22 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Model Pembelajaran Inti dari sebuah model pembelajaran adalah pertautan aktivitas guru dengan aktivitas siswa sebagai upaya yang dirancang secara cermat dengan menggunakan pola tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dari sisi aktivitas belajar, model pembelajaran menggambarkan segenap upaya siswa pada setiap tahapan pembelajaran sesuai dengan rencana yang sudah disusun oleh guru. Sedangkan dari sisi aktivitas mengajar, menggambarkan segenap upaya guru dalam merancang dan mengelola sejumlah komponen pembelajaran serta memfasilitasinya sehingga terjadi kondisi belajar yang memudahkan siswa untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain bahwa model pembelajaran diibaratkan sebagai bueprint atau skenario yang akan berfungsi sebagai petunjuk bagi guru dan siswa dalam mengembangkan pembelajaran sejak membuka sampai menutup pembelajaran. 1. Konsep Model Pembelajaran Istilah model digunakan dalam konteks yang universal, mulai dari model sebagai padanan kata contoh sederhana dari sebuah sistem yang sangat kompleks (Hawking, 1993). Dalam konteks media pembelajaran, model diartikan sebagai benda tiruan dari objek yang sesungguhnya (Sadiman, 1986), hingga dalam konteks pembelajaran (Saripudin & Soekamto 1994) menjelaskan bahwa model Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 23 merupakan “sebuah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran”. Sedangkan Briggs (Gafur, 1983) mengartikan model sebagai seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media dan evaluasi. Berdasarkan beberapa konsep di atas, maka model pembelajaran dapat diartikan sebagai sebuah kerangka konseptual yang berisi langkah-langkah kerja secara sistematis. Beragam pandangan terhadap pembelajaran dapat menjadi penyebab lahirnya beragam model sesuai dengan pandangan pembuat model tersebut dalam menuangkan suatu fenomena baik dalam wujud suatu bagan, alur, atau deskripsi langkah-langkah proses. Tetapi pada intinya bahwa alur atau deskripsi proses tersebut sangat ditentukan oleh analisis kondisi belajar yang dibangun atas komponen-komponen tujuan yang harus dicapai, karakteristik siswa, maupun karakteristik bahan ajar yang akan dijadikan alat untuk mewujudkan tujuan tersebut. Demikian halnya dalam rangka memaknai model pembelajaran seyogyanya diawali dengan memahami kondisi belajar terlebih dahulu, karena sesungguhnya belajar merupakan sasaran utama dari orientasi pembelajaran, di sisi lain belajar berkenaan dengan aktivitas mental siswa yang menjadi subjek didik, sekaligus merupakan aktivitas kompleks selain dipengaruhi oleh bakat, minat, dan kemampuan siswa sebagai pebelajar, terdapat faktor lain seperti guru, jenis dan sifat materi pelajaran, sarana, lingkungan, serta tujuan yang ingin Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 24 dicapai. Oleh karena itu, untuk menciptakan kondisi belajar yang mampu mendukung keberhasilan siswa diperlukan kemampuan guru dalam menata faktorfaktor tersebut hingga menjadi model pembelajaran yang akan menjadi kerangka penggorganisasian pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Joyce & Weil (2009) menggunakan istilah "models of teaching", yang diartikan sebagai "a plan or pattern that we can use to design face-to-face teaching in classroom or tutorial settings and to shape instructional materials”. Dengan kata lain bahwa model pembelajaran merupakan petunjuk bagi guru dalam merencanakan pembelajaran di kelas, mulai dari mempersiapkan perangkat pembelajaran, media, sampai alat evaluasi yang mengarah pada upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan yang terrencana secara cermat, tertata secara sistematis, dan memiliki tujuan yang jelas. Menentukan model pembelajaran juga dilandasi oleh orientasi guru terhadap pembelajaran itu sendiri, apakah pembelajaran dipandang sebagai wahana untuk mewariskan sejumlah pengetahuan kepada siswa, atau untuk merubah pribadi siswa seutuhnya baik secara individu maupun sosial, atau melatih siswa agar mampu memecahkan setiap persoalan yang ada di masyarakat. Miller dan Seller (1985) mengembangkan tiga jenis orientasi pembelajaran yang didasari oleh pandangannya terhadap pengembangan kurikulum, hal ini merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi guru dalam memahami makna dan arah pembelajaran sesuai dengan konteksnya. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 25 a. Transmission position, model ini dilandasi oleh asumsi bahwa fungsi pendidikan adalah untuk mewariskan fakta, keterampilan dan nilai kepada siswa dengan kata lain pendidikan dipandang sebagai upaya mewariskan kebudayaan. Oleh karena itu orientasi pembelajaran adalah untuk penguasaan materi pelajaran melalui metoda pengajaran tradisional yang bersifat ekspositoris. Konsep ini memberikan gambaran bahwa orientasi transmisi akan dipilih guru jika mengajar dimaknai untuk menyampaikan materi dengan tujuan pembelajaran adalah untuk meningkatkan pengetahuan, dan pembelajaran lebih bersifat teacher centered. b. Transformation position, Fokus Pendidikan yaitu pada perubahan individu dan sosial. Secara spesifik, model ini menekankan pada pengajaran berbagai keahlian untuk memajukan transformasi pribadi dan sosial, visi perubahan sosial sebagai perkembangan yang harmoni dengan lingkungan, dan hubungan dimensi spiritual dengan lingkungan. Orientasi trasformasi dilandasi oleh pandangan yang mengarah kepada pembentukan keterampilan atau keahlian sesuai dengan potensi siswa dan kebutuhan masyarakat. c. Transaction position, model ini memandang bahwa peserta didik adalah makhluk rasional dan memiliki kemampuan inteligen untuk memecahkan masalah. Pendidikan dipandang sebagai dialog antara siswa dan kurikulum dimana siswa merekonstruk pengetahuannya melalui proses dialog tersebut. Bagian utama yang terpenting adalah Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 26 penekanan pada model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk memecahan masalah dan konteks sosial melalui proses kognisi. Orientasi transaksi dilandasi oleh pentingnya siswa belajar melalui pemecahan masalah yang bersumber dari masyarakat secara langsung Ketiga orientasi tersebut pada pengembangannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan baik dipandang dari sudut kepentingan tujuan pendidikan, kondisi masyarakat, potensi siswa, dan karakteristik bidang studi. Pada dasarnya melalui pembelajaran diharapkan siswa akan memiliki kesempatan yang dapat memfasilitasi terkuasainya sejumlah kemampuan secara efektif. Karena itu model pembelajaran tidak hanya memiliki makna deskriptif dan kekinian, akan tetapi juga bermakna prospektif yang berorientasi ke masa depan. Di dalam buku yang berjudul Models of Teaching, Joyce & Weil menggambarkan secara lengkap 23 jenis model pembelajaran yang diklasifikasikan ke dalam empat rumpun, yaitu; a. Model Sistem Perilaku ( The Behavioral Systems); Termasuk ke dalam rumpun ini adalah belajar tuntas (matery learning), pembelajaran langsung (direct instruction), belajar kontrol diri (self control), belajar simulasi (learning from simulation), dan belajar asertif (assertive learning). Model ini dilandasi oleh pemikiran B.F. Skinner bahwa belajar merupakan pertalian antara stimulus dan respon melalui penyelesaian sejumlah tugas dan umpan balik. Model ini digunakan untuk mengajarkan informasi, konsep, dan keterampilan, melalui latihan dan pembiasaan, sehingga Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 27 terjadi perubahan perilaku secara nyata (observable) dan terukur (measurable). b. Pemrosesan Informasi (the information-processing); Rumpun ini terdiri atas model Pembelajaran Pencapaian Konsep (Attaining Concept), Berfikir Secara Induktif (Thinking Inductively), Latihan Penelitian (Inquiry Training), Pemandu Awal (Advance Organizer), Memorisasi (Memorization), Pengembangan Intelek (Developing Intellect) dan Penelitian Ilmiah (Scientific Inquiry). Model ini menitikberatkan pada cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya. c. Model Personal (Personal Model); yang termasuk ke dalam rumpun ini adalah Pengajaran Tanpa Arahan (Nondirective Teaching), Sinektik (Synectics Models), Latihan Kesadaran (Awareness Training), dan Pertemuan Kelas (Classroom Meeting). Sesuai dengan namanya model ini lebih difokuskan pada pengembangan kepribadian siswa yang unik, hal ini beranjak dari asumsi akan pentingnya pemahaman diri (selfhood) siswa secara individu. d. Model Sosial ( Social Models); Kelompok ini meliputi model Investigasi Kelompok (Group Investigation), Bermain Peran (Role Playing), Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry), Latihan Laboratoris (Laboratory Training), dan Penelitian Ilmu Sosial (Social Science Inquiry). Kelompok model ini dilandasi oleh asumsi bahwa kerjasama Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 28 merupakan salah satu fenomena kehidupan masyarakat oleh karena itu perlu dipersiapkan melalui pembelajaran. Kelompok model sosial ini pun dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerja sama dan telah membuktikan bahwa belajar bersama dapat memberikan keuntungan dalam keseluruhan proses dan hasil belajar. Berdasarkan konsep di atas, nampak bahwa fokus dari model pembelajaran diarahkan kepada bagaimana guru mempersiapkan suatu kondisi yang mendukung terjadinya proses dan hasil belajar bagi siswa, sesuai dengan tujuan yang harus dicapai. Demikian halnya dengan orientasi model pembelajaran praktik mengajar yang direncanakan bukan hanya untuk melatih keterampilan verbal dan vocational tentang praktik mengajar tetapi juga untuk membangun seluruh aspek kemampuan mahasiswa baik yang berkenaan dengan kemampuan memproses informasi, peningkatan kemampuan sosial, personal, maupun behavioral menjadi suatu kemampuan utuh dalam mendesain rencana pembelajaran, mengembangkan proses pembelajaran dan mengevaluasi pembelajaran yang mendidik. 2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Efektivitas Pembelajaran Mengajar dapat dipandang sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat sejumlah komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Komponen tersebut adalah input, transactions, dan output (Park, et.al. 1987). Komponen input berkenaan dengan segala sesuatu yang tergambar dalam kondisi sebelum pembelajaran berlangsung, seperti dosen, mahasiswa, maupun kurikulum sebagai Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 29 rencana pembelajaran. Komponen transactions berkenaan dengan proses dan evaluasi yang melibatkan semua komponen baik dosen, mahasiswa, fasilitas, implementasi kurikulum, dan lingkungan yang akan mendukung efektivitas jalannya pembelajaran. Sedangkan komponen output berkenaan dengan performa sebagai gambaran keberhasilan mahasiswa setelah mengikuti proses pembelajaran praktik mengajar. a. Faktor dosen atau guru Dunkin dan Biddle (1974:38) menggarisbawahi sejumlah aspek yang perlu diperhatikan dari faktor guru atau dosen; Teacher formatif experience, aspek ini meliputi semua pengalaman yang berkenaan dengan latar belakang sosial ekonomi, budaya, tempat kelahiran, dan kondisi keluarga. Artinya guru yang memiliki latar belakang ekonomi lebih mampu akan berbeda dengan guru yang berlatar belakang ekonomi tidak mampu. Begitu juga dengan kondisi guru yang memiliki latar belakang keluarga harmonis akan berbeda dengan yang berlatar belakang keluarga tidak harmonis. Bahkan begitu juga dengan latar belakang budaya. Teacher Training experience, aspek ini meliputi semua pengalaman yang berhubungan dengan peningkatan profesional guru baik pada saat mengikuti pendidikan di universitas (preservice training) sebelum seseorang menjadi guru maupun yang bersifat peningkatan kemampuan bagi yang sudah menjadi guru (inservice training). Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 30 dan teknologi, maka guru pun dituntut untuk selalu mengembangkan kemampuannya. Teacher properties, aspek ini meliputi segenap kemampuan guru seperti kepribadian, kecerdasan, motivasi, dan keterampilan mengajar dalam menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Seorang guru bukan hanya dituntut untuk menguasai substansi akademik yang akan diajarkan, tetapi juga mahir dalam mengelola pembelajaran yang memudahkan siswa untuk belajar. b. Mahasiswa Mahasiswa dengan segenap karakteristiknya menjadi faktor yang sangat penting dalam suatu pembelajaran, baik dilihat dari latar belakang pengalamannya, kecakapan, sikap, pengetahuannya, maupun budayanya. Hal ini akan sangat mempengaruhi iklim pembelajaran. Walaupun dalam satu kelas mereka terikat dengan suatu bidang kajian yang sama tetapi tetap sebagai individu yang unik dan segala karakteristik serta potensinya. Menurut Piaget setiap individu mengikuti tahapan perkembangan kognitif melalui empat 4 periode utama (1) Periode sensorimotor ; usia 0–2 tahun, (2) Periode praoperasional;usia 2–7 tahun, (3) Periode operasional konkrit; usia 7–11 tahun, dan (4) Periode operasional formal ; usia 11 tahun sampai dewasa. Berdasarkan tahapan perkembangan tersebut, mahasiswa sudah berada pada periode berpikir operasional formal. Ia sudah mampu berpikir dengan menggunakan simbol-simbol tertentu, mampu memecahkan masalah, memiliki kemampuan menyamakan, membedakan, dan menghubungkannya dengan saling berkaitan secara baik. Mahasiswa di usia berpikir operasi formal sudah tumbuh Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 31 sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Karakteristik yang menonjol pada tahap berpikir operasional formal di antaranya adalah di mana seseorang sudah dapat mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi, mampu berpikir logis dengan obyek-obyek yang abstrak dan mulai mampu memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis atau mampu membuat prakiraan (forecasting) di masa depan, introspeksi diri, menyadari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki serta memperhatikan kepentingan masyarakat di lingkungan. c. Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran praktik mengajar sangat menentukan efektivitas proses pembelajaran praktik mengajar. Salah satunya adalah sistem mentoring yang merupakan suatu strategi membimbing mahasiswa praktikan untuk meningkatkan, menstimulasi, dan membentuk keterampilan serta pemahaman mengajar di kelas. Mahasiswa praktikkan sangat memerlukan dukungan secara langsung, baik dengan penjelasan, bimbingan, dan pemodelan untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan kemandirian dalam mengajar. Tantangan yang semakin kompleks akan ditemukan baik dalam lingkup sempit maupun dalam lingkup yang luas dan akan menjadi pengalaman untuk semakin meningkatkan kemampuan. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 32 d. Partnership dengan Sekolah Mitra Masyarakat berkembang semakin kompleks oleh karena itu tuntutan terhadap guru pun menjadi semakin tidak mudah. Profesi mengajar menjadi semakin kompleks seiring dengan tempat bekerja mereka yang semakin menantang. Pengakuan mengajar sebagai suatu profesi yang ditegaskan dalam UU No 14 tahun 2005 memiliki konsekwensi terhadap model pembelajaran yang harus dikembangkan dalam rangka mempersiapkan calon guru sesuai dengan tuntutan kebijakan tersebut. Pada akhir tahun 1980-an laporan UNESCO mengungkapkan ketidakpuasan tentang praktek mengajar di Amerika Serikat, dimana persiapan guru dinyatakan tidak cukup karena kurangnya latihan mengajar, dan kurangnya kredibilitas supervisor universitas. Kerjasama antara universitas dengan sekolah mitra sebagai tempat mahasiswa calon guru melaksanakan praktik mengajar merupakan suatu program yang menjembatani kesenjangan antara belajar di pendidikan tinggi dengan kehidupan sekolah secara nyata dalam rangka mewujudkan tujuan (1) meningkatkan kualitas praktek mengajar, (2) menciptakan berbagai bentuk pembelajaran yang nyata dan lingkungan yang bermakna, (3) memelihara kerjasama antara universitas dengan sekolah dalam pembelajaran. Pada model ini, penilaian menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah dan universitas. Guru di sekolah harus belajar bekerja dengan penilain portofolio dan instrumen lainnya untuk mengukur keberhasilan mahasiswa. Dalam kerjasama ini diharapkan terjalin komunikasi yang baik antara semua pendidik Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 33 yang terlibat. Sehingga model ini akan menjalin hubungan secara permanen antara sekolah dengan universitas yang akhirnya akan memberikan feedback dan mendukung pendidikan guru berbasis sekolah. Di mana sekolah yang bekerjasama dengan universitas ini akan selalu memberikan informasi terhadap lembaga pendidikan guru tentang apa yang terjadi di sekolah terkait dengan praktek siswa calon guru. Pendidikan guru pada model partnership sekolah dan universitas menuntut dosen untuk bekerja di sekolah selain di universitas. Dosen menjadi sering terlibat dalam supervisi siswa, mereka juga sekaligus menjadi terlibat dalam pendidikan guru berbasis sekolah. e. Sistem Penilaian Sistem peniaian dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya yang diperlukan untuk mempertimbangkan keputusan setiap pembelajaran. Hal ini merupakan tindakan yang bijak untuk menentukan perkembangan kemampuan mahasiswa. Seringkali terjadi kurang informasi tentang sesuatu secara sistematis, data hanya dikumpulkan secara spontan dan sering tidak sempurna, juga ada kecenderungan data tersebut bersifat subjektif, karena penilai kurang memiliki peluang untuk mendiskusikannya dari pandangan yang lain. Meningkatkan kemampuan praktik mengajar mahasiswa calon guru hendaknya dilandasi oleh data yang akurat berkenaan dengan sejumlah informasi dari hari ke hari, data ini harus dikumpulkan dengan benar untuk kemudian dijadikan solusi dalam memperbaiki kualitas mengajar. Jika pengumpulan data Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 34 itu tidak berdasarkan aturan yang benar maka data bisa bersifat subjektif. Hal ini ditegaskan oleh Pollard (2005 ) “... probably based on what we have found in the past to be useful one of the reasons it is so difficult to break out of old habits) Oleh karena itu harus memperhatikan sifat data yang diperoleh (1) bersifat deskriptif dan berdasarkan bukti yang jelas, (2) tidak memihak atau bebas dari prasangka, (3)valid dan bermakna, (4) Bersifat diagnosis. Terdapat empat komponen penting yang harus diperhatikan terkait dengan penilaian terhadap praktik mengajar yaitu: 1. Penelurusan terhadap kompetensi mahasiswa mencakup proses dan hasil belajar. Penilaian proses dilakukan selama proses pembelajaran praktik mengajar berlangsung. Hasil penilaian proses memberikan gambaran tentang kompetensi sementara mahasiswa pada pertemuan tersebut. Hasil pemantauan kompetensi sementara ini menjadi bahan acuan bagi dosen dalam menentukan langkah pembelajaran berikutnya. Apakah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat dapat dilanjutkan atau dilakukan penyesuaian, perbaikan atau bahkan menyusun RPP baru. Idealnya siklus penilaian proses ini dilakukan terus menerus pada setiap pertemuan dengan mengacu pada indikator yang telah ditetapkan. Pada akhirnya setelah terlaksana beberapa siklus penilaian pembelajaran diperoleh gambaran pencapaian kompetensi mahasiswa pada satu kompetensi dasar yang mencakup semua indikator. 2. Kompetensi mahasiswa sebagai tujuan pembelajaran hakikatnya adalah kesatuan utuh pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai dan sikap yang Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 35 dapat ditampilkan mahasiswa dalam berpikir dan bertindak. Oleh karena sasaran penilaian praktik mengajar adalah aktivitas praktis dalam bentuk performa. 3. Penilian dilakukan selama rentang pembelajaran; maknanya bahwa penilaian merupakan satu kesatuan integral dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, bukan bagian yang terpisah dari pembelajaran. 4. Pengambilan keputusan dalam penilaian didasarkan pada karakteristik mahasiswa secara individual; maknanya bahwa keputusan tentang tingkat pencapaian kompetensi mahasiswa harus memperhatikan pengetahuan yang dibangun oleh masing-masing mahasiswa secara individual. Oleh karena itu dosen harus menggunakan berbagai data atau informasi yang diperoleh dengan berbagai teknik dan instrumen penilaian sesuai dengan tujuan yang harus dicapai oleh mahasiswa (Arikunto, 2011). B. Hakikat Pembelajaran Praktik Mengajar Berbasis Kompetensi Seperti halnya mata kuliah-mata kuliah lainnya, praktik mengajar merupakan suatu sistem pembelajaran yang dibangun atas komponen, tujuan, pengalaman belajar, organisasi pengalaman belajar dan evaluasi pembelajaran (Tyler, 1950). Semua komponen tersebut saling berinterrelasi untuk mewujudkan tujuan umum LPTK yaitu mampu menghasilkan calon guru yang profesional. Aspek yang berbeda dari mata kuliah lain adalah pembelajaran praktik mengajar merupakan muara dari sejumlah mata kuliah serta bersifat aplikatif dan Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 36 adaptif yang dibangun dari pengetahuan-pengetahuan ilmiah berkenaan dengan lima bidang studi ke-SD-an yaitu Sain, Matematika, IPS, PPKn, dan Bahasa Indonesia, sejumlah mata kuliah dasar keguruan, dan juga sejumlah mata kuliah pendidikan umum (general education) seperti pendidikan agama dan nilai-nilai budaya dan sejumlah mata kuliah dasar keguruan. 1. Landasan Filosofis Praktik Mengajar Praktik mengajar berintikan interaksi antara mahasiswa dengan komponen pembelajaran lainnya, yaitu; dosen, guru pamong, siswa, media, sumber belajar, dan lingkungan yang terlibat untuk mencapai tujuan. Di dalam interaksi tersebut terdapat tiga hal pokok, yaitu; (1) konten akademik yang meliputi lima bidang studi ke-SD-an, (2) konten pedagogik yang menjadi dasar pertimbangan bagaimana proses interaksi itu harus diselenggarakan, (3) interaksi itu sendiri sebagai wujud penguasaan konten akademik dan konten pedagogik dalam bentuk aktivitas pembelajaran secara utuh. Aktivitas praktik mengajar ini bukan pekerjaan rutin tetapi merupakan upaya pembentukan kompetensi yang bermuara pada penguasaan kompetensi pedagogik secara jelas dan terukur pada mahasiswa. Artinya pada akhir pembelajaran praktik mengajar, diharapkan mahasiswa bukan hanya memiliki kemampuan terbiasa melaksanakan pembelajaran atau memiliki kemampuan hanya pada tataran kognisi seperti memiliki pengetahuan tentang materi pelajaran yang akan diajarkan pada siswa Sekolah Dasar, atau penguasaan materi tentang bagaimana proses pembelajaran yang tepat, tetapi harus bermuara pada terbentuknya performa sebagai calon guru. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 37 Secara epistemologi sangat penting menggali sebuah jawaban atas pertanyaan; Bagaimana menyelenggarakan model praktik mengajar yang dapat meningkatkan kompetensi mahasiswa calon guru? Hal ini merupakan pertanyaan mendasar yang membutuhkan kajian filosofis sehingga dapat ditemukan jawaban yang secara prinsipil dapat menguak persoalan penting yang terkait dengan pengetahuan tentang pembelajaran praktik mengajar secara tepat. Terdapat empat aliran utama filsafat pendidikan yang menjelaskan hakekat pengetahuan, yaitu (1) idealisme, (2) realisme, (3) pragmatisme, dan (4) eksistensialisme. Setiap aliran filasafat tersebut memiliki pandangan yang berbeda tentang hakekat pengetahuan. Aliran idealisme memandang bahwa pengetahuan itu datang dari kekuasaan yang lebih tinggi dan bersifat konstan. Manusia mendapatkan pengetahuan tersebut dengan cara berpikir atau mengingat kembali. Aliran realisme memandang bahwa pengetahuan didasarkan pada data empirik. Manusia mendapatkannya dengan melalui berbagai macam penelitian ilmiah berdasarkan data yang faktual. Aliran pragmatisme memandang bahwa pengetahuan harus didasarkan atas kepentingan masyarakat, oleh karena itu sumber pengetahuan yang utama adalah masyarakat. Aliran eksistensialisme memandang bahwa dasar pengetahuan itu adalah data internal dan personal, sehingga setiap manusia memiliki hak untuk memilihnya. Keempat aliran filsafat pendidikan tersebut pada akhirnya memberikan dua jenis gambaran tentang proses memperoleh pengetahuan. Aliran idealisme dan eksistensialisme mengarahkan proses pendidikan melalui pendekatan deduktif. Sedangkan aliran realisme dan pragmatisme mengarahkan proses pendidikan Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 38 melalui pendekatan induktif. Sesungguhnya baik pendekatan induktif maupun deduktif pada dasarnya memiliki dasar pemikiran yang sama yaitu bahwa pengetahuan merupakan objek yang berada di luar individu. Yang penting sekarang adalah bagaimana pengetahuan itu dapat difahami oleh manusia dan memiliki nilai kebermanfaatan bagi kehidupan baik untuk perseorangan maupun untuk masyarakat. Pemikiran-pemikiran tersebut terus berkembang sehingga muncul aliran baru seperti progresivisme dan konstruktivisme. Kedua aliran tersebut bagi sebagian orang tidak dikatagorikan sebagai aliran filsafat pendidikan tetapi lebih merupakan bentuk gerakan pendidikan sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered). Progresivisme dan konstruktivisme mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang berpusat pada anak didik (childcentered). John Dewey yang seorang pragmatis sangat mementingkan pendidikan partisipatif, yaitu pendidikan yang dalam prosesnya menekankan pada keterlibatan siswa. Pola pendidikan partisipatif menuntut siswa agar dapat melakukan pendidikan secara aktif, bukan hanya pasif, mendengar, mengikuti, mentaati, dan mencontoh guru, tanpa mengetahui apakah yang diikutinya baik atau buruk. Pendidikan partisipatif dapat diterapkan dengan cara mengaktifkan siswa pada proses pembelajaran yang berlangsung. Siswa dituntut untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional, keterampilan, kreativitas dengan cara melibatkan siswa secara langsung ke dalam proses belajar. Sehingga nantinya Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 39 siswa dapat secara mandiri mencari pemecahan masalah dari masalah yang ia hadapi. Model pendidikan partisipatif bertumpu pada nilai-nilai demokratis, pluralisme, dan kemerdekaan peserta didik. Dengan landasan nilai-nilai tersebut fungsi pendidik lebih sebagai falisitator yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk berekspresi, berdialog, dan berdiskusi dalam rangka membangun kemampuannya sendiri. Model pembelajaran praktik mengajar dilandasi oleh filsafat pragmatisme yang progresif dan konstruktif. Hal ini dilatarbelakangi oleh suatu asumsi bahwa pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap mahasiswa calon guru dapat berkembang melalui belajar, berbuat, dan berefleksi. Belajar di bangku kuliah hanya merupakan salah satu cara yang lebih mengutamakan penguasaan disiplin ilmu secara teoritis, di samping itu diperlukan cara lain untuk melatih kecakapan praktis, dan membentuk sikap bertanggung jawab, bersosialisasi, serta menerapkan nilai-nilai moral dalam wujud kompetensi secara utuh. Selain itu praktik mengajar juga menekankan kemampuan mencari informasi, berpikir kreatif, mengembangkan ide, membuat keputusan, bekerja sama dengan pihakpihak lain. Melalui praktik mengajar mahasiswa calon guru SD mendapatkan pengalaman kependidikan secara faktual di lapangan melalui aktivitas; (a) mengenal secara cermat kondisi sekolah secara riil baik berkenaan dengan aspek akademik, sosial, sarana, administrasi, dan manajemen, (b) menerapkan segenap kemampuan yang meliputi wawasan keilmuan, kecakapan, maupun nilai moral secara utuh dan terpadu dalam situasi yang sebernarnya, (c) memperoleh Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 40 pengalaman mengajar dalam situasi nyata di sekolah, (d) melakukan evaluasi diri (self evaluation) atas kemampuan mengajarnya. Praktik mengajar sebagai suatu proses pembentukan kompetensi guru juga dilandasi oleh keyakinan bahwa tidak semua orang mampu menjadi guru, sekali pun orang itu memiliki banyak pengetahuan (Hammond, 2006), karena pada dasarnya pekerjaan guru sangat kompleks. Setidaknya ada empat elemen kompleksitas yang dihadapi guru di kelas. Pertama, mengajar bukanlah rutinitas yang sederhana, dalam suatu waktu, guru harus mengatasi situasi yang selalu berubah, kebutuhan belajar mahasiswa yang beragam, dan pertanyaan yang muncul. Kedua, mengajar memiliki multi tujuan dalam satu proses yang simultan. Dalam satu waktu, selain fokus pada tujuan melalui konten bidang ilmu yang diajarkan, seorang guru juga harus mengajarkan muatan sosial, memperhatikan perkembangan intelektual siswa, serta mencermati kebutuhan individual mereka. Ketiga, tugas mengajar dipengaruhi pula oleh perbedaan latar belakang yang beragam dari siswa di antaranya sosial ekonomi, tingkatan pengalaman belajar dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, potensi, serta kebisaan mereka. Keempat, mengajar itu menuntut guru untuk menguasai beragam pengetahuan yang diintegrasikan dalam satu kondisi. Upaya untuk menghasilkan guru yang profesional dapat tergambar dari pendidikan khusus yang bisa menghasilkan sosok guru sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik untuk kebutuhan saat ini maupun masa yang akan datang. Kenyataan bahwa perkembangan masyarakat begitu pesat, berimplikasi pada LPTK sebagai penghasil calon guru untuk selalu berupaya memperbaiki, Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 41 menyempurnakan, dan meningkatkan program-program pendidikannya sesuai dengan pengalaman (experience) dan hasil-hasil penelitian (experiment) terbaru yang terjadi di masyarakat. Hal lain yang tidak bisa dihindari adalah masyarakat mengalami perkembangan yang semakin cepat. Kondisi ini menjadi bahan pertimbangan LPTK untuk selalu menyesuaikan kurikulumnya dengan kondisi tersebut. Keberadaan mahasiswa di sekolah menjadi fasilitator yang bisa memberikan masukkan kepada LPTK terkait dengan segala aspek yang berkembang di sekolah, dan juga mahasiswa dapat menginformasikan perkembangan ilmu dan hasil-hasil penelitian LPTK terhadap sekolah baik melalui aktivitas pembelajaran maupun diskusi-diskusi. Korthagen (2001) menekankan pentingnya pedagogi pendidikan yang didasarkan pada keterlibatan calon guru pada lingkungan belajar secara nyata. Setiap lingkungan bisa menjadi sekolah dan pada praktek mengajar menyediakan siswa suatu pengalaman yang luas untuk menjadi seorang guru yang meliputi aktivitas penyusunan rencana pempelajaran, dan pengembangan kurikulum baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Dalam praktiknya pembelajaran praktik mengajar berupaya menyediakan pengalaman untuk menemukan dan memecahkan hal-hal baru yang berkenaan dengan permasalahan mengajar di sekolah. Dalam kondisi yang sesungguhnya mahasiswa akan tertantang untuk menggunakan semua kemampuan yang sudah dimilikinya atau beradaptasi dengan lingkungan baru. Selama itu pula akan terbentuk kemampuan-kemampuan baru pada mahasiswa dan sekaligus membawa pembaharuan pada sekolah. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 42 2. Landasan Psikologis Praktik Mengajar Praktik mengajar sesungguhnya berakar pada psikologi behavioristik yang menekankan dua dimensi pokok, yaitu (1) dimensi perilaku yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran, dan (2) dimensi performa sebagai rujukan dalam wujud perilaku sebagai acuan untuk mengukur ketercapaian tujuan yang diharapkan. Mahasiswa dianggap telah belajar jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya dalam bentuk performa sesuai dengan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Indikasi keberhasilan belajar mahasiswa dapat tergambar dari terjadinya perubahan perilaku berdasarkan tujuan yang dirumuskan. Oleh karena itu terdapat persyaratan yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan tersebut, seperti yang ditegaskan Saettler (1990) bahwa; “A behavioral objective states learning objectives in specified, quantifiable, terminal behaviors”. Dengan kata lain bahwa rumusan tujuan yang akan dijadikan indikasi keberhasilan belajar harus memiliki karakteristik; (1)dirumuskan secara khusus (operational) , (2) berisi rumusan perubahan perilaku yang dapat dilihat, (observable) (3) perubahan perilaku tersebut dapat diukur (measurable), dan (4) menggambarkan tingkat keberhasilan secara pasti (degree), sehingga di akhir pembelajaran akan diketahui secara jelas sejauhmana tujuan itu dapat dicapai. Secara sederhana rumusan tujuan harus memuat komponen A-B-C-D artinya (A) Audience; yaitu siswa yang belajar. (B) Behavior; yaitu perubahan perilaku dalam bentuk jawaban yang benar. (C) Condition; gambaran setelah siswa melakukan aktivitas belajar, dan (D) Degree; tingkat ketercapaian yang diharapkan. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 43 Berdasarkan teori Behavioristik Thorndike, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk memfasilitasi keberhasilan pembelajaran, termasuk dalam praktik mengajar, di antaranya adalah (1) adanya kesiapan (readness) mahasiswa, baik kesiapan akademik, mental, maupun sosial untuk beradaptasi sesuai dengan tuntutan tugas di lingkungan baru atau tempat mereka praktek, (2) diperlukan latihan secara intensif (exercise), jika tidak difasilitasi dengan praktikpraktik secara intensif maka selalu akan terjadi kesenjangan antara kemampuan teoritis dengan tuntutan tugas yang sesungguhnya, (3) diperlukan kondisi yang dapat mempengaruhi mahasiswa untuk membiasakan diri mengasah kemampuannya di lingkungan kerja yang sesungguhnya. Selanjutnya untuk menguasai kompetensi pedagogik secara utuh, maka praktik mengajar juga dapat dikembangkan dengan berpijak pada teori CognitiveWholistic. Dengan kondisi mahasiswa yang sebelumnya sudah memiliki pengetahuan tentang bagaimana menyusun desain, mengembangkan pembelajaran, dan merancang serta melakukan evaluasi pembelajaran, kemudian ketika praktik mengajar mereka dihadapkan pada kenyataan untuk mempelajari dan menyempurnakan kemampuan yang dimilikinya secara praktis melalui pengalaman langsung. Proses menyempurnakan kemampuan akan dilakukan oleh mahasiswa jika mereka dihadapkan pada suatu fase yang disebut The Zone of Proximal Development (ZPD) yaitu kesenjangan antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang belum diketahui. Posisi yang belum diketahui berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari yang sudah diketahui sehingga dengan posisi itu ia akan Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 44 berupaya untuk menjangkaunya. Kemampuan untuk mencapai posisi yang lebih tinggi ini dijadikan sebagai proses atau upaya dalam rangka menyempurnakan kemampuan sebelumnya (Vigotsky, 1978). Model pembelajaran praktik mengajar yang berorientasi pada terwujudnya peningkatan kemampuan mengajar lebih dilandasi oleh teori belajar kognitivisme dan konstruktivisme dengan asumsi bahwa (a) sebelum mahasiswa mengikuti praktik mengajar sesungguhnya mereka sudah memiliki struktur berfikir dalam bentuk pengetahuan dan persepsi yang diperoleh melalui pengalaman pembelajaran sebelumnya (b) orientasi dari praktik mengajar bukan sekedar melatih kemampuan praktis secara kuantitatif tetapi selama mengikuti program praktik mengajar mahasiswa memiliki kebebasan untuk meningkatkan dan menyempurnakan kemampuannya. Asumsi ini kemudian menempatkan mahasiswa sebagai organisme aktif yang memiliki kepentingan utama untuk menyempurnakan kemampuannya menjadi lebih baik. Keberagaman persepsi dan pemahaman merupakan awal proses asimilasi dan akomodasi kemampuan yang bermuara pada pencapaian target penguasaan kompetensi. proses ini harus dilakukan oleh mahasiswa sendiri melalui aktivitas belajar secara langsung. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Dosen memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya proses belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah upaya belajar yang dilakukan oleh mahasiswa itu sendiri. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 45 Model pembelajaran praktik mengajar yang dikembangkan lebih bersifat reflektif yang didasarkan pada pengalaman (experience is the only basis for knowledge and wisdom) kemudian direorganisasi dan direkonstruksikan. Pengalaman belajar pun diorganisir dengan cara yang memungkinkan mahasiswa belajar bagaimana caranya belajar (learning how to learn) yaitu dalam bentuk studi kasus atau masalah yang perlu dan bermanfaat untuk dicari jalan ke luarnya (problem solving learning) melalui evaluasi diri (self evaluation). Proses pembelajaran berpusat pada mahasiswa sedangkan dosen lebih berperan sebagai fasilitator/mediator dan motivator yang menstimuli mahasiswa untuk belajar sesuatu yang bermakna melalui pemahaman (insight). Penilaian dilakukan selama dan akhir proses pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa. membangun suatu pengetahuan atau konsep. Ketika mahasiswa dihadapkan kompetensi pedagogik secara utuh, pada tantangan untuk menguasai sekaligus mereka merekonstruksi semua pengetahuan yang telah dimilikinya tentang bagaimana menyusun desain, mengembangkan pembelajaran, dan merancang serta melakukan evaluasi pembelajaran, ke dalam bentuk aktivitas psikomotorik sesuai dengan tuntutan di lapangan. Masih dalam rumpun teori kognitif, Teori Gestalt (Kohler) juga melandasi proses belajar ini. Ketika proses belajar berlangsung mahasiswa akan dihadapkan pada situasi yang sangat kompleks. Hal itu terjadi karena dalam suatu pembelajaran memang dibangun oleh sejumlah komponen yang jika salah satu komponen mengalami masalah maka pembelajaran pun akan terganggu. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 46 Menghadapi persoalan seperti ini mahasiswa akan belajar untuk mencari solusi dengan ketajaman berpikir untuk menangkap makna dan keterhubungan antara beragam aspek dengan menggunakan kemampuan yang sudah dimilikinya. Terjadinya insight untuk memecahkan masalah merupakan bukti seseorang sudah belajar. Beberapa konsep belajar gestalt yang dijadikan landasan pembelajaran praktik mengajar diantaranya; a. Kemampuan insight mahasiswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi ketika praktik mengajar sangat tergantung pada kemampuan dasar mahasiswa itu. b. Kemampuan insight mahasiswa akan sangat tergantung pada pengalaman mahasiswa itu sendiri. c. Kemampuan insight akan sangat tergantung pada kondisi lingkungan. Berikutnya adalah teori konstruktivitstik (Bruner) sebagai pijakan yang memandang bahwa belajar merupakan proses aktif untuk membangun gagasan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Mahasiswa menyeleksi informasi, mengkonstruksi, dan membuat keputusan berdasarkan persepsi dan pemahaman yang dimilikinya. Prinsip-prinsip yang dapat dijadikan rujukan dari teori ini adalah; a. Praktik mengajar harus memperhatikan pengalaman dan pemahaman mahasiswa yang dapat menuntun mereka untuk siap belajar. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 47 b. Praktik mengajar harus terstruktur sehingga memudahkan mahasiswa untuk menyempurnakan kemampuannya. c. Peran dosen pembimbing lapangan sebagai fasilitator yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berperan aktif menghubungkan kemampuan yang sudah dimilikinya dengan hal-hal baru (pengetahuan, pengalaman, maupun masalah) sehingga akan terjadi kemampuan untuk memodifikasi, meningkatkan, atau membangun kemampuan baru. 3. Kurikulum Pembelajaran Praktik Mengajar Pembelajaran praktik mengajar selain berpijak pada teori belajar Behavioristik dan Kognitivistik juga dilandasi oleh konsep kurikulum teknologis yang memandang kurikulum tidak sekedar berisi sejumlah disiplin ilmu yang harus diajarkan kepada mahasiswa sehingga mendapatkan ijazah tetapi berakar pada konsep kurikulum sebagai pengalaman belajar. Hal ini mengandung makna bahwa kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa baik di dalam maupun di luar kampus, asal kegiatan tersebut berada di bawah tanggung jawab dosen dan terarah pada tujuan yang ingin dicapai (Caswell & Campbell, 1935). Struktur kurikulum yang berisi sejumlah matakuliah yang harus ditempuh oleh mahasiswa LPTK tidak hanya berorientasi pada penguasaan aspek kognisi, afeksi dan psikomotor secara teoritis belaka tetapi harus bermuara pada Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 48 pembentukan keahlian seorang pendidik secara profesional. Artinya aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibentuk melalui sejumlah mata kuliah di LPTK bukan hanya berada pada tataran pengetahuan tetapi harus menjadi sebuah kompetensi khas yang akan melandasi setiap perilaku calon guru. Dengan kata lain bahwa pada akhirnya seseorang dikatakan kompeten apabila ia bukan sekedar faham tentang sesuatu tetapi yang dia fahami akan terefleksikan pada kebiasaan berpikir dan bertindak dalam aktivitas kesehariannya (Kurikulum, tahun 2004). Kemampuan yang harus diwujudkan menjadi kompetensi guru melibatkan sejumlah komponen yang saling terkait di dalamnya, bukan hanya berkenaan dengan aspek kesiapan mahasiswa, mata kuliah prasyarat, profesionalisasi dosen, sarana dan prasarana termasuk fasilitas laboratorium, dan implementasi praktik mengajar di sekolah, serta sistem evaluasi yang digunakan, tetapi juga kerjasama dengan pihak sekolah mitra. Model desain kurikulum teknologis menekankan kepada penyusunan program pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem yang diawali dengan penentuan indikator keberhasilan belajar dalam bentuk penguasaan keahlian secara jelas dan terukur. Selanjutnya peran indikator ini akan menjadi kendali untuk menentukan pengalaman belajar dan segala aspek yang harus mendukung ketercapaian indikator tersebut, serta sebagai acuan evaluasi untuk membuktikan sejauhmana keahlian itu dikuasai oleh mahasiswa. Pencapaian kompetensi berdasarkan desain kurikulum teknologis sangat memperhatikan kemampuan individual mahasiswa. Perbedaan kecepatan belajar Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 49 menjadi sesuatu yang wajar, karena orientasi dari desain kurikulum ini bukan pembelajaran secara klasikal yang harus dimulai secara bersama-sama dan diakhiri secara bersama-sama pula, tetapi ketuntasan penguasaan kompetensi untuk setiap individu mahasiswa menjadi hal yang utama. Pengembangan kompetensi pedagogik berlandaskan pada desain kurikulum teknologis menunjukkan ciri-ciri khusus sebagai barikut: a. Memiliki orientasi pada penguasaan kompetensi secara tuntas, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku sebagai hasil belajar yang dapat diamati dan diukur. b. Menghargai perbedaan individu mahasiswa. Setiap mahasiswa menghadapi tugas secara individual yang penyelesaiannya tidak tergantung pada kemampuan orang lain. c. Target pencapaian kompetensi tidak pada acuan norma atau rata-rata kelas, tetapi pada ketuntasan mencapai kompetensi secara individu. d. Menggunakan evaluasi diri (self evaluation) sebagai umpan balik atas kemajuan belajarnya, sehingga mahasiswa akan lebih menyadari solusi untuk menindaklanjuti hasil belajarnya. Dalam rangka penajaman (sharping) dan pembentukan (shaping) kompetensi secara utuh, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dengan menggunakan program pendidikan guru berbasis kompetensi memilih model pendidikan guru yang bersifat integratif dimana pembentukan penguasaan konten akademik dengan pembentukan kemampuan menerapkannya secara Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 50 kontekstual dilaksanakan secara bersamaan atau menjadi bagian utuh dari kurikulum profesional yang diprogram secara paralel satu sama lainnya dan diajarkan oleh dosen dalam institusi yang sama, sehingga kedua sisi penguasaan tersebut terintegrasi dalam pendidikan profesional yang bermuara pada keterbentukan sosok utuh kemampuan profesional guru SD/MI. Model ini dinamakan Model Konkuren (concurrent model). Untuk menguasai kompetensi akademik, seorang calon guru harus melalui pendidikan S1 PGSD yang berbobot sekitar 144 sks. Beban studi sekitar 144 sks mencakup pengalaman belajar dalam berbagai bidang kajian yang memungkinkan terbentuknya kompetensi: (1) mengenal secara mendalam peserta didik, (2) menguasai bidang studi, (3) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, serta (4) mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan. Oleh karena tugas guru SD adalah sebagai guru kelas, yang wajib mengajarkan lima mata pelajaran SD, maka pengalaman belajar yang berkaitan dengan bidang kajian penguasaan bidang studi harus mencakup Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan PKn; baik dari segi penguasaan substansi dan metodologi bidang ilmu, maupun dari segi pengemasannya sebagai bahan ajar dalam kurikulum SD. Dalam implementasinya, program berlangsung minimal selama 8 semester, dan semester terakhir difokuskan pada PPL di sekolah. Program Pengalaman Lapangan (PPL) sebagai suatu mata kuliah yang dilandasi oleh konsep kurikulum teknologis, menjadikan praktik mengajar bukan hanya pembentukan performa melalui sejumlah latihan tetapi juga penajaman seluruh pengalaman belajar baik aspek pengetahuan dan sikap calon guru. Untuk Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 51 itu diperlukan desain pembelajaran yang berbeda dibandingkan dengan desain pembelajaran untuk mata kuliah yang memiliki orientasi hanya pada salah satu aspek saja. Pengembangan program praktik mengajar merupakan desain utama dari aktivitas praktik mengajar. Pengembangan program ini merupakan proses dalam menentukan pendalaman materi, penajaman target, penentuan prosedur, dan metode yang digunakan serta menguasai cara mengevaluasi yang tepat sesuai dengan target yang diharapkan, bahkan aspek pendukung yang dapat mempermudah tercapainya target tersebut (Wenting, 1993). Dengan kata lain bahwa program pelatihan praktik mengajar ini bermuara pada suatu aksi atau tindakan yang melibatkan dosen, guru pamong, dan mahasiswa,berlangsung secara sistematis dan dijadikan sebagai mekanisme dalam mengembangkan kecakapan mahasiswa calon guru dalam mempersiapkan dirinya untuk menguasai profesinya. Nadler (Knowles, 2005) mengemukakan bahwa: …those activities which designed to improve performance on the job employes is presently doing or is being hired to do…The purpose of training is to either introduce a new behavior or modify the existing behaviors so that a particular and specified kind of behavior result. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa pelatihan sebagai keseluruhan aktivitas dirancang untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaan pegawai. Tujuannya adalah memperkenalkan tingkah laku baru atau memodifikasi tingkah laku pegawai saat ini sehingga menghasilkan perilaku atau sikap yang lebih spesifik dan lebih baik. Sculer(1996) mengemukakan bahwa : “training and development is defined as the human resources prestice area whose focused is Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 52 identifying assessing, and through planned learning helping develop the key competencies which enable to perform current job”. Pelatihan merupakan praktek pengembangan sumber daya manusia yang difokuskan kepada hasil identifikasi, asesmen, dan melalui proses pembelajaran yang terencana untuk membantu mengembangkan kompetensi seperti pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan dalam menguasai suatu profesi. 4. Pendekatan Pengembangan Program Pendidikan Guru Implementasi pengembangan program pendidikan guru yang digunakan oleh LPTK saat ini berakar pada CBTE (Competence Based Teacher Education) yaitu suatu pengembangan program yang bermuara pada terwujudnya kompetensi sebagai ciri khas pendidik yang didukung oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara khusus, terukur dan keberhasilannya dapat diamati. Kemudian dalam perkembangannya konsep tersebut disempurnakan kedalam model pendidikan guru berbasis performa (Performance Based Teacher Education), yang menitikberatkan keberhasilan pada kemampuan secara utuh dalam bentuk suatu penampilan. Seiring pesatnya perkembangan masyarakat saat ini, maka LPTK pun dituntut harus mampu menyiapkan calon guru yang memiliki performa sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini dan masa yang akan datang. Untuk itu memerlukan strategi yang selain bisa dilaksanakan (feasible), memiliki kelenturan (flexible), dan diterima (acceptable) oleh masyarakat. Model yang terakhir ini lebih didukung oleh prinsip pendidikan guru berbasis sekolah (School Based Teacher Education). Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 53 Ketiga pendekatan pendidikan guru di atas pada intinya memiliki orientasi utama dalam mewujudkan kompetensi sebagai bentuk keahlian seorang guru. Secara lebih rinci seperti diuraikan berikut ini; a. Pendidikan Guru Berbasis Kompetensi (Competence Based Teacher Education). Competence-Based Teacher Education (CBTE) merupakan pendekatan pengembangan pendidikan guru yang bertumpu pada kompetensi sebagai standar keberhasilan. Program ini dikembangkan tahun 1960-an sampai dengan tahun 1970-an, berbasis teori belajar behavioral psychology and learning theories (McDonald, 1974; Morgan, 1984). CBTE merupakan pendekatan pengembangan guru yang melatih sejumlah kompetensi berdasarkan kriteria sebagai acuan penilaian terhadap keahlian tersebut. Menurut Arends, Masla, dan Weber (1971) terdapat tiga kriteria kompetensi yaitu pengetahuan, penampilan, dan produk yang dilakukan untuk menilai pengetahuan keterampilan dan efektivitas mengajarnya. CBTE populer di Amerika Serikat pada tahun 1970-an melalui the Secretary's Commission on Achieving Necessary Skills (SCANS) and the National Skills Initiative, terutama untuk guru sekolah kejuruan, kemudian menyebar di Inggris tahun 1986 melalui the National Vocational Qualifications (NVQs), di New Zealand melalui National Qualifications Framework, dan di Australia melalui National Training Board (NTB). Di dalam CBTE, pada awalnya ditetapkan tiga rumpun kompetensi, yaitu: menguasai materi yang akan diajarkan, menguasai cara-cara mengajar, dan menguasai pengelolaan siswa. Kompetensi itu kemudia berkembang menjadi 10, yaitu; (1) memiliki kepribadian ideal sebagai seorang guru, (2) penguasaan Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 54 landasan pendidikan, (3) menguasai bahan pengajaran, (4) kemampuan menyusun program pengajaran, (5) kemampuan melaksanakan program pengajaran, (6) kemampuan menilai hasil dan proses belajar-mengajar, (7) kemampuan menyelenggarakan program bimbingan, (8) kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah, (9) kemampuan bekerja sama dengan sejawat dan masyarakat, (10) kemampuan menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pentgajaran. Berdasarkan 10 kompetensi tersebut dikembangkan program pelatihan agar calon guru menguasai kompetensi tersebut. Kemudian dikembangkan pula instrumen penilaian pencapaian kompetensi yang akan diberikan di akhir program. Pendidikan guru berdasarkan kompetensi ini telah diterima secara luas di manca negara, dan merupakan salah satu cara mempersiapkan lulusan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendekatan ini memberi tekanan pada apa yang dapat dilakukan seseorang sebagai hasil dari pendidikan, sehingga fokusnya ada pada pencapaian kompetensi dan bukan pada lamanya waktu pendidikan. b. Pendidikan Guru Berbasis Performa (Performance Based Teacher Education). Program Pendidikan Guru berbasis kompetensi selanjutnya dikembangkan menjadi PBTE (Performanced-Based Teacher Education), yang merupakan penyempurnaan CBTE. Para guru lulusan CBTE kurang mampu mengajar di kelas, sebaliknya orang-orang yang mengajarnya bagus malah tidak lulus tes CBTE. PBTE menekankan pentingnya praktik mengajar di sekolah sebagai bentuk “performance” guru. Guru tidak cukup menguasai kompetensi yang Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 55 dilatihkan di perguruan tinggi, tetapi harus mampu menerapkannya di sekolah. PBTE dikembangkan oleh The National Institute for Performance-Based teacher Education, the Center for Vocational Education (CVE), Ohio pada tahun 19751976. Robert E. Tylor sebagai Direkur CVE menyatakan “The students teaching experience has problably been the greates strength of traditional teacher preparation programs because this provided students with actual field experience with pupils” (Tylor, 1976). Pengalaman para mahasiswa calon guru berinteraksi dengan anak di sekolah dalam konteks pembelajaran merupakan inti dari PBTE. Gage dan Philip Winne (1975), mendefiniskan PBTE sebagai “ teacher training in which the prospective or inservice teacher acquires, to a prespecified degree, performance tendencies and capabilities that promote student achievement of educational objectives”. Jadi PBTE berharap agar para lulusan program keguruan menguasai teori dan praktik pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. PBTE merupakan model yang menekankan pentingnya para calon guru mengajar di sekolah. Sebagai konsekuensi dari model ini adalah para mahasiswa calon guru melakukan praktik mengajar, yang ditampilkan tidak di sekolah, tetapi bersama temannya di kampus yang dikenal dengan peer teaching. Para mahasiswa bergantian peran, satu sebagai guru dan yang lain sebagai murid. Para mahasiswa dilatih menampilkan berbagai kompetensi guru seperti yang ada dalam CBTE. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 56 c. Pendidikan Guru Berbasis Sekolah (School-Based Teacher Education). Pendekatan pendidikan guru yang terakhir dilandasi oleh kondisi dan kebutuhan sekolah secara riil yang kemudian dinamakan pendekatan Pendidikan Guru Berbasis Sekolah (School-Based Teacher Education). Program ini lahir sebagai koreksi terhadap CBTE dan PBTE. Mahasiswa calon guru yang sudah lulus PBTE, umumnya masih menghadapi masalah di lapangan, karena siswa yang dihadapi di sekolah sangat berbeda dengan “murid” dalam peer teaching. Untuk itu, menurut SBTE, mahasiswa harus praktik mengajar di sekolah dengan murid yang sesungguhnya yang kemudian dikenal dengan Program Pengalaman Lapangan (PPL). PPL memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menampilkan (perform) pembelajaran yang sesungguhnya, berinteraksi dengan siswa, melakukan proses inkuiri, membimbing proses konseptualisasi, dan melakukan asesmen. Pendidikan guru berbasis sekolah memfokuskan mahasiswa sebagai peserta didik tidak hanya cukup memiliki pengetahuan teoritis, dan melakukan pekerjaan berdasarkan standar baku tetapi juga diharapkan mampu mentransfer dan menerapkan keterampilan, pengetahuan dan sikap untuk situasi baru sesuai dengan tuntutan lingkungan di mana dia bekerja. Untuk menguasai kompetensi dan menampilkannya ke dalam suatu performa, mahasiswa disiapkan untuk menguasai materi pelajaran, mengenal model pembelajaran juga harus mengenal pengalaman langsung, dimana mahasiswa dapat melihat kenyataan, mempelajarinya dan menyempurnakan kemampuan yang dimilikinya. Kolb (2006) menjelaskan bahwa Experiential Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 57 learning theory as "the process whereby knowledge is created through the transformation of experience. Knowledge results from the combination of grasping and transforming experience". Pengetahuan dianggap sebagai perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman. Experiential Learning Theory kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiental learning yang menekankan pada sebuah model pembelajaran secara holistik. Pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar. Teori belajar ini membagi belajar ke dalam empat tahap secara siklus : 1) Tahap pengalaman konkrit (Concrete Experience); Merupakan tahap paling awal, yakni seseorang mengalami sesuatu peristiwa sebagaimana adanya (hanya merasakan, melihat, dan menceritakan kembali peristiwa itu). Dalam tahap ini seseorang belum memiliki kesadaran tentang hakikat peristiwa tersebut, apa yang sesungguhnya terjadi dan mengapa hal itu terjadi. 2) Tahap Pengalaman Aktif dan Reflektif (Reflection Observation); Pada tahap ini sudah ada observasi terhadap peristiwa yang dialami, mencari jawaban, melaksanakan refleksi, mengembangkan pertanyaan- pertanyaan bagaimana peristiwa terjadi, dan mengapa terjadi. 3) Tahap Konseptualisasi (Abstract Conseptualization); Pada tahap ini seseorang sudah berupaya membuat sebuah abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, prosedur tentang sesuatu yang sedang menjadi objek perhatian. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 58 4) Tahap Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation); Pada tahap ini sudah ada upaya melakukan eksperimen secara aktif, dan mampu mengaplikasikan konsep atau teori ke dalam situasi nyata. Proses ini merupakan siklus belajar dimana mahasiswa bisa terlibat mulai dari mengalami kegiatan secara langsung, merefleksi, berpikir, dan bertindak. Pengalaman konkrit akan menyebabkan pengamatan dan refleksi. Refleksi ini kemudian berasimilasi (diserap dan diterjemahkan) ke dalam konsep-konsep abstrak yang berimplikasi untuk mahasiswa secara aktif melakukan suatu tindakan. Pada proses ini dapat bereksperimen yang pada gilirannya memungkinkan penciptaan pengalaman baru. Pada intinya ketiga pendekatan di atas mendukung pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada tercapainya kemampuan atau kecakapan sebagai suatu keahlian seorang guru secara utuh, jelas dan terukur. Seperti ditegaskan oleh Arends, Masla, dan Weber (1971) terdapat tiga kriteria yang menonjol dalam pendidikan kompetensi guru , yaitu” knowledge, performance, and product which are used respectively to assess the student’s cognitive understanding, his teaching behavior, and teaching effectiveness”. Artinya kompetensi yang harus dimiliki oleh calon guru tidak hanya berada pada tataran pengetahuan sebagai wujud pemahaman aspek kognisi tetapi pengetahuan merupakan prasyarat untuk membentuk keahlian yang diwujudkan menjadi perilaku mengajar yang terstandarisari secara mutlak. Dalam implementasinya penguasaan sejumlah kompetensi ini hanya bermakna jika diwujudkan dalam performa secara nyata, hal ini tercermin ketika Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 59 mahasiswa calon guru tersebut mengimplementasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dikuasainya ke dalam suatu tindakan profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai praktikan. Oleh karena itu pembelajaran praktik mengajar menjadi pembentukan kompetensi berdasarkan acuan yang standar. Praktik mengajar merupaka pembentukan kompetensi berdasarkan acuan yang standar dalam adegan pembelajaran yang sesungguhnya di sekolah. Sebelum mahasiswa dihadapkan pada tuntutan untuk melaksanakan praktik mengajar, mereka sudah dibekali dengan sejumlah kemampuan tentang aspek konten akademik atau materi pelajaran dan konten pedagogik atau materi yang terkait dengan bagaimana menyusun persiapan, mengajarkan materi tersebut dan mengevaluasinya secara objektif, dan konten-konten moral, yang pada akhirnya semua kemampuan teoritis tersebut akan menjadi landasan yang sangat menentukan kemampuan mengajar di sekolah. Oleh karena itu praktik mengajar tidak hanya sekedar memiliki orientasi melatih sejumlah kemampuan secara nyata (observable) dan terukur (measurable) tetapi memiliki makna persiapan tanggung jawab moral yang disadari oleh mahasiswa sendiri, sehingga pada akhirnya akan melahirkan tindakan dalam mengimplementasikan kompetensinya secara kontekstual sesuai dengan tuntutan sekolah. Berorientasi pada tuntutan profesionalitas guru yang sesuai dengan bidang keahlian di lapangan, maka diperlukan sejumlah prinsip yang harus dijadikan landasan pengembangan program praktik mengajar yang berorientasi pada pembentukan kompetensi, seperti;(1) perkembangan program praktik mengajar ditentukan oleh kemampuan yang ditunjukkan di tempat kerja; (2) diperlukan Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 60 monitoring dan evaluasi secara intensif sehingga dapat diketahui kemajuan penguasaan kompetensi pada setiap mahasiswa (3) kemahiran diukur dengan uji kemampuan secara standar oleh supervisor; (4) kriteria pencapaian ditentukan sebelumnya, sehingga dapat menstimulasi mahasiswa dan memberikan arah pada program latihannya. Lebih lanjut Menurut Putu Sudira (2009) pembelajaran berbasis kompetensi mencakup prinsip-prinsip: (1) terpusat pada mahasiswa/siswa, (2) berfokus pada penguasaan kompetensi, (3) tujuan pembelajaran spesifik, (4) penekanan pembelajaran pada unjuk kerja/kinerja, (5) pembelajaran lebih bersifat individual, (6) interaksi menggunakan multi metoda: aktif, pemecahan masalah dan kontekstual, (7) pengajar lebih berfungsi sebagai fasilitator, (8) umpan balik langsung, (9) Belajar di lapangan, (10) penilaian menggunakan acuan patokan Manfaat pendidikan guru berbasis kompetensi diantaranya adalah (1) memberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dengan tingkat kecepatan yang berbeda dengan cara yang berbeda pula (2) memungkinkan mahasiswa untuk lebih bertanggung jawab terhadap kemajuannya (3) membuat mahasiswa aktif dan dapat memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya. 5. Model Praktik Mengajar Terdapat tiga model praktik mengajar yang sudah lama dikembangkan di LPTK, (a) model shandwich, (b) model internship, dan (c) model Program Pengalaman Lapangan. Walaupun masing-masing model tersebut memiliki karakteristik secara khusus, tetapi ketiga model ini pada intinya memiliki Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 61 orientasi yang sama yaitu untuk mendekatkan mahasiswa pada bidang pekerjaan yang akan digelutinya yaitu sebagai pendidik yang profesional. a. Model sandwich Salah satu alasan penggunaan model sandwich adalah merupakan konsekwensi dari pengembangan model konkuren yang selama ini digunakan oleh LPTK, dimana program akademik dan profesional diberikan oleh dosen dalam satu lembaga, melalui struktur kurikulum yang memadukan mata kuliah akademik dengan mata kuliah profesional dalam satu semester pada satu lembaga. Prosedur kerja model sandwich adalah setelah tahap teori tertentu dikuasai oleh mahasiswa, kemudian ada kesempatan untuk berpraktek dan kemudian dikaji kembali secara teoritis dan seterusnya secara berlapis berulang seperti tampak pada gambar beriktu ini; Mahasiswa mengabstrasikan pengetahuan praktis dan menerapkan hasil pembelajaran dalam seting kehidupan nyata. PRAKTIK MENGAJAR MANDIRI PRAKTEK MENGAJAR TERBIMBING SIMULASI DALAM PENGAJARAN MIKRO PENGENALAN LAPANGAN Kegiatan pembekalan teoretis (briefing) sebelum mahasiswa diterjunkan dalam praktek Mahasiswa merefleksikan kegiatan atau mendengarkan orang lain merefleksikan pengalamannya selama proses diskusi atau refleksi Hasil praktek dianalisis, didiskusikan kemudian dilaksanakan. Bahan diskusi dipakai sebagai titik tolak memberikan teori baru sebelum mahasiswa praktek kembali. Bagan 2.1; Model Sandwich Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 62 Kegiatan pembekalan teoritis (briefing) diberikan sebelum mahasiswa diterjunkan dalam praktek. Hasil praktek dianalisis, didiskusikan antara mahasiswa, dosen pembimbing dan guru untuk kemudian dilaksanakan. Bahan diskusi ini dipakai sebagai titik tolak dalam memberikan teori yang baru sebelum para mahasiswa diterjunkan kembali ke dalam praktek, dan demikianlah seterusnya. Praktek dari yang sifatnya sederhana, kearah yang lebih kompleks, dari mulai kegiatan orientasi, latihan ketrampilan terbatas, latihan lengkap dengan bimbingan sampai kepada menjadi guru di depan kelas secara mandiri. b. Model Internship Pembelajaran praktik mengajar yang menggunakan model internship dilakukan dengan cara membelajarkan mahasiswa untuk beberapa mingggu atau bulan di sekolah. Internship merupakan suatu tahapan persiapan professional, dimana mahasiswa hampir menyelesaikan studinya secara formal bekerja di bawah supervisor profesional yang kompeten, administrator (practicing administrator) dan dari seseorang professional school selama jangka waktu tententu (block of time) dengan maksud mengembangkan kompetensi dalam melaksanakan tanggung jawab kependidikan. Model pembelajaran internship mempunyai karakteristik bahwa mahasiswa melakukan praktek kerja pada suatu lembaga profesional pada suatu waktu secara penuh yang mengharuskan mereka tinggal di lingkungan praktek kerja. Mahasiswa mengalami periode pendidikan tertentu sebelum terjun ke lapangan. Program internship merupakan suatau situasi pendidikan sebagai peralihan antara belajar di kampus dengan lapangan kinerja. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 63 Internship merupakan kegiatan yang integral dari persiapan profesional bagi mahasiswa yang menamatkan studinya juga sebagai masa pengenalan terhadap suatu lembaga pendidikan. Bagi mahasiswa calon guru sebelum mahasiswa itu menyelesaikan studinya ia harus melakukan praktek dan mencari pengalaman di sekolah untuk memperoleh pengalaman langsung dan mendapatkan bimbingan dari guru profesional sebelum lulus menjadi calon guru. Secara administratif tidak menutup kemungkinan dalam satu semester, mahasiswa dihadapkan pada beberapa tugas lapangan secara bersamaan, seperti praktik mengajar, Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan penyelesaian tugas akhir. Model internship dapat digunakan untuk melaksanakan beberapa kegiatan dalam waktu bersamaan sehingga sekaligus dapat mengatasi masalah keterbatasan waktu, biaya, maupun tempat. c. Model Program Pengalaman Lapangan (PPL) Program Pengalaman lapangan (PPL) merupakan mata kuliah yang bersifat terprogram dan wajib diikuti oleh semua mahasiswa LPTK. Terdapat persyaratan khusus sebagai prasyarat pengambilan mata kuliah ini yaitu mahasiswa terlebih dahulu harus sudah lulus sejumlah mata kuliah dasar keguruan. Program Pengalaman Lapangan (PPL) meliputi serangkaian kegiatan baik terkait dengan praktik mengajar sebagai upaya pembentukan kompetensi pedagogik, juga aktivitas di luar mengajar yang menjadi proses pengembangan kompetensi profesionalisasi guru secara komprehensif. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 64 Sasaran akhir yang ingin dicapai melalui model PPL adalah terjadinya integrasi kemampuan calon guru melalui sejumlah aktivitas di sekolah menjadi pola perilaku yang diperlukan bagi profesinya serta cakap dan tepat menggunakannya di dalam penyelenggaraan pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah. 6. Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Mengajar adalah aktivitas yang sangat kompleks dan memerlukan keterampilan tingkat tinggi. Kemampuan mengajar dan kemudahan belajar sangat tergantung pada tingkat keahlian atau profesionalitas guru. Reflektive teaching adalah suatu upaya yang menyangkut kesadaran untuk mengembangkan profesionalisasi melalui evaluasi diri yang dilaksanakan secara terus menerus, (Polard, 2005). Guru menempatkan dirinya sebagai ahli dan salah satu sumber belajar bagi dirinya dengan bantuan berbagai alat pencatat data dan belajar dari penelitian-penelitian ilmiah dalam berupaya meningkatkan kualitas mengajarnya. PROSES REFLECTIVE TEACHING KOMPETENSI PEDAGOGIK Pengembangan Gambar 2.2; Pengembangan Profesionalisasi secara Spiral Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 65 Secara empirik sering ditemukan gejala semakin lama seseorang menjalankan profesi sebagai guru semakin memiliki pola mengajar yang statis dan kurang responsif terhadap kondisi di lingkungan kerjanya. Mengantisipasi kondisi tersebut, Reflektive teaching berupaya membimbing mahasiswa untuk menjadi sosok guru yang seutuhnya melalui proses membangun pemikiran-pemikiran analisis terhadap pengalaman praktis yang terkait dengan semua persoalan pembelajaran, sehingga selalu terjadi penyempurnaan-penyempurnaan kemampuan. Andrew Pollard (2005) mengidentifikasi tujuh karakteristik pelaksanaan reflective teaching; (a) Bentuk tanggung jawab yang prima terhadap pelaksanaan pembelajaran. (b) Dilaksanakan dengan proses secara spiral, dimana guru atau calon guru memonitor, mengevaluasi, dan merevisi sendiri kinerjanya secara terus menerus. (c) Memerlukan kemampuan tentang metoda penelitian kelas berbasis bukti/data, untuk mendorong perkembangan dalam mencapai standar mengajar yang tinggi. (d) Memerlukan sikap terbuka, bertanggung jawab dan antusias. (e) Berbasis peniliaan guru. (f) Membutuhkan teknik yang bersifat dialogis. (g) Sebagai mediasi/penengah yang kreatif. Model pembelajaran praktik mengajar secara reflektif menghadapkan mahasiswa pada pengalaman langsung untuk mengenal, mengembangkan, dan Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 66 menyempurnakan kemampuan mengajarnya. Pengalaman ini merupakan sumber seseorang untuk meningkatkan atau menyempurnakan kemampuannya melalui berpikir dan bersikap reflektif. Untuk mewujudkannya diperlukan suatu strategi pembimbingan yang memberikan kemudahan tercapainya berfikir reflektif sebagai upaya untuk menstimulasi, meningkatkan, dan membentuk keterampilan serta pemahaman mengajar di kelas. Calon guru/praktikkan sangat memerlukan dukungan secara langsung, baik dengan penjelasan, bimbingan, dan pemodelan. Dengan demikian akan semakin tumbuh kepercayaan diri, kemahiran, dan kemandirian dalam mengajar. Dilandasi oleh teori dinamika (dynamic theory) yang dikemukakan oleh Lumley dan Rayner (2004, 2005) dalam (Whitehead, 2006) bahwa; ...a simple shift in the way we frame reality, from absolutely fixed to relationally dynamic. This shift arises from perceiving space and boundaries as connective, reflective and co-creative, rather than severing, in their vital role of producing heterogeneous form and local identity. Konsep ini memandang bahwa praktik mengajar bukan sekedar aktivitas yang perlu difahami atau cukup didokumentasikan, tetapi betul-betul merupakan representasi dari sebuah kekuatan yang dinamis. Praktik mengajar tidak berkutat sebatas latihan keterampilan praktis saja karena di dalamnya terjadi hubungan antara berbagai sub komponen seperti kemampuan mahasiswa, kondisi siswa dengan beragam latar belakangnya, fasilitas, monitoring yang dilakukan oleh dosen maupun guru pamong, serta iklim pembelajaran. Jika di dalam aktivitas praktik mengajar ini terdapat salah satu subkomponen yang bermasalah maka secara otomatis akan mempengaruhi jalannya praktik mengajar tersebut. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 67 Masalah pendidikan selalu ada baik di lingkup makro maupun mikro. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya peningkatan profesionalisasi guru tidak pernah selesai seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.2 di atas. Oleh karena itu pelaksanaan reflektive teaching pada praktik mengajar sangat tepat untuk mahasiswa calon guru dalam rangka membiasakan mengadakan evaluasi diri, introspeksi diri, memiliki kepedulian sosial yang tinggi, dan teliti dalam menganalisis kinerja sendiri. Aktivitas reflektif harus memiliki kekuatan komitmen pada peningkatan kemampuan dan keyakinan bahwa situasi dapat dirubah, mengandung tindakan berpengetahuan, didasari oleh tujuan yang jelas dan menjadi kekuatan untuk menyempurnakan kemampuan mahasiswa. Oleh karena itu dosen pembimbing dan guru pamong harus berperan sebagai supervisor dengan segala kelebihannya agar dapat melalukan monitoring dengan seksama sehingga dapat menghasilkan informasi yang valid dalam rangka peningkatan kemampuan mahasiswa. Aktivitas praktik mengajar tidak terjadi hanya begitu saja tetapi merupakan suatu upaya untuk menghasilkan perubahan secara praktis dalam meningkatkan kompetensi, sekaligus merupakan tantangan mahasiswa untuk keluar dari zona kenyamanan mereka dan menerima perubahan. Karena bagaimanapun kondisinya, peningkatan profesionalisme merupakan kebutuhan yang harus dipelajari dan dikembangkan secara terus menerus. Dewey (1964) menjelaskan beberapa langkah yang harus diperhatikan berkenaan dengan kemampuan untuk berfikir reflektif dan bersikap reflektif. yaitu: “(1) recognize or felt difficulty/problem, (2) location and definition of the problem,(3) suggestion of posible solution,(4) Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 68 rational elaboration of an idea, (5) test and formation of conclusion”. Melalui berfikir reflektif sekaligus mahasiswa juga dibimbing untuk selalu memecahkan masalah yang dihadapinya dengan menggunakan langkah-langkah berfikir ilmiah. Bersumber pada pemikiran John Dewey kemudian Helen L. Harrington cs dalam artikel jurnal Teaching and Teacher Education (vol.12.no.1, Januari 1996), mengembangkan komponen berpikir reflektif ke dalam; (1) openmindedness atau keterbukaan, sebagai refleksi mengenai apa yang diketahui, dalam pembelajaran ada tiga pola dasar yaitu pola berfokus pada guru, siswa, dan inklusif; (2) responsibility atau tanggung jawab, sebagai sikap moral dan komitmen profesional berkenaan dengan dampak pembelajaran pada siswa saja, siswa dan guru, serta siswa, guru dan orang lainnya; (3) wholeheartedness atau kesungguhan dalam bertindak dan melaksanakan tugas, dengan cara pembelajaran langsung guru, proses interaktif, dan proses interaktif yang kompleks. Model pembelajaran reflektif juga sudah banyak dikembangkan berdasarkan konsep Zeichner dan Liston (1996) berkenaan dengan konsep “critical reflection” yang terdiri dari tiga tahap reflektif yaitu (1) technical level, pada tahap ini refleksi dilakukan pada efisiensi aplikasi pengetahuan dalam bentuk teknik untuk mencapai tujuan kompetensi pedagogik yang telah ditetapkan dalam acuan penilaian kemampuan mengajar; (2) contextual level, refleksi dilakukan untuk menemukan keterkaitan antara situasi problematik yang tergambar dalam skor uji kemampuan dengan tindakan yang dilakukan melalui aplikasi teori sesuai dengan konteksnya; (3) critical level, refleksi dilakukan sebagai keputusan berdasarkan pertimbangan kritis, dan nilai-nilai moral/etis. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 69 Reflective teaching bukan hanya bermakna sebagai upaya pengembangan profesionalisme guru secara kontinu tetapi juga merupakan suatu tindakan seorang peneliti (reseacher) yang berdampak pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan baru bagi calon guru. Sebab sesungguhnya reflective teaching merupakan suatu ekspresi yang digunakan untuk menggambarkan aktivitas berpikir tentang kejadian yang dihadapi guru saat mengajar. Hal ini merupakan bagian penting dari tanggung jawab seorang guru dari sekedar mengumpulkan dan menganalisis informasi sebagai aktivitas yang bersifat rutinitas saja. Wilson (2009) menyarankan bahwa; Real reflective practice needs another person as a mentor or professional supervisor, who can ask appropriate questions to ensure that the reflection goes somewhere and does not get bogged down in selfjustification, self-indulgence or self-pity. Reflective teaching menjadi bagian penting bagi pengembangan kompetensi pedagogik seorang guru, sebab hal ini akan menjadi langkah awal dari penentuan perbaikan atau penyempurnaan kemampuan berikutnya. Proses reflektif bisa dimulai dari kegiatan mengamati, mengumpulkan, dan menginterpretasikan informasi tentang implementasi pembelajaran sebagai kemampuan profesional secara utuh dan berakhir peningkatan kemampuan tersebut. dengan melakukan upaya Hasil kegiatan reflektif ini selain menjadi acuan untuk meningkatkan kemampuan mengajar secara komprehensif juga sebagai pengalaman untuk kemampuan berfikir kritis secara objektif, faktual dan ilmiah, maka selain melibatkan supervisor dari pihak dosen pembimbing atau guru pamong juga dapat melibatkan teman sebaya. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 70 7. Hasil Penelitian Terdahulu a. Penelitian tentang Praktik Mengajar dengan menggunakan Model kerjasama antara universitas dengan sekolah yang berada di bawah pengelolaan suatu perusahan. Dilakukan oleh Lei Hui dari program Administrasi Bisnia Hunan University pada (2007). Penelitian ini dilaksanakan di Fachhoch Schule (FH) German. Model praktik mengajar ini dilaksanakan sejak semester 3 tetapi secara total mahasiswa berada di sekolah selama dua semester, yaitu pada semester tujuh sampai delapan. Hasil yang diperoleh dengan pengembangan model tersebut adalah mahasiswa bukan hanya memperluas keterampilan dan kemampuan berdasarkan kajian teoritis tetapi juga melalui pengembangan kemampuan praktis mereka dapat menyelesaikan masalah secara nyata yang dipandu oleh guru dan manajer berpengalaman secara profesional. Keuntungan lain adalah universitas memiliki bahan ajar yang bersifat praktis, up to date dan bermanfaat bagi inovasi kurikulum. b. Penelitian mengenai Model Pembentukan Kompetensi Profesi Mahasiswa Calon guru pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Negeri Yogyakarta yang dilakukan oleh Samsuri dan M Murdiono (2007), dengan menggunakan metoda kualitatif, ia mendeskripsikan bahwa selain kurikulum, dan pembelajaran secara teoritis ternyata praktik mengajar di sekolah merupakan aspek yang paling berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi profesi mahasiswa. c. Penelitian tentang Pengembangan Kemampuan calon Guru dalam Pendidikan Prajabatan yang dilakukan oleh Kartikawati (2009) membuktikan Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 71 bahwa praktik mengajar yang dikenal dengan istilah Program Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan bentuk pembekalan yang dapat menyempurnakan aspek persiapan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, peningkatan keterampilan mengajar bagi mahasiswa serta dapat berkontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan sekolah latihan. d. Pengembangan model pembimbingan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam jabatan dilakukan oleh Siti Julaeha (2010), melalui langkah-langkah orientasi, eksplorasi, interpretasi, dan redesain ternyata hasilnya menunjukkan bahwa model ini secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan guru. e. Penelitian Model Praktik Mengajar Berbasis Kompetensi yang dilakukan oleh Xiao Ling (2007) melalui Practice Teaching Reform Project, Hunan University. Sasaran penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya peningkatan kecakapan mahasiswa secara individu dan ternyata walaupun model ini dikembangkan melalui elemen-elemen kemampuan secara operasional tetapi pada akhirnya dapat menunjukkan kemampuan mahasiswa secara utuh baik dalam bersosialisasi di lingkungan kerja yang cukup kompleks maupun bertanggung jawab atas tugas-tugas mengajar secara profesional. f. Penelitian tentang Pengembangan Model pembelajaran Supervisi Klinis untuk Meningkatkan Keterampilan Dasar Mengajar Guru, di SMP Negeri II Taman-Sidoarjo, dilakukan oleh Dwi Iriyani (2008). Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemahaman kepala sekolah tentang makna supervisi klinis dengan upaya meningkatkan kemampuan mengajar pada gurunya. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 72 g. Penelitian tentang Peranan Lesson Study dalam Peningkatan Kemampuan Mengajar Mahasiswa Calon Guru yang dilakukan oleh FPMIPA dengan JICA sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2006. Penelitian ini dilaksanakan bersama sejumlah sekolah tempat mahasiswa melakukan PPL. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa calon guru yang berpartisipasi dalam Lesson Study berbasis pengalaman sekolah masih menunjukkan beberapa kelemahan dalam pengajaran mereka. Tetapi tidak dipungkiri bahwa lesson study berbasis pengalaman memberi wawasan yang berarti tentang cara meningkatkan kompetensi mengajar. C. Hakikat Kompetensi Pedagogik Kompetensi Pedagogik merupakan kompetensi khas, yang akan membedakan guru dengan profesi lainnya. Walaupun dari sudut kebijakan kompetensi ini dipandang bagian dari profesionalisasi guru tetapi perananya sangat penting dan dapat menetukan kualitas proses serta hasil pembelajaran bahkan pada akhirnya dapat menentukan kualitas suatu bangsa. 1. Konsep Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik merupakan subkompetensi dari keseluruhan kompetensi tetapi keberadaannya menjadi inti dari keseluruhan kompetensi guru. Kompetensi pedagogik menjadi ujung tombak profesionalisasi guru karena dalam implementasinya terkait langsung dengan semua kompetensi lainnya. Giertz (2003) menjelaskan bahwa; Pedagogical competence can be described as the ability and the will to regularly apply the attitude, knowledge and skills that promote the learning of the teacher’s students. This shall take place in accordance with Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 73 the goals that are being aimed at and the existing framework and presupposes continuous development of the teacher’s own competence and course design. Konsep ini menegaskan bahwa kompetensi pedagogik digambarkan sebagai kemampuan dan kemauan untuk menerapkan sikap, pengetahuan dan keterampilan secara teratur yang mendukung pembelajaran sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Hal ini menggambarkan bahwa sesungguhnya sasaran kompetensi pedagogik bukan sekedar aktivitas mentransfer ilmu tetapi merupakan suatu kemampuan dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang melibatkan kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga terwujud pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Kompetensi pedagogik dapat mencerminkan tingkat profesionalitas guru seutuhnya karena sesungguhnya kompetensi ini dapat memadukan ketiga jenis kompetensi lainnya seperti kompetensi akademik, sosial dan kepribadian dalam satu kemampuan utuh yang tercermin pada pengembangan proses pembelajaran bermutu serta sikap dan tindakan yang dapat dijadikan teladan sehingga bermuara pada keberhasilan belajar siswa. Mengacu kepada standar profesionalitas guru, maka kompetensi pedagogik bukan hanya dibangun atas sejumlah pengetahuan yang akan diajarkan kepada siswa dan pengetahuan untuk mengembangkan profesinya atau konten akademik, konten pedagogik yaitu pengetahuan tentang bagaimana mengajarkan materi pelajaran kepada siswa, tetapi juga dituntut untuk mampu menginternalisasikan aspek konten akademik dengan aspek konten pedagogik ke dalam suatu tindakan nyata (action) yang dapat memudahkan semua Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 74 siswa untuk mewujudkan tujuan belajarnya, seperti dapat dilihat pada gambar berikut ini; Kompetensi Pedagogik Konten Pedagogik Konten Akademik KA KP K Bagan 2.3; Posisi Kompetensi Pedagogik Mahasiswa calon guru dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang konten akademik dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori, baik tentang konten yang akan diajarkan, maupun yang berguna untuk membangun jati diri seorang pendidik, menguasai pengetahuan konten pedagogik yang berkenaan dengan pengetahuan tentang merancang pembelajaran, metoda belajar dan mengajar, pengelolaan kelas, tujuan pendidikan, teori belajar, evaluasi pembelajaran, serta keterampilan pengaplikasikan pengetahuan pedagogis untuk mengajarkan pengetahuan konten. Struktur kurikulum tersebut menggambarkan bahwa mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru ke siswa, melainkan meliputi banyak kegiatan dan tindakan yang harus dilakukan atau hanya cukup dengan menguasai kemampuan pedagogis saja. Atas dasar inilah maka seorang guru harus memiliki kemampuan Pedagogical Content Knowledge (PCK) yang menjadi modal utama dalam menyuguhkan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa (Shulman, 1986). Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 75 Proses pembelajaran sesungguhnya merupakan inti dari kurikulum, oleh karena itu berhasil tidaknya pendidikan akan sangat tergantung pada kualitas kompetensi pedagogik seorang guru yang diimplementasikan dalam mengelola pembelajaran. Dengan kata lain tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan berkualitas tidaknya kadar tujuan pendidikan yang bisa dicapai sangat tergantung pada berkualitas tidaknya implementasi pembelajaran. Aspek-aspek penting yang harus dikuasai sebagai acuan dalam rangka mempersiapkan calon guru untuk penguasaan kompetensi pedagogik menurut Undang-undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang kemudian lebih lanjut dijabarkan oleh Peraturan Menteri (Permen) Nomor 16 tahun 2007 bahwa standar kompetensi guru kelas SD/MI meliputi; 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. 4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. 5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. 6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. 7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. 8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. 10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Standar kompetensi pedagogik tersebut sekaligus menjadi bagian dari sasaran LPTK dan menjadi kendali dalam merumuskan visi dan misi LPTK Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 76 sampai dengan implementasinya dalam bentuk pembelajaran dan sasaran yang harus dicapai pada evaluasi akhir. 2. Peranan Kompetensi Pedagogik dalam Profesionalisasi Guru Sasaran dan karakteristik peranan pendidikan dasar terutama SD yang mengemban amanat sangat fundamental dalam meletakkan fondasi pendidikan bagi siswa menjadi orientasi dari program pendidikan guru. Tuntutan ini akan menjadi ciri khas yang tercermin dari seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seorang guru SD sebagai bukti bahwa dia mampu melaksankan tugas-tugas secara profesional. Sifat intelegen ini harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketegasan, dan keberhasilan bertindak dan sifat tanggung jawab yang harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan maupun etika atau moral yang diatur oleh profesi ini. Walaupun kompetensi guru SD bersifat khusus tetapi memiliki cakupan yang sangat luas, dituntut memiliki kemampuan menguasai seluruh subjek akademik atau bidang studi ke-SD-an sebagai alat untuk merubah perilaku siswa dan wawasan pengetahuan terkait dengan peningkatan profesionalismenya, nilai moral secara aplikatif yang akan ditiru oleh siswanya, bahkan kemampuan berteknologi sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan menjadi suatu kompetensi secara utuh. Hansen (1998) menguraikan seluruh kompetensi ini sebagai berikut; “(a) Field Competencies (b) Research Competencies (c) Curriculum Competencies (d) Lifelong Learning Competencies (e) Social-Cultural Competencies (f) Emotional Competencies (g) Communication Competencies Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 77 (h) Information and Communication Technologies (ICT) Competencies (i) Environmental Competencies”. a. Kompetensi akademik (Field Competencies) adalah kemampuan penguasaan sejumlah konten akademik baik yang akan diajarkan maupun pengetahuan secara umum yang penting untuk mengembangkan karier seorang guru. b. Kompetensi penelitian meliputi metoda, teknik dan rancangan penelitian yang terkait dengan ruang lingkup kurikulum dan pembelajaran. Kemampuan ini akan mendukung profesi guru dalam meningkatkan kemampuan proses berpikir ilmiah dan sekaligus mendukung pendidikan guru berbasis penelitian sebagai pendekatan baru dalam pendidikan guru. c. Kompetensi kurikulum dapat dibagi kedalam dua subkompetensi yaitu subkompetensi pengembangan kurikulum dan subkompetensi implementasi kurikulum. Kompetensi kurikulum berisi pengetahuan tentang filsafat dan keterampilan dalam pengembangan kurikulum, desain kurikulum, komponen pengembangan kurikulum, model pengembangan kurikulum, pendekatan dalam desain kurikulum, proses pengembangan kurikulum, memilih dan mengorganisir konten, merancang evaluasi. Pada intinya kompetensi kurikulum terkait dengan pengetahuan dan keterampilan menyusun perencanaan pembelajaran yang efektif. d. Kompetensi belajar sepanjang hayat sangat penting bagi guru untuk bertanggung jawab dalam mengembangkan kemampuannya. Kompetensi ini mencakup kecakapan belajar untuk belajar (learning to learn) sebagai bukti tanggung jawab terhadap peningkatan profesionalisme dan juga Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 78 tanggung jawab untuk mengembangkan kecakapan siswa tentang belajar sepanjang hayat. e. Kompetensi emosional terdiri dari nilai, moral, kepercayaan, motivasi, dan empati. Hal ini sangat penting terkait dengan upaya membantu meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Kompetensi emosional juga membantu guru menjadi lebih efektif dalam pembelajaran, karena sesungguhnya belajar memerlukan dukungan emosi yang mampu menciptakan perasaan positif untuk proses pembelajaran. f. Kompetensi kultur-sosial, kompetensi ini meliputi pengetahuan tentang latar belakang sosial-kultural siswa. Hal ini menjadi bagian penting dari kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, karena pada dasarnya kelas yang dihadapi oleh guru terdiri dari siswa dengan beragam kondisi dan latar belakangnya. Hanya dengan memiliki kompetensi ini maka guru akan bijaksana dalam melaksanakan pembelajaran. g. Kompetensi komunikasi meliputi kemampuan menyelenggarakan beragam model komunikasi; antar siswa, guru, siswa-guru, maupun lingkungan dan sumber belajar yang lebih luas. Kompetensi ini meliputi nada suara, bahasa isyarat, bahasa tubuh, kontak mata, bahasa tulis, juga meliputi keterampilan intra dan interpersonal, keterampilan mendengarkan, berbicara, dan keterampilan bertanya. h. Kompetensi teknologi komunikasi dan Informasi, kompetensi ini berkenaan dengan penggunaan teknologi dalam pembelajaran, termasuk di Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 79 dalamnya menguasai teknologi untuk memanipulasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran. i. Kompetensi lingkungan, Kompetensi ini berkenaan dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk nyelamatkan ekologi dan lingkungan. Lingkungan menjadi dimensi yang sangat penting dan berkelanjutan dlam kehidupan manusia. Semua kompetensi tersebut akan terinternalisasi dalam mengembangkan kompetensi pedagogik ketika guru mengembangkan pembelajaran. Sedangkan kompetensi guru secara keseluruhan akan tergambar seperti pada bagan berikut ini; Kompt akademik Kompt penelitian Kompt lingkungan Kompt kurikulum Kompetensi Kompt emosi Mengajar (Pedagogik) Kompt belajar sepanjang hayat Kompt ICT Kompt kultur sosial Kompt komunikasi Bagan 2.4; Kompetensi Guru secara Keseluruhan (Hansen ,1998) Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 80 Bagan di atas menunjukkan betapa kompetensi pedagogik merupakan inti dari semua kompetensi kompetensi yang akan sangat menentukan kualitas profesional guru. Sebelum menjadi suatu keahlian, memang kompetensi pedagogik dibangun dari sejumlah sub kompetensi lainnya seperti nilai, kultur, akademik, komunikasi, emosi, penelitian, lingkungan, teknologi sampai dengan kurikulum. Begitu kompleksnya kompetensi yang seyogyanya dimiliki oleh guru. Walaupun demikian kebijakan pemerintah melalui Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat (1) meringkasnya menjadi empat kompetensi sebagai standar acuan profesionalisme guru, yaitu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dari keempat kompetensi utama tersebut pada intinya kompetensi mengajar atau pedagogik menjadi jantungnya dari semua kompetensi yang harus dikuasai oleh guru, karena melalui kompetensi tersebut akan tergambar pengembangan kompetensi lainnya secara kontekstual. a. Kompetensi Pedagogik Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 81 b. Kompetensi Kepribadian Guru sebagai tenaga pendidik memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya). Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. c. Kompetensi Akademik/Profesional kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional juga meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya dan wawasan tentang pengembangan keprifesionalannya. d. Kompetensi Sosial Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 82 didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar dengan kata lain kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Ketika guru dihadapkan pada pembelajaran maka ia akan meramu semua kompetensi tersebut baik yang terkait dengan kemampuan mendesain pembelajaran, mengorganisir materi pelajaran, pemilihan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik siswa dan tuntutan tujuan yang akan dicapai, mengembangkan teknik komunikasi, dan mendeteksi keberhasilan atau kegagalan siswa dalam belajar ke dalam suatu adegan yang dinamakan proses pembelajaran. Akumulasi dari keempat kompetensi tersebut akan tergambar secara terintegrasi ketika guru mengelola pembelajaran. 3. Ruang lingkup Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik menjadi ujung tombak dari ketiga kompetensi lainnya bahkan akan mencerminkan tingkat profesionalitas guru sebagai pendidik. Terdapat tiga komponen utama yang membentuknya, yaitu kemampuan mendesain pembelajaran, kemampuan mengembangkan pembelajaran dan kemampuan menyusun serta melaksanakan evaluasi pembelajaran. a. Kemampuan mendesain pembelajaran Desain pembelajaran merupakan suatu siklus yang tidak pernah berkesudahan, artinya sebagai suatu sistem, maka desain pembelajaran tidak bisa berdiri sendiri dan terisolasi dari pengembangan pengembangan pembelajaran dan Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 83 evaluasi pembelajaran. Seperti dikemukakan oleh Kemp (1977), beliau memiliki pandangan bahwa; The design and development process is a continuous cycle that requires constant planning, design, development and assessment to insure effective instruction. The model is systemic and nonlinear and seems to encourage designers to work in all areas as appropriate. Model ini sangat berguna untuk mengembangkan program-program instruksional yang dibangun atas kemampuan penguasaan pedagogi dan konten akademik sehingga akan menghasilkan pembelajaran yang efektif. Konsep ini juga menjadi landasan bagi pengembangan kompetensi pedagogik guru dan calon guru, sebab pada dasarnya semua komponen desain pembelajaran bukan hanya menjadi target yang harus dicapai oleh siswa, tetapi juga sekaligus sebagai bahan refleksi atas kemampuan guru dan calon guru. Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi; ” (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu mengalokasikan waktu. Berdasarkan kedua konsep di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan pembelajaran, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 84 Makna desain bagi calon guru atau guru sekali pun bukan hanya sebagai perencanaan yang bermuara pada keberhasilan siswa dalam wujud terjadinya perubahan perilaku tetapi yang sama pentingnya adalah muatan target perbaikan atau peningkatan kemampuan mengajar bagi calon guru atau guru yang secara eksplisit harus terrencana secara jelas. Misalnya ketika guru merumuskan tujuan, maka yang terkandung didalamnya adalah operasionalisasi Kompetensi Dasar (KD) yang berupa indikasi keberhasilan belajar siswa dalam wujud perubahan perilaku setelah mengikuti pembelajaran siswa dan juga memuat rumusan target perbaikan atau peningkatan kemampuan mengajar bagi pihak guru atas hasil refleksi dari kemampuan mengajar sebelumnya. Kemp (1977) mengidentifikasi sembilan komponen desain yang sangat penting; (a) masalah pembelajaran (b) karakter siswa (c) analisis tugas (d) tujuan khusus pembelajaran (e) urutan konten yang akan diajarkan (f) strategi pembelajaran (g) cara mengemas pesan (h) cara menyampaikan pesan pembelajaran, dan (i) Instrumen evaluasi. Setiap aspek tersebut memiliki peran yang sama pentingnya bagi keberhasilan suatu desain. Hal ini menjadi sasaran dari evaluasi formatif kemudian akan menjadi bahan masukan untuk menemukan masalah pembelajaran sebagai bahan redesain pada langkah selanjutnya. Konsep desain model Kemp ini secara implisit menyarankan bahwa desain pembelajaran bukan pekerjaan administratif yang akan menjadi pekerjaan rutin seorang guru, tetapi lebih sebagai panduan peningkatan profesionalisasi guru secara kontinu dan sekaligus menjadikan guru sebagai peneliti (reseacher) dan pembaharu (inovator). Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 85 b. Kemampuan Melaksanakan Pembelajaran Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa. Kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar meliputi (1) membuka pelajaran, (2) menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4) menggunakan alat peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6) memotivasi siswa, (7) mengorganisasi kegiatan, (8) berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, (9) menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik, (11) melaksanakan penilaian, dan (12) menggunakan waktu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 86 adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan perilaku siswa. Sesuai dengan makna bahwa pembelajaran bukan hanya sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan belajar siswa, tetapi juga sekaligus sebagai wahana pembelajaran bagi guru dalam meningkatkan profesionalisasi dan kemampuan mengajarnya. Maka keberhasilan siswa merupakan cerminan dari keberhasilan guru juga sebaliknya kegagalan siswa menjadi gambaran atas kegagalan guru. c. Kemampuan Melaksanakan Penilaian Penilaian proses pembelajaran dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan pembelajaran yang telah disusun dan dilaksanakan. Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses pembelajaran adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan secara tepat. Dengan demikian, melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa. Kemampuan mendesain dan melaksanakan penilaian belajar peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,(2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian, (7) mampu Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 87 membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian, (8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, (9) mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian, (10) mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13) mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan (16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian D. Hakikat Pendidikan Dasar 1. Konsep, Peran dan Fungsi Pendidikan Dasar Pengertian pendidikan dasar berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 17 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah (1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi pendidikan menengah. (2) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah pertama dan Madrasah Tsanawiyah atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan dasar berlangsung sembilan tahun yaitu mulai dari kelas satu Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah dilanjutkan sampai kelas sembilan Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Pada jenjang pendidikan inilah, siswa mengalami proses pendidikan yang berperan sebagai peletak fondasi untuk membangun kemampuan-kemampuan berikutnya. Pendidikan dasar memang diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan baik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 88 berikutnya maupun untuk kehidupan di masyarakat. Oleh karena itu dituntut peran guru yang mampu menyeimbangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik pada siswa. Mutu pendidikan menengah dan pendidikan tinggi tergantung kepada dasar-dasar kemampuan dan keterampilan yang dikembangkan sejak Sekolah Dasar. Begitu pentingnya tujuan penyelenggaraan pendidikan dasar bagi masyarakat Indonesia, bahkan pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1994 tentang Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Artinya bahwa setiap anak Indonesia yang berumur 7 s/d 15 tahun diwajibkan untuk mengikuti Pendidikan Dasar 9 tahun sampai tamat. Walaupun akhirnya program wajib belajar 9 tahun ini bagi Indonesia tidak bersifat compulsory education tetapi lebih bersifat universal basic education. Karena pemerintah Indonesia ternyata belum mampu menanggung beban biaya pendidikan dasar ini seutuhnya. Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan Peraturan Pemerintah No 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar semakin memperjelas rambu-rambu pengembangan arah pendidikan nasional bahwa Pendidikan Dasar diselenggarakan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratis serta mengikuti pendidikan lebih lanjut. Oleh karena itu sasaran upaya peningkatan mutu pendidikan secara formal diawali dengan penataan kelembagaan, pengelolaan dan penyediaan serta Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 89 persiapan mutu guru yang merupakan perangkat penting bagi peningkatan mutu pendidikan. Pendididikan dasar yang diselenggarkan secara formal di Sekolah Dasar (SD) seperti yang dinyatakan dalam Kurikulum Pendidikan Dasar bertujuan memberi bekal kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitung, pengetahuan dan ketrampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SMP/MTs. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar dapat diuraikan secara terperinci, seperti berikut : a. Memberikan Bekal Kemampuan Membaca, Menulis, dan Berhitung. Kemampuan membaca, menulis dan berhitung (Calistung) merupakan tujuan pertama dan utama sering disebut juga tujuan yang paling fundamental karena sifatnya sangat menentukan baik-tidaknya kemampuan-kemampuan lain. Kemampuan ini diwujudkan dalam kemampuan dan ketrampilan penggunaan bahasa yang meliputi membaca, menulis, berbicara, serta kemampuan berhitung yang meliputi kemampuan dan ketrampilan menambah, mengurangi, mengalikan, membagi, mengukur sederhana dan memahami bentuk geografi. Semua kemampuan ini sangat berguna dan dapat diterapkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari mereka. b. Memberikan Pengetahuan dan Keterampilan Dasar yang Bermanfaat bagi Siswa Sesuai dengan Tingkat Perkembangannya. Keterampilan dasar yang bermanfaat dan sesuai dengan tingkat perkembangan anak SD/MI ini sangat banyak, meliputi pengetahuan dan Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 90 ketrampilan intelektual, sosial dan personal. Seiring dengan tingginya tuntutan atas kehidupan di masyarakat, maka tujuan pendidikan SD/MI tidak lagi menyiapkan siswa untuk bekerja di masyarakat, melainkan menyiapkan siswa yang penekannya untuk bisa bersosialisasi di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Perubahan ini sejalan dengan perubahan orientasi perkembangan anak. Oleh karena lulusan SD/MI tidak semata-mata mengembangkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung, melainkan menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan intelektual, pribadi dan sosial. c. Mempersiapkan Siswa untuk Mengikuti Pendidikan di SLTP. Kegiatan untuk mencapai tujuan ketiga ini tidak dapat dipisah-pisahkan dengan upaya pencapaian kedua tujuan sebelumnya. Banyak upaya yang dilakukan oleh guru, antara lain memberi informasi lisan dan tertulis kepada siswa kelas 5 dan 6, mengadakan diskusi alumni SD/MI, mengadakan kunjungan ke SLTP terdekat, dan sebagainya. Karena pada 2 atau 3 tingkat kelas terakhir di SD/MI perlu lebih ditekankan pada pembinaan pemahaman dan penghayatan dasar akan ilmu pengetahuan dan teknologi secara sederhana, tetapi sistematik. 2. Struktur Kurikulum SD/MI Sesuai peran dan fungsi SD/MI, maka struktur kurikulum pun memperhatikan keseimbangan substansi kajian untuk semua bidang studi. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Indonesia (BSNI) dengan ketentuan sebagai berikut; Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 91 a. Memuat delapan bidang studi yaitu; Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Seni Budya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani, ditambah dengan muatan lokal dan pengembangan diri. b. Bidang studi IPA dan IPS dikemas dalam bentuk IPA terpadu dan IPS terpadu. c. Pembelajaran di kelas awal yaitu kelas satu sampai dengan kelas tiga menggunakan pendekatan tematik, sedangkan untuk kelas empat sampai kelas enam menggunakan pendekatan mata pelajaran. d. Alokasi waktu satu jam pelajaran adalah 35 menit. e. Menggunakan sistem semester dengan 34-38 minggu efektif. 3. Struktur Kurikulum SMP/MTs Struktur kurikulum SMP/MTs meliputi substansi kajian yang ditempuh selama tiga tahun mulai dari kelas VII sampai dengan kelas IX. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dengan ketentuan; a. Memuat 10 bidang studi yaitu; Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi, ditambah Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. b. Bidang studi IPA dan IPS dikemas dalam bentuk IPA terpadu dan IPS terpadu. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 92 c. Alokasi waktu satu jam pelajaran adalah 45 menit. d. Menggunakan sistem semester dengan 34-38 minggu efektif. Mencermati struktur kurikulum pendidikan dasar khususnya untuk SD/MI, maka guru kelas SD/MI dituntut untuk memiliki pemahaman substansi yang kompehensif untuk semua bidang studi di samping kajian pedagogik yang sesuai dengan karakteristik dan tuntutan standar proses pendidikan. 4. Karakteristik Siswa, Pendidik, dan Proses Pendidikan Memaknai hakekat pentingnya pendidikan dasar, terkait tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu; (a) siswa atau sasaran didik, (b) pendidik, dan (c) proses pendidikan. Ketiga faktor ini dilandasi oleh kepentingan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan dasar. a. Siswa Pada awal pendidikan dasar, kondisi perkembangan siswa berada pada tahapan berpikir konkrit menuju perkembangan berpikir abstrak dan di akhir pendidikan dasar mereka sudah masuk usia berpikir abstrak seperti digambarkan oleh Piaget (1972) berikut ini; 1. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun) 2. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun) 3. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun) 4. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa) Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 93 Pada rentang usia sekolah dasar tersebut siswa mulai menunjukkan perilaku belajar seperti; 1. Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak. 2. 3. Mulai berpikir secara operasional. Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda. 4. Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat. 5. Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat. Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu: 1. Konkrit. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, bermakna, dan kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. 2. Integratif; Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 94 konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian. 3. Hierarkis; Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi. b. Pendidik Keberadaan pendidik pada jenjang pendidikan dasar betul-betul sebagai sosok yang sulit untuk digantikan oleh teknologi apapun kecuali dalam peranannya sebagai sumber informasi. Hal ini terkait dengan kondisi kepentingan siswa yang sedang masa meniru (imitation) serta tahapan berfikir siswa yang masih bersifat integratif. Ketika guru menjelaskan nilai moral maka sekaligus ia menjadi contoh dari apa yang ia jelaskan. Ketika ia menjelaskan tentang struktur kalimat yang memenuhi kaidah bahasa yang baik dan benar, maka itu pula yang dapat disimak oleh siswa dari tutur bahasa gurunya. Ketika guru menjelaskan tentang geomentri secara konsep, maka sekaligus dituntut untuk dapat memberi contohnya secara konkrit dalam kehidupan nyata. Begitu juga ketika guru menjelaskan suatu materi pelajaran dalam bidang studi sains maka tidak menutup kemungkinan guru menghubungkannya dengan materi yang memiliki kesamaan pada bidang studi lain sekaligus contoh nyata dalam kehidupan di lingkungannya. Sehingga pemahaman siswa akan menjadi lebih luas dan tidak terkotak-kotak secara kaku. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 95 Kondisi ini pula yang menjadi alasan bahwa pendidikan dasar khususnya Sekolah Dasar (SD) untuk kelas awal (kelas 1,2,dan3) menggunakan model kurikulum yang terintegrasi antar semua dibang studi (integrated curriculum) sedangkan kelas tinggi (kelas 4,5, dan 6) menggunakan model kurikulum yang menghubungkan bidang studi yang satu dengan bidang studi yang lainnya (correlated curriculum). Kondisi perkembangan anak di usia SD juga berdampak pada penggunaan sistem guru kelas yang dituntut untuk menguasai; 1. Pengetahuan materi (content knowledge) yaitu pengetahuan yang berkenaan dengan fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori, tentang lima bidang studi yaitu Matematika, Sains, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia yang akan diajarkan. 2. Pengetahuan pedagogis (pedagogical content) adalah pengetahuan yang berkenaan dengan kurikulum, desain pembelajaran, metoda pembelajaran, pengelolaan kelas, teori belajar, evaluasi pembelajaran, media pembelajaran, keterampilan dasar mengajar, dan perkembangan peserta didik. Tuntutan guru SD lebih kompleks dibandingkan dengan guru pada jenjang pendidikan yang ada di atasnya. Ke lima bidang studi yang diajarkan di SD tidak hanya cukup dikuasai secara akademik tetapi juga harus diajarkan kepada siswa dengan baik. Karakteristik siswa secara individual bukan satu-satunya yang menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun desain pembelajaran tetapi juga karakteristik ke lima bidang studi harus dikuasai secara utuh sehingga akan mempermudah terciptanya kondisi belajar yang mendukung pencapaian target belajar bagi siswa. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 96 3. Kemampuan memadukan pengetahuan konten dengan pengetahuan pedagogik (Pedagogical Content Knowledge) dalam bentuk implementasi profesionalisasi mencakup pendekatan pengajaran sesuai dengan konten, dan juga, menguasai bagaimana elemen konten dapat diatur untuk dapat diajarkan dengan baik. Kemampuan ini berkaitan dengan representasi dan perumusan konsep, teknik pedagogis, pengetahuan tentang apa yang membuat konsep-konsep sulit atau mudah untuk dipelajari, pengetahuan-pengetahuan yang harus diawalkan atau diakhirkan dalam desain pembelajaran. Hal ini juga melibatkan pengetahuan tentang merumuskan rencana pembelajaran dan strategi yang menggabungkan representasi konseptual yang tepat, untuk mengatasi kesulitan belajar dan kesalahpahaman. Ini juga mencakup pengetahuan tentang apa yang dibawa siswa ke situasi belajar. Shulman (1986) memandang bahwa “ pedagogical content knowledge is a form of practical knowledge that is used by teachers to guide their actions in highly contextualized classroom settings”.Oleh karena itu memiliki pengetahuan teoritis tentang materi pelajaran dan strategi pedagogis tidak cukup untuk menjadi guru yang baik. c. Proses Pendidikan Ketika pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU No 20 Tahun 2003), maka untuk melaksanakannya selain diperlukan suatu keahlian yang Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 97 dibangun atas ilmu yang ilmiah, sentuhan seni yang tidak membosankan siswa juga panggilan kesadaran atas ketertarikan dan keikhlasan untuk menyayangi siswa sebagai anak didiknya dan melanjutkan peran orang tua dalam mendidik anak seutuhnya menjadi konsekwensi atas kewajiban guru. Siswa adalah organisme aktif yang memiliki kepentingan utama untuk merubah kemampuannya menjadi lebih baik. Mereka terlahir dengan beragam potensi dan salah satu peran penting guru adalah mengenali keberagaman tersebut agar semua anak merasa dihargai keberadaannya dan difasilitasi keberhasilan belajarnya. John P. Miller dan Wayne Seller dalam Curriculum Perspectives and Practice (1985) menekankan bahwa inti kurikulum sesungguhnya sebagai an interaction between students and teachers that is designed to achieve specific educational goals. Oleh karena itu ketika guru mendesain pembelajaran maka tujuan menjadi kendali untuk menentukan iklim pembelajaran dan proses pembelajaran yang akan dibangun. E. Kerangka Pikir Penelitian Proses sistematik dalam mengembangkan pembelajaran pada umumnya disajikan dalam bentuk model pembelajaran, Sukmadinata (2004) mengemukakan mengenai dasar pemilihan pembelajaran (pendekatan, model ataupun prosedur dan metode pembelajaran) yaitu: tujuan pembelajaran, karakteristik mata pelajaran, kemampuan siswa dan guru. Memperhatikan karakteristik tujuan pembelajaran, karakteristik mata kuliah, dan karakteristik mahasiswa, maka konsep berpikir ilmiah yang menjadi Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 98 landasan pembentukan berfikir reflektif (John Dewey, 1964) dan telah dikembangkan oleh Helen L. Harrington (1996) bukan hanya menjadi landasan kerangka pikir tetapi juga akan dikondisikan menjadi sebuah pembelajaran dalam mengembangkan model pembelajaran praktik mengajar reflektif ini. Berdasarkan masalah yang dihadapi oleh mahasiswa secara langsung di sekolah, mereka didorong untuk melaksanakan tindakan reflektif secara aktif melalui langkah-langkah berpikir ilmiah sehingga dapat meningkatkan kompetensi pedagogiknya sesuai dengan tujuan yang ditargetkan. Inti dari kompetensi guru sesungguhnya berada pada kompetensi pedagogik. Di dalamnya dibingkai oleh kemampuan akademik, sosial dan personal sesuai dengan tuntutan sekolah. STANDAR KELULUSAN personal Komp. Pedagogik PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIK MENGAJAR akademik sosial Merencanakan pembelajaran Melaksanakan pembelajaran Mengevaluasi pembelajaran KURIKULUM LPTK SISTEM PEMBELAJARAN KURIKULUM SD Bagan 2.5 ; Kerangka Pemikiran Penelitian Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 99 Pengembangan model pembelajaran praktik mengajar untuk meningkatkan kompetensi pedagogik mahasiswa S1-PGSD didasarkan pada pembelajaran sebagai sistem, yang mempertimbangkan komponen raw input (mahasiswa S1PGSD, dan faktor kualifikasi dosen), enviromental input (tuntutan Standar kelulusan sebagai Guru Kelas SD, kurikulum, SD, dan fasilitas pendukung lainnya), instrumental input (kebijakan pendidikan guru) dan out put dalam bentuk unjuk kerja mahasiswa dalam merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi pembelajaran. Penelitian ini menjadikan praktik mengajar sebagai salah satu subkomponen model pembelajaran dan subkomponen lainnya adalah aktivitas refleksi. Kedua aktivitas tersebut menjadi bagian utuh yang tidak terpisahkan dari model pembelajaran praktik mengajar. Fokus aktivitas refleksi dalam model pembelajaran ini adalah upaya untuk meningkatkan kompetensi pedagogik mahasiswa melalui langkah-langkah: menemukan masalah - merumuskan masalah - menentukan alternatif solusi masalah - mengembangkan ide untuk memecahkan masalah - mendesain solusi pemecahan masalah. Sedangkan indikator keberhasilan yang ingin dicapai oleh model pembelajaran praktik mengajar akan tergambar dari kemampuan menyusun desain pembelajaran, implementasi pembelajaran serta kemampuan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Een Yayah Haenilah, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Mengajar Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu