DAN Minggu IV / September / 2016 http://www.fiskal.kemenkeu.go.id “Pasca FOMC meeting yang memutuskan untuk tidak mengubah suku bunga acuan, pasar keuangan dan nilai tukar global bergerak positif” Sumber Data : Bloomberg,Reuters,CNBC,The Street,Investing,WSJ,CNN Money,Channel News Asia,BBC,New York Times,BPS,Kontan, Kompas,Media Indonesia,Tempo,Antara News,Bisnis Indonesia,Vibiz news. Perekonomian negara maju Sektor perumahan AS pada bulan Agustus mengalami pelemahan tercermin dari data perizinan bangunan, pembangunan perumahan, dan penjualan rumah bekas (existing home sales) yang terkontraksi. Kontraksi tersebut terutama diakibatkan oleh bencana banjir yang melanda bagian selatan AS pada akhir bulan lalu. Dari sektor industri, aktivitas manufaktur pada bulan September mengalami penurunan seiring dengan rendahnya pertumbuhan pesanan baru. Di tengah upaya pemulihan ekonomi AS dan laju inflasi yang masih jauh dari target, serta mempertimbangkan perkembangan perekonomian terkini, the Fed akhirnya memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya pada pertemuan FOMC lalu, namun tetap membuka peluang terhadap kenaikan suku bunga di akhir tahun 2016. Surplus neraca pembayaran kawasan Eropa bulan Juli 2016 menurun meskipun nilai investasi tercatat mengalami kenaikan. Selain itu, aktivitas manufaktur di kawasan juga mengalami pelemahan, tercermin dari penurunan Markit Manufacturing PMI bulan Agustus 2016. Dalam rangka mendorong reformasi ekonomi di kawasan, bank sentral Eropa (ECB) membentuk sebuah tim khusus yang nantinya bertugas untuk melaporkan dampak dari suatu kebijakan kepada Komite Kebijakan Moneter. Survei yang dilakukan Bank of England (BoE) menunjukkan pertumbuhan investasi dan lapangan kerja akan bergerak flat dalam setahun ke depan sebagai dampak dari keputusan Brexit. Di sisi lain, BoE melihat adanya peningkatan pada belanja rumah tangga dan sektor perumahan. Sejauh ini, para analis memperkirakan BoE akan kembali menurunkan suku bunganya di tengah pelemahan ekonomi yang terjadi di negara tersebut. 24 Sept ‘16 Indikator WoW Perubahan (%) YoY Ytd T1 ----- Nilai Tukar/USD ----Euro Yen GBP Real Rubel Rupiah Rupee Yuan KRW SGD Ringgit Baht Peso 1,1226 100,32 1,5394 0,2558 0,01586 13081 67,0212 6,6688 1120,19 1,3534 4,1418 34,683 46,53 (0,64) 0,56 0,73 0,51 1,12 0,56 0,49 0,08 1,73 0,66 0,41 0,82 0,41 1,60 6,41 2,04 22,71 20,78 0,40 (0,34) (3,25) 3,85 (1,15) (5,78) 1,09 (3,99) (3,41) 16,20 (4,11) 30,21 (8,33) 5,42 (0,78) (2,71) 5,98 3,76 4,19 3,88 (5,44) 4,02 6,01 6,37 4,25 17,74 5,50 7,45 12,57 15,88 0,00 1,70 (2,58) 8,98 5,93 4,80 5,91 (11,98) 4,73 34,18 14,22 (14,61) 17,33 8,09 (14,28) (0,89) (1,27) 15,91 11,10 T2 ---- Pasar Modal ---DJIA S&P500 Nikkei KOSPI Brazil IBX MICEX SENSEX JCI Hangseng Shanghai STI FBMKLCI SET PCOMP 18261,45 2164,69 16754,02 2054,07 24330,74 2011,83 22339,97 5388,908 23686,48 3033,896 2856,95 1670,99 1492,88 7723,6 0,76 1,19 1,42 2,74 2,63 1,51 2,69 2,30 1,50 1,03 1,04 1,09 0,93 2,25 T3 ---- Surat Berharga Negara ---Yield FR56 Kep, Asing* 6,85 38,67 14 bps 11 bps N/A 58 bps 187 bps 46 bps T4 ---- Komoditas ---Oil CPO Gold Coal Nickel 46 2725,00 1337,56 62,6 10,660,0 0,26 6,90 2,08 2,45 9,61 3,59 16,35 6,33 25,96 7,68 4,82 11,86 26,1 35,35 25,34 T4 ---- Rilis Data ---Building Permits AS Agt : Jul : USD1,144 USD1,139 juta juta Suku bunga AS Sep : 0,5 Agt : 0,5 New Zealand Sep : 2,0 Agt : 2,0 Existing AS Agt: Jul : USD5,38 Home Sales USD5,33 juta juta *) Data kepemilikan asing per (22 September 2016) Neraca perdagangan Jepang pada bulan Agustus mencatatkan defisit untuk pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir. Sementara itu, aktivitas manufaktur di bulan September mengalami ekspansi setelah dalam tujuh bulan terakhir mengalami kontraksi. Hal ini tercermin dari Nikkei Manufacturing PMI bulan September yang berada di atas level 50. Merespon perkembangan ekonomi domestik dan global terkini, Bank of Japan (BoJ) mempertahankan tingkat suku bunga acuannya pada teritori negatif. Namun, bank sentral tersebut menyatakan akan melakukan kontrol terhadap yield obligasi sebagai bentuk kerangka kebijakan barunya melalui pembelian obligasi Pemerintah Jepang dengan tenor 10 tahun sehingga yield akan berada di kisaran nol persen. Perekonomian negara berkembang Harga perumahan di Tiongkok pada bulan Agustus mengalami kenaikan setelah di bulan sebelumnya mengalami tekanan yang disebabkan oleh peringatan dari kantor statistik nasional Tiongkok perihal kemungkinan berakhirnya kenaikan harga di sektor tersebut. Sementara itu, ekonom UBS, Tao Wang, melaporkan bahwa peningkatan harga di sektor perumahan yang akan berlanjut hingga tahun 2017 dapat meningkatkan risiko terjadinya bubble di sektor tersebut. Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Syaifullah, Ronald Yusuf, Munafsin Al Arif, Alfan Mansur, Priska Amalia, Nurul Fatimah Didukung oleh Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Rilis data Reserve Bank of India menunjukkan neraca perdagangan India pada bulan Agustus 2016 masih melanjutkan tren defisit walaupun angka defisit tersebut lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya. Defisit tersebut terutama disebabkan oleh belum membaiknya aktivitas perdagangan internasional sejalan dengan perlambatan perekonomian global. Inflasi Brazil pada pertengahan bulan September tercatat lebih rendah dari perkiraan para ekonom seiring dengan penurunan harga bahan pangan. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan bank sentral Brazil untuk memangkas suku bunga acuannya untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir. Perekonomian nasional Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada bulan Juli 2016 tercatat sebesar USD324,2 miliar, tumbuh 6,4 persen yoy. Berdasarkan jangka waktu pinjaman, ULN jangka pendek turun 3,6 persen yoy sementara ULN jangka panjang tumbuh 8,0 persen yoy. Berdasarkan kelompok peminjam, ULN sektor publik meningkat sebesar 18,7 persen yoy sedangkan ULN sektor swasta turun 3,4 persen yoy. Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan tingkat suku bunga BI-7 day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps dari 5,25 persen menjadi 5 persen. Selain itu, BI juga menurunkan deposit facility rate dan lending facility rate masing-masing sebesar 25 bps menjadi 4,25 persen dan 5,75 persen. Pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan tingkat suku bunga sejalan dengan berlanjutnya stabilitas makroekonomi yang tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif stabil. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan menerbitkan revisi peraturan menteri (Permenko) Nomor 13 Tahun 2015 mengenai pedoman pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dalam revisi peraturan tersebut dinyatakan bahwa koperasi saat ini dapat menjadi penyalur KUR. Selain itu, KUR juga dapat disalurkan dalam skema syariah dengan mengubah subsidi bunga menjadi subsidi margin. Perkembangan komoditas global Harga minyak mentah global pada akhir perdagangan pekan ini mengalami penguatan secara mingguan walaupun investor memperkirakan pertemuan International Energy Forum (IEF) tidak akan menghasilkan keputusan yang signifikan mengenai pemangkasan produksi. Di sisi lain, harga batubara emas, nikel, dan CPO pada perdagangan akhir juga mengalami penguatan mingguan. Perkembangan sektor keuangan Indeks global pada perdagangan akhir pekan ini mengalami penguatan setelah the Fed mempertahankan suku bunga acuannya. Sejalan dengan pergerakan indeks global, nilai tukar mata uang global bergerak menguat terhadap dolar AS. Di pasar keuangan domestik, IHSG mengalami penguatan mingguan di mana pada penutupan pekan ini tercatat berada di level 5.388,91 atau menguat 2,30 persen secara mingguan. Dari sisi aktivitas perdagangan bursa, transaksi di BEI membukukan rata-rata volume transaksi harian yang lebih rendah dibandingkan pekan sebelumnya dengan transaksi investor nonresiden yang mencatatkan net buy sebesar Rp34,70 triliun secara ytd, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi pada pekan lalu yang mencapai Rp34,68 triliun. Nilai tukar rupiah mencatatkan penguatan mingguan, dan ditutup pada level Rp13.081 per USD. penguatan rupiah sejalan dengan penguatan mata uang global kecuali Euro. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat pada akhir pekan sebagaimana tercermin dari spread antara nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan. Di pasar SUN, pergerakan yield SUN seri benchmark berfluktuasi sepanjang pekan dan pada akhir pekan pergerakan yield secara umum menurun. Yield SUN tercatat turun antara 9 s.d. 14 bps dengan penurunan terbesar dialami oleh seri FR00056 tenor 10 tahun. Berdasarkan data setelmen Bank Indonesia, per tanggal 22 September 2016, kepemilikan nonresiden atas SBN tercatat sebesar Rp671,16 T (38,67%), atau secara nominal turun Rp0,13 M dibandingkan pekan sebelumnya (15/9) yang mencapai Rp671,29 T (38,78%). Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 2 ISU UTAMA: Divergensi Kebijakan Moneter Global Bank Sentral Jepang mengubah sasaran kebijakan moneternya menjadi yield obligasi jangka panjang (10 tahun) di kisaran 0%. The Fed kembali menahan suku bunga acuan pada level 0,25–0,5% dengan tetap membuka peluang kenaikan pada pertemuan FOMC berikutnya (November atau Desember). Perekonomian global baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang masih menunjukkan pelemahan. Pelonggaran kebijakan moneter BI diharapkan dapat mendorong akselerasi kredit. Kebijakan moneter negara-negara maju Perkembangan kebijakan moneter negara-negara maju pada pekan lalu dimulai oleh kebijakan Bank Sentral Jepang (BoJ) yang mengubah kerangka acuan kebijakan moneternya dan keputusan the Fed yang tetap menahan suku bunga acuannya pada level 0,25–0,5%. BoJ mengubah sasaran kebijakan moneternya menjadi yield obligasi jangka panjang (tenor 10 tahun) di kisaran 0%. Dengan demikian besaran nominal quantitative easing-nya akan berfluktuasi berdasarkan yield obligasi tersebut. Keputusan BoJ ini dilatarbelakangi oleh belum efektifnya kebijakan suku bunga negatif (tetap -0,1%) dan program quantitative easing-nya dalam mendorong permintaan. Sementara itu, keputusan yang diambil the Fed yang kembali mempertahankan suku bunga acuannya didorong oleh tingkat inflasi AS yang belum mencapai target dan beberapa indikator yang menunjukkan belum membaiknya aktivitas perekonomian AS, seperti indeks manufaktur dan penjualan rumah yang justru mengalami penurunan. Membaiknya indikator pasar tenaga kerja seperti turunnya angka klaim pengangguran masih dianggap belum cukup untuk the Fed kembali menaikkan suku bunganya. Walaupun demikian, the Fed masih membuka peluang untuk menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan FOMC November atau Desember mendatang. Sebelumnya, Bank Sentral Eropa (ECB) juga mempertahankan suku bunga 0%. Berbagai kebijakan moneter bank sentral tersebut menunjukkan bahwa permintaan agregat di perekonomian negara-negara maju memang masih lemah. Kebijakan moneter negara-negara berkembang Kondisi permintaan agregat yang masih lemah juga dialami oleh negara-negara berkembang seperti Tiongkok, India, Brazil, dan Thailand. Inflasi Tiongkok dan India pada bulan Agustus misalnya, secara yoy mengalami penurunan masing-masing dari 1,8% menjadi 1,3% dan dari 6,07% menjadi 5,05%. Secara umum bank sentral negara-negara berkembang cenderung tetap mempertahankan suku bunga acuan dan bergerak kearah kebijakan moneter yang lebih longgar. Anomali terjadi di Filipina, dimana permintaan domestik tumbuh sangat signifikan dengan pertumbuhan PDB mencapai 7% pada kuartal sebelumnya atau merupakan yang tertinggi di Asia, setelah India. Proyeksi pertumbuhan PDBnya untuk tahun 2017 juga mencapai 7,5%. Oleh karena itu, ke depannya, Bank Sentral Filipina bersiap-siap untuk menaikkan suku bunga acuannya guna mencegah terjadinya overheating pada perekonomiannya. Mengingat Filipina merupakan negara peer-to-peer bagi Indonesia, hal itu dapat mengancam terjadinya aliran modal ke luar dari Indonesia menuju Filipina. Pelonggaran kebijakan moneter Indonesia Melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada tanggal 21-22 September 2016, BI kembali menurunkan suku bunga acuan BI 7day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebesar 25 bps dari 5,25% menjadi 5,00%, dengan suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility turun masing-masing sebesar 25 bps menjadi 4,25% dan 5,75%. BI memandang bahwa pelonggaran kebijakan moneter ini sejalan dengan terjaganya stabilitas markoekonomi yang tercermin dari rendahnya inflasi, stabilnya nilai tukar rupiah, dan terkendalinya transaksi berjalan. Sejak awal tahun, suku bunga acuan telah diturunkan sebanyak 5 kali secara berturut-turut atau sebesar 125 bps, yaitu 75 bps pada Januari-Maret 2016, 25 bps pada Juni 2016, dan 25 bps pada September ini. Selain itu, BI juga melonggarkan kebijakan makroprudensial melalui pelonggaran ketentuan LTV pada bulan Agustus lalu. Stimulus dari sisi moneter ini diharapkan mampu mendorong permintaan domestik melalui kredit yang sampai dengan saat ini belum menunjukkan pemulihan yang signifikan. Penyaluran kredit baik perbankan maupun nonbank masih tertahan. Berdasarkan data OJK, kredit perbankan yang belum tersalurkan atau undisbursed loan per Juli 2016 mengalami kenaikan menjadi Rp1.245T atau naik sebesar 4,31% yoy. Hal yang patut menjadi perhatian adalah bank besar kategori bank BUKU III dan BUKU IV merupakan bank yang paling banyak memiliki undisbursed loan dengan porsi mencapai 92,45% dari total undisbursed loan. Walaupun demikian, masih ada harapan bahwa kredit akan berakselerasi pada akhir kuartal tahun ini. Harga komoditas yang mulai naik dan akselerasi belanja Pemerintah diperkirakan akan mendorong PDB Indonesia semakin mendekati potensinya. Belum lagi program amnesti pajak yang semakin menunjukkan perkembangan positif yang signifikan. Di tengah kondisi global yang masih mengalami perlambatan, berbagai sentimen positif tersebut diharapkan akan mendorong likuiditas perbankan dan pertumbuhan kredit yang lebih cepat. Pada gilirannya, momentum positif pertumbuhan ekonomi diharapkan akan tetap terjaga hingga akhir tahun ini. Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 3 Kinerja Indeks Global (wow) Kinerja Indeks Global per 24 September 2016 (ytd) SET SET 15.9% IHSG 17.3% KOSPI 4.7% DJIA 4.8% KLCI S&P 500 FTSE 100 STI Hangseng -0.9% Nikkei 8.1% Shenzen Comp -12.0% -14.3% DJIA KLCI 10.7% STI KOSPI S&P 500 5.9% Hangseng Shenzen Comp Pekan Ini Pekan Sebelumnya -1.3% FTSE 100 Nikkei IHSG -4.0% -2.0% 0.0% 2.0% Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 4.0% 4