PENERAPAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTs AL-MAARIF 01 SINGOSARI Oleh: Cendika M Syuro Mahasiswi Jurusan Matematika FMIPA UM email: [email protected] Sri Mulyati Dosen Jurusan Matematika FMIPA UM Askury Dosen Jurusan Matematika FMIPA UM ABSTRAK: Dalam tulisan ini diceritakan tentang penerapan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII MTs Al-Maarif 01 Singosari. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran dengan penerapan PBL untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pecahan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.. Dalam penelitian terdapat dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Langkah-langkah pembelajaran dengan metode PBL adalah (1) tahap kooperatif dimana siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa, (2) orientasi siswa kepada masalah, yaitu pemberian masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, (3) pengorganisasian siswa untuk belajar mandiri dalam kelompok, (4) membimbing penyelidikan secara kelompok dengan menggunakan LKS untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, dan (5) mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi melalui kegiatan presentasi di depan kelas. Peningkatan hasil belajar matematika siswa dari hasil nilai tes pra tindakan 63,73 dan meningkat pada siklus I menjadi 74,85, pada siklus II meningkat sebesar 86.51. Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Hasil Belajar, Pecahan. Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan, yaitu suatu usaha manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran sehingga dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan kualitas kehidupan yang lebih baik. Program yang disusun secara rinci sehingga menggambarkan kegiatan siswa di sekolah dengan bimbingan guru disebut kurikulum (Hudojo, 2003:3). Kurikulum dalam dunia pendidikan selalu berkembang, salah satu kurikulum yang dikembangkan dalam pendidikan yang terbaru yaitu kurikulum 2006 atau lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan tujuan yang ingin dicapai adalah peserta didik mampu mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama (BSNP, 2006 : 1). Dengan terciptanya tujuan tersebut diharapkan peserta didik memiliki kemampuan dalam memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan dalam keadaan yang kompetitif. Penerapan KTSP pada sekolah-sekolah sebagai penyempurnaan dari kurikulum sebelumya yang cenderung teacher-oriented daripada student-oriented dalam proses belajarnya. Untuk memenuhi target dari kurikulum tersebut maka diperlukan strategi atau model pembelajaran yang menyenangkan ( pembelajaran yang aktif, kreatif, dan efektif) dalam upaya meningkatkan pola pikir dan potensi siswa. Berdasarkan observasi langsung di MTs Al-Maarif 01 Singosari yang dilaksanakan pada tanggal 8-9 Mei 2012, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan guru masih menggunakan metode ceramah dan penugasan (pengerjaan soal) secara individu. Siswa mendengar dan mencatat apa yang guru sampaikan kemudian mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Saat guru bertanya, siswa yang menjawab hanya satu atau dua orang, jawaban mereka pun cenderung asalasalan bahkan terkesan main-main. Ketika guru menerangkan, hampir sebagian besar siswa tidak mendengarkan, bahkan mereka sibuk dengan kegiatan lain seperti bolak-balik ke kamar mandi, menyanyi atau mengganggu siswa lain. Ketika diminta mengerjakan soal, ada beberapa siswa yang hanya menunggu jawaban dari teman atau bahkan menunggu jawaban guru saat soal tersebut dibahas secara bersama-sama, jarang sekali terlihat adanya diskusi antar siswa dalam upaya memecahkan masalah. Saat guru bertanya kegunaan mempelajari materi yang sedang dipelajari, tidak ada siswa yang menjawab pertanyaan guru tersebut, ini berarti siswa belum mengerti mengenai kegunaan mempelajari materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Metode ini akan membuat siswa cenderung pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Peran guru lebih dominan dibanding peran siswa, tentu hal ini berolak belakang dengan kurikulum yang ditetapkan saat ini. Berdasarkan hasil dokumentasi yang didapatkan dari guru matematika kelas VII, diketahui bahwa nilai rata-rata terakhir pada mata pelajaran matematika kelas tersebut adalah 63,73 yang masih berada di bawah Standar Ketuntasan Minimal (SKM) sekolah tersebut yaitu 75. Jumlah siswa yang mencapai Standar Ketuntasan Minimal adalah 37,20% dari 43 siswa. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi siswa kelas VIIF MTs Al-Maarif 01 Singosari, dibutuhkan model pembelajaran yang dapat mengembangkan dan menggali pengetahuan siswa secara maksimal. Selain itu juga dapat mengaktifkan siswa untuk belajar bersama-sama sehingga siswa lebih mudah untuk memahami konsep yang diajarkan dan mampu mengkomunikasikan ide yang dimiliki baik secara lisan maupun tulisan. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dalam menyelesaikan permasalahan di atas adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Arends (dalam Trianto, 2007:68) menyatakan bahwa PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa dengan menggunakan masalah dalam dunia nyata yang bertujuan untuk menyusun pengetahuan siswa, melatih kemandirian dan rasa percaya diri, dan mengembangkan keterampilan berpikir siswa dalam pemecahan masalah. Sementara itu menurut Sumiati dan Asra (2007 : 57) hasil belajar yang dicapai dengan orientasi pada masalah lebih tinggi nilai kemanfaatannya dibandingkan dengan belajar melalui pembelajaran konvensional. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya bagaimana penerapan pembelajaran Problem Based Learning yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa MTs Al-Maarif 01 Singosari kelas VII? METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK), karena masalah yang muncul berasal dari penelitian di kelas dan selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Tempat yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian adalah MTs AlMaarif 01 Singosari tepatnya di kelas VII F yang sekaligus dijadikan subyek penelitian. Kehadiran peneliti dalam penelitian ini mutlak diperlukan karena peneliti merupakan instrumen utama yang berperan sebagai perencana tindakan, pemberi tindakan, pengamat, pengumpul data, penganalisis data, dan sekaligus pelapor hasil penelitian. Data dalam penelitian ini diperoleh dari : (1) Hasil tes yaitu nilai pra tindakan dan pasca tindakan, (2) Hasil observasi selama kegiatan pembelajaran, (3) Catatan lapangan, (4) Hasil wawancara. Adapun instrumen penelitian yang digunakan meliputi (1) RPP, (2) LKS, (3) Tes, kriteria keberhasilan hasil belajar ditentukan dengan cara melihat adanya peningkatan hasil tes siswa. Jika hasil tes dari 75% siswa meningkat 2 poin di atas SKM dan hasil rata-rata siswa mencapai angka 75 maka penelitian ini dikatakan berhasil. Perhitungan nilai rata-rata siswa adalah sebagai berikut : + + = 3 Keterangan : = Skor akhir, Tk1 = Tugas kelompok 1, Tk2 = Tugas kelompok 2, TA = Tes Akhir. (4) Lembar observasi, kriteria keberhasilan aktivitas guru dan siswa ditentukan dengan lembar observasi yang di isi oleh pengamat. Analisis data hasil observasi menggunakan analisis persentase. Skor yang diperoleh masing-masing deskriptor ditunjukkan dan hasilnya disebut jumlah skor. Selanjutnya dihitung persentase nilai rata-ratanya dengan rumus sebagai berikut. skor yang didapat Persentase nilai rata-rata (NR) = 100% skor maksimal Guru dan siswa dinyatakan melaksanakan pembelajaran dengan baik jika berdasarkan lembar observasi mendapat skor dari pengamat minimal berkriteria baik yaitu lebih besar sama dengan 60%. (5) Catatan Lapangan, (6) Lembar wawancara. Tahap-tahap yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan ini adalah tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini akan akan dilaksanakan penelitian sesuai yang dikemukakan para ahli secara garis besar ada empat tahapan yang harus dilalui yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, (4) refleksi. Berdasarkan hasil refleksi siklus I ini akan ditentukan berlanjut ke siklus II atau tidak. Jika berlanjut ke siklus II maka pada siklus II akan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah dari siklus I, begitu seterusnya. HASIL Pembelajaran yang biasa diterapkan di kelas VII MTs Al-Maarif 1 Singosari yaitu guru menerangkan materi pembelajaran hari ini kemudian siswa mencatat apa yang disampaikan atau menulis ulang apa yang ditulis guru di papan tulis selanjutnya guru memberi tugas dan siswa mengerjakan tugas tersebut. Guru juga memaparkan bahwa ketika mengajar jarang sekali menerapkan metode pembelajaran yang bermacam-macam. Hal ini disebabkan target terselesaikannya seluruh materi selama satu semester yang harus terpenuhi. Guru juga menyampaikan bahwa di sekolah tersebut tidak ada pengelompokan siswa unggulan sehingga dalam satu kelas terdiri dari berbagai macam siswa dengan kemampuan yang heterogen. Perlakuan tiap kelas pun sama, dalam arti tidak ada perlakuan khusus untuk kelas-kelas tertentu. Standar Ketuntasan Minimum (SKM) untuk bidang studi matematika di MTs Al-Maarif 01 Singosari adalah 75. Nilai ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan hasil tes siswa yang telah didapat selama ini. Peneliti menyampaikan bahwa dalam penelitian ini akan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran PBL diawali dengan pemberian masalah yang terkait dengan dunia nyata yang mampu mengarahkan atau membimbing siswa untuk memahami suatu materi baik secara kelompok maupun individu. Menurut salah seorang guru mata pelajaran matematika, PBL belum pernah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran matematika di MTs Al-Maarif 01 Singosari. Dari hasil negosiasi dengan guru tersebut, beliau memberi izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian dengan salah satu kelas yang dijadikan obyek penelitian Berdasar kesepakatan antara peneliti dengan guru mata pelajaran, peneliti mendapat izin untuk mengadakan penelitian di kelas VIIF setiap hari Selasa jam 12.30-14.00 dan hari Kamis jam 14.30-16.00. Peneliti menyampaikan bahwa penelitian akan dimulai hari Selasa, 27 November 2012 dengan materi pecahan yang sesuai dengan materi yang harus ditempuh siswa kelas VII. SIKLUS I Hasil observasi secara keseluruhan terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran pada siklus I menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) menghasilkan skor rata-rata 33,6. Hal ini berarti taraf keberhasilan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran termasuk dalam kategori “baik”. Sedangkan aktivitas guru selama proses pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) pada siklus I menghasilkan skor rata-rata 32,8. Hal ini berarti taraf keberhasilan aktivitas guru selama kegiatan pebelajaran termasuk dalam kategori “kurang baik”. Berdasar hasil tes dari 41 siswa kelas 7F MTs Al-Maarif 01 Singosari yang mengikuti tes I terdapat 24 siswa atau 56,53% siswa yang mencapai nilai standar keberhasilan belajar individual yang ditentukan oleh peneliti yaitu 77. Sedangkan siswa yang belum mencapai nilai sesuai standar ketuntasan keberhasilan individual sebanyak 17 siswa atau 41,47%. Dari aspek kognitif yang telah ditentukan, sebanyak 28 siswa atau 82,35% siswa telah mencapai standar ketuntasan dan 6 orang siswa atau 17,65% belum mencapai standar ketuntasan tersebut. Namun secara klasikal, hasil rata-rata antara nilai LKS dan tes akhir mencapai nilai 87,25. Jika dibandingkan dengan rata-rata hasil tes sebelum tindakan maka rata-rata hasil tes siswa pada siklus I meningkat sebesar 11,12 poin dari 63,73 menjadi 74,85. Karena kriteria keberhasilan belum tercapai maka akan dilanjutkan pada siklus II. SIKLUS II Hasil observasi secara keseluruhan terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran pada siklus I menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) menghasilkan skor rata-rata 44,115. Hal ini berarti taraf keberhasilan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran termasuk dalam kategori “sangat baik”. Sedangkan aktivitas guru selama proses pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) pada siklus I menghasilkan skor rata-rata 40,67. Hal ini berarti taraf keberhasilan aktivitas guru selama kegiatan pebelajaran termasuk dalam kategori “baik”. Berdasar hasil tes dari 41 siswa kelas 7F MTs Al-Maarif 01 Singosari yang mengikuti tes I terdapat 31 siswa atau 75,61% siswa yang mencapai nilai standar keberhasilan belajar individual yang ditentukan oleh peneliti yaitu 77. Sedangkan siswa yang belum mencapai nilai sesuai standar ketuntasan keberhasilan individual sebanyak 17 siswa atau 24,39%. Dari aspek kognitif yang telah ditentukan, sebanyak 30 siswa atau 87,46% siswa telah mencapai standar ketuntasan dan 3 orang siswa atau 12,54% belum mencapai standar ketuntasan tersebut. Namun secara klasikal, hasil rata-rata antara nilai LKS dan tes akhir mencapai nilai 87,32. Jika dibandingkan dengan rata-rata hasil tes pada siklus I maka rata-rata hasil tes siswa pada siklus I meningkat sebesar 11,66 poin dari 74,85 menjadi 86,51. Karena kriteria yang diterapkan peneliti telah tercapai pada siklus II maka penelitian ini dihentikan pada siklus II. Beberapa temuan penelitian yang didapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Temuan pada Siklus I a. Aktivitas peneliti sebagai pelaku pelaksanaan pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) secara keseluruhan masuk dalam kategori “baik”. b. Aktivitas siswa sebagai subyek dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) masuk dalam kategori “sedang”. c. Pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) baru pertama kali diterapkan di MTs Al-Maarif 01 Singosari sehingga di awal pertemuan siswa masih mengalami kebingungan dan butuh waktu untuk beradaptasi. d. Respon siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) memberikan tanggapan yang positif. e. Siswa lebih senang dan merasa lebih mudah memahami mengenai suatu materi yang sedang diajarkan jika dalam proses pembelajarannya dikaitkan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. f. Berdasarkan hasil tes I, persentase siswa yang tuntas belajar adalah 58,53% dan siswa yang tidak tuntas belajar adalah 41,47%. Dari aspek kognitif yang telah ditentukan, sebanyak 82,35% siswa tuntas belajar dan 17,65% siswa tidak tuntas belajar. g. Adanya tes yang dilakukan pada akhir siklus dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa selama pembelajaran dengan menggunakan metode Problem Based Learning (PBL). 2. Temuan pada Siklus II a. Aktivitas peneliti sebagai pelaku pelaksanaan pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) secara keseluruhan masuk dalam kategori “sangat baik”. b. Aktivitas siswa sebagai subyek dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) masuk dalam kategori “sangat baik”. c. Siswa lebih tertib dalam pembelajaran, lebih berani bertanya atau menanggapi saat diskusi kelas berlangsung, dan lebih berperan aktif dalam kegiatan diskusi kelompok. d. Berdasarkan hasil tes II, persentase siswa yang tuntas belajar adalah 75,61% dan siswa yang tidak tuntas belajar adalah 24,39%. Dari aspek kognitif yang telah ditentukan, sebanyak 87,46% siswa tuntas belajar dan 12,54% siswa tidak tuntas belajar. e. Siswa tetap dapat mengikuti pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) dengan baik namun siswa berpendapat bahwa metode ini cenderung membosankan jika diterapkan dalam jangka waktu yang lama. PEMBAHASAN Pada awal pembelajaran, penerapan metode Problem Based Learning (PBL) kurang berjalan dengan lancar. Hal ini dikarenakan siswa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mengikuti apa yang diperintahkan oleh guru. Siswa juga kerap kali menunjukkan sikap kurang setuju terhadap aturan-aturan yang diterapkan selama kegiatan pembelajaran. Akan tetapi seiring dengan berjalannya proses pembelajaran, siswa mulai bisa beradaptasi dengan metode baru yang digunakan. Proses adaptasi ini juga tak lepas dari peran guru sebagai pengontrol kondisi kelas. Masalah yang diberikan kepada siswa dalam metode PBL merupakan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pemberian masalah dalam konteks dunia nyata ini bertujuan agar siswa mampu membangun sendiri pengetahuan baru yang diterimanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2007:67) bahwa pembelajaran berdasarkan masalah menyajikan situasi masalah yang otentik dan bermakna kepada siswa sehingga dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Melalui permasalahan yang diberikan, siswa akan berusaha menyelesaikan masalah tersebut berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya sehingga siswa mampu menemukan keterkaitan antara materi terdahulu dengan materi baru yang sedang mereka pelajari. Tahap-tahap Problem Based Learning (PBL) yang diterapkan peneliti dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa diuraikan sebagai berikut : a. Orientasi siswa kepada masalah Pada tahap ini peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengaitkan dengan materi prasyarat melalui tanya jawab langsung kepada siswa. Setelah itu, peneliti memberikan motivasi kepada siswa agar mampu bekerja sama dengan baik dengan teman dalam satu kelompok. Pemberian motivasi ini dengan harapan bahwa siswa akan lebih terpacu dalam mengerjakan tugas yang diberikan serta meningkatkan komunikasi antar siswa. Langkah terakhir pada tahap ini adalah pemberian masalah kepada setiap kelompok. Penyajian masalah ini berupa soal yang terdapat dalam LKS yang telah disiapkan oleh peneliti. Masalah yang dibuat disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hal ini sesuai dengan pendapat Lenterak (2012) yang mengatakan bahwa LKS berwujud lembaran berisi tugas-tugas guru kepada siswa yang disesuaikan dengan kompetensi dasar dan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar Pada tahap ini peneliti membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Setelah kelompok terbentuk dan masingmasing siswa duduk sesuai dengan kelompoknya, peneliti membagikan tugas belajar berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang berisi masalah-masalah yang harus diselesaikan oleh siswa melalui diskusi kelompok. Pada pertemuan pertama, siswa merasa kurang berkenan ketika guru menentukan kelompok belajar yang bukan keinginan mereka sendiri. Siswa secara spontan melakukan berbagai bentuk protes kepada guru dengan cara mengeluh atau merayu agar dikelompokkan dengan teman yang diinginkan, bahkan siswa ada yang tidak mau beranjak dari tempat duduknya karena merasa kurang cocok dengan teman dalam satu kelompoknya. Mengetahui hal ini, guru berusaha memberikan motivasi kepada siswa mengenai pentingnya bekerja sama dengan siapapun. Suprijono (2009 : 66) mengatakan bahwa guru harus menjelaskan bahwa peserta didik harus saling bekerja sama di dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan tujuan kelompok. Mendengar penjelasan dari guru, siswa mulai berkelompok dengan anggota yang sudah ditentukan. Namun pada pertemuan pertama siklus I, pengelompokan siswa ini memakan waktu yang lebih lama dibanding dengan perkiraan waktu yang telah ditentukan oleh peneliti. Untuk pertemuan selanjutnya, guru tidak lagi mengalami kesulitan berarti pada saat pengaturan kelompok. Guru selalu mengecek apakah siswa telah berkumpul sesuai dengan kelompok yang sudah ditentukan, bahkan pada pertemuan ke-3 dan ke-4 guru tidak lagi menyebutkan nama-nama siswa dalam satu kelompok. Siswa telah mengingat anggota kelompoknya ketika guru meminta mereka untuk melakukan kegiatan diskusi seperti pertemuan sebelumnya. c. Membimbing kelompok belajar dan bekerja Pada tahap ini peneliti membimbing siswa dalam pengerjaan Lembar Kerja Siswa (LKS). Peneliti berkeliling ke tiap-tiap kelompok untuk menanyakan apakah ada bagian yang dirasa sulit atau membingungkan. Jika siswa mengalami kesulitan, peneliti bertindak sebagai pengarah dengan memberi arahan atau pertanyaan pancingan sehingga siswa bisa menemukan sendiri jawaban dari pertanyaan yang diberikan. Peneliti juga mendorong siswa untuk mendiskusikan kesulitan yang mereka hadapi dengan anggota kelompoknya sebelum bertanya kepada guru. Peneliti meminta kepada setiap siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan diskusi kelompok sehingga tidak ada siswa yang hanya menunggu jawaban dari teman lain yang dirasa lebih pintar. Pada kelas ini, para siswa dibagi ke dalam sembilan kelompok, masingmasing kelompok terdiri atas 4-5 orang. Kelompok dalam jumlah besar ini memerlukan keahlian khusus dari guru untuk mengatur kegiatan siswa. Menurut Rusmono (2012 : 75) untuk kelas yang banyak kelompok, para tutor harus mengembangkan strateginya, yang meliputi : a) mengembangkan aktivitas kelompok yang terdefinisi dengan baik, b) menggunakan masalah yang memungkinkan intervensi instruktur pada titik-titik penting untuk melibatkan kelas dalam diskusi dan atau klarifikasi, dan c) tutor berjalan di sekitar kelas untuk membantu kelompok yang memiliki tanda-tanda tidak berfungsi, seperti pembicaraan yang tidak sesuai dengan tugas, setiap siswa tidak ambil bagian dalam diskusi atau sebaliknya mendominasi, dan sebagainya. Pendapat inilah yang digunakan peneliti sebagai guru dalam kegiatan memonitor kelompok selama kegiatan penelitian berlangsung. d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Pada tahap ini peneliti meminta siswa untuk melaporkan atau mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Peneliti bertindak sebagai pengatur jalannya diskusi. Hampir pada setiap siklus, siswa seringkali merasa gugup atau malu ketika diminta untuk presentasi di depan kelas. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa melakukan kegiatan presentasi selama kegiatan pembelajaran. Suara yang pelan ketika membacakan hasil diskusi, tidak berani menatap ‘penonton’ diskusi kelas, dan juga ketidakberanian membacakan hasil diskusi merupakan bukti bahwa siswa belum terbiasa dengan kegiatan ini. Peranan guru dalam kegiatan ini sangat penting. Guru bertindak sebagai pengatur jalannya diskusi kelas, termasuk ketika kelompok yang presentasi kurang siap dengan tindakan yang harus dilakukannya. Ketika siswa nampak kebingungan untuk membacakan hasil diskusi, guru menuntun siswa dengan cara menunjukkan bagian dari LKS yang harus mereka sampaikan, kemudian guru meminta perhatian dari siswa lain agar mereka mendengarkan jawaban dari kelompok yang presentasi. Guru juga menentukan kelompok mana yang harus menanggapi jawaban dari kelompok yang presentasi ketika siswa tidak ada yang memberikan tanggapan atau pertanyaan terhadap hasil diskusi. Untuk memotivasi siswa agar terlibat aktif, guru menyampaikan akan memberikan tambahan skor ketika siswa memiliki inisiatif untuk bertanya atau menanggapi jawaban hasil diskusi dari kelompok yang presentasi. Pemberian skor ini akan membuat siswa merasa dihargai dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Pada tahap ini peneliti bersama siswa mendiskusikan jawaban yang tepat dari pertanyaan yang tercantum dalam Lembar Kerja Siswa (LKS). Selanjutnya peneliti bersama siswa juga membuat kesimpulan terhadap kegaiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Meskipun pelaksanaan pembelajaran telah sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah ditentukan, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh peneliti. Kendala-kendala tersebut terjadi pada siklus I maupun siklus II. Kendala yang dihadapi oleh peneliti selama kegiatan pembelajaran akan menjadi bahan perbaikan untuk pembelajaran berikutnya. Beberapa kendala yang dihadapi serta solusi yang diterapkan oleh peneliti dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1 Kendala dan Solusi Selama Pelaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning Kendala Solusi Sebagian siswa tidak setuju dengan pembagian Memberi pemahaman kepada siswa bahwa anggota kelompok yang dilakukan oleh guru bekerja sama hendaknya mampu dilakukan sehingga memerlukan lebih banyak waktu dengan siapa saja. Perlu adanya upaya dalam tahap ini. ‘pembiasaan’ berkelompok dalam kegiatan pembelajaran. Siswa cenderung individual dalam proses Ketika siswa mengalami kesulitan, guru tidak pengerjaan LKS. langsung menjawab tetapi meminta siswa untuk mendiskusikan jawaban dengan teman dalam kelompoknya. Siswa belum terbiasa presentasi di depan kelas. Membimbing siswa dalam mengutarakan pendapat serta memberi motivasi untuk lebih percaya diri. Siswa kurang aktif dalam bertanya maupun Menunjuk langsung siswa untuk bertanya atau menyampaikan pendapat. menganggapi jawaban dari kelompok yang presentasi serta memberikan poin tambahan bagi siswa yang berperan aktif dalam pembelajaran. Bertindak lebih tegas dalam kegiatan Proses adaptasi terhadap metode pembelajaran pembelajaran serta lebih aktif dalam upaya yang baru membutuhkan lebih banyak waktu mengontrol siswa dan situasi kelas. sehingga pada pelaksanaannya kurang sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan keterlaksanaan Problem Based Learning (PBL) yang telah dijabarkan sebelumnya maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Langkah – langkah Problem Based Learning (PBL) yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII MTs Al-Maarif 01 Singosari yaitu : (a) memberikan masalah dalam bentuk LKS pada masing-masing siswa, (b) membagi siswa dalam kelompok, (c) membimbing siswa baik secara individu maupun kelompok dalam upaya pengerjaan LKS, (d) meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, dan (e) mendiskusikan jawaban yang tepat dari pertanyaan yang tercantum dalam LKS serta membuat kesimpulan. 2. Penerapan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 7F MTs Al-Maarif 01 Singosari pada materi pecahan. Peningkatan hasil belajar ini terlihat dari adanya peningkatan hasil tes siswa yang dilaksanakan pada tiap akhir siklus. Pada siklus I sebanyak 58,53% siswa mengalami peningkatan nilai sebanyak 2 poin di atas SKM sedangkan pada siklus II mencapai angka 75,61%. Dari segi kognitif yang telah ditentukan oleh peneliti, pada siklus I sebanyak 82,35% siswa tuntas belajar dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 87,46% sedangkan hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I diperoleh skor 33,6 yang berarti skor ini termasuk dalam kategori taraf keberhasilan ‘baik’, untuk hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II memperoleh skor rata-rata 44,115 yang termasuk dalam kategori taraf keberhasilan “sangat baik”. Berdasarkan hasil catatan lapangan ditunjukkan bahwa siswa mengalami perubahan dalam hal keaktifan maupun interaksi sosial antar teman. Siswa nampak lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik dalam hal bertanya, menjawab, menyampaikan pendapat, maupun diskusi kelompok. Dan berdasar hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa antusiasme siswa terhadap pembelajaran matematika meningkat jika dibandingkan dengan sebelumnya yang akhirnya berdampak terhadap hasil belajar mereka. Berdasarkan kesimpulan di atas maka peneliti mengajukan beberapa saran agar menjadi masukan yang berguna, diantaranya : 1. Guru dapat menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika di sekolah. Metode ini terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik dari segi kognitif maupun afektif. 2. Untuk mengatasi kebosanan yang dialami siswa pada siklus I sekaligus membiasakan siswa berkelompok dengan siswa lain, hendaknya peneliti yang ingin menerapkan PBL dalam pembelajaran melakukan pergantian anggota kelompok untuk siklus berikutnya. DAFTAR RUJUKAN BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas Hudojo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum dalam Pembelajaran Matematika. Malang : UM. Lenterak. 2012. http://lenterakecil.com/pengertian-lembar-kerja-siswa-lks/. Diakses 20 Januari 2013 Pannen, dkk. 2001. Konstrutivistik Dalam Pembelajaran. Jakarta : Depdiknas. Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu. Bogor : Ghalia Indonesia. Sumiati dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung : Wacana Prima. Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Jakarta : Prestasi Pustaka.