
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
47
Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang
cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan.
5) Resiko kebakaran
Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan pada
Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api
Ringan).
6) Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya.
7) Pengaturan tata ruang gudang farmasi dengan memperhatikan kemudahan
bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi.
8) Pengawasan dan monitoring tempat dan fasilitas penyimpanan untuk
menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada.
Prosedur penyimpanan digudang berlaku bagi semua perbekalan farmasi.
Namun, terdapat perlakuan khusus untuk obat-obat jenis tertentu, seperti obat
narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat kemoterapi, dan bahan berbahaya
dan beracun. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika menggunakan lemari
sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan
susunan berlapis. Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan
dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat. Lemari tersebut
terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali
dengan membongkarnya dan dilengkapi dengan kartu stok. Pada jam kerja, kunci
lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika dibawah tanggung jawab
Penyelia gudang farmasi, sedangkan diluar jam kerja dilakukan serah terima kunci
lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika kepada petugas penanggung
jawab pada shift jaga berikutnya dan dicatat dalam buku serah terima kunci.
Obat High Alert disimpan pada
lemari
penyimpanan
obat
yang
bertanda khusus (stiker High Alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya.
Sedangkan untuk obat kemoterapi, penyimpanan menggunakan lemari khusus
dengan label/logo karsinogenik. Untuk bahan berbahaya dan beracun disimpan di
ruangan penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid, namun di
letakkan dibagian tersendiri untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja.
Selain melaksanakan penyimpanan perbekalan farmasi, petugas farmasi di
gudang juga melaksanakan penyusunan persediaan perbekalan farmasi pada
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
48
tempat penyimpanan secara aman, pencatatan pemasukan, pelaporan, dan stok
perbekalan farmasi ke dalam Kartu Stok dan dalam Sistem Informasi manajemen
Rumah Sakit (SIRS).
j.
Pendistribusian perbekalan farmasi
Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan gudang RSUP
Fatmawati ada dua macam yakni pendistribusian amprahan obat berdasarkan
permintaan dari depo-depo farmasi melalui sistem online dan pendistribusian
floor stock dari ruangan/satuan kerja secara manual atau menggunakan formulir.
Untuk pendistribusian amprahan obat (Lampiran 7) dilakukan dengan
sistem SIRS (Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit) secara komputerisasi
dan dilakukan setiap hari. Alur distribusinya adalah setiap pagi petugas gudang
farmasi mengecek sistem untuk melihat permintaan obat dari setiap depo farmasi.
Print out permintaan dari masing-masing depo farmasi kemudian diberi nomor
dan disesuaikan dengan ketersediaan perbekalan farmasi yang ada digudang, baik
jenis maupun jumlahnya. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, selanjutnya
dilakukan pengecekan ulang terhadap nama dan jumlah perbekalan farmasi,
kondisi fisik, dan tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi oleh petugas gudang
farmasi dan petugas depo. Kemudian dilakukan input perbekalan farmasi yang
telah diperiksa pada sistem SIRS (Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit)
untuk verifikasi ketersediaan stok di gudang farmasi maupun masing-masing
depo. Print out daftar perbekalan farmasi yang telah diverifikasi ditandatangai
oleh petugas gudang farmasi dan petugas depo saat terah terima perbekalan
farmasi dan merupakan bukti pelayanan dari gudang induk farmasi.
Alur pendistribusian floor stock (Lampiran 8) hampir sama dengan
pendistribusian amprahan. Perbedaannya adalah pendistribusian floor stock
dilakukan secara manual dan jadwal pengambilan tiap ruangan berbedabeda untuk memudahkan kerja petugas gudang farmasi. Ruangan atau satuan
kerja menyerahkan permintaan secara offline kepada gudang sehari sebelum
jadwal pengambilan. Permintaan floor stock biasanya berupa alkes dan antiseptik.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
49
k.
Pelaporan perbekalan farmasi
Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain:
1) Buku induk penerimaan barang
2) Rekapitulasi penerimaan barang
3) Rekapitulasi pengeluaran barang gudang induk farmasi dan gudang gas medik
4) Rekapitulasi pengeluaran barang harian gudang induk farmasi dan gudang gas
medik
5) Laporan persediaan floor stock
6) Laporan stok opname setiap 1 bulan sekali di gudang dan 3 bulan sekali ke
Depkeu
7) Laporan narkotika setiap 1 bulan sekali
8) Laporan psikotropika setiap 1 tahun sekali
9) Laporan barang sumbangan
Selain pelaporan diatas, di gudang farmasi juga dilakukan retur
perbekalan farmasi yang merupakan merupakan proses pengembalian perbekalan
farmasi ke distributor disebabkan karena rusak, kadaluarsa, dan penarikan
produk (recall) oleh produsen. Tujuannya ialah agar tersedianya produk
perbekalan farmasi yang bermutu di rumah sakit dan terlindunginya pasien dari
penggunaan perbekalan farmasi yang tidak bermutu. Prosedur retur perbekalan
farmasi ialah sebagai berikut:
1) Pelaksanaan pemeriksaan dan pengecekan sediaan farmasi di gudang
farmasi, depo farmasi, lemari emergency, dan instalasi rawat inap untuk
perbekalan farmasi floor stock. Tujuannya untuk mengetahui perbekalan
farmasi yang rusak, kadaluarsa, recall, ataupun adanya usulan penarikan
oleh tenaga kesehatan (dokter/apoteker/perawat) dilengkapi dengan data
pendukung yang lengkap.
2) Dilakukan pencatatan
perbekalan
farmasi yang meliputi nama produk,
nama pabrik, nomor batch, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, dan
jumlah sediaan.
3) Pengembalian dan pengumpulan perbekalan farmasi ke gudang farmasi
untuk produk :
a) Rusak dan tidak dapat digunakan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
50
b) Dalam masa 3 bulan sebelum mencapai masa kadaluarsa
c) Recall
berdasarkan
surat
Kementerian Kesehatan RI,
edaran
dari
pabrik
pembuat
produk,
Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), dan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) berdasarkan hasil audit
investigasi.
4) Penyimpanan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai di gudang farmasi
dilakukan pada lemari penyimpan khusus yang diberi label: “Penyimpanan
Obat Tidak Layak Pakai”
5) Pengembalian ke distributor untuk produk yang dapat diretur dan dilakukan
penggantian produk, dengan melengkapi dokumen faktur pembelian, surat
pesanan, dan berita acara serah terima.
6) Pembuatan laporan oleh penyelia perbekalan farmasi untuk disampaikan
pada Kepala Instalasi Farmasi dan disampaikan ke Direksi.
Perbekalan farmasi yang telah mencapai masa tanggal kadaluarsa dan
tidak dapat diretur ke distributor akan dimusnahkan secara bersamaan dalam
waktu tertentu oleh Tim Pemusnahan Barang dengan prosedur sebagai berikut :
1) Pembuatan surat rencana penghapusan dan pemusnahan oleh Kepala Instalasi
Farmasi ke Direktur Utama melalui Direktur Medik dan Keperawatan.
2) Pembentukan Tim/Panitia Penghapusan dan Pemusnahan Perbekalan Farmasi
Rusak dan Kadaluarsa melalui usulan SK ke Direktur Utama melalui Kepala
Bagian Umum.
3) Pembuatan dan pengiriman surat permohonan persetujuan penghapusan dan
pemusnahan perbekalan farmasi rusak dan kadaluarsa oleh Kepala Bagian
Umim dari Direktur Utama untuk disetujui oleh Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan dan Bina Kefarmasian dan Alkes, Kementerian Kesehatan.
4) Pengiriman surat kepada Kepala Balai Besar POM DKI Jakarta dan Kepala
SUDIN Kesehatan Jakarta Selatan mengenai permohonan saksi pemusnahan
perbekalan farmasi.
5) Penyerahan perbekalan farmasi yang rusak dan kadaluarsa yang akan
dimusnahkan kepada Tim/Panitia Penghapusan dan Pemusnahan Perbekalan
Farmasi Rusak dan Kadaluarsa menggunakan Formulir Serah Terima
Perbekalan Farmasi untuk dimusnahkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
51
6) Pembuatan Berita Acara Penghapusan dan Pemusnahan Perbekalan Farmasi
Rusak dan Kadaluarsa oleh Tim/Panitia Penghapusan dan Pemusnahan
Perbekalan Farmasi Rusak dan Kadaluarsa
7) Pelaksanaan pemusnahan perbekalan farmasi yang rusak dan kadaluarsa
disaksikan oleh Kepala Instalasi Sanitasi dan Pertamanan, Bagian Akuntansi,
saksi-saksi dari Balai Besar POM DKI Jakarta, dan SUDIN Kesehatan Jakarta
Selatan dengan cara :
a) Pembakaran di incinerator untuk obat dan atau alat kesehatan
b) Pembuangan ke saluran limbah cair untuk perbekalan farmasi cair dan
bukan obat atau per reagen.
8) Penghapusan data stok perbekalan farmasi yang telah dimusnahkan dari SIRS
(Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit)
9) Pengiriman Berita Acara pelaksanaan pemusnahan perbekalan farmasi yang
rusak dan kadaluarsa ke Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dan Bina
Kefarmasian dan Alkes, Kementerian Kesehatan.
3.3.2.2 Produksi Farmasi
Produksi farmasi RSUP Fatmawati terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
produksi non steril dan produksi steril. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP
Fatmawati antara lain adalah untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan, penghematan anggaran, dan untuk menjamin ketersediaan sediaan
dengan formula khusus dan sediaan obat yang dibutuhkan segera seperti
rekonstitusi intra vena dan obat kanker.
a.
Produksi non steril
Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan
farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Semua bentuk sediaan
dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati. Perencanaan di produksi
non steril meliputi bahan baku, alat produksi, bahan pengemas, bahan etiket, dan
Alat Pelindung Diri (APD) dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan bulanan
sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang farmasi untuk
dilanjutkan dengan proses pengadaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
52
Penyimpanan di produksi non steril terbagi menjadi
2,
yaitu
penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan kegunaannya) dan penyimpanan
produk (berdasarkan alfabetis) yang masing-masing disesuaikan dengan kondisi
dan stabilitasnya. Permintaan produk non steril dilakukan melalui gudang
farmasi, namun pendistribusiannya dapat dilakukan langsung melalui ruang
produksi non steril. Pelaporan yang dilakukan oleh produksi non steril adalah
laporan jumlah perbekalan farmasi, laporan produk yang rusak, dan laporan
produk yang kadaluarsa.
b.
Produksi steril
Kegiatan yang dilakukan di ruang steril hanya penanganan obat
sitostatika, sedangkan IV admixture dilakukan di depo teratai. Penanganan obat
sitostatika adalah mempersiapkan obat sitostatika untuk pengobatan kanker pada
pelayanan kemoterapi di RSUP Fatmawati. Formulir permintaan pencampuran
atau resep kemoterapi sudah diserahkan ke produksi steril sehari sebelumnya.
Adapun prosedur pelayanan penanganan obat sitostatika (Lampiran 9), yaitu :
1) Pemeriksaan kelengkapan dokumen (formulir) permintaan oleh petugas
farmasi (Asisten Apoteker) berupa :
a) Benar obat
b) Benar waktu dan frekuensi pemberian
c) Benar dosis
d) Benar pasien
e) Benar rute pemberian
f) Tanggal permintaan
g) Ruangan perawatan
h) Jumlah pelarutan
i) Volume pelarutan
2) Pelaksanaan konfirmasi formulir permintaan pencampuran ke ruang
perawatan pasien.
3) Pemeriksaan obat pasien, yaitu nama, jumlah, nomor batch, dan tanggal
kadaluarsa obat.
4) Perhitungan kesesuaian dosis lazim, pemiliha jenis pelarut, dan menghitung
volume pelarut oleh Apoteker.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
53
5) Pembuatan label obat dan kemasan pengiriman oleh AA, yaitu :
a) Label obat : nama pasien, nomor Rekam Medik, tanggal lahir/umur, nama
obat, dosis, jenis pelarut, rute pemberian, tanggal pembuatan, dan tanggal
kadaluarsa setelah pelarutan obat.
b) Label kemasan pengiriman : nama pasien, nomor Rekam Medik, tanggal
lahir/umur,
ruang
perawatan,
jumlah
paket
pengiriman,
tanggal
pengiriman.
6) Penyiapan obat sitostatika di ruang steril oleh petugas farmasi (Asisten
Apoteker) sesuai dengan SOP.
7) Obat yang telah disiapkan kemudian diantarkan ke ruang perawatan.
8) Pembuatan billing jasa pelayanan.
3.3.2.3 Instalasi Bedah Sentral (IBS)
Depo Farmasi IBS khusus melayani permintaan obat dan alat kesehatan
bagi pasien yang akan dioperasi di IBS. Gedung IBS terdiri dari dua lantai, lantai
pertama ditujukan untuk operasi cito, sedangkan lantai kedua ditujukan untuk
operasi elektif dan operasi bedah prima. Operasi cito adalah operasi yang tidak
direncanakan
sebelumnya
dan
dilakukan
sesegera
mungkin
misalnya
pengambilan serpihan kaca untuk pasien yang mengalami kecelakaan. Operasi
elektif adalah operasi yang telah direncanakan sebelumnya misalnya bedah
syaraf. Operasi bedah prima adalah operasi yang dilakukan untuk pasien tunai,
dimana biaya yang dibebankan sudah dalam bentuk paket.
OK cito terdiri dari dua kamar. Pada OK cito terdapat paket obat dan alkes
OK cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari emergensi
obat dan lemari emergensi alat kesehatan. Saat pasien masuk ke OK cito, maka
penata anestesi mengambil Paket obat dan alkes OK cito yang telah disiapkan
oleh petugas depo farmasi. Bila obat dan alat kesehatan dalam paket kurang,
maka
penata
mencatatnya
anestesi
di
dapat
Lembar
Pemakaian dimasukkan
mengambilnya
Pemakaian.
di
Setelah
lemari emergensi
selesai
dan
operasi, Lembar
ke dalam Paket obat dan alkes OK cito yang telah
terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian, serta diisi
kembali oleh petugas depo farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
54
Pada lantai dua, terdapat delapan kamar operasi yang digunakan untuk
operasi elektif dan bedah prima serta Depo Farmasi IBS. Sehari sebelum operasi
belangsung, depo farmasi menerima jadwal operasi serta permintaan obat dan
alkes untuk anestesi. Depo farmasi kemudian menyiapkan paket anestesi dan
memberi label nama pasien pada paket tersebut, sehingga pada hari operasi
penata anestesi cukup meminta paket berdasarkan nama pasien. Penata bedah
akan menuliskan resep permintaan obat dan alkes pada hari operasi, kemudian
paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila terdapat kekurangan
obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung, maka penata bedah atau
penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo farmasi
dengan
menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo farmasi akan
mencatat permintaan obat dan alat kesehatan tersebut. Bila pasien telah
selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan petugas
depo farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke
administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke depo farmasi di
mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah
Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien
tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Alur pelayanan obat dan
alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral dapat dilihat Lampiran 10 dan alur
pelayanan OK elektif dapat dilihat di lampiran 11.
Karyawan yang bekerja di Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral
berjumlah tiga orang. Karyawan tersebut terdiri dari satu orang penyelia, satu
orang juru resep, dan satu orang petugas administrasi. Pengadaan barang berasal
dari Gudang Perbekalan Farmasi yang diminta setiap hari dengan menggunakan
formulir permintaan barang secara online. Di depo IBS terdapat pula barangbarang konsinyasi, seperti implan. Tujuan dari pengadaan secara konsinyasi
adalah untuk mencegah kerugian akibat alat yang tidak terpakai. Penyimpanan
obat dan alat kesehatan dilakukan berdasarkan bentuk sediaan. Pemeriksaan
lemari emergensi di IBS dilakukan setiap hari oleh petugas Depo Farmasi IBS.
Laporan yang yang disiapkan oleh depo IBS antara lain adalah laporan pemakaian
narkotika dan psikotropika, laporan pemakaian obat generik dan non generik,
laporan analisa penjualan harian dan bulanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
55
3.3.3 Pelayanan Farmasi
Dalam menunjang kegiatan pelayanan obat di setiap depo farmasi
dilakukan kegiatan meliputi pengkajian resep, monitoring medication error, dan
pengelolaan troli emergency.
a.
Pengkajian Resep
Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan
screening resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan
administratif, farmasetik, dan klinis. Pengkajian peresepan obat dilakukan
terhadap resep pasien dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk
resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel
keterangan “Resep/Obat telah di review Farmasi” pada resep pasien. Untuk resep
yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi permasalahan yang
ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian resep dapat dilihat
pada Lampiran 12.
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
1) Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan:
a) Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap
internal dari RSUP Fatmawati
b) Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan
RSUP Fatmawati
2) Pelaksanaan screening resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi
Farmasi untuk menilai kelengkapan:
a) Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak : Nama
dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan / paraf dokter penulis resep,
nomor rekam medik pasien, nama pasien, umur pasien, jenis kelamin
pasien, berat badan pasien, nama obat, jumlah yang diminta dalam resep
obat, instruksi pengerjaan dispensing resep, dan aturan pemakaian obat.
b) Persyaratan Farmasetis dengan menilai: Bentuk sediaan, kekuatan sediaan,
kompatibilitas / ketercampuran farmasetis, stabilitas sediaan, cara
penyimpanan obat
c) Persyaratan Klinis dengan menilai: indikasi obat, riwayat alergi obat,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
56
duplikasi pengobatan, interaksi obat dengan obat, interaksi obat dengan
makanan, kontraindikasi obat, biaya obat
3) Pelaksanaan
kegiatan
komunikasi
oleh
Apoteker
atau
Penyelia
Instalasi Farmasi dengan dokter penulis resep. Untuk konfirmasi bila
ditemukan :
a) Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep
b) Ketidaklengkapan pada aspek farmasetik resep
c) Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep
d) Resep tidak terbaca
e) Obat tidak tersedia
f) Temuan masalah resep lainnya
4) Klarifikasi dan problem solving
5) Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep
6) Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan
dengan komunikasi melalui telepon
7) Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau
8) Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep.
9) Pelaksanaan penandaan resep yang telah di screening oleh Apoteker atau
Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan :
a) Untuk resep
yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan
“penanda” berupa
stempel
keterangan
“Resep
telah
di
review
Farmasi” pada resep pasien.
b) Penandaan cap stempel HETIP yaitu: Harga (billing), Etiket, Timbang, Isi,
Penyerahan dan pemeriksaan
c) Untuk
resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak d apat diklarifikasi
kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada
user (pemilik resep).
b.
Monitoring medication error
Medication error adalah suatu kejadian “kesalahan” dalam rangkaian
pengobatan yang seharusnya dapat dicegah, dimana kesalahan tersebut dapat
menyebabkan bahaya pada pasien atau dapat berkembang menjadi penggunaan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
57
obat yang tidak tepat, dimana pengobatan masih berada dalam tanggung jawab
profesi kesehatan, pasien atau keluarga pasien. Prosedur program monitoring
medication error adalah suatu proses atau tata cara menganalisa kejadian
kesalahan dalam proses dan tata cara menganalisa kejadian kesalahan dalam
proses pengobatan yang dapat mengakibatkan perburukan secara klinis pada
pasien. Laporan kejadian medication error dibuat oleh dokter, perawat, Apoteker,
tenaga kesehatan lainnya termasuk pasien dan keluarga pasien. Bentuk laporan
awal dapat berupa penyampaian secara lisan atau tulisan kronologis temuan.
Monitoring/pelaporan medication error dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengobatan yang dapat menimbulkan keberbahayaan pada
pasien dengan jenis insiden:
1) Sentinel
2) Kejadian tidak diharapkan
3) Kejadian tidak cedera
4) Kejadian nyaris cedera
5) Kejadian potensial cedera
Alur prosedur monitoring medication error dapat dilihat pada lampiran 13
dengan prosedur sebagai berikut:
1) Pelaksanaan kegiatan monitoring oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya
kejadian medication error pada pasien dari seluruh tahapan proses pelayanan
obat
2) Pelaksanaan kegiatan penerimaan laporan kejadian medication error dari
dokter, perawat, Apoteker, pasien, keluarga pasien atau dari petugas lainnya.
3) Pelaksanaan kegiatan komunikasi/ interview oleh tim monitoring medication
error yang terdiri dri dokter DPJP, perawat ruangan, Apoteker ruangan. Untuk
pendalaman observasi data temuan medication error. Observasi dilakukan
kepada pasien atau keluarga pasien saat kunjungan ke pasien (visite) untuk
mendapatkan informasi lengkap kejadian medication error.
4) Pelaksanaan kegiatan pencatatan temuan kejadian medication error dalam
formulir pelaporan oleh tim monitoring. Formulir medication error dapat
dilihat pada lampiran
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
58
5) Pelaksanaan kegiatan analisa (assesment) terhadap hasil interview maupun
laporan medication error dari semua sumber dengan analisa akar masalah
pada tahapan (a) peresepan, (b) penyalinan resep, (c) penyiapan obat, (d)
pengiriman obat, (e) pemberian obat, (f) penyimpanan obat, dan (g)
pemantauan obat
6) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada
tahap peresepan dengan melakukan identifikasi pada
a) Adanya penulisan resep tidak terbaca dengan jelas
b) Adanya penulisa resep tidak lengkap secara administratif
c) Adanya kesalahan dalam menulis (1) nama obat, (2) dosis obat, (3) aturan
pakai, (4) rute pemberian dan (5) nama pasien.
7) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada
tahap penyalinan/pembacaan resep dengan melakukan identifikasi pada
a) Adanya kesalahan membaca resep
b) Adanya kesalahan interprestasi resep
c) Adanya kesalahan menyalin (copy) resep yaitu kesalahan dalam menulis
(1) nama obat, (2) dosis obat, (3) aturan pakai, (4) rute pemberian, (5)
nama pasien, dan (6) instruksi pembuatan resep.
8) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada
tahap penyiapan dengan melakukan identifikasi pada:
a) Adanya kesalahan menyiapkan obat
b) Adanya kesalahan perhitungan dosis obat (1) high dose (2) under dose
c) Adanya kesalahan pembuatan etiket obat
d) Adanya kesalahan pelarutan obat (obat injeksi) baik volume maupun jenis
pelarut spesifik
e) Adanya kesalahan pencatatan identitas pasien
9) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada
tahap pemberian obat dengan melakukan identifikasi pada:
a) Kesalahan obat
b) Kesalahan dosis obat (1) high dose (2) under dose
c) Kesalahan aturan pakai (1) frekuensi pemberian terlalu cepat (2) tidak
mendapatkan obat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
59
d) Kesalahan rute pemberian
e) Salah pasien
10) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada
tahap penyimpanan obat dengan melakukan identifikasi pada
a) Adanya kesalahan peletakan obat tidak pada tempat seharusnya
b) Adanya kesalahan pada sistem penyimpanan (1) tidak dijalankannya
sistem FIFO, (2) tidak dijalankannya sistem FEFO, dan (3) tidak
dijalankannya sistem LASA
c) Adanya kesalahan dalam pemantauan penyimpanan (1) monitoring
pemantauan tempat fasilitas tidak pernah dilakukan (2) pengecekan jumlah
stok tidak pernah dilakukan
11) Penyusunan laporan temuan oleh kepala satuan kerja tempat kejadian
medication error
a) Kejadian medication error kategori I dan II dibuat tabulasi data kuantitatif
dan dilaporkan setiap bulan dengan analisa dan rencana tindak lanjut.
b) Kejadian medication error kategori III, IV dan V dibuat segera dalam
waktu 48 jam dengan formulir KMKP.
12) Penyampaian laporan oleh kepala satuan kerja
a) Laporan kejadian medication error kategori I dan II dilaporkan secara
berkala setiap bulan oleh kepala satuan kerja dalam Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien (KMKP) dalam bentuk rekap laporan setiap bulan.
b) Laporan kejadian medication error oleh kepala satuan kerja dengan
grading III, IV dan V kepada Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
(KMKP) dalam waktu 48 jam untuk tindakan pencegahan hal serupa.
13) Pelaksanaan tindak lanjut kejadian
a) Pembentukan tim leader oleh KMKP untuk perumusan analisa akar
masalah dan penyusunan rekomendasi dan pengatasan kejadian medication
error grading III, IV dan V anggota tim dari seluruh satuan kerja.
b) Pelaksanaan kerja tim leader dalam perumusan analisa akar masalah dan
penyusunan rekomendasi dan pengatasan kejadian dalam masa 30 hari
kerja.
c) Penyusunan laporan oleh tim leader.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
60
d) Penyampaian laporan tim leader kepada direktur utama RSUP Fatmawati
14) Pelaksanaan tindak lanjut kejadian oleh direksi secara manajemen dalam
pengatasan dan pencegahan medication error
c.
Troli emergency
Perbekalan farmasi emergency meliputi obat-obat yang terdaftar sebagai
obat emergency dan alat kesehatan yang tergolong emergency di RSUP
Fatmawati. Daftar perbekalan farmasi emergency sesuai yang terdapat dalam
formulir baku obat dan alkes emergency atau sesuai dengan kebutuhan ruang
perawatan terkait.
Penyimpanan perbekalan farmasi emergency dilakukan di troli emergency.
Jumlah stok dalam troli emergency adalah stok baku. Perbekalan farmasi
emergency hanya digunakan pada kondisi emergency. Pencatatan penggunaan
dilakukan oleh perawat ruangan yang menggunakan ke dalam kartu stok.
Pengelolaan pengecekan/monitoring jumlah sediaan stok perbekalan farmasi
emergency di troli emergency dilakukan oleh petugas farmasi. Pengecekan
dilakukan setiap hari sesuai jadwal petugas depo farmasi, dengan mencocokkan
obat dan alat kesehatan dalam troli emergency dengan jumlah stok bakunya.
Apabila ditemukan obat rusak atau kadaluarsa, segera dilakukan penggantian dari
depo farmasi sesuai jumlah obat yang rusak atau kadaluarsa dan dibuatkan
laporannya. Apabila terjadi ketidakcocokan jumlah obat, petugas farmasi bersama
perawat menelusuri/melihat pasien yang menggunakan obat dan alat kesehatan
tersebut serta memintakan resepnya kepada dokter terkait. Pemasangan kunci
segel oleh petugas farmasi pada troli emergency yang telah digunakan dan telah
dilakukan penggantian perbekalan farmasi sesuai dengan stok bakunya.
Koordinator Pelayanan Farmasi membawahi penyelia Depo Farmasi
Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 1, Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 2, Depo
Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI), Depo
Farmasi Teratai, Depo Farmasi Anggrek dan Griya Husada.
3.3.3.1 Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 1
Depo farmasi IRJ 1 berada di bawah tanggung jawab seorang apoteker
yang dibantu oleh asisten apoteker, juru resep dan petugas administrasi. Depo
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
61
farmasi IRJ adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien rawat
jalan JKN, Jamkesda dan tunai. Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi
oleh pasien BPJS adalah resep asli dan fotokopi resep 1 lembar, SEP merah dan
kuning (dari loket pendaftaran), bukti layanan, surat rujukan asli dari Puskesmas
dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan, 1 lembar foto copy Kartu BPJS, KTP,
dan Kartu Keluarga. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien
Jamkesda Depok dan Jamkesda Tangerang Selatan yaitu: resep asli dan 1 lembar
fotokopi resep, SJP (Surat Jaminan Pelayanan) asli dan 2 lembar fotokopi SJP,
fotokopi 2 lembar surat pengantar dari Dinas Kesehatan Daerah, fotokopi 2
lembar kartu Jamkesda, surat rujukan asli dari puskesmas, kartu berobat di
RSUP Fatmawati, fotokopi Kartu Keluarga (KK) 2 lembar, serta fotokopi KTP
atau akte bila anak di bawah umur.
a.
Pengadaan dan Penyimpanan Perbekalan Farmasi
Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Induk
Farmasi menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara
online. Jenis perbekalan farmasi (obat dan alat kesehatan) disimpan pada tempat
yang terpisah, sesuai dengan pengelompokannya yaitu bentuk sediaan serta
jenisnya dan dan disusun secara alfabetis. Obat-obat fast moving diletakkan
terpisah di meja. Penyimpanan barang menggunakan sistem FIFO (First In First
Out) berdasarkan waktu kedatangan dan FEFO (First Expired First Out)
berdasarkan waktu kadaluarsa. Penyimpanan obat juga memperhatikan LASA
(Look Alike Sound Alike) untuk “Patient Safety”. Perbekalan farmasi yang
bentuknya mirip dan nama/pengucapannya mirip tidak diletakkan berdekatan
walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama, diselingi dengan minimal 2
obat non kategori LASA diantara atau ditengahnya dan pada rak/tempat obat dan
diberikan stiker LASA.
Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan
terkunci ganda (double lock). Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan
baik dan dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat.
Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat
dipindahkan kecuali dengan membongkarnya. Pada jam kerja, kunci lemari
penyimpanan narkotika dan psikotropika dibawah tanggung jawab Penyelia
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
62
Instalasi Farmasi, sedangkan diluar jam kerja kunci lemari penyimpanan narkotika
dan psikotropika diserahterimakan dengan petugas penanggung jawab pada shift
jaga berikutnya. Serah terima kunci dilakukan pencatatan dalam buku serah terima
kunci. Lemari tersebut juga dilengkapi kartu stok. Pelaksanaan pengaturan
penyimpanan obat narkotika dan psikotropika oleh petugas farmasi dengan
berpedoman pada ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:
1) Menurut bentuk sediaan dan jenisnya
2) Menurut suhu dan kestabilan sediaan:
a) Obat disimpan dalam suhu kamar yaitu suhu 15-25oC
b) Obat disimpan dalam suhu dingin yaitu suhu 2-8oC
3) Menurut sifatnya mudah/tidak terbakar
4) Menurut ketahanan terhadap cahaya / tidak
Pencatatan penggunaan obat nakotika dan psikotropika oleh petugas
farmasi sesuai unit pelayanan. Depo farmasi dengan mencatat setiap pengambilan
obat-obat tersebut hanya dengan resep dokter untuk terapi pasien. Pencatatan
dilakukan dengan:
1) Tanggal pengambilan
2) Mencatat nama pasien yang menggunakan
3) Jumlah yang digunakan
4) Jumlah stok awal
5) Jumlah stok akhir
6) Petugas yang mengambil
7) Pemberian tanda dengan bolpoin warna merah pada lembar resep
8) Pengarsipan resep narkotika dan psikotropika
Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya
masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak ada kemungkinan jatuh
karena tersenggol dan diberikan tanda peringatan “Awas Hati-Hati Perbekalan
Farmasi Mudah Pecah”. Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau masih
dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk mencegah
risiko jatuh menimpa petugas. Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan
besar yang berat diletakkan di lantai menggunakan alas pallet untuk menghindari
kelembaban. Kelembaban dipantau dengan menggunakan alat thermohygrometer
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
63
atau pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi
antara 68%-95%. Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari
langsung. Tempat penyimpanan juga harus mempunyai ventilasi yang cukup
untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan.
IRJ 1 juga menyediakan obat TBC dan HIV. Untuk obat HIV terdapat
penyiapan paket-paket obat HIV yaitu neviral dengan duviral, duviral dengan
efavirenz, neviral dengan coviro-LS, dan duviral dengan tenofovir dan efavirenz.
Untuk mengambil obat tersebut, pasien HIV/AIDS harus mempunyai nomor
registrasi masing-masing yang diterbitkan oleh klinik Wijaya Kusuma. Khusus
untuk pasien HIV/AIDS baru, diberikan konseling. Pasien dapat mengambil obat
HIV per bulan, dan jika pasien ingin mengambil lebih awal hanya bisa dilakukan
minimal 1 minggu sebelum tanggal pengambilan ditetapkan. Setiap sebulan
sekali, pemakaian semua obat HIV di rekapitulasi dan dikirimkan ke Suku Dinas
Kesehatan Jakarta dan Kementrian Kesehatan.
Penyelia Instalasi Farmasi memonitoring jumlah stok pesediaan selama
proses penyimpanan, yaitu dengan melakukan pengecekan kesesuaian jumlah
fisik sediaan dengan jumlah stok obat narkotik dan psikotropik dalam SIRS
(Sistem Informasi Rumah Sakit) dan kartu stok setiap hari. Bila ditemukan
adanya ketidaksesuaian jumlah fisik dan pencatatan SIRS atau dengan kartu stok,
maka dilakukan klarifikasi dengan pihak-pihak terkait hingga didapat
penyelesaian masalah secara benar.
b.
Peresepan dan catatan pengobatan pasien
Prosedur penulisan resep dan catatan pengobatan pasien instalasi rawat
jalan (IRJ) adalah tata cara urutan proses kegiatan penulisan resep dan pencatatn
obat secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara administratif,
farmasetis dan klinis untuk pasien rawat jalan. Adapun prosedur peresepan dan
catatan pengobatan pasien IRJ adalah sebagai berikut Lampiran 14.
Penyiapan dokumen dan perlengkapan untuk penulisan resep perbaikan
famasi oleh petugas rawat jalan
1) Penulisan resep oleh dokter penanggung jawab (DPJP) atau oleh dokter yang
representatif DPJP dengan menulis lembar resep dengan aturan:
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
64
a) Penulisan resep secara lengkap, jelas, dan mudah terbaca. Apabila resep
tidak jelas terbaca, kurang lengkap maka akan dilakukan klarifikasi pada
dokter penulis resep hingga didapat kejelasan informasi dalam resep
dokter.
b) Pilihan diutamakan dengan obat generik. Nama copy drug ditulis apabila
sediaan obat belum tersedia sediaan generiknya.
c) Tidak boleh menulis dengan singkatan (akronim) yang tidak terstandar
terkait dengan nama obat, alat kesehatan, pasien dan dokter. Tidak boleh
menulis akronim seperti: < ; > ; ± ; ↑ ; ↓ ; ↕ ; → ; ←. Seluruh singkatan
yang digunakan dalam penulisan sesuai dengan standar penulisan
singkatan baku di RSUP Fatmawati.
d) Pada kondisi emergency (gawat darurat) dan obat tidak tersedia di paket
emergency baik dalam troli emergency maupun emergency kit, maka
order dapat dilakukan melalui telepon sesuai dengan protap.
e) Obat kategori LASA maka jika diminta secara verbal (melalui telepon)
maka harus dilakukan spelling (pengejaan kata) sesuai dengan protap.
f) Untuk aturan pakai resep obat tidak boleh ditulis “usus cognitus” (tahu
aturan pakainya), iterasi (ulangan) untuk obat narkotika, mihi (m.i. = ipsi
= untuk dipakai sendiri). Instruksi khusus dapat ditulis dalam resep yaitu
pada kolom intruksi khusus antara lain, cito dispencantur, iter, no
repetatur, signa pro renata.
g) Resep harus ditulis dan tidak boleh “diorder” melalui telepon terhadap
obat narkotika, obat psikotropika, obat kemoterapi, dan obat high alert.
Menulis dengan lengkap untuk aspek administratif, farmasetis dan klinis.
h) Jika dosis obat dalam resep melebihi dosis maksimal, maka diberikan
tanda seru dan paraf dokter penulis resep pada obat tersebut. Untuk resep
yang membutuhkan perhitungan dosis individual berdasarkan berat badan
(BB) maka apabila belum disebutkan jumlah dosis secara implisit dalam
resep, maka apoteker dapat menghitung dosis yang dimaksudkan dengan
menggunakan rumus dosis obat berdasarkan berat badan.
i) Pengisian riwayat alergi
j) Obat narkotika harus ditulis pada resep tersendiri: menyertakan alamat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
65
pasien dan aturan pakai (signa) yang jelas
2) Pencatatan dan pendokumentasian oleh dokter (DPJP atau dokter tim terapi)
terhadap peresepan obat/alkes pada rekam/medis yaitu dalam formulir
pencatatan dan pemantauan penggunaan obat pasien dengan mencatat data
pasien, nama obat, dosis, frekuensi, rute pemberian, informasi, tanggal mulai
dan stop.
3) Pengiriman lembar resep pasien ke depo farmasi oleh pasien atau keluarga
pasien sebagai dokumen permintaan obat pasien.
4) Pelaksanaan pelayanan obat secara individual prescription oleh petugas depo
farmasi.
5) Pembuatan billing pasien untuk permintaan obat/alkes yang telah dilayani
oleh petugas depo farmasi.
6) Penyerahan obat kepada pasien oleh petugas farmasi.
7) Pelaksanaan pendokumentasian kegiatan oleh petugas depo farmasi.
c.
Penyerahan obat
Penyerahan obat dari farmasi ke pasien dilakukan pada pelayanan obat
untuk pasien rawat jalan dengan menggunakan prosedur penyerahan obat pasien
rawat jalan. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang memenuhi
kriteria yang dipersyaratkan. Kegiatan Harga, Etiket, Timbang, Isi, dan
Penyerahan (HETIP) yang dilakukan di Instalasi Rawat Jalan dilakukan oleh
petugas yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan
penyerahan obat dan apabila terjadi kesalahan dapat ditelusuri dan diatasi dengan
segera karena adanya double check oleh petugas yang berbeda.
Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat secara individual
prescription. Prosedur penyiapan obat secara individual prescription merupakan
tata cara dan urutan proses kegiatan menyiapkan obat pasien rawat jalan
berdasarkan resep pasien yang dibuat oleh dokter penanggung jawab pasien
(DPJP). Jumlah obat diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang
telah melalui kajian peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat
secara individual prescription adalah agar:
1) Tersedianya prosedur dalam menyiapkan obat secara resep individual.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
66
2) Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing
obat pada pasien rawat jalan.
3) Tercapainya
peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam
penggunaan obat.
Adapun prosedur
distribusi
obat
rawat
jalan
secara
individual
prescription adalah sebagai berikut Lampiran 15.
1) Masuknya resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini
petugas depo farmasi IRJ akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi
persyaratan yang harus dibawa oleh pasien.
2) Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep.
3) Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan
pada skrining resep.
4) Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan. (BPJS dan
Jamkesda)
5) Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan
dari skrining dan kajian peresepan obat dan peng-input-an data resep ke
komputer
6) Pembayaran
resep
berdasarkan
billing
resep
untuk
pasien
tunai.
Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati.
7) Pengambilan nomor obat oleh pasien dimana nomor sama dengan nomor
yang ada pada resep.
8) Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket:
a) Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral / sublingual /
dan lain - lain).
b) Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal.
9) Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik,
nama pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute
pemberian, dan tanggal kadaluarsa.
10) Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien
atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi.
11) Dispensing obat:
a) Pengisian obat jadi dalam kemasan obat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
67
b) Apabila obat racikan maka dilakukan: menghitung dosis kebutuhan,
menghitung obat yang diperlukan (bila dalam bentuk khusus), meracik
obat yang diperlukan, bila resep diminta obat racikan.
12) Pengecekan obat: benar pasien, benar obat (nama obat), benar dosis, benar
waktu dan frekuensi, benar rute pemberian
13) Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan
klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi
pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar
dokumentasi.
14) Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien.
Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh
Tenaga Kefarmasian dengan kriteria:
a) Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
b) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK).
c) Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati
d) Selesai mengikuti masa orientasi.
15) Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk
menuju loket pengambilan obat.
16) Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih
lanjut.
17) Pencatatan data penerima pada kolom penerimaan di resep obat yaitu nama
penerima, tanda tangan penerima, alamat penerima, nomor telepon pasien
atau penerima obat yang bisa dihubungi.
18) Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status
pembiayaan pasien.
d.
Pelaporan
Laporan - laporan yang dibuat oleh depo instalasi Rawat Jalan yaitu:
1) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
2) Laporan penulisan obat generik dan non generik.
3) Laporan pemakaian obat HIV/AIDS
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
68
4) Laporan analisa penjualan.
5) Laporan jumlah lembar dan jumlah resep.
6) Laporan barang rusak dan kadaluarsa.
3.3.3.2 Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 2
Depo IRJ 2 adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien
rawat jalan peserta JKN. Depo Farmasi IRJ 2 dibawahi oleh apoteker, asisten
apoteker, juru resep dan petugas administrasi. Persyaratan - persyaratan yang
harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan pengobatan pasien
Askes di Depo Farmasi IRJ 2 adalah:
a.
Resep asli dan fotokopi resep 1 lembar.
b.
SEP merah dan kuning (dari loket pendaftaran),
c.
Surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan
d.
1 lembar foto copy Kartu BPJS, KTP, dan Kartu Keluarga
Dalam melayani pasien, Depo Farmasi IRJ 2 mengacu pada pedoman-
pedoman yang disesuaikan dengan status pasien yakni Formularium Nasional
(Fornas) dan Formularium Rumah Sakit.
Adapun kegiatan yang dilakukan di Depo Farmasi IRJ 2 antara lain :
a.
Pengadaan dan Penyimpanan Perbekalan Farmasi
Sama halnya seperti depo farmasi IRJ 2, pengadaan obat dilakukan setiap
hari langsung dari Gudang Induk Farmasi menggunakan formulir permintaan
barang melalui komputer secara online. Jenis perbekalan farmasi (obat dan alat
kesehatan)
disimpan
pada
tempat
yang
terpisah,
sesuai
dengan
pengelompokannya yaitu bentuk sediaan serta jenisnya dan dan disusun secara
alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan
terkunci (double lock). Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik
dan dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat. Lemari
tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan
kecuali dengan membongkarnya. Pada jam kerja, kunci lemari penyimpanan
narkotika dan psikotropika dibawah tanggung jawab Penyelia Instalasi Farmasi,
sedangkan diluar jam kerja kunci lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika
diserahterimakan dengan petugas penanggung jawab pada shift jaga berikutnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
69
Serah terima kunci dilakukan pencatatan dalam buku serah terima kunci. Lemari
tersebut juga dilengkapi kartu stok. Pelaksanaan pengaturan penyimpanan obat
narkotika dan psikotropika oleh petugas farmasi dengan berpedoman pada
ketentuan dan persyaratan SPO.
b.
Peresepan dan catatan pengobatan pasien
Prosedur peresepan dan catatan pengobatan pasien di depo farmasi IRJ 2
sama dengan di depo farmasi IRJ 2 terdapat pada Lampiran 14.
c.
Penyerahan obat
Penyerahan obat dari farmasi ke pasien juga dilakukan di depo farmasi
IRJ 2. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang memenuhi kriteria
yang dipersyaratkan. Kegiatan Harga, Etiket, Timbang, Isi, dan Penyerahan
(HETIP) yang dilakukan di IRJ 2 dilakukan oleh petugas yang berbeda-beda. Hal
ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan penyerahan obat dan apabila terjadi
kesalahan dapat ditelusuri dan diatasi dengan segera karena adanya double check
oleh petugas yang berbeda.
Depo farmasi IRJ 2 juga menerapkan sistem distribusi obat secara
individual
prescription.
Prosedur
penyiapan
obat secara individual
prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan menyiapkan
obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien yang dibuat oleh dokter
penanggung jawab pasien (DPJP). Jumlah
obat diberikan seluruhnya sesuai
yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian peresepan oleh Apoteker.
Adapun prosedur distribusi obat secara individual prescription di depo
IRJ 2 adalah sebagai berikut Lampiran 16.
1) Masuknya resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini
petugas depo farmasi IRJ akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi
persyaratan yang harus dibawa oleh pasien.
2) Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep.
3) Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan
pada skrining resep.
4) Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan. (BPJS dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
70
Jamkesda)
5) Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan
dari skrining dan kajian peresepan obat dan peng-input-an data resep ke
komputer
6) Pembayaran
resep
berdasarkan
billing
resep
untuk
pasien
tunai.
Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati.
7) Pengambilan nomor obat oleh pasien dimana nomor sama dengan nomor
yang ada pada resep.
8) Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket:
9) Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama
pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute
pemberian, dan tanggal kadaluarsa.
10) Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien
atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi.
11) Dispensing obat.
12) Pengecekan obat: benar pasien, benar obat (nama obat), benar dosis, benar
waktu dan frekuensi, benar rute pemberian
13) Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan
klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi
pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar
dokumentasi.
14) Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien.
Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh
Tenaga Kefarmasian dengan kriteria:
15) Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk
menuju loket pengambilan obat.
16) Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih
lanjut.
17) Pencatatan data penerima pada kolom penerimaan di resep obat yaitu nama
penerima, tanda tangan penerima, alamat penerima, nomor telepon pasien
atau penerima obat yang bisa dihubungi.
18) Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
71
pembiayaan pasien.
d.
Pelaporan
Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes (JKN), yaitu:
1) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
2) Laporan penulisan obat generik dan non generik.
3) Laporan analisa penjualan.
4) Laporan jumlah lembar dan jumlah resep.
5) Laporan barang rusak dan kadaluarsa.
3.3.3.3 Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif
(IRI)
Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati yang melayani kegawatdaruratan medik selama 24 jam.
Depo IGD dan IRI buka 24 jam dengan 3 shift dan melayani pasien rawat
inap serta pasien rawat jalan dan Cath lab. Pasien rawat inap terdiri dari
pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU), Neonatus Intensive
Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac
Care Unit (ICCU), dan Intermediate Ward (IW). Sedangkan pasien rawat jalan
merupakan pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang triase, resusitasi, ruang
P2, maupun poli IGD. Alur pelayanan pasien emergency Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati dapat dilihat pada lampiran 16.
IGD terdiri dari beberapa ruangan:
a.
Ruang Triase
Merupakan ruang pemilahan pasien. Dalam ruang ini pasien diperiksa dan
dinilai keparahannya oleh dokter dan perawat, kemudian ditentukan akan masuk
ruang hijau, kuning atau merah untuk penanganan lebih lanjut.
b.
Ruang hijau
Pasien yang masuk ruangan ini adalah pasien non gawat darurat dengan
kondisi tidak terlalu parah seperti dispepsia, vertigo, observasi fibris. Di ruang ini
terdapat poliklinik, tidak terdapat paket dan trolley emergency.
c.
Ruang P2 (Ruang kuning)
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
72
Merupakan ruangan untuk pasien-pasien dengan kondisi cukup buruk
namun tidak mengancam jiwa. Ruangan ini dibagi menjadi ruang bedah dan
ruang non bedah. Terdapat 1 trolley emergency dalam ruangan ini.
d.
Ruang resusitasi (Ruang merah)
Pasien - pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan
kondisi yang parah dan mengancam jiwa. Dalam ruang merah terdapat 1 trolley
emergency, dan paket resusitasi. Trolley emergency digunakan jika terjadi
kegawatdaruratan medik sehingga jika pasien butuh penanganan segera, perawat
tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD untuk mengambil obat maupun alat
kesehatan. Trolley emergency dicek 3 kali setiap hari tiap shift dan dilengkapi
jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP Fatmawati.
Depo IGD dan IRI memiliki 19 SDM dengan 1 apoteker , 14 asisten
apoteker, 3 juru resep, dan 1 petugas administrasi. Pelayanan farmasi di depo
IGD dan IRI setiap harinya dilakukan dalam 3 shift selama 24 jam sehingga
dapat selalu mengantisipasi kebutuhan pasien IGD yang kondisinya dapat
berubah-ubah setiap saat.
Kegiatan depo farmasi IGD dan IRI yaitu melakukan pelayanan farmasi
klinis dan pengelolaan perbekalan farmasi. Kegiatan farmasi klinik di IRI telah
berjalan dengan adanya seorang Apoteker klinis. Beberapa jenis pelayanan
farmasi klinik yang telah dilakukan, antara lain :
a.
Pengkajian Penggunaan Obat : dilakukan dengan cara menyesuaikan antara
obat yang diresepkan oleh dokter dengan rencana pengobatan dalam status
pasien dan pemberian obat oleh perawat yang tercatat dalam kardeks. Selain
itu dilakukan pula analisa kesesuaian obat dengan indikasi terapi, dosis obat,
aturan pakai dan waktu pemberian, rute pemberian, interaksi antar obat, dll.
b.
Monitoring Efek Samping Obat
c.
Pelayanan Informasi Obat: dilakukan pada saat penyerahan obat kepada
pasien yang akan pulang. Pemberian informasi obat pulang di IGD
diutamakan untuk pasien dengan penggunaan obat khusus dan berkelanjutan.
Pengelolaan perbekalan farmasi di depo IGD dan IRI meliputi
perencanaan, pengadaan, dan penerimaan, penyimpanan, distribusi perbekalan
farmasi dan pelaporan. Depo IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
73
kesehatan ke gudang farmasi setiap hari secara online. Penyimpanan perbekalan
farmasi di depo IGD telah diatur sesuai dengan persyaratan dan standar
kefarmasian.
Sistem distribusi obat dan perbekalan farmasi yang diberlakukan di depo
IGD dan IRI adalah sistem individual prescription untuk pasien rawat jalan dan
unit dose untuk pasien rawat inap.
Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD adalah sebagai
berikut:
a.
Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
b.
Laporan pemakaian obat–obat narkotika yang dibuat setiap bulan.
c.
Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
d.
Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
e.
Laporan barang rusak dan expired yang dibuat setiap 3 bulan.
f.
Laporan jumlah dan lembar resep setiap bulan.
3.3.3.4 Depo Farmasi Teratai
Depo Farmasi Teratai berada di lantai pertama gedung teratai. Depo
Farmasi Rawat Inap Teratai (Depo Farmasi Teratai) merupakan depo farmasi
yang menyediakan perbekalan bagi pasien rawat inap Gedung Teratai, Gedung
Prof. Soelarto, dan Gedung Anggrek.
Gedung Teratai terdiri dari enam lantai dengan rincian tiap lantai sebagai
berikut :
a.
Lantai
pertama
yaitu
ruangan
kebidanan
(emergency
kebidanan,
contohnya pada kondisi pre eklampsia berat) dan high care unit di selatan
Teratai.
b.
Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care unit
di selatan Teratai.
c.
Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak - anak (<18 tahun) dan
high care unit di selatan Teratai.
d.
Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di
utara Teratai.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
74
e.
Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high
care unit di selatan Teratai.
f.
Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan kardiovaskular
dan high care unit di selatan Teratai.
Gedung Prof. Soelarto terdiri dari 6 lantai, terletak antara diantara Gedung
Teratai dan Gedung Anggrek dengan perincian sebagai berikut:
a.
Lantai pertama yaitu ruangan perawatan khusus orthopedic kelas 3.
b.
Lantai kedua yaitu ruangan perawatan bedah umum.
c.
Lantai ketiga yaitu ruangan khusus perawatan non bedah.
d.
Lantai keempat yaitu ruangan pasien rehabilitasi medik kelas 1 dan 2
e.
Lantai kelima yaitu ruangan pasien VIP
f.
Lantai keenam yaitu ruangan pasien VIP dan High Care Unit
Gedung Anggrek terbagi menjadi 4 unit, dengan perincian sebagai berikut:
a.
Ruangan VIP : Paviliun Cattelya
b.
Ruangan Eksekutif : Paviliun Vanda, Paviliun Kalante dan Paviliun Larat.
c.
Ruangan kelas I : Paviliun Bulan dan Paviliun Cordelia
d.
Unit Stroke
Setiap lantai atau unit ruangan memiliki petugas yang menjadi
penanggung jawab pelayanan. Depo ini memiliki jumlah sumber daya manusia
sebanyak 41 orang, dengan perincian Apoteker sebanyak 5 orang, tenaga teknis
kefarmasian sebanyak 22 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 8 orang, dan
juru resep sebanyak 6 orang. Kegiatan yang dilakukan di Depo Farmasi Teratai
meliputi pengadaan obat, penerimaan obat, penyimpanan obat, penyiapan obat,
distribusi obat dan dokumentasi.
a.
Pengadaan obat
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari
Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian
kebutuhan ke gudang farmasi yang diinput ke komputer yang online dengan
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS).
b.
Penerimaan
Pelaksanaan pemeriksaan penerimaan perbekalan farmasi yang dikirim
dari gudang farmasi oleh petugas depo farmasi dengan melakukan pemeriksaan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
75
kecocokan perbekalan farmasi dengan dokumen print out bukti transfer dari
gudang farmasi.
c.
Penyimpanan obat
Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan
bentuk sediaan dan kestabilan yang disusun berdasarkan alfabetis dan sistem
FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Penyimpanan
obat high alert dilakukan secara khusus dalam lemari penyimpanan obat yang
bertanda khusus (stiker high alert) dan ditempel stiker high alert pada setiap
kemasan. Penyimpanan narkotika dan psikotropika di instalasi farmasi secara
teratur di lemari khusus narkotika dan lemari khusus psikotropika, terkunci dan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Dicatat jumlah penerimaan obat
dan penggunaannya dalam kartu stok. Obat LASA (Look Alike Sound Alike)
penyusunannya diberi jarak 2 box antar obat LASA dan diberikan stiker
LASA.
d.
Distribusi obat
Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam,
diantaranya
yaitu
sistem
distribusi
Unit Dose Dispensing (UDD), sistem
distribusi resep individual, dan sistem paket.
1) Distribusi unit dose adalah penyampaian obat kepada pasien sesuai
permintaan dokter berupa kemasan unit tunggal untuk sekali pakai dan obat
disiapkan untuk pemakaian selama 24 jam.
2) Distribusi resep individual adalah penyampaian obat oleh IFRS meliputi
penyiapan etiket sesuai dengan identitas pasien dan sesuai dengan signa yang
teretra pada resep yang ditujukan bagi pasien tersebut.
3) Sistem distribusi floor stock
Pada sistem distribusi floor stock, kelompok obat dan alat kesehatan tertentu
disimpan di ruang perawatan untuk digunakan oleh seluruh pasien. Obat yang
termasuk dalam kelompok ini adalah obat penggunaan umum yang terdiri
dari obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh KFT dan IFRS
yang tersedia di unit perawat. Sistem distribusi floor stock juga diterapkan
pada penggunaan obat dan alat kesehatan yang ada di dalam lemari/ troli
emergency. Depo Teratai memiliki beberapa troli emergency yang berisi obat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
76
dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di ruang HCU
(High Care Unit) yang ada di setiap lantai gedung. Tiap troli emergency
berisi obat dan alat kesehatan dengan jumlah yang telah distandardisasi.
4) Sistem distribusi paket dilakukan khusus untuk pasien kebidanan yang terdiri
dari 8 paket yaitu Paket Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Paket
Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket Partus Sectio,
Paket Abortus Curetage, Paket Haemorrhagic Post Partum (HPP), Paket
Preeklamsi Berat (PEB) dan Paket Partus Normal.
Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem UDD dan Resep
Individual di depo farmasi dilakukan berdasarkan resep dokter dan hanya untuk
pelayanan pasien. Depo farmasi rawat inap hanya melayani resep pasien rawat
inap internal dari RSUP Fatmawati. Alur pendistribusian perbekalan farmasi ke
ruangan rawat inap dapat dilihat di Lampiran 18.
1) Peresepan
Penulisan resep dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP)
atau oleh dokter yang mewakili DPJP di RSUP Fatmawati dalam lembar resep
dengan aturan dan SPO di RSUP Fatmawati dan dicatat di rekam medik pasien di
catatan pemberian dan pemantauan obat pasien.
2) Skrining resep
Pelaksanaan distribusi perbekalan farmasi dilakukan dengan pelaksanaan
pengkajian resep sesuai dengan SPO pengkajian resep dan dilakukan klarifikasi
resep apabila ada ketidaklengkapan data dalam resep. Skrining resep dilakukan
untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan administratif, farmasetis
dan klinis. Pengkajian/skrining resep oleh apoteker atau penyelia instalasi farmasi
untuk menilai kelengkapan resep.
3) Penyiapan Perbekalan Farmasi
Perbekalan Farmasi disiapkan sesuai dengan sistem distribusi yang
digunakan. Untuk pasien rawat inap pada umumnya menggunakan sistem UDD.
Pada sistem unit dose dispensing (UDD) obat disiapkan sejumlah dosis harian
yang dibutuhkan pasien selama menjalani rawat inap untuk pemakaian selama 24
jam berdasarkan daftar obat yang tertera pada formulir catatan pemberian dan
pemantauan obat pasien. Pada pasien pulang digunakan sistem resep individual,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
77
obat disiapkan sesuai dengan kebutuhan resep dan pada pasien kebidanan
perbekalan farmasi disiapkan sesuai dengan paket pasien.
Obat-obat bawaan pasien (obat rekonsiliasi) yang digunakan selama terapi
di RSUP Fatmawati, diserahkan oleh perawat kepada petugas depo farmasi
dengan mencatat pada buku serah terima obat. Penyimpanan obat bawaan pasien
di depo farmasi oleh petugas depo farmasi di dalam box obat bawaan pasien. Obat
tersebut disiapkan bersama dengan obat lainnya di depo farmasi. Alur rekonsiliasi
obat dapat dilihat pada lampiran 19.
Untuk menghindari kesalahan dalam penggunaannya, pengenceran KCl
7.46% dan Natrium bicarbonat (Meylon 8.4%) dilakukan oleh petugas di depo
farmasi teratai. Penyiapan obat high alert yang akan dilarutkan harus sesuai
dengan 5 benar yaitu benar obat, benar dosis, benar rute pemberian, benar waktu
dan frekuensi pemberian. Pencampuran obat high alert dalam bentuk injeksi harus
dilakukan dengan metode aseptik (steril) untuk menjaga mutu dan kualitas produk
serta sebagai upaya menghindari kesalahan dalam penggunaannya. KCl 7.46%
injeksi harus diencerkan sebelum digunakan dengan perbandingan 1 ml KCl : 10
ml pelarut (WFI/ NaCl 0.9%). Konsentrasi maksimum KCl adalah 10 mEq/100
ml. Natrium bicarbonat (meylon vial 8.4%) injeksi harus diencerkan sebelum
digunakan. Untuk penggunaan bolus, Natrium bicarbonat diencerkan dengan
perbandingan 1 ml Na Bicarbonat : 1 ml pelarut WFI. Petugas memberikan label
obat high alert dan label identitas pada setiap infus yang berisi data tentang nama
pasien, nomor rekam medik, nama obat, dosis obat, pelarut dan volume pelarut,
rute pemberian, tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa setelah pelarutan obat.
Alur pencampuran injeksi obat high alert di depo farmasi rawat inap dapat dilihat
pada lampiran 20.
Sebelum didistribusrikan ke ruangan perawatan pasien, petugas harus
melakukan pemeriksaan 5 benar yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar
cara pemberian dan benar waktu pemberian.
4) Serah terima perbekalan farmasi
Penyerahan perbekalan farmasi pasien dengan perawat adalah proses
penyerahan perbekalan farmasi yang akan digunakan untuk pengobatan rawat
inap oleh petugas farmasi dengan perawat ruangan. Seluruh obat pasien rawat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
78
inap yang telah disiapkan dalam bentuk unit dose dispensing oleh petugas farmasi
dikirim ke ruanng perawatan pasien dan dilakukan serah terima dengan perawat
ruangan dengan menggunakan prosedur serah terima perbekalan farmasi dengan
perawat. Hal ini dilakukan untuk menjamin kebenaran dan keamanan perbekalan
farmasi. Penempatan obat oral dalam laci kereta obat secara terpisah untuk setiap
pasien dilakukan oleh petugas depo farmasi di depo farmasi. Penyiapan obat oral,
injeksi dan alat kesehatan yang telah disiapkan secara unit dose dispensing dicatat
dalam buku serah terima obat per ruangan oleh petugas depo farmasi. Pengiriman
kereta obat pada pukul 14.00-15.30 ke ruangan untuk diserah terimakan dari
asisten apoteker penanggung jawab ruangan kepada perawat di ruangan yang
bersangkutan dengan pengecekan yang meliputi 7 benar yaitu (a) benar obat, (b)
benar dosis, (c) benar aturan pakai dan waktu pemberian, (d) benar rute
pemberian, (e) benar pasien, (f) benar informasi dan (g) benar dokumentasi.
Pelaksanaan pengecekan kondisi perbekalan farmasi yang diterima oleh
perawat ruangan dengan memeriksa
a)
Jumlah perbekalan farmasi
b) Bentuk sediaan obat
c)
Jenis perbekalan farmasi
d) Tanggal expired date
Pelaksanaan penandatanganan serah terima perbekalan farmasi di buku
serah terima oleh perawat ruangan dengan melengkapi data:
a)
Waktu (tanggal/bulan/tahun/jam)
b) Nama ruangan IRNA
c)
Nama pemberi dan penerima
Alur serah terima perbekalan farmasi di ruangan perawat dapat dilihat pada
lampiran 21.
e.
Dokumentasi
Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya
dengan depo-depo farmasi lainnya, di antaranya adalah:
1) Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
2) Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan.
3) Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
79
setiap bulan.
4) Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
5) Laporan barang rusak dan expired yang dibuat setiap 3 bulan.
6) Laporan medication error
3.4 Farmasi Klinis RSUP Fatmawati
Dalam menunjang pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati dilakukan
kegiatan farmasi klinis yang meliputi pengkajian penggunaan obat, visite,
monitoring efek samping, pelayanan informasi obat, edukasi farmasi dan
konseling.
3.4.1
Pengkajian Penggunaan Obat
Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengkajian
penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan
sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan pengkajian
penggunaan obat adalah :
a.
Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
pada pelayanan kesehatan / dokter tertentu.
b.
Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter
satu dengan yang lain.
c.
Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.
d.
Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian
penggunaan obat antara lain :
a.
Indikator peresepan
b.
Indikator pelayanan
c.
Indikator fasilitas
Berdasarkan
Standar
Prosedur
Operasional
RSUP
Fatmawati,
pengkajian penggunaan obat adalah rangkaian proses analisa dan audit secara
retrospektif dan prospektif terhadap tatalaksana pengobatan pasien yang
menjalani pengobatan di RSUP Fatmawati. Tujuan dari pengkajian penggunaan
obat di RSUP Fatmawati adalah :
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
80
a.
Tercapainya rasionalisasi penggunaan obat.
b.
Terjaminnya kebenaran proses terapi pasien selama menjalani perawatan di
RSUP Fatmawati.
c.
Terwujudnya pencegahan kesalahan dalam pelayanan obat pasien.
d.
Tersedianya standar prosedur operasional (SPO) tentang pengkajian.
penggunaan obat pasien di RSUP Fatmawati guna pengatasan terhadap
adanya Drug Related Problems (DRPs).
Seluruh penggunaan obat pada pasien di RSUP Fatmawati dilakukan
evaluasi dan pengkajian dengan menggunakan prosedur Pengkajian Penggunaan
Obat yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang telah memenuhi standar
kualifikasi yang dipersyaratkan. Kegiatan
pengkajian penggunaan
dilakukan dengan menggunakan Standar
Prosedur
obat
Operasional (SPO)
pengkajian penggunaan obat yaitu dengan melakukan :
a.
Analisa kesesuaian obat dengan indikasi terapi, dosis obat, aturan pakai dan
waktu pemberian, dan rute pemberian.
b.
Potensial dan aktual efek samping obat (ESO)
c.
Potensial dan aktual duplikasi terapi dengan membandingkan antara obat
yang akan digunakan saat ini dengan obat yang telah diberikan sebelumnya.
d.
Respon alergi dan reaksi hipersensitifitas lainnya.
e.
Interaksi antar obat dengan obat
f.
Interaksi obat dengan makanan
g.
Keberhasilan pengobatan dengan menilai
fungsi ginjal pada obat
nefrotoksik, fungsi hepar untuk obat menginduksi hepatotoksik, tanda infeksi
pada obat antibiotik, keluhan nyeri untuk obat analgetik, koagulasi darah
untuk obat antikoagulan, terhadap kontraindikasi obat dengan kondisi pasien
seperti kontra indikasi obat untuk pasien hamil atau sedang masa menyusui.
h.
Analisa terhadap biaya pengobatan pasien
i.
Pelaksanaan kegiatan komunikasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP) untuk konfirmasi bila ditemukan adanya masalah pada pengobatan
(drug related problem‟s-DRPs)
j.
Pelaksanaan kegiatan komunikasi dan klarifikasi untuk problem solving
dengan klarifikasi dan komunikasi verbal langsung dengan dokter DPJP.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
81
Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung maka dilakukan
degan komunikasi melalui telepon.
Pembuatan dan penyusunan saran rekomendasi pengatasan DRP‟s dengan
k.
menghentikan pengobatan, mengganti dengan obat yang lebih aman,
mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis obat, atau monitoring obat
secara intensive.
l.
Pelaksanaan penyusunan laporan hasil kajian oleh Apoteker pelaksana
dengan penyusunan laporan dan penentuan kesimpulan apakah rasional atau
tidak rasional.
3.4.2
Visite
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan
apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi
yang lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi
secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses
penetapan keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan
oleh apoteker bertujuan untuk :
a.
Meningkatkan
pemahaman
mengenai
riwayat
pengobatan
pasien,
perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komprehensif;
b.
Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk
sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien;
c.
Memberikan rekomendasi sebelum keputusan
klinik ditetapkan dalam
pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi;
d.
Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan
obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya;
Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang harus
dipertimbangkan
adalah
jumlah
sumber
daya
manusia
(apoteker).
Terkait keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang
menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat
menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut:
a.
Pasien baru (dalam 24 jam pertama);
b.
Pasien dalam perawatan intensif;
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
82
c.
Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat;
d.
Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan
ginjal;
e.
Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis
(critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar
albumin. Nilai kritis pemeriksaan laboratorium dapat dilihat di lampiran 22.
f.
Pasien
yang
mendapatkan
obat
yang
mempunyai
indeks
terapi
sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD)
yang fatal.
Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan
pelayanan
visite
maka
langkah
selanjutnya
yang
dilakukan
adalah
mengumpulkan informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh
dari rekam medik, wawancara dengan pasien / keluarga. Setelah informasi
didapatkan
maka selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat.
Pengkajian yang dilakukan yaitu pengkajian bagi pasien yang mendapatkan
obat yang memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat
baik yang aktual (nyata terjadi) maupun yang potensial (mungkin terjadi).
3.4.3
Monitoring Efek Samping
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek
samping. Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap
obat yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Efek samping tidak mungkin dihindari / dihilangkan sama sekali, tetapi dapat
ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor - faktor
risiko. Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan
begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Adanya
efek samping obat dapat meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan
penderitaan,
meningkatkan perawatan / perpanjangan masa perawatan, dan
dapat menyebabkan kematian. Alur pemantauan efek samping obat dapat dilihat
pada Lampiran 23.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
83
MESO dapat berguna bagi beberapa pihak, diantaranya bagi badan
pengawas obat, perusahaan obat, dan bagi akademis. Beberapa tujuan
diadakannya MESO diantaranya adalah :
a.
Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat,
tidak dikenal dan frekuensinya jarang
b.
Menentukan frekuensi dan insiden efek samping obat baik yang
sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan
c.
Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka kejadian efek
samping obat
d.
Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan
e.
Membuat peraturan yang sesuai
f.
Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan
g.
Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO
MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a.
Laporan insidentil
Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit
atau laporan kasus di majalah.
b.
Laporan sukarela
Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat.
c.
Laporan intensif di RS
Data
yang
diperoleh
untuk
laporan
ini
berasal
dari
data
yang
terkumpul kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan
lain - lain). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim.
d.
Laporan wajib
Ada peraturan
yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan
efek samping obat di tempat tugas / praktek sehari - hari.
e.
Laporan catatan
3.4.4
Pelayanan Informasi Obat
RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang
dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
84
pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga,
efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi,
farmakokinetik/farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan,
cara pemberian, komposisi, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta
pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka
dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat
penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi/efek samping obat
yang pernah dialami pasien. Berbagai literatur telah digunakan di pelayanan
informasi obat RSUP Fatmawati, baik literatur primer, sekunder, maupun tersier.
Alur proses menjawab pertanyaan pada kegiatan pelayanan informasi obat di
RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 24.
3.4.5 Konseling
Kegiatan konseling di RSUP Fatmawati berupa pemberian penjelasan dan
pemahaman kepada pasien mengenai pengobatan yang diperoleh oleh pasien
dengan tujuan dapat menimbulkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
secara benar dan aman. Prosedur konseling obat adalah tata cara dalam
pemberian pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang
benar dan aman. Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap
maupun rawat jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat
menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan
sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan
kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur konseling obat.
Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh
apoteker pada pasien dengan kriteria :
a.
Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker.
b.
Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker.
c.
Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang
akan pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
85
Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh
apoteker di ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konseling obat pada
pasien rawat jalan dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien
tertentu diantaranya:
a.
Pasien dengan rujukan dokter untuk konseling dengan apoteker.
b.
Pasien dengan keinginan sendiri untuk konseling dengan apoteker.
c.
Pasien dengan penggunaan obat khusus, seperti:
d.
Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi).
e.
Pasien dengan pengobatan kronis.
f.
Pasien dengan riwayat alergi.
g.
Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi.
h.
Pasien
dengan
pengobatan
khusus
seperti
pengobatan
Kemoterapi,
pengobatan HIV / AIDS, pengobatan Tuberkulosis.
Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konseling
dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat
oleh apoteker dengan tahapan berikut:
a.
Perkenalan.
b.
Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya.
c . Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap.
Penjelasan obat meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat,
cara pemakaian obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping
obat yang mungkin terjadi, cara pemakaian obat yang benar, interaksi
antara obat dan makanan baik yang potensial maupun aktual, dan informasi
lain yang mendukung.
d.
Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan.
e.
Penutup.
3.5 Peran Lintas Farmasi Terkait dalam Pelayanan Farmasi di RSUP
Fatmawati
3.5.1
Komite Farmasi dan Terapi (KFT)
Badan yang membantu pimpinan rumah sakit untuk menetapkan kebijakan
menyeluruh tentang pengelolaan dan penggunaan obat di RSUP Fatmawati
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
86
disebut Komite Farmasi dan Terapi (KFT). Manfaat KFT antara lain untuk
membangun hubungan kerja sama yang baik antara farmasi dan tenaga kesehatan
lainnya untuk menyusun formularium rumah sakit. Ketua KFT yaitu dokter,
sekretaris KFT berasal dari apoteker. Anggota KFT terdiri dari dokter, apoteker,
dan perawat.
3.5.1.1 Tugas Komite Farmasi dan Terapi
Tugas Komite Farmasi dan Terapi di RSUP Fatmawati yaitu:
a. Monitoring dan evaluasi perencanaan obat dan alat kesehatan habis pakai
b. Monitoring dan evaluasi pencegahan obat dan alat kesehatan habis pakai
c. Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat dan alat kesehatan habis pakai
d. Mengendalikan pemakaian obat sesuai formularium
e. Mengendalikan dan memonitor pembayaran pembelian obat dan alat
f. Kesehatan habis pakai
3.5.1.2 Kegiatan Pokok Komite Farmasi Terapi RSUP Fatmawati
Kegiatan Pokok Komite Terapi RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut:
a.
Revisi formularium.
b.
Pembuatan Addendum Formularium, Standar Terapi dan Antibiotic
Guideline.
c.
Pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.
d.
Edukasi staf farmasi dan profesi lain.
e.
Monitoring efek samping obat.
f.
Rapat rutin.
g.
Memberikan rekomendasi dalam pemilihan penggunaan obat dan alkes habis
pakai.
h.
Menyusun formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan
i.
alkes habis pakai di rumah sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan
ecara berkala.
j.
Menyusun Antibiotic Guideline bersama-sama dengan Sub Komite
KFT bertugas untuk menyusun standar diagnosa dan terapi, formularium
RSUP Fatmawati, tata laksana obat, pengkajian penggunaan obat, dan monitoring
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
87
efek samping obat. RSUP Fatmawati telah menerbitkan formularium sebanyak
enam kali yaitu pada tahun 1990, 1995, 2003, 2007, 2010, dan tahun 2012.
Berdasarkan SK Direktur Utama RSUP Fatmawati tentang Pemberlakuan
Formularium RSUP Fatmawati Edisi VI tahun 2012, Formularium RSUP
Fatmawati disusun atas dasar masukan Satuan Medik Fungsional (SMF) melalui
KFT, dengan mengutamakan penggunaan Obat Generik. Formularium RSUP
Fatmawati digunakan sebagai acuan Instalasi Farmasi dalam perencanaan dan
pengadaan obat di RSUP Fatmawati, sehingga penatalaksanaan obat dapat
dilakukan secara efektif dan efisien. Penggunaan obat-obat yang tercantum dalam
Formularium RSUP Fatmawati merupakan tanggung jawab profesional dokter dan
apoteker dalam pengobatan kepada pasien. Apabila ada alasan rasional untuk
tidak menggunakan obat yang tidak tercantum dalam formularium, maka dapat
dimintakan izin kepada KFT dengan mengisi Formulir Permintaan Obat Non
Formularium.
3.5.2 Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB)
Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) merupakan instalasi yang
bertanggung jawab atas proses sterilisasi alat-alat medik dan pencucian linen
rumah sakit. Adanya ISB di Rumah Sakit Fatmawati adalah sebagai upaya
pencegahan Health Care Associated Infections (HAIs) di rumah sakit. ISB RSUP
Fatmawati Dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi yang merupakan Apoteker.
Kepala Instalasi dibantu oleh dua orang koordinator, yaitu koordinator sterilisasi
dan koordinator binatu. Koordinator sterilisasi membawahi dua orang penanggung
jawab, yaitu penanggung jawab dekontaminasi dan sterilisasi serta penanggung
jawab pengawasan mutu sterilisasi dan alkes habis pakai. Koordinator binatu
membawahi dua orang penanggung jawab, yaitu penanggung jawab binatu dan
penjahitan serta penanggung jawab pengawasan mutu dan distribusi linen.
Struktur organisasi ISB dapat dilihat pada Lampiran 25.
Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) terdiri dari dua bagian yaitu sterilisasi
dan binatu. Sterilisasi merupakan tempat dilaksanakannya proses sterilisasi alatalat medik dan alat lain. Sterilisasi bertanggung jawab atas penerimaan dan
pendistribusian semua alat/instrumen yang memerlukan kondisis steril. Binatu
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
88
merupakan tempat dilaksanakannya proses pencucian linen rumah sakit. Binatu
bertanggung jawab atas penerimaan dan pendistribusian semua linen yang
memerlukan kondisi bersih, terbebas dari noda/kotoran dan mikroorganisme
penyebab infeksi, kering, rapi, utuh, dan siap pakai.
Bagian sterilisasi terletak di lantai satu Instalasi Bedah Sentral, denah
ruangan dapat dilihat pada Lampiran 26. Proses sterilisasi adalah langkah–langkah
dalam melakukan kegiatan sterilisasi baik instrumen logam, linen, kassa, dan
karet, untuk menghilangkan spora yang ada pada alat tersebut. Sterilisasi hanya
digunakan untuk alat-alat kritis yaitu alat medis yang masuk ke dalam jaringan
tubuh steril atau sistem pembuluh darah. Proses sterilisasi dimulai dari
dekontaminasi alat. Dekontaminasi adalah proses fisik atau kimia untuk
membersihkan benda-benda yang mungkin terkontaminasi oleh mikroba yang
berbahaya sehingga aman untuk proses selanjutnya. Proses dekontaminasi terdiri
dari perendaman, pencucian dan pembilasan. Perendaman dilakukan dengan air
biasa, air hangat, dan detergen enzimatik. Pencucian dilakukan dengan
menggunakan sikat untuk menghilangkan noda-noda yg menempel. Pembilasan
dilakukan dengan air mengalir. Proses dekontaminasi selain dilakukan secara
manual dapat juga dilakukan dengan menggunakan mesin Miele.
Proses selanjutnya adalah pengeringan dengan menggunakan handuk dan
kompresor. Alat yang sudah kering kemudian dikemas dengan menggunakan
linen, pouches, atau rigid container dan diberi indikator internal. Pouches
kemudian direkatkan dengan mesin perekat. Untuk kemasan linen dan rigid
container diberi indikator autoclave tape. Kemasan jadi diberi label aplikator yang
berisi no lot, no alat, waktu sterilisasi, dan tanggal kadaluarsa.
Alat yang sudah dikemas disusun pada troli sesuai dengan ketentuan,
sehingga dapat dapat menjangkau bagian yang paling sulit. Alat yang akan
disterilkan dicatat pada formulir, kemudian alat dimasukkan ke mesin sterilisasi.
Metode sterilisasi yang digunakan di ISB adalah Autoclave/panas basah untuk alat
yang tahan panas dan low temperature dengan menggunakan H2O2/plasma untuk
alat yang tidak tahan panas. Sterilisasi dengan Autoclave dilakukan pada suhu
134oC untuk bahan logam, linen dan kassa serta suhu 121oC untuk bahan karet.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
89
Alat yang sudah disterilisasi disimpan sementara di gudang steril atau
didistribusikan ke ruangan masing-masing.
Binatu merupakan tempat dilaksanakannya proses pencucian linen rumah
sakit. Tujuan dilakukan pencucian:
a.
Membersihkan linen dari kotoran dan noda
b.
Mengembalikan kecemarlangan warna linen
c.
Membunuh bakteri dan kuman pada linen
d.
Memperpanjang umur linen
e.
Menjaga sifat-sifat asli warna linen
Pencucian
dimulai
dari
penerimaan
linen
kotor
dari
ruangan,
penimbangan, pemilahan, pencucian, pengeringan, pelicinan, pengemasan, dan
penyimpanan/pendistribusian. Linen yang diterima dari tiap-tiap rungan
ditimbang dan dicatat pada formulir penerimaan linen. Pemilahan linen dilakukan
berdasarkan kriteria:
a.
Linen dari OK non infeksius dan infeksius
b.
Linen putih non infeksius dan infeksius
c.
Linen berwarna non infeksius dan infeksius
d.
Linen bayi non infeksius dan infeksius
Area infeksius dan non infeksius dipisahkan dengan garis merah. Linen
yang sudah dipisahkan kemudian ditimbang kembali untuk disesuaikan dengan
kapasitas mesin cuci. Pencucian harus seimbang antara gaya mekanik, chemical,
teperatur, waktu pencucian, prosedur, kualitas air, jenis pengotor, dan jenis linen.
Chemical yang digunakan dalam proses pencucian antara lain emulsifier, alkali,
detergen, l-chloro bleach, oxygen bleach, neutralizer, softener, disinfektan.
Setelah proses pencucian selesai linen dikeringkan di mesin pengering.
Linen yang akan dikeringkan dipisahkan berdasarkan ketebalannnya untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Linen sebaiknya jangan terlalu kering, karena
dapat menyebabkan hasil pelicinan kurang halus.
Proses pelicinan adalah proses menghaluskan permukaan linen dengan
menggunakan plat panas. Metode pelicinan terdiri dari flatwork ironer dan
pressing machine. Linen yang telah dilicinkan kemudian dilipat dan dirapikan
untuk memudahkan dalam penyimpanan dan distribusinya. Linen selanjutnya di
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
90
simpan di ruang penyimpanan linen, untuk kemudian didistribusikan ke ruangan
masing-masing
3.6 Instalasi Sanitasi dan Pertamanan (ISP) RSUP Fatmawati
Instalasi Sanitasi dan Pertamanan (ISP) merupakan instalasi yang
bertanggung jawab terhadap program pengawasan kualitas air bersih, program
pengelolaan air limbah, program penanganan sampah, program pengawasan
penanganan makanan dan minuman di rumah sakit, program penyehatan tempat
pencucian linen rumah sakit, program pengendalian serangga, tikus dan binatang
pengganggu, program penyehatan lingkungan kerja, program disinfeksi dan
sterilisasi di rumah sakit, program perlindungan radiasi, dan program upaya
penyuluhan kesehatan lingkungan serta program pemeliharaan taman rumah sakit.
Limbah cair Di RSUP Fatmwati diolah secara sentralisasi. Secara teknis,
limbah cair dari seluruh bagian akan ditampung di bak penampungan (RSUP
Fatmawati saat ini memiliki 16 bak pengumpul limbah cair). Cairan yang
terkumpul akan dipompa masuk ke sistem pengolahan (proses floatasi). Setelah
dilakukan floatasi, globul–globul yang terbentuk diendapkan di bak sedimentasi
(untuk memisahkan partikel sampah dengan air sehingga diperoleh cairan yang
lebih bersih dari sebelumnya). Selanjutnya cairan tersebut dialirkan ke bak aerasi.
Pada tahap ini umumnya terjadi proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan
organik oleh mikroorganisme yang tumbuh di dalamnya. Di dalam bak ini oksigen
dialirkan secara continue dengan tujuan agar proses biologis dalam menguraikan
bahan organik bisa berjalan lebih cepat. Tahap selanjutnya adalah klorinasi dalam
bak klorinasi. Tujuan klorinasi adalah untuk mendesinfeksi cairan yang telah
diperoleh dari hasil aerasi. Tahap terakhir dari pengolahan air limbah ini yaitu
penyaringan (filtrasi). Pada tahap ini digunakan pasir dan karbon sebagai media
filter. RSUP Fatmawati melakukan pemeriksaan kualitas air hasil olahan limbah
setiap hari. Dalam pemeriksaan tersebut, indikator mutu yang digunakan adalah
pH, suhu, Total Disolve Solid (TDS), Total Solve Solid (TSS), COD, DOD
kandungan zat organik dan amoniak.
Pengolahan limbah padat di RSUP Fatmawati tidak dilakukan sendiri
melainkan
bekerjasama
dengan
perusahaan
pengolah
limbah.
Prosedur
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
91
Penanganan Limbah Sitostatik dan Medis di Rumah Sakit Fatmawati adalah
sebagai berikut. Sampah medis di kumpulkan berdasarkan jenisnya yaitu: sampah
jarum suntik, sampah sitotoksik (kantong plastik warna ungu) dan sampah
infeksius (kantong plastik warna kuning). Sampah medis tersebut diangkut oleh
petugas kebersihan yang telah dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) yang
sesuai di masing-masing ruangan. Sampah dalam plastik yang sudah penuh
dikeluarkan dari tempat atau bak sampah kemudian ditutup kuat dan diganti
kembali bak sampah tersebut dengan plastik sesuai peruntukannya. Sampah yang
sudah diikat dimasukkan ke dalam sulo dorong (tempat sampah berukuran besar).
Sulo dorong yang berisi sampah medis tersebut diangkut atau di bawa ke TPS
(tempat pembuangan sampah) sesuai jenisnya oleh petugas cleaning service.
Penggunaan rute atau jalur pengangkutan sampah tidak boleh bersamaan dengan
rute pengiriman makanan pasien dan jam besuk keluarga pasien. Pengangkutan
sampah di ruangan dilakukan setiap hari sebanyak 2 kali sehari (pukul 06.0009.00 WIB dan 15.00-19.00 WIB). Pembuangan sampah medis dilakukan di TPS
sampah medis. Di dalam TPS sampah medis sudah disediakan BIN (tempat
sampah tertutup) berwarna kuning yang digunakan untuk menyimpan atau
menampung sampah medis, benda tajam dan sampah sitotoksik. Sampah
dimasukkan ke dalam BIN berwarna kuning oleh pembawa sampah (cleaning
service). BIN yang sudah diisi sampah medis ditutup kembali agar tidak ada
paparan dari sampah medis ke lingkungan sekitar dan di catat jumlah sampah
yang di buang ke TPS dalam formulir: “penerimaan sampah medis ruangan” yang
telah disediakan di TPS sampah medis oleh pembawa sampah tersebut.
Penyimpanan sampah medis di TPS tidak boleh lebih dari 24 jam pada musim
kemarau dan 48 jam pada musim hujan. Sampah medis dalam BIN tersebut
selanjutnya diangkut oleh perusahaan pengolah sampah untuk dibakar di
incenerator. Petugas pengangkut harus mencuci tangan setelah menyelesaikan
pekerjaan tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati didirikan pada tahun 1953
oleh Ibu Fatmawati sebagai RS Tuberkulose Anak. Pada tahun 1984 resmi sebagai
RS Rujukan Wilayah Jakarta Selatan. Tahun 2010 RSUP Fatmawati menjadi
Rumah Sakit Kelas A Pendidikan yang sekaligus berhasil memenuhi standar
Paripurna Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Dan pada Desember 2013,
RSUP Fatmawati berhasil mempertahankan standar Paripurna KARS dan juga
lulus akreditasi Joint Commission International (JCI).
Sebagai rumah sakit yang telah berstandar internasional, sudah semestinya
RSUP Fatmawati dapat memberikan pelayanan yang optimal, termasuk
didalamnya pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian harus menjamin
ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman
dan terjangkau bagi pasien. Melalui Instalasi Farmasi, diharapkan pelayanan
kefarmasian di RSUP Fatmawati dapat terpenuhi dengan baik.
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dipimpin oleh seorang Apoteker yang
bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan. Kepala Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati membawahi 3 Koordinator, yaitu Koordinator
Penunjang dan Administrasi Umum, Koordinator Perbekalan Farmasi, dan
Koordinator Pelayanan Farmasi.
Koordinator Penunjang dan Administrasi Umum membawahi Penyelia
Tata Usaha dan SDM Farmasi, Penyelia Pencatatan dan Pelaporan, dan Penyelia
Sistem Informasi. Kegiatan yang dilakukan adalah pencatatan, pelaporan, dan
pengarsipan secara rutin dalam perode bulanan dan tahunan baik secara manual
atau komputerisasi melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). Tujuannya
agar tercapai tertib administrasi perkantoran, pelaporan, dan penyimpanan
informasi secara berkesinambungan.
Kegiatan pencatatan berupa pembukuan surat masuk dan surat keluar.
Sedangkan kegiatan pelaporan yang dilakukan antara lain laporan keuangan dan
laporan pengeluaran barang farmasi, laporan Narkotika, laporan Psikotropika,
92
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
93
laporan generik dan non generik, laporan tagihan depo farmasi, laporan kegiatan,
dan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi. Dan kegiatan pengarsipan yang
dilakukan berupa pemisahan arsip surat masuk/surat keluar/SK Direktur RSUP
Fatmaswati/SK Kemenkes, arsip kepegawaian, arsip laporan-laporan, arsip resep
rawat jalan dan rawat inap, arsip absensi dan catatan lembur pegawai Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati, dan arsip rekapitulasi pengadaan bulanan.
Laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dibuat berdasarkan
data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat narkotika dan psikotropika di
Gudang Farmasi dan di seluruh depo-depo farmasi. Pengambilan data obat
narkotika dilakukan setiap akhir bulan dan setiap akhir tahun untuk obat
psikotropika. Pelaporan narkotika dan psikotropika di RSUP Fatmawati belum
menggunakan aplikasi online, yaitu SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika), namun masih menggunakan cara manual sehingga seringkali terjadi
keterlambatan pengiriman berkas pelaporan narkotika dan psikotropika. Hal ini
dikarenakan keterbatasan akses internet di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.
Selain itu, terjadinya keterlambatan pengiriman berkas ini juga disebabkan oleh
keterlambatan pengiriman data dari masing-masing depo farmasi.
Pada dasarnya, pelaporan secara manual tidak menyalahi aturan. Namun
penggunaan SIPNAP akan lebih memudahkan instalasi farmasi dalam
pelaporanan narkotika dan psikotropika. Pengiriman berkas pelaporan ke Dinas
Kesehatan Jakarta Selatan dapat dilakukan dengan segera, tanpa harus melalui
prosedur pengiriman manual. Manfaat lainnya adalah lebih memudahkan
pemerintah dalam melakukan rekapitulasi laporan narkotika dan psikotropika dari
seluruh Indonesia sehingga pemerintah dapat memiliki data penggunaan narkotika
dan psikotropika yang akurat, valid, dan real time.
Penyelia Sistem Informasi bertanggung jawab terhadap sistem informasi
farmasi yang merupakan sistem komputerisasi manajemen pengelolaan persediaan
perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi yang
terintegrasi dengan sistem komputerisasi rumah sakit. Sistem informasi farmasi
dikenal dengan istilah Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), yaitu suatu program
yang terdiri dari aplikasi referensi, setting, katalog, tarif, pengadaan, mutasi,
distribusi, dan pelaporan perbekalan farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
94
Koordinator perbekalan farmasi membawahi penyelia gudang farmasi,
penyelia perencanaan, penyelia distribusi, penyelia produksi farmasi, penyelia
IBS, dan penyelia gudang farmasi teratai. Di gudang farmasi RSUP Fatmawati
terdapat 3 orang penyelia, yaitu penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan
perbekalan farmasi, dan penyelia penerimaan dan distribusi. Kegiatan yang
dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati antara lain perencanaan dan
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pencatatan, pendistribusian, dan pelaporan
perbekalan farmasi.
Perencanaan yang dibuat merujuk pada Formularium Nasional (FORNAS)
dan Formularium RSUP Fatmawati 2012. Selain itu, DPHO Askes 2013 juga
masih digunakan sampai e-catalogue siap direalisasikan. Untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan
tersebut
dilakukan
kegiatan
pengadaan
melalui
pembelian, baik secara e-catalogue maupun lelang, produksi/pembuatan sediaan
farmasi,
maupun
sumbangan/dropping/hibah.
Metode
perencanaan
yang
digunakan adalah metode konsumsi dan epidemiologi yang dibuat paling lambat
tanggal 15 pada bulan berjalan, dengan jadwal pemesanan dua kali dalam
sebulan. Meskipun sistem perencanaan dan pengadaan telah dibuat sedemikian
rupa, namun ketersediaan perbekalan farmasi di gudang farmasi masih beberapa
mengalami kekosongan stok. Hal ini biasanya disebabkan oleh kekosongan stok
dari pabrik atau distributor, keterlambatan pengiriman dari pihak distributor, dan
juga perencanaan yang kurang terprediksi akibat adanya peningkatan
penggunaan perbekalan farmasi. Akibatnya, seringkali dilakukan perencanaan
dan pengadaan perbekalan farmasi cito. Alur perencanaan pengadaan
perbekalan farmasi dan cito dapat dilihat pada lampiran 27.
Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Tim Penerima Barang
Medik. Namun, pemeriksaan dilakukan bersama-sama dengan Petugas Gudang
Farmasi untuk efisiensi waktu kerja. Selanjutnya perbekalan farmasi disimpan di
gudang farmasi berdasarkan stabilitas, bentuk sediaan serta jenisnya, dan disusun
secara alfabetis dengan metode First In First Out (FIFO) dan First Expired First
Out (FEFO) di masing-masing ruangannya, baik itu di ruangan penyimpanan
alkes, ruangan penyimpanan cairan, ruangan penyimpanan sediaan tablet, obat
injeksi, dan semisolid, maupun ruangan penyimpanan gas medik.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
95
Selain itu, terdapat perlakuan khusus untuk obat-obat jenis tertentu,
seperti obat narkotika dan psikotropika, obat High Alert, dan obat kemoterapi.
Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika menggunakan lemari sesuai
ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan
berlapis dan lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak
dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya serta dilengkapi dengan kartu
stok. Untuk obat-obatan High Alert disimpan pada lemari penyimpanan obat
yang bertanda khusus (stiker High Alert) dan tidak tercampur dengan obat
lainnya. Sedangkan untuk obat kemoterapi, penyimpanan menggunakan lemari
khusus dengan label/logo karsinogenik.
Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau masih dalam kemasan
besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk mencegah risiko jatuh
menimpa petugas. Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang
berat diletakkan di lantai menggunakan alas pallet untuk menghindari
kelembaban. Kelembaban dipantau dengan menggunakan alat thermohygrometer
atau pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi
antara 68%-95%.
Bahan berbahaya dan beracun masih disimpan dalam ruangan yang sama
dengan ruang penyimpanan obat lainnya dan belum tergolong gudang tahan api.
Untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, maka pihak
farmasi menempatkan bahan berbahaya beracun tersebut di tempat yang terpisah
dari obat lainnya, diberi garis merah sebagai penanda, dan juga melengkapi
gudang dengan APAR tambahan dan eyewash, serta dekat dengan jalur evakuasi.
Selain melaksanakan penyimpanan perbekalan farmasi, petugas farmasi di gudang
juga melaksanakan penyusunan persediaan perbekalan farmasi pada tempat
penyimpanan secara aman, pencatatan pemasukan, pelaporan, dan stok perbekalan
farmasi ke dalam Kartu Stok dan dalam Sistem Informasi manajemen Rumah
Sakit (SIRS).
Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan gudang RSUP
Fatmawati ada dua macam yakni pendistribusian amprahan obat berdasarkan
permintaan dari depo-depo farmasi melalui sistem online dan pendistribusian
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
96
floor stock dari ruangan/satuan kerja secara manual atau menggunakan formulir.
Alur pendistribusian amprahan hampir sama dengan pendistribusian floor stock.
Perbedaannya adalah pendistribusian amprahan dapat dilakukan setiap hari,
sedangkan pendistribusian floor stock dilakukan sesuai jadwal pengambilan tiap
satuan kerja/ruangan. Selain itu, permintaan floor stock hanya berupa alkes,
antiseptik, dan lain-lain, tidak termasuk obat-obatan seperti permintaan amprahan.
Kegiatan terakhir yang dilakukan di gudang adalah pelaporan, yang terdiri
dari pelaporan buku induk penerimaan barang, rekapitulasi penerimaan barang,
rekapitulasi pengeluaran barang gudang induk farmasi dan gudang gas medik,
rekapitulasi pengeluaran barang harian gudang induk farmasi dan gudang gas
medik, laporan persediaan floor stock, laporan stok opname setiap 1 bulan sekali
di gudang dan 3 bulan sekali ke Depkeu, laporan narkotika setiap 1 bulan sekali,
laporan psikotropika setiap 1 tahun sekali, dan laporan barang sumbangan. Selain
itu, dilakukan juga pelaporan retur dan pemusnahan perbekalan farmasi yang
rusak dan kadaluarsa.
Produksi farmasi RSUP Fatmawati terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
produksi non steril dan produksi steril. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP
Fatmawati antara lain adalah untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan
untuk
obat-obatan
yang
tidak
tersedia
di
pasaran,
penghematan anggaran, dan untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
dengan formula khusus dan sediaan obat yang dibutuhkan segera seperti
rekonstitusi intra vena dan obat kanker.
Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan
farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Sediaan farm asi
dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati, contohnya OBH dan salep
kemicetin. Pengenceran sediaan biasanya dilakukan pada alkohol 70% dan
betadine. Dan untuk sediaan kapsul CaCO3, NaCl, dan Bicnat yang dilakukan
termasuk dalam kegiatan pengemasan kembali dan merupakan produk non steril
yang paling banyak digunakan di RSUP Fatmawati. Permintaan produk non steril
dilakukan melalui gudang farmasi, namun pendistribusiannya dapat dilakukan
langsung melalui ruang produksi non steril. Di ruang steril hanya dilakukan
penanganan obat sitostatika, sedangkan IV admixture dilakukan di depo teratai.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
97
Permintaan pencampuran obat sitostatika di RSUP Fatmawati terbanyak adalah
untuk pengobatan kanker payudara, kanker rahim, kanker colon, dan limfoma.
Depo Farmasi IBS sebelumnya berada dibawah Koordinator Pelayanan,
namun sejak perubahan struktur organisasi Instalasi Farmasi Maret 2014, Depo
Farmasi IBS berada dibawah Koordinator Perbekalan. Alasannya adalah karena
kegiatan kefarmasian di Depo Farmasi IBS lebih fokus terhadap penyediaan dan
pengadaan obat dan alat kesehatan bukan pada pelayanan kefarmasiannya. Depo
Farmasi IBS khusus melayani permintaan obat dan alat kesehatan bagi pasien
yang akan dioperasi di Gedung IBS.
Obat dan alat kesehatan di Depo Farmasi IBS ditempatkan pada lemari
terpisah. Namun, penyusunannya tidak secara alfabetis sehingga menyulitkan
pengambilan obat saat diperlukan. Untuk obat yang memerlukan suhu dingin,
disimpan di dalam pharmaceutical refrigerator yang dilengkapi dengan monitor
suhu. Fasilitas lemari penyimpanan yang sempit dan keterbatasan ukuran
pharmaceutical refrigerator menjadi alasan penyimpanan obat dan alat kesehatan
yang tidak alfabetis.
Pelayanan obat dan alat kesehatan di Depo Farmasi IBS terdiri dari OK
Cito dan OK Elektif. Pada OK Cito, paket obat sudah disiapkan di ruangan
operasi. Jika terdapat kekurangan, maka petugas dapat mengambilnya pada lemari
emergensi. Sedangkan pada OK Elektif, permintaan obat dan alat kesehatan
dilakukan langsung ke Depo Farmasi IBS dengan menggunakan resep.
Selanjutnya, terdapat Koordinator Pelayanan Farmasi yang membawahi 5
penyelia, yaitu Penyelia Depo Farmasi Rawat Jalan Non Askes (IRJ 1), Depo
Farmasi Rawat Jalan Askes (IRJ 2), Depo Farmasi Griya Husada, Depo Farmasi
IGD, dan Depo Farmasi Teratai. Dalam menunjang kegiatan pelayanan farmasi di
setiap depo dilaksanakan kegiatan pengkajian resep, monitoring medication error
dan pengelolaan troli emergency.
Pengkajian resep merupakan kegiatan analisa dan screening resep untuk
mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan administratif, farmasetik, dan
klinis. Pengkajian peresepan obat dilakukan terhadap resep pasien, baik rawat
jalan maupun rawat inap. Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan
diberikan “penanda” berupa stempel keterangan “Resep/Obat telah di review
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
98
Farmasi” pada resep pasien. Untuk resep yang belum dinyatakan memenuhi
syarat, dilakukan komunikasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP)
untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan
pengobatan pasien.
Monitoring medication error dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan dalam proses pengobatan yang dapat mengakibatkan perburukan secara
klinis pada pasien. Medication error sebaiknya dicegah dan segera diatasi bila
terjadi. Oleh karena itu, setiap apoteker pada masing-masing depo farmasi harus
dapat memantau dan mengidentifikasi adanya medication error. Akan tetapi
keterbatasan jumlah Apoteker dan adanya beban kerja masing-masing
menyebabkan monitoring medication error tidak optimal.
Troli emergency terdapat di setiap unit ruang perawatan pasien. Namun
pengelolaannya tetap dilakukan oleh farmasi. Pemantauan stok perbekalan farmasi
pada troli emergency dilakukan secara berkala sesuai dengan ketentuan pada
masing-masing kebutuhan ruangan. Dengan demikian, kekosongan stok
perbekalan farmasi dapat hindari. Pada troli digunakan segel agar penggunaannya
bisa dikendalikan. Namun, pelaporan pembukaan segel tetapi seringkali terlambat
disampaikan kepada pihak farmasi, sehingga penggantian segel tidak dilakukan
dengan segera. Akibatnya, seringkali terjadi penggunaan perbekalan emergency
bukan untuk keadaan darurat.
Kegiatan penunjang pelayanan farmasi tersebut, dilakukan oleh masingmasing depo farmasi yang berada dibawah Koordinator Pelayanan Farmasi, baik
untuk pelayanan rawat jalan, gawat darurat, maupun rawat inap. Depo pelayanan
farmasi terdiri dari Depo farmasi Depo Farmasi Rawat Jalan Non Askes (IRJ 1),
Depo Farmasi Rawat Jalan Askes (IRJ 2), Depo Farmasi Griya Husada, Depo
Farmasi IGD, dan Depo Farmasi Teratai.
Depo Farmasi IRJ 1 dan IRJ 2 melayani pelayanan rawat jalan. Depo
Farmasi IRJ 1 melayani pasien tunai, BPJS, dan Jamkesda. Sedangkan Depo
Farmasi IRJ 2 adalah khusus melayani semua pasien rawat jalan peserta JKN.
Depo farmasi IRJ 1 dan 2 terletak di lantai 1 gedung IRJ. Masing-masing ruangan
Depo farmasi IRJ 1 dan 2 terdiri dari ruang penulisan etiket, penyiapan obat,
ruang racikan, ruang kerja apoteker, dan ruangan untuk menyimpan obat dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
99
alkes. Petugas farmasi di kedua depo ini terdiri dari apoteker, asisten apoteker,
juru resep, dan petugas administrasi.
Pengadaan obat di depo farmasi IRJ mengacu pada Formularium Nasional
(Fornas) dan Formularium RSUP Fatmawati serta jumlahnya sesuai kebutuhan.
Permintaan barang dan obat-obatan dilakukan setiap hari melalui komputer yang
langsung terhubung ke gudang secara online. Namun apabila saat penyiapan resep
terdapat obat yang tidak terdapat di depo IRJ, maka petugas depo dapat
mengambil obat ke depo lain yang memiliki barang atau obat tersebut dengan
membawa memo permintaan obat atau dibuat copy resep yang diberi stempel
Tidak Ada Persediaan (TAP).
Penyimpanan obat di depo IRJ 1 dan 2 telah diletakkan sesuai dengan
stabilitas sediaan, bentuk sediaan, disusun berdasarkan alfabetis, FIFO dan FEFO,
dan LASA. Penyimpanan obat-obat LASA juga telah diselingi dengan minimal 2
obat non kategori LASA di antara keduanya. Untuk obat psikotropika dan
narkotika disimpan di lemari dengan kunci ganda. Seharusnya kunci lemari
penyimpanan psikotropika dan narkotika dibawah tanggung jawab Penyelia
Instalasi Farmasi, namun terkadang terlihat kunci masih tergantung di lemari
penyimpanan psikotropika dan narkotika. Untuk obat-obat fast moving diletakkan
terpisah di meja. Namun, pada IRJ 1 terdapat juga penyimpanan khusus untuk
obat-obatan HIV/AIDS dan TBC. Oleh sebab itu, pelaporan IRJ 1 sedikit berbeda
dengan IRJ 2, yaitu dengan adanya laporan obat HIV/AIDS dan TBC.
Pelayanan resep di depo farmasi IRJ 1 dimulai dengan penyerahan resep
oleh pasien, lalu resep tersebut akan disortir dan diperiksa kelengkapan berkasnya
(untuk pasien pengguna jaminan). Kemudian beri harga oleh petugas administrasi
dan diberitahukan harganya ke pasien (untuk pasien tunai). Apabila pasien
menyetujui harga yang diberikan, pasien kemudian melakukan pembayaran di
kasir, selanjutnya resep akan diberi nomor antrian dan diserahkan ke bagian etiket.
Setelah dibuat etiketnya, resep kemudian disiapkan, baik resep racikan maupun
non racikan.
Alur pelayanan resep di IRJ 2 sedikit berbeda dengan IRJ 1, yaitu setelah
pemeriksaan berkas, pasien akan langsung diberi nomor antrian. Kemudian baru
dilakukan input data obat untuk pemotongan stok obat sekaligus pengecekan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
100
kesesuaian obat-obat dalam resep dengan pedoman pemberian obat. Selanjutnya
dilakukan pembuatan etiket dan penyiapan obat. Penyiapan obat non racikan
dilakukan dengan memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang
tertera di etiket. Untuk penyiapan obat racikan, disediakan mortar, alu dan
blender. Untuk pulvis, biasanya digunakan blender. Setelah peracikan, blender
yang telah dipakai sebaiknya dibersihkan dengan air terlebih dahulu, kemudian
dikeringkan dengan alkohol atau hair dryer. Namun, di Depo Farmasi IRJ
terkadang blender yang telah dipakai hanya dibersihkan dengan kuas untuk
mempersingkat waktu. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan interaksi obat.
Namun, karena jumlah blender yang digunakan terbatas, maka proses
pembersihan dengan pencucian terlebih dahulu sulit dilakukan. Pembersihan
mortir dan alu terkadang juga hanya menggunakan alkohol.
Obat yang telah selesai disiapkan diberikan pada petugas bagian depan
(front liner) untuk penyerahan obat beserta pemberian informasi penggunaan obat.
Alur penyerahan obat dimulai dengan verifikasi nomor pasien, verifikasi identitas
pasien, pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat, permintaan
nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan diakhiri dengan permintaan
tanda tangan pasien. Informasi yang diberikan kepada pasien hanyalah informasi
mengenai indikasi dan aturan pakai obat. Keterbatasan informasi obat yang
diberikan disebabkan oleh banyaknya jumlah pasien yang harus dilayani Depo IRJ
sehingga waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat.
Pada Depo Farmasi IRJ 1 juga dilakukan pelayanan konseling bagi pasien
HIV. Adapun kriteria pasien HIV yang diutamakan untuk diberikan pelayanan
konseling adalah pasien HIV yang baru, pasien dengan regimen obat yang baru,
dan pasien dengan kondisi yang memburuk. Waktu yang dibutuhkan untuk
konseling per pasien adalah 15-30 menit.
Kegiatan harga, etiket, timbang, isi, dan penyerahan obat (HETIP) di Depo
Farmasi IRJ dilakukan oleh petugas yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk
meminimalisir kesalahan penyerahan obat dan apabila terjadi kesalahan, dapat
ditelusuri dan diatasi dengan segera karena adanya double check oleh petugas
yang berbeda. Akan tetapi, terkadang petugas yang melakukan kegiatan HETIP
adalah petugas yang sama. Hal ini disebabkan oleh jumlah resep pada Depo
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
101
Farmasi IRJ yang tergolong tinggi. Jumlah resep yang dilayani Depo Farmasi IRJ
1 dapat mencapai 200-300 resep/hari, sedangkan Depo Farmasi IRJ 2 mencapai
500 resep/hari dengan obat
yang sering diresepkan adalah obat-obat
kardiovaskular dan penyakit dalam. Dengan jumlah tersebut, seringkali tidak
semua pasien dapat dilayani pada hari tersebut, sehingga pengambilan obat dapat
dilakukan pada hari berikutnya.
Selanjutnya terdapat Depo Farmasi IGD dan IRI untuk pelayanan pasien
rawat inap intensif (ICU, ICCU, NICU, PICU, dan IW), rawat jalan, dan Cath lab.
Kegiatan di depo farmasi IGD dan IRI antara lain pengelolaan perbekalan
farmasi dan pelayanan farmasi klinis. Pengelolaan perbekalan farmasi meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan
farmasi, dan pelaporan. Perencanaan, pengadaan, penerimaan, dan penyimpanan
di depo IGD sama dengan di depo farmasi lainnya. Permasalahan yang terjadi di
lapangan adalah penyimpana obat-obat narkotika dan psikotropika dalam lemari
khusus yang sama.
Pendistribusian obat untuk pasien rawat inap dilakukan dengan sistem
Unit Dose Dispensing (UDD), sedangkan untuk pasien rawat jalan dilakukan
dengan sistem resep individual. Selain itu, distribusi perbekalan farmasi juga
dengan menggunakan sistem paket sesuai dengan kebutuhan. Apabila terdapat
perbekalan farmasi yang tidak terpakai, dapat dikembalikan (retur). Dari hasil
pengamatan, jumlah perbekalan farmasi yang diretur dari ruangan dinilai terlalu
banyak. Hal ini diduga karena permintaan dari ruangan seringkali tidak sesuai
dengan kebutuhan pasien.
Kegiatan farmasi klinis di IGD dan IRI berjalan dengan adanya seorang
Apoteker yang bertugas secara khusus di ruang rawat intensif. Apoteker di Depo
Farmasi ICU melakukan ronde bersama dokter dan perawat. Melalui kegiatan
ronde, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Pada saat
melakukan ronde, dapat terjadi perubahan terapi ataupun tindakan. Peran apoteker
pada saat itu adalah memberikan rekomendasi dan berkoordinasi dengan dokter
terkait rencana terapi atau tindakan yang akan diterapkan.
Pelayanan farmasi rawat inap Gedung Teratai, Gedung Prof. Soelarto,
Gedung Anggrek, dan Gedung Griya Husada dilakukan di Depo Farmasi Teratai.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
102
Jumlah tempat tidur yang berada dalam tanggung jawab depo farmasi teratai +
700 tempat tidur. Jika dibandingkan dengan jumlah Apoteker di depo farmasi
teratai yang hanya berjumlah lima orang, maka perbandingan jumlah apoteker
dengan pasien adalah 1:140. Hal ini tidak sesuai dengan persyaratan yang berlaku,
dimana standar perbandingan apoteker dengan pasien adalah 1:30. Akibatnya
pelayanan kefarmasian menjadi tidak optimal.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Depo Teratai meliputi pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, penyiapan, pendistribusian, dan pelapran. Pengadaan,
penerimaan, dan penyimpanan sama dengan depo farmasi lainnya. Penyimpanan
perbekalan farmasi di Depo Teratai telah dilakukan dengan cukup baik. Namun,
terdapat beberapa sediaan obat LASA yang masih belum diberi jarak dua obat non
LASA dan belum diberi stiker LASA, sehingga sebaiknya dilakukan pengecekan
kembali terhadap adanya obat-obat LASA tersebut.
Sistem distribusi yang digunakan di Depo Teratai adalah resep individual
(Individual Prescription) untuk pasien pulang, Unit Dose Dispensing (UDD)
untuk pasien rawat inap, floor stock untuk penyediaan perbekalan farmasi pada
Trolley emergency, dan Paket (Unit Use) Kebidanan.
Sistem UDD pada pasien rawat inap merupakan sistem distribusi yang
menguntungkan, dimana pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan hanya
perlu membayar obat yang dikonsumsinya saja, serta pengurangan beban kerja
perawat karena semua dosis yang diperlukan untuk pasien telah disiapkan oleh
petugas depo farmasi. Sistem distribusi ini juga dapat mengurangi kemungkinan
kesalahan waktu pemberian obat. Namun, sistem distribusi UDD juga memilki
beberapa keterbatasan, yaitu diperlukan teknik kerja yang cepat dan tepat agar
obat dapat dikonsumsi tepat pada waktunya oleh pasien, serta membutuhkan
tenaga kefarmasian yang lebih banyak.
Obat yang disiapkan untuk terapi pasien tidak hanya obat dari depo
farmasi teratai saja, tetapi juga terdapat obat rekonsiliasi. Obat rekonsiliasi
merupakan obat milik pasien yang dapat digunakan selama terapi setelah
dilakukan pengkajian oleh dokter dan perawat yang kemudian diserahkan kepada
petugas depo farmasi. Obat rekonsiliasi dapat berasal dari penggunaan terapi
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
103
sebelum pasien masuk rumah sakit atau obat resep yang dibuat copy resep karena
stok di depo farmasi sedang kosong.
Selain melakukan kegiatan pelayanan distribusi obat, depo teratai juga
melakukan kegiatan IV admixture service untuk obat high alert seperti
rekonstitusi cairan KCl 7.47% dan Meylon 8.4%. Konsentrasi maksimum larutan
KCl adalah 10 mEq/100 mL dan dapat menyebabkan kematian apabila terjadi
salah penggunaan. Oleh karena itu rekonstitusinya harus dilakukan oleh petugas
farmasi yang berkompeten dengan menggunakan teknik aseptik.
Sama seperti depo farmasi lainnya, Depo Farmasi Teratai juga melakukan
pencatatan dan pelaporan. Laporan yang disusun di Depo Farmasi Teratai adalah
laporan analisa penjualan dan laporan tagihan pasien, laporan narkotika dan
psikotropika, laporan obat generik dan non generik, laporan jumlah resep, serta
laporan medication error.
Terkait dengan akreditasi JCI yang diterima oleh RSUP Fatmawati pada
Desember 2013 lalu, kegiatan farmasi klinik seharusnya ditingkatkan mengingat
misi JCI adalah memperbaiki kualitas dan keamanan pelyanan kesehatan di
masyarakat dunia. Kegiatan farmasi klinik yang telah dilaksanakan di RSUP
Fatmawati meliputi pengkajian penggunaan obat, visite, monitoring efek samping,
pelayanan informasi obat, dan konseling. Kegiatan yang aktif dilaksanakan di
RSUP Fatmawati yaitu pengkajian penggunaan obat, visite, dan pelayanan
informasi obat.
Kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan untuk menilai adanya
masalah yang terkait penggunaan obat pada pasien rawat inap dengan melihat
catatan pemberian dan pemantauan obat pasien yang terdapat di rekam medik
pasien. Kegiatan ini lebih banyak dilakukan di rawat inap intensif, sedangkan
pada rawat inap lainnya kegiatan ini belum dilaksanakan secara optimal.
Kegiatan Visite yang aktif dilakukan terdapat di Lantai IV Gedung Prof.
Soelarto, Lantai VI Teratai, dan Instalasi Rawat Intensif (IRI). Berdasarkan hasil
pengamatan, beberapa pertanyaan atau rekomendasi yang diminta oleh tim visite
kepada apoteker di antaranya adalah pemilihan terapi obat (misalnya dalam
pemilihan jenis dan regimen), obat alternatif yang dapat diberikan kepada pasien,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
104
efek samping obat, interaksi obat, dan pertimbangan obat dari sisi cost
effectiveness.
Pelayanan Informasi Obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan dengan
baik. PIO RSUP Fatmawati melayani pertanyaan melalui telepon, sms, atau secara
langsung bertatap muka. Selama 2 bulan terakhir terdapat rata-rata 56 pertanyaan
per bulan dan 3 pertanyaan/hari. Mayoritas pertanyaan berasal dari Apoteker dan
jenis pertanyaan terbanyak tentang dosis obat. Sumber pustaka yang paling sering
digunakan sebagai referensi adalah MIMS.
Kegiatan MESO dilakukan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan
mengatasi Drug Related Problem (DRP) pada pasien, sehingga mendorong
penggunaan obat yang aman dan rasional bagi pasien. Proses ini merupakan
kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan, baik dokter,
perawat, maupun apoteker yang ada di rumah sakit, dan pasien beserta
keluarganya. Setiap temuan efek samping obat akan dikaji oleh setiap tenaga
kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek samping obat dan tindakan
penanggulangan harus terdokumentasi dalam catatan rekam medik pasien serta
dibuatkan laporan untuk disampaikan pada Komite Mutu dan Manajemen Risiko
(KMMR) dalam waktu maksimal 48 jam setelah temuan oleh kepala satuan kerja
terkait. Kegiatan MESO belum berjalan maksimal di RSUP Fatmawati
dikarenakan kurangnya kerjasama antar profesi kesehatan di RSUP Fatmawati.
Konseling obat yang dilakukan oleh apoteker di RSUP Fatmawati
biasanya dilakukan untuk pasien dengan pengobatan poli farmasi, pasien dengan
pengobatan kronis, pasien dengan riwayat alergi, pasien dengan penggunaan
antibiotik tunggal maupun kombinasi, dan pasien dengan pengobatan khusus
seperti HIV AIDS, TBC, dan kanker. Kegiatan konseling obat belum berjalan
maksimal karena Apoteker farmasi klinik yang ada di RSUP Fatmawati memiliki
tanggung jawab pada unit kerjanya masing-masing.
Peran seorang apoteker tidak hanya di Instalasi Farmasi saja, tetapi dapat
juga di satuan kerja lainnya di RSUP Fatmawati yaitu di Instalasi Sterilisasi dan
Binatu (ISB), Komite Farmasi dan Terapi (KFT), Pengendalian dan Pencegahan
Infeksi (PPI), dan Satuan Pengawas Intern (SPI). ISB merupakan instalasi yang
bertanggung jawab atas proses sterilisasi alat-alat medik dan pencucian linen
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
105
rumah sakit. ISB dipimpin oleh seorang apoteker. Peranan apoteker pada instalasi
ini dibutuhkan karena apoteker memiliki pengetahuan dalam metode sterilisasi.
ISB membawahi 2 orang penyelia, yaitu Penyelia Sterilisasi dan Penyelia
Binatu. Sterilisasi merupakan tempat dilaksanakannya proses sterilisasi alat-alat
medik yang bertanggung jawab atas penerimaan dan pendistribusian semua
alat/instrumen yang memerlukan kondisis steril. Sedangkan Binatu merupakan
tempat dilaksanakannya proses pencucian linen rumah sakit. Binatu bertanggung
jawab atas penerimaan dan pendistribusian semua linen yang memerlukan kondisi
bersih, terbebas dari noda/kotoran dan mikroorganisme penyebab infeksi, kering,
rapi, utuh, dan siap pakai.
Adanya ISB merupakan upaya RSUP Fatmawati terkait dengan banyaknya
kebutuhan dari satuan kerja akan alat-alat steril dan tersedianya linen bersih serta
sebagai upaya pencegahan Health Care Associated Infections (HAIs) di rumah
sakit. Keterkaitan hubungan kerja antara ISB dengan Instalasi Farmasi adalah
dalam hal pengadaan barang habis pakai yang terdapat di sterilisasi.
Komite Farmasi dan Terapi (KFT) merupakan badan yang membantu
pimpinan rumah sakit untuk menetapkan kebijakan menyeluruh tentang
pengelolaan dan penggunaan obat di RSUP Fatmawati. Salah satu tugas KFT
RSUP Fatmawati adalah menyusun formularium obat rumah sakit yang menjadi
pedoman penggunaan obat di rumah sakit.
Formularium rumah sakit disusun berdasarkan kesepakatan dalam rapat
dari masing-masing utusan tiap Satuan Medik Fungsional (SMF) untuk
mengajukan jenis obat-obatan yang ditulis dalam resep, sehingga obat yang
digunakan adalah benar-benar obat yang ada dalam formularium. Salah satu
indikator berjalan atau tidaknya KFT di rumah sakit adalah dengan melihat edisi
formularium yang digunakan. RSUP Fatmawati telah menerbitkan formularium
sebanyak 6 kali, yaitu pada tahun 1990, 1995, 2003, 2007, 2010, dan 2012. Dan
saat ini sedang dilakukan kegiatan penyusunan Formularium edisi ke-7 tahun
2014. Hal ini menunjukkan kinerja KFT RSUP Fatmawati yang semakin baik,
yaitu secara
berkala
berupaya melakukan
perubahan dan penyesuaian
Formularium dari tahun ke tahun. Selain formularium obat, RSUP Fatmawati juga
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
106
sedang berupaya menyusun formularium alat kesehatan habis pakai, namun
formularium ini masih belum diterbitkan.
Selama masa PKPA, peserta PKPA juga berkesempatan untuk
mengunjungi Instalasi Sanitasi dan Pertamanan (ISP) yang berperan dalam
pengelolaan limbah rumah sakit dan pertamanan. Limbah yang dikelola antara
lain limbah padat baik medis maupun non medis dan limbah cair. Limbah padat
non medis di RSUP Fatmawati langsung dikirim ke TPA Bantar Gebang.
Sedangkan pengelolaan limbah padat medis masih bekerja sama dengan pihak lain
dikarena incenerator yang dimiliki oleh RSUP Fatmawati dalam keadaan tidak
memenuhi persyaratan.
Limbah farmasi yang dikelola oleh ISP berupa obat-obatan kadaluarsa,
rusak, dan limbah dari proses produksi obat. Limbah ini tergolong limbah kimia,
sehingga dimasukkan ke dalam wadah berwarna coklat. Selain itu, terdapat juga
limbah sitotoksik yang dimasukkan ke dalam wadah berwarna ungu dengan label
bertuliskan “limbah sititoksik”.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP Fatmawati
selama periode 2 April-31 Mei 2014 maka dapat disimpulkan bahwa :
a.
RSUP Fatmawati merupakan Rumah Sakit Kelas A Pendidikan yang telah
memenuhi standar Paripurna KARS dan sertifikasi Joint Commission
International (JCI). Pelayanan kesehatan di RSUP Fatmawati terdiri dari
pelayanan rawat jalan, klinik amarilis, klinik wijaya kusuma, klinik tumbuh
kembang, rawat jalan eksekutif griya husada, hemodialisa, unit transfusi
darah, rawat inap, orthopedi, rehabilitasi medi, patologi (laboratorium),
diagnostik khusus, radiologi, program terapan rumatan metadon, dan
pelayanan kefarmasian.
b.
Instalasi Farmasi dipimpin oleh Kepala Instalasi Farmasi yang membawahi
3 koordinator, yaitu koordinator penunjang dan administrasi umum,
koordinator perbekalan, dan koordinator pelayanan.
c.
Peranan dan tanggung jawab seorang Apoteker di RSUP Fatmawati tidak
hanya terbatas di instalasi farmasi saja, tetapi juga dalam peran lintas farmasi
antara lain di SPI (Satuan Pengawas Intern), KFT (Komite Farmasi dan
Terapi), ISB (Instalasi Sterilisasi dan Binatu), PPI (Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi), dan ULP (Unit Layanan Pengadaan).
5.2 Saran
a.
Perencanaan perbekalan farmasi diharapkan dapat lebih cermat agar jumlah
copy resep dan pengadaan cito dapat diminimalisir. Hal ini juga sebaiknya
didukung oleh setiap depo farmasi agar membuat perencanaan pada saat
perbekalan farmasi mencapai stok minimal, bukan pada saat stok di depo
farmasi telah habis.
b.
Penyimpanan B3 sebaiknya ditempatkan di gedung terpisah untuk
menghindari terjadinya kecelakaan kerja.
c.
Perlu ditingkatkan koordinasi kerja antara petugas depo farmasi dengan
107
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
108
petugas ruang perawatan rawat inap, sehingga pasien maupun keluarga pasien
tidak perlu mengambil sendiri obat yang akan digunakan oleh pasien.
Peningkatan koordinasi kerja ini juga diharapkan dapat meminimalisir jumlah
retur perbekalan farmasi.
d.
Untuk meningkatkan pelayanan di rawat inap, sebaiknya setiap unit
perawatan memiliki seorang Apoteker dan asisten apoteker yang bertanggung
jawab terhadap pelayanan farmasi baik penyiapan obat maupun farmasi
klinis.
e.
Pengaktifan kembali kinerja farmasi klinis RSUP Fatmawati dapat dilakukan
dengan menempatkan SDM yang berkompeten dibidang klinis secara khusus
tanpa adanya beban kerja lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004a). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Instalasi Pusat
Sterilisasi (Central Sterile Department/CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta :
Depkes RI.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 012 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Presiden Republik
Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta.
109
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
110
Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta : Presiden Republik
Indonesia.
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. (2012). Standar Prosedur Operasional.
Jakarta : RSUP Fatmawati.
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
111
Lampiran 1 Stuktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
112
Lampiran 2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Direktur Utama
Direktur Medik dan Keperawatan
Kepala Instalasi Farmasi
Koordinator Pelayanan
Koordinator Perbekalan
Koordinator Penunjang
Farmasi
Farmasi
dan Administrasi Umum
PJ Farmasi IRJ 1
PJ Gudang Farmasi
PJ Tata Usaha dan SDM
Farmasi
PJ Farmasi IRJ 2
UMPJ Perencanaan
PJ Farmasi Anggrek dan
Griya Husada
PJ Distribusi
PJ Produksi Farmasi
PJ Farmasi IGD
PJ Farmasi IBS
PJ Farmasi Teratai
PJ Gudang Farmasi
Teratai
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
PJ Pencatatan dan
Pelaporan
PJ Sistem Informasi
113
Lampiran 3 Alur Hak Akses Sistem Informasi Farmasi
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
114
Lampiran 4 Alur Perencanaan dan Pengadaan Perbekalan Farmasi
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
115
Lampiran 5 Alur Perencanaan dan Pengadaan Perbekalan Farmasi Cito
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
116
Lampiran 6 Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
117
Lampiran 7 Alur Pendistribusian Perbekalan Farmasi Gudang Induk ke Depo
Farmasi
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
118
Lampiran 8 Alur Pendistribusian Perbekalan Farmasi Gudang Induk ke Satuan
Kerja
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
119
Lampiran 9 Alur Pelayanan Penanganan Obat Sitostatika
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
120
Lampiran 10 Alur Pelayanan Obat Dan Alat Kesehatan di Depo Instalasi Bedah
Sentral
Pasien OK Cito
Petugas mengambil paket obat dan alkes OK
Cito
Kekurangan obat dan alkes diambil di lemari
emergensi
Catat dilembar pemakaiaam, masukkan ke dalam paket yang
digunakan pasien
Depo farmasi IBS melakukan perincian
biaya
Perincian dikirim ke depo tempat pasien
dirawat
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
121
Lampiran 11 Alur Pelayanan OK Elektif
Jadwal operasi diberikan ke Depo
Farmasi IBS sehari sebelum operasi
Obat dan alkes untuk anastesi
disiapkan sehari sebelum
Obar dan alkes bedah disiapkan
pada hari operasi
Obat disiapkan dalam paket dan
diberi nama pasien
Kekurangan Obat dan alat dapat
diminta langsung ke Depo Farmasi
Selesai operasi semua alat yang tidak
di gunakan di kembalikan ke depo
farmasi
Depo farmasi IBS melakukan
perincian biaya
Perincian dikirim ke depo farmasi
tempat pasien dirawat
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
122
Lampiran 12 Alur Pengkajian Resep
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
123
Lampiran 13 Alur Monitoring Medication Error
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
124
Lampiran 14 Peresepan dan Catatan Pengobatan Pasien IRJ
MULAI
Dokter DPJP / Representatif
DPJP
1.
2.
Menulis resep obat pasien
Melengkapi persyaratan resep (bila
diperlukan)
Dokter DPJP /
Representatif DPJP
Mencatat seluruh data pengobatan
dalam Rekam Medik Pasien
Petugas Farmasi
(Apoteker/Penyelia)
1.
2.
Menerima resep dokter
Screening resep dokter
BEL
Lengkap?
YA
Petugas Farmasi (AA)
1.
2.
Pelayanan Resep Obat pasien
yang lengkap/benar secara
individual prescribing
Pembuatan billing dalam SIRS
SELESAI
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
125
Lampiran 15 Alur Distribusi Obat IRJ 1
Pasien
Penerimaan resep
Skrining pengkajian
resep dan
kelengkapan
administrasi
Pembuatan billing
transaksi dan
pembayaran obat di
kasir + input data
(untuk depo IRJ)
Pengambilan nomor
urut
Input data
Pembuatan etiket
Penyiapan obat (non
racikan dan racikan)
Pengecekan dan
Penyerahan obat
Pendokumentasian
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
126
Lampiran 16 Alur Distribusi Obat IRJ 2
Pasien
Penerimaan resep
Skrining pengkajian
resep dan
kelengkapan
administrasi
Pengambilan nomor
urut
Input data
Pembuatan etiket
Penyiapan obat (non
racikan dan racikan)
Pengecekan dan
Penyerahan obat
Pendokumentasian
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
127
Lampiran 17 Alur Pelayanan Pasien Emergency RSUP Fatmawati
PEMILAHAN
Keluarga pasien
mendaftar di
tempat pendaftaran
Non Gawat
Darurat
Pelayanan Media :
1. Pemeriksaan oleh
dokter & perawat
2. Pemeriksaan penunjang
(Lab: kecil-sedang &
Rontgen)
3. Konsultasi dr spesialis
4. Pelaksanaan hasil
konsultasi (pasang gips,
dll)
 Pulang/rawat jalan
 Pembayaran di kasir
 Penyerahan resep,
rontgen kepada keluarga
pasien
 Informasi waktu kontrol
ke poliklinik
SELESAI
Gawat Darurat
Mengancam
Nyawa
Tidak
Mengancam
Nyawa
 Bantuan Pernafasan
 Perbaikan kerja jantung/
sirkulasi sampai kondisi stabil
Kondisi Tidak
stabil
Kamar operasi/
ICU/PICU/NICU
Kondisi stabil
Masuk ruang
gawat darurat
Pelayanan Medis :
1. Pemeriksaan oleh dokter &
perawat
2. Pemeriksaan penunjang (Lab:
besar/canggih, rontgen, CT
Scanning/USG
3. Konsultasi dokter spesialis
4. Pelaksanaanhasil konsultasi
5. (pasang gips/armsling/cuci luka/
jahit luka, dll)
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
128
Lampiran 18 Alur Pendistribusian Perbekalan Farmasi ke Ruangan Rawat Inap
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
129
Lampiran 19 Alur Rekonsiliasi Obat Pasien
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
130
Lampiran 20 Alur Rekonstitusi Injeksi High Alert
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
131
Lampiran 21 Alur Serah Terima Perbekalan Farmasi dengan Perawat
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
132
Lampiran 22 Daftar Nilai Kritis Pemeriksaan Laboratorium
No
Jenis Pemeriksaan
Nilai
Rendah
Nilai
Tinggi
Satuan
Hematologi
1.
Hemoglobin
<5
> 20
g/dL
2.
Leukosit
< 1000
> 50.000
/uL (kasus baru)
3.
Trombosit
< 20.000
> 800.000
/uL (kasus baru)
-
> 15
menit
Hemostasis
1.
Waktu Pendarahan
(BT)
2
Protrombine Time
(PT)
-
> 30
detik
3.
INR
-
> 3.6
-
4.
APTT
-
> 70
detik
5.
Fibrinogen
< 100
-
mg/dL
Kimia Klinik
1.
Ureum
-
> 214
mg/dL
2
Creatinin
-
> 10
mg/dL
3.
Bilirubin (bayi)
-
> 15
mg/dL
4.
Glukosa darah
(dewasa)
< 40
> 500
mg/dL
5.
Glukosa darah (bayi)
< 40
> 325
mg/dL
6.
Calcium total darah
<6
> 13
meq/L
7
Calcium ion
< 0.78
> 1.58
meq/L
8.
Natrium / Na
< 120
> 160
meq/L
9.
Kalium / K
< 2.5
>6
meq/L
10.
Chlorida / Cl
< 80
> 115
meq/L
11.
Magnesium / Mg
<1
>4
meq/L
12.
Phosphat / P
<1
-
meq/L
13.
Laktat (anak)
-
> 4.1
mmol/dL
14.
Laktat (dewasa)
-
> 3.4
mmol/dL
15.
Troponin T-
-
Positif
Astrup/ Analisa gas darah
1.
pH
< 7.25
> 2.55
mmHg
2.
pCO2
< 20
> 60
mmHg
3.
pO2
< 40
-
mmHg
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
133
Lampiran 23 Alur Pemantauan Efek Samping Obat
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
134
Lampiran 24 Alur Pelayanan Informasi Obat
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
135
Lampiran 25 Struktur Organisasi ISB
Direktur Utama
Direktur Umum, SDM, dan
Pendidikan
Kepala Instalasi Sterilisasi
dan Binatu
Koordinator
Sterilisasi
PJ
Dekontaminasi
dan Sterilisasi
PJ Pengawasan
Mutu Sterilisasi
dan Alkes Habis
Pakai
Koordinator
Binatu
PJ Binatu dan
Penjahitan
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
PJ Pengawasan
Mutu dan
Distribusi Linen
136
Lampiran 26 Denah Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) Sterilisasi
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
137
Lampiran 27 Alur Retur dan Pemusnahan Perbekalan Farmasi
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMANTAUAN IMPLEMENTASI STANDAR AKREDITASI JCI
MANAJEMEN DAN PENGGUNAAN OBAT-OBATAN (MPO)
DI INSTALASI FARMASI RSUP FATMAWATI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DEWI SRIYANI, S. Farm.
1306343454
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JULI 2014
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMANTAUAN IMPLEMENTASI STANDAR AKREDITASI JCI
MANAJEMEN DAN PENGGUNAAN OBAT-OBATAN (MPO)
DI INSTALASI FARMASI RSUP FATMAWATI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
DEWI SRIYANI, S. Farm.
1306343454
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JULI 2014
ii
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
v
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.3 Latar Belakang ...........................................................................
1
1.4 Tujuan ........................................................................................
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
4
2.1 Joint Commission International (JCI) .......................................
4
2.2 Kebijakan dan Prosedur Joint Commission Internationa (JCI) ..
5
2.3 Standar Joint Commission Internationa (JCI) ...........................
6
2.4 Sistem Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) .....................
7
2.5 Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO) ....................
8
2.6 Standar MPO.2 Pemilihan dan Pengadaan ................................
10
2.7 Standar MPO.4 Permintaan dan Peresepan ...............................
11
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ...................................................
15
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ...................................................
15
3.2 Metode Pengkajian .....................................................................
15
BAB 4 PEMBAHASAN ..............................................................................
16
BAB 5 PENUTUP ........................................................................................
26
5.1 Kesimpulan ................................................................................
26
5.2 Saran ..........................................................................................
26
DAFTAR ACUAN .........................................................................................
27
iii
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Daftar obat yang dibuat Copy resep selama Bulan Maret
2014 di Gedung Prof. Soelarto Lantai 1 – 4 .................................. 18
Tabel 4.2 Daftar obat High Alert .................................................................. 19
Tabel 4.3 Daftar obat Look Alike .................................................................. 22
Tabel 4.4 Daftar singkatan yang tidak boleh digunakan .............................. 24
iv
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Daftar obat yang dibuat Copy resep selama Bulan Maret
Di Gedung Prof. Soelarto Lantai 1 – 4 ..................................... 28
Lampiran 2
Daftar obat High Alert ............................................................. 29
Lampiran 3
Daftar obat LASA .................................................................... 31
3.1 Daftar obat Look Alike ...................................................... 31
3.2 Daftar obat Sound Alike .................................................... 32
Lampiran 4
Daftar singkatan kefarmasian .................................................. 34
Lampiran 5
Foto obat Look Alike ................................................................ 36
5.1 Bisoprolol 5 mg tablet – Anemolat 1 mg tablet ............... 36
5.2 Furosemid 40 mg tablet – Isosorbit dinitrat 5 mg tablet .. 36
5.3 Dipeptive 100 mL injeksi – Aminosteril 6% mL injeksi . 37
5.4 Cendo Polydex 5 mL tetes mata – Cendo Xitrol
5 mL tetes mata ................................................................ 37
Lampiran 6
Foto obat yang tidak lagi termasuk Look Alike ....................... 38
6.1 Bricasma ampul – Buscopan ampul ................................. 38
6.2 Cefotaxime 1 g vial – Ceftriaxone 1 g vial ......................
v
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Upaya pemerintah
dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah dengan
mendirikan rumah sakit.
Rumah
sakit
merupakan
institusi
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undangundang nomor 44, 2009). Dalam Undang-undang nomor 44 tahun 2009 juga
disebutkan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan
ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya.
Dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
masyarakat, maka diperlukan suatu standar akreditasi yang dapat menjamin mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Joint Commission International (JCI)
merupakan organisasi internasional yang dapat memberikan akreditasi di bidang
pelayanan kesehatan. Misi JCI adalah memperbaiki kualitas dan keamanan
pelayanan kesehatan di masyarakat internasional. Selama lebih dari 75 tahun, JCI
telah mensurvei hampir 16.000 program layanan kesehatan melalui proses
akreditasi. Di Indonesia sendiri, beberapa rumah sakit telah berstandar JCI, salah
satunya adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati yang resmi
mendapatkan akreditasi JCI pada Desember 2013.
1
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Masa akreditasi JCI berlaku selama tiga tahun, sejak hari pertama JCI
selesai melakukan survei di rumah sakit, kecuali dicabut oleh pihak JCI. Pada
akhir siklus tiga tahun, rumah sakit juga harus dievaluasi ulang untuk memenuhi
persyaratan pembaharuan pemberian akreditasi. Artinya, pemantauan terhadap
pelayanan kesehatan di rumah sakit, dalam hal ini RSUP Fatmawati, tidak akan
terhenti setelah akreditasi JCI diberikan, tetapi akan terus menerus dilakukan
selama tiga tahun masa siklus akreditasi tersebut.
Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit tak dapat dipisahkan dari standar
pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Dalam JCI, standar
akreditasi pelayanan kefarmasian terdapat dalam Bagian I Standar yang Berfokus
Pasien, yaitu Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) dan Manajemen
dan Penggunaan Obat-obatan (MPO).
Mengingat bahwa diperolehnya akreditasi JCI merupakan awal perbaikan
kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kefarmasian,
maka proses mempertahankan akreditasi tersebut menjadi tidak kalah penting.
Pemantauan terhadap implementasi standar akreditasi JCI secara terus-menerus
merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh setiap individu di rumah sakit.
Sehubungan dengan sedang dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUP Fatmawati, penulis turut dalam kegiatan pemantauan terhadap
implementasi Standar Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO), yaitu
MPO.2 Pemilihan dan Pengadaan dan MPO.4 Permintaan dan Penyalinan. Hal ini
juga terkait dengan penyusunan Formularium RSUP Fatmawati 2014. Pada
MPO.2 Pemilihan dan Pengadaan, fokus pamantauan dilakukan pada upaya
perencanaan pengadaan obat berdasarkan copy resep, kesesuaian ketersediaan
obat High Alert di RSUP Fatmawati berdasarkan daftar High Alert saat akreditasi
JCI dengan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014, dan juga
pemantauan daftar obat Look Alike Sound Alike (LASA). Selain itu, dilakukan
juga revisi daftar singkatan kefarmasiaan yang termasuk dalam MPO.4
Permintaan dan Penyalinan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
3
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk memantau implementasi
standar akreditasi JCI, Standar yang Berfokus Pasien terkait pelayanan
kefarmasian, yaitu Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) dan
Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO),
a.
Mengetahui nama dan jumlah obat yang dibuat copy resep selama bulan
Maret 2014 di Rawat Inap Gedung Prof. Soelarto Lantai 1-4.
b.
Mengetahui kesesuaian daftar obat High Alert di RSUP Fatmawati dengan
Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014.
c.
Mengetahui kesesuaian daftar obat Look Alike Sound Alike (LASA) di RSUP
Fatmawati dengan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014.
d.
Mengetahui daftar singkatan kefarmasian yang berlaku dalam upaya
penyusunan Formularium RSUP Fatmawati 2014.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Joint Commission International (JCI)
Joint Commission International (JCI) adalah versi internasional dari The
Joint Commission (USA). Selama lebih dari 75 tahun, The Joint Commission
(USA) dan organisasi pendahulunya didekikasikan untuk meningkatkan kualitas
dan keamanan pelayanan kesehatan. Saat ini, The Joint Commission (USA)
merupakan pemberi akreditasi terbesar di Amerika Serikat di bidang organisasi
pelayanan kesehatan yang telah menyurvei hampir 16.000 program layanan
kesehatan melalui proses akreditasi sukarela.
Akreditasi Joint Commission International (JCI) merupakan berbagai
inisiatif yang dirancang untuk menanggapi meningkatnya kebutuhan seluruh
dunia akan sebuah sistem evaluasi berbasis standar. Misi JCI adalah memperbaiki
kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan di masyarakat internasional.
Tujuannya adalah untuk menawarkan kepada masyarakat internasional proses
objektif untuk mengevaluasi organisasi pelayanan kesehatan yang berbasis
standar. Program akreditasi JCI didasarkan pada kerangka kerja standar
internasional yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal dengan ciri sebagai
berikut :
a.
Standar konsensus internasional, dikembangkan dan dikelola oleh sebuah
gugus tugas internasional, dan disetujui Dewan internasional, yang
merupakan program dasar akreditasi.
b.
Filosofi yang mendasari standar didasrkan pada prinsip manajemen bermutu
yang terus-menerus diperbaiki mutunya.
c.
Proses akreditasi ini dirancang untuk mengakomodasikan faktor hokum,
agama, dan/atau faktor budaya di sebuah negara tertentu. Meski standar yang
ditetapkan bersifat seragam demi harapan tinggi untuk keselamatan dan
kualitas perawatan pasien, proses akreditasi juga mempertimbangkan sejauh
mana kondisi khas negara tersebut dapat memenuhi harapan tinggi tersebut.
4
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
5
d.
Tim survei lapangan dan penentuan agenda survei akan bervariasi tergantung
pada besar kecilnya organisasi pelayanan kesehatan dan jenis layanan yang
diberikan. Sebagai contoh, sebuah organisasi multispesialis raksasa mungkin
memerlukan survei empat atau lima hari oleh dokter, perawat, dan
administrator, sementara rumah sakit dengan 50 tempat tidur dan spesialisasi
di satu bidang mungkin hanya memerlukan survei lebih pendek dengan tim
yang lebih kecil.
e.
Akreditasi JCI ini dirancang agar absah, dapat dipercaya, dan objektif.
Berdasarkan analisis hasil survei, keputusan akreditasi akhir dibuat oleh
komite akreditasi internasional.
2.2 Kebijakan dan Prosedur Joint Commission International (JCI)
Setiap rumah sakit pelayanan kesehatan dapat mendaftar untuk diakreditasi
JCI dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.
Rumah sakit tersebut saat ini beroperasi dengan izin sebagai rumah sakit
penyedia layanan kesehatan di negara yang bersangkutan.
b.
Rumah saki tersebut harus bersedia dan siap bertanggung jawab untuk
meningkatkan kualitas rawatan dan layanannya.
c.
Rumah sakit tersebut menyediakan layanan yang ditentukan oleh standar JCI.
Survei akreditasi menilai sejauh mana rumah sakit memenuhi standar dan
pernyataan tujuan standar JCI. Survei mengevaluasi rumah sakit berdasarkan :
a.
Wawancara dengan staf dan pasien dan informasi lisan lainnya.
b.
Pengamatan setempat oleh pelaku survei mengenai proses perawatan pasien.
c.
Kebijakan, prosedur, pedoman praktik klinis, dan dokumen lain yang
disediakan rumah sakit.
d.
Hasil penilaian diri sebagai bagian dari proses akreditasi.
Proses survei dilakukan di lokasi dan penilaian diri secara berkelanjutan
dapat membantu rumah sakit mengindentifikasi dan memperbaiki masalah serta
meningkatkan
kualitas
layanan
dan
jasanya.
Disamping
mengevaluasi
kepatuhannya terhadap standar dan maksud dan tujuan standar JCI serta
kepatuhannya terhadap Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP), pelaku
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
6
survei juga memberikan edukasi dalam rangka mendukung aktivitas perbaikan
kualitas rumah sakit.
Ruang lingkup survei JCI meliputi seluruh fungsi rumah sakit yang terkait
dengan standar dan seluruh penatalaksanaan perawatan pasien. Standar yang
digunakan JCI dipilih berdasarkan lingkup layanan yang tersedia di rumah sakit
yang mendaftar untuk disurvei. Survei di lokasi akan mempertimbangkan faktor
budaya dan/atau faktor hukum khas yang dapat mempengaruhi atau menentukan
keputusan terkait dengan penyediaan perawatan dan/atau kebijakan dan prosedur
rumah sakit.
Hasil survei akreditasi akan diputuskan oleh Komite Akreditasi JCI
berdasarkan temuan survei. Rumah sakit akan menerima keputusan permohonan
akreditasi berupa penolakan atau peneriman akreditasi oleh JCI. Untuk
memperoleh akreditasi, rumah sakit harus menunjukkan bukti bahwa seluruh
standar dipatuhi dan mencapai skor angka minimal standar sebagaimana
tercantum dalam keputusan. Rumah sakit yang Terakreditasi akan menerima
Laporan Resmi Temuan Survei dan sertifikat penghargaan. Laporan tersebut
menunjukkan tingkat pemenuhan terhadap standar JCI yang dicapai rumah sakit.
Masa akreditasi JCI berlaku selama tiga tahun, kecuali dicabut oleh pihak
JCI. Akreditasi ini berlaku sejak hari pertama JCI selesai melakukan survei di
rumah sakit atau sejak survei . Pada akhir siklus tiga tahun, rumah sakit juga harus
dievaluasi ulang untuk memenuhi persyaratan pembaharuan pemberian akreditasi.
Jika selama masa akreditasi, rumah sakit mengalami perubahan struktur,
kepemilikan, atau layanan, JCI harus diberitahu. JCI kemudian akan menentukan
perlu tidaknya menyurvei ulang rumah sakit dan/atau membuat keputusan
akreditasi baru.
2.3 Standar Joint Commission International (JCI)
Standar akreditasi JCI dikembangkan dan disempurnakan oleh sebuah
Subkomite Standar Internasional dengan 12 anggota yang terdiri atas dokter,
perawat, administrator, dan ahli kebijakan publik yang berpengalaman.
Kengggotaan subkomite ini mencakup enam wilayah utama dunia, yaitu Amerika
Latin dan Karibia, Asia dan Pasifik, Timur Tengah, Eropa Tengah dan Timur,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
7
Eropa Barat, dan Afrika. Secara terus-menerus akan dikumpulkan berbagai
informasi dan pengalaman yang terkait dengan standar. Jika standar tidak lagi
mencerminkan praktek perawatan kesehatan mutakhir, teknologi yang umum ada,
dan praktek manajemen mutu, maka standar akan direvisi atau dihapus. Sampai
saat ini, standar direvisi dan dipublikasikan minimal setiap tiga tahun. Adapun
standar JCI tersebut terdiri dari :
a.
Standar-standar yang berfokus pasien
1) Sasaran internasional keselamatan pasien (SIKP)
2) Akses ke perawatan dan kesinambungan perawatan (APKP)
3) Hak pasien dan keluarga (HPK)
4) Asesmen pasien (AP)
5) Perawatan pasien (PP)
6) Manajemen dan penggunaan obat-obatan (MPO)
7) Penyuluhan pasien dan eluarga pasien (PPKP)
b.
Standar-standar manajemen organisasi pelayanan kesehatan
1) Perbaikan mutu dan keselamatan pasien (PMKP)
2) Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
3) Tata kelola, kepemimpinan, dan arah (TKKA)
4) Manajemen dan keamanan fasilitas (KPS)
5) Manajemen komunikasi dan informasi (MKI)
2.4 Sistem Internasional Keselamatan Pasien (SIKP)
Standar
Sistem
Internasional
Keselamatan
Pasien
(SIKP)
atau
International Patient Safety Goals (IPSG) yang terkait dengan pelayanan
kefarmasian adalah Standar SIKP.3, yaitu Meningkatkan Keamanan Obat-obatan
yang Harus Diwaspadai. Dalam Standar SIKP.3 disebutkan bahwa Rumah sakit
mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obatan yang
harus diwaspadai. Adapun elemen penilaian SIKP.3 antara lain :
a.
Kebijakan dan/atau prosedur disusun untuk mengatasi masalah identifikasi,
lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat yang patut diwaspadai.
b.
Kebijakan dan/atau prosedur ini diterapkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
8
c.
Elektrolit konsentrat tidak boleh ada di unit perawatan pasien kecuali jika
secara klinis diperlukan dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
tidak sengaja di wilayah yang diizinkan oleh aturan kebijakannya.
d.
Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit perawatan pasien diberi label jelas
dan disimpan sedemikian rupa hingga tidak mudah diakses.
2.5 Manajemen dan Penggunaan Obat-Obatan (MPO)
Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO) atau Medication
Management Use (MMU) merupakan komponen yang penting dalam pengobatan
simtomatik, preventif, kuratif, dan paliatif maupun tata kelola penyakit dan
kondisi pasien. Manajemen obat-obatan ini meliputi sistem dan proses yang
digunakan rumah sakit untuk menyediakan farmakoterapi bagi pasiennya. Standar
Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO) antara lain :
2.5.1 Standar MPO.1 Pengaturan dan Manajemen
Obat-obat yang digunakan di dalam rumah sakit sesuai dengan undangundang dan peraturan yang berlaku dan diatur untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Standar MPO.1 terdiri dari MPO.1.1, yang menyebutkan bahwa ahli farmasi atau
teknisi yang memiliki lisensi yang sesuai, atau professional terlatih lainnya
mengawasi pelayanan farmasi atau yang berkaitan dengan farmasi.
2.5.2 Standar MPO.2 Pemilihan dan Pengadaan
Pilihan obat-obatan yang tepat untuk peresepan atau permintaan ada dalam
persediaan atau dapat tersedia dengan mudah. Standar MPO.2 terdiri dari :
MPO.2.1 Terdapat suatu metode untuk mengawasi daftar obat-obatan rumah sakit
dan penggunaan obat-obatan.
MPO.2.2 Rumah sakit dapat dengan segera memperoleh obat-obatan yang tidak
ada dalam persediaan atau tidak biasa bagi rumah sakit atau pada saatsaat dimana apotek tutup.
2.5.3 Standar MPO.3 Penyimpanan
Obat-obatan disimpan dengan baik dan aman. Standar MPO.3 terdiri dari :
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
9
MPO.3.1 Kebijakan rumah sakit mendukung penyimpanan obat-obatan dan
produk-produk nutrisi yang dapat dipakai secara tepat.
MPO.3.2 Obat-obatan untuk keadaan darurat tersedia, terpantau, dan aman
apabila disimpan di luar farmasi rumah sakit.
MPO.3.3 Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali obat-obatan.
2.5.4 Standar MPO.4 Permintaan dan Peresepan
Peresepan, permintaan, pemesanan, dan penyalinan diatur oleh kebijakan
dan prosedur. Standar MPO.4 terdiri dari :
MPO.4.1 Rumah sakit menetapkan elemen-elemen suatu permintaan atau
peresepan yang lengkap serta jenis permintaan yang dapat diterima dan
digunakan.
MPO.4.2 Rumah sakit menetapkan siapa saja yang memenuhi kualifikasi dan
diizinkan.
MPO.4.3 Obat-obatan yang diresepkan dan diberikan ditulis dalam rekam medis
pasien.
2.5.5 Standar MPO.5 Penyiapan dan Pengeluaran
Obat-obatan disiapkan dan dibagikan dalam lingkungan yang aman dan
bersih. Standar MPO.5 terdiri dari :
MPO.5.1 Resep atau permintaan obat-obatan diperiksa kelayakannya.
MPO.5.2 Suatu sistem digunakan untuk mengeluarkan obat-obatan dengan dosis
yang tepat bagi pasien yang benar pada saat yang tepat.
2.5.6 Standar MPO.6 Pemberian
Rumah sakit mengidentifikasi mereka yang memenuhi kualifikasi dan
izinkan untuk memberikan obat-obatan. Standar MPO.6 terdiri dari :
MPO.6.1 Pemberian obat-obatan meliputi proses verifikasi bahwa obat-obatan
tersebut tepat sesuai dengan permintaan.
MPO.6.2 Kebijakan dan prosedur mengatur obat-obatan yang dibawa masuk ke
dalam rumah sakit untuk dikonsumsi sendiri oleh pasien atau sebagai
sampel.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
10
2.5.7 Standar MPO.7 Pemantauan
Efek-efek obat-obatan pada pasien dipantau. Standar MPO.7 terdiri dari
MPO.7.1, yang menyebutkan bahwa kesalahan obat, termasuk kejadian nyaris
cedera (near miss), dilaporkan melalui suatu proses dan kurun waktu yang
ditetapkan rumah sakit.
2.6 Standar MPO. 2 Pemilihan dan Pengadaan
Standar MPO.2 berisi tentang pilihan obat-obatan yang tepat untuk
peresepan atau permintaan ada dalam persediaan atau dapat tersedia dengan
mudah. Elemen penilaian Standar MPO.2 antara lain :
a.
Terdapat suatu daftar obat-obatan yang disediakan di dalam rumah sakit atau
yang tersedia dengan mudah dari sumber luar.
b.
Suatu proses kerja sama digunakan untuk menulis daftar tersebut (kecuali jika
ditetapkan pleh peraturan atau pihak berwenang di luar rumah sakit)
c.
Terdapat suatu proses untuk kondisi dimana obat-obatan tidak tersedia yang
meliputi pemberitahuan kepada penulis resep dan obat pengganti yang
disarankan.
Adapun Standar MPO.2 terdiri dari :
2.6.1 Standar MPO.2.1
Terdapat suatu metode untuk mengawasi daftar obat-obatan rumah sakit
dan penggunaan obat-obatan. Elemen penilaian MPO.2.1 antara lain :
a.
Terdapat metode untuk mengawasi penggunaan obat-obatan dalam rumah
sakit.
b.
Obat-obatan terlindung dari bahaya hilang atau disuri di seluruh rumah sakit.
c.
Praktisi perawatan kesehatan yang terlibat dalam proses permintaan,
pengeluaran, pemberian, dan pemantauan pasien dilibatkan dalam evaluasi
dan pemantauan daftar obat-obatan.
d.
Keputusan untuk menambah atau mengurangi obat-obatan dari daftar tersebut
diatur oleh kriteria.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
11
e.
Ketika terdapat obat-obatan yang baru ditambahkan ke dalam daftar tersebut,
terdapat suatu proses atau mekanisme untuk memantau bagaimana obat
tersebut digunakan dan adakah efek samping yang tidak terduga.
f.
Daftar tersebut ditinjau setidaknya setahun sekali berdasarkan informasi
keselamatan dan kemanjuran.
2.6.2 Standar MPO.2.2
Rumah sakit dapat dengan segera memperoleh obat-obatan yang tidak ada
dalam persediaan atau tidak biasa bagi rumah sakit atau pada saat-saat dimana
apotek tutup. Elemen penilaian MPO.2.2 antara lain :
a.
Terdapat proses untuk menyetujui dan mengadakan obat-obatan yang tidak
ada dalam persediaan atau tidak biasa tersedia di rumah sakit.
b.
Terdapat proses untuk memperoleh obat-obatan pada saat farmasi rumah sakit
tutup atau persediaan obat-obatan dalam kondisi terkunci.
c.
Staf memahami proses-proses tersebut.
2.7 Standar MPO. 4 Permintaan dan Peresepan
Standar MPO.4 berisi tentang peresepan, permintaan, pemesanan, dan
penyalinan diatur oleh kebijakan dan prosedur. Elemen penilaian Standar MPO.4
antara lain :
a.
Ada kebijakan dan prosedur yang mengatur peresepan, permintaan, dan
penyalinan obat-obatan yang aman dalam rumah sakit.
b.
Ada kebijakan dan prosedur yang membahas tindakan-tindakan berkaitan
dengan resep atau permintaan yang tidak terbaca.
c.
Terdapat proses kerja sama dalam penyusunan kebijakan dan prosedur.
d.
Staf yang relevan dilatih dalam praktek-praktek peresepan, permintaan, dan
penyalinan yang benar.
e.
Rekam medis pasien memuat daftar obat-obatan terkini sebelum masuk ke
rumah sakit, dan informasi ini tersedia bagi farmasi dan para praktisi
perawatan kesehatan pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
12
f.
Permintaan obat-obatan awal dibandingkan dengan daftar obat-obatan yang
dikonsumsi sebelum masuk ke rumah sakit, sesuai dengan proses yang
ditetapkan rumah sakit.
Standar MPO.4 terdiri dari :
2.7.1 Standar MPO.4.1
Rumah sakit menetapkan elemen-elemen suatu permintaan atau peresepan
yang lengkap serta jenis permintaan yang dapat diterima dan digunakan. Elemen
penilaian MPO.4.1 antara lain :
a.
Permintaan atau resep obat-obatan yang dapat diterima ditetapkan dalam
kebijakan yang membahas elemen-elemen sebagai berikut :
1) Data yang diperlukan untuk mengidentifikasi pasien secara akurat.
2) Unsur-unsur permintaan atau resep.
3) Kapan obat generik atau bermerek dapat diterima atau diperlukan.
4) Apakah atau kapankah indikasi penggunaan diperlukan secara PRN (pro
re nata, atau “sesuai keperluan”) atau berdasarkan permintaan lain dan
kapan diperlukannya.
5) Tindakan atau prosedur pencegahan khusus untuk permintaan obatobatan yang terlihat mirip/memiliki nama yang mirip.
6) Tindakan-tindakan yang akan diambil apabila permintaan obat-obatan
tidak lengkap, tidak terbaca, atau tidak jelas.
7) Jenis-jenis penambahan permintaan yang diizinkan, seperti darurat, tetap,
atau penghentian otomatis, dan unsur-unsur yang diperlukan dalam
permintaan semacam itu.
8) Permintaan obat-obatan secara verbal dan melalui telepon serta proses
untuk memverifikasi permintaan tersebut.
9) Jenis-jenis permintaan berdasarkan berat badan, seperti misalnya untuk
populasi pediatrik.
b.
Permintaan atau resep obat-obatan lengkap sesuai dengan kebijakan rumah
sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
13
2.7.2 Standar MPO.4.2
Rumah sakit menetapkan siapa saja yang memenuhi kualifikasi dan
diizinkan. Elemen penilaian MPO.4.2 antara lain :
a.
Hanya mereka yang diizinkan rumah sakit dan oleh lisensi, undang-undang
dan peraturan yang relevan dapat melakukan peresepan atau permintaan obatobatan.
b.
Terdapat proses untuk menetapkan pembatasan, jika sesuai, untuk melakukan
peresepan atau permintaan oleh individu-individu.
c.
Individu yang diizinkan untuk melakukan peresepan dan permintaan obatobatan diketahui oleh layanan farmasi atau mereka yang bertugas
mengeluarkan obat-obatan.
2.7.3 Standar MPO.4.3
Obat-obatan yang diresepkan dan diberikan ditulis dalam rekam medis
pasien. Elemen penilaian MPO.4.3 antara lain :
a.
Untuk setiap pasien, dibuat catatan tentang obat-obatan yang diresepkan atau
diminta.
b.
Setiap dosis pemberian obat-obatan dicatat.
c.
Informasi obat-obatan disimpan dalam catatan pasien atau dimasukkan ke
dalam catatannya pada saat pemulangan atau transfer.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pengkajian
Pengamatan dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker pada
periode 2 April-30 Mei 2014 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati.
3.2 Metode Pengkajian
Pengumpulan data dilakukan dengan metode diskusi, tanya jawab, dan
studi literatur. Diskusi dan tanya jawab dilakukan terhadap tenaga kefarmasian
yang berada di Depo Farmasi Teratai terkait penulisan copy resep untuk pasien di
Pelayanan Rawat Inap Gedung Prof. Soelarto Lantai 1-4. Sedangkan studi literatur
dilakukan terkait dengan daftar singkatan kefarmasian yang berlaku di RSUP
Fatmawati. Dan untuk daftar obat High Alert dan LASA, penulis melakukan
peninjauan langsung ke Depo Farmasi IGD dan IRJ dengan acuan berupa daftar
obat High Alert dan LASA sebelumnya dan Rancangan Formularium RSUP
Fatmawati 2014. Referensi yang digunakan antara lain literatur kepustakaan, situs
resmi, dan referensi ilmiah dari media cetak maupun elektronik.
15
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati didirikan pada tahun 1953
oleh Ibu Fatmawati sebagai RS Tuberkulose Anak dan pada tahun 1984 resmi
sebagai RS Rujukan Wilayah Jakarta Selatan. Pada tahun 2010 menjadi Rumah
Sakit Kelas A Pendidikan yang sekaligus berhasil memenuhi standar Paripurna
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Dan pada Desember 2013, RSUP
Fatmawati berhasil mempertahankan standar Paripurna KARS dan lulus sertifikasi
Joint Commission International (JCI).
Masa akreditasi JCI tersebut berlaku selama tiga tahun, dimana pada akhir
siklus tiga tahun, RSUP Fatmawati akan dievaluasi ulang untuk memenuhi
persyaratan pembaharuan pemberian akreditasi. Artinya, pemantauan terhadap
pelayanan kesehatan di RSUP Fatmawati tidak akan terhenti setelah akreditasi JCI
diberikan, tetapi akan terus menerus dilakukan selama siklus tiga tahun akreditasi.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit tak dapat dipisahkan dari standar pelayanan
kefarmasian. Dalam JCI, standar akreditasi pelayanan kefarmasian terdapat dalam
Bagian I Standar yang Berfokus Pasien, yaitu Sasaran Internasional Keselamatan
Pasien (SIKP) dan Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO).
Standar Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) adalah rumah
sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obatan
yang harus diwaspadai. Obat-obatan yang perlu diwaspadai antara lain obatobatan yang dapat menyebabkan kejadian sentinel (High Alert) dan obat-obatan
yang mirip bentuk/bunyi namanya (LASA). Pengawasan terhadap obat – obatan
High Alert dan Look Alike Sound Alike (LASA) juga menjadi elemen penilaian
pada Standar Manajeman dan Penggunaan Obat (MPO), khususnya MPO 2.
Pemilihan dan Pengadaan. Pada MPO.2, rumah sakit diwajibkan membuat suatu
daftar (formularium) dari semua obat yang tersedia di rumah sakit. Pada proses
penyusunan formularium, dilakukan pemilihan obat secara kolaboratif antara
tenaga farmasi dan dokter dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi
ekonomi pasien.
16
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
17
Dalam upaya pemilihan dan pengadaan obat, instalasi farmasi harus
membuat perencanaan yang tepat. Selain melihat jumlah konsumsi obat pada
periode sebelumnya, data obat yang tidak diberikan karena kekosongan stok juga
dapat meningkatkan rasionalitas perencanaan. Data tersebut dapat diperoleh
melalui copy resep. Dengan adanya data copy resep, maka perencanaan obatobatan tersebut untuk periode berikutnya diharapkan akan mencukupi untuk
pelayanan kesehatan kepada pasien. Data copy resep yang diambil adalah dari
Pelayanan Rawat Inap Gedung Prof. Soelarto yang merupakan spesialisasi
perawatan unggulan RSUP Fatmawati, yaitu Pelayanan Orthopedic. Gedung Prof.
Soelarto terdiri dari 6 lantai, yaitu :
g.
Lantai pertama untuk ruangan perawatan khusus orthopedic kelas 3.
h.
Lantai kedua untuk ruangan perawatan bedah umum.
i.
Lantai ketiga untuk ruangan khusus perawatan non bedah.
j.
Lantai keempat untuk ruangan pasien rehabilitasi medik kelas 1 dan 2
k.
Lantai kelima untuk ruangan pasien VIP
l.
Lantai keenam untuk ruangan pasien VIP dan High Care Unit (HCU)
Berdasarkan data copy resep yang diambil selama bulan Maret 2014 di
Gedung Prof. Soelarto Lantai 1-4 RSUP Fatmawati terdapat 53 obat yang di buat
copy resep (Lampiran 1). Dari 53 obat tersebut terdapat 48 obat jadi dan lima obat
yang di produksi sendiri oleh RSUP Fatmawati. Dari sepuluh teratas pada Tabel
4.1, terdapat Bicnat dan CaCO3 kapsul yang merupakan produk dari Produksi Non
Steril RSUP Fatmawati. Delapan lainnya adalah obat jadi yang berasal dari
industri farmasi. Kekosongan stok bahan baku dan obat dari industri farmasi
maupun distributor merupakan salah satu alasan obat-obatan tersebut dibuat copy
resep. Keterlambatan pengiriman obat adalah alasan eksternal lainnya. Namun,
yang perlu diperhatikan adalah alasan internal dari Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati sendiri, yaitu perencanaan yang kurang terprediksi akibat adanya
peningkatan penggunaan obat. Dimulainya Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) 1 Januari 2014 menyebabkan peningkatan penggunaan obat yang masih
sulit diprediksi. Dengan demikian, adanya data copy resep diharapkan dapat
membantu perencanaan obat untuk periode selanjutnya yang lebih tepat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
18
Tabel 4.1 Daftar obat yang dibuat Copy resep selama Bulan Maret 2014 di
Gedung Prof. Soelarto Lantai 1 – 4
No.
Nama Obat
Jumlah
1
Bicnat kapsul
280
2
Ultracef
265
3
CaCO3 kapsul
215
4
B12
210
5
Metronidazol
110
6
Omeprazol
74
7
Kalk
70
8
HP Pro
60
9
Prednison
60
10
Urdafalk
45
Selain pemilihan dan pengadaan obat berdasarkan copy resep, dalam
MPO.2 juga terkait dengan penyusunan atau revisi terhadap formularium rumah
sakit. Revisi tidak hanya dilakukan pada jenis dan sediaan obat, tetapi juga
dilakukan terhadap daftar obat High Alert dan LASA, serta daftar singkatan
kefarmasian.
Pada saat akreditasi JCI di RSUP Fatmawati terdapat 15 kategori obat
High Alert dengan 31 sediaan. Namun, pada saat dibuat Rancangan Formularium
RSUP Fatmawati 2014, terdapat penambahan beberapa obat-obatan, termasuk
obat High Alert. Melalui pemantauan yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat
pengurangan kategori obat High Alert dari 15 menjadi 14. Obat yang dikeluarkan
adalah Levobupivakain dengan nama dagang Cyrocain. Alasannya adalah
ketidaktersediaan Cyrocain di Indonesia dan juga sampai saat ini belum pernah
dilakukan pemesanan terhadap Cyrocain. Namun, jumlah sediaan berdasarkan
Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014 justru mengalami penambahan,
yaitu dari 31 menjadi 68 sediaan. Penambahan ini dilakukan berdasarkan
peningkatan pasien, yang artinya penambahan kebutuhan obat-obatan sejak
dimulainya SJSN 1 Januari 2014.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
19
Tabel 4.2 Daftar Obat High Alert
1
KCl
2
NaCl
3
Isofluran
4
Sevofluran
5
Midazolam
6
Propofol
7
Atrakurium
8
9
Rekuronium
HBr
Lidokain
10
Bupivakain HCl
11
Levobupivakain
Sediaan berdasarkan
Rancangan
Formularium RSUP
Fatmawati 2014
Otsu-KCl 7,46% vial 25 Otsu-KCl 7,46% vial 25
mL (Otsuka)
mL (Otsuka)
NaCl infus 3% 500 mL NaCl infus 3% 500 mL
(Otsuka)
(Otsuka)
Isoflurane inhalasi
Aerrane inhalasi
Isoflurane inhalasi
Sevofluran inhalasi
Sevofluran inhalasi
Sojourn inhalasi
Dormicum ampul
Dormicum ampul
Sedacum ampul
Fortanest ampul
Miloz ampul
Diprivan ampul
Diprivan ampul
Fresofol ampul
Fresofol ampul
Recofol ampul
Propofol lipuro
Recofol ampul
Atrakurium
besilat Atrakurium besilat ampul
ampul
Atracurium Hameln
Notrixum ampul
ampul
Notrixum ampul
Roculac vial
Esmeron vial
Roculac vial
Lidocain ampul
Extracaine ampul
Lidocain ampul
Xylocaine ampul
Decain ampul
Buvanest Spinal 5 %
Marcain ampul
Heavy
Decain ampul
Marcain ampul
Cyrocain ampul
-
12
Ropivakain
Naropin ampul
Naropin ampul
13
Narkotika
14
Heparin Na
15
Obat Kanker
Morfin Sulfat ampul
Petidin ampul
Fentanil ampul
Sufentanil ampul
Inviclot vial 5000
International Unit/ml 5
ml
Bleomisin
Cisplatin
Carboplatin
Morfin Sulfat ampul
Petidin ampul
Fentanil ampul
Sufentanil vial
Heparin Vial
Inviclot Vial 5000
International Unit/ml 5 ml
Asparginase
Asam Zelodronat
Bevasizumab
No.
Sediaan berdasarkan
daftar saat JCI
Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
20
Doksorubisin
Etoposid
Fluorouracil
Oxaliplatin
Paclitaxel
Siklofosfamid
Vincristin
Bleomisin HCl
Cetuximab
Cisplatin
Carboplatin
Dakarbazin
Daktinomisin
Dantrolene
Daunorubisin HCl
Disodium Clodronate
tetrahydrate
Doksorubisin
Dosetaksel
Epirubisin HCl
Etoposid
Fludarabin
Fluorouracil
Gemsitabin
Ifosfamide
Irinotekan
Kalsium folinat
(Leukovorin Ca)
L-Asparginase
Methotrexate
Mitomisin C ( crystalin )
Oxaliplatin
Paclitaxel
Premetexed
Prokarbazin HCl
Rituksimab
Setuksimab
Siklofosfamid
Sitarabin
Trastuzumab
Vinblastin
Vincristin
Vinorelbin Tartrat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Dengan adanya revisi terhadap formularium RSUP Fatmawati, maka perlu
juga dilakukan pemantauan terhadap daftar obat LASA. Untuk daftar obat Sound
Alike dilakukan penyesuaian antara ketersediaan dengan Rancangan Formularium
RSUP Fatmawati 2014. Berdasarkan pemantauan, daftar obat terdapat 146 daftar
obat Sound Alike (Lampiran 3.2). Peningkatan daftar obat Sound Alike disebabkan
penambahan kekuatan sediaan obat pada Rancangan
Formularium RSUP
Fatmawati 2014. Misalnya Solosa, yang sebelumnya hanya ada kekuatan 2 mg
dan 4 mg, dilengkapi dengan kekuatan 1 mg dan 3 mg pada Rancangan
Formularium RSUP Fatmawati 2014.
Daftar obat Look Alike (Lampiran 3.1) juga mengalami perubahan, dari
sebelumnya 41 daftar obat menjadi 35. Berdasarkan Tabel 4.3, dapat dilihat
terdapat enam daftar obat yang tidak lagi termasuk dalam daftar Look Alike, 4
daftar obat masuk dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014, tetapi
tidak Look Alike dan 2 obat tidak terdapat dalam Rancangan Formularium RSUP
Fatmawati 2014.
Daftar obat yang masuk dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati
2014, tetapi tidak Look Alike adalah Amdixal 5 mg – Valsartan 80 mg, karena
sediaan Valsartan 80 mg diganti dengan Diovan. Selain itu, Ciprofloxacin –
Levofloxacin, Bricasma injeksi – Buscopan injeksi (Lampiran 6.1), dan
Cefotaxim 1 g vial – Cefriaxon 1 g vial (Lampiran 6.2) juga tidak termasuk dalam
daftar obat Look Alike karena perubahan kemasan.
Sedangkan Emtexat injeksi baik 5 mg ataupun 10 mg tidak terdapat dalam
Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014. Begitu juga dengan Haloxan
injeksi – Endoxan injeksi, karena Haloxan injeksi tidak terdapat dalam Rancangan
Formularium RSUP Fatmawati 2014, maka tidak termasuk dalam daftar obat
Look Alike.
Pemantauan terhadap daftar obat High Alert dan LASA harus dilakukan
secara berkala, tidak hanya saat penyusunan Rancangan Formularium RSUP
Fatmawati 2014 saja. Hal ini sangat bermanfaat untuk membantu petugas farmasi
di masing-masing depo dalam upaya menjaga keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai demi keselamatan pasien.
21
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
22
Tabel 4.3 Daftar obat Look Alike
No
Nama Obat
Nama Obat
Look Alike
Sediaan Tablet
1
Allopurinol 100 mg
Trihexyphenidil 2 mg

2
Amdixal 5 mg
Valsartan 80 mg

3
Amlodipin 5 mg
Amlodipin 10 mg

4
Betaserc 8 mg
Betaserc 24 mg

5
Bisoprolol 5 mg
Anemolat 1 mg

6
Canderin 8 mg
Canderin 16 mg

7
Candesartan 8 mg
Candesartan 16 mg

8
Captopril 12,5 mg
Captopril 25 mg

9
Ciprofloxacin
Levofloxacin

10
Depakote
Depakote ER

11
Furosemid 40 mg
Isosorbit dinitrat 5 mg

12
Harnal D
Harnal Ocas

13
Hytrin 1 mg
Hytrin 2 mg

14
Ketoprofen 50 mg
Ketoprofen 100 mg

15
Meloxicam 7,5 mg
Meloxicam 15 mg

16
Nitrokaf 2,5 mg
Nitrokaf 5 mg

17
Ofloxacin 200 mg
Ofloxacin 400 mg

18
Ondansetron 4 mg
Ondansetron 8 mg

19
Piracetam 400 mg
Piracetam 800 mg

20
Propranolol 10 mg
Propranolol 40 mg

21
Ramixal 2,5 mg
Ramixal 5 mg

22
Sifrol 0,375 mg
Sifrol 0,750 mg

23
Sifrol 0,375 mg
Micardis 80 mg

24
Sifrol 0,750 mg
Micardis 80 mg

Tetes Mata
25
Cendo Lyters 15 mL
Cendo Catarlen15 mL

26
Cendo Mydiatril 0,5%
Cendo Mydiatril 1%

27
Cendo Polydex 5 mL
Cendo Xitrol 5 mL

Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
23
Nebulizer
28
Ventolin Nebulizer
Flixotide Nebulizer

Injeksi
28
Bricasma injeksi
Buscopan injeksi

29
Cefotaxim 1 g vial
Ceftriaxon 1 g vial

30
Diazepam injeksi
Furosemid injeksi

31
Dipeptive 100 mL injeksi
Aminosteril 6% 100 mL injeksi

32
Doxorubicin 10 mg injeksi
Doxorubicin 50 mg injeksi

33
Emtexat 5 mg injeksi
Emtexat 10 mg injeksi

34
Fosmicin 1 g vial
Fosmicin 2 mg vial

35
Haloxan injeksi
Endoxan injeksi

36
Insulin Humalog
Insulin Humalog mix

37
Insulin Humalog N
Insulin Humalog R

38
Iopamiro 30 mL injeksi
Iopamiro 50 mL injeksi

39
Kalnex 250 mg injeksi
Kalnex 500 mg injeksi

40
Mikasin 250 mg injeksi
Mikasin 500 mg injeksi

41
Ondansetron 4 mg injeksi
Ondansetron 8 mg injeksi

Keterangan :  : Obat masuk dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati
2014 dan Look Alike;  : Obat masuk dalam Rancangan Formularium RSUP
Fatmawati 2014, tetapi tidak Look Alike;  : Obat tidak masuk dalam Rancangan
Formularium RSUP Fatmawati 2014
Pemantauan selanjutnya dilakukan terhadap daftar singkatan kefarmasian.
Berdasarkan Standar JCI pada MPO.4 dalam hal penulisan resep, prescribing
yaitu dokter harus menggunakan daftar singkatan kefarmasian sesuai dengan yang
tertera dalam Formularium Rumah Sakit. Daftar singkatan kefarmasian yang akan
diajukan dalam Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014 dapat dilihat
pada Lampiran 4.
Pada Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014 terdapat beberapa
perubahan, baik penghapusan ataupun penambahan singkatan. Penghapusan
singkatan dilakukan berdasarkan ketetapan dari JCI dan Lembaga Keamanan
Praktik Kedokteran (Institute for Safe Medicine Practices) karena seringkali
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
24
disalahartikan dan dapat menyebabkan bahaya dalam pelayanan kesehatan
terhadap pasien. Adapun beberapa singkatan yang dihapuskan sebagai berikut :
Tabel 4.4 Daftar singkatan yang tidak boleh digunakan
SINGKATAN
µg
AD, AS, AU/ADS
MAKSUD
MIS-
WAJIB
SINGKATAN
INTERPRETASI
DIGUNAKAN
Mikrogram
mg
mikrogram
Telinga kanan,
OD, OS, OU/ODS
Telinga kanan,
telinga kiri, kedua
(Mata kanan, mata
telinga kiri,
telinga
kiri, kedua mata)
kedua telinga
AD, AS, AU/ADS
OD, OS, OU/ODS
Mata kanan, mata
(Telinga kanan,
kiri, kedua mata
telinga kiri, kedua
telinga)
Mata kanan,
mata kiri, kedua
mata
cc
Sentimeter kubik
„u‟ unit
ml
IN
Intranasal
IM atau IV
Intranasal
Angka „0‟ atau „4‟
atau „cc‟
U atau u
Unit
Contoh :
4U → 40
Unit
4u → 44
4U → 4cc
Penulisan nama kimia obat juga tidak boleh digunakan lagi. misalnya
MgSO4 (Magnesium Sulfat) yang seringkali salah diartikan sebagai Morfin Sulfat
dan sebaliknya. Oleh sebab itu, daftar singkatan kefarmasian dalam Rancangan
Formularium RSUP Fatmawati 2014 menghapuskan nama kimia obat.
Selain penghapusan daftar singkatan, dilakukan juga penambahan daftar
singkatan pada istilah dalam resep seperti aturan pakai. Seringkali dokter
menuliskan aturan pakai 1-0-1 yang sebenarnya tidak lazim digunakan. Maksud
aturan pakai tersebut bisa menjadi dua, yaitu dua kali sehari pagi dan sore atau
dua kali sehari pagi dan malam. Seharusnya dokter menuliskan bdd/2dd yang
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
25
artinya dua kali sehari setiap 12 jam. Penambahan singkatan lainnya meliputi
takaran sendok, yaitu c, cp, dan cth (sendok makan 15 ml, sendok bubur 8 ml, dan
sendok teh 5 ml), dan juga istilah dalam resep racikan seperti ad (tambahkan), dtd
(berikan sebanyak itu), qs (secukupnya), dan ue (pemakaian luar). Perubahan pada
daftar singkatan kefarmasian ini juga disesuaikan dengan penggunaannya di
RSUP Fatmawati, sehingga tidak semua daftar singkatan dimasukkan ke dalam
Rancangan
Formularim
RSUP
Fatmawati
2014.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pemantauan implementasi standar akreditasi JCI, Standar yang Berfokus
Pasien terkait pelayanan kefarmasian, yaitu Sasaran Internasional Keselamatan
Pasien
(SIKP)
dan
Manajemen
dan
Penggunaan
Obat-obatan
(MPO)
menunjukkan bahwa :
a.
Terdapat 53 obat yang dibuat copy resep selama bulan Maret 2014 di Rawat
Inap Gedung Prof. Soelarto Lantai 1-4. Data nama dan jumlah obat yang
dibuat copy resep tersebut dapat digunakan untuk perencanaan pengadaan
obat untuk bulan berikutnya, sehingga permintaan resep akan obat-obatan
tersebut dapat dipenuhi.
b.
Terdapat perubahan daftar obat High Alert di RSUP Fatmawati berdasarkan
kesesuaiannya dengan Rancangan Formularium RSUP Fatmawati 2014.
c.
Terdapat perubahan daftar obat Look Alike Sound Alike (LASA) di RSUP
Fatmawati berdasarkan kesesuaiannya dengan Rancangan Formularium
RSUP Fatmawati 2014.
d.
Terdapat perubahan daftar singkatan kefarmasian di RSUP Fatmawati.
5.2 Saran
Dilakukan pemantauan secara berkala oleh tim khusus. Jika tidak dapat
dibentuk tim khusus, maka diperlukan kerja sama semua tenaga kefarmasiaan agar
pemantauan terhadap implementasi standar akreditasi JCI, Standar yang Berfokus
Pasien terkait pelayanan kefarmasian, yaitu Sasaran Internasional Keselamatan
Pasien (SIKP) dan Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO) dapat
dijalankan. Pemantauan harusnya tidak hanya dilakukan pada MPO.2 Pemilihan
dan Pengadaan dan MPO.4 Permintaan dan Penyalinan saja, tetapi juga pada
MPO.1 Pengaturan dan Manajemen, MPO.3 Penyimpanan, MPO.5 Penyiapan dan
Pengeluaran, MPO.6 Pemberian, dan MPO.7 Pemantauan.
26
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Joint Commission International. (2011). Joint Commission International Standar
Akreditasi Rumah Sakit Edisi ke-4. Terjemahan Meitasari Tjandrasa dan
Nicole Budiman. Jakarta.
Komite Mutu dan Manajemen Risiko RSUP Fatmawati. (2012). Standar
Singkatan RSUP Fatmawati. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor
44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta.
RSUP Fatmawati. (2012). Formularium RSUP Fatmawati Edisi VI Tahun 2012.
Jakarta.
RSUP Fatmawati. (2014). Rancangan Formularium RSUP Fatmawati Edisi VII
Tahun 2014. Jakarta.
27
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
28
Lampiran 1 Daftar obat yang dibuat Copy resep selama Bulan Maret 2014
di Gedung Prof. Soelarto Lantai 1 – 4
No
Nama Obat
Jumlah
28
Alinamin F
10
1
Bicnat
280
29
NaCl kapsul
6
2
Ultracef
265
30
Laxadine syrup
5
3
CaCO3
215
31
Enziplex
5
4
B12
210
32
Pradoxa
4
5
Metronidazol
110
33
Levofloxacin inj
4
6
Omeprazol
74
34
Primperen inj
3
7
Kalk
70
35
Asam folat 15 mg
3
8
Prednison
60
36
Tramadol inj
2
9
HP Pro
60
37
Propofol
2
10
Urdafalk
45
38
Ondansentron inj
2
11
Cefixime
40
39
NaCl 100 cc
2
12
Dexametason
35
40
Clinimix
2
13
Sangobion
27
41
Bastrofer
2
14
Tramadol 100 mg
26
42
Sanmag
1
15
Tramadol 50 mg
20
43
OBH
1
16
Spasmium
20
44
Mecobalamin
1
17
Rhinos SR
20
45
Kaitostat
1
18
Betaserc
20
46
Inviclot
1
19
Ketorolac
15
47
Imotop
1
20
Amox-Clavulanat
15
48
Fluimucyl syrup
1
21
Eufil R
13
49
Fentanyl
1
22
Sohobion
10
50
Cefoperazone
1
23
KSR
10
51
Betadine 30 cc
1
24
Hepamerz
10
52
B12 inj
1
25
Folamil
10
53
Alinamin F inj
1
26
Enerplus
10
27
Dalfarol
10
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
29
Lampiran 2 Daftar obat High Alert
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
30
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
31
Lampiran 3 Daftar obat LASA
3.1 Daftar obat Look Alike
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
32
3.2 Daftar obat Sound Alike
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
33
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
34
Lampiran 4 Daftar singkatan kefarmasian
Nama Singkatan/
Istilah
No
Singkatan Dari (Arti)
A
UKURAN (METRIC SYSTEM)
1
cal
Kalori
2
cm
Sentimeter
3
gr
Gram
4
kcal
Kilokalori
5
kg
Kilogram
6
L
Liter
7
m
Meter
8
mEq
Miliequivalent
9
mg
Miligram
10
ml
Mililiter
11
mm
Milimeter
12
o
Celcius
13
o
Fahreinheit
B
BENTUK SEDIAAN
1
cap
Kapsul
2
cr
Cream
3
liq
Liquid
4
oint
Ointment/Salep
5
supp
Suppositoria
6
susp
Suspensi
7
syr
Syrup
8
tab
Tablet
9
Ungt
Unguentum/Salep
C
RUTE PEMBERIAN
1
PO
D
ISTILAH DALAM RESEP
1
ac
Ante Coenam/sebelum makan
2
ad
Adde/tambahkan
3
bdd/2dd
Bis De Die/dua kali sehari
4
c
Cochlear/sendok makan (15 ml)
5
cito
Cito/segera
C
F
Per Oral/Melalui Mulut
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
35
6
comp
Compositus/campuran
7
cp
Cochlear Pultis/sendok bubur (8 ml)
8
cth
Cochlear These/sendok teh (5 ml)
9
det
Detur/serahkan
10
dtd
Da Tales Dosis/berikan sebanyak itu
11
gtt
Guttae/tetes
12
iter
Iteratur/hendaknya diulang
13
mf
Misca Fac/ campur, buatlah
14
ne det
Ne Detur/belum diberikan
15
no
Nomero/jumlah
16
pc
Post Coenam/setelah makan
17
prn
Pro Re Nata/bila perlu
18
pulv
Pulvis/serbuk
19
qs
Quantum Satis/secukupnya
20
R, R/
Recipe/ambillah
21
S
Signa/tanda
22
tdd/3dd
Ter De Die/tiga kali sehari
23
ue
Usus Externus/pemakaian luar
E
ISTILAH FARMASI
1
AA
Asisten Apoteker
2
Apt
Apoteker
3
DOEN
Daftar Obat Esensial Nasional
4
DPHO
Daftar Plafon dan Harga Obat
F
NAMA OBAT / BAHAN KIMIA / REAGEN FARMASI
1
AAV
Acid Salicylic, Acid Benzoic, Vaselin Album
2
Aq Menth Pip
Aqua Menthae Piperatae
3
Aquadest
Aqua Destilata
4
BicNat
Natrium Bicarbonat
5
CMC
Carboxy Methyl Cellulosa
6
D5
Dextrose 5%
7
HCT
Hidrochlortiazid
8
INH
Isoniazid
9
NS
Normal Saline
10
Salep 2-4 / Zalf 2-4
Salep Acid Salicylic
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
36
Lampiran 5 Foto obat Look Alike
5.1 Bisoprolol 5 mg tablet – Anemolat 1 mg tablet
5.2 Furosemid 40 mg tablet – Isosorbid dinitrat 5 mg tablet
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
37
5.3 Dipeptiven 100 mL injeksi – Aminosteril 6% 100 mL injeksi
5.4 Cendo Polydex 5 mL tetes mata – Cendo Xitrol 5 mL tetes mata
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
38
Lampiran 6 Foto obat yang tidak lagi termasuk Look Alike
6.1 Bricasma ampul – Buscopan ampul
6.2 Cefotaxime 1 g vial – Ceftriaxone 1 g vial
Laporan praktik…, Dewi Sriyani, FF UI, 2014
Download