PENERAPAN PEMBELAJARAN PROBLEM

advertisement
PENERAPAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
SISWA KELAS VII MTs AL-MAARIF 01 SINGOSARI
Oleh:
Cendika M Syuro
Mahasiswi Jurusan Matematika FMIPA UM
email: [email protected]
Sri Mulyati
Dosen Jurusan Matematika FMIPA UM
Askury
Dosen Jurusan Matematika FMIPA UM
ABSTRAK: Dalam tulisan ini diceritakan tentang penerapan pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII MTs Al-Maarif 01 Singosari.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran dengan penerapan
PBL untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pecahan. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif..
Dalam penelitian terdapat dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Langkah-langkah pembelajaran dengan metode PBL adalah
(1) tahap kooperatif dimana siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5
siswa, (2) orientasi siswa kepada masalah, yaitu pemberian masalah yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, (3) pengorganisasian siswa untuk belajar mandiri dalam kelompok, (4)
membimbing penyelidikan secara kelompok dengan menggunakan LKS untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, dan (5) mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi melalui kegiatan
presentasi di depan kelas. Peningkatan hasil belajar matematika siswa dari hasil nilai tes pra
tindakan 63,73 dan meningkat pada siklus I menjadi 74,85, pada siklus II meningkat sebesar 86.51.
Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Hasil Belajar, Pecahan.
Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
kehidupan, yaitu suatu usaha manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya
melalui proses pembelajaran sehingga dapat menciptakan kehidupan yang lebih
baik. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan
faktor utama dalam pembentukan kualitas kehidupan yang lebih baik.
Program yang disusun secara rinci sehingga menggambarkan kegiatan
siswa di sekolah dengan bimbingan guru disebut kurikulum (Hudojo, 2003:3).
Kurikulum dalam dunia pendidikan selalu berkembang, salah satu kurikulum yang
dikembangkan dalam pendidikan yang terbaru yaitu kurikulum 2006 atau lebih
dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan tujuan
yang ingin dicapai adalah peserta didik mampu mengembangkan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja
sama (BSNP, 2006 : 1). Dengan terciptanya tujuan tersebut diharapkan peserta
didik memiliki kemampuan dalam memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan dalam keadaan yang kompetitif. Penerapan KTSP pada
sekolah-sekolah sebagai penyempurnaan dari kurikulum sebelumya yang
cenderung teacher-oriented daripada student-oriented dalam proses belajarnya.
Untuk memenuhi target dari kurikulum tersebut maka diperlukan strategi atau
model pembelajaran yang menyenangkan ( pembelajaran yang aktif, kreatif, dan
efektif) dalam upaya meningkatkan pola pikir dan potensi siswa.
Berdasarkan observasi langsung di MTs Al-Maarif 01 Singosari yang
dilaksanakan pada tanggal 8-9 Mei 2012, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan
guru masih menggunakan metode ceramah dan penugasan (pengerjaan soal)
secara individu. Siswa mendengar dan mencatat apa yang guru sampaikan
kemudian mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Saat guru bertanya, siswa
yang menjawab hanya satu atau dua orang, jawaban mereka pun cenderung asalasalan bahkan terkesan main-main. Ketika guru menerangkan, hampir sebagian
besar siswa tidak mendengarkan, bahkan mereka sibuk dengan kegiatan lain
seperti bolak-balik ke kamar mandi, menyanyi atau mengganggu siswa lain.
Ketika diminta mengerjakan soal, ada beberapa siswa yang hanya
menunggu jawaban dari teman atau bahkan menunggu jawaban guru saat soal
tersebut dibahas secara bersama-sama, jarang sekali terlihat adanya diskusi antar
siswa dalam upaya memecahkan masalah. Saat guru bertanya kegunaan
mempelajari materi yang sedang dipelajari, tidak ada siswa yang menjawab
pertanyaan guru tersebut, ini berarti siswa belum mengerti mengenai kegunaan
mempelajari materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Metode ini akan membuat siswa cenderung pasif dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran. Peran guru lebih dominan dibanding peran siswa, tentu hal
ini berolak belakang dengan kurikulum yang ditetapkan saat ini. Berdasarkan hasil
dokumentasi yang didapatkan dari guru matematika kelas VII, diketahui bahwa
nilai rata-rata terakhir pada mata pelajaran matematika kelas tersebut adalah 63,73
yang masih berada di bawah Standar Ketuntasan Minimal (SKM) sekolah tersebut
yaitu 75. Jumlah siswa yang mencapai Standar Ketuntasan Minimal adalah
37,20% dari 43 siswa.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi siswa kelas VIIF MTs Al-Maarif
01 Singosari, dibutuhkan model pembelajaran yang dapat mengembangkan dan
menggali pengetahuan siswa secara maksimal. Selain itu juga dapat mengaktifkan
siswa untuk belajar bersama-sama sehingga siswa lebih mudah untuk memahami
konsep yang diajarkan dan mampu mengkomunikasikan ide yang dimiliki baik
secara lisan maupun tulisan.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dalam menyelesaikan
permasalahan di atas adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Arends (dalam Trianto, 2007:68) menyatakan bahwa PBL merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa dengan menggunakan
masalah dalam dunia nyata yang bertujuan untuk menyusun pengetahuan siswa,
melatih kemandirian dan rasa percaya diri, dan mengembangkan keterampilan
berpikir siswa dalam pemecahan masalah. Sementara itu menurut Sumiati dan
Asra (2007 : 57) hasil belajar yang dicapai dengan orientasi pada masalah lebih
tinggi nilai kemanfaatannya dibandingkan dengan belajar melalui pembelajaran
konvensional.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya bagaimana
penerapan pembelajaran Problem Based Learning yang dapat meningkatkan hasil
belajar matematika siswa MTs Al-Maarif 01 Singosari kelas VII?
METODE
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif
kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
Penelitian Tindakan Kelas (PTK), karena masalah yang muncul berasal dari
penelitian di kelas dan selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
Tempat yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian adalah MTs AlMaarif 01 Singosari tepatnya di kelas VII F yang sekaligus dijadikan subyek
penelitian. Kehadiran peneliti dalam penelitian ini mutlak diperlukan karena
peneliti merupakan instrumen utama yang berperan sebagai perencana tindakan,
pemberi tindakan, pengamat, pengumpul data, penganalisis data, dan sekaligus
pelapor hasil penelitian.
Data dalam penelitian ini diperoleh dari : (1) Hasil tes yaitu nilai pra tindakan dan
pasca tindakan, (2) Hasil observasi selama kegiatan pembelajaran, (3) Catatan
lapangan, (4) Hasil wawancara. Adapun instrumen penelitian yang digunakan
meliputi (1) RPP, (2) LKS, (3) Tes, kriteria keberhasilan hasil belajar ditentukan
dengan cara melihat adanya peningkatan hasil tes siswa. Jika hasil tes dari 75%
siswa meningkat 2 poin di atas SKM dan hasil rata-rata siswa mencapai angka 75
maka penelitian ini dikatakan berhasil. Perhitungan nilai rata-rata siswa adalah
sebagai berikut :
+
+
=
3
Keterangan : = Skor akhir, Tk1 = Tugas kelompok 1, Tk2 = Tugas kelompok 2,
TA = Tes Akhir. (4) Lembar observasi, kriteria keberhasilan aktivitas guru dan
siswa ditentukan dengan lembar observasi yang di isi oleh pengamat. Analisis
data hasil observasi menggunakan analisis persentase. Skor yang diperoleh
masing-masing deskriptor ditunjukkan dan hasilnya disebut jumlah skor.
Selanjutnya dihitung persentase nilai rata-ratanya dengan rumus sebagai berikut.
skor yang didapat
Persentase nilai rata-rata (NR) =
100%
skor maksimal
Guru dan siswa dinyatakan melaksanakan pembelajaran dengan baik jika
berdasarkan lembar observasi mendapat skor dari pengamat minimal berkriteria
baik yaitu lebih besar sama dengan 60%. (5) Catatan Lapangan, (6) Lembar
wawancara.
Tahap-tahap yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan ini adalah tahap
perencanaan dan tahap pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini akan akan
dilaksanakan penelitian sesuai yang dikemukakan para ahli secara garis besar ada
empat tahapan yang harus dilalui yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1)
perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, (4) refleksi.
Berdasarkan hasil refleksi siklus I ini akan ditentukan berlanjut ke siklus II
atau tidak. Jika berlanjut ke siklus II maka pada siklus II akan dilakukan sesuai
dengan langkah-langkah dari siklus I, begitu seterusnya.
HASIL
Pembelajaran yang biasa diterapkan di kelas VII MTs Al-Maarif 1
Singosari yaitu guru menerangkan materi pembelajaran hari ini kemudian siswa
mencatat apa yang disampaikan atau menulis ulang apa yang ditulis guru di
papan tulis selanjutnya guru memberi tugas dan siswa mengerjakan tugas
tersebut. Guru juga memaparkan bahwa ketika mengajar jarang sekali
menerapkan metode pembelajaran yang bermacam-macam. Hal ini disebabkan
target terselesaikannya seluruh materi selama satu semester yang harus
terpenuhi. Guru juga menyampaikan bahwa di sekolah tersebut tidak ada
pengelompokan siswa unggulan sehingga dalam satu kelas terdiri dari berbagai
macam siswa dengan kemampuan yang heterogen. Perlakuan tiap kelas pun
sama, dalam arti tidak ada perlakuan khusus untuk kelas-kelas tertentu. Standar
Ketuntasan Minimum (SKM) untuk bidang studi matematika di MTs Al-Maarif
01 Singosari adalah 75. Nilai ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan hasil tes
siswa yang telah didapat selama ini.
Peneliti menyampaikan bahwa dalam penelitian ini akan menggunakan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran PBL diawali
dengan pemberian masalah yang terkait dengan dunia nyata yang mampu
mengarahkan atau membimbing siswa untuk memahami suatu materi baik secara
kelompok maupun individu. Menurut salah seorang guru mata pelajaran
matematika, PBL belum pernah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran
matematika di MTs Al-Maarif 01 Singosari. Dari hasil negosiasi dengan guru
tersebut, beliau memberi izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian
dengan salah satu kelas yang dijadikan obyek penelitian
Berdasar kesepakatan antara peneliti dengan guru mata pelajaran, peneliti
mendapat izin untuk mengadakan penelitian di kelas VIIF setiap hari Selasa jam
12.30-14.00 dan hari Kamis jam 14.30-16.00. Peneliti menyampaikan bahwa
penelitian akan dimulai hari Selasa, 27 November 2012 dengan materi pecahan
yang sesuai dengan materi yang harus ditempuh siswa kelas VII.
SIKLUS I
Hasil observasi secara keseluruhan terhadap aktivitas siswa selama
pembelajaran pada siklus I menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama proses
pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) menghasilkan skor
rata-rata 33,6. Hal ini berarti taraf keberhasilan aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran termasuk dalam kategori “baik”. Sedangkan aktivitas guru selama
proses pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) pada siklus I
menghasilkan skor rata-rata 32,8. Hal ini berarti taraf keberhasilan aktivitas guru
selama kegiatan pebelajaran termasuk dalam kategori “kurang baik”.
Berdasar hasil tes dari 41 siswa kelas 7F MTs Al-Maarif 01 Singosari
yang mengikuti tes I terdapat 24 siswa atau 56,53% siswa yang mencapai nilai
standar keberhasilan belajar individual yang ditentukan oleh peneliti yaitu 77.
Sedangkan siswa yang belum mencapai nilai sesuai standar ketuntasan
keberhasilan individual sebanyak 17 siswa atau 41,47%. Dari aspek kognitif yang
telah ditentukan, sebanyak 28 siswa atau 82,35% siswa telah mencapai standar
ketuntasan dan 6 orang siswa atau 17,65% belum mencapai standar ketuntasan
tersebut. Namun secara klasikal, hasil rata-rata antara nilai LKS dan tes akhir
mencapai nilai 87,25. Jika dibandingkan dengan rata-rata hasil tes sebelum
tindakan maka rata-rata hasil tes siswa pada siklus I meningkat sebesar 11,12 poin
dari 63,73 menjadi 74,85. Karena kriteria keberhasilan belum tercapai maka akan
dilanjutkan pada siklus II.
SIKLUS II
Hasil observasi secara keseluruhan terhadap aktivitas siswa selama
pembelajaran pada siklus I menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama proses
pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) menghasilkan skor
rata-rata 44,115. Hal ini berarti taraf keberhasilan aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran termasuk dalam kategori “sangat baik”. Sedangkan aktivitas guru
selama proses pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) pada
siklus I menghasilkan skor rata-rata 40,67. Hal ini berarti taraf keberhasilan
aktivitas guru selama kegiatan pebelajaran termasuk dalam kategori “baik”.
Berdasar hasil tes dari 41 siswa kelas 7F MTs Al-Maarif 01 Singosari yang
mengikuti tes I terdapat 31 siswa atau 75,61% siswa yang mencapai nilai standar
keberhasilan belajar individual yang ditentukan oleh peneliti yaitu 77. Sedangkan
siswa yang belum mencapai nilai sesuai standar ketuntasan keberhasilan
individual sebanyak 17 siswa atau 24,39%. Dari aspek kognitif yang telah
ditentukan, sebanyak 30 siswa atau 87,46% siswa telah mencapai standar
ketuntasan dan 3 orang siswa atau 12,54% belum mencapai standar ketuntasan
tersebut. Namun secara klasikal, hasil rata-rata antara nilai LKS dan tes akhir
mencapai nilai 87,32. Jika dibandingkan dengan rata-rata hasil tes pada siklus I
maka rata-rata hasil tes siswa pada siklus I meningkat sebesar 11,66 poin dari
74,85 menjadi 86,51. Karena kriteria yang diterapkan peneliti telah tercapai pada
siklus II maka penelitian ini dihentikan pada siklus II.
Beberapa temuan penelitian yang didapat pada penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Temuan pada Siklus I
a. Aktivitas peneliti sebagai pelaku pelaksanaan pembelajaran dengan
metode Problem Based Learning (PBL) secara keseluruhan masuk dalam
kategori “baik”.
b. Aktivitas siswa sebagai subyek dalam pelaksanaan pembelajaran dengan
metode Problem Based Learning (PBL) masuk dalam kategori “sedang”.
c. Pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) baru
pertama kali diterapkan di MTs Al-Maarif 01 Singosari sehingga di awal
pertemuan siswa masih mengalami kebingungan dan butuh waktu untuk
beradaptasi.
d. Respon siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dengan metode
Problem Based Learning (PBL) memberikan tanggapan yang positif.
e. Siswa lebih senang dan merasa lebih mudah memahami mengenai suatu
materi yang sedang diajarkan jika dalam proses pembelajarannya
dikaitkan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
f. Berdasarkan hasil tes I, persentase siswa yang tuntas belajar adalah
58,53% dan siswa yang tidak tuntas belajar adalah 41,47%. Dari aspek
kognitif yang telah ditentukan, sebanyak 82,35% siswa tuntas belajar dan
17,65% siswa tidak tuntas belajar.
g. Adanya tes yang dilakukan pada akhir siklus dapat digunakan untuk
mengukur hasil belajar siswa selama pembelajaran dengan menggunakan
metode Problem Based Learning (PBL).
2. Temuan pada Siklus II
a. Aktivitas peneliti sebagai pelaku pelaksanaan pembelajaran dengan
metode Problem Based Learning (PBL) secara keseluruhan masuk dalam
kategori “sangat baik”.
b. Aktivitas siswa sebagai subyek dalam pelaksanaan pembelajaran dengan
metode Problem Based Learning (PBL) masuk dalam kategori “sangat
baik”.
c. Siswa lebih tertib dalam pembelajaran, lebih berani bertanya atau
menanggapi saat diskusi kelas berlangsung, dan lebih berperan aktif
dalam kegiatan diskusi kelompok.
d. Berdasarkan hasil tes II, persentase siswa yang tuntas belajar adalah
75,61% dan siswa yang tidak tuntas belajar adalah 24,39%. Dari aspek
kognitif yang telah ditentukan, sebanyak 87,46% siswa tuntas belajar dan
12,54% siswa tidak tuntas belajar.
e. Siswa tetap dapat mengikuti pembelajaran dengan metode Problem
Based Learning (PBL) dengan baik namun siswa berpendapat bahwa
metode ini cenderung membosankan jika diterapkan dalam jangka waktu
yang lama.
PEMBAHASAN
Pada awal pembelajaran, penerapan metode Problem Based Learning
(PBL) kurang berjalan dengan lancar. Hal ini dikarenakan siswa membutuhkan
waktu yang lebih banyak untuk mengikuti apa yang diperintahkan oleh guru.
Siswa juga kerap kali menunjukkan sikap kurang setuju terhadap aturan-aturan
yang diterapkan selama kegiatan pembelajaran. Akan tetapi seiring dengan
berjalannya proses pembelajaran, siswa mulai bisa beradaptasi dengan metode
baru yang digunakan. Proses adaptasi ini juga tak lepas dari peran guru sebagai
pengontrol kondisi kelas.
Masalah yang diberikan kepada siswa dalam metode PBL merupakan
masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pemberian masalah dalam
konteks dunia nyata ini bertujuan agar siswa mampu membangun sendiri
pengetahuan baru yang diterimanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto
(2007:67) bahwa pembelajaran berdasarkan masalah menyajikan situasi masalah
yang otentik dan bermakna kepada siswa sehingga dapat memberikan kemudahan
kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Melalui permasalahan
yang diberikan, siswa akan berusaha menyelesaikan masalah tersebut berdasarkan
pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya sehingga siswa mampu
menemukan keterkaitan antara materi terdahulu dengan materi baru yang sedang
mereka pelajari.
Tahap-tahap Problem Based Learning (PBL) yang diterapkan peneliti
dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa diuraikan sebagai berikut :
a. Orientasi siswa kepada masalah
Pada tahap ini peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran dan
mengaitkan dengan materi prasyarat melalui tanya jawab langsung kepada siswa.
Setelah itu, peneliti memberikan motivasi kepada siswa agar mampu bekerja sama
dengan baik dengan teman dalam satu kelompok. Pemberian motivasi ini dengan
harapan bahwa siswa akan lebih terpacu dalam mengerjakan tugas yang diberikan
serta meningkatkan komunikasi antar siswa. Langkah terakhir pada tahap ini
adalah pemberian masalah kepada setiap kelompok. Penyajian masalah ini berupa
soal yang terdapat dalam LKS yang telah disiapkan oleh peneliti. Masalah yang
dibuat disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hal ini sesuai
dengan pendapat Lenterak (2012) yang mengatakan bahwa LKS berwujud
lembaran berisi tugas-tugas guru kepada siswa yang disesuaikan dengan
kompetensi dasar dan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Pada tahap ini peneliti membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil
yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Setelah kelompok terbentuk dan masingmasing siswa duduk sesuai dengan kelompoknya, peneliti membagikan tugas
belajar berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang berisi masalah-masalah yang
harus diselesaikan oleh siswa melalui diskusi kelompok. Pada pertemuan pertama,
siswa merasa kurang berkenan ketika guru menentukan kelompok belajar yang
bukan keinginan mereka sendiri. Siswa secara spontan melakukan berbagai
bentuk protes kepada guru dengan cara mengeluh atau merayu agar
dikelompokkan dengan teman yang diinginkan, bahkan siswa ada yang tidak mau
beranjak dari tempat duduknya karena merasa kurang cocok dengan teman dalam
satu kelompoknya. Mengetahui hal ini, guru berusaha memberikan motivasi
kepada siswa mengenai pentingnya bekerja sama dengan siapapun. Suprijono
(2009 : 66) mengatakan bahwa guru harus menjelaskan bahwa peserta didik harus
saling bekerja sama di dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus
merupakan tujuan kelompok. Mendengar penjelasan dari guru, siswa mulai
berkelompok dengan anggota yang sudah ditentukan. Namun pada pertemuan
pertama siklus I, pengelompokan siswa ini memakan waktu yang lebih lama
dibanding dengan perkiraan waktu yang telah ditentukan oleh peneliti. Untuk
pertemuan selanjutnya, guru tidak lagi mengalami kesulitan berarti pada saat
pengaturan kelompok. Guru selalu mengecek apakah siswa telah berkumpul
sesuai dengan kelompok yang sudah ditentukan, bahkan pada pertemuan ke-3 dan
ke-4 guru tidak lagi menyebutkan nama-nama siswa dalam satu kelompok. Siswa
telah mengingat anggota kelompoknya ketika guru meminta mereka untuk
melakukan kegiatan diskusi seperti pertemuan sebelumnya.
c. Membimbing kelompok belajar dan bekerja
Pada tahap ini peneliti membimbing siswa dalam pengerjaan Lembar
Kerja Siswa (LKS). Peneliti berkeliling ke tiap-tiap kelompok untuk menanyakan
apakah ada bagian yang dirasa sulit atau membingungkan. Jika siswa mengalami
kesulitan, peneliti bertindak sebagai pengarah dengan memberi arahan atau
pertanyaan pancingan sehingga siswa bisa menemukan sendiri jawaban dari
pertanyaan yang diberikan. Peneliti juga mendorong siswa untuk mendiskusikan
kesulitan yang mereka hadapi dengan anggota kelompoknya sebelum bertanya
kepada guru. Peneliti meminta kepada setiap siswa untuk berperan aktif dalam
kegiatan diskusi kelompok sehingga tidak ada siswa yang hanya menunggu
jawaban dari teman lain yang dirasa lebih pintar.
Pada kelas ini, para siswa dibagi ke dalam sembilan kelompok, masingmasing kelompok terdiri atas 4-5 orang. Kelompok dalam jumlah besar ini
memerlukan keahlian khusus dari guru untuk mengatur kegiatan siswa. Menurut
Rusmono (2012 : 75) untuk kelas yang banyak kelompok, para tutor harus
mengembangkan strateginya, yang meliputi : a) mengembangkan aktivitas
kelompok yang terdefinisi dengan baik, b) menggunakan masalah yang
memungkinkan intervensi instruktur pada titik-titik penting untuk melibatkan
kelas dalam diskusi dan atau klarifikasi, dan c) tutor berjalan di sekitar kelas
untuk membantu kelompok yang memiliki tanda-tanda tidak berfungsi, seperti
pembicaraan yang tidak sesuai dengan tugas, setiap siswa tidak ambil bagian
dalam diskusi atau sebaliknya mendominasi, dan sebagainya. Pendapat inilah
yang digunakan peneliti sebagai guru dalam kegiatan memonitor kelompok
selama kegiatan penelitian berlangsung.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pada tahap ini peneliti meminta siswa untuk melaporkan atau
mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Peneliti bertindak sebagai
pengatur jalannya diskusi. Hampir pada setiap siklus, siswa seringkali merasa
gugup atau malu ketika diminta untuk presentasi di depan kelas. Hal ini
disebabkan karena siswa belum terbiasa melakukan kegiatan presentasi selama
kegiatan pembelajaran. Suara yang pelan ketika membacakan hasil diskusi, tidak
berani menatap ‘penonton’ diskusi kelas, dan juga ketidakberanian membacakan
hasil diskusi merupakan bukti bahwa siswa belum terbiasa dengan kegiatan ini.
Peranan guru dalam kegiatan ini sangat penting. Guru bertindak sebagai pengatur
jalannya diskusi kelas, termasuk ketika kelompok yang presentasi kurang siap
dengan tindakan yang harus dilakukannya. Ketika siswa nampak kebingungan
untuk membacakan hasil diskusi, guru menuntun siswa dengan cara menunjukkan
bagian dari LKS yang harus mereka sampaikan, kemudian guru meminta
perhatian dari siswa lain agar mereka mendengarkan jawaban dari kelompok yang
presentasi. Guru juga menentukan kelompok mana yang harus menanggapi
jawaban dari kelompok yang presentasi ketika siswa tidak ada yang memberikan
tanggapan atau pertanyaan terhadap hasil diskusi. Untuk memotivasi siswa agar
terlibat aktif, guru menyampaikan akan memberikan tambahan skor ketika siswa
memiliki inisiatif untuk bertanya atau menanggapi jawaban hasil diskusi dari
kelompok yang presentasi. Pemberian skor ini akan membuat siswa merasa
dihargai dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pada tahap ini peneliti bersama siswa mendiskusikan jawaban yang tepat
dari pertanyaan yang tercantum dalam Lembar Kerja Siswa (LKS). Selanjutnya
peneliti bersama siswa juga membuat kesimpulan terhadap kegaiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
Meskipun pelaksanaan pembelajaran telah sesuai dengan tahapan-tahapan
yang telah ditentukan, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh
peneliti. Kendala-kendala tersebut terjadi pada siklus I maupun siklus II. Kendala
yang dihadapi oleh peneliti selama kegiatan pembelajaran akan menjadi bahan
perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
Beberapa kendala yang dihadapi serta solusi yang diterapkan oleh peneliti
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1 Kendala dan Solusi Selama Pelaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning
Kendala
Solusi
Sebagian siswa tidak setuju dengan pembagian
Memberi pemahaman kepada siswa bahwa
anggota kelompok yang dilakukan oleh guru
bekerja sama hendaknya mampu dilakukan
sehingga memerlukan lebih banyak waktu
dengan siapa saja. Perlu adanya upaya
dalam tahap ini.
‘pembiasaan’ berkelompok dalam kegiatan
pembelajaran.
Siswa cenderung individual dalam proses
Ketika siswa mengalami kesulitan, guru tidak
pengerjaan LKS.
langsung menjawab tetapi meminta siswa untuk
mendiskusikan jawaban dengan teman dalam
kelompoknya.
Siswa belum terbiasa presentasi di depan kelas. Membimbing siswa dalam mengutarakan
pendapat serta memberi motivasi untuk lebih
percaya diri.
Siswa kurang aktif dalam bertanya maupun
Menunjuk langsung siswa untuk bertanya atau
menyampaikan pendapat.
menganggapi jawaban dari kelompok yang
presentasi serta memberikan poin tambahan
bagi siswa yang berperan aktif dalam
pembelajaran.
Bertindak lebih tegas dalam kegiatan
Proses adaptasi terhadap metode pembelajaran
pembelajaran serta lebih aktif dalam upaya
yang baru membutuhkan lebih banyak waktu
mengontrol siswa dan situasi kelas.
sehingga pada pelaksanaannya kurang sesuai
dengan alokasi waktu yang ditentukan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan keterlaksanaan Problem Based Learning (PBL) yang telah
dijabarkan sebelumnya maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Langkah – langkah Problem Based Learning (PBL) yang dapat meningkatkan
hasil belajar matematika siswa kelas VII MTs Al-Maarif 01 Singosari yaitu :
(a) memberikan masalah dalam bentuk LKS pada masing-masing siswa, (b)
membagi siswa dalam kelompok, (c) membimbing siswa baik secara individu
maupun kelompok dalam upaya pengerjaan LKS, (d) meminta siswa untuk
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, dan (e) mendiskusikan
jawaban yang tepat dari pertanyaan yang tercantum dalam LKS serta
membuat kesimpulan.
2. Penerapan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas 7F MTs Al-Maarif 01 Singosari pada materi
pecahan. Peningkatan hasil belajar ini terlihat dari adanya peningkatan hasil
tes siswa yang dilaksanakan pada tiap akhir siklus. Pada siklus I sebanyak
58,53% siswa mengalami peningkatan nilai sebanyak 2 poin di atas SKM
sedangkan pada siklus II mencapai angka 75,61%. Dari segi kognitif yang
telah ditentukan oleh peneliti, pada siklus I sebanyak 82,35% siswa tuntas
belajar dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 87,46% sedangkan
hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I diperoleh skor 33,6 yang berarti
skor ini termasuk dalam kategori taraf keberhasilan ‘baik’, untuk hasil
observasi aktivitas siswa pada siklus II memperoleh skor rata-rata 44,115
yang termasuk dalam kategori taraf keberhasilan “sangat baik”. Berdasarkan
hasil catatan lapangan ditunjukkan bahwa siswa mengalami perubahan dalam
hal keaktifan maupun interaksi sosial antar teman. Siswa nampak lebih aktif
dalam kegiatan pembelajaran, baik dalam hal bertanya, menjawab,
menyampaikan pendapat, maupun diskusi kelompok. Dan berdasar hasil
wawancara dapat disimpulkan bahwa antusiasme siswa terhadap
pembelajaran matematika meningkat jika dibandingkan dengan sebelumnya
yang akhirnya berdampak terhadap hasil belajar mereka.
Berdasarkan kesimpulan di atas maka peneliti mengajukan beberapa saran
agar menjadi masukan yang berguna, diantaranya :
1. Guru dapat menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) sebagai
salah satu alternatif pembelajaran matematika di sekolah. Metode ini terbukti
dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik dari segi kognitif maupun afektif.
2. Untuk mengatasi kebosanan yang dialami siswa pada siklus I sekaligus
membiasakan siswa berkelompok dengan siswa lain, hendaknya peneliti yang
ingin menerapkan PBL dalam pembelajaran melakukan pergantian anggota
kelompok untuk siklus berikutnya.
DAFTAR RUJUKAN
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas
Hudojo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum dalam Pembelajaran
Matematika. Malang : UM.
Lenterak. 2012. http://lenterakecil.com/pengertian-lembar-kerja-siswa-lks/. Diakses 20
Januari 2013
Pannen, dkk. 2001. Konstrutivistik Dalam Pembelajaran. Jakarta : Depdiknas.
Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu
Perlu. Bogor : Ghalia Indonesia.
Sumiati dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung : Wacana Prima.
Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis.
Jakarta : Prestasi Pustaka.
Download