BAB II LANDASAN TEORITIS

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2. 1. Landasan Teori
2.1.1 Pemasaran
a.
Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran
Menurut Philip Kotler (2009 : 12) dalam bukunya dikatakan
bahwa dalam konteks manajemen pemasaran, pasar adalah tempat fisik
dimana para pembeli dan penjual berkumpul untuk membeli dan menjual
barang. Para ahli ekonomi menggambarkan pasar sebagai kumpulan
pembeli dan penjual yang melakukan transaksi atas sebuah produk atau
kelompok produk tertentu (misalnya, pasar perumahan atau bahan
makanan). Ada juga sebagian orang beranggapan bahwa pasar adalah
sekumpulan pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan (needs) atau
keinginan (wants) tertentu serta mau dan mampu turut dalam pertukaran
untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan tersebut. Didalam bukunya juga
Philip Kotler (2009 : 6) menyatakan bahwa, “Pemasaran adalah satu
fungsi
organisasi
dan
seperangkat
proses
untuk
menciptakan,
mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan
mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan
organisasi dan para pemilik sahamnya.”.
Definisi ini berdasarkan pada konsep inti, yaitu: kebutuhan,
keinginan dan permintaan produk, nilai, biaya dan kepuasan, pertukaran,
transaksi dan hubungan, pasar, pemasaran dan pemasar.
9
Selanjutnya, Philip Kotler (2009 : 6) mendefinisikan manajemen
pemasaran sebagai berikut: “Manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu
memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan
pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengomunikasikan
nilai pelanggan yang unggul”.
Untuk definisi sosial disebutkan juga oleh Philip Kotler (2009 : 6)
”Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk
yang bernilai dengan pihak lain”.
Sedangkan
Muhammad
Syakir
Sula
mendefinisikan
pemasaran dalam perspektif syariah sebagai berikut :
“Pemasaran syariah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang
mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari
satu inisiator kepada stakeholders-nya, yang dalam keseluruhan prosesnya
sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam”. (2004,
hlm.425)
Herman Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula mendasarkan
definisi diatas pada salah satu ketnetuan dalam bisnis islami yang tertuang
dalam kaidah fiqih yang mengatakan, “Al-muslimuna ‘ala syuruthihim illa
syarthan harrama halalan aw ahalla haraman” (kaum Muslim terikat
dengan kesepakatan-kesepakatan bisnis yang mereka buat, kecuali
kesepakatan yang mengharankan yang halal atau m enghalalkan yang
haram). Selain itu, kaidah fiqihlain mengatakan “Al-ashlu fil-mu’amalah
al-ibahah illa ayyadulla dalilun ‘ala tahrimiha” (pada dasarnya semua
10
bentuk muamalah (bisnis) boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya).
Selanjutnya Herman Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula
menyebutkan “bahwa dalam syariah marketing, seluruh proses – baik
proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubhan nilai (value)
– tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsipprinsip muamalah yang islami. Sepanjang hal tersebut dapat dijamin, dan
penyimpangan prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi dalam suatu
transaksi atau dalam proses suatu bisnis, maka bentuk transaksi apa pun
dalam pemasaran dapat dibolehkan”.(2006, hlm.27).
b.
Tujuan dan Proses Pemasaran
Tujuan pemasaran adalah mengetahui dan memahami pelanggan
sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan
selanjutnya menjual dirinya sendiri. (Philip Kotler, 2009 : 7). Idealnya,
pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk
membeli sehingga yang dibutuhkan selanjutnya adalah menyediakan
produk atau jasa itu.
Sedangkan proses pemasaran terdiri dari analisis peluang pasar,
meneliti dan memilih pasar sasaran, merancang strategi pemasaran,
merancang program pemasaran, mengorganisir, melaksanakan serta
mengawasi usaha pemasaran.
11
c.
Perencanaan Strategi Pemasaran
Perencanaan strategi pemasaran adalah proses manajerial untuk
mengembangkan dan memelihara suatu arah strategi yang menyelaraskan
tujuan-tujuan perusahaan (organisasi) dan berbagai sumber dayanya
sehubungan dengan pelung pemasaran yang berubah-ubah (Philip Kotler,
2009 : 51).
Dimana strategi pemasaran merupakan serangkaian tindakan
terpadu menuju keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi strategi pemasaran adalah:
1)
Faktor mikro, yaitu perantara pemasaran, pemasok, pesaing dan
masyarakat,
2)
Faktor makro, yaitu demografi/ekonomi, politik/hukum, teknologi
dan sosial budaya.
Strategi dan kiat pemasaran dari sudut pandang penjual (4P)
adalah tempat yang strategis (place), produk yang bermutu (product), harga
yang kompetitif (price) dan promosi yang gencar (promotion). Sedangkan
strategi pemasaran dari sudut pandang pelanggan (4C) adalah kebutuhan
dan keinginan pelanggan (customer needs and wants), biaya pelanggan
(cost to the customer), kenyamanan (convenience) dan komunikasi
(communication).
12
d.
Tujuan Strategi Pemasaran
Tujuan akhir dari strategi pemasaran adalah kepuasan
pelanggan sepenuhnya (total customer satisfaction). Kepuasan
pelanggan sepenuhnya bukan berarti memberikan kepada pelanggan
apa yang menurut kita keinginan dari mereka, tetapi apa yang
sesungguhnya mereka inginkan serta kapan dan bagaimana mereka
inginkan. Atau secara singkat adalah memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.1.2 Pengertian Asuransi & Reasuransi Syariah
Kata syariah atau syariat tidak bisa dipisahkan dari agama Islam,
sedangkan dasar dan sumber hukumnya berasal dari ketentuan-ketentuan
didalam Al Quran (firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
saw.) dan As Sunnah (teladan dari kehidupan Nabi Muhammad saw.). Dengan
landasan iman maka umat Islam meyakini bahwa syariat Islam adalah undangundang atau peraturan yang adil dan paling sempurna, sehingga umat Islam
ikhlas menghormati, menerima, melaksanakan dan menaatinya. Keyakinan umat
Islam bahwa Allah swt selalu dekat dan mengawasinya setiap saat serta
meminta pertanggungjawaban pada hari kiamat atas perbuatannya selama di
dunia ini.
Dalam Al-Quran, Allah swt. Berfirman:
“Barangsiapa
yang
mengerjakan
kebaikan
seberat
zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya pula”.(az-Zalzalah: 7-8)
Muhammad Syakir Sula menyebutkan bahwa kekhasan syariat Islam
dibandingkan undang-undang lain adalah sifatnya yang teistis (Rabbaaniyyah)
13
atau relegius (diniah). “Dengan sifat teistis (Rabbaaniyyah) atau religius
(diniah), syariat Islam memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan
undang-undang lain dalam berbagai segi. Undang-undang manusia hanya
mengatur urusan duniawi. Seluruh hukumnya terbatas pada persoalan-persoalan
lahiriah. Penetapan hukum-hukumnya terbatas berdasarkan pada kebutuhan
sementara. Sanksi-sanksi hukumnya pun terbatas pada aspek keduniaan. Tidak
tersedia ruang untuk pemikiran haram dan halal, intuisi dan hati. Juga tidak ada
ruang bagi keyakinan terhadap adanya perhitungan di hadapan Allah swt., surga
dan neraka”. (2004, hlm.9).
Dengan demikian maka setiap melakukan kegiatan usaha (muamalah)
dengan sistim syariah adalah cara yang tepat, khususnya bagi umat Islam untuk
mendapatkan ridho Allah swt. dalam mencari nafkah secara halal serta
menghindarkan diri dari perbuatan yang haram,
untuk mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, sebagai pengharapan semua
umat Islam, dan diucapkan sebagai doa pada setiap selesai melakukan sholat
wajib lima waktu. Sesuai dengan firman Allah swt dalam Al-Quran:
“Rabbana aatina fid dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina
‘azaban naar” (Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebahagian di dunia
dan kebahagiaan di akhirat, serta hindarkanlah kami dari ‘azab api neraka).
a.
Pengertian Asuransi Konvensional
Mengutip uraian Muhammad Syakir Sula (2004, hlm.26) kata
asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie, yang dalam hukum
Belanda disebut verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan
assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi penanggung, dan
geassureerde bagi tertanggung.
14
Secara baku, definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, tentang Usaha
Perasuransian, “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikat diri kepada pihak
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan. Atau tanggungjawab hokum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikansuatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan” (Bab I, psl.1).
Sedangkan, bidang usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang
dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi
asuransi, memberi perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa
asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa
yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang” (Bab II,
psl.2).
b.
Pengertian Asuransi Syariah
Muhaimin Iqbal menyebutkan bahwa asuransi syariah adalah suatu
pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolongmenolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator.
Dalam pengelolaan dan penanggungan risiko, asuransi syariah
tidak membolehkan adanya gharar (ketidakpastian atau spekulasi) dan
maisir (perjudian). Dalam investasi atau manajemen dana tidak
diperkenankan adanya riba (bunga). Ketiga larangan ini, gharar, maisir dan
15
riba adalah area yang harus dihindari dalam praktik asuransi syariah, dan
yang menjadi pembeda utama dengan asuransi konvensional (2006, hlm.2).
Sementara itu, Fatwa Dewan Syariah Nasional - MUI, menyatakan
bahwa ”Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha
saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak
melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang membherikan
pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah”. (No: 21/DSN-MUI/X/2001).
Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-ta’min, penanggung
disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’ammanlahu atau
musta’min (Ir. Muhammad Sakirsula, 2004). At-ta’min yang memiliki arti
memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut,
sebagaimana firman Allah, “Dialah Allah yang mengamankan mereka dari
ketakutan.” (QS: Quraisy : 4).
Dari arti terakhir di atas, dianggap paling tepat untuk
mendefinisikan istilah at-ta’min, yaitu, “Men-ta’min-kan sesuatu, artinya
adalah seseorang membayar/menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau
ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah
disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang,
dikatakan seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya,
rumahnya atau mobilnya.
Ada tujuan dalam Islam yang menjadi kebutuhan mendasar, yaitu
al’kifayah’kecukupan’ dan al-amnu’keamanan. Sebagaimana firman Allah
swt, “Dialah yang mengamankan mereka dari ketakutan”, sehingga
sebagian masyarakat menilai bahwa bebas dari lapar merupakan bentuk
16
keamanan. Mereka menyebutnya dengan al-amnu al qidza’i ‘aman
konsumsi. Dari prinsip tersebut, Islam mengarahkan kepada umatnya untuk
mencari rasa aman baik untuk dirinya sendiri di masa mendatang maupun
untuk keluarganya. Sebagaimana nasihat Rasul kepada Sa’ad bin Abi
Waqqash agar mensedekahkan sepertiga hartanya saja. Selebihnya
ditinggalkan untuk keluarganya agar mereka tidak menjadi beban
masyarakat.
c.
Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah
Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki
prinsip yang lebih konprehensif yang meliputi prinsip-prinsip dasar dari
asuransi (konvensional) ditambahkan dengan sejumlah prinsip-prinsip
lainnya yang berazaskan Islam.
Muhammad Syakir Sula (2004: hlmn 228) menguraikan prinsipprinsip asuransi (kerugian) syariah sebagai berikut :
1)
Prinsip Berserah Diri dan Ikhtiar
2)
Prinsip Tolong-Menolong (Ta’awun)
3)
Prinsip Saling Bertanggung Jawab
4)
Prinsip Saling Kerja Sama dan Bantu-Membantu
5)
Prinsip Saling Melindungi dari Berbagi Kesusahan
6)
Prinsip Kepentingan Terasuransikan (Insurable Interest)
7)
Prinsip Itikad baik (Utmost Good Faith)
8)
Prinsip Ganti rugi (Indemnity)
9)
Prinsip Penyebab Dominan (Proximate Cause)
10) Prinsip Subrogasi (Subrogation)
11) Prinsip Kontribusi (Contribution /al-Musahamah)
17
d.
Mekanisme Pengelolaan Dana
1)
Sebagai Pemegang Amanah
Kedudukan perusahaan asuransi syariah dalam transaksi
asuransi kerugian adalah sebagai mudharib ‘pemegang amanah’.
Asuransi syariah menginvestasikan dana tabbaru’ yang terkunpul dari
kontribusi peserta, kepada instrument investasi yang dibenarkan oleh
syara’. Mudharib berkewajiban untuk membayarkan klaim, apabila ada
salah satu dari peserta mengalami musibah. Juga berkewajiban
menjaga dan menjalankan amanah yang diembannya secara adil,
transparan, ban professional. Dalam mengelola dana peserta yang
terkumpul pada kumpulan dana tabbaru’, mudharib diawasi secara
teknis dan operasional oleh komisaris, dan secara syar’i diawasi oleh
Dewan Pengawas Syariah (DPS).
2)
Mekanisme Pengelolaan Dana
Dalam praktik di beberapa perusahaan asuransi kerugian
(syariah) di Indonesia dan Malaysia misalnya Syarikat Takaful
Malaysia, dan Asuransi Takaful Umum, Tripakarta cabang Syariah,
Bringin Sejahtera cabang Syariah, Binagriah cabang Syariah, Jasindo
cabang Syariah, mekanisme pengelolaan dana adalah sebagai berikut.
Dana dibayarkan peserta,kemudian terjadi akad mudharabah
(bagi hasil) antara mudharib (pengelola) dan shahibul mal (peserta).
Kumpulan dana tersebut kemudian diinvestasikan secara syariah ke
bank syariah maupun ke investasi syariah lainnya, lalu dikurangi
biaya-biaya operasional (seperti klaim, reasuransi, komisi broker, dll).
Selanjutnya surplus (profit) dilakukan bagi hasil antara mudharib
18
(pendelola) dan shahibul mal (peserta) sesuai dengan skim bagi hasil
yang telah titentukan sebelumnya (misalnya 60:40) Bagian yang 60
persen untuk mudharib’ perusahaan’ tadi setelah dikurangi biaya
administrasi dan management expenses, sisanya menjadi profit bagi
shareholders. Sedangkan bagian yang lain, yaitu 40 persen menjadi
share of surplus for participant’ surplus bagi hasil untuk partisipan’.
Skema mekanisme pengelolaan dana ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Skema mekanisme pengelolaan dana
Gambar 2.1 Sumber : Ir. Muhammad Sakir Sula, Asuransi Syariah (2004 :250)
Sementara itu ada model lain yang dirumuskan oleh Dewan
Pengawas Syariah MAA dan saat ini dipakai di asuransi MAA General
Insurance cabang syariah. Yaitu, antara peserta satu sama lain terjadi
akad ta’awun ’tolong-menolong’, yang dimanifestasikan dalam bentuk
masing-masing mengeluarkan premi dalam bentuk tabarru’. Kemudian
kumpulan dana tabarru’ tersebut diserahkan kepada MAA syariah
dengan akad wakalah. Selanjutnya MAA syariah yang mendapat
amanah sebagai wakil dari peserta melakukan bisnis dengan pihak lain
19
(seperti: Re Insurance, Co Insurance) melalui akad tabaduli. Surplus
underwriting setelah dikurangi biaya reasuransi dan klaim, kemudian
dibagi-hasilkan dengan peserta dengan akad mudharabah (misalnya
dengan 70:30) Model ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Mekanisme Pengelolaan Dana General Insurance
PESERTA
PERUSAHAAN
Gambar 2.2 Sumber: Ir. Muhammad Sakir Sula, Asuransi Syariah (2004 : 250),
20
Definisi Jasa:
1.
Christopher Lovelock (2007:15) mengatakan bahwa:
”Service are economic activities offered by one party to another, most commonly
employing time based performance to bring about desired results in recipients
them selves or in objects or other assets for which purchasers have
responsibility.”
2.
Michael J Etzel (2004:300) mengatakan bahwa:
”An identifiable, intangible activity that is the main object of a transaction designed to
provide want, satisfaction to costumer.”
Semua definisi di atas menyatakan bahwa jasa pada dasarnya merupakan sesuatu
yang tidak berwujud yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Dalam
memproduksi suatu jasa dapat menggunakan bantuan suatu produksi fisik tetapi dapat
juga tidak. Disamping itu juga jasa tidak mengakibatkan peralihan hak suatu barang
secara fisik atau nyata, jadi jika seseorang pemberi jasa memberikan jasanya pada orang
lain, maka tidak ada perpindahan hak milik secara fisik.
2. 1. 3
Karakteristik Jasa
Jasa adalah sesuatu yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan terjadinya perpindahan kepemilikan
(transfer of ownership).
21
Philip Kotler (2007:45) menyatakan bahwa ada empat karakteristik mencolok yang
sangat mempengaruhi desain program pemasaran. Keempat karakteristik tersebut meliputi:
1. Intangibility (Tidak berwujud)
Tidak seperti halnya produk fisik,jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau
dicium sebelum jasa itu dibeli.
2. Inseparability (Tidak Terpisahkan)
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti barang fisik
yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan melewati berbagai penjual
dan kemudian baru dikonsumsi.
3. Variability (Bervariasi)
Karena tergantung pada siapa yang menyediakan serta kapan dan dimana jasa itu
diberikan, jasa sangat bervariasi.
4. Perishability (Mudah Lenyap)
Jasa tidak bisa disimpan. Sifat jasa itu mudah lenyap, tidak menjadi masalah bila
permintaan itu tetap. Jika permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa menghadapi masalah
yang rumit.
Menurut Djaslim Saladin (2007:91) menggolongkan jasa sebagai berikut:
1. Jasa berpangkal pada manusia dan jasa berpangkal pada peralatan.
Jenis jasa yang berpangkal pada manusia dapat dibedakan antara jasa yang
melibatkan para profesional (misalnya jasa akuntansi publik konsultan manajemen), para
tenaga terlatih (misalnya pekerjaan las, bengkel) dan tenaga tidak terlatih (misalnya
pemeliharaan kebun).
Jenis jasa yang berpangkal pada peralatan bisa dibedakan antara jasa yang
melibatkan peralatan otomatis (misalnya mesin cuci otomatis), peralatan yang ditangani
oleh tenaga terlatih (misalnya perusahaan penerbangan, dan telekomunikasi).
2. Perlu tidaknya kehadiran pelanggan dalam pelaksanaan jasa.
22
Dalam pemeriksaan kesehatan, pelanggan jelas hadir, namun dalam jasa perbaikan
mobil pelanggan tidak harus hadir selama perbaikan.
3. Motivasi membeli
Pada umumnya pemberi jasa mengembangkan program pemasaran jasa yang
berlainan bagi pasar perorangan dengan pasar bisnis.
4. Dari segi motivasi pemberi jasa (laba dan non laba) serta bentuk pemberi jasa (swasta
dan milik pemerintah).
2. 2 Konsep Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha mencapai
keunggulan bersaing. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang diinginkan perusahaan
melakukan kebutuhan pelanggan. Berikut ini penulis akan menjelaskan pengertian dan
hal-hal lainnya mengenai kualitas pelayanan.
Menurut Lovelock (2007:420):
”Costumer long term, cognitive evaluation of a firm’s service delivery”.
William J Stanton (2004:301):
“Service quality is the degree to which an intangibility offering meets the
expectations of the costumers”
Dengan demikian, kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan yang menggunakannya dan pemberian
pelayanan dengan cara yang tepat.
Menurut Gronroos (2001: 140) kualitas total suatu jasa atau pelayanan terdiri dari
2 dimensi utama, yaitu:
1.
Technical Quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran)
jasa yang diterima pelanggan.Technical quality dapat diperinci lagi menjadi:
23
a.
Search Quality adalah kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli, misalnya: harga dan usia kendaraan bermotor lewat STNK dan BPKB.
b.
Experience Quality yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan setelah
membeli atau mengkonsumsi jasa,misalnya: ketepatan waktu, kecepatan
pelayanan, dan kerapihan hasil.
c.
Credence Quality adalah kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah
mengkonsumsi suatu jasa, misalnya: kualitas operasi bedah syaraf
2. Functional Quality adalah komponen yang berkaitan dengan kualitas cara
penyampaian suatu jasa.
Berdasarkan komponen-komponen diatas, dapat diketahui bahwa output jasa dan
cara penyampaiannya merupakan faktor-faktor yang dipergunakan dalam menilai kualitas
pelayanan,
maka
seringkali
penentuan
kualitas
pelayanan
menjadi
sangat
kompleks.Berbagai komponen di atas merupakan penilaian pelanggan terhadap kualitas
pelayanan terhadap kualitas yang terus berlangsung dan mulai sebelum pembelian sampai
dengan hasil yang diperoleh dari produk atau jasa yang telah dikonsumsi pelanggan.
2.2.1. Unsur-unsur kualitas jasa
Dalam menilai atau mengevaluasi kualitas jasa suatu perusahaan pelanggan
umumnya menggunakan beberapa kriteria, yaitu unsur-unsur yang ada dalam kualitas jasa
yang diberikan. Dimensi pokok yang terdapat dalam kualitas jasa menurut Parasuraman
(2002: 182):
1. Tangibles (bukti langsung), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan
24
sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.
Hal ini meliputi fasilitas fisik contohnya: gedung, gudang, dan lain-lain),
perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan
pegawainya.
2. Reliability (keandalan) kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat,dan terpercaya. Kinerja harus
sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama
untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi
yang tinggi.
3. Responsiveness (daya tanggap) yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi yang
negatif dalam kualitas pelayanan.
4. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, kemampuan, kesopanan yang
dimiliki para staff untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas,
keamanan, kompetensi, dan sopan santun.
5. Emphaty (empati) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan
secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
•
Dimensi 1: Tangible penting sebagai ukuran pelayanan,karena pelayanan tidak
bisa dilihat, tidak bisa dicium, dan tidak bisa diraba. Persepsi pelayanan dapat
dipengaruhi oleh tangible yang baik, karena tangible merupakan bukti yang dapat
25
dilihat berupa fasilitas fisik, perlengkapan yang digunakan karyawan perusahaan
dan sarana komunikasi yang ada.
• Dimensi 2: Reliability mengukur keandalan perusahaan dalam memberikan pelayanan.
Perusahaan banyak memberikan janji yang berlebihan namun pada keadaannya sulit
untuk memenuhinya sehingga pelanggan merasa perusahaan tidak bias diandalkan. Untuk
itu, perusahaan yang reliability harus bisa meminimalisasi kesalahan sehingga pelanggan
merasa dipenuhi kebutuhannya.
•
Dimensi 3: Responsiveness dimensi kualitas pelayanan yang ketiga lebih
mementingkan segi waktu dengan kemajuan teknologi yang ada, pelanggan
menuntut pelayanan yang diberikan dengan lebih cepat sehingga waktu yang
digunakan lebih cepat.
•
Dimensi 4: Berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku karyawan
dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan pada pelanggannya.
•
Dimensi 5: Berempati dalam pelayanan sangat memerlukan sentuhan pribadi dan
akan sangat membantu jika perusahaan memiliki sistem database yang efektif.
Pelayanan ini akan mudah diciptakan apabila karyawan mengerti kebutuhan
spesifik pelanggannya dan selalu berusaha memberikan pelayanan yang terbaik.
2.2.2. Model Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan dapat dianalisis oleh berbagai model, tergantung pada tujuan
analisi, jenis perusahaan dan situasi pasar. Adapun model kualitas pelayanan
mengidentifikasi lima kesenjangan yang mengakibatkan ketidakberhasilan penyerahan
jasa:
Kelima Gap tersebut adalah:
1. GAP antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen. Pada
kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau
26
memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen
tidak mengetahui bagaimana suatu pelayanan seharusnya didesain dan jasa-jasa
pendukung atau sekunder apa saja yang diinginkan pelanggan.
2. GAP antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa. Kadangkala
manajemen
mampu
memahami
secara
tepat
apa
yang
diinginkan
oleh
pelanggan,tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal
ini bisa dikarenakan 3 faktor yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap
kualitas pelayanan, kekurangan sumber daya,atau karena adanya kelebihan
permintaan.
3. GAP antara spesifikasi pelayanan dan penyampaian pelayanan. Adanya
beberapa penyebab terjadinya Gap ini, misalnya karyawa kurang terlatih, beban kerja
melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja atau bahkan tidak mau
memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
4. GAP antara penyampaian pelayanan dan komunikasi eksternal Seringkali
harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh
perusahaan.Resiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan
ternyata tidak dipenuhi.
5. GAP antara pelayanan yang dirasakan dan pelayanan yang diharapkan.
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerka atau prestasi perusahaan dengan
cara yang berlainan,atau bias juga keliru mempersepsikan kualitas pelayanan tersebut.
27
Berikut ini merupakan gambar model kualitas pelayanan:
Pengalaman
masa lalu
Kebutuhan
pribadi
Jasa yang
diharapkan
GAP 5
Jasa yang
dipersepsikan
PEMASAR
GAP 4
Penyampaian
jasa
Komunikasi
eksternal kepada
pelanggan
GAP 3
GAP 1
Spesifikasi
kualitas jasa
GAP 2
Persepsi manajemen
atas harapan
pelanggan
Gambar 2.3 Model kualitas pelayanan
Karakteristik-karakteristik yang ada pada pelayanan masih menyulitkan para
peneliti untuk menentukan hal-hal yang dapat dipakai menjadi determinan kualitas
28
pelayanan.Oleh karena itu,hingga kini pengukuran kualitas pelayanan belum sempurna
dan masih dalam tahap pengembangan. Model yang digunakan untuk mengukur kualitas
pelayanan menurut Parasuraman,dkk: “Model untuk mengukur kualitas pelayanan dapat
dilakukan dengan skala multi item yang diberi nama SERVQUAL untuk mengukur
harapan dan persepsi pelanggan.Pengukuran dapat dilakukan dengan skala likert dimana
responden tinggal memilih derajat kesetujuan dan ketidaksetujuan atas pernyataan
mengenai penyampaian kualitas pelayanan”
Dengan
demikian
mengukur
kualitas
pelayanan
berarti
mengevaluasi
atau
membandingkan kinerja suatu pelayanan dengan seperangkat standar yang telah
ditetapkan telebih dahulu,yaitu berupa unsur-unsur yang terkandung dalam kualitas
pelayanan,kemudian dilakukan pengajuan beberapa pilihan pernyataan yang sesuai
dengan keadaan kualitas pelayanan yang dialami oleh pelanggan SERVQUAL
merupakan alat untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan dan kesenjangan (Gap)
yang ada dimodel
2. 3 Kepuasan Konsumen
2.3.1. Definisi kepuasan Konsumen
Kepuasan
konsumen
adalah
tingkat
perasaan
seseorang
sebagai
hasil
perbandingan antara kinerja produk yang ia rasakan dengan harapan-harapannya (Kotler
2000: 40).
Sedangkan Soekrino (2000:12) mendefinisikan kepuasan konsumen adalah tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan yang dia rasakan (hasilnya) dengan
harapannya.
Dari definisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya
pengertian kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau
29
hasil yang dia rasakan. Terciptanya kepuasan konsumen dapat memberikan manfaat,
diantaranya hubungan antara perusahaan dengan konsumennya menjadi harmonis,
memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas konsumen,
membentuk suatu rekomendasi, dari mulut ke mulut (Word of mouth) yang
menguntungkan bagi perusahaan.
2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen
Kepuasan konsumen ditentukan oleh presepsi konsumen atas performance produk
atau jasa dalam memenuhi konsumen. Konsumen merasa puas apabila harapan konsumen
terlampaui.
Menurut Handi Irawan (2000:47) ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi
kepuasan konsumen:
a. Kualitas Produk
Konsumen akan merasa puas sebelum membeli dan memakai produk tersebut dan
ternyata kualitasnya baik, kualitas produk ini dipengaruhi oleh lima dimensi, yaitu:
performance, durability, feature, reability, consistensy.
1) Dimensi yang pertama adalah performance
Ini adalah dimensi yang paling besar dan berhubungan dengan fungsi utama dari
suatu produk. Konsumen akan sangat kecewa apabila harapan mereka terhadap
dimensi ini tidak terpenuhi.
30
2) Dimensi kedua adalah durability
Dimensi ini menunjukkan suatu pengukuran terhadap siklus produk, baiksecara
teknis maupun waktu. Produk disebut awet kalau sudah banyak digunakan atau
sudah lama sekali digunakan. Yang pertama adalah awet secara waktu.
3) Dimensi ketiga adalah feature
Dimensi in dapat dikatakan sebagai dimensi sekunder. Perkembangan fitur ini
hampir tidak ada batasnya sejalan dengan perkembangan teknologi, maka fitur ini
menjadi target para producen untuk berinovasi dalam upaya memuaskan
konsumen.
4) Dimensi keempat adalah reability
Dimensi reabiity sepintas lebih menunjukan kemungkinan produk gagal dalam
menjalankan fungsinya.
5) Dimensi kelima adalah consistency
Dimensi ini menunjukan seberapa jauh produk dapat menyamai estándar dan
spesifikasi tertentu. Produk yang mempunyai konsistensi tinggi, berarti produknya
sesuai estándar yang telah ditentukan.
b. Harga
Untuk konsumen yang sensitif, biasanya harga murah adalah kepuasan yang penting
karena akan mendapatkan value of money yang tinggi. Komponen harga ini relatif
tidak penting bagi konsumen yang tidak sensitif terhadap harga. Kualitas produk dan
harga seringkali tidak mampu menciptakan keunggulan bersaing dalam hal kepuasan
konsumen. Kedua aspek ini relatif mudah ditiru dengan teknologi yang hampir
31
standar, setiap perusahaan biasanya mempunyai kemampuan untuk menciptakan
kualitas produk yang hampir sama dan menawarkan harga setara dengan pesaing.
c. Kualitas jasa
Kualitas jasa sangat tergantung pada tiga hal, yaitu sistem teknologi dan manusia.
Faktor manusia-nya ini memegang peranan yang sangat penting karena kepuasan
terhadap kulaitas jasa pelayanan yg mudah diatur.
2.3.3. Pengukuran kepuasan konsumen
Ada beberapa cara mengukur kepuasan konsumen menurut Kotler (2000: 38)
yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran (complain and suggestion system)
Banyak perusahaan yang berhubungan denagn konsumen membuka kotak saran
dan menerima keluhan-keluhan yang dialami oleh konsumen. Ada juga perusahaan yang
menberi amplop yang telah ditulis alamat perusahaan untuk digunakan menyampaikan
saran, keluhan serta kritik setelah mereka sampai ditempat tujuan. Informasi ini dapat
memberikan ide-ide dan masukan kepada perusahaan. Hal ini memungkinkan perusahaan
mengantisipasi dan cepat tanggap terhadap kriitik dan saran.
32
2. Survey kepada konsumen (custumer satisfaction survey)
Tingkat keluhan yang disampaikan konsumen tidak bisa disimpulkan secara
umum mengukur kepuasan konsumen pada umumnya. Penelitian mengenai konsumen
dapat dilakukan melalui survey, pos, telepon, dan wawancara pribadi.
3. Pembeli bayangan
Dalam hal ini perusahaan menyuruh orang-orang tertentu sebagai pembeli
keperusahaan lain atau keperusahaan sendiri. Pembeli-pembeli misterius ini melaporkan
keunggulan dan kelemahan pelayanan yang dialaminya. Juga melaporkan segala sesuatu
yang bermanfaat sebagai bahan mengambil keputusan oleh manajemen.
4. Analisis konsumen
Perusahaan-perusahaan yang kehilangan konsumen mencoba menghubungi
konsumen tersebut. Mereka dibujuk untuk mengungkapkan mengapa mereka beralih.
Dari kontak semacam ini akan diperoleh informasi dan akan memperbaiki kinerja
perusahaan sendiri agar tidak ada konsumen yang lari dengan cara meningkatkan
kepuasan mereka.
Pengaruh kualitas pelayanan penyelesaian klaim terhadap kepuasan mitra usaha
memiliki hubungan yang erat. Kualitas memberika suatu dorongan kepada mitra untuk
menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan
seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan mitra
serta kebutuhan mereka. Degan demikian, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan
pelanggan di mana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang
menyenangkan dan meminimumkan pengalaman mitra yang kurang menyenangkan
(Tjiptono, 1996).
33
Kotler (2000:42) mengemukakan bahwa “kepuasan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya
terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya”
Menurut Schnaars (dalam Tjiptono, 1996) tujuan suatu bisnis adalah untik
menciptakan para pelanggan merasa puas. Kualitas jasa yang unggul dan konsisten dapat
menumbuhkan kepuasan pelanggan dan akan memberikan berbagai manfaat (Tjiptono,
1996:78) seperti:
1. Hubungan dengan perusahaan dan para mitranya menjadi harmonis;
2. Memberikan dasar yang pada saat renewal atau perpanjang polis;
3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan;
4. Membentuk rekomendas dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang
menguntungkan bagi perusahaan;
5. Reputasi perusahaan menjadi baik dimata mitra; dan
6. Laba yang diperoleh dapat meningkat.
Kepuasan mitra merupakan respons mitra terhadap ketidaksesuaian anatara tingkat
kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang diarasakannya setelah pemakaian
(Rangkuti, 2002). Kepuasan mitra dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, kualitas
produk, harga dan faktor-aktor yang bersifat situasi sesaat. Salah satu faktor yang
menentukan kepuasan mitra usaha adalah persepsi mitra usaha terhadap kualitas jasa yang
berfokus pada lima dimensi kualitas jasa, yaitu: bukti fisik (tangibles), keandalan
(reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy).
34
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
foaktor bukti fisik (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness),
Jaminan (assurance), dan empati (empathy) sejauh mana berpengaruh terhadap kepuasan
mitra usaha PT. Reasuransi Nasional Indonesia dan untuk mengetahui faktor yang paling
dominan yang berpengaruh terhadap kepuasan mitra usaha di PT. Reasuransi Nasional
Indonesia.
2. 4 Kerangka Pemikiran
Keberhasilan suatu perusahaan jasa dibentuk oleh banyak faktor-faktor
diantaranya kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, untuk mencapai kualitas
pelayanan yang diinginkan perusahaan harus mengetahui keinginan pelanggan.
Pengertian kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
konsumen. Dengan kata lain apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai
dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dapat dipersepsikan baik dan
memuaskan dan baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia
jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya.
Mengelola kualitas pelayanan dengan memberikan yang terbaik dalam memenuhi
harapan dan persepsi yang tinggi dimata pelanggan, juga merupakan suatu tugas yang
tidak mudah, yang harus dilakukan oleh pihak manajemen. Harapan-harapan itu dibentuk
oleh pengalaman masa lalu, pembicaraan dari mulut ke mulut. Setelah menerima jasa itu
pelanggan membandingkan jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan. Pelanggan
tidak berminat lagi terhadap penyedia jasa itu jika jasa yang dialami memenuhi atau
melebihi harapan, mereka akan menggunakan penyedia jasa itu lagi.
Ukuran dari suatu pelayanan jasa menunjukan suatu standar pelayanan yang harus
terdapat dalam setiap pelayanan yang akan diberikan, dimana dalam memberikan
35
pelayanan kepada konsumen, pelayanan klaim yang diberikan PT Reasuransi Nasional
Indonesia diterapkan dalam dimensi reliability, responsiveness, emphaty, dan assurance.
Yang dikaitkan dengan pencapaian suatu penanganan klaim, yang baik akan
memunculkan suatu persepsi yang positif yang diharapkan berdampak pada kepuasan
pelanggan.
Salah satu konsekuensi suatu perusahaan jasa seperti PT Reasuransi Nasional
Indonesia sebagai penyedia jasa asuransi di indonesia adalah bukan hanya menciptakan
jasa yang baik tetapi juga bentuk pelayanan yang harus memberi kepuasan kepada
pelanggan atas service yang diberikannya serta mengembangkan pola hubungan yang
efektif agar hubungan antara perusahaan dengan konsumen bisnisnya terjaga dengan baik.
Pelayanan klaim yang diberikan akan terlihat dan dirasakan oleh konsumen
meresap menjadi suatu persepsi yang nantinya akan menjadi sebuah penilaian pada apa
yang dilihat dan dirasakannya dari pelayanan klaim yang didapat sehingga akan
membentuk suatu kepuasan pada pelangan atau konsumen tentang kinerja dari pelayanan
yang diberikan tersebut.
Menurut Reasuransi Nasional (2007: 3):
”Penyelesaian klaim merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
perasuransian, kepuasan klien dengan sendirinya akan muncul dengan baik dari
pelayanan yang cepat dan memuaskan kepada nasabah”.
Di waktu mendatang perusahaan ceding akan berminat melakukan transaksi ulang,
jika membutuhkan jasa reasuransi bagi perusahaan asuransi-asuransinya .
36
Kerangka pemikiran Yang Menunjukan Pengaruh
Kualitas Pelayanan Klaim Terhadap Kepuasan Konsumen
PT. Reasuransi Nasional Indonesia
Kualitas Pelayanan (X)
Keandalan/
Reability
(X1)
Daya Tanggap
Responsiveness
(X2)
Jaminan/
Assurance
(X3)
Kepuasan Mitra Bisnis (Y)
37
Kepedulian/
Empathy
(X4)
Download