BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah bangsa yang sejarahnya dipenuhi oleh cerita-cerita mistik. Kepercayaan terhadap dedemit (makhluk halus) penunggu gunung berapi yang akan marah jika manusia berperilaku jahat membuat nenek moyang bangsa Indonesia terus setia menjaga tata karma dan hidup selaras dengan alam. Indonesia adalah bangsa yang sejak dahulu digerakkan oleh kepercayaan mistik. Tetapi seiring budaya asing yang mulai merasuki kepribadian bangsa ini, nilai-nilai tradisional yang dahulu digenggam erat sebagai pedoman perilaku hidup mulai dianggap takhayul dan primitif. Nilai-nilai dan kepercayaan nenek moyang itu mulai dilupakan. Manusia Indonesia masa kini tidak lagi mengindahkan petuah-petuah bijaksana hasil budaya nenek moyangnya. Hal ini mengakibatkan banyak kekacauan seperti alam yang dirusak dan perilaku manusia kini tidak lagi mengindahkan norma. Padahal segala mitos, pitutur, dan kepercayaan mistik itu adalah produk kebijaksanaan nenek moyang bangsa Indonesia yang sebenarnya memiliki makna mendalam. Melupakannya berarti melupakan asal-muasal Indonesia. Pada akhirnya, tidak mustahil bangsa ini akan kehilangan jati diri karena lupa pada asal-muasalnya sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah media yang dapat menyampaikan produk kebijaksanaan nenek moyang ini kepada para pewaris bangsa yaitu generasi muda. 1 2 Jika berbicara mengenai media bagi generasi muda, maka tak lepas dari pembaharuan dan teknologi. Generasi muda yang aktif dan dinamis selalu mengikuti perkembangan jaman. Mereka adalah pengguna utama berbagai gadget mutakhir yang diciptakan dengan berbagai fitur sesuai dengan kebutuhan generasi muda. Dengan semakin mudahnya menjangkau internet di Indonesia, media digital menjadi sarana yang paling efektif untuk menyampaikan pesan kepada generasi muda. Namun, telah begitu banyak pesan berlalu-lalang di dunia maya saat ini membuat sulit untuk menarik perhatian audien. Sebab itu memilih media digital yang paling tepat tentu bukan lagi hal mudah. Tetapi belakangan ini terjadi kebangkitan sebuah media lawas yang dahulu dinilai telah kehilangan taringnya. Media tersebut adalah komik. Komik Indonesia yang tadinya dianggap hilang karena tak lagi menunjukkan keeksisannya di dunia penerbitan, kini mulai diminati kembali oleh generasi muda. Komik Indonesia kini mulai eksis kembali dalam bentuk digital. Para komikus muda seperti Sweta Kartika (Grey dan Jingga, Nusantara Ranger), dan Faza Meonk (Si Juki) menerbitkan komik mereka melalui sosial media. Bahkan, kini dengan prakarsa sebuah web developer asal Korea yaitu Naver melalui, para komikus dapat menerbitkan komik secara selfpublish melalui aplikasi khusus yang memungkinkan mereka menjadi komikus berpenghasilan tetap. Dengan aplikasi digital ini, semakin banyak generasi muda yang mulai mengapresiasi komik-komik karya anak bangsa. Komik digital atau webcomic telah menjadi tren baru di kalangan anak muda. 3 Setelah mengamati perkembangan ini, maka dapat terlihat satu kesimpulan. Webcomic dapat menyampaikan pesan kepada generasi muda dengan efektif melalui cerita-cerita yang menarik. Untuk merevolusi mental suatu bangsa, langkah kecil seperti menyampaikan pitutur melalui cerita-cerita mistis seperti yang dilakukan nenek moyang adalah hal yang penting dilakukan supaya generasi muda tidak lupa pada warisan kebijaksanaan bangsanya. Webcomic “Koma” adalah perwujudan gagasan tersebut. Komik bergenre horror ini menceritakan tokoh utama bernama Lembuswana yang individualis, cuek dan tidak percaya pada hal-hal mistis. Perangainya yang cepat bosan dan hidupnya yang tanpa tujuan membuat Lembuswana hidup segan mati tak mau. Suatu ketika Lembuswana mendapat kemampuan indera ke-enam setelah mengalami koma akibat kecelakaan yang dialaminya. Semenjak itu ia dapat melihat makhluk-makhluk tak kasat mata. Melalui komik on-going yang akan terbit seminggu sekali ini, pembaca akan diajak memahami sejarah, makna pitutur dan wewaler nenek moyang lewat perjalanan tokoh utama dalam berbagai kisah mistis yang terinspirasi dari mitosmitos daerah di Indonesia. Pembaca akan diajak untuk berpikir dan bertanya pada diri sendiri tentang hidup sebagai bangsa Indonesia yang sebenarnya. Untuk mewujudkannya, webcomic “Koma” membutuhkan naskah, ilustrasi yang menarik serta media pendukung yang tepat sehingga mampu menarik perhatian pembaca dan menyampaikan pesan dengan efektif. Berdasarkan alasan tersebut, penulis tertarik mengangkat permasalah ini sebagai karya Tugas Akhir dengan judul “PERANCANGAN WEBCOMIC “KOMA””. 4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa pokok-pokok masalah adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana merancang naskah dan ilustrasi komik “Koma” sehingga dapat menyampaikan pesan cerita kepada pembaca dengan efektif? 2. Bagaimana merancang media pendukung yang tepat untuk digunakan dalam mempromosikan komik “Koma” kepada pembaca? C. Tujuan Perancangan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan perancangan adalah sebagai berikut: 1. Merancang naskah dan ilustrasi komik “Koma” sehingga dapat menyampaikan pesan cerita kepada pembaca dengan efektif. 2. Merancang merancang media pendukung yang tepat untuk digunakan dalam mempromosikan komik “Koma” kepada pembaca. D. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan. (Nasir, 1998: 51) Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Metode penelitian kualitatif deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan 5 untuk meneliti pada kondisi objektif yang alamiah dimana peneliti berperan sebagai instrumen kunci. (Sugiyono, 2008: 15) 1. Kerangka Pemikiran Gambar 1. Model Analisis Data Kerangka pemikiran ini diawali dengan pemilihan tema perancangan yaitu mitos daerah di Indonesia. Penulis melakukan riset menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif melalui desain komunikasi visual sehingga mendapatkan data target market. Data yang telah dikumpulkan kemudian melalui proses reduksi data dan dianalisis menggunakan strategi komunikasi visual. Hasil reduksi data inilah yang kemudian menjadi konsep perancangan webcomic “Koma”. 6 2. Metode Pengambilan Data a. Metode Wawancara Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada narasumber. Wawancara merupakan salah satu proses interaksi dan komunikasi secara langsung untuk mendukung metode observasi. Secara umum kita mengenal dua jenis teknik wawancara yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara dilakukan kepada narasumber sebagai berikut: 1) Narasumber cerita mistis, wawancara dilakukan dalam rangka mengumpulkan cerita mistis untuk digunakan sebagai inspirasi penulisan naskah. 2) Para pembaca webcomic, wawancara dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang disukai oleh para pembaca webcomic atau komik digital khususnya genre horror misalnya dari segi ilustrasi. b. Metode Observasi Pengumpulan data melalui observasi yaitu dengan mengamati bagaimana perilaku, tanggapan, dan antusiasme pembaca webcomic. Dan mengamati hal-hal yang membuat pembaca tertarik membaca webcomic khususnya yang bergenre horror. c. Metode Kepustakaan Metode kepustakaan digunakan untuk mendapat data sekunder sebagai landasan teoritis yang menunjang data primer yang telah dikumpulkan. Data 7 pustaka dapat berupa media cetak seperti buku, majalah, koran, dan data-data yang terkait dan memuat informasi yang membantu penulisan naskah dan pembuatan ilustrasi komik “Koma”. d. Studi Dokumenter Studi dokumenter dilakukan untuk mendapat data sekunder dengan cara menganalisa dokumen berupa artwork, foto, dan video. Studi dokumenter dilakukan untuk mencari informasi pendukung penulisan naskah dan pembuatan ilustrasi komik misalnya dari berita di televisi maupun film. 3. Teknik Analisis Teknik analisis yang digunakan adalah analisis SWOT (Strengths, Weakness, Oportunity, Threat). Analisis SWOT adalah evaluasi mengenai kekuatan, kelemahan, semua indikator internal atau indikator yang dapat dikendalikan. (Rangkuti, 2009: 66)