PROSPEK BUDIDAYA TANAMAN JELUTUNG RAWA (Dyera lowii) Oleh : Muhammad Effendy RINGKASAN Pemasaran getah jelutung sangat bagus karena merupakan salah satu komoditi ekspor. Getah jelutung selama ini diekspor ke negara-negara yang memerlukan antara lain : Hongkong, Singapura, Jepang, Italia, Amerika, Eropa dan lain-lain. Namun antara tahun 1998 sampai dengan tahun 2000 tidak ada produksi getah, sehingga data ekspor getah jelutung juga kosong. Hal ini disebabkan tumbuhan jelutung sekarang ini hampir punah. Baru tahun 2001 ada produksi getah jelutung kembali dan hanya mampu memenuhi kebutuhan ekspor untuk negara Jepang saja. Untuk itu perlunya budidaya tanaman jelutung rawa walaupun investasi pada tanaman jelutung ini mempunyai resiko yang cukup tinggi, karena merupakan investasi jangka panjang, selain hasilnya baru dapat diperoleh pada sembilan tahun kemudian, juga memerlukan biaya yang cukup besar. Sehubungan dengan rencana tersebut maka perlu dipertimbangkan dengan mengkaji berbagai aspek yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek finansial dan aspek kelembagaan. Kata kunci : Jelutung rawa (Dyera lowii), getah, prospektif. I. PENDAHULUAN Potensi lahan rawa sangat besar, meliputi areal seluas 34,4 juta hektar (nasional). Saat ini sebagian besar lahan rawa dalam kondisi rusak yang disebabkan oleh kegiatan eksploitasi hutan, konversi lahan, kebakaran hutan dan lahan. Untuk mempercepat pemulihannya perlu dilakukan rehabilitasi melalui pembangunan hutan tanaman (Bastoni, 2006). Di Indonesia terdapat dua jenis jelutung, yaitu: Dyera costulata Hook. F. dan Dyera lowii Hook. F. Kedua jenis ini termasuk famili Apocynaceae. Jelutung, di Kalimantan disebut pantung, di Sumatera disebut labuai, di Semenanjung Melayu disebut ye-luu-tong, dan di Thailand disebut teen-peet-daeng ( Anonim, 2008). Galam Volume IV No. 3 Desember 2010 (Hal 233 – 242) Jelutung Rawa (Dyera lowii) adalah jenis pohon lokal (indigenous spesies) yang sangat prospektif untuk hutan tanaman produktivitas tinggi dan ramah lingkungan pada lahan rawa gambut, karena : - Mempunyai daya adaptasi yang baik dan telah teruji pada lahan rawa gambut. - Mempunyai pertumbuhan yang cepat (riap diameter 2,0 – 2,5 cm/tahun, riap tinggi 1,6 – 1,8 meter/tahun. - Dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan minimal mempunyai hasil ganda, getah (untuk permen karet, kosmetik, isolator dan kayu (untuk pensil slate, vinir dan moulding). - Sudah dikenal dan dimanfaatkan lama oleh masyarakat yang dapat dibudidayakan seperti tanaman karet, pada masa produktif disadap getahnya, pada akhir daur dapat dimanfaatkan kayunya. Upaya memproduktifkan kembali lahan rawa terlantar dapat dilakukan melalui pembangunan hutan rakyat dengan teknik agroforestry berbasis jenis lokal (indigenous species) yang dilakukan secara partisipatif. Pembangunan hutan rakyat tersebut diharapkan dapat memulihkan dan meningkatkan fungsi ekologi serta ekonomi lahan rawa (Yusuf, 2009) II. TEKNIK BUDIDAYA A. Perkecambahan Jelutung berbunga dua kali setahun. Bunga malainya berwarna putih, dan buahnya berbentuk polong. Apabila sudah matang, buahnya pecah untuk menyebarkan biji-bijinya yang berukuran kecil dan bersayap ke tempat di sekitarnya (Anonim, 2008). 234 Prospek Budidaya Tanaman Jelutung Rawa Muhammad Effendy Pohon berbunga pada bulan Nopember. Buah telah matang dan dapat dipanen pada bulan April – Mei. Buah jelutung rawa berbentuk polong berjumlah 2 buah pada setiap tangkainya. Buah jelutung dapat dilihat pada gambar 1. Panjang polong 12 – 26 cm (rata-rata 23 cm), berat kering polong 20,2 – 31,9 gram (ratarata 28,02 gram), jumlah biji per polong 12 – 26 biji (rata-rata 18 biji). Buah yang telah masak fisiologis pecah setelah dijemur 1 – 3 hari, kemudian biji diambil dari polongnya. Masa simpan benih pendek (1 – 3 bulan), yang terbaik benih langsung dikecambahkan setelah direndam selama 2 jam, ditiriskan kemudian ditabur pada media pasir yang telah dibasahi & disemprot dengan fungisida. Benih yang telah ditabur pada media pasir dijaga kelembabannya dengan cara disiram setiap hari. Benih mulai berkecambah 1 minggu setelah penaburan yang ditandai oleh keluarnya akar, setelah 1 bulan kotiledon mekar sempurna kemudian akan tumbuh sepasang daun pertama yang menandakan kecambah siap disapih (Agus, 2007) seperti yang dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 1. Buah jelutung Gambar 2. Kecambah biji jelutung B. Pembibitan Pembibitan dilakukan secara generatif menggunakan benih. Pembibitan menggunakan metode vegetatif makro (stek) dan mikro (kultur jaringan ) belum dikuasai. 235 Galam Volume IV No. 3 Desember 2010 (Hal 233 – 242) 1. Penyapihan Penyapihan adalah proses pemindahan kecambah dari bedeng tabur ke polybag yang di dalamnya terdapat media pertumbuhan. Penyapihan harus dilakukan dengan hati- hati agar akar tidak rusak, bila perlu menggunakan alat bantu seperlunya. Selanjutnya bibit sapihan ini dipelihara dalam bedeng sapihan Penyapihan bibit sudah dapat dilakukan setelah kotiledon berkembang penuh atau setelah keluar sepasang daun sekitar 50 – 60 hari (2 bulan) setelah penaburan benih. Media sapih bibit yang digunakan sebaiknya banyak mengandung bahan organik, atau campuran tanah mineral dan bahan organik. Pertumbuhan bibit terbaik dicapai pada perlakuan komposisi media sapih 60% gambut dan 40% tanah mineral (top soil) serta dosis pupuk NPK sebesar 0,5 – 1,0 gram/bibit. Penyapihan bibit dilakukan pada persemaian permanen atau semi permanen yang dinaungi sarlonet dengan intensitas naungan 50 – 75 persen. Polybag yang dapat digunakan untuk penyapihan bibit berukuran 15 x 12 cm atau lebih besar tergantung lama waktu penanaman. Kriteria bibit siap tanam: tinggi 25 – 40 cm, diameter 0,5 cm, jumlah daun 8 – 12 helai, batang lurus, perakaran sudah menyatu dengan media. Umur bibit siap tanam tergantung dari cara pembibitannya. Pada pembibitan manual (tanpa genangan) bibit siap tanam 8 – 10 bulan setelah sapih. Pembibitan sistem genangan buatan setinggi 30% dari tinggi polybag, bibit siap tanam 4 – 6 bulan setelah sapih dan konsumsi air 28 kali lebih hemat daripada pembibitan manual. . Gambar 3. Penyapihan biji jelutung dalam polybag umur 1 minggu tinggi rata-rata 3 cm 236 Prospek Budidaya Tanaman Jelutung Rawa Muhammad Effendy 2. Penyiraman bibit Penyiraman bibit bertujuan untuk memberikan keperluan tanaman akan air agar tidak kekurangan air dalam proses pertumbuhannya. Penyiraman dilakukan 2 – 3 sehari atau sesuai kondisi cuaca (Rusmana, 2009) Gambar 4. Bibit jelutung rawa dalam polybag umur 2 bulan dengan tinggi rata-rata 15 cm III. PENYIAPAN LAHAN Jelutung rawa termasuk jenis pohon yang membutuhkan cahaya penuh untuk pertumbuhannya. Jenis ini cocok ditanam pada hutan rawa gambut yang terbuka, seperti areal bekas tebangan dan kebakaran. Pada areal terbuka bekas kebakaran, penyiapan lahan dilakukan dengan sistem jalur, lebar jalur 1,5 – 2,0 m dan jarak antar jalur 5 m, jarak tanam 5 x 5 m. Setelah pembuatan jalur dilakukan pemasangan ajir dan pembuatan gundukan gambut. Tujuannya untuk mengumpulkan massa tanah untuk tempat berjangkarnya perakaran tanaman dan meninggikan bagian tanah agar bibit tidak terendam air. Tinggi gundukan minimal 50% dari tinggi genangan air pada puncak musim hujan. Pada areal terbuka bekas tebangan, untuk tanaman pengayaan, penyiapan lahan dilakukan dengan sistem jalur, lebar 237 Galam Volume IV No. 3 Desember 2010 (Hal 233 – 242) jalur 2 – 3 m dan jarak antar jalur 10 m, jarak tanam 5 x 10 m, seperti yang dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5. Teknik gundukan agar tidak tergenang IV. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN Sebelum penanaman, bibit diadaptasikan di tempat terbuka selama 1 bulan dengan cara pembukaan sarlonet di persemaian. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan (Oktober) sebelum genangan air rawa tinggi, dan tinggi bibit perlu disesuaikan dengan tinggi genangan air. Tinggi bibit minimal sepertiga lebih tinggi dari genangan air pada puncak musim hujan. Pemeliharaan tanaman dilakukan minimal sampai umur 3 tahun, berupa pembebasan tumbuhan bawah dan pemupukan. Pada tahun pertama pembebasan tumbuhan bawah dilakukan minimal 3 kali. Pada tahun kedua dan ketiga pembebasan tumbuhan bawah dilakukan masing-masing 2 kali. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali pada awal dan akhir musim hujan sampai tanaman berumur 3 tahun. Pupuk yang digunakan NPK tablet dengan dosis 20 – 30 gram (2 – 3 tablet) per tanaman setiap periode pemupukan. 238 Prospek Budidaya Tanaman Jelutung Rawa Muhammad Effendy V. PENYADAPAN Teknik ini banyak dipraktekkan oleh penyadap getah jelutung di hutan alam. Hasil getah relatif banyak tetapi tidak lestari. Teknik penyadapan getah dengan cara menyayat kulit batang pohon berbentuk huruf V, seperti pada gambar 6 dan 7. Hasil getah yang didapat sangat bervariasi. Seorang penyadap mempunyai jumlah pohon jelutung siap sadap (diameter > 35 cm) rata-rata sebanyak 326 pohon pada areal hutan seluas sekitar 55 ha (6 pohon per ha). Kemampuan sadap rata-rata 45 pohon per hari. Setiap penyadap menghabiskan waktu tinggal di hutan dalam melaksanakan kegiatan penyadapan rata-rata 15 hari. Dengan memakai interval sadap 7 hari sekali, maka penyadapan pada pohon yang sama dilakukan sebanyak dua kali. Sebanyak itu dihasilkan getah rata-rata seberat 272 kg. Hal ini berarti produksi getah dalam satu kali sadap (7 hari) sebesar 0,36 kg . Penggunaan zat stimulan CEPA (Chloroetylenephosporic acid) 40 EC dalam kegiatan penyadapan getah jelutung dapat meningkatkan hasil getah berkisar antara 0,5 – 1 kg atau sekitar 3 kali lipat dibanding tanpa menggunakan CEPA. Dalam kurun waktu 6 bulan (Juni 1998 – Januari 1999) pemakaian CEPA menyebabkan potensi jelutung berkurang secara drastis baik dalam jumlah pohon potensial maupun hasil sadapan (Agus, 2007), maka pemakaian CEPA tidak di sarankan. Gambar 6. Pohon Jelutung yang telah disadap Gambar 7. Penyadapan getah jelutung 239 Galam Volume IV No. 3 Desember 2010 (Hal 233 – 242) VI. KESIMPULAN A. PROSPEK Jelutung baik kayu maupun getahnya mempunyai nilai ekonomis tinggi, harga kayu jelutung di atas dari harga kayu meranti, ramin, agatis, rasak, keruing,dan kayu sejenis lainnya hingga mencapai dua kali lipat. Begitu juga dengan harga getah jelutung dapat mencapai dua kali lipat dari harga getah karet. Getah jelutung sangat berguna untuk industri-industri vital dunia seperti industri pesawat, otomotif, Elektronik, pembungkus kabel, perabot rumah tangga dan lain sebagainya yang terbuat dari getah. Hal ini menunjukkan bahwa prospek tumbuhan jelutung sangat bagus (Monika, 2008). Produk akhir kayu jelutung berupa plafon rumah, furnitures, ukiran, patung, bingkai gambar, pembuatan pola, papan gambar, papan tulis, pensil, kertas, kotak mancis, terompah, mainan dan lain-lain,.sedangkan produk akhir getah jelutung berupa ban, kerajinan tangan seperti hiasan (perahu, mandau, perisai, sendok dan garpu), permen karet, pembungkus kabel, separators mesin, battery separators, busa pembungkus barang elektronik, gigi palsu, karpet dan perabot rumah tangga yang terbuat dari plastik. Mengembangkan tumbuhan jelutung dari tumbuhan hutan menjadi suatu bentuk perkebunan bukan hal yang tidak mungkin. Namun juga bukan hal yang mudah, sebab selain sumberdaya manusianya yang masih lemah, juga kesulitan untuk memperoleh benih untuk dijadikan bibit jelutung. Terlebih-lebih dana untuk merealisasikan perkebunan jelutung untuk waktu sekarang masih belum ada. Melalui investor baik dari dalam maupun luar negeri diharapkan perkebunan jelutung ini bisa terwujud. Untuk lebih meyakinkan para investor, maka perlu dilakukan kajian aspek pasar, aspek teknis, aspek kelembagaan dan aspek kelayakan finansial, sehingga para investor tidak ragu-ragu dalam menanamkan modalnya 240 Prospek Budidaya Tanaman Jelutung Rawa Muhammad Effendy B. PELUANG PASAR GETAH JELUTUNG Indonesia merupakan penghasil utama getah jelutung, hampir seluruh produksi getah jelutung Indonesia diekspor ke luar negeri dalam bentuk bongkah. Negara tujuan ekspor meliputi Singapura, Jepang dan Hongkong. Getah jelutung berfungsi sebagai bahan baku pembuatan permen karet yang dimulai pada tahun 1920-an dan pada tahun 1940-an getah jelutung telah menggeser posisi lateks dari pohon Achras sapota, yaitu pohon penghasil bahan baku asli permen karet yang berasal dari Amerika Tengah. Getah jelutung juga digunakan dalam industri perekat, laka, lanolic, vernis, ban, water proofing dan cat serta sebagai bahan isolator dan barang kerajinan (Transtoto, 2004) Selama ini Negara Indonesia menjadi pemasok getah jelutung terbesar pada negara-negara importir. Kebutuhan getah jelutung untuk berbagai industri di berbagai Negara, belum bisa dipenuhi seluruhnya oleh Negara Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Agus Sumadi , 2007. Jelutung rawa (Dyera lowii). From Website Url http://dyeralowii.wordpress.com/ Anonim, 2008. Jelutung rawa. Balai Informasi kehutanan Jambi. From Website URL ; http://125.162.119.102/?v=pr&id=85 Bastoni, 2006. Prospek Pengembangan Hutan Tanaman Jelutung (Dyera lowii) Pada Lahan Rawa Sumatera. Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 19-30 , 2006 http://www.dephut.go.id/ Iwan Tricahyo Wibisono, Mempersiapkan Bibit Tanaman Hutan Rawa Gambut, From Website Url http://www-personal.umich.edu/ 241 Galam Volume IV No. 3 Desember 2010 (Hal 233 – 242) Monika, 2008. Analisis Kelayakan Investasi Proyek Perkebunan Jelutung Di Kota Palangka Raya 18 September 2008. Rusmana, 2009. Teknik Produksi Bibit Jelutung Rawa (Dyera polyphylla Miq. V. Steenis) Dalam Rangka Penyediaan Bibit untuk Material Tegakan, Galam Volume III No.2 tahun 2009. Transtoto, 2004. Transtoto Handadhari, Pohon Jelutung (Dyera spp.) Tanaman Dwiguna yang Konservasionis dan Menghidupi. 27 Agustus 2004. Jakarta. Yusuf Bahtimi, 2009. Jelutung (Dyera,spp) Dan Strategi Pengembangannya di Lahan Rawa Kalimantan Selatan Sebagai Pengunjang Peningkatan Ekomoni Masyarakat Lokal. From Website Url http://hijaualami.wordpress.com/ 25 Mei 2009. 242