BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengucuran kredit baik melalui perbankan maupun melalui lembaga pembiayaan di Indonesia saat ini sedang meningkat dengan pesat. Perkembangan piutang kredit perbankan umum dan lembaga pembiayaan yang pada tahun 2006 sebesar Rp. 885 triliun, pada tahun 2011 telah mencapai Rp. 2.444 triliun atau meningkat 2,8 kali lipat dalam lima tahun (Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia/APPI, Bank Indonesia, 2012). Meskipun pembiayaan yang dikucurkan oleh perusahaan pembiayaan hanya sebesar 10% dari total kredit gabungan perbankan dan perusahaan pembiayaan, namun perkembangan perusahaan pembiayaan tetap menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini bisa dilihat dari piutang perusahaan pembiayaan sebesar Rp. 92,7 triliun pada tahun 2006 dan meningkat terus mencapai Rp. 245,3 triliun pada tahun 2011 (APPI, 2012). Peningkatan bisnis pembiayaan ini tentu juga menunjukkan sisi kompetitif yang berbeda dari pembiayaan yang disediakan oleh perusahaan pembiayaan dibandingkan dengan kredit yang dikucurkan perbankan, dimana kedua produk ini saling melengkapi. Sejalan dengan peningkatan bisnis pembiayaan, maka kompetisi di industri pembiayaan ini juga meningkat. Tuntutan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan yang merupakan 1 bagian dari industri keuangan semakin meningkat. Konsumen menuntut akurasi data pembiayaan, kecepatan proses, keamanan dan kemudahan bertransaksi serta berbagai fasilitas yang lain (Irawan, 2002: 70-71). Tertib administrasi operasional yang menghasilkan keandalan data pada saat konsumen bertransaksi, khususnya pada perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, secara khusus jasa keuangan menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan karena produk jasa tidak berwujud nyata, sehingga kepuasan konsumen akan sangat tergantung pada layanan yang diberikan oleh perusahaan penyedia jasa. Salah satu bentuk layanan yang sangat penting bagi konsumen bidang jasa, khususnya jasa keuangan ialah keamanan di mana salah satunya ialah keakuratan data. Keakuratan data ini penting untuk meyakinkan konsumen bahwa uang yang disimpan atau dipinjam kepada atau dari pemberi jasa, diperhitungkan secara tepat (Irawan, 2002: 71). Tuntutan atas keandalan operasional perusahaan, yang juga merupakan bagian dari perbaikan dan peningkatan keefektifan yang bisa dilakukan perusahaan dari kondisi saat ini menuju kondisi yang lebih baik di masa yang akan datang (Suprayitno dan Susanty, 2005: 7-9), bukan hanya dituntut oleh konsumen dan pemegang saham, tetapi juga oleh pihak-pihak lain yang merupakan stakeholder (pemangku kepentingan) perusahaan. Pandangan Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) yang lebih luas menunjukkan bahwa hubungan perusahaan bukan hanya dengan pemegang saham, tetapi dengan seluruh stakeholder perusahaan (Khomsiyah, 2005: 23-27). Pihak-pihak yang merupakan stakeholder perusahaan digambarkan dalam Gambar 1.1. 2 Investor Kelompok Politik Pemerintah Pemasok Perusahaan Asosiasi Perdagangan Pelanggan Masyarakat Karyawan Gambar 1.1 Model Stakeholder Sumber: Donalson dan Preston sebagaimana dikutip oleh Khomsiyah (2005) Guna memenuhi tuntutan para stakeholder tersebut, maka kegiatan operasional perusahaan pembiayaan harus memiliki keandalan dan akurasi yang tinggi. Tertib administrasi operasional yang berkaitan dengan pengorganisasian pengaturan kebijakan, prosedur, peran, struktur, rewards dan pengaturan fisik merupakan elemen yang bisa dilakukan perubahan dan mempunyai peranan yang sangat penting bagi semua perusahaan (Fuqua dan Kurplus, 1993; Nadler dan Tushman, 1989 sebagaimana ditulis oleh Suprayitno dan Susanty, 2005: 9). Hal ini sangat mempengaruhi reputasi perusahaan pada saat berhubungan dengan seluruh stakeholder, karena pengelolaan operasional yang baik akan mendukung perspektif stakeholder, yaitu bahwa keberadaan perusahaan sebaiknya mengacu 3 pada peningkatan kemakmuran berbagai pihak. Perspektif ini menekankan pada perlunya partisipasi stakeholder dalam pengambilan keputusan perusahaan, hubungan kontraktual antara perusahaan dan stakeholder secara jangka panjang, hubungan yang berbasis pada kepercayaan dan berjalannya etika bisnis menyangkut hubungan perusahaan dengan pihak lainnya. (Lukviarman, 2005 sebagaimana ditulis oleh Khomsiyah, 2005: 27). Kontrol atas tertib administrasi operasional sebuah perusahaan baik dari sisi akurasi data maupun kesesuaian proses kerja dengan kebijakan prosedur yang telah ditetapkan bisa dilakukan dengan berbagai cara, yaitu melalui pemeriksaan intern (Audit Internal) atau pemeriksaan ekstern (Audit Eksternal). Perbedaan antara pemeriksaan intern dan pemeriksaan ekstern terletak pada independensinya, pemeriksa intern hanya terbatas obyek pemeriksaannya dan merupakan karyawan perusahaan, sedangkan pemeriksa ekstern tidak terbatas dan bukan merupakan karyawan perusahaan (Akmal, 2009: 2). Pemeriksaan dan penilaian pemeriksaan (audit) akan memberikan gambaran yang obyektif sejauh mana organisasi dalam mencapai tujuannya telah melakukan pendekatan yang sistematis, disiplin untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan atas keefektifan menajemen risiko, pengendalian dan proses yang jujur, bersih dan baik . Pemeriksaan dilakukan dengan cara melakukan pengujian yang memberikan tingkat keandalan terhadap aktivitas-aktivitas organisasi dan memberikan masukan kepada manajemen organisasi yang memerlukannya (Akmal 2009: 14). 4 Peningkatan kualitas kerja dengan mencapai eksekusi strategi yang superior dapat dilakukan melakukan berbagai cara, diantaranya ialah mempelajari sistem manajemen yang mendorong perbaikan terus-menerus (Thompson et al., 2012: 411). Salah satu cara yang bisa dipergunakan untuk mengukur keefektifan organisasi dalam mengeksekusi strategi yang dimiliki ialah dengan melakukan benchmarking ke perusahaan lain yang telah dikenal terbaik dalam industri atau terbaik di dunia. Identifikasi, analisis dan pengertian bagaimana perusahaanperusahaan terbaik atau unit organisasi melaksanakan aktivitas value chain dan proses bisnis memberikan tolok ukur yang berguna untuk menentukan sejauh mana keefektifan dan efisiensi operasi internal serta standar performance unit harus dipenuhi. PT. BFI Finance Indonesia Tbk (BFI), dari waktu ke waktu selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas manajemen administrasi operasional. Kontrol dari pemeriksa (auditor) atas akurasi data dan kesesuaian pelaksanaan prosedur selalu dilaksanakan secara konsisten (Sutrisno et al., 2005: 184). Hasil pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa terhadap temuan-temuan penyimpangan data maupun prosedur berkurang dari waktu ke waktu. Dalam melakukan pemeriksaan, pemeriksa juga melakukan pembobotan terhadap item-item temuan, serta memberikan nilai hasil akhir untuk setiap pemeriksaan (dikutip dari kebijakan intern BFI). Pada umumnya terjadi peningkatan nilai audit terhadap pemeriksaan administrasi operasional cabang dibandingkan dengan nilai audit sebelumnya. 5 BFI dengan program perbaikan berkelanjutan (continuous improvement), menerapkan strategi penyederhanaan prosedur dan peningkatan kontrol mandiri untuk memperbaiki manajemen administrasi operasionalnya sejak awal tahun 2011. Dengan mendasarkan pada strategi tersebut ada beberapa aksi yang telah dilaksanakan dan memberikan hasil peningkatan nilai audit. Langkah-langkah aksi tersebut (dikutip dari kebijakan intern BFI) ialah : 1. Penyimpanan data konsumen melalui e-filing. Yaitu: penyimpanan berkas-berkas data konsumen melalui softfile. Penyimpanan data melalui softfile ini mempermudah manajemen administrasi berkas, khususnya dalam hal dokumentasi. Keunggulan penggunaan e-filing ini tentunya ialah keamanan data, kemudahan manajemen administrasi, kecepatan pengelolaan berkas apabila dibutuhkan dan pengurangan kebutuhan ruang penyimpanan. Semakin cepat cabang menyimpan berkasnya melalui e-filing ini, maka akan semakin aman pula administrasi operasional cabang. BFI melakukan standarisasi kecepatan penyimpanan berkas ke dalam softfile dan melakukan penilaian atas ketertiban dan kecepatan penyimpanan e-filing ini. 2. Payment Point Yaitu: titik-titik di mana konsumen bisa melakukan pembayaran angsuran. Titik pembayaran yang paling umum ialah kasir di kantor-kantor cabang. Sejalan dengan meningkatnya jumlah konsumen, maka tentu konsumen yang melakukan pembayaran di kasir cabang BFI akan semakin banyak. Hal kedua yang menjadi perhatian bagian operasional BFI ialah meningkatnya risiko pada saat jumlah 6 uang tunai yang diterima oleh kasir semakin banyak. Hal lain yang juga menjadi perhatian bagian operasional BFI ialah dengan semakin banyaknya konsumen yang membayar melalui kasir, maka jumlah kasir akan terus bertambah, dimana akhirnya akan mempengaruhi kecukupan luas front office kantor cabang BFI. Untuk mengatasi hal tersebut, BFI mengembangkan alternatif titik-titik pembayaran yang lain seperti melalui bank (baik setoran tunai maupun melalui Anjungan Tunai Mandiri/ATM), kantor pos dan mini market. Bagian operasional cabang diminta untuk mengarahkan pembayaran angsuran konsumen ke titik-titik lain selain kasir, sehingga risiko yang timbul, dapat diminimalisasi. 3. Rekonsiliasi Yaitu hasil rekonsiliasi harian atas seluruh perhitungan dana yang ada di cabang baik dana tunai yang dimiliki, maupun dana yang tersimpan di rekening bank cabang. Rekonsiliasi bank ini perlu dilakukan untuk meyakinkan bahwa penerimaan dana dari pembayaran konsumen, pencairan dana kepada konsumen maupun dana-dana kas kecil telah terkontrol dengan baik. Rekonsiliasi dan posting atas akun-akun dilakukan setiap sore hari, sistem akan membantu mengidentifikasi apakah rekonsiliasi sudah dilakukan secara tepat, semakin tepat rekonsiliasi terjadi, maka nilai yang diperoleh cabang akan semakin tinggi, demikian pula sebaliknya. 4. Koreksi sistem. Yaitu: support untuk mengkoreksi data yang perlu dilakukan oleh kantor pusat untuk memperbaiki kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan proses atau 7 kesalahan input data di cabang, yang mengakibatkan kesalahan data ataupun proses di sistem. Semakin sedikit support untuk koreksi yang dilakukan terhadap suatu cabang, maka bisa dikatakan aktivitas operasional cabang tersebut berjalan semakin baik. Sehingga dirasakan perlu oleh kantor pusat untuk memberikan penilaian sejauh mana support untuk mengkoreksi sistem tersebut perlu dilakukan. Semakin banyak support yang perlu dilakukan, semakin kecil nilai yang akan diperoleh cabang tersebut untuk penilaian koreksi sistem, demikian pula sebaliknya. Setelah melaksanakan empat program di atas sejak tahun 2011, manajemen merasa perlu untuk dilakukan analisis apakah aktivitas tersebut memberikan pengaruh yang positif terhadap nilai audit cabang. Berdasarkan uraian di atas maka judul penelitian yang dibuat ialah Analisis Faktor-faktor Kunci Yang Mempengaruhi Nilai Audit Operasional Pada PT. BFI Finance Indonesia Tbk. 1.2 Rumusan Masalah Menunjuk pada diskusi dengan manajemen BFI, terkait pelaksanaan program e-filing, payment point, rekonsiliasi dan koreksi sistem, manajemen perlu melakukan kajian atas keefektifan program ini terhadap nilai audit operasional cabang. Menjadi penting untuk menganalisis empat faktor kunci (e-filing, payment point, rekonsiliasi dan koreksi sistem) yang mempengaruhi nilai audit operasional PT. BFI Finance Indonesia Tbk. 8 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah e-filing mempengaruhi nilai audit operasional PT. BFI Finance Indonesia Tbk? 2. Apakah payment point mempengaruhi nilai audit operasional PT. BFI Finance Indonesia Tbk? 3. Apakah rekonsiliasi mempengaruhi nilai audit operasional PT. BFI Finance Indonesia Tbk? 4. Apakah koreksi sistem mempengaruhi nilai audit operasional PT. BFI Finance Indonesia Tbk? 1.4 Tujuan Penelitian 1. Menguji pengaruh e-filing pada nilai audit operasional PT. BFI Finance Indonesia Tbk. 2. Menguji pengaruh payment point pada nilai audit operasional PT. BFI Finance Indonesia Tbk. 3. Menguji pengaruh rekonsiliasi pada nilai audit operasional PT. BFI Finance Indonesia Tbk. 4. Menguji pengaruh koreksi sistem pada nilai audit operasional PT. BFI Finance Indonesia Tbk. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini bagi manajemen perusahaan adalah untuk memberikan gambaran yang lebih lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peningkatan nilai audit 9 operasional cabang, sehingga dapat dipergunakan sebagai model pengembangan lanjutan untuk selalu mampu meningkatkan kualitas kepatuhan administrasi operasional cabang sejalan dengan jumlah cabang yang semakin meningkat. 1.6 Batasan Penelitian Penelitian dilakukan pada PT. BFI Finance Indonesia Tbk, secara khusus di area operasional seluruh cabang, dengan menggunakan data-data audit operasional, keberhasilan penyimpanan data melalui e-filing, pembayaran konsumen yang melalui payment point, skor rekonsiliasi dana akhir hari dan skor penilaian koreksi sistem. Data yang dipergunakan dibatasi masa penilaian mulai Oktober 2011 sampai dengan Desember 2012, hal ini karena pelaksanaan program e-filing, payment point, rekonsiliasi dan koreksi sistem dimulai pada awal tahun 2011 dan data pemeriksaan audit yang dipergunakan ialah periode pemeriksaan tahun 2012. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini terbagi dalam lima bagian, Bab I berisi tentang pendahuluan yang menerangkan latar belakang pentingnya cabang-cabang PT. BFI Finance Indonesia Tbk memiliki aktivitas administrasi operasional yang tertib dan teratur, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Bab II berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan tata kelola perusahaan, perbaikan berkelanjutan, pemeriksaan intern, e-filing, alih daya tagihan, rekonsiliasi bank dan kompetensi penggunaan sistem (software). Bab III berisi pemaparan profil perusahaan serta penjelasan detail aktivitas administrasi operasional perusahaan 10 yang menjadi obyek penelitian dan pengembangan metoda penelitian yang akan dipergunakan. Bab IV berisi hasil penelitian berdasarkan metode penelitian melalui uji asumsi klasik (uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji normalitas), analisis regresi (uji statistik t, uji statistik F dan koefisien determinasi) dan analisis regresi linier berganda serta pembahasan hasil yang diperoleh. Bab V berisi simpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian dan memberikan saran berdasarkan pengalaman dan pertimbangan penulis, dengan tujuan sebagai sumber bagi para peneliti yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian sejenis. 11