PENENTUAN KAWASAN PERIKANAN REFUGIA IKAN SIDAT

advertisement
PENENTUAN KAWASAN PERIKANAN REFUGIA
IKAN SIDAT (Anguilla spp.) DARI BEBERAPA SUNGAI
YANG BERMUARA KE TELUK PALABUHANRATU,
SUKABUMI, JAWA BARAT
AGUS ALIM HAKIM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penentuan Kawasan
Perikanan Refugia Ikan Sidat (Anguilla spp.) dari Beberapa Sungai yang
Bermuara ke Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Agus Alim Hakim
NIM C252140416
RINGKASAN
AGUS ALIM HAKIM. Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Ikan Sidat
(Anguilla spp.) dari Beberapa Sungai yang Bermuara ke Teluk Palabuhanratu,
Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL,
NURLISA ALIAS BUTET, dan RIDWAN AFFANDI.
Ikan sidat (Anguilla spp.) merupakan ikan katadromus yaitu ikan yang
bermigrasi dari perairan tawar ke perairan laut dalam untuk memijah dan larva
akan kembali ke perairan tawar untuk tumbuh. Aktifitas penangkapan yang terus
meningkat dan penurunan kualitas ekologi dapat mengancam keberadaan sumber
daya perikanan sidat dan menyebabkan penurunan hasil tangkapan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman morfologis dan keragaman
nukleotida Anguilla spp. yang berasal dari beberapa sungai yang bermuara ke
Teluk Palabuhanratu, menentukan daerah perlindungan dan membuat
rekomendasi strategi pengelolaan dengan konsep perikanan refugia.
Penelitian dilaksanakan dibeberapa sungai yang bermuara ke Teluk
Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus
2014 hingga April 2015. Penelitian yang dilakukan meliputi: pengambilan contoh,
analisis morfologis, analisis molekuler, dan tracking sungai (wawancara dan
pengambilan sampel air). Satu sungai dipilih sebagai kawasan perikanan refugia
dan ditentukan stream orders, distribusi ikan berdasarkan stadia, aktivitas
penangkapan, dan stakehorders.
Ikan sidat muda dan dewasa memiliki dua spesies secara morfologis dan
telah dipastikan kebenarannya melalui identifikasi secara molekuler. Spesies
tersebut yaitu Anguilla bicolor bicolor sebesar 98-99% (GenBank: AP007236.1)
dan Anguilla marmorata sebesar 99% (GenBank: AP007242.1). Hasil RFLP
(Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) menunjukkan bahwa Anguilla spp.
memiliki alel umum dan alel spesifik yang merupakan alel pembeda pada 2
spesies tersebut. Penentuan kawasan perikanan refugia berdasarkan analisis
morfologis, analisis molekuler, dan analisis kondisi perairan, maka Sungai
Cimandiri ditetapkan sebagai kawasan perikanan refugia. Sungai Cimandiri
memiliki orde sungai dari 1 hingga 7. Distribusi berdasarkan stadia menunjukkan
bahwa ikan sidat memiliki komposisi stadia campuran tetapi glass eels terdistibusi
hanya pada 5 km dari arah laut. Rekomendasi strategi pengelolaan dan
pemanfaatan perikanan sidat di Sungai Cimandiri meliputi: pelarangan
penangkapan stadia dewasa pada ukuran diatas 49 cm; penyediaan daerah sungai
sebagai daerah nursery refugia di Kecamatan Sukaraja; penegasan pelarangan alat
tangkap (electric fishing) dan metode penangkapan (menggunakan racun);
pelarangan penangkapan glass eels pada bulan Januari, Februari, Maret, dan
Desember; serta regulasi kebijakan antar kota/kabupaten.
Kata kunci: Anguilla bicolor bicolor, A. marmorata, molekuler, morfologis,
Sungai Cimandiri
SUMMARY
AGUS ALIM HAKIM. Determination of Fisheries Refugia Area of Freshwater
Eels (Anguilla spp.) from Some Rivers that Flows to Palabuhanratu Bay,
Sukabumi, Jawa Barat. Supervised by MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL,
NURLISA ALIAS BUTET, and RIDWAN AFFANDI.
Freshwater eels (Anguilla spp.) are catadromus fish, adult migrate from
freshwater to the deep sea to spawn and the larvae will return to freshwater to
grow. Fishing activity tended to increase and decreased in ecological quality can
threaten the existence of the freshwater eel fishery resources and lead to a
decrease in catches. This study was aimed at identifying morphological diversity
and nucleotide diversity of Anguilla spp. from several rivers flowing into
Palabuhanratu Bay, as the basis for recomendations for protected areas
management strategy of fisheries refugia concept. Environmental condition, i.e.
water quality, of eight rivers flowing into Palabuhanratu Bay were also required as
a supplement data to support those recomendations.
The research was conducted in several rivers ended into Palabuhanratu Bay,
Sukabumi, West Java. The study was conducted from August 2014 until April
2015. Research carried out includes sampling of freshwater eels, morphological
analysis, molecular analysis, and river tracking (interview and sampling of water).
One river was chosen as fisheries refugia area and specified of orders stream, fish
distribution based on stadia, fishing activities, and stakehorders.
The result showed that there were two species with distinct morphological
performances, i.e. young and adult. Those morphological performances were also
confirmed using molecular analysis. Molecularly, those two species were
confirmed using BLAST eel had two species morphologically and has been
comfirmed using molecular basis. The speci as Anguilla bicolor bicolor by 9899% (GenBank: AP007236.1) and Anguilla marmorata 99% (GenBank:
AP007242.1), respectively. PCR-RFLP (Restriction Fragment Length
polymorphisms) has successfully distinguished both Anguillas by common and
specific alleles. Given the morphological, molecular, and environmental analysis
as a basis for fishery refugia determination, hence, Cimandiri River was selected
as Regional Fisheries Refugia. Cimandiri River was facilitated with 1 to 7 of
stream order. Cimandiri River composed with complete developmental stages,
from glass eels to silver eels (ready to spawn); however, glass eels were only
reached the distance of 5 from the sea. Management recommendations based on
fisheries refugia includs: fishing prohibition at the sizes of above 49 cm, provide
the river area as an nursery refugia in Sukaraja Subdistrict, affirmation of
prohibition on fishing gear (electric fishing) and fishing methods (poison), fishing
prohibition glass eels in January, February, March, and Desember; policy
regulatory between municipality and regency.
Keywords: Anguilla bicolor bicolor, A. marmorata, Cimandiri River, molecular,
morphological
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENENTUAN KAWASAN PERIKANAN REFUGIA
IKAN SIDAT (Anguilla spp.) DARI BEBERAPA SUNGAI
YANG BERMUARA KE TELUK PALABUHANRATU,
SUKABUMI, JAWA BARAT
AGUS ALIM HAKIM
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Zairion, MSc
Judul Tesis
Nama
NIM
: Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Ikan Sidat (Anguilla
spp.) dari Beberapa Sungai yang Bermuara ke Teluk
Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat
: Agus Alim Hakim
: C252140416
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc
Ketua
Dr Ir Nurlisa Alias Butet, MSc
Anggota I
Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA
Anggota II
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Lautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAg
Tanggal Ujian: 31 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Ikan Sidat (Anguilla spp.) dari
Beberapa Sungai yang Bermuara ke Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa
Barat”. Penelitian ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, terutama kepada:
1. Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc selaku pembimbing I, Dr Ir Nurlisa A
Butet, MSc selaku pembimbing II, dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku
pembimbing III yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan
arahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis.
2. Dr Ir Zairion, MSc selaku dosen penguji tamu yang telah banyak memberikan
saran dalam penyusunan tesis ini.
3. Keluarga tercinta: Ibu, Bapak, Mbak Nisa, Mas Anto, In‟am, Hamzah, Rizal,
dan Feri.
4. Nelayan: kang Agus dan keluarga yang telah membantu dalam penelitian ini.
5. Teman Lab terbaik: Yuyun, Dewi, Febi, Lusita, Mbak Lela, Mbak Fajrin,
Mbak Lita, Mbak Yustin, Bang Wahyu, Bang Panji, dan bang Findra.
6. Teman seperjuangan: Siska, Mega, Wida, Akrom, Nina, Ayu, Anissa, Lufi, dan
seluruh teman MSP 47, SPL 2013, dan 2014 atas segala doa, kasih sayang, dan
bantuanya.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam mendukung pengambilan
kebijakan, khususnya pada daerah Teluk Palabuhanratu dan dapat memberikan
kontribusi bagi masyarakat.
Bogor, November 2015
Agus Alim Hakim
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Penelitian
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Perikanan Refugia
Pengelolaan dan Perlindungan Perikanan di Indonesia
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Presedur Penelitian
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Kawasan Perikanan Refugia
Sungai Cimandiri Sebagai Kawasan Perikanan Refugia
Pengelolaan Perikanan Sidat di Sungai Cimandiri
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
1
1
2
3
5
6
6
7
9
9
10
14
17
17
37
56
62
62
62
63
LAMPIRAN
67
RIWAYAT HIDUP
78
vii
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Perbandingan antara tujuan, manfaat, pemilihan lokasi, penggunaan,
dan penerimaan dari Marine Protection Area dan perikanan refugia
Keterangan lokasi sampling (PSDA 2010)
Tahapan, jenis kgiatan, dan jenis data penelitian
Metode pengukuran parameter (APHA 2012)
Ukuran kuantitatif terhadap pengaruh dan kepentingan stakeholder
Karakteristik morfometrik glass eels dari Sungai Cimandiri
Uji beda spesies glass eels dari Sungai Cimandiri
Karakteristik sampel ikan sidat muda dan dewasa dari beberapa sungai
yaitu: Sungai Cibareno, Sungai Cibangban, Sungai Citiis, Sungai
Cimaja, Sungai Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan,
dan Sungai Cimandiri yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu
Karakteristik dua spesies sidat (A. bicolor bicolor dan A. marmorata)
dari koleksi sampel dari Sungai Cibareno, Sungai Cibangban, Sungai
Citiis, Sungai Cimaja, Sungai Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai
Cipalabuhan, dan Sungai Cimandiri yang bermuara ke Teluk
Palabuhanratu
Hasil BLAST-n pada situs NCBI
Matriks jarak genetik fragmen gen COI pada dengan A. bicolor
bicolor, A. marmorata, A. australis, A. reinhardtii, dan A. japonica,
berdasarkan metode pairwise distance
Hasil keseluruhan kondisi perairan
Hasil pengukuran parameter-parameter penentuan kawasan
perikanan refugia
Kualitas air di Sungai Cimandiri
Matriks analisis pengaruh dan kepentingan para pihak (stakeholders)
terhadap kegiatan pemanfaatan Sungai Cimandiri
Identifikasi dan arahan pengembangan pemanfaatan dan
perlindungan sumber daya ikan Sidat
7
9
10
12
15
19
20
21
23
29
32
35
36
51
53
55
viii
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Kerangka umum pendekatan studi
Lokasi penelitian di delapan sungai yang bermuara ke Teluk
Palabuhanratu
Pengukuran morfometrik ikan sidat
Lokasi pengambilan sampel kualitas air di Sungai Cimandiri
Perbedaan spesies berdasarkan nilai AD/TL
Matriks pengaruh dan kepentingan
Pigmentasi dari ekor glass eels (a) A. bicolor bicolor
(b) A. marmorata
Distribusi frekuensi ano-dorsal terhadap total length (AD/TL)% 3
spesies sidat (a) A. bicolor bicolor (b) A. nebulosa nebulosa dan
(c) A. marmorata dari Sungai Cimandiri
Hasil discriminant analysis populasi glass eels dari Sungai Cimandiri
Distribusi frekuensi ano-dorsal terhadap total length (AD/TL)% dua
spesies sidat (a) A. bicolor bicolor dan (b) A.marmorata dari Teluk
Palabuhanratu
Cluster analysis berdasarkan data morfometrik antara A. bicolor
bicolor dengan A. marmorata
Elektroforesis DNA total pada gel agarosa 1,2%
Elektroforesis DNA hasil pre-test produk PCR pada gel agarosa 1%,
RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) gen COI dari
A. bicolor bicolor dan A. marmrata
Konstruksi pohon filogeni berdasarkan gen COI pada A. bicolor
bicolor, A. marmorata, A. australis, A. reinhardtii, dan A. japonica
Sungai Cimandiri yang melewati beberapa kecamatan di Kabupaten
Sukabumi
Sungai permanen dan sungai periodik pada Sungai Cimandiri
Pembagian sungai dalam penentuan orde Sungai Cimandiri
Sungai bagian A orde Sungai Cimandiri
Sungai bagian B orde Sungai Cimandiri
Sungai bagian C orde Sungai Cimandiri
Sungai bagian D orde Sungai Cimandiri
Sungai bagian E orde Sungai Cimandiri
Sungai permanen pada Sungai Cimandiri yang melewati beberapa
kecamatan di Kabupaten Sukabumi
Orde sungai dari sungai permanen pada Sungai Cimandiri yang
melewati Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota
Sukabumi
Distribusi ikan sidat berdasarkan stadia di Sungai Cimandiri
Matriks pengaruh dan kepentingan stakeholder
Daerah pemanfaatan dan perlindungan sumber daya perikanan sidat
di Sungai Cimandiri
Pembatasan penangkapan glass eels di Sungai Cimandiri
4
9
11
13
14
16
17
19
20
22
24
26
28
31
34
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
50
48
51
60
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1 Variabel penilaian pengaruh stakeholder
2 Variabel penilaian kepentingan stakeholder
3 Situs nukleotida spesifik gen COI mitokondria Anguilla bicolor
bicolor berdasarkan sekuen 304 pb yang dibndingkan dengan
outgroup
4 Situs nukleotida spesifik gen COI mitokondria Anguilla marmorata
berdasarkan sekuen 304 pb yang dibndingkan dengan outgroup
5 situs nukleotida spesifik gen COI pada alel spesifik antara A. bicolor
bicolor dengan A. marmorata
6 Analisis penentuan status kehidupan ikan sidat (Vamellia 2014)
7 Hasil penghitungan indeks kualitas perairan (Vamellia 2014)
8 Indeks kualitas perairan dan kelayakan perikanan (Vamellia 2014)
9 Nilai pengaruh dan kepentingan dalam analisis stakeholder
10 Perhitungan pembatasan penangkapan glass eels
67
68
69
71
72
73
74
75
76
77
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan sidat (Anguilla spp.) merupakan ikan dari ordo Anguilliformes yang
tergolong dalam ikan katadromus. Ikan katadromus yaitu ikan yang bermigrasi
dari perairan tawar ke perairan laut. Ikan sidat memijah di laut, menghasilkan
larva (leptocephalus), dan terbawa oleh turbulensi arus ke arah tepi laut.
Leptocephalus berkembang menjadi glass eels dan mulai memasuki daerah sungai
atau estuari. Kemudian berkembang menjadi elvers yang mulai memiliki
perubahan pigmen tubuh. Elvers berkembang menjadi yellow eels. Selama
pematangan, ikan sidat berkembang menjadi silver eels dan kembali ke laut untuk
memijah dan mati (Tesch et al. 2003). Ikan sidat tersebar di daerah tropis maupun
sub tropis. Terdapat 22 spesies/subspesies ikan sidat yang ditemukan di dunia dan
sembilan spesies/subspesies diantaranya terdapat di Indonesia, yaitu Anguilla
bicolor bicolor, A. nebulosa nebulosa, A. bicolor pacifica, A. interioris,
A..borneensis, A..celebesensis, A. marmorata, A. obseura, dan A. megastoma
(Sugeha and Suharti 2008). Daerah penyebaran ikan sidat di Indonesia meliputi
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi (Delsman 1929 in Tesch et al. 2003), Bali,
Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua (Fahmi 2015).
Ikan sidat pada stadia glass eels sulit dibedakan karena memiliki kemiripan
pada struktur morfologisnya (Jamandre et al. 2007). Menurut Bickford et al.
(2006), biota perairan umumnya terjadi fenomena cryptic species yang sering kali
menyebabkan kesalahan identifikasi secara morfologis.
Cryptic species
merupakan dua atau lebih spesies yang berbeda diklasifikasikan dalam satu nama
spesies akibat karakteristik morfologis yang samar. Dekade terakhir ini mulai
berkembang suatu metode identifikasi yang lebih akurat yaitu identifikasi secara
molekuler. Identifikasi suatu organisme mulai spesies hingga subspesies secara
akurat terhadap berbagai spesies yang sulit dibedakan secara morfologis dapat
menggunakan teknik DNA barcoding (Tudge 2000).
Ikan sidat (Anguilla spp.) merupakan salah satu komoditi hasil perikanan
yang memiliki nilai ekonomis penting dengan peluang pasar yang terbuka
(terutama tujuan ekspor), sehingga Indonesia memiliki potensi perikanan sidat
tropis yang tinggi. Menurut Affandi (2005), sumber daya ikan sidat di Indonesia
belum banyak dimanfaatkan. Hal ini terlihat dari tingkat pemanfaatan ikan sidat
secara lokal masih sangat rendah, padahal jumlah ikan ini baik dalam ukuran
benih maupun ukuran konsumsi cukup melimpah. Namun, dekade terakhir ini
menunjukkan adanya pemanfataan cenderung semakin meningkat pesat, sehingga
populasi sidat menurun (Widyasari 2013). Salah satu daerah yang memiliki
potensi dan aktivitas penangkapan ikan sidat yang tinggi adalah Teluk
Palabuhanratu (Pantai Selatan Pulau Jawa) (Sriati 1998). Teluk Palabuhanratu
merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai, 8 diantaranya yaitu: Sungai
Cibareno, Sungai Cibangban, Sungai Citiis, Sungai Cimaja, Sungai
Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan, dan Sungai Cimandiri
(PSDA 2010).
Kondisi Teluk Palabuhanratu banyak dipengaruhi oleh kondisi oseanografi
Samudera Hindia seperti adanya pengaruh angin yang besar. Potensi perikanan
2
sidat di Teluk Palabuhanratu mendukung kegiatan perikanan secara signifikan
bagi pendapatan masyarakat Kabupaten Sukabumi khususnya nelayan. Tingginya
permintaan ikan sidat mengakibatkan terjadinya usaha pembesaran pada budidaya
ikan sidat. Budidaya ikan sidat sangat ditentukan oleh ketersediaan benih yang
selama ini hanya mengandalkan dari alam (Widyasari 2013). Seiring dengan upaya
peningkatan hasil produksi perikanan sidat, habitat ikan sidat di Indonesia perlu
dilindungi mengingat bahwa aktifitas penangkapan yang terus meningkat terutama
di Teluk Palabuhanratu. Penurunan kualitas ekologis salah satunya yaitu
kerusakan habitat menyebabkan penurunan hasil tangkapan ikan sidat (Fahmi and
Hirnawati 2010). Oleh karena itu diperlukan suatu perlindungan terhadap habitat
dan sumber daya perikanan sidat.
Perikanan refugia didefinisikan sebagai daerah laut atau pesisir di mana
langkah-langkah pengelolaan yang spesifik diterapkan untuk mempertahankan
spesies (sumber daya perikanan) penting selama tahap kritis siklus hidup ikan
tersebut, untuk pemanfaatan secara berkelanjutan (UNEP 2005). Konsep
perikanan refugia dibuat berdasarkan identifikasi dan design dengan area prioritas
kepada perikanan terintegrasi dan manajemen habitat (Paterson et al. 2013;
Armada 2014). Daerah perlindungan perikanan sidat yang dibentuk berdasarkan
konsep perikanan refugia, menitik beratkan pada kondisi habitat alami dan siklus
hidup yang kritis dari ikan sidat di Teluk Palabuhanratu. Informasi morfologis,
molekuler, dan kondisi perairan digunakan dalam acuan penentuan daerah
perlindungan berbasis spesies dengan konsep perikanan refugia.
Perumusan Masalah
Biota akuatik bersifat cryptic species yang sering kali dapat mengakibatkan
kesalahan dalam identifikasi berdasarkan karakter morfologis. Kepastian
taksonomi (taxonomy certainty) terhadap suatu spesies sangat diperlukan dalam
menentukan pengelolaan suatu sumber daya. Berkembangnya metode identifikasi
dengan pendekatan molekuler menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah
tersebut. DNA barcoding merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi
spesies secara cepat dan akurat. Kepastian taksonomi dari spesies sidat di Teluk
Pelabuhanratu akan memudahkan dalam menentukan langkah pengelolaan secara
tepat terhadap spesies tersebut. Selain itu, keragaman sekuen nukleotida dapat
memberi informasi yang dapat digunakan dalam acuan penentuan daerah
perlindungan sumber daya ikan berbasis spesies.
Identifikasi secara molekuler telah dilakukan pada ikan sidat yang
ditemukan di Sungai Cimandiri (Fahmi 2013), namun identifikasi secara
molekuler belum pernah dilakukan di sungai lain yang bermuara ke Teluk
Palabuhanratu. Selain itu, penanda molekuler yang digunakan berupa gen COI
yang berbeda dengan penanda yang digunakan oleh penelitian sebelumnya yaitu
gen Cyt-b. Gen COI sedikit mengalami delesi dan insersi dalam sekuennya, serta
variasi yang sedikit sehingga dapat digunakan sebagai marka pada DNA
barcoding (Hebert et al. 2003). RFLP dapat digunakan untuk mengetahui
populasi melalui perbedaan alel dari masing-masing sungai. Analisis genetik
dapat digunakan untuk menunjukkan adanya keragaman individu dalam populasi
maupun antar populasi, sehingga dapat ditentukan populasi ikan sidat dan
3
konektivitas ikan sidat antar masing-masing sungai yang bermuara ke Teluk
Palabuhanratu.
Ikan sidat (Anguilla spp.) merupakan salah satu komoditi hasil perikanan
yang memiliki nilai ekonomis penting di dunia. Penurunan populasi Anguilla
anguilla, di Amerika dan Eropa, serta A. japonica di Jepang, mengakibatkan sidat
tropis menjadi target konsumsi sidat dunia (Arai 2014). Aktifitas penangkapan
dan budidaya dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan. Kegiatan
perikanan tangkap dan budidaya sidat berkembang di daerah sekitar Teluk
Palabuhanratu. Kegiatan pemanfaatan maupun aktivitas di sekitar Teluk
Palabuhanratu dapat mempengaruhi faktor internal dari biologis ikan sidat.
Kegiatan budidaya ikan sidat sangat ditentukan oleh ketersediaan glass eels di
sungai sehingga berpengaruh terhadap kondisi stok di alam.
Ancaman
penangkapan berlebih dan degradasi habitat yang terjadi di Teluk Palabuhanratu
menyebabkan perlu adanya pengelolaan yang tepat untuk mempertahankan
sumber daya tersebut.
Salah satu bentuk pengelolaan yang dilakukan yaitu perlindungan daerah
yang menjadi habitat penting dalam siklus hidup ikan sidat untuk
mempertahankan ketersediaan stok di perairan. Daerah perlindungan tersebut
ditentukan berdasarkan informasi biologis dan ekologis. Selain itu, penentuan
daerah perlindungan harus disesuaikan dengan kondisi sosial pada masyarakat
sekitar Teluk Palabuhanratu. Oleh karena itu, diperlukan konsep perlindungan
yang sesuai dengan aspek-aspek tersebut. Salah satu bentuk daerah perlindungan
yaitu perikanan refugia. Konsep perikanan refugia lebih ditekankan pada
perlindungan lokasi-lokasi tertentu yang mejadi habitat pada siklus hidup kritis
ikan sidat, bukan melarang ada penangkapan secara total pada satu wilayah
berdasarkan zonasi (Paterson et al. 2013). Namun, perikanan refugia menyediakan
daerah dalam perlindungan (spawning dan nursery ground) untuk ditutup bagi
siklus hidup kritis spesies (UNEP 2006). Ikan sidat di habitat asli akan terjaga
pada waktu yang penting untuk siklus hidup, sehingga mengurangi growth
overfishing dan recruitment overfishing. Perikanan refugia difokuskan pada
daerah yang sangat penting bagi siklus hidup suatu ikan.
Daerah perlindungan tersebut perlu diinformasikan kepada stakeholder pada
sumber daya perikanan sidat tentang bahaya melakukan eksploitasi berlebih
terutama pada daerah-daerah tertentu atau di lokasi-lokasi tertentu yang
merupakan jalur ruaya reproduksi, agar proses rekrutmen ikan tersebut tidak
terganggu. Terjaminnya alur ruaya pemijahan ikan sidat dari upaya penangkapan
yang menyalahi aturan akan menjamin keberadaan stok ikan di alam tetap stabil
secara berkesinambungan (Affandi 2005).
Kerangka Penelitian
Pemanfaatan sumber daya perikanan sidat di beberapa sungai yang
bermuara ke Teluk Palabuhanratu belum memiliki dasar pengelolaan yang tepat.
Stadia hidup dan migrasi ikan sidat menyebabkan perikanan sidat memiliki siklus
hidup yang kritis. Penangkapan berlebih dan degradasi habitat yang terjadi di
Teluk Palabuhanratu menjadi ancaman penting terhadap kelestarian sumber daya
perikanan sidat. Pengelolaan berupa perlindungan daerah perikanan dibutuhkan
4
untuk menjamin keberlangsungan rekruitmen sehingga dapat terjadinya
pemanfaatan secara berkelanjutan terhadap sumber daya tersebut.
Perikanan refugia merupakan salah satu konsep daerah perlindungan
terhadap sumber daya perikanan. Menurut Paterson et al. (2013), perikanan
refugia memiliki tujuan untuk peningkatan pengelolaan stok ikan dan hubungan
habitat dengan meningkatnya ketahanan stok. Manfaat perikanan refugia yaitu
menjaga ikan di habitat asli pada waktu yang penting untuk siklus hidup, akan
mengurangi growth overfishing dan recruitment overfishing. Kriteria pemilihan
lokasi berdasarkan pentingnya siklus hidup spesies ekonomis penting dan
kemungkinan untuk meningkatkan stok. Status kegunaan didasarkan pada
pemanfaatan berkelanjutan daripada larangan penangkapan ikan. Akseptabilitas
ke masyarakat dengan tujuan dan dasar ilmiah yang dapat diterima dengan baik
oleh nelayan, masyarakat, dan pejabat setempat.
8 sungai yang
bermuara ke Teluk
Palabuhanratu
Biologi
Spesies ikan
sidat
Ekologi
Habitat
dan
perairan
Data Analisis
Kualitas Air
Data Analisis
Morfologi
PENETAPAN KAWASAN
PERIKANAN REFUGIA
Data Kondisi
Perairan
Data Analisis
Molekuler
SATU SUNGAI DIPILIH
SEBAGAI PERIKANAN
REFUGIA
Kualitas Air
Distribusi Ikan
Berdasarkan Stadia
Stream Orders
PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN SUMBER
DAYA PERIKANAN SIDAT BERDASARKAN
KONSEP PERIKANAN REFUGIA
Stakehoders
5
Gambar 1 Kerangka umum pendekatan studi
Konsep perikanan refugia dirasa tepat digunakan dalam pengelolaan sumber
daya perikanan sidat di Teluk Palabuhanratu. Hal tersebut sesuai dengan kondisi
masyarakat setempat.
Pelarangan penangkapan secara menyeluruh dapat
menyebabkan konflik, sehingga pengelolaan lebih ditekankan pada pemanfaatan
berkelanjutan daripada larangan penangkapan ikan.
Penentuan kawasan
perikanan refugia pada penelitian ini didasarkan pada basis informasi kondisi
perairan, informasi morfologis, dan informasi molekuler (Gambar 1).
Pertimbangan dari semua basis informasi tersebut akan didapatkan rencana
pengelolaan dan pemanfaatan yang tepat.
Rencana pengelolaan akan
dinformasikan dan didiskusikan dengan stakeholder pemanfaat sumber daya
perikanan sidat. Hasil analisiss stakeholder dapat digunakan sebagai evaluasi dan
perbaikan dalam perencanaan pengelolaan yang akan digunakan. Selain itu,
rencana pengelolaan akan ditetapkan dan divisualisasikan dalam sebuah peta
pengeloaan melalui analisis spasial. Output pada penelitian ini berupa rencana
pengelolaan perikanan berbasis pada perikanan refugia.
Tujuan Penelitian
1.
2.
Penelitian ini bertujuan untuk:
Mengidentifikasi keragaman morfologis dan keragaman nukleotida Anguilla
spp. yang berasal dari beberapa sungai yang bermuara ke Teluk
Palabuhanratu.
Menentukan daerah perlindungan dan membuat rekomendasi strategi
pengelolaan dengan konsep perikanan refugia di Teluk Palabuhanratu.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA
Perikanan Refugia
Perikanan refugia didefinisikan sebagai daerah laut atau pesisir di mana
langkah-langkah pengelolaan yang spesifik diterapkan untuk mempertahankan
spesies (sumber daya perikanan) penting selama tahap kritis siklus hidup ikan
tersebut, untuk pemanfaatan secara berkelanjutan (UNEP 2005).
Menurut Paterson et al. (2006) dan UNEP (2006), perikanan refugia dapat
diterapkan secara sukses di daerah pengelolaan perikanan dengan:
1. tidak secara sederhana menentukan no take zones;
2. memiliki tujuan penggunaan yang berkelanjutan untuk kepentingan
sekarang dan masa depan;
3. menyediakan beberapa daerah perlindungan yang akan ditutup karena
penting untuk siklus hidup suatu spesies atau kelompok spesies;
4. fokus pada bidang yang sangat penting dalam siklus hidup spesies ikan,
termasuk pemijahan dan pembesaran, atau area habitat yang diperlukan
untuk perbaikan induk;
5. memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan tujuan dan spesies atau
kelompok spesies yang dibentuk, kemudian akan diberlakukan langkahlangkah pengelolaan yang berbeda; dan
6. memiliki rencana pengelolaan.
Tindakan manajemen yang dapat diterapkan dalam perikanan refugia dapat
mengacu pada tindakan pengelolaan perikanan klasik (Paterson et al. 2006; UNEP
2006), seperti:
1. pengecualian metode tangkap (misalnya light luring, purse seine);
2. pembatasan alat tangkap (misalnya mesh size);
3. pelarangan alat tangkap (misalnya jaring dorong, trawl demersal);
4. ukuran kapasitas/mesin kapal;
5. penutupan musiman selama periode siklus hidup kritis ikan;
6. pembatasan musiman (misalnya penggunaan alat tangkap tertentu yang
mungkin sebagai perangkap larva); dan
7. pembatasan akses dan penggunaan terbatas berbasis hak dalam perikanan
skala kecil.
Perikanan refugia merupakan salah satu konsep pengelolaan sumber daya
perikanan. Terdapat konsep perngelolaan perikanan lain yang sering digunakan
dalam pengelolaan sumber daya perikanan yaitu Marine Protection Area (MPA).
Perbedaan antara Marine Protection Area dan perikanan refugia disajikan pada
Tabel 1 (Paterson et al. 2013).
Kriteria pemilihan lokasi perikanan refugia berdasarkan pentingnya siklus
hidup dari spesies ekonomis penting dan kemungkinan untuk meningkatkan stok.
Konsep perikanan refugia mempertimbangkan penggunaan berkelanjutan dari stok
ikan dan habitatnya. Hal tersebut berfokus pada siklus hidup ikan dan hubungan
habitat yang kritis dalam kriteria pemilihan lokasi (Armada 2014). Inventarisasi
dan pengkajian daerah pemijahan dan daerah pembesaran dibangun dengan
konsultasi dan survei lapangan dengan melibatkan masyarakan lokal, pengelola,
dan peneliti untuk kemungkinan menggunakan pengetahuan lokal (Long and Tuan
7
2014). Validasi lapangan adanya daerah pemijahan atau daerah pembesaran dan
identifikasi setiap area dibangun dengan melibatkan pengalaman nelayan dan
peneliti. Pemilihan titik untuk pembentukan dan pengelolaan perikanan refugia
didasarkan pada data ilmiah dan konsultasi dengan komunitas lokal dan
menggunakan keterwakilan habitat, keragaman dan kelimpahan spesies target,
serta potensi pengelolaan pada kriteria pemilihan. Perikanan refugia dikenal
dengan istilah „nursery refugia‟ dan „spawning refugia‟. Menurut Siriraksophon
(2014), pengelolaan „nursery refugia‟ untuk tempat berlindung ikan sejak fase
juvenil dan prerekruitmen dari siklus hidup dan penggunaan habitat sebagai
pembesaran dapat membantu pencegahan growth overfishing. Sama halnya
dengan „spawning refugia‟, pengelolaan dapat membantu pencegahan recruitment
overfishing (UNEP 2006).
Tabel 1 Perbandingan antara tujuan, manfaat, pemilihan lokasi, penggunaan, dan
penerimaan dari Marine Protection Area dan perikanan refugia
Parameter
Marine Protection Area
Perikanan Refugia
Perlindungan keanekaragaman Memperbaiki pengelolaan stok
Tujuan
hayati untuk meningkatkan
ikan dan hubungan habitat untuk
strategis
produksi ikan
meningkatan ketahanan stok
Menjaga ikan di tempat dan
Peningkatan stok di dalam
pada waktu yang penting untuk
Manfaat
MPA untuk penangkapan yang siklus hidup akan mengurangi
perikanan
lebih besar di luar MPA
growth overfishing dan
recruitment overfishing
Pentingnya siklus hidup dari
Kriteria
Keanekaragaman jenis/
spesies ekonomis penting dan
pemilihan
kekayaan jenis, keunikan situs,
kemungkinan untuk
lokasi
dan keterwakilan situs
meningkatkan stok
Perlindungan yang ketat pada
Berdasarkan pemanfaatan
beberapa penggunaan
Status guna
berkelanjutan daripada larangan
(biasanya zona pelarangan
penangkapan ikan
penangkapan)
Tujuan dan dasar ilmiah
Akseptabilitas Kekhawatiran bahwa biaya
diterima dengan baik oleh
ke
lebih besar daripada manfaat
nelayan, masyarakat, dan
masyarakat
dan penegakan yang mahal
pejabat setempat
Pengelolaan dan Perlindungan Perikanan di Indonesia
Perlindungan sumber daya perikanan telah diatur dalam perudangundangan. Terdapat beberapa aturan diantaranya: Undang-Undang No.5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan
Pemerintah No.60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, dan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.17 Tahun 2008 tentang Kawasan
Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Pasal 5 menjelaskan bahwa konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan
8
perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; serta pemanfaatan secara lestari
sumber daya alami hayati dan ekosistemnya. Bentuk konservasi perairan menurut
Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2007 Pasal 8 yaitu terdiri atas taman nasional
perairan, taman wisata perairan, suaka alam perairan, dan suaka perikanan.
Kawasan perlindungan sumber daya perikanan lebih ditekankan pada zonasi
kawasan konservasi perairan (Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2007), yaitu:
a. zona inti;
b. zona perikanan berkelanjutan;
c. zona pemanfaatan; dan
d. Zona lainnya.
Sistem zonasi menurut KKP3K dan KKM (Pasal 31 Peraturan Menteri Nomor 17
Tahun 2008) yaitu:
a. zona inti;
b. zona pemanfaatan terbatas; dan/atau
c. zona lainnya sesuai dengan peruntukan kawasan.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 tahun 2012 tentang larangan
mengekspor benih sidat dan mengharuskan masyarakat mengembangkan teknik
budidaya hingga ikan sidat berukuran layak ekspor. Benih sidat masih
mengandalkan ketersediannya di alam sehingga populasi sidat terancam.
Sumber daya perikanan sidat perlu dilindungi guna mempertahankan ketersediaan
di alam.
9
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dibeberapa sungai yang bermuara ke Teluk
Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi penelitian meliputi delapan sungai
yaitu Sungai Cibareno, Sungai Cibangban, Sungai Citiis, Sungai Cimaja, Sungai
Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan, dan Sungai Cimandiri
(Gambar 2) dengan panjang masing-masing sungai disajikan pada Tabel 2. Ikan
sidat dari setiap sungai ditangkap menggunakan alat tangkap anco dan sodok
(Widyasari 2013).
Pengambilan contoh ikan sidat dilakukan pada bulan Agustus 2014, Oktober
2014, dan Desember 2014. Analisis molekuler dilaksanakan mulai bulan
September 2014 hingga Maret 2015 di Laboratorium Biomolekuler Akuatik
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan dan Laboratorium Terpadu
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 2 Lokasi penelitian di delapan sungai yang bermuara ke Teluk
Palabuhanratu
Tabel 2 Keterangan lokasi sampling (PSDA 2010)
No
Nama Sungai
Panjang Sungai (Km)
1
Cibareno
27,00
2
Cibangban
14,00
3
Citiis
8,00
4
Cimaja
19,00
5
Cisukawayana
10,00
6
Citepus
16,00
7
Cipalabuhan
5,50
8
Cimandiri
69,50
10
Kegiatan tracking sungai (wawancara dan pengambilan sampel air)
dilakukan pada bulan April 2015. Analisis kualitas air dilaksanakan pada bulan
April 2015 di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Perairan, Departemen
Manajemen Sumber Daya Perairan, Institut Pertanian Bogor.
Presedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengen beberapa tahap. Tahap-tahap penelitian
meliputi: identifikasi spesies dan konektivitas antar spesies secara morfologis dan
molekuler, pemilihan salah satu sungai sebagai kawasan perikanan refugia sidat
(berdasarkan informasi morfologis, molekuler, dan kondisi perairan), dan
peninjauan kembali kawasan perikanan refugia sidat (tracking sungai). Jenis
kegiatan yang dilakukan dan data yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Tahapan, jenis kegiatan, dan jenis data penelitian
No
Tahap penelitian
Kegiatan
Analisis Morfologis
Identifikasi spesies dan
Analisis Molekuler
1. konektivitas antar
 Isolasi dan ekstraksi DNA, PCR,
spesies
dan sequensing
 RFLP
Pemilihan kawasan perikanan
refugia berdasarkan pertimbangan:
Pemilihan salah satu
2. sungai sebagai kawasan  Informasi morfologis
perikanan refugia sidat
 Informasi molekuler
 Informasi kondisi perairan
Tracking sungai
Peninjauan kembali
 Pengambilan sampel kualitas air
3. kawasan perikanan
dan pengamatan kondisi habitat
refugia sidat
 Wawancara nelayan
Jenis Data
Primer
Primer
Primer
sekunder
Primer
Penentuan Kawasan Perikanan Refugia
Analisis Morfologis
Sampel ikan muda dan dewasa dikumpulkan dari setiap sungai oleh nelayan.
Jumlah sampel yang diambil dari setiap masing-masing sungai sebanyak 5 sampai
10 individu. Sampel glass eels diambil dari Sungai Cimandiri sebanyak 106
individu. Sampel sidat kemudian dimasukkan ke dalam tabung koleksi berukuran
100 ml yang berisi alkohol 96% dan dibawa ke Laboratorium Biomolekuler
Akuatik Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan.
Ukuran glass eels sidat tropis tidak melebihi 60 mm dan biasanya kurang
dari 50 mm (Aoyama et al. 2003; Robinet et al. 2003). Sidat muda telah memiliki
perkembangan pigmentasi tubuh dan berukuran kurang dari 200 mm, sedangkan
sidat dewasa memiliki ukuran diatas 200 mm (Silfvergrip 2009). Sidat butuh
beberapa tahun untuk pematangan menjadi silver eels dan kembali ke laut untuk
memijah.
11
Karakteristik morfologis ikan sidat diamati dan disamakan dengan
karakteristik yang terdapat pada buku identifikasi sidat (Anguillidae) (Tesch 2003;
Silfvergrip 2009; Elie 1982 in Fahmi and Hirnawati 2010). Selain itu, dilakukan
pengukuran morfometrik berupa total length (TL), head length (HL), pre-dorsal
head length (PDHL), pre-anal length (PAL), pre-dorsal length (PDL), dan anodorsal length (AD) (Gambar 3). Keterangan kode sampel yang akan digunakan
yaitu ABB = Anguilla bicolor bicolor; AM = Anguilla marmorata; bar = Sungai
Cibareno; ban = Sungai Cibangban; tii = Sungai Citiis; maj = Sungai Cimaja; suk
= Sungai Cisukawayana; tep = Sungai Citepus; pal = Sungai Cipalabuhan; dan
man = Sungai Cimandiri.
Gambar 3 Pengukuran morfometrik ikan sidat
Analisis Molekuler
 Isolasi dan ekstraksi DNA
Lima sampel dari masing-masing sungai yang telah diawetkan dalam
alkohol 96%, diambil ototnya dengan bobot 50-60 mg dan dicuci untuk
menghilangkan kandungan alkohol. Otot tersebut kemudian dikeringkan dan
dimasukkan kedalam microtube. Isolasi dan ekstraksi DNA dilakukan
menggunakan kit komersil (Gene Aid) berdasarkan prosedur manual pabrik
dengan beberapa modifikasi. DNA total akan dihasilkan dalam tahapan ini.
 Uji kualitas DNA total
Kualitas DNA total diuji dengan elektroforesis pada gel agarosa 1,2%
menggunakan larutan buffer TAE1x dan DNA diwarnai dengan menggunakan
ethidium bromide sebanyak 5 μl. DNA total yang dipakai sebanyak 2,5 μl.
Visualisasi DNA total dilakukan dengan menggunakan mesin ultraviolet.
Kualitas DNA akan terlihat dari pita DNA yang muncul pada proses visualisasi.
 Amplifikasi dan visualisasi fragmen DNA gen COI
DNA total yang memiliki kualitas baik layak dijadikan sebagai cetakan
untuk amplifikasi fragmen DNA gen COI. Amplifikasi dilakukan dengan teknik
PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan menggunakan kit komersial Kapa
Extra Hot Start. Primer yang digunakan adalah primer universal untuk beberapa
biota akuatik yang didisain oleh Butet (2013, unpublish data). Tahapan
amplifikasi dilakukan meliputi predenaturasi 94 0C selama 5 menit, denaturasi 94
0
C selama 45 detik, annealing 54 0C selama 1 menit, elongasi 72 0C selama 1
menit, pascaelongasi 72 0C selama 5 menit, dan penyimpanan 15 0C selama 10
menit. Produk PCR kemudian diuji kualitasnya dengan elektroforesis pada gel
agarosa 1,2% dan divisualisasi menggunakan mesin ultraviolet.
 Pengurutan produk PCR (Sekuensing) DNA Anguilla spp. gen COI
Produk PCR yang memiliki kualitas baik layak dilanjutkan ke tahap
sekuensing untuk ditentukan sekuen basa nukleotidanya. Sekuensing dilakukan
12
menggunakan metode Sanger (1977) dengan mengirimkan produk PCR tersebut
ke perusahaan jasa pelayanan sekuensing.
 RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms)
Analisis keragaman genetik atau untuk melihat polimorfisme pada situs
pemotongan dari masing-masing individu menggunakan 1 enzim retriksi. Enzim
yang digunakan tersebut adalah Alu I. Pemotongan dilakukan dengan memakai
enzim dan campuran reaksi.
Pemilihan sungai sebagai kawasan perikanan refugia
Beberapa sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu akan dipilih salah
satu atau lebih yang akan dijadikan sebagai kawasan perikanan refugia.
Pemilihan sungai yang akan ditetapkan sebagai kawasan perikanan refugia
didasarkan pada informasi morfologis, informasi molekuler, dan kondisi perairan
sungai. Informasi morfologis dan molekuler didapatkan dari hasil penelitian ini,
sedangkan kondisi perairan sungai didapatkan dari studi literatur. Analisis
morfologis dan molekuler memberikan informasi mengenai jenis spesies yang ada
di Teluk Palabuhanratu dan konektivitas terhadap sungai-sungai tersebut. Sungai
dengan kondisi perairan baik akan dipilih sebagai kawasan perikanan refugia.
Peninjauan Kembali Kawasan Perikanan Refugia
Tracking sungai
Sungai yang telah ditetapkan sebagai kawasan perikanan refugia ditinjau
kembali melalui tracking sungai. Tracking sungai dilakukan untuk mengetahui
kualitas air dan kondisi habitat secara lebih detail. Kualitas air diukur pada titik
yang dianggap penting dalam siklus hidup ikan sidat. Informasi mengenai titik
tersebut didapatkan dari hasil wawancara dan pengamaan langsung. Selain itu,
dilakukan wawancara terhadap nelayan sekitar sungai untuk mengetahui stadia,
lokasi, dan aktivitas penangkapan sidat.
Pengambilan sampel kualitas air
Kualitas air yang diukur meliputi pengukuran parameter fisika dan kimia
perairan yaitu in situ (suhu dan pH) dan eks situ (Total-P, Nitrat, kesadahan, dan
klorofil). Analisis laboratorium dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia
perairan. Analisis parameter kimia pada sampel air meliputi total fosfat, nitrat,
kesadahan, dan klorofil. Metode pengukuran pada parameter menggunakan
standar APHA (2012) pada Tabel 4. Parameter ini dipilih karena secara langsung
maupun tidak langsung dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup ikan sidat.
Tabel 4 Metode pengukuran parameter (APHA 2012)
Satuan
Parameter
Metode
Total-P
Nitrat
Kesadahan
Klorofil
mg/L
mg/L
mgCaCO3/L
μg/L
Manual Digestion and Flow Injection
Colorimetric Method
Titrimetri Method
Spectrophotometric Method
Lokasi penelitian dapat terlihat pada Gambar 4. Kualitas air di sungai
Cimandiri diamati kembali dengan mengambil 4 titik sampling. Stasiun 1
menunjukkan anak sungai dari hulu, stasiun 2 menunjukkan sungai bagian hulu,
13
stasiun 3 menunjukkan sungai bagian tengah. Stasiun 4 menunjukkan sungai
bagian hilir.
Gambar 4 Lokasi pengambilan sampel kualitas air di Sungai Cimandiri
Wawancara
Responden ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling,
dengan pertimbangan bahwa responden berperan dalam pemanfaatan sumber daya
ikan sidat maupun habitatnya, berperan dalam pengelolaan maupun pengambilan
keputusan terhadap sumber daya ikan sidat. Responden diharapkan dapat
memahami substansi data atau informasi yang akan didiskusikan. Oleh karena itu,
responden wawancara dalam penelitian ini meliputi nelayan, masyarakat sebagai
pemanfaat habitat ikan sidat, dan instansi pemerintah daerah. Substansi yang
digali dalam wawancara ini lebih difokuskan pada identifikasi faktor internal
(kekuatan dan kelemahan), dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang
dihadapi masyarakat, penentuan tingkat kepentingan faktor internal dan eksternal
yang teridentifikasi, serta harapan yang dikehendaki oleh masyarakat dengan
adanya daerah perlindungan ikan sidat.
Wawancara terhadap nelayan dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan
ikan sidat, batas distribusi berdasarkan stadia, lokasi penangkapan, aktivitas
penangkapan, dan jenis kegiatan di sekitar sungai. Wawancara dilakukan dengan
beberapa pertanyaan melalui kuesioner. Hasil wawancara akan digunakan sebagai
salah satu dasar pembuatan peta kawasan perikanan refugia di sungai yang telah
dipilih.
14
Analisis Data
Analisis Morfologis
Elie (1982) in Reveillac (2009) menyatakan bahwa persamaan yang
digunakan dalam pembeda antar spesies yaitu ano-dorsal length (AD) dibagi
dengan total length (TL), seperti persamaan berikut:
Penentuan jenis spesies berdasarkan nilai (AD/TL) memiliki kisaran setiap
jenis spesiesnya. Gambar 5 menunjukkan nilai kisaran (AD/TL) pada spesies
A..bicolor bicolor, A. nebulosa labiata, dan A. marmorata (Elie 1982 in Reveillac
2009).
Gambar 5 Perbedaan spesies berdasarkan nilai AD/TL
Karakter populasi ikan sidat tropis menggunakan data morfometrik.
Pengelompokan populasi glass eels dianalisis menggunakan discriminant analysis
pada softwaare SPSS dan pemisahan karakter populasi ikan sidat muda dan
dewasa dianalisis menggunakan cluster analysis dengan membuat dendogram
pada software XLSTAT. Cluster analysis dan discriminant analysis didapatkan
berdasarkan masing-masing nilai parameter pada pengukuran morfometrik.
Analisis Molekuler
 Penentuan sekuen nukleotida gen COI Anguilla spp.
Sekuen nukleotida hasil sekuensing disejajarkan dengan menggunakan
metoda Clustal W yang terdapat pada software MEGA 5.0 (Tamura et al. 2011).
Sekuen nukleotida gen COI Anguilla spp. dengan primer forward dan reverse
diedit dan dianalisis untuk mendapatkan sekuen DNA dari gen COI tersebut.
 Pensejajaran sekuen nukleotida gen COI genus Anguilla
Sekuen gen COI Anguilla spp. dari penelitian ini disejajarkan antara semua
sampel dan sekuens gen COI untuk spesies lain dalam genus Anguilla yang
ditemukan di GenBank. Spesies yang digunakan yaitu genus Anguilla yang
meliputi A. australis (EF609282.1), A. reinhardtii (HM006952.1), dan A. japonica
15
(HQ339972.1). Sekuen gen COI spesies-spesies dari genus Anguilla tersebut
diunduh dari data GenBank.
 Jarak genetik
Jarak genetik sekuen gen COI antara Anguilla spp. dan spesies lain dari
genus Anguilla dihitung menggunakan metode pairwise distance yang terdapat
pada program MEGA 5.0 (Tamura et al. 2011). Hasil perhitungan jarak genetik
disajikan dalam bentuk matriks data yang dapat digunakan untuk analisis
hubungan kekerabatan antar spesies berdasarkan pohon filogeni.
 Analisis filogeni
Analisis filogeni Anguilla spp. dikonstruksi antara gen COI Anguilla spp.
dari penelitian ini dengan A. australis, A. reinhardtii, dan A. japonica. Konstruksi
pohon filogeni menggunakan metode bootstrapped Neighbour-Joinning (NJ)
dengan 1000 kali pengulangan yang terdapat pada program MEGA 5.0 (Tamura et
al. 2011).
Analisis Spasial
Keseluruhan informasi biologis maupun sosial dianalisis secara spasial
dalam bentuk peta daerah pemanfaatan dan perlindungan sumber daya perikanan
sidat. Peta dibuat dengan memasukkan daerah tertentu yang tidak boleh
dimanfaatkan atau spot perlindungan dan daerah tertentu yang boleh dilakukan
pemanfaatan atau spot penangkapan. Selain itu, didalam peta dimasukan
beberapa aspek lain seperti: distribusi ikan berdasarkan stadia dan orde sungai.
Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 9.3.
Tabel 5 Ukuran kuantitatif terhadap pengaruh dan kepentingan stakeholder
Kepentingan stakeholder
Skor
Kriteria
Keterangan
5
Sangat tinggi Sangat bergantung pada keberadaan sumber daya
4
Tinggi
Ketergantungan tinggi terhadap sumber daya
3
Cukup tinggi Cukup bergantung terhadap sumber daya
2
Kurang tinggi Ketergantungan terhadap sumber daya rendah
1
Rendah
Tidak bergantung terhadap sumber daya
Pengaruh stakeholder
Skor
Kriteria
Keterangan
5
Sangat tinggi Sangat mempengaruhi pengelolaan sumber daya
4
Tinggi
Mempengaruhi pengelolaan sumber daya
3
Cukup tinggi Cukup mempengaruhi pengelolaan sumber daya
2
Kurang tinggi Kurang mempengaruhi pengelolaan sumber daya
1
Rendah
Tidak mempengaruhi pengelolaan sumber daya
Analisis Stakeholder
Pomeroy and Douvere (2008) mendefinisikan analisis stakeholder atau
kelembagaan sebagai pendekatan dan prosedur untuk memperoleh pemahaman
tentang sistem dengan cara mengidentifikasi pelaku utama dan pemegang
kepentingan dalam sistem dengan menilai kepentingan masing-masing. Analisis
stakeholder dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kepentingan dan pengaruh
dari pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
16
perikanan sidat. Variabel dan indikator dari penilaian tingkat kepentingan dan
pengaruh stakeholder disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder diukur dengan penetapan
skor menggunakan pertanyaan (Tabel 5). Nilai skor dari seluruh pertanyaan
dirata-ratakan dan dipetakan ke dalam bentuk matriks (Gambar 6).
Selain itu, data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara dipetakan
secara kualitatif untuk menentukan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan
eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa
strategi yang efektif adalah dengan memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta
meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis ini didahului oleh proses
identifikasi faktor internal dan eksternal (Rosalina 2011).
Tinggi
Players
(Kuadran II)
Bystanders
(Kuadran III)
Actors
(Kuadran IV)
Kepentingan
E
P
E
N
T
I
N
G
A
N
Subject
(Kuadran I)
Rendah
Pengaruh
Tinggi
Gambar 6 Matriks pengaruh dan kepentingan
17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Kawasan Perikanan Refugia
Kawasan perikanan refugia ditentukan berdasarkan karakteristik sumber
daya perikanan sidat yang akan dipilih dari masing-masing sungai yang bermuara
ke Teluk Palabuhanratu. Aspek ekologis merupakan suatu parameter penting
dalam memenuhi kriteria penentuan perikanan refugia tersebut. Kepastian
taksonomi sangat dibutuhkan dalam penentuan rencana pengelolaan suatu sumber
daya perikanan, sehingga pada penelitian ini dilakukan identifikasi secara
morfologis dan dikuatkan dengan identifikasi secara molekuler. Selain itu,
karakteristik populasi perlu diketahui guna mengetahui konektivitas antar sungai.
Kondisi perairan merupakan aspek yang perlu diketahui dalam menganalisis suatu
kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasan perikanan refugia. Parameter
yang digunakan sebagai dasar penentuan kawasan perikanan meliputi: identifikasi
morfologis, identifikasi molekuler, dan kondisi perairan pada masing-masing
sungai.
Identifikasi Morfologis Ikan Sidat di Teluk Palabuhanratu
Karakteristik Morfologis Glass Eels di Sungai Cimandiri
Sampel glass eels dikumpulkan hanya dari Sungai Cimandiri. Berbeda
dengan sidat muda dan dewasa, stadia glass eels sulit dibedakan secara morfologis
karena tubuh glass eels yang masih transparan seperti kaca dan belum mengalami
perkembangan pigmentasi tubuh secara sempurna. Perkembangan pigmentasi dari
ekor sidat dapat digunakan sebagai salah satu penciri species (Leander et al.
2012). Gambar 7 menunjukkan perbedaan perkembangan pigmentasi dari ekor
glass eels (Fahmi and Hirnawati 2010).
Gambar 7 Pigmentasi dari ekor glass eels (a) A. bicolor bicolor (b) A. marmorata
Identifikasi berdasarkan pola pigmentasi sirip kaudal menunjukkan terdapat
2 tipe pola pigmentasi. Tipe 1 memiliki pola pigmentasi pada sirip kaudal hingga
ujung ekor (Gambar 7a). Tipe 2 memiliki pola pigmentasi pada sirip kaudal yang
18
tidak mencapai ujung ekor (Gambar 7b).
Identifikasi morfologis hanya
berdasarkan pola pigmentasi tidak dapat digunakan untuk membedakan spesies,
dibutuhkan suatu identifikasi dengan karakter lain seperti karakter morfometrik.
Karakteristik morfometrik glass eels pada Tabel 6 didapatkan bahwa
A..bicolor bicolor memiliki nilai head length (HL) sebesar 0,41 hingga 0,68 (0,55
± 0,05) cm, pre-dorsal head length (PDHL) sebesar 0,86 hingga 2,17 (1,42 ±
0,21) cm, pre-dorsal length (PDL) sebesar 1,37 hingga 2,67 (1,97 ± 0,21) cm,
ano-dorsal length (AD) sebesar -0,04 hingga 0,19 (0,09 ± 0,05) cm, pre-anal
length (PAL) sebesar 1,47 hingga 2,89 (2,06 ± 0,22) cm, dan total length (TL)
sebesar 4,58 hingga 5,58 (5,17 ± 0,21) cm. A. nebulosa nebulosa memiliki nilai
head length (HL) sebesar 0,48 hingga 0,67 (0,56 ± 0,08) cm, pre-dorsal head
length (PDHL) sebesar 0,75 hingga 2,04 (1,19 ± 0,41) cm, pre-dorsal length
(PDL) sebesar 1,42 hingga 2,57 (1,75 ± 0,39) cm, ano-dorsal length (AD) sebesar
0,24 hingga 0,45 (0,33 ± 0,09) cm, pre-anal length (PAL) sebesar 1,84 hingga
2,95 (2,083 ± 0,40) cm, dan total length (TL) sebesar 4,72 hingga 5,22 (50,35 ±
1,80) cm. A. marmorata memiliki nilai head length (HL) sebesar 0,49 hingga
0,68 (0,56 ± 0,05) cm, pre-dorsal head length (PDHL) sebesar 0,52 hingga 1,04
(0,68 ± 0,13) cm, pre-dorsal length (PDL) sebesar 1,09 hingga 1,65 (1,25 ± 0,12)
cm, ano-dorsal length (AD) sebesar 0,66 hingga 0,85 (0,74 ± 0,06) cm, pre-anal
length (PAL) sebesar 1,82 hingga 2,33 (1,99 ± 0,12) cm, dan total length (TL)
sebesar 4,56 hingga 5,33 (4,95 ± 0,18) cm.
Perbandingan ano-dorsal length (AD) dengan total length (TL) dapat
digunakan untuk membedakan spesies (Tabeta et al. 1976; Sugeha et al. 2001;
Watanabe et al. 2004; Elie 1982 in Reveillac 2009). Menurut Elie (1982) in
Reveillac (2009), nilai AD/TL untuk spesies A. bicolor bicolor berkisar antara 0
hingga 3, untuk spesies A. nebulosa berkisar antara 7 hingga 13, sedangkan untuk
spesies A. marmorata berkisar antara 14 hingga 17.
Terdapat 3 kelompok spesies berdasarkan perbandingan ano-dorsal length
(AD) dengan total length (TL). Tiga kelompok tersebut yaitu nilai AD/TL
sebesar -0,81 hingga 3,66 yang menunjukkan spesies A. bicolor bicolor, sebesar
4,58 hingga 8,85 yang menunjukkan spesies A. nebulosa nebulosa, dan sebesar
13,75 hingga 17,45 yang menunjukkan spesies A. marmorata. Sebaran frekuensi
kedua spesies berdasarkan hasil koleksi sampel ditunjukkan pada Gambar 8.
Nilai AD/TL dapat bernilai negatif (kurang dari nol) dikarenakan awalan
sirip anal berada lebih depan dari pada awalan sirip dorsal. Nilai negatif pada
AD/TL menunjukkan spesies tersebut merupakan A. bicolor bicolor. Seperti pada
penelitian Sugeha and Suharti (2008) yang mendapatkan bahwa A. bicolor bicolor
memiliki nilai AD/TL -1 sampai 3.
Sebanyak 76 sampel memiliki nilai AD/TL yang masuk dalam kisaran
spesies A. bicolor bicolor dengan nilai rata-rata AD/TL sebesar 1,72; sebanyak 7
sampel memiliki nilai AD/TL yang masuk dalam kisaran spesies A. nebulosa
nebulosa dengan nilai rata-rata AD/TL sebesar 6,60; dan sebanyak 23 sampel
masuk dalam kisaran spesies A. marmorata dengan nilai rata-rata AD/TL sebesar
15,07. A..bicolor bicolor didominasi dengan nilai AD/TL sebesar 1 dengan
frekuensi 28, A. nebulosa nebulosa didominasi dengan nilai AD/TL sebesar 4 dan
8 dengan masing-masing frekuensi 2, sedangkan A. marmorata didominasi
dengan nilai AD/TL sebesar 15 dengan frekuensi 11.
19
Tabel 6 Karakteristik morfometrik glass eels dari Sungai Cimandiri
Karakter
Bobot (gram)
TL (cm)
HL(cm)
PDHL(cm)
PDL(cm)
PAL(cm)
AD(cm)
AD/TL
0,0716-0,1739
4,58-5,58
0,41-0,68
0,86-2,17
1,37-2,67
1,47-2,89
(-0,04)-0,19
(-0,81)-3,66
0,1150 ± 0,0203
5,17 ± 0,21
0,55 ± 0,05
1,42 ± 0,21
1,97 ± 0,21
2,06 ± 0,22
0,09 ± 0,05
1,72 ± 1,05
Anguilla bicolor bicolor
Range
Mean ± SD
Anguilla nebulosa nebulosa
Range
Mean ± SD
0,0861-0,1435
4,72-5,22
0,48-0,67
0,75-2,04
1,42-2,57
1,84-2,95
0,24-0,45
4,58-8,85
0,1203 ± 0,0190
50,35 ± 1,80
0,56 ± 0,08
1,19 ± 0,41
1,75 ± 0,39
2,08 ± 0,40
0,33 ± 0,09
6,60 ± 1,79
0,0815-0,1629
4,56-5,33
0,49-0,68
0,52-1,04
1,09-1,65
1,82-2,33
0,66-0,85
13,75-17,45
0,1249 ± 0,0224
4,95 ± 0,18
0,56 ± 0,05
0,68 ± 0,13
1,25 ± 0,12
1,99 ± 0,12
0,74 ± 0,06
15,07 ± 1,04
Anguilla marmorata
Range
Mean ± SD
(a)
(b)
(c)
Gambar 8 Distribusi frekuensi ano-dorsal terhadap total length (AD/TL) 3 spesies sidat (a) A. bicolor bicolor (b) A. nebulosa nebulosa
dan (c) A. marmorata dari Sungai Cimandiri
19
20
Glass eels yang didapatkan dari Sungai Cimandiri terdiri dari 3 spesies
dengan komposisi spesies terbesar yaitu A. bicolor bicolor, diikuti oleh
A..marmorata, dan A. nebulosa nebulosa. Komposisi spesies dengan proporsi
masing-masing spesies yaitu: A. bicolor bicolor sebesar 71,7% (76/106),
A..marmorata sebesar 21,7% (23/106), dan A. nebulosa nebulosa sebesar 6,6%
(7/106).
Karakter Populasi Glass Eels dari Sungai Cimandiri
Hasil discriminant analysis yang telah dilakukan pada populasi glass eels
dengan menggunakan software SPSS, menunjukkan bahwa terdapat 3 kelompok
spesies glass eels di Sungai Cimandiri, Palabuhanratu, Sukabumi (Gambar 9).
Hal ini sesuai dengan penelitian Setiawan et al. (2003) in Fahmi and Hirnawati
(2010), menunjukkan hal yang sama yaitu ditemukan dugaan bahwa terdapat 3
spesies di perairan Cilacap antara lain: A. bicolor bicolor, A. nebulosa nebulosa,
dan A..marmorata. Namun, hasil ini tidak sama dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Fahmi and Hirnawati (2010) yang menduga
menemukan empat kelompok spesies yang berbeda di Sungai Cimandiri.
Gambar 9 Hasil discriminant analysis populasi glass eels dari Sungai Cimandiri
Tabel 7 Uji beda spesies glass eels dari Sungai Cimandiri
Spesies
N
A. bicolor bicolor
A. nebulosa nebulosa
A. marmorata
76
7
23
AD/TL (%)
Average
Variance
1,7230
6,6044
15,0658
1,0972
3,1941
1,0891
F stat
F tab
1299,3017
3,0846
Uji beda spesies pada Tabel 7 menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis ikan
terhadap nilai AD/TL (p value < 0,05). Kemudian dilakukan uji lanjut dengan uji
21
Beda Nyata Terkecil (BNT) menemukan bahwa setiap spesies memiliki nilai
AD/TL yang berbeda (p value < 0,05). Hal ini menyatakan bahwa terdapat tiga
spesies yang berbeda secara morfologis.
Karakteristik Morfologis Ikan Sidat Muda dan Dewasa
Karakteristik morfologis sidat seperti pola atau corak kulit dan tipe panjang
sirip dapat digunakan dalam membangun dasar untuk identifikasi awal dari
spesies sidat (Jamandre et al. 2007). Tipe panjang sirip ditentukan berdasarkan
perbandingan panjang preanal dan predorsal.
Berdasarkan identifikasi awal, didapatkan 2 spesies sidat dengan ciri kulit
berpola (belang-belang) dengan sirip panjang (long finned) dan kulit tidak berpola
(polos) dengan sirip pendek (short finned). Karakteristik sampel ikan sidat yang
berasal dari masing-masing sungai ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Karakteristik sampel ikan sidat muda dan dewasa dari beberapa sungai
yaitu: Sungai Cibareno, Sungai Cibangban, Sungai Citiis, Sungai
Cimaja, Sungai Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan,
dan Sungai Cimandiri yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu
Kode Sampel
n
Nama Spesies
Karakteristik
Lokasi Sampling
ABBbar1-2
2
Anguilla bicolor bicolor
Sungai Cibareno
AMbar3-4
2
Anguilla marmorata
ABBban1-7
7
Anguilla bicolor bicolor
polos dan sirip pendek
belang-belang dan sirip
panjang
polos dan sirip pendek
ABBtii1-7
7
Anguilla bicolor bicolor
polos dan sirip pendek
Sungai Citiis
ABBmaj1-7
7
Anguilla bicolor bicolor
polos dan sirip pendek
ABBsuk1-7
7
Anguilla bicolor bicolor
polos dan sirip pendek
ABBtep1-7
7
Anguilla bicolor bicolor
AMtep8-9
2
Anguilla marmorata
ABBpal1-7
7
Anguilla bicolor bicolor
polos dan sirip pendek
belang-belang dan sirip
panjang
polos dan sirip pendek
Sungai Cimaja
Sungai
Cisukawayana
Sungai Citepus
ABBman1-6
6
Anguilla bicolor bicolor
polos dan sirip pendek
Sungai Cibareno
Sungai Cibangban
Sungai Citepus
Sungai Cipalabuhan
Sungai Cimandiri
Ikan sidat yang memiliki karakter berupa kulit tidak berpola (polos) dengan
sirip pendek (short finned) merupakan spesies Anguilla bicolor bicolor. Ikan sidat
yang memiliki karakter berupa kulit berpola (belang-belang) dengan sirip panjang
(long finned) merupakan spesies Anguilla marmorata (Silfvergrip 2009).
Anguilla bicolor bicolor ditemukan pada setiap sungai sedangkan Anguilla
marmorata hanya ditemukan pada Sungai Citepus dan Sungai Cibareno.
Identifikasi morfologis hanya berdasarkan pola atau corak kulit dan tipe panjang
sirip tidak dapat digunakan untuk membedakan spesies, dibutuhkan suatu
identifikasi dengan karakter lain seperti karakter morfometrik.
Karakteristik morfometrik ikan sidat pada Tabel 9 menunjukkan bahwa
A..bicolor bicolor memiliki nilai head length (HL) sebesar 0,8 hingga 3,6 (1,54 ±
0,58) cm, pre-dorsal head length (PDHL) sebesar 1,2 hingga 6 (3,03 ± 1,12) cm,
pre-dorsal length (PDL) sebesar 2,2 hingga 9,6 (4,57 ± 1,66) cm, ano-dorsal
length (ADL) sebesar 0,1 hingga 0,7 (0,25 ± 0,12) cm, pre-anal length (PAL)
sebesar 2,3 hingga 10,3 (4,81 ± 1,78) cm, dan total length (TL) sebesar 6,2 hingga
22
26,1 (12,25 ± 4,01) cm. A. marmorata memiliki nilai head length (HL) sebesar
5,4 hingga 6 (5,70 ± 0,42) cm, pre-dorsal head length (PDHL) sebesar 5,4 hingga
6,6 (6,00 ± 0,85) cm, pre-dorsal length (PDL) sebesar 10,8 hingga 12,6 (11,70 ±
1,27) cm, ano-dorsal length (AD) sebesar 7 hingga 7,9 (7,45 ± 0,64) cm, pre-anal
length (PAL) sebesar 17,8 hingga 20,5 (19,15 ± 1,91) cm, dan total length (TL)
sebesar 40,12 hingga 47,8 (43,96 ± 5,43) cm.
Perbandingan ano-dorsal length (AD) dengan total length (TL) dapat
digunakan untuk membedakan spesies (Tabeta et al. 1976; Sugeha et al. 2001;
Watanabe et al. 2001). Menurut Tabeta et al. (1976), nilai AD/TL untuk spesies
A. bicolor bicolor berkisar antara 0 hingga 3, sedangkan untuk spesies A.
marmorata berkisar antara 14 hingga 17. Didapatkan 2 kelompok nilai AD/TL
yaitu sebesar 0,92 hingga 3,31 yang menunjukkan spesies A. bicolor bicolor dan
sebesar 16,53 hingga 17,45 yang menunjukkan spesies A. marmorata. Sebaran
frekuensi kedua spesies berdasarkan hasil koleksi sampel ditunjukkan pada
Gambar 10.
(a)
(b)
Gambar 10 Distribusi frekuensi ano-dorsal terhadap total length (AD/TL) dua
spesies sidat (a) A. bicolor bicolor dan (b) A. marmorata dari Teluk
Palabuhanratu
23
Tabel 9
Karakteristik dua spesies sidat (A. bicolor bicolor dan A. marmorata) dari koleksi sampel dari Sungai Cibareno, Sungai
Cibangban, Sungai Citiis, Sungai Cimaja, Sungai Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan, dan Sungai Cimandiri
yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu
Jenis Ikan
Lokasi
Penelitian
Anguilla
bicolor bicolor
Sungai
Cibareno
Sungai
Cibangban
Sungai Citiis
Sungai
Cimaja
Sungai
Cisukawayana
Sungai
Citepus
Sungai
Cipalabuhan
Sungai
Cimandiri
Total
Anguilla
marmorata
Sungai
Cibareno
Sungai
Citepus
Total
Karakter
HL(cm)
PDHL(cm)
PDL(cm)
AD(cm)
PAL(cm)
TL(cm)
AD/TL %
Range
1,2-1,3
1,8-2,2
3-3,5
0,2-0,2
3,2-3,7
9,5-9,6
2,08-2,11
Mean ± SD
1,25 ± 0,07
2,00 ± 0,28
3,25 ± 0,35
0,20 ± 0
3,45 ± 0,35
9,55 ± 0,07
2,09 ± 0,02
Range
1-2,8
1,7-5,8
2,7-8,6
0,1-0,5
2,9-9,1
7,7-21,2
1,22-2,60
Mean ± SD
1,53 ± 0,69
2,89 ± 1,52
4,41 ± 2,18
0,24 ± 0,13
4,66 ± 2,30
12,59 ± 4,85
1,90 ± 0,49
Range
1-1,5
1,2-3,3
2,2-4,8
0,1-0,3
2,3-5,1
8,3-12,8
1,08-2,52
Mean ± SD
1,24 ± 0,24
2,36 ± 0,74
3,60 ± 0,94
0,20 ± 0,08
3,80 ± 1,01
10,47 ± 1,76
1,87 ± 0,47
Range
0,8-2,4
1,5-4,5
2,3-6,9
0,1-0,4
2,4-7,3
6,2-17,7
1,14-2,26
Mean ± SD
1,46 ± 0,58
3,01 ± 1,14
4,47 ± 1,70
0,20 ± 12
4,67 ± 1,81
11,21 ± 4,21
1,70 ± 0,47
Range
0,9-1,6
1,9-3,1
2,8-4,7
0,1-0,4
2,9-5,1
7,4-12,3
0,92-3,31
Mean ± SD
1,23 ± 0,22
2,49 ± 0,38
3,71 ± 0,59
0,19 ± 0,10
3,89 ± 0,69
10,33 ± 1,78
1,75 ± 0,75
Range
1,1-2,2
2,1-5,3
3,2-7,5
0,2-0,4
3,4-7,9
8,7-17,9
1,99-2,56
Mean ± SD
1,61 ± 0,38
3,41 ± 1,06
5,03 ± 1,43
0,29 ± 0,07
5,32 ± 1,50
12,81 ± 3,18
2,29 ± 0,23
Range
1,2-3,6
2,2-6
3,4-9,6
0,15-0,7
3,55-10,3
8,9-26,1
1,69-2,69
Mean ± SD
1,95 ± 0,94
3,74 ± 1,49
5,69 ± 2,42
0,35 ± 0,20
6,04 ± 2,61
14,89 ± 6,71
2,26 ± 0,39
Range
1,4-2,6
2,3-4,1
3,8-6
0,2-0,3
4,05-6,3
10,9-16
1,59-2,29
Mean ± SD
1,67 ± 0,46
3,13 ± 0,62
4,80 ± 0,85
0,23 ± 0,04
5,03 ± 0,88
12,67 ± 1,81
1,85 ± 0,25
Range
0,8-3,6
1,2-6
2,2-9,6
0,1-0,7
2,3-10,3
6,2-26,1
0,92-3,31
Mean ± SD
1,54 ± 0,58
3,03 ± 1,12
4,57 ± 1,66
0,25 ± 0,12
4,81 ± 1,78
12,25 ± 4,01
1,93 ± 0,51
Range
2,3-3
1,9-2,6
4,2-5,6
2,9-3,4
7,1-9
17-21,5
15,8-17,1
Mean ± SD
2,65 ± 0,49
2,25 ± 0,49
4,90 ± 0,99
3,15 ± 0,35
19,25 ± 3,18
19,25 ± 3,18
16,44 ± 0,88
Range
5,4-6
5,4-6,6
10,8-12,6
7-7,9
17,8-20,5
40,12-47,8
16,53-17,45
Mean ± SD
5,70 ± 0,42
6,00 ± 0,85
11,70 ± 1,27
7,45 ± 0,64
19,15 ± 1,91
43,96 ± 5,43
16,99 ± 0,65
Range
5,4-6
5,4-6,6
10,8-12,6
7-7,9
17,8-20,5
40,12-47,8
16,53-17,45
Mean ± SD
5,70 ± 0,42
6,00 ± 0,85
11,70 ± 1,27
7,45 ± 0,64
19,15 ± 1,91
43,96 ± 5,43
16,99 ± 0,65
24
Lima puluh sampel memiliki nilai AD/TL yang masuk dalam kisaran
spesies A..bicolor bicolor dengan nilai rata-rata AD/TL sebesar 1,93 dan 4 sampel
masuk dalam kisara spesies A. marmorata dengan nilai rata-rata AD/TL sebesar
16,99. A. bicolor bicolor didominasi dengan nilai AD/TL sebesar 1 dengan
frekuensi 27, sedangkan A. marmorata didominasi dengan nilai AD/TL sebesar 7
dengan frekuensi 2. Ikan sidat muda dan dewasa terdiri dari 2 spesies dengan
komposisi spesies terbesar yaitu A. bicolor bicolor, diikuti oleh A..marmorata.
Komposisi spesies dengan proporsi masing-masing spesies yaitu: A. bicolor
bicolor sebesar 92,59% (50/54) dan A..marmorata sebesar 7,41% (50/54).
Karakter Populasi Sidat Muda dan Dewasa
Cluster analysis dikonstruksikan berdasarkan data morfometrik dengan
beberapa parameter yang telah dirasiokan terhadap total length (TL). Hasil
dendogram menunjukkan terdapat 3 kelompok pada pengelompokan karakter
populasi. Hal tersebut ditunjukkan pada garis putus-putus yang membagi sampel
pada menjadi tiga kelompok karakter populasi (Gambar 11).
Gambar 11 Cluster analysis berdasarkan data morfometrik antara A. bicolor
bicolor dengan A. marmorata
Nilai ketidaksamaan (dissimilarity) antara kedua spesies sebesar 0,1.
Spesies A. bicolor bicolor memiliki perbedaan morfometrik dengan spesies
A..marmorata terutama pada ukuran ano-dorsal length (AD) (Tabel 9). Akan
tetapi, spesies A. bicolor bicolor memiliki dua kelompok karakter populasi.
Sampel yang didapatkan dari sungai yang berdekatan cenderung memiliki ciri
morfologis yang hampir sama, hal tersebut ditunjukkan pada garis dendogram
yang menjadi satu kelompok. Sebagai contoh yaitu sampel yang ditemukan di
Sungai Cimandiri memiliki kemiripan yang lebih tinggi secara morfometrik
dengan sampel yang berasal di Sungai Cipalabuhan. Sungai Cimandiri dan
Sungai Cipalabuhan merupakan sungai yang berdekatan. Sebaliknya, sampel
yang didapatkan dari sungai yang berjarak lebih jauh, cenderung memiliki nilai
disimilaritas yang lebih tinggi atau kemiripan morfometrik yang lebih rendah.
Kedua kelompok A..bicolor bicolor tersebut memiliki karakteristik morfometrik
25
dengan nilai disimilaritasnya kurang dari 0,02. Terpisahnya A. bicolor bicolor
menjadi dua kelompok diduga dikarenakan kekurangan jumlah spesies yang
diamati karena hanya 5 sampai 7 individu setiap sungainya.
Penelitian ini didapatkan 2 spesies yang teridentifikasi secara morfologis
yaitu A. bicolor bicolor dan A. marmorata berdasarkan nilai AD/TL. Tidak
terdapat tumpang tindih dari nilai AD/TL diantara 2 jenis sidat ini. Menurut
(Sugeha et al. 2001), identifikasi secara morfologis dengan menggunakan nilai
AD/TL sangat berguna dalam membedakan karakter spesies dari ikan sidat pada
daerah tropis. Namun, biasanya terdapat tumpang tindih antara sidat yang
memiliki panjang sirip jenis long fin dan short fin. Hal tersebut menyebabkan
kesulitan dalam melakukan identifikasi secara morfologis sehingga dikhawatirkan
dapat mengalami kesalahan dalam identifikasi. Identifikasi berdasarkan karakter
morfologis pertama kali dilakukan oleh Ege (1939). Menurut Watanabe et al.
(2004), identifikasi berdasarkan Ege belum cukup untuk membedakan semua jenis
sidat tanpa adanya informasi distribusi geografis. Hal tersebut membingungkan
apabila asal lokasi penelitian tidak diketahui (Fahmi 2015). Selain itu, Sugeha
and Suharti (2008) menyatakan bahwa sidat jenis A. bicolor memiliki overlaping
pada subspesies A. bicolor bicolor dan A. bicolor pacifica.
Fahmi and Hirnawati (2010) melakukan identifikasi morfologis glass eels di
salah satu sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu yaitu Sungai Cimandiri.
Didapatkan 3 spesies ikan sidat pada stadia glass eels yang ada di sungai tersebut
yaitu A. bicolor bicolor, A. marmorata, dan A. nebulosa nebulosa. Sama halnya
dengan penelitian ini yang telah dapat mengidentifikasi 3 spesies. Namun, pada
penelitian ini hanya didapatkan 2 jenis sidat dewasa yaitu A. bicolor bicolor dan
A. marmorata. Spesies A. nebulosa nebulosa tidak ditemukan pada penelitian ini.
Hal tersebut dimungkinkan karena pada penelitian ini mengambil sampel pada
stadia yang berbeda yaitu ikan sidat muda dan dewasa. Selain itu pada penelitian
sebelumnya, didapatkan bahwa A. nebulosa nebulosa didapatkan dalam jumlah
yag sedikit yaitu 3 persen dari total tangkapan, sehingga terdapat kemungkinan
tidak tertangkap spesies tersebut pada stadia muda dan dewasa karena jumlahnya
yang sedikit.
Identifikasi Molekuler Ikan Sidat di Teluk Palabuhanratu
Salah satu teknik yang digunakan dalam identifikasi molekuler yaitu teknik
DNA barcoding. Menurut Hajibabaei et al. (2007), hasil DNA barcoding berupa
sebuah barcode molekuler dari sekuen pendek DNA yang dapat digunakan untuk
mengenali suatu spesies. Gen Cythocrome Oxsidase subunit I (COI) pada DNA
mitokondria dapat dijadikan sebagai marka molekuler untuk penentuan spesies
(Solihin 1994). Gen tersebut sedikit mengalami delesi dan insersi dalam
sekuennya, serta variasi yang sedikit sehingga dapat digunakan sebagai marka
pada DNA barcoding (Hebert et al. 2003). Gen COI pada mitokondria
merupakan gen yang berevolusi cepat dibandingkan gen-gen mitokondria lainnya
kecuali gen D-loop, sehingga gen COI mampu membedakan individu
interspecies. Menurut Avise et al. (1987), hubungan kekerabatan interspecies
dapat dianalisis secara filogenetik menggunakan DNA mitokondria.
26
DNA Total
Isolasi dan ekstraksi DNA menggunakan jaringan yang berasal dari otot di
bawah lapisan kulit, karena teksturnya yang lembut sehingga mudah dilakukan
isolasi dan ekstraksi DNA. Isolasi dan ekstraksi DNA dari 39 sampel ikan sidat
(Anguilla spp.) dari masing-masing sungai menghasilkan 37 sampel dengan
kualitas DNA yang baik.
Namun, beberapa sampel perlu pengenceran.
Penentuan kualitas tersebut telah dilakukan melalui pengujian terhadap DNA total
pada agarosa 1,2% (Gambar 12).
Kualitas DNA yang baik ditunjukkan dengan pita DNA yang terang.
Hampir semua hasil isolasi memiliki kualitas DNA yang baik pada elusi pertama
atau elusi kedua. Namun ada beberapa yang harus diencerkan pada kedua elusi
seperti sampel AMbar4, ABBsuk2, ABBsuk3, dan ABBsuk4. Satu sampel
memiliki produk DNA pada elusi pertama dan kedua, kemudian akan dipilih salah
satu yang memiliki kualitas DNA baik. DNA yang memiliki kualitas baik
tersebut layak dijadikan sebagai cetakan untuk amplifikasi gen COI dengan
menggunakan teknik PCR.
Gambar 12 Elektroforesis DNA total pada gel agarosa 1,2%, keterangan: 1 =
ABBpal1.2; 2 = ABBpal1.1e; 3 = ABBpal2.1; 4 = ABBpal2.2; 5 =
ABBpal2.1; 6 = ABBpal3.1; 7 = ABBpal3.2; 8 = ABBpal4.1; 9 =
ABBpal4.2; 10 = ABBtii1.1; 11 = ABBtii1.2; 12 = ABBtii2.1; 13 =
ABBtii3.1; 14 = ABBtii3.2; 15 = ABBtii4.2; 16 = ABBtii5.2; 17 =
ABBban1.1; 18 = ABBban1.2; 19 = ABBban2.1; 20 = ABBban2.2;
21 = ABBban3.1; 22 = ABBbar2.1; 23 = AMbar3.1; 24 = AMbar3.2;
25 = AMbar4.1; 26 = AMbar4.2
27
Gambar 12 (lanjutan) Elektroforesis DNA total pada gel agarosa 1,2%;
keterangan: 27 = ABBman1.2; 28 = ABBman2.1; 29 =
ABBman2.2; 30 = ABBman3.1; 31 = ABBman3.2; 32 =
ABBman4.1; 33 = ABBman4.2; 34 = ABBman5.2; 35 =
ABBtep1.1; 36 = ABBtep1.2; 37 = ABBtep2.1; 38 = ABBtep2.2;
39 = ABBtep3.1; 40 = ABBtep3.2; 41 = ABBtep4.1; 42 =
ABBtep4.2; 43 = ABBtep1.1e; 44 = ABBtep3.1e; 45 = ABBtep5.2;
46 = ABBmaj1.1; 47 = ABBmaj1.2; 48 = ABBmaj1.1e; 49 =
ABBmaj2.2; 50 = ABBmaj3.2; 51 = ABBmaj5.2; 52 = ABBpal1.1;
53 = ABBsuk1.1; 54 = ABBsuk1.2; 55 = ABBsuk1.1e; 56 =
ABBsuk2.2; 57 = ABBsuk2.1; 58 = ABBsuk2.1e; 59 =
ABBsuk3.1; 60 = ABBsuk4.1; 61 ABBsuk5.2; 62 = ABBsuk4.2
28
Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA Gen COI
Amplifikasi fragmen DNA gen COI dilakukan dengan penempelan primer
pada suhu optimum sebesar 54ºC. Gen COI target amplifikasi berukuran antara
600-700 pb (Gambar 13). Beberapa contoh hasil elektroforesis produk PCR yang
memiliki kualitas baik yaitu ABBtep4.2; ABBpal2.2; ABBtep2.2; ABBsuk4.2;
ABBpal3.2; ABBpal4.2; ABBtep5.2; ABBmaj3.2; ABBtii4.1; dan ABBtii5.2.
Gambar 13 Elektroforesis DNA hasil pre-test produk PCR pada gel agarosa 1%
keterangan 1,2 = ABBtep4.2; 3,4 = ABBpal2.2; 5,6 = ABBtep2.2;
7,8 = ABBsuk4.2; 9,10 = ABBpal3.2; 11,12 = ABBpal4.2; 13,14 =
ABBtep5.2; 15,16 = ABBmaj3.2; 17,18 = ABBtii4.1; 19 =
ABBtii5.2
Setiap sungai dipilih satu atau lebih individu yang secara morfologis
merupakan spesies Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla marmorata. Didapatkan
11 sampel yang akan dilakukan sekuensing yaitu 10 sampel A. bicolor bicolor
yang berasal dari masing-masing sungai dan 1 spesies A. marmorata yang berasal
dari Sungai Cibareno. Selanjutnya 11 sampel DNA dimurnikan dan disekuensing
sehingga diperoleh kualitas sekuen nukleotida gen COI yang baik.
Sekuensing DNA dan Pensejajaran Sekuen Nukleotida Gen COI A. bicolor
bicolor dan A. marmorata
Hasil uji kualitas produk PCR menunjukkan bahwa sampel A. bicolor
bicolor yang berasal dari Sungai Cimaja dan Sungai Cibareno memiliki kualitas
yang kurang baik sehingga tidak dilanjutkan pada tahap sekuensing. Penelitian ini
berhasil mendapatkan urutan basa nukleotida pada sembilan sampel yaitu delapan
sampel A. bicolor bicolor yang berasal dari masing-masing sungai kecuali Sungai
Cimaja dan Sungai Cibareno, serta satu sampel A. marmorata yang berasal dari
Sungai Cibareno. Sekuen yang didapatkan dari masing-masing sampel sesuai
dengan ukuran gen COI target. Panjang nukleotida yang didapatkan sebesar 619
sampai 682, dengan panjang sekuens tertinggi pada sampel ABBman4, ABBban1,
ABBpal1 sebesar 682 dan terendah pada sampel ABBtep2 sebesar 619.
Sekuen nukleotida gen COI Anguilla spp. pada penelitian ini diunggah pada
BLASTn (Basic Local Alignment Search Tool-nucleotide) di situs NCBI (National
Center for Biotechnology Information) untuk memastikan kebenarannya dan
mengetahui kedekatannya dengan spesies lain. Hasil BLASTn pada situs NCBI
(National Center for Biotechnology Information) disajikan pada Tabel 10.
29
Tabel 10 Hasil BLAST-n pada situs NCBI
No
Kode
Sampel
1
ABBman1
2
ABBman2
3
ABBman4
4
ABBban1
5
ABBpal1
6
ABBtii1
7
ABBsuk1
8
ABBtep2
9
AMbar4
Description
Anguilla bicolor bicolor mitochondrial
DNA, complete genome
Anguilla bicolor bicolor mitochondrial
DNA, complete genome
Anguilla bicolor bicolor mitochondrial
DNA, complete genome
Anguilla bicolor bicolor mitochondrial
DNA, complete genome
Anguilla bicolor bicolor mitochondrial
DNA, complete genome
Anguilla bicolor bicolor mitochondrial
DNA, complete genome
Anguilla bicolor bicolor mitochondrial
DNA, complete genome
Anguilla bicolor bicolor mitochondrial
DNA, complete genome
Anguilla marmorata mitochondrial DNA,
complete genome
Ident
Accession
99%
AP007236.1
99%
AP007236.1
99%
AP007236.1
99%
AP007236.1
99%
AP007236.1
98%
AP007236.1
99%
AP007236.1
99%
AP007236.1
99%
AP007242.1
Sampel Anguilla spp. dengan kode sampel ABBman1, ABBman2,
ABBman4, ABBban1, ABBpal1, ABBsuk1, dan ABBtep2 memiliki kedekatan
dengan Anguilla bicolor bicolor (GenBank: AP007236.1) sebesar 99%. Sampel
Anguilla spp. dengan kode sampel ABBtii1 memiliki kedekatan dengan Anguilla
bicolor bicolor (GenBank: AP007236.1) sebesar 98%. Sampel Anguilla spp.
dengan kode sampel AMbar4 memiliki kedekatan dengan Anguilla marmorata
(GenBank: AP007242.1) sebesar 99%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel
dengan kode ABBman1, ABBman2, ABBman4, ABBban1, ABBpal1, ABBsuk1,
ABBtep2, dan ABBtii1 merupakan spesies A. bicolor bicolor sedangkan sampel
dengan kode AMbar4 merupakan spesies A. marmorata. Sekuen A. bicolor
bicolor (GenBank: AP007236.1) dan A. marmorata (GenBank: AP007242.1) yang
merupakan hasil penelitian dari Minegishi et al. (2005). Sampel A. bicolor
bicolor didapatkan dari Myanmar sedangkan sampel A..marmorata didapatkan
dari Ambon, Indonesia.
Identifikasi molekuler dari Anguilla spp. dengan menggunakan sekuen gen
COI telah dipastikan kebenaran dan kedekatannya dengan spesies lain
berdasarkan pengunggahan pada BLASTn (Basic Local Alignment Search Toolnucleotide) pada situs NCBI (National Center for Biotechnology Information).
Delapan sampel Anguilla spp. memiliki kedekatan dengan Anguilla bicolor
bicolor sebesar 98-99%. Satu sampel Anguilla spp. memiliki kedekatan dengan
Anguilla marmorata sebesar 99%. Menurut Herbert et al. (2003), perbedaan jarak
genetik antara Anguilla spp. dengan spesies lainnya yang diperoleh dari GenBank
lebih besar dari 3% menunjukkan bahwa secara molekuler dipastikan berbeda
spesies yang ada di GenBank. Hasil yang didapatkan menunjukkan kedekatan
yang sangat tinggi yaitu sebesar 98-99%, sehingga dapat dipastikan kebenarannya
bahwa terdapat 2 spesies yaitu Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla marmorata.
Komposisi urutan basa nukleotida gen COI dari delapan sampel A. bicolor
bicolor dianalisis menggunakan software MEGA 5.0. Persentase tiap jenis basa
nukleotida (adenin, timin, sitosin, guanin) yang menyusun gen COI dari delapan
30
sampel dapat diketahui. Komposisi rata-rata basa nukleotida gen COI A. bicolor
bicolor terdiri dari 29,1% basa timin (T), 18,2% basa sitosin (C), 30,3% basa
adenin (A), dan 22,4% basa guanin (G). Komposisi basa nukleotida gen COI
Anguilla marmorata terdiri dari 29,8% basa timin (T), 17,9% basa sitosin (C),
32,0% basa adenin (A), dan 20,3% basa guanin (G). Berdasarkan komposisi basa
nukleotida, basa nukleotida A. bicolor bicolor dan A. marmorata didominasi oleh
ikatan basa A (adenin) dan basa T (timin) sehingga gen COI dari kedua spesies
dikategorikan sebagai kelompok kaya A-T (A-T rich). Menurut Jusuf (2001),
ikatan hidrogen A-T terdiri dari 2 ikatan hidrogen yang bersifat lebih lemah
dibandingkan dengan ikatan hidrogen G-C yang memiliki 3 ikatan hidrogen.
Komposisi basa nukleotida kedua spesies tersebut menunjukkan bahwa ikatan
tersebut mudah terpisah sehingga kemungkinan terjadinya mutasi pada kedua
spesies lebih tinggi.
Pensejajaran sekuen nukleotida gen COI A. bicolor bicolor antara 8 sampel
tersebut menghasilkan nilai conserved, variabel, dan singleton, masing-masing
sebesar 95,32% (498/513), 1,75% (9/513), dan 1,75% (9/513). Pensejajaran
sekuen nukleotida gen COI dengan spesies lain dari genus Anguilla menghasilkan
nilai conserved, variabel, dan singleton, masing-masing sebesar 38,79%
(199/513), 61,21% (314/513), dan 7,41% (38/513). Nilai variabel menunjukkan
bahwa terdapat variasi basa nukleotida antara A. bicolor bicolor dan
A..marmorata dengan spesies outgroup yang merupakan karakteristik pembeda
dari masing-masing spesies.
RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms)
Enzim yang digunakan pada PCR RFLP (Restriction Fragment Lenght
Polymorphisms) untuk memotong gen berupa enzim Alu 1. Hasil dari
pemotongan gen yaitu didapatkan alel-alel dari setiap individu. Masing-masing
sungai di ambil satu hingga dua individu yang berbeda. Hasil dari RFLP
(Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) disajikan pada Gambar 14.
Kode sampel ABBman2, ABBtii5, ABBtep3, ABBtep5, ABBmaj3,
ABBban1, ABBpal1, ABBsuk1 merupakan spesies A. bicolor bicolor. Kode
sampel AMbar4 merupakan spesies A. marmorata. Semua sampel menunjukkan
terdapat 3 alel yang berbeda ukuran pasang basa. Sampel A. bicolor bicolor
memiliki ukuran yang sama untuk 8 individu dari masing-masing sungai.
Delapan sampel A..bicolor bicolor dan satu sampel A. marmorata memiliki alel
umum dan alel spesifik.
31
Gambar 14 RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) gen COI dari A..bicolor bicolor dan A. marmorata, keterangan: bp = base pair
32
Tabel 11 Matriks jarak genetik fragmen gen COI pada A. bicolor bicolor, A. marmorata, A..australis,
A. reinhardtii, dan A. japonica berdasarkan metode pairwise distance
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
ABBman1
ABBman2
0.002
ABBman4
0.004 0.002
ABBban1
0.002 0.000 0.002
ABBsuk1
0.002 0.000 0.002 0.000
ABBpal1
0.002 0.000 0.002 0.000 0.000
ABBtii1
0.010 0.008 0.010 0.008 0.008 0.008
ABBtep2
0.004 0.002 0.004 0.002 0.002 0.002 0.010
AMbar4
0.053 0.056 0.058 0.056 0.056 0.056 0.060 0.053
A. australis
0.574 0.572 0.570 0.572 0.572 0.572 0.572 0.574 0.582
A. reinhardtii
0.566 0.564 0.562 0.564 0.564 0.564 0.564 0.566 0.570 0.074
A. japonica
0.580 0.578 0.576 0.578 0.578 0.578 0.578 0.580 0.584 0.082 0.068
Keterangan: ABB = Anguilla bicolor bicolor; AM = Anguilla marmorata; 1 = ABBman1; 2 = ABBman2; 3 = ABBman4;
4 = ABBban1; 5 = ABBsuk1; 6 = ABBpal1; 7 = ABBtii1; 8 = ABBtep2; 9 = Ambar4; 10 = A. australis;
11 = A. rostrata; 12 = A. anguilla
33
Alel umum merupakan alel yang dimiliki oleh masing-masing individu,
sedangkan alel spesifik merupakan alel yang dimiliki oleh individu tertentu yang
berbeda dengan individu lain. Sembilan sampel menunjukkan terdapat 2 alel
umum dan 1 alel spesifik yang membedakan antara spesies A. bicolor bicolor
dengan A. marmorata. Dua alel umum memiliki ukuran pita 325bp dan 250bp.
Satu alel spesifik pada A. bicolor bicolor memiliki ukuran pita 180bp dan alel
spesifik pada A. marmorata memiki ukuran pita 110bp.
Hasil RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) menunjukkan
bahwa enzim Alu I berhasil meretriksi gen COI dan didapatkan alel-alel pada
masing-masing individu. Enzim Alu I merupakan enzim hasil ekstraksi dari
bakteri Arthrobacter luteus. Enzim ini dapat menunjukkan pola pita dengan baik
(Vereijken et al. 1975), begitu pula dalam penelitian ini yang menunjukkan
terjadinya pemisahal alel pada tiap individu. Hal ini membuktikan bahwa ikan
sidat spesies A. bicolor bicolor dan A. marmorata memiliki keragaman alel.
Nukleotida Spesifik Gen COI A. bicolor bicolor dan A. marmorata
Pensejajaran sekuen nukleotida gen COI dengan spesies lain dari genus
Anguilla didapatkan situs spesifik dari A. bicolor bicolor dan A. marmorata
(Lampiran 3 dan Lampiran 4). Situs spesifik tersebut merupakan basa nukleotida
spesifik dari A. bicolor bicolor dan A. marmorata sebagai penciri yang dapat
membedakan dengan spesies lain dari genus Anguilla. Terdapat 304 situs
nukleotida yang spesifik dari spesies A. bicolor bicolor yang menunjukkan adanya
evolusi spesifik pada A. bicolor bicolor. Selain itu, terdapat 304 situs nukleotida
yang spesifik dari spesies A. marmorata yang menunjukkan adanya evolusi
spesifik pada A. marmorata.
Nukleotida Gen COI pada Alel Spesifik
Tidak semua sampel yang disekuensing merupakan sampel yang telah
dilakukan RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms), hal tersebut
dikarenakan sebagian sampel memiliki kualitas produk PCR yang kurang baik.
Hanya sampel ABBman2, ABBban1, ABBpal1, ABBtii1, dan AMbar4 yang telah
disekuensing dan dilakukan RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms).
Analisis RFLP menunjukkan bahwa terdapat alel spesifik yang dapat
membedakan antara spesies A. bicolor bicolor dengan A. marmorata.
Pensejajaran sekuen nukleotida gen COI antara spesies A. bicolor bicolor pada
sampel ABBman2, ABBban1, ABBpal1, ABBtii1 dengan spesies A. marmorata
pada sampel AMbar4 didapatkan situs spesifik. Situs spesifik tersebut diduga
merupakan sekuen pendek dari alel spesifik yang membedakan spesies A. bicolor
bicolor dengan A. marmorata. Terdapat 32 situs nukleotida spesifik dari kedua
spesies yang menunjukkan adanya evolusi spesifik pada masing-masing spesies
(Lampiran 5).
Perbedaan urutan basa nukleotida gen COI dari sembilan sampel
menunjukkan bahwa Anguilla spp. di Teluk Palabuhanratu memiliki keragaman
nukleotida. Kelestarian spesies dapat terjaga dengan mempertahankan keragaman
nukleotida spesies tersebut. Semakin tinggi keragaman nukleotida maka semakin
tinggi keragaman genetik. Penurunan keragaman genetik bisa terjadi secara alami
melalui penghanyutan gen (random genetic drift). Menurut Singleton and
Sainsbury (2006), penghanyutan gen menggambarkan perubahan secara acak di
34
dalam suatu populasi yang mengakibatkan penurunan keragaman genetik dari
generasi ke generasi yang bukan disebabkan oleh tekanan lingkungan tetapi
karena adanya mutasi secara murni. Oleh karena itu, perlu adanya perlindungan
pada daerah yang masih memiliki kondisi perairan yang baik. Kondisi perairan
sungai yang terjaga dapat memelihara keragaman genetik, sehingga populasi
Anguilla spp. tetap lestari.
Analisis Filogeni Gen COI Anguilla spp.
Jarak genetik fragmen gen COI antara Anguilla spp. pada penelitian ini
dengan spesies lain dari GenBank, didapatkan jarak genetik dengan spesies lain
dari genus Anguilla berkisar antara 0,562-0,584 (Tabel 11). Jarak genetik
menggambarkan hubungan kekerabatan antarspesies.
Perbandingan antara A. bicolor bicolor dengan spesies outgroup, didapatkan
nilai jarak genetik terendah antara A. bicolor bicolor dengan A. rehardtii yaitu
sebesar 0,562. Jarak genetik tertinggi antara A. bicolor bicolor dengan A. japonica
sebesar 0,580. Perbandingan antara A. marmorata dengan spesies outgroup,
didapatkan nilai jarak genetik terendah antara A. marmorata dengan A. rehardtii
yaitu sebesar 0,570. Jarak genetik tertinggi antara A. marmorata dengan
A..japonica sebesar 0,584.
Data dari matriks jarak genetik digunakan untuk analisis hubungan
kekerabatan berdasarkan pohon filogeni. Pohon filogeni A. bicolor bicolor,
A..marmorata, A. australis, A. rehardtii, dan A..japonica dikonstruksi berdasarkan
jarak genetik pairwise distance dari basa-basa nukleotida COI yang menunjukkan
hubungan kekerabatan antar spesies (Gambar 15).
Gambar 15 Konstruksi pohon filogeni berdasarkan gen COI pada A. bicolor
bicolor, A. marmorata, A. australis, A. reinhardtii, dan A. japonica
Intraspesies A. bicolor bicolor, memiliki hubungan yang erat. Cabang
pohon filogeni untuk A. bicolor bicolor menunjukkan hubungan kekerabatan yang
35
erat di dalam spesies yang sama. Konstruksi pohon filogeni ini menunjukkan
bahwa spesies A. bicolor bicolor terpisah nyata dari spesies A..marmorata dengan
nilai jarak genetik sebesar 0,060. Selain itu, konstruksi pohon filogeni Anguilla
spp. dengan outgroup menunjukkan bahwa terjadi pemisahan secara jelas antara
genus Anguilla hasil penelitian dengan genus Anguilla pada GenBank dengan
nilai jarak genetik sebesar 0,584.
Kondisi perairan di sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu
Penelitian mengenai kondisi perairan pada sungai-sungai yang bermuara ke
Teluk Palabuhanratu telah dilakukan oleh Vamellia (2014). Kondisi perairan
yang diamati berupa status kehidupan ikan sidat, status perairan berdasarkan
indeks pencemaran, indeks kualitas perairan, dan kelayakan perikanan. Status
kehidupan ikan sidat ditentukan berdasarkan pada pemberian skor untuk tiap
parameter perairan yang mengacu pada kisaran nilai toleransi bagi kehidupan ikan
sidat. Parameter yang diamati yaitu: parameter fisika dan kimia perairan meliputi
suhu, pH, DO, Total-P, nitrat, Hg, Pb, dan Cd. Parameter tersebut digunakan
dalam perhitungan status kehidupan ikan sidat (Lampiran 6), status perairan
berdasarkan indeks pencemaran (Lampiran 7), indeks kualitas perairan (Lampiran
8), dan kelayakan perikanan (Lampiran 8). Penelitian Vamellia (2014) tidak
melakukan penilaian kondisi habitat pada Sungai Cibangban. Hasil dari
perhitungan keseluruhan kondisi perairan tersaji pada Tabel 12.
Tabel 12 Hasil keseluruhan kondisi perairan
Status IP
Indeks kualitas
perairan
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Status
kehidupan
ikan sidat
Baik
Sangat baik
Baik
Sangat baik
Sangat baik
Sangat baik
Baik
Sangat baik
Baik
Tercemar ringan
Tercemar ringan
Tercemar ringan
Tercemar ringan
Tercemar ringan
Tidak tercemar
Tercemar ringan
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Sedikit tercemar
Tidak tercemar
Sedikit tercemar
Tidak tercemar
Tidak tercemar
Tidak tercemar
Tidak tercemar
Tidak tercemar
Sedikit tercemar
Hilir
Sedang
Tercemar sedang
Sedikit tercemar
Hulu
Sedang
Tercemar sedang
Tidak tercemar
Hilir
Sedang
Tercemar sedang
Sedikit tercemar
Hulu
Hilir
Baik
Baik
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tidak tercemar
Tidak tercemar
Sungai
Cibareno
Citiis
Cimaja
Cisukawayana
Citepus
Cipalabuhan
Cimandiri
Kelayakan
perikanan
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Agak
meragukan
Aman
Agak
meragukan
Aman
Aman
Tabel 12 menunjukkan bahwa status kondisi perairan di sungai-sungai yang
bermuara di Teluk Palabuhanratu bagi kehidupan ikan sidat adalah sebagai
berikut: Sungai Cimaja bagian hulu dan hilir memiliki status sangat baik; Sungai
Citiis, Sungai Cibareno, dan Sungai Cisukawayana bagian hulu memiliki status
baik dan hilir memiliki status sangat baik; Sungai Cimandiri bagian hulu dan hilir
memiliki status baik; Sungai Citepus bagian hulu memiliki status baik dan hilir
memiliki status sedang; dan Sungai Cipalabuhan bagian hulu dan hilir memiliki
status sedang.
36
Hasil keseluruhan analisis kondisi perairan menunjukkan bahwa Sungai
Cibareno, Sungai Citiis, Sungai Cimaja, Sungai Cisukawayana, dan Sungai
Cimandiri merupakan sungai yang cocok dan ideal bagi kehidupan ikan sidat.
Namun, Sungai Cimaja merupakan sungai yang paling cocok dan paling ideal
bagi kehidupan ikan sidat karena memiliki hasil penelitian yang terbaik
dibandingkan dengan sungai yang lainnya.
Penetapan Satu Sungai Sebagai Kawasan Perikanan Refugia
Kawasan perikanan refugia ditentukan berdasarkan karakteristik sumber
daya perikanan sidat, dalam hal ini ditentukan beberapa parameter. Hasil dari
parameter-parameter pengukuran yang digunakan sebagai dasar penentuan
kawasan perikanan meliputi: identifikasi morfologis, identifikasi molekuler, dan
kondisi perairan pada masing-masing sungai. Hasil pengukuran parameter
identifikasi morfologis dan identifikasi molekuler tersaji pada Tabel 13.
Tabel 13 Hasil pengukuran parameter-parameter penentuan kawasan perikanan
refugia
Parameter
Data Analisis Morfologis
Data Analisis Molekuler
Sungai
Cibareno
2 spesies (AM, ABB)
1 spesies (AM)*
Cibangban
1 spesies (ABB)
1 spesies (ABB)
Cimaja
1 spesies (ABB)
1 spesies (ABB)
Cimandiri
1 spesies (ABB)
1 spesies (ABB)
Cipalabuhan
1 spesies (ABB)
1 spesies (ABB)
Citiis
1 spesies (ABB)
1 spesies (ABB)
Citepus
2 spesies (AM, ABB)
1 spesies (ABB)*
Cisukawayana
1 spesies (ABB)
1 spesies (ABB)
Keterangan: ABB = Anguilla bicolor bicolor, AM = Anguilla marmorata
*berhasil diidentifikasi secara molekuler
Identifikasi morfologis menunjukkan bahwa ikan sidat yang diambil dari
sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu memiliki 2 spesies yaitu
A..bicolor bicolor dan A. marmorata. Hasil identifikasi morfologis telah
dipastikan kebenarannya melalui identifikasi molekuler. Secara molekuler
menunjukkan bahwa ikan sidat yang didapatkan di Teluk Palabuhanratu juga
memiliki 2 spesies yang telah dibuktikan melalui BLASTn pada situs NCBI yaitu
spesies A. bicolor bicolor (GenBank: AP007236.1) dan A. marmorata (GenBank:
AP007236.1).
Tabel 13 menunjukkan bahwa hanya beberapa sungai saja yang memiliki
dua spesies berdasarkan identifikasi secara morfologis dan molekuler. Hal
tersebut bukan berarti di sungai yang ditemukan satu spesies tersebut hanya
memiliki spesies itu saja. Akan tetapi, kemungkinan memiliki spesies yang lain
karena pada penelitian ini hanya mengambil sedikit sampel dari masing-masing
sungai, sehingga peluang didapatkan spesies lain sangat kecil. Hasil RFLP
(Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) menunjukkan bahwa Anguilla spp.
memiliki alel umum yang dimiliki masing-masing spesies dan alel spesifik yang
merupakan alel pembeda pada 2 spesies. Menurut Arai (2014), ikan sidat spesies
A..bicolor bicolor yang berada di perairan Selatan Jawa, diduga memiliki daerah
pemijahan di perairan Mentawai. Larva terbawa oleh turbulensi dan arus menuju
pesisir pantai dan mulai masuk ke perairan sungai dan estuari ketika telah berubah
37
menjadi stadia glass eels. Diduga terdapat konektivitas spesies pada masingmasing sungai karena memiliki tempat pemijahan yang sama, sehingga penentuan
kawasan perikanan refugia berdasarkan informasi morfologis dan molekuler dapat
dilakukan pemilihan pada sungai yang mana saja. Penentuan kawasan perikanan
refugia lebih ditekankan pada parameter lain yaitu kondisi perairan.
Berdasarkan informasi kondisi perairan terdapat beberapa sungai yang layak
dipilih sebagai daerah perlindungan ikan sidat, namun Sungai Cimandiri dirasa
tepat dipilih sebagai kawasan perikanan refugia. Sungai Cimandiri memiliki
status kehidupan ikan sidat baik pada hulu dan hilir, status indeks pencemaran
dalam kategori tercemar ringan hingga tercemar sedang, indeks kualitas perairan
dalam kategori tidak tercemar, dan memiliki status aman dalam kelayakan
perikanan. Alasan khusus dipilihnya Sungai Cimandiri yaitu Sungai Cimandiri
merupakan sungai terbesar di Kabupaten Sukabumi, sehingga memiliki potensi
yang besar terhadap sumber daya perikanan sidat. Kriteria pemilihan lokasi
berdasarkan UNEP (2005) yaitu pentingnya siklus hidup spesies ekonomis
penting dan kemungkinan untuk meningkatkan stok. Kondisi lingkungan yang
baik dapat tetap menjaga keberadaan stok dan meningkatkan stok.
Sungai Cimandiri Sebagai Kawasan Perikanan Refugia
Sungai Cimandiri telah dipilih sebagai kawasan perikanan refugia untuk
perikanan sidat di Teluk Palabuhanratu. Beberapa karakteristik pada sumber daya
perikanan perlu diketahui guna dalam penentuan rekomendasi suatu rencana
pengelolaan.
Penelitian ini melakukan beberapa hal untuk mengetahui
karakteristik sumber daya seperti penentuan orde sungai, analisis kualitas air,
distribusi ikan berdasarkan stadia, aktivitas penangkapan, dan stakeholders yang
berperan penting. Sungai Cimandiri melalui dua kabupaten dan satu kota, yaitu:
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Sukabumi. Sebagian besar
sungai Cimandiri melewati Kabupaten Sukabumi pada beberapa kecamatan yang
ditunjukkan dengan warna berbeda pada Gambar 16. Hulu sungai berada di
Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi. Sungai Cimandiri terdiri dari
sungai permanent dan sungai intermittent (Gambar 16 dan Gambar 17). Sungai
permanent (permanen) merupakan sungai yang memiliki air pada sepanjang
tahun, sedangkan sungai intermittent (periodik) adalah sungai yang memiliki air
pada musim-musim tertentu.
Orde Sungai pada Sungai Cimandiri
Sungai Cimandiri merupakan sungai terbesar di Kabupten Sukabumi.
PSDA (2010) melaporkan bahwa panjang Sungai Cimandiri sebesar 69,5 km.
Sungai Cimandiri terdiri dari sungai permanen dan sungai periodik. Orde sungai
Cimandiri ditentukan berdasarkan pada metode Strahler (1957). Dimana
penentuan orde sungai menggunakan semua sungai baik sungai permanen maupun
sungai periodik.
Pembuatan orde sungai mengalami kesulitan karena luas Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang cukup besar dan memiliki banyak cabang anak sungai.
Mengurangi kesalahan dan mempermudah dalam pembuatan nomer orde sungai
maka DAS tersebut dibagi menjadi lima bagian (Gambar 18). Gambar 18
38
menunjukkan pembagian DAS yaitu sungai bagian A (Gambar 19), sungai bagian
B (Gambar 20), sungai bagian C (Gambar 21), sungai bagian D (Gambar 22), dan
sungai bagian E (Gambar 23). Sungai bagian A memiliki orde sungai dari orde 1
hingga orde 6 yang secara keseluruhan berada di Kabupaten Sukabumi. Sungai
bagian B memiliki orde sungai dari orde 1 hingga orde 5 yang secara keseluruhan
berada di Kabupaten Sukabumi. Sungai bagian C memiliki orde sungai dari orde
1 hingga orde 7 yang secara keseluruhan juga berada di Kabupaten Sukabumi.
Sungai bagian D memiliki orde sungai dari orde 1 hingga orde 5 yang berada di
Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Sungai yang melewati Kabupaten
Cianjur hanya memiliki sungai dengan orde sungai 1 dan 2. Sedangkan sungai
yang melewati Kabupaten Sukabumi memiliki sungai dengan orde sungai mulai
dari 1 hingga 5. Sungai bagian E memiliki orde sungai dari orde 1 hingga orde 6
yang berada di Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur.
Sungai yang melewati Kabupaten Cianjur memiliki sungai dengan orde sungai 1
hingga 5. Sungai yang melewati Kabupaten Sukabumi memiliki sungai dengan
orde sungai 1 hingga 6. Sungai yang melewati Kota Sukabumi memiliki sungai
dengan orde sungai 1 hingga 4.
Secara keseluruhan, Kabupaten Sukabumi memiliki sungai dengan orde
sungai 1 hingga 7. Kota Sukabumi memiliki sungai dengan orde sungai 1 hingga
4. Sedangkan Kabupaten Cianjur memiliki sungai dengan orde sungai 1 hingga 5.
Pengelolaan sumber daya dilakukan pada sumber daya yang selalu ada
dalam setiap tahunnya, dalam hal ini sungai yang akan dikelola haruslah sungai
yang terdapat sumber daya air sepanjang tahun. Untuk itu, pada penelitian ini
memisahkan antara sungai permanen dengan sungai periodik. Didapatkan peta
sungai permanen pada Sungai Cimandiri yang melewati beberapa kecamatan di
Kabupaten Sukabumi seperti Gambar 24. Orde sungai dari sungai permanen pada
Sungai Cimandiri disajikan pada Gambar 25. Gambar 25 sangat membantu dalam
penentuan kawasan perlindungan habitat bagi ikan sidat. Terdapat 56 bagian
sungai yang memiliki orde sungai 1.
Sungai dengan orde sungai 1 merupakan bagian hulu yang kondisi habitat
dan perairannya masih baik. Biasanya orde 1 pada sungai permanen merupakan
mata air sungai. Daerah tersebut layak dijadikan daerah perlindungan sumber
daya. Sungai Cimandiri memiliki sumber mata air utama dari dua gunung yaitu
Gunung Gede dan Gunung Salak. Gunung Gede merupakan gunung yang berada
di wilayah tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan
Kabupaten Bogor. Di Kabupaten Sukabumi, Gunung Gede berada pada
Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukabumi yang terdapat banyak bagian
sungai berorde 1. Sedangkan Gunung Salak merupakan gunung yang berada di
wilayah dua kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor.
Gunung Salak di Kabupaten Sukabumi berada pada Kecamatan Cidahu dan
Kecamatan Parakansalak yang juga banyak terdapat bagian sungai dengan orde 1.
39
Gambar 16 Sungai Cimandiri yang melewati beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi
40
Gambar 17 Sungai permanen dan sungai periodik pada Sungai Cimandiri
41
Gambar 18 Pembagian sungai dalam penentuan orde Sungai Cimandiri
42
Gambar 19 Sungai bagian A orde Sungai Cimandiri
43
Gambar 20 Sungai bagian B orde Sungai Cimandiri
44
Gambar 21 Sungai bagian C orde Sungai Cimandiri
45
Gambar 22 Sungai bagian D orde Sungai Cimandiri
46
Gambar 23 Sungai bagian E orde Sungai Cimandiri
47
Gambar 24 Sungai permanen pada Sungai Cimandiri yang melewati beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi
48
Gambar 25 Orde sungai dari sungai permanen pada Sungai Cimandiri yang melewati Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan
Kota Sukabumi
49
Distribusi Stadia Ikan Sidat
Ikan sidat memiliki beberapa stadia dalam siklus hidupnya. Stadia hidup
dimulai dari larva (leptocephalus), glass eels, elvers, yellow eels, dan silver eels.
Stadia glass eels mulai memasuki muara sungai untuk bermigrasi keperairan hulu
sungai. Sidat mengalami proses tumbuh dan berkembang menjadi stadia
selanjutnya saat melakukan migrasi. Penelitian ini mencoba memetakan distribusi
ikan sidat berdasarkan stadia. Informasi yang dikumpulkan berupa hasil tracking
yaitu hasil pengamatan langsung, wawancara terhadap nelayan, dan masyarakat
sekitar sungai. Informasi yang didapatkan berdasarkan pengalaman empiris
nelayan.
Ikan sidat merupakan ikan yang unik karena melakukan migrasi hingga
sungai orde 1 atau hulu sungai. Distribusi sidat dalam berbagai stadia dapat
terlihat pada Gambar 26. Garis berwarna biru menunjukkan bahwa daerah
tersebut didominasi oleh adanya ikan sidat pada stadia glass eels. Glass eels
hanya terdistribusi sejauh 5 km dari muara sungai. Hal tersebut terlihat dari
aktivitas penangkapan glass eels hanya sampai 5 km dari muara sungai. Glass
eels ditangkap dengan alat tangkap anco. Garis berwarna hijau menunjukkan
bahwa daerah tersebut terdapat sidat dalam berbagai stadia. Namun, tidak
ditemukan glass eels pada daerah tersebut. Terdapat banyak nelayan yang
memancing maupun menangkap ikan sidat dengan perangkap (alat tangkap
semacam bubu). Garis berwarna kuning menunjukkan bahwa daerah tersebut
belum dilakukan tracking, sehingga belum diketahui distribusi sidat yang ada di
daerah tersebut. Garis berwarna kuning adalah Sungai Cidadap yang merupakan
anak sungai dari Sungai Cimandiri. Penelitian Sriati (1998) menemukan bahwa di
muara Sungai Cidadap ditemukan glass eels. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Sungai Cidadap dimungkinkan terdapat ikan sidat dalam berbagai stadia, namun
distribusi berdasarkan stadia belum diketahui.
Distribusi ikan sidat dipengaruhi oleh kondisi fisik perairan sungai dan
perairan laut. Ada kemungkinan kondisi fisik yang mempengaruhi yaitu arus
sungai, kemiringan dasar sungai, debit air sungai, keadaan dasar perairan, dan
pasang surut. Glass eels hanya mampu memasuki sungai sejauh 5 km. Glass eels
bergerak lebih dipengaruh efek pasang surut air dan debit air. Apabila kemiringan
dasar sungai rendah, maka pengaruh pasang surut dapat mencapai jauh ke arah
daerah hulu, sehingga glass eels akan terbawa hingga jauh menuju hulu sungai.
Stadia dewasa hampir ditemukan disetiap daerah sungai. Ikan dewasa mulai
bergerak dari hulu menuju hilir sungai dan menuju ke laut untuk melakukan
pemijahan.
50
Gambar 26 Distribusi ikan sidat berdasarkan stadia di Sungai Cimandiri
51
Kualitas Air di Sungai Cimandiri
Lokasi pengambilan sampel air ditunjukkan pada Gambar 4. Data kualitas
air disajikan pada Tabel 14. Berikut ini merupakan kualitas air di Sungai
Cimandiri yang terdiri dari 4 stasiun pengamatan:
Tabel 14 Kualitas air di Sungai Cimandiri
No.
Parameter
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Suhu (°C)
pH
Nitrat (mg/L)
Total Fosfat (mg/L)
Kesadahan (mgCaCO3/L)
Klorofil-a (μg/L)
St 1
26
6,5
0,217
0,037
74,55
7,663
Stasiun
St 2
St 3
27
27
7
7
0,647
1,089
0,091
0,298
86,33
196,20
0,886
11,388
St 4
29
7
1,330
0,091
176,58
10,673
Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai suhu terendah pada stasiun 1 sebesar
26°C sedangkan suhu tertinggi pada stasiun 4 sebesar 29°C. Hasil pengukuran
suhu di setiap stasiun menunjukkan nilai yang masih sesuai untuk kehidupan ikan
sidat. Suhu 25oC hingga 28oC merupakan suhu optimal untuk laju pertumbuhan
bagi ikan sidat (Matsui 1982 in Herianti 2005). Suhu air dapat secara tidak
langsung mempengaruhi kehidupan biota. Menurut Effendi (2003), peningkatan
suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme
air, sehingga mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.
Hasil pengukuran pH pada penelitian ini didapatkan bahwa stasiun 1
memiliki nilai pH terkecil sebesar 6,5 sedangkan stasiun lain memiliki pH yang
sama sebesar 7. Nilai pH dapat mempengaruhi kondisi kimia perairan. Elver
sidat mampu hidup pada kisaran pH sebesar 4 hingga 11, tetapi nilai pH terbaik
pada kisaran 6,6 hingga 8,5 (Haryuni 2002).
Kesuburan perairan dapat ditentukan oleh kandungan nitrat. Nitrat dapat
menunjang keberlangsungan hidup organisme seperti fitoplankton. Kandungan
nitrat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas primer yang ada di
perairan, secara tidak langsung nitrat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan.
Menurut Wedemeyer (1996), konsentrasi nitrat kurang dari 1,0 mg/L merupakan
konsentrasi nitrat yang aman untuk kesehatan ikan dalam skala budidaya.
Kandungan nitrat pada penelitian ini didapatkan nilai kurang dari 1,0 mg/L yaitu
pada stasiun 1 dan stasiun 2. Stasiun 3 dan 4 memiliki konsentrasi nitrat lebih
dari 1,0 mg/L, sehingga pada hilir sungai mengalami tingkat kesuburan yang
tinggi.
Kesuburan perairan juga dapat ditentukan oleh parameter total fosfat. Total
fosfat sebagai penunjang pertumbuhan alga dan ganggang. Tingkatan kesuburan
perairan berdasarkan kadar fosfat dapat dikategorikan menjadi tingkat kesuburan
rendah (0–0,02 mg/liter), kesuburan sedang (optimum) (0,02–0,05 mg/liter), dan
kesuburan tinggi (0,05–0,1 mg/liter) (Liaw 1969 in Effendi 2005). Penelitian ini
didapatkan nilai total fosfat yang tergolong pada kategori keseburan sedang yaitu
pada stasiun 1. Total fosfat pada kategori kesuburan tinggi pada stasiun 2, stasiun
3, dan stasiun 4.
Menurut Stickney (2000), kesadahan merupakan buffer capacity di perairan.
Di perairan tawar alami dalam jumlah yang relatif besar adalah kandungan kation
52
Ca2+ dan Mg2+, sedangkan kation-kation logam lainnya ada dalam jumlah sedikit
(dapat diabaikan) maka kesadahan dapat dianggap hanya menggambarkan
kandungan kalsium dan magnsium (Wedemeyer 1996). Klasifikasi perairan
berdasarkan nilai kesadahan dikategorikan dalam perairan lunak (0-75 mg/L
CaCO3), perairan moderat (75-150 mg/L CaCO3), perairan sadah (150-300 mg/L
CaCO3), dan perairan sangat sadah (>300 mg/L CaCO3) (Wedemeyer 1996).
Stasiun 1 dan stasiun 2 merupakan perairan dengan kategori perairan moderat,
sedangkan stasiun 3 dan stasiun 4 merupakan perairan dengan kategori perairan
sadah.
Klorofil merupakan pigmen hijau yang terdapat pada tumbuhan, salah
satunya terdapat di perairan yaitu pigmen hijau pada fitoplankton. Fitoplankton
adalah organisme laut yang melayang dan hanyut dalam air laut serta mampu
melakukan fotosintesis (Nybakken 1995). Kandungan klorofil-a dapat digunakan
sebagai ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat
digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Menurut Likens (1975) in
Jorgensen (1980), status trofik berdasarkan klorofil-a diklasifikasikan dalam
perairan eutrofik (8-25 μg/L), perairan mesotrofik (2,5-8 μg/L), dan perairan
oligotrofik (<2,5 μg/L). Stasiun 1 merupakan bagian sungai yang termasuk dalam
kategori perairan mesotrofik. Stasiun 2 merupakan bagian sungai yang termasuk
dalam kategori perairan oligotrofik. Stasiun 3 dan 4 merupakan bagian sungai
yang termasuk dalam kategori perairan eutrofik. Nilai klorofil-a pada stasiun 2
sangat rendah, hal tersebut dikarenakan tempat pengambilan sampel di bagian
yang berarus, sehingga kemungkinan hanya terdapat sedikit fitoplankton di lokasi
tersebut.
Usaha Perikanan Sidat di Sungai Cimandiri
Kegiatan pemanfaatan sumber daya perikanan sidat yaitu melalui kegiatan
perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Nelayan perikanan tangkap alami
melakukan penangkapan benih ikan sidat (glass eels) maupun penangkapan ikan
dewasa. Penangkapan glass eels dilakukan saat kondisi perairan laut sedang
pasang pada malam hari. Aktivitas penangkapan merupakan aktivitas utama dan
aktivitas sampingan yang sebagian besar nelayan tersebut memiliki pekerjaan
utama di siang hari seperti petani, pekerja bangunan, dan pekerjaan lainnya.
Hasil tangkapan glass eels tiap harinya berkisar antara 7-12
gram/hari/nelayan dan 15-26 gram/hari/nelayan saat terjadi musim rekruitmen.
Hasil tangkapan dijual pada pengumpul benih ikan sidat yang selanjutnya akan
dijual kembali ke pihak pembudidaya atau dijual pada pembudidaya secara
langsung. Harga jual benih tergantung pada musim. Kondisi dengan jumlah
benih yang melimpah, harga jual akan menurun bahkan pengumpul dan
pembudidaya tidak sanggup lagi menampung hasil tangkapannya. Sebaliknya,
saat benih jarang atau susah ditangkap karena ketersediaannya rendah, maka harga
jual benih akan tinggi. Harga glass eels setiap kilogramnya berkisar antara Rp
800.000,00 hingga Rp 3.600.000,00. Pengumpul akan menjual kembali kepada
pelaku budidaya yang ada di Kecamatan Palabuhanratu maupun yang berada di
luar kecamatan tersebut.
Sama halnya dengan nelayan glass eels, nelayan penangkap ikan sidat
dewasa juga melakukan aktivitas penangkapan sebagai aktivtas sampingan.
Terdapat beberapa motivasi nelayan dalam melakukan penangkapan, yaitu: hanya
53
karena hobi memancing, sekedar memasang jebakan, dan menangkap ikan saat
ada konsumen yang meminta. Ikan yang didapatkan akan dijual atau dikonsumsi
sendiri. Permintaan ikan sidat dewasa dipenuhi dari hasil budidaya bukan dari
hasil tangkapan perikanan alami.
Perikanan budidaya sidat di Palabuhanratu merupakan salah satu kegiatan
perikanan yang berkembang. Benih ikan sidat didapatkan langsung dari
pengumpul maupun nelayan yang ditangkap dari Sungai Cimandiri. Hasil
budidaya dijual dalam bentuk segar maupun olahan. Pemasaran ikan sidat berada
pada Jakarta seiring dengan muali tumbuhnya restoran Jepang dan Korea atau
hasil budidaya ikan sidat di ekspor. Kendala dari budidaya ikan sidat yaitu
terbatasnya penampung saat benih tersedia dalam jumlah banyak. Selain itu,
kendala terbesar dalam proses budidaya yaitu pakan. Di Indonesia belum ada
pakan yang efektif yang bisa digunakan sehingga perlu adanya impor pakan dari
Taiwan maupun Jepang. Harga pakan yang tinggi dan penggunaan FCR yang
tinggi akan merugikan kegiatan budidaya. Perlu adanya pencampuran yang tepat
antara pakan lokal dengan pakan impor dengan tetap memperhatikan takaran gizi
dan harga agar kegiatan budidaya menghasilkan keuntungan. Dibutuhkan modal
yang tinggi untuk melakukan budidaya ikan sidat.
Stakeholders pada Perikanan Sidat di Sungai Cimandiri
Keberadaan sumber daya mengakibatkan terdapat beberapa stakeholders
yang berperan dalam pengelolaan dan pemanfaatan perikanan sidat. Berdasarkan
hasil analisis kepentingan dan pengaruh stakeholders yang ditunjukkan pada
Tabel 15, maka diperoleh hasil seperti pada Gambar 27.
Tabel 15 Matriks analisis pengaruh dan kepentingan para pihak (stakeholders)
terhadap kegiatan pemanfaatan Sungai Cimandiri
Pengaruh
Tinggi
Kepentingan
Rendah
Rendah
DKP Kabupaten Sukabumi
Perangkat Desa
Masyarakat
Konsumen
Pedagang
Tinggi
Nelayan glass eels
Nelayan sidat muda dan dewasa
Pengusahan perikanan budidaya
Pengepul glass eels
Analisis stakeholder atau kelembagaan adalah pendekatan dan prosedur
untuk memperoleh pemahaman tentang sistem dengan cara mengidentifikasi
pelaku utama dan pemegang kepentingan dalam sistem dengan menilai
kepentingan masing-masing (Pomeroy and Douvere 2008). Hasil analisis
stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya perikanan sidat di Sungai Cimandiri disajikan pada Gambar 27. Penentuan
skoring hasil wawancara pada setiap stakeholder disajikan pada Lampiran 9.
Gambar 27 menunjukkan hubungan antara pengaruh dan kepentingan untuk
setiap stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya perikanan sidat di Sungai Cimandiri. Kuadran I merupakan subjek
yang memanfaatkan keberadaan sumber daya ikan sidat, terdiri dari pengepul
glass eels dan pengusaha perikanan budidaya sidat. Kuadran II merupakan
pemain atau pelaksana untuk pemanfaatan perikanan sidat, terdiri dari nelayan
54
glass eels dan nelayan sidat muda dan dewasa. Kuadran III merupakan pengikut,
terdiri dari masyarakat, konsumen, dan pedagang. Kuadran IV merupakan
penentu kebijakan dalam pengelolaan sumber daya perikanan sidat, terdiri dari
DKP Kabupaten Sukabumi dan perangkat desa.
Gambar 27 Matriks pengaruh dan kepentingan stakeholder
Strategi Pemafaatan dan Perlindungan Perikanan Sidat
Pengelolaan sumber daya perikanan tawar maupun laut harus
mempertimbangkan keberlanjutan dari sumber daya tersebut. Aspek biologis,
aspek teknis, aspek sosial, aspek ekonomi, dan lingkungan menjadi suatu dasar
dalam pembangunan secara berkelanjutan. Faktor-faktor eksternal dan internal
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek tersebut sebagai dasar analisis
suatu kebijakan (Tabel 16). Analisis SWOT didasarkan pada pemikiran/logika
bahwa strategi yang efektif adalah dengan memaksimalkan kekuatan dan peluang,
serta meminimalkan kelemahan dan ancaman.
Sungai Cimandiri merupakan sunggai terbesar di Kabupaten Sukabumi.
Sungai tersebut memiliki panjang sungai sebesar 69,5 km sehigga memiliki
potensi yang besar terhadap keberadaan sumber daya perikanan sidat baik itu
perikanan tangkap glass eels maupun perikanan tangkap sidat dewasa. Hal
tersebut berdampak pada tersedianya sumber daya nelayan yang cukup. Sungai
Cimandiri menjadi sumber penghidupan ribuan nelayan. Perikanan sidat
membuka peluang kegiatan budidaya oleh masyarakat sekitar, namun dibutuhkan
modal yang cukup besar. Karakteristik perairan dan habitat sungai yang baik,
sehingga Sungai Cimandiri dapat digunakan sebagai daerah perlindungan sidat.
Namun, terdapat beberapa kendala dalam pemanfaatan sumber daya perikanan
secara berkelanjutan.
Salah satu kendala tersebut yaitu belum adanya peraturan yang mengatur
pengelolaan Sungai Cimandiri secara terpadu. Sebagai contoh yaitu Kabupaten
Sukabumi hanya memfokuskan pada perikanan tangkap glass eels seperti
memberikan sosialisasi dan memberikan bantuan alat tangkap, belum adanya
peraturan mengenai kegiatan penangkapan dari hulu ke hilir sungai. Regulasi
kebijakan penangkapan yang masih rendah. Selain itu, pengetahuan nelayan
55
mengenai aspek biologis masih kurang yang mengakibatkan terjadinya
pemanfaatan yang tidak terkendali. Penangkapan benih (glass eels) tidak
terkendali terutama pada musim rekruitmen. Musim tersebut merupakan musim
ikan sidat pada stadia glass eels mulai memasuki perairan sungai.
Tabel 16 Identifikasi dan arahan pengembangan pemanfaatan dan perlindungan
sumber daya ikan Sidat
Kode
Identifikasi SWOT
Kekuatan (Strengths)
S1
Karakteristik sungai yang sesuai untuk habitat
S2
Sumber daya perikanan sidat yang tinggi
S3
Sumber daya nelayan cukup tersedia
Kelemahan (Weaknesses)
W1
Regulasi kebijakan penangkapan yang masih rendah
W2
Pengetahuan nelayan mengenai aspek biologis masih kurang
W3
Penangkapan benih (glass eels) tidak terkendali
Peluang (Opportunities)
O1
Pengembangan sebagai daerah perlindungan perikanan sidat
O2
Potensi sumber daya perikanan tangkap (glass eels) tersedia
O3
Pengembangan budidaya ikan sidat
Ancaman (Threats)
Penggunaan alat tangkap dan metode penangkapan yang kurang
T1
tepat
T2
Peningkatan upaya penangkapan
T3
Pembangunan, aktivitas masyarakat, dan keberadaan PLTU
Kegiatan penangkapan glass eels dilakukan hampir di seluruh tepi sungai
sepanjang 5 km dari muara sungai. Padahal kapasitas pemasaran perikanan (glass
eels) yang minim. Pengumpul glass eels hanya mampu menampung sesuai
kapasitas mereka, sehingga sebagian hasil tangkapan tersebut yang tidak
tertampung akan dibuang percuma atau hanya dijadikan masakan. Padahal glass
eels tersebut berpotensi menjadi sidat dewasa yang memiliki nilai ekonomis lebih
tinggi. Selain itu, terdapat beberapa kegiatan yang mengancam keberadaan
sumber daya perikanan sidat diantaranya: penggunaan alat tangkap dan metode
yang kurang tepat, peningkatan upaya penangkapan, aktivitas masyarakat, dan
keberadaan PLTU. Penggunaan alat tangkap seperti electric fishing sangat tidak
ramah lingkungan karena dapat mematikan ikan sidat dalam semua stadia dan
biota lain. Selain itu, penggunaan racun dalam menangkap ikan sidat sangat
berbahaya bagi perairan dan habitat ikan sidat. Peningkatan upaya penangkapan
dapat menyebabkan terjadinya pemanfaatan yang tidak terkendali, sehingga
mengancam keberadaan stok ikan. Pembangunan di sekitar sungai dapat merusak
habitat ikan sidat dan mengancam keberadaan ikan sidat. Aktivitas masyarakat
dan keberadaan PLTU memberikan masukan limbah keperairan, sehingga dapat
mengancam keberadaan ikan sidat.
56
Pengelolaan Perikanan Sidat di Sungai Cimandiri
Perikanan refugia menitik beratkan pada stadia kritis suatu spesies dalam
siklus hidupnya dan mempertahankan keberlanjutan spesies ikan dalam kurun
waktu yang lama. Pengelolaan yang dilakukan dengan memprioritaskan nelayan
skala kecil. Menurut UNEP (2005) bahwa perikanan refugia tidak secara
sederhana menentukan ada zona tidak diperbolehkan menangkap, tetapi memiliki
tujuan penggunaan yang berkelanjutan untuk kepentingan sekarang dan masa
depan. Rekomendasi rencana manajemen yang akan dilakukan didasarkan pada
karakteristik ikan sidat. Aspek biologis, ekologis, dan sosial sangat berperan
penting dalam perumusan suatu langkah pemanfaatan dan perlindungan sumber
daya. Rekomendasi strategi pengelolaan sebagai berikut:
1. Pelarangan penangkapan stadia dewasa pada ukuran diatas 49 cm
Ikan sidat merupakan ikan katadromus dimana kelestarian populasi ikan
sidat sangat tergantung pada keberhasilan ikan sidat dalam melakukan
migrasi. Selain itu, kegiatan budidaya ikan sidat masih mengandalkan
ketersediaan benih (glass eels) di alam. Belum ada teknologi yang mampu
memijahkan ikan sidat. Ikan sidat (Anguilla bicolor bicolor) memijah di
perairan laut dalam dan ikan sidat yang berada di Teluk Palabuhanratu
diperkirakan memiliki daerah pemijahan di perairan Mentawai (Arai 2014).
Keberhasilan pemijahan sangat diperlukan agar perikanan sidat dapat
berkelanjutan.
Anguilla bicolor bicolor memiliki ukuran pada stadia silver eels sebesar
49,7 cm hingga 63,6 cm dan stadia tersebut berumur 4 hingga 6 tahun (Arai et
al. 2011). Penangkapan ikan sidat dewasa pada daerah hulu merupakan suatu
ancaman karena menggunakan metode yang tidak ramah lingkungan yaitu
penggunaan racun. Padahal stadia dewasa merupakan stadia kritis bagi ikan
sidat yang perlu dilindungi agar pemijahan dapat terjadi. Ikan sidat
bermigrasi kembali menuju perairan laut dalam. Ikan sidat dewasa yang
berapa di semua bagian Sungai Cimandiri baik itu hulu, tengah, maupun hilir
yang memiiki ukuran diatas 49 cm dilarang untuk ditangkap.
2. Penyediaan daerah sungai sebagai daerah perlindungan nursery ground
Ikan melakukan migrasi dalam rangka mencari daerah pemijahan dan
mencari daerah pembesaran. Ikan sidat melakukan migrasi di dalam sungai
untuk mencari daerah pembesaran ke arah hulu dan bermigrasi kembali ke
arah laut untuk melakukan pemijahan. Distribusi ikan sidat berdasarkan
stadia hidup menunjukkan bahwa ikan sidat menyebar hingga seluruh bagian
sungai. Di Sungai Cimandiri, ikan sidat ditemukan di bagian sungai hingga
sungai berorde satu. Ikan sidat yang ditemukan termasuk dalam kategori
dewasa. Ikan sidat pada stadia silver eels merupakan ikan sidat dewasa yang
akan kembali ke perairan laut untuk memijah. Ikan sidat pada stadia yellow
eels merupakan ikan yang sedang mengalami pertumbuhan. Menurut Deelder
(1984), ikan sidat pada stadia yellow eels lebih bersifat menetap karena pada
stadia tersebut ikan melakukan aktivitas untuk penggemukan badan.
57
Gambar 28 Daerah pemanfaatan dan perlindungan sumber daya perikanan sidat di Sungai Cimandiri
58
Terdapat 56 bagian Sungai Cimandiri yang merupakan sungai dengan
orde sungai 1. Sungai dengan orde sungai 1 merupakan bagian hulu yang
kondisi habitat dan perairannya masih baik. Belum banyak terdapat masukan
limbah dari aktivitas masyarakat. Daerah tersebut diduga merupakan habitat
yellow eels yang perlu dijadikan sebagai daerah perlindungan. Oleh sebab itu,
perlu adanya perlindungan pada sungai berorde 1. Tidak semua sungai berorde
1 harus dilindungi. Persyaratan umum yang harus terpenuhi adalah sumber
daya air harus selalu ada. Hal tersebut berarti bagian sungai yang akan
dilindungi merupakan sungai permanen yang berorde sungai 1. Kecamatan
Sukaraja dirasa tepat untuk dipilih sebagai daerah yang akan dilindungi.
Kecamatan Sukaraja memiliki sungai permanen berorde 1 sebanyak 7 bagian
sungai. Sungai Cimandiri pada sungai berorde 1 di Kecamatan Sukaraja
ditunjukkan pada Gambar 28 yang merupakan bagian sungai berwarna hijau.
Dari tujuh bagian sungai permanen berorde 1 di Kecamatan Sukaraja
akan dipilih kembali menjadi daerah yang akan dilindungi. Bagian sungai
yang akan dilindungi harus merupakan habitat yang mendukung bagi
keberlangsungan hidup ikan sidat seperti tersedianya lubuk bagi ikan sidat
untuk tinggal dan bersembunyi. Selain itu aktivitas masyarakat perlu
diperhatikan karena kegiatan masyarakat akan memberikan masukan polutan
kedalam perairan. Oleh karena itu, bagian sungai yang akan dipilih merupakan
bagian sungai yang tidak ada atau sedikit terdapat aktivitas masyarakat.
Konsep perikanan refugia lebih ditekankan pada penutupan daerah yang
menjadi tempat ikan memijah atau pembesaran berdasarkan musim (Saikliang
2014). Perikanan refugia bukan menutup suatu area untuk ditutup secara
permanen (Paterson et al. 2013), tetapi perikanan refugia lebih ditekankan pada
penyediaan daerah yang sangat penting dalam siklus hidup seperti pemijahan
dan pembesaran (UNEP 2006). Konsep perikanan refugia di Vietnam telah
menetapkan 2 pilot site sebagai daerah yang akan dilindungi sebagai daerah
pemijahan (spawning ground) dan pembesaran (nursery ground) bagi beberapa
spesies penting yang dikelola oleh komunitas lokal (Long and Tuan 2014).
Daerah pembesaran (nursery ground) merupakan daerah yang perlu dilindung
agar tidak terjadi growth overfishing, langkah pengelolaan yang diterapkan
mirip dengan pengelolaan pada daerah pemijahan (Siriraksophon 2014).
Konsep perikanan refugia tersebut diterapkan pada perikanan laut. Penelitian
ini merekomendasikan Kecamatan Sukaraja sebagai pilot site pada daerah
perlindungan ikan sidat di Sungai Cimandiri. Langkah pengelolaan yang akan
dilakukan perlu dirumuskan kembali antara masyarakat Kecamatan Sukaraja
dengan instansi pemeritah maupun Dinas Kelautan dan Perikanan dari dua
kabupaten dan satu kota maupun Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi.
3. Penegasan pelarangan alat tangkap (electric fishing) dan metode penangkapan
(menggunakan racun)
Electric fishing merupakan metode penangkapan ikan menggunakan alat
listrik atau setrum. Alat tangkap ini dapat mematikan semua jenis biota dan
berbagai ukuran, sehingga sangat merugikan bagi ikan lain yang non target.
Selain itu, alat ini tidak bersifat ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap
electric fishing telah dilarang penggunaannya oleh masyarakat di bagian hilir
sungai yaitu di daerah penangkapan glass eels. Namun, masih terdapat
penggunaan alat tangkap setrum dibagian sungai bagian tengah (stasiun 3 pada
59
pengambilan sampel air, Gambar 4). Selain itu, terdapat aktivitas penangkapan
menunggunakan metode yang tidak tepat. Di bagian hulu sungai, masyarakat
menangkap sidat dewasa dengan menggunakan racun atau sianida. Hal
tersebut sangat berbahaya dan mematikan semua jenis biota. Oleh sebab itu,
perlu adanya penegasan perihal larangan penggunaan electric fishing dan
pelarangan penggunaan racun atau sianida.
4. Pelarangan penangkapan glass eels pada bulan Januari, Februari, Maret, dan
Desember
Perikanan tangkap glass eels merupakan aktivitas perikanan tangkap
utama di Sungai Cimandiri. Hal tersebut terlihat dari aktivitas penangkapan
yang sangat tinggi. Aktivitas penangkapan dilakukan sepanjang 5 km dari
muara sungai (Gambar 26). Setiap jarak sekitar 10 meter sepanjang 5 km
tersebut hampir ditemukan nelayan di pinggir sungai pada saat musim puncak
glass eels. Sebagian besar nelayan tersebut merupakan nelayan sampingan.
Hasil tangkapan yang didapatkan sangat banyak, namun melebihi kapasitas
penampung atau pengumpul sehingga sisa hasil tangkapan yang melebihi
kapasitas tersebut tidak termanfaatkan dengan baik. Selain itu dikhawatirkan
dapat mengurangi jumlah ikan dewasa untuk hidup. Namun, apabila tidak
dimanfaatkan maka glass eels akan mengalami kematian secara alami. Oleh
karena itu, perlu adanya pengaturan waktu maupun jumlah penangkapan pada
stadia glass eels.
Potensi glass eels harus dihitung terlebih dahulu untuk menentukan batas
penangkapan glass eels. Penghitungan potensi dilakukan dengan membuat
beberapa asumsi. Asumsi mengenai sidat secara umum yaitu:
a. Terdapat beberapa nilai fekunditas, hatching rates, dan survival rates secara
umum yang telah disesuaikan dengan kondisi perairan Sungai Cimandiri.
- Fekunditas ikan sidat berdasarkan Edel (1975) in Tesch et al. (2003)
sebesar 1,3 juta – 1,5 juta telur.
- Hatching rates dari telur sidat sebesar 80 % berdasarkan penelitian Chang
et al. (2004).
- Fase preleptocephalus hingga glass eels diasumsikan memiliki nilai
survival rates sebesar 1%. Hal tersebut didasarkan pada jarak migrasi
sidat yang jauh dari tempat pemijahan hingga menuju muara sungai untuk
memulai migrasi ke perairan tawar.
- Survival rates dari glass eels ke elvers sebesar 20% dan survival rates dari
elvers ke yellow eels sebesar 40-60% berdasarkan Tesch et al. (2003).
- Survival rates dari yellow eels menjadi silver eels sebesar 90%. Hal ini
diasumsikan bahwa pada fase tersebut sidat tidak mengalami migrasi jauh
dan bukan merupakan fase kritis.
- Survival rates dari silver eels (inland water) menjadi induk yang siap
memijah (spawning area) adalah 10%. Hal tersebut diasumsikan bahwa
silver eels yang akan melakukan pemijahan harus bermigrasi jauh dari
perairan sungai ke laut dalam.
b. Penangkapan glass eels diasumsikan sebesar 50% dari potensi glass eels
yang ada di Sungai Cimandiri.
Potensi glass eels yang berada di Sungai Cimandiri diduga dari hasil
tangkapan melalui pengumpul. Di Sungai Cimandiri terdapat beberapa
60
pengumpul glass eels, salah satu pengumpul yaitu Bapak Engkan. Beliau
merupakan nelayan pengumpul yang menguasai 30% dari jumlah tangkapan
yang ada di Sungai Cimandiri dengan jumlah produksi rata-rata sebesar 300
kg/tahun, sehingga total produksi tangkapan rata-rata di Sungai Cimandiri
sebesar 1000 kg/tahun.
Berdasarkan produksi tersebut maka dapat
diperkirakan bahwa potensi perikanan glass eels di Sungai Cimandiri sebesar
2000 kg/tahun (Lampiran 10).
Berdasarkan asumsi sebelumnya, 2000 kg glass eels dengan jumlah
12.000.000 individu dihasilkan oleh induk (silver eels) sebanyak 1000
individu. Asumsi penangkapan yang dilakukan sebesar 50% dari total potensi,
maka jumlah glass eels yang tidak ditangkap sebesar 1000 kg dengan jumlah
6.000.000 individu. Ikan tersebut akan tumbuh menjadi silver eels sebanyak
43.2000 individu. Agar stok glass eels tetap berkelanjutan, maka perlu adanya
pembatasan penangkapan sebesar 11,57% dari total tangkapan. Semua
perhitungan matematis terdapat pada Lampiran 10.
PT JSI merupakan salah satu perusahaan budidaya sidat terbesar di
Palabuhanratu yang menerima benih (glass eels) yang sebagian besar berasal
dari Sungai Cimandiri. Data penerimaan benih pada PT JSI diasumsikan
menggambarkan ketersedian glass eels di Sungai Cimandiri. Penerimaan glass
eels pada tahun 2013 sebanyak 580,927 kg (JSI 2013 in Widyasari 2013)
dengan produksi tiap bulan seperti Gambar 29. Pembatasan penangkapan
sebesar 11,55% dari total tangkapan, sehingga terdapat pembatasan melalui
pengurangan penerimaan glass eels sebesar 67 kg. Enam puluh tujuh kilogram
merupakan jumlah penerimaan pada bulan Januari hingga Maret dan bulan
Desember.
Gambar 29 Pembatasan penangkapan glass eels di Sungai Cimandiri
61
Keempat bulan tersebut memiliki jumlah glass eels sebesar 11,55% dari
total glass eels yang diterima PT JSI. Bulan-bulan tersebut relatif memiliki
jumlah yang sedikit. Hal tersebut menggambarkan penangkapan yang ada di
Sungai Cimandiri dengan jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan bulan
lainnya. Apabila melakukan penangkapan pada bulan tersebut akan
menghasilkan jumlah tangkapan yang relatif lebih sedikit. Bulan Januari,
Februari, Maret, dan Desember direkomendasikan untuk tidak dilakukan
penangkapan glass eels.
5. Regulasi kebijakan antar kota/kabupaten
Sungai Cimandiri merupakan sungai yang melewati Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Sukabumi. Peraturan yang ada saat ini
hanya berfokus pada masing-masing kabupaten/kota saja, belum adanya
peraturan yang mengatur pengelolaan Sungai Cimandiri secara terpadu. Salah
satu contoh yaitu Kabupaten Sukabumi hanya memfokuskan pada perikanan
tangkap glass eels, belum adanya peraturan mengenai kegiatan penangkapan
dari hulu ke hilir sungai. Aktifitas masyarakat di sekitar Sungai Cimandiri
pada Kbupaten Cianjur dan Kota Sukabumi akan berdampak pada kondisi
Sungai Cimandiri di Kabupaten Sukabumi. Oleh karena itu, perlu adanya
regulasi kebijakan yang terkait antara kabupaten atau kota tersebut agak
pengelolaan berupa pemanfaatan dan perlindungan dapat terintegrasi dengan
baik.
62
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Identifikasi morfologis dan molekuler menunjukkan bahwa ikan sidat muda
dan dewasa memiliki 2 spesies yaitu A. bicolor bicolor dan A. marmorata. Sungai
Cimandiri dipilih sebagai kawasan perikanan refugia berdasarkan informasi
morfologis, molekuler, dan kondisi perairan. Rekomendasi strategi pengelolaan
dan pemanfaatan perikanan sidat di Sungai Cimandiri meliputi: pelarangan
penangkapan stadia dewasa pada ukuran diatas 49 cm; penyediaan daerah sungai
sebagai daerah nursery refugia di Kecamatan Sukaraja; penegasan pelarangan alat
tangkap (electric fishing) dan metode penangkapan (menggunakan racun);
pelarangan penangkapan glass eels pada bulan Januari, Februari, Maret, dan
Desember; serta regulasi kebijakan antar kota/kabupaten.
Saran
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan oleh pemerintah
daerah dalam pembentukan rencana kebijakan pemanfaatan dan perlindungan
sumberdaya perikanan sidat di Teluk Palabuhanratu. Penelitian selanjutnya
diharapkan dapat dilakukan dengan pengambilan sampel yang lebih banyak dari
masing-masing sungai untuk analisis morfologis maupun molekuler.
63
DAFTAR PUSTAKA
[APHA]. American Public Health Association. 2012. Standart Method for The
Examination of Water and Wastewater. Washington DC (US): American
Public Health Association 800 I Street. NW.
Affandi R. 2005. Strategi pemanfaatan sumber daya Ikan Sidat. Jurnal Iktiologi
Indonesia. 5(2):77-81.
Armada NB. 2014. Fisheries refugia, marine protected areas, and fisheries use
zoning: Some of the tools used in managing fisheries in the Philippines.
Marine Biological Association of India. 56(1):77-84.
Aoyama J, Wouthuyzen S, Miller MJ, Inagaki T, Tsukamoto K. 2003. Shortdistance spawning migration of tropical freshwater eels. Biological Bulletin.
204:104-108.
Arai T, Chino N, Zulkifli SZ, Ismail A. 2011. Age maturation of tropical eel
Anguilla bicolor bicolor in Peninsular Malaysia, Malaysia. Malaysia Applied
Biology. 40(1):51-54.
Arai T. 2014. Do we protect freshwater eels or do we drive them to extinction?
SpringerPlus. 3:534.
Avise JC, Arnold J, Ball AM, Bermingham E, Lamb T, Neigel JE, Reeb CA,
Saunders NC. 1987. Intraspecific phylogeography: the mitochondrial DNA
bridges I between population genetics and systematics. Annual Reviews
Ecology System. 18:489-522.
Bickford D, Lohman DJ, Sodhi NS, Ng PKL, Meler R, Winker K, Ingram KK, Das
I. 2006. Cryptic species as a window on diversity and conservation. Ecology
and Evolution. 22(3):148-155.
Chang SL, Kou GH, Liao IC. 2004. Temperature adaptation of the Japanese Eel
(Anguilla japonica) in its early stages. Zoological Studies. 43(3): 571-579.
Deelder CL. 1984. Synopsis of The Biological Data on The Eel Anguilla anguilla
(Linnaeus, 1758). Rome (IT): Food and Agricultural Organization of The
United Nation.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius Press.
Ege V. 1939. A Rivision of The Genus Anguilla Shaow, A Systemic, Phylogenetic
and Geographical Study. London (UK): Oxford University Press.
Fahmi MR, Hirnawati. 2010. Keragaman ikan sidat tropis (Anguilla sp.) di perairan
Sungai Cimandiri, Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Prosiding Forum Inovasi
Teknologi Akuakultur. 1-8.
Fahmi MR. 2013. Phylogeography of tropical eels (Anguilla spp) in Indonesia
waters [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fahmi MR. 2015. Short communication: Conservation genetic of tropical eel in
Indonesian waters based on population genetic study. Prosiding Seminar
Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(1):38-43.
Hajibabaei M, Singer GAC, Hebert PDN, Hickey DA. 2007. DNA barcoding: how
it complements taxonomy, molecular phylogenetics and population genetics.
TRENDS in Genetics. 23(4):167-172.
Haryuni. 2002. Migrasi elver sidat, Anguilla spp. memasuki muara Sungai Poso,
Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
64
Hebert PDN, Ratnasingham S, De Waard JR. 2003. Barcoding animal life:
cytochrome c oxidase subunit 1 divergences among closely related species.
Proc R Soc. 270:96–99.
Herianti I. 2005. Rekayasa lingkungan untuk memacu perkembangan ovarium ikan
sidat. Oseanografi dan Limnologi Indonesia. 37:25-41.
Jamandre BWD, Shen KN, Yambot AV, Tzeng WN.2007. Molekular phylogeny of
Philippine freshwater ells Anguilla spp. (Actinopterygi: Anguilliformes:
Anguillidae) inferred from mitochondrial DNA. The Raffles Bulletin of
Zoology. 14:51–59.
Jorgensen SE. 1980. Lake management, water development, supply and
management, developments in hydrology. Oxford (UK): Pergamon Press.
Jusuf M. 2001. Genetika I: Struktur dan Ekspresi Gen. Jakarta (ID): Sagung Seto.
Leander NJ, Shen KN, Chen RT, Tzeng WN. 2012. Species composition and
seasonal occurrence of recruiting glass eels (Anguilla spp.) in the
Hsiunkuluan River, Eastern Taiwan. Zoological Studies. 51(1):57-71.
Long NV, Tuan VS. 2014. Establishment and management of fisheries refugia in
Phu Quoc Marine Protected Area, Vietnam. Marine Biological Association of
India. 56(1):41-45.
Minegishi Y, Aoyama J, Inoue JG, Miya M, Nishida M, Tsukamoto K. 2005.
Molecular phylogenetics and evolution of the freshwater ells genus Anguilla
base on the whole mitochondrial genome squences. Molecular Phylogenetics
and Evolution. 34:134–146.
Nybakken JW. 1995. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka Utama.
Paterson C, Try I, Tambunan P, Barut N, Saikliang P, Dao MS, Chullasorn S.
(2006). Establishing a regional system of fisheries refugia. Fish for the
People. 4(1): 22-27.
Paterson CJ, Pernetta JC, Siraraksophon S, Kato Y, Barut NC, Saikliang P, Vibol
O, Chee PE, Nguyen TTN, Perbowo N, Yunanda T, Armada NB. 2013.
Fisheries refugia: a novel approach to integrating fisheries and habitat
management in the context of small-scale fishing presure. Ocean & Coastal
Management. 85:214-229.
Pomeroy R, Douvere F. 2008. The engagement of stakeholder in the marine spatial
planning process. Marine Policy. 32(5):816-822.
[PSDA]. Pengelolaan Sumber Daya Air. 2010. Inventarisasi Sungai Non Lintas
Kabupaten Sukabumi Balai PSDA Cisadea-Cimandiri. Jawa Barat. Tersedia
pada: http://psdajabarprov.go.id/
Reveillac E, Gagnaire PA, Finigers L, Berrebi P, Robinet T, Valade, Feunteun E.
2009. Development of key using morphological character to distinguish
south-western India Ocean Anguilla glass eel. Jurnal Fish Biology. 25:547572.
Robinet T, Lecomte-Fininger R, Escoubeyrou K, Feunteun E. 2003. Tropical eels
Anguuilla spp. Recuiting to Reunion Island in the Indian Ocean: taxonomy,
pattern of recruitment and early life histories. Marine Ecology Progress
Series. 259:263-272.
Rosalina D. 2011. Analisis strategi pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten
Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan. 1(1):63-77.
65
Saikliang P. 2014. Development of closed seasons and areas in the Gulf of
Thailand. Marine Biological Association of India. 56(1):70-76.
Sanger F, Nicklen S, Coulson AR. 1977. DNA sequencing with chainterminating
inhibitors. Proceedings of the National Academy of Sciences USA. 74:54635467.
Silfvergrip AMC. 2009. CITES identification guide to the Freshwater Eels
(Anguillidae) with Ffocus on the European eel Anguilla anguilla. Sweden
(SE): The Swedish Environmental Protection Agency.
Singleton P, Sainsbury D. 2006. Dictionary of Microbilogy and Molecular Biologi,
Third Edition. England (GB): Wiley & Sons Ltd.
Siriraksophon S. 2014. Fisheries refugia : A regional initiative to improve the
integration of fisheries and habitat management. Marine Biological
Association of India. 56(1):55-64.
Solihin DD. 1994. Peran DNA mitokondria (mtDNA) dalam studi keragaman
genetik dan biologi populasi pada hewan. Hayati. 1(1):1-4.
Sriati. 1998. Telaah struktur dan kelimpahan populasi benih ikan sidat, Anguilla
bicolor bicolor, di muara Sungai Cimandiri, Palabuhan Ratu, Jawa Barat
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Stickney RR. 2000. Encyclopedia of Aquaculture. New York (US): John Willey
and Sons. Inc.
Strahler AN. 1957. Quantitative analysis of Watershed geomorphology.
Transaction, American Geophysical Union. 38(6):913-920.
Sugeha HY, Arai T, Miller MJ, Limbongg D, Tsukamoto K. 2001. Inshore
migration of the tropical eels Anguilla spp. recruiting to the Porigar River
estuary on north Sulawesi Island. Marine Ecology Progress Series. 221:233243.
Sugeha HY, Suharti SR. 2008. Discrimination and distribution of two tropical
short-finned eels (Anguilla bicolor bicolor and Anguilla bicolor pacifica) in
the Indonesia waters. The Nagisa Westpac Congress. 9:1-14.
Tabeta O, Takai T, Matsui I. 1976. The sectionl counts of vertebrae in the Anguillid
elvers. Japanese Journal of Ichthyology. 22(4):195-200.
Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2011. Mega 5: molecular evolutionary
genetics analysis using maximum likelihood, evolutionary distance, and
maximum parsimony methods. Molecular Biology and Evolution.
28(10):2731–2739.
Tesch FW, Bartsch P, Berg R, Gabriel O, Henderonn IW, Kamastra A, Kloppmann
M, Reimer LW, Soffker K, Wirth T. 2003. The Eel. White RJ. penerjemah;
Thorpe JE. editor. German (ID). Penerbit Blackwell Publishing Company.
Terjemahan dari : The Eel. Ed ke-3.
Tudge C. 2000. The Variety Of Life. New York (US): Oxford University Press.
[UNEP]. United Nation Enviroment Programme. 2005. Reversing environmental
degradation trends in the South China Sea and Gulf of Thailand. Report of the
Fifth Meeting of the Regional Working Group on Fisheries.
UNEP/GEF/SCS/RWG-F.5/3.
[UNEP]. United Nation Enviroment Programme. 2006. Reversing environmental
degradation trends in the South China Sea and Gulf of Thailand. Report of the
Fifth Meeting of the Regional Working Group on Fisheries.
UNEP/GEF/SCS/RWG-F.6/3.
66
Vamellia A. 2014. Kondisi habitat ikan Sidat (Anguilla spp.) pada beberapa sungai
yang bermuara di Teluk Palabuhanratu, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Vereijken JM, Mansfeld ADMV, Bass PD, Jansz HS. 1975. Arthrobacter luteus
retriction endonuclease cleavage map of ϕX174 RF DNA. Virology. 68:221233.
Watanabe S, Aoyama J, Tsukamoto K. 2004. Reexamination of Ege‟s (1939) use of
taxonomic characters of the genus Anguilla. Bulletin Marine Science.
74(2):337-351.
Wedemeyer GA. 1996. Physiology of fish in intensive culture system. New York
(US): International Thompson Publising.
Widyasari RAHE. 2013. Disain pengembangan industri perikanan sidat Indonesia
Anguilla spp. berkelanjutan di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi
Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1 Variabel penilaian pengaruh stakeholder
No
1
2
Variabel
Kewenangan kebijakan pengelolaan
Kemampuam berinteraksi dengan massa
besar
Kapasitas sumberdaya dan kelembagaan
3
Indikator
Skor
Pelaku dengan pengaruh sangat kuat
5
Pelaku dengan pengaruh sedang
4
Pelaku dengan pengaruh kecil
Pelaku, namun bukan anggota
kelompok
Tidak terlibat
3
Sangat tinggi
5
Tinggi
4
Sedang
3
Rendah
2
Tidak ada interaksi
1
Memiliki 4 akses sumberdaya
5
2
1
-
Kapital
Memiliki 3 akses sumberdaya
4
-
Sumberdaya manusia
Memiliki 2 kses sumberdaya
3
-
Alat
Memiliki 1 akses sumberdaya
2
-
Kelembagaan
Tidak memiliki akses sumberdaya
1
69
Lampiran 2 Variabel penilaian kepentingan stakeholder
No
1
Variabel
Manfaat langsung/tidak langsung ikan
3
Skor
Terlibat 4 kegiatan
5
-
Kegiatan penangkapan ikan sidat
Terlibat 3 kegiatan
4
-
Kegiatan usaha perikanan
Terlibat 2 kegiatan
3
-
Kegiatan konsumsi
Terlibat 1 kegiatan
2
-
Kegiatan penjualan ikan
Tidak terlibat
1
Mendapat 4 manfaat
5
Ketergantungan/Kebutuhan terhadap sumberdaya ikan
2
Indikator
-
Hasil tangkapan/daerah penangkapan ikan sidat
Mendapat 3 manfaat
4
-
Bahan baku usaha perikanan budidaya
Mendapat 2 manfaat
3
-
Bahan baku usaha jual beli ikan segar
2
-
Bahan pangan/konsumsi
mendapat 1 manfaat
Tidak mendapatkan
manfaat
Sangat prioritas
5
Prioritas
4
Prioritas sedang
3
Prioritas rendah
2
Tidak menjadi prioritas
1
Prioritas pengelolaan sumber daya ikan di Selat Sunda
1
70
Lampiran 3 Situs nukleotida spesifik gen COI mitokondria Anguilla bicolor
bicolor berdasarkan sekuen 304 pb yang dibndingkan dengan
outgroup
#MEGA
!Title fasta file;
!Format
DataType=Nucleotide
NSeqs=11 NSites=304
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data;
[
[
[
#ABBman1
#ABBman2
#ABBman4
#ABBban1
#ABBsuk1
#ABBpal1
#ABBtii1
# ABBtep2
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
112222223
1151346791
TTGTTAATCG
..........
..........
..........
..........
..........
.....G....
..........
ACACC.GCTT
ACACC.GCTT
ACACC.GCTT
3333334444
2347890123
AGAAGGGGGA
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
GTTGATTTTC
GT.GATTTTC
GT.GATTTTC
4444556666
4689670123
ACGTAGCCCT
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
TTTAT.AGTA
TTTATAAGTA
TTTATAAGTA
6777788888
9247901345
AAACGCTCTA
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
CGGTTGGAAC
TGGTTGGAAC
TGGTTGGAAC
1
8899999990
8912347891
GAAAAATAGG
...G......
...G......
...G......
...G......
...G......
...G......
...G......
ACCGTGCGCA
ACTGT.CCTA
.CCGTGCGTA
1111111111 ]
0000011112 ]
2347812464 ]
GAAGATAT-T
........-.
........-.
........-.
........-.
........-.
........-.
........-.
AT.CGGCCAC
AT.TGGCCGC
ATGCGGCCAC
[
[
[
#ABBman1
#ABBman2
#ABBman4
#ABBban1
#ABBsuk1
#ABBpal1
#ABBtii1
#ABBtep2
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
1111111111
2223333333
7890234568
GTGTATGTAT
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
TCCCCGAATA
T.CCCGAATA
T.CCCGAATA
1111111111
4444445555
3467891236
TGCGATGAGG
..........
..........
..........
..........
..........
........T.
..........
CAAAGCTCTC
CAAAGCTCTC
CAAAGCTCTC
1111111111
6666666777
1345689236
GTAGTCGGCG
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
ACCCCTCTTT
AC.CCTCTTT
AC.CCTCT.T
1111111111
7888888889
7012346780
TGACCACAAT
..........
..........
..........
..........
..........
.A........
..........
C-..T.T.GC
C-TTT.T.GC
C-T.TGTGGC
1111222222
9999000011
3456036927
AAATAAACAT
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
CCTC.GGGG.
CCTCGGGGG.
CCTCGGGGGC
2222222222 ]
1122222223 ]
8902346790 ]
CAAGGAGGGG
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
GGTCAGTTAA
GG.CAGTTAA
GGTCAGTTAA
[
[
[
#ABBman1
#ABBman2
#ABBman4
#ABBban1
#ABBsuk1
#ABBpal1
#ABBtii1
#ABBtep2
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
2222222222
3333333444
1234569012
TTTCTCTTGA
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
C.GTATCCAC
C.GTATCCCC
CCGTATCCTC
2222222222
4555555666
9013469025
CTCATTTGGT
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
TAGTGACTA.
TAGTGACTA.
TAGTGACTAC
2222222222
6667777778
6790136790
AGCAGTATCT
..........
..........
..........
..........
..........
....A.....
..........
CA.GCGGCTC
CA.GCGGCTC
CATGCGGCTC
2222222222
8888899999
2456901234
TACCAGTTGG
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
GTGATAACAA
GTGATAACAA
GTGAT.ACAA
2223333333
9990000000
5690134679
AAGCGTGTTT
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
TTCTCCT.CC
TTCTCCTCCC
TCTTCCT.CC
3333333333 ]
1111122222 ]
0145802356 ]
TGGCAGGAGT
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
CTCATTTCTC
CTCAGTTCTC
CTCAGTTCTC
[
[
[
#ABBman1
#ABBman2
#ABBman4
#ABBban1
#ABBsuk1
#ABBpal1
#ABBtii1
#ABBtep2
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
3333333333
2233333344
8901236801
AGCACGTTTA
..........
..........
..........
..........
..........
..........
G.........
.TTCTAACAT
.T.CT.ACAT
.T.CTAGCAT
3333333333
4444555555
2345012567
CGTCCCTTGT
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
TAA.AT.CAC
TAA.ATC.AC
TAATAT..AC
3333333333
6666666777
0146789123
ACGGGTGGCT
..........
..........
..........
..........
..........
..A.......
..........
TT-AA.AAAA
TT-AACA.AA
TT-AA.A.AA
3333333333
7777788888
4567901236
CATAAATGAC
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
ACCGCTGCC.
ACC.CTGCC.
ACCGCTGCCT
3333333344
8899999900
7802347901
CTGAGTGTAG
..........
......A...
..........
..........
..........
..........
..........
ACC.TAAACC
ACC.TAAACT
ACCGTAAACC
4444444444 ]
0000111111 ]
4567234579 ]
ATCACTCAAC
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
TCTGTATGG.
CCTGTATGGT
.CTGTATGGT
71
[
[
[
#ABBman1
#ABBman2
#ABBman4
#ABBban1
#ABBsuk1
#ABBpal1
#ABBtii1
#ABBtep2
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
4444444444
2222222333
0345689012
ACCTAATACC
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
GTTAG.ACTG
GTTAG.AC.G
GTTAGTAC.G
[
[
[
#ABBman1
#ABBman2
#ABBman4
#ABBban1
#ABBsuk1
#ABBpal1
#ABBtii1
#ABBtep2
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
5555]
0011]
7801]
GTTA
....
....
....
....
....
....
....
ACAC
ACAC
ACAC
4444444444
3333344444
4568901234
AAAGGTTCTT
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
TGTCTGCTCC
TGTCTACTAC
TGTCTACTAC
4444444444
4555555556
7023456790
TCGGAATATA
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
CTCCT.CCGT
CTCCTGCCGT
CTCCTGCCGT
4444444444
6666666777
1235789013
AGCAAATGTT
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
CCTGCGCAGG
CCTGTGCAGC
CCTGTGCAG.
4444444444
7777788888
4568924567
GAGTTTCCAA
..........
..........
..........
..........
..........
.....C....
..........
ATTCAGTTCT
ATTCAATTCT
ATTCAATTCT
4444444455 ]
8999999900 ]
9123456812 ]
TCTGGTAGTA
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
ATGACCGACT
A.GACCGA.T
ATGACCGA.T
72
Lampiran 4 Situs nukleotida spesifik gen COI mitokondria Anguilla marmorata
berdasarkan sekuen 304 pb yang dibandingkan dengan outgroup
#MEGA
!Title fasta file;
!Format
DataType=Nucleotide
NSeqs=4 NSites=304
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data;
[
[
[
#AMbar4
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
111222223
1158136791
TTGTTTATCG
ACACCCGCTT
ACACCCGCTT
ACACCCGCTT
3333334444
2346780123
AAACAGGGGA
GTTTGATTTC
GT.TGATTTC
GT.TGATTTC
4444556666
4689670123
ACGTAGTCCT
TTTAT.AGTA
TTTATAAGTA
TTTATAAGTA
6777788888
9247901345
AAACGCTCTA
CGGTTGGAAC
TGGTTGGAAC
TGGTTGGAAC
1
8899999990
8912347891
GAAAAATAAG
ACCGTGCGCA
ACTGT.CCTA
.CCGTGCGTA
1111111111 ]
0000011112 ]
2347812464 ]
GAAGATAT-T
AT.CGGCCAC
AT.TGGCCGC
ATGCGGCCAC
[
[
[
#AMbar4
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
1111111111
2223333333
7890234568
GTGTATGTAT
TCCCCGAATA
T.CCCGAATA
T.CCCGAATA
1111111111
4444455566
3678912613
TCGATGAGGT
CAAGCTCCAC
CAAGCTCCAC
CAAGCTCCAC
1111111111
6666677778
4568923671
AGTCAACGTA
CCCTCTTTC.
.CCTCTTTCT
.CCTCT.TCT
1111111111
8888889999
2346780345
CCACAATAAA
.T.T.GCCCT
TT.T.GCCCT
.TGTGGCCCT
1222222222
9000001111
6036892347
TAAAGCAAAT
C.GGAGGGG.
CGGGAGGGG.
CGGGAGGGGC
2222222222 ]
1122222333 ]
8902347012 ]
CAAGGAGGTT
GGTCAGTAC.
GG.CAGTAC.
GGTCAGTACC
[
[
[
#AMbar4
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
2222222222
3333344444
3456901279
TCTCTTGACC
GTATCCACTT
GTATCCCCTT
GTATCCTCTT
2222222222
5555556666
0134690256
TCGTTTGGTA
AGTGACTA.C
AGTGACTA.C
AGTGACTACC
2222222222
6677777788
7901367902
GCAGTATCTT
A.GCGGCTCG
A.GCGGCTCG
ATGCGGCTCG
2222222222
8888999999
4569012345
ACTAGTTGGA
TGATAACAAT
TGATAACAAT
TGAT.ACAAT
2233333333
9900000001
6901346790
AGCGTGTTTT
TCTCCT.CCC
TCTCCTCCCC
CTTCCT.CCC
3333333333 ]
1111122222 ]
1456802356 ]
GGCAAGGAGT
TCAGTTTCTC
TCAGGTTCTC
TCAGGTTCTC
[
[
[
#AMbar4
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
3333333333
2233333344
8901236801
GGCACGTTTA
ATTCTAACAT
AT.CT.ACAT
AT.CTAGCAT
3333333333
4445555556
2450125670
CTCCCTTGTA
TA.AT.CACT
TA.ATC.ACT
TATAT..ACT
3333333333
6666677777
1678912345
CGGTGGCTCA
TAA.AAAAAC
TAACA.AAAC
TAA.A.AAAC
3333333333
7778888888
6790123678
AAAATGACCT
CGCTGCC.AC
C.CTGCC.AC
CGCTGCCTAC
3333334444
9999990000
0234790145
GAGTGTAGAT
C.TAAACCTC
C.TAAACTCC
CGTAAACC.C
4444444444 ]
0111111122 ]
7234567903 ]
ACTCAGACAC
GTATGAG.GT
GTATGAGTGT
GTATGAGTGT
[
[
[
#AMbar4
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
4444444444
2222233333
4568901245
CTAATACCAA
TAG.ACTGTG
TAG.AC.GTG
TAGTAC.GTG
4444444444
3334444444
6890123467
AGGTTCTTCT
TCTGCTCCTC
TCTACTACTC
TCTACTACTC
4444444444
5555555566
0234567901
CGGAGTATAA
TCCTACCGTC
TCCT.CCGTC
TCCT.CCGTC
4444444444
6666667777
2357890134
GCAAATGTTG
CTGCGCAGGA
CTGTGCAGCA
CTGTGCAG.A
4444444444
7777888888
5689234567
AGTTTTCCAA
TTCAGCTTCT
TTCAACTTCT
TTCAACTTCT
4444444455 ]
8999999900 ]
9123456812 ]
TCTGGTAGTA
ATGACCGACT
A.GACCGA.T
ATGACCGA.T
[
[
[
#AMbar4
#A._australis
#A._reinhardtii
#A._japonica
5555]
0011]
7801]
GTTA
ACAC
ACAC
ACAC
73
Lampiran 5 Situs nukleotida spesifik gen COI pada alel spesifik antara A. bicolor
bicolor dengan A. marmorata
#MEGA
!Title Phylogenetic Analysis;
!Format
DataType=Nucleotide
NSeqs=6 NSites=32
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data;
[
11
[
1233359945
[
7325891832
#ABBman2 CAGTGCGGGG
#ABBban1 ..........
#ABBsuk1 ..........
#ABBpal1 ..........
#ABBtii1 .G.......T
#AMbar4 T.ACTTAAAT
1112222222
6770112245
8197235862
GGGAGGGGTA
..........
..........
..........
..A.......
AAAGAATACG
2233333444
7812467014
0557235555
GCGAGGTCAT
..........
..........
..........
A....A....
.TAGAAATGC
44]
58]
41]
AT
..
..
..
.C
G.
73
Lampiran 6 Analisis penentuan status kehidupan ikan sidat (Vamellia 2014)
Hasil penghitungan analisis skoring
Parameter
Suhu
pH
DO
Total Fosfat
Nitrat
Hg
Pb
Cd
Total (SxB)
*Status
Status
SBR
BR
SD
BK
SBK
Cibareno
Hulu
Hilir
3
3
4
4
5
5
1
2
1
1
5
5
4
5
5
5
420
435
BK
SBK
Keterangan
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Citiis
Hulu Hilir
5
4
4
4
4
5
1
1
1
1
5
5
3
4
5
5
410
430
BK
SBK
Cimaja
Hulu Hilir
3
5
4
4
5
5
2
1
1
1
5
5
4
5
5
5
425
450
SBK
SBK
Cisukawayana
Hulu
Hilir
3
5
4
4
5
5
1
1
1
1
5
5
3
4
5
5
410
440
BK
SBK
Citepus
Hulu Hilir
3
4
4
4
5
3
5
5
4
4
3
1
5
5
5
5
405
315
BK
SD
Cimandiri
Hulu
Hilir
2
4
4
5
5
5
5
5
2
5
4
2
5
5
5
5
415
400
BK
BK
Cipalabuhan
Hulu Hilir
4
4
5
5
5
1
3
1
1
1
1
2
5
5
5
5
340
280
SD
SD
74
Lampiran 7 Hasil penghitungan indeks kualitas perairan (Vamellia 2014)
Sungai
Cibareno
Citiis
Cimaja
Cisukawayana
Citepus
Cimandiri
Cipalabuhan
pH
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Sungai
Cibareno
Hulu
Hilir
Citiis
Hulu
Hilir
Cimaja
Hulu
Hilir
Cisukawayana Hulu
Hilir
Citepus
Hulu
Hilir
Cipalabuhan
Hulu
Hilir
Cimandiri
Hulu
Hilir
8,0087
11,3275
11,3275
11,3275
11,3275
11,3275
11,3275
11,3275
8,0087
11,3275
11,3275
14,0727
14,0727
15,7691
Nilai IP
3,95
1,73
4,10
2,97
2,91
0,73
4,12
3,41
5,21
6,01
5,89
5,63
3,61
5,61
DO (mg/l)
14,9440
19,3886
14,7614
17,8132
20,0133
18,7538
18,0583
19,5832
20,0133
10,7659
20,7533
17,5707
19,0028
1,8461
Fosfat total
(mg/L)
9,3514
9,9284
9,5652
9,8293
9,9284
7,4217
9,7483
9,6621
10,0875
10,1470
10,1589
10,2127
9,9694
6,5785
Status Perairan
Tercemar ringan
Tercemar ringan
Tercemar ringan
Tercemar ringan
Tercemar ringan
Tidak tercemar
Tercemar ringan
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar sedang
Tercemar sedang
Tercemar sedang
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Nitrat
10,0758
10,0838
10,0476
10,0753
10,0758
10,0659
10,0654
10,0481
9,8051
9,7629
9,9658
9,7033
10,0027
10,0396
Cd
10,9890
10,9890
10,9890
10,9890
10,9890
10,9890
10,9890
10,9890
10,9890
10,9890
10,9890
10,9890
10,9890
10,9890
Pb
8,3930
10,3730
8,1290
9,6030
9,6580
10,9780
8,0740
9,1410
10,9780
10,9780
10,9780
10,9780
10,9780
10,9780
Hg
10,9780
10,9780
10,9780
10,9780
10,9780
10,9780
10,9780
10,9780
7,0620
4,4110
9,5920
5,9070
4,8510
5,9070
Nilai WQI
73
83
76
81
83
81
79
82
77
68
84
79
80
62
75
Lampiran 8 Indeks kualitas perairan dan kelayakan perikanan (Vamellia 2014)
Sungai
Cibareno
Citiis
Cimaja
Cisukawayana
Citepus
Cipalabuhan
Cimandiri
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
Nilai
WQI
73
83
76
81
83
81
79
82
77
68
80
62
84
79
Kelas
kualitas
III
II
III
II
II
II
II
II
III
III
II
III
II
II
Status perairan
Sedikit tercemar
Tidak tercemar
Sedikit tercemar
Tidak tercemar
Tidak tercemar
Tidak tercemar
Tidak tercemar
Tidak tercemar
Sedikit tercemar
Sedikit tercemar
Tidak tercemar
Sedikit tercemar
Tidak tercemar
Tidak tercemar
Kelayakan
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Agak meragukan
Aman
Agak meragukan
Aman
Aman
76
Lampiran 9 Nilai pengaruh dan kepentingan dalam analisis stakeholder
Stakeholders
Nelayan glass eels
Nelayan sidat muda dan dewasa
Pengepul glass eels
Pengusaha perikanan budidaya sidat
Masyarakat sekitar Sungai Cimandiri
Konsumen
Pedagang
Perangkat Desa
Instansi (DKP Kabupaten Sukabumi)
Kepentingan Pengaruh
5
5
5
5
4
2
4
2
1
1
2
1
2
1
2
3
2
5
Keterangan:
1
= Sangat tidak berpengaruh-sangat tidak penting
2
= Tidak berpengaruh –tidak penting
3
= Netral-netral
4
= Berpengaruh-penting
= Sangat berpengaruh-sangat penting
5
77
Lampiran 10 Perhitungan pembatasan penangkapan glass eels
Jumlah tangkapan yang ditampung oleh Bapak Engkan sebesar 30% dari total
tangkapan di Sungai Cimandiri. Jumlah glass eels yang ditampung sebesar 300
kg/tahun.
Jumlah tangkapan glass eels di Sungai Cimandiri
= 300/0,3= 1000 kg/tahun
dengan asumsi bahwa jumlah tangkapan merupakan 50% dari potensi glass eels
maka, potensi glass eels di Sungai Cimandiri sebesar:
= 1000/0,5 = 2000 kg/tahun
Potensi glass eels yang ada di Sungai Cimandiri sebesar 1000 kg/tahun, maka:
jumlah glass eels = 2000 x 6000 = 120000000 individu.
asumsi
Jumlah ikan
jumlah telur yang dihasilkan
jumlah telur yang menetas
(Haching rate)
preleptocephalus menjadi glass
eels
glass eels menjadi elver
elver menjadi yellow eels
yellow eels menjadi silver eels
silver eels yang mampu memijah
survival
rate
-
1.000
1.500.000.000
80%
1.200.000.000
1%
12.000.000
20%
40%
90%
10%
Potensi
Tangkapan
6.000.000
1.200.000
480.000
432.000
43.200
untuk menghasilkan 2000 kg glass eels maka harus melakukan perlindungan
sebesar:
=1000/43.200 x 100% = 2,31%
dengan asumsi bahwa jumlah yang dilindungi tersebut dikhawatirkan tidak berhasil
secara keseluruhan menjadi silver eels maka jumlah glass eels yang dilindungi 5
kali jumlah semula, sehingga:
2,31% x 5 = 11,55%
78
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kendal pada tanggal 12 Maret
1992 dari ayah Mokh Musodaq (Almarhum) dan ibu
Sulamah. Penulis adalah putra ketiga dari tiga
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Instittut Pertanian Bogor
pada Tahun 2014. Penulis melanjutkan pendidikan
pascasarjana melalui program akselerasi (fast track) pada
Program Studi Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan
Lautan, Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2013.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif menjadi
Asisten Mata Dasar-Dasar Biologi Populasi (2014/2015).
Penulis berpantisipasi sebagai penyaji poster dalam acara
1st International Symposium on Marime Biotechnology and Ocean Conservation
tahun 2014 di Surya University, sebagai penyaji makalah dalam acara Enhancing
Marine Biodiversity Research in Indonesia (EMBRIO) tahun 2014 di IPB
International Convention Center, dan sebagai presentator makalah dalam acara
International Conference on Biosciences (ICoBio) tahun 2015 di IPB International
Convention Center. Penulis melaksanakan penelitian dengan judul Penentuan
Kawasan Perikanan Refugia Ikan Sidat (Anguilla spp.) dari Beberapa Sungai yang
Bermuara ke Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.
Download