PENENTUAN KAWASAN PERIKANAN REFUGIA IKAN SIDAT (Anguilla spp.) DARI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA KE TELUK PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AGUS ALIM HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Ikan Sidat (Anguilla spp.) dari Beberapa Sungai yang Bermuara ke Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2015 Agus Alim Hakim NIM C252140416 RINGKASAN AGUS ALIM HAKIM. Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Ikan Sidat (Anguilla spp.) dari Beberapa Sungai yang Bermuara ke Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL, NURLISA ALIAS BUTET, dan RIDWAN AFFANDI. Ikan sidat (Anguilla spp.) merupakan ikan katadromus yaitu ikan yang bermigrasi dari perairan tawar ke perairan laut dalam untuk memijah dan larva akan kembali ke perairan tawar untuk tumbuh. Aktifitas penangkapan yang terus meningkat dan penurunan kualitas ekologi dapat mengancam keberadaan sumber daya perikanan sidat dan menyebabkan penurunan hasil tangkapan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman morfologis dan keragaman nukleotida Anguilla spp. yang berasal dari beberapa sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu, menentukan daerah perlindungan dan membuat rekomendasi strategi pengelolaan dengan konsep perikanan refugia. Penelitian dilaksanakan dibeberapa sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2014 hingga April 2015. Penelitian yang dilakukan meliputi: pengambilan contoh, analisis morfologis, analisis molekuler, dan tracking sungai (wawancara dan pengambilan sampel air). Satu sungai dipilih sebagai kawasan perikanan refugia dan ditentukan stream orders, distribusi ikan berdasarkan stadia, aktivitas penangkapan, dan stakehorders. Ikan sidat muda dan dewasa memiliki dua spesies secara morfologis dan telah dipastikan kebenarannya melalui identifikasi secara molekuler. Spesies tersebut yaitu Anguilla bicolor bicolor sebesar 98-99% (GenBank: AP007236.1) dan Anguilla marmorata sebesar 99% (GenBank: AP007242.1). Hasil RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) menunjukkan bahwa Anguilla spp. memiliki alel umum dan alel spesifik yang merupakan alel pembeda pada 2 spesies tersebut. Penentuan kawasan perikanan refugia berdasarkan analisis morfologis, analisis molekuler, dan analisis kondisi perairan, maka Sungai Cimandiri ditetapkan sebagai kawasan perikanan refugia. Sungai Cimandiri memiliki orde sungai dari 1 hingga 7. Distribusi berdasarkan stadia menunjukkan bahwa ikan sidat memiliki komposisi stadia campuran tetapi glass eels terdistibusi hanya pada 5 km dari arah laut. Rekomendasi strategi pengelolaan dan pemanfaatan perikanan sidat di Sungai Cimandiri meliputi: pelarangan penangkapan stadia dewasa pada ukuran diatas 49 cm; penyediaan daerah sungai sebagai daerah nursery refugia di Kecamatan Sukaraja; penegasan pelarangan alat tangkap (electric fishing) dan metode penangkapan (menggunakan racun); pelarangan penangkapan glass eels pada bulan Januari, Februari, Maret, dan Desember; serta regulasi kebijakan antar kota/kabupaten. Kata kunci: Anguilla bicolor bicolor, A. marmorata, molekuler, morfologis, Sungai Cimandiri SUMMARY AGUS ALIM HAKIM. Determination of Fisheries Refugia Area of Freshwater Eels (Anguilla spp.) from Some Rivers that Flows to Palabuhanratu Bay, Sukabumi, Jawa Barat. Supervised by MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL, NURLISA ALIAS BUTET, and RIDWAN AFFANDI. Freshwater eels (Anguilla spp.) are catadromus fish, adult migrate from freshwater to the deep sea to spawn and the larvae will return to freshwater to grow. Fishing activity tended to increase and decreased in ecological quality can threaten the existence of the freshwater eel fishery resources and lead to a decrease in catches. This study was aimed at identifying morphological diversity and nucleotide diversity of Anguilla spp. from several rivers flowing into Palabuhanratu Bay, as the basis for recomendations for protected areas management strategy of fisheries refugia concept. Environmental condition, i.e. water quality, of eight rivers flowing into Palabuhanratu Bay were also required as a supplement data to support those recomendations. The research was conducted in several rivers ended into Palabuhanratu Bay, Sukabumi, West Java. The study was conducted from August 2014 until April 2015. Research carried out includes sampling of freshwater eels, morphological analysis, molecular analysis, and river tracking (interview and sampling of water). One river was chosen as fisheries refugia area and specified of orders stream, fish distribution based on stadia, fishing activities, and stakehorders. The result showed that there were two species with distinct morphological performances, i.e. young and adult. Those morphological performances were also confirmed using molecular analysis. Molecularly, those two species were confirmed using BLAST eel had two species morphologically and has been comfirmed using molecular basis. The speci as Anguilla bicolor bicolor by 9899% (GenBank: AP007236.1) and Anguilla marmorata 99% (GenBank: AP007242.1), respectively. PCR-RFLP (Restriction Fragment Length polymorphisms) has successfully distinguished both Anguillas by common and specific alleles. Given the morphological, molecular, and environmental analysis as a basis for fishery refugia determination, hence, Cimandiri River was selected as Regional Fisheries Refugia. Cimandiri River was facilitated with 1 to 7 of stream order. Cimandiri River composed with complete developmental stages, from glass eels to silver eels (ready to spawn); however, glass eels were only reached the distance of 5 from the sea. Management recommendations based on fisheries refugia includs: fishing prohibition at the sizes of above 49 cm, provide the river area as an nursery refugia in Sukaraja Subdistrict, affirmation of prohibition on fishing gear (electric fishing) and fishing methods (poison), fishing prohibition glass eels in January, February, March, and Desember; policy regulatory between municipality and regency. Keywords: Anguilla bicolor bicolor, A. marmorata, Cimandiri River, molecular, morphological © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB PENENTUAN KAWASAN PERIKANAN REFUGIA IKAN SIDAT (Anguilla spp.) DARI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA KE TELUK PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AGUS ALIM HAKIM Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Zairion, MSc Judul Tesis Nama NIM : Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Ikan Sidat (Anguilla spp.) dari Beberapa Sungai yang Bermuara ke Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat : Agus Alim Hakim : C252140416 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc Ketua Dr Ir Nurlisa Alias Butet, MSc Anggota I Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA Anggota II Diketahui oleh Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAg Tanggal Ujian: 31 Agustus 2015 Tanggal Lulus: PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Ikan Sidat (Anguilla spp.) dari Beberapa Sungai yang Bermuara ke Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat”. Penelitian ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, terutama kepada: 1. Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc selaku pembimbing I, Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc selaku pembimbing II, dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku pembimbing III yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis. 2. Dr Ir Zairion, MSc selaku dosen penguji tamu yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan tesis ini. 3. Keluarga tercinta: Ibu, Bapak, Mbak Nisa, Mas Anto, In‟am, Hamzah, Rizal, dan Feri. 4. Nelayan: kang Agus dan keluarga yang telah membantu dalam penelitian ini. 5. Teman Lab terbaik: Yuyun, Dewi, Febi, Lusita, Mbak Lela, Mbak Fajrin, Mbak Lita, Mbak Yustin, Bang Wahyu, Bang Panji, dan bang Findra. 6. Teman seperjuangan: Siska, Mega, Wida, Akrom, Nina, Ayu, Anissa, Lufi, dan seluruh teman MSP 47, SPL 2013, dan 2014 atas segala doa, kasih sayang, dan bantuanya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam mendukung pengambilan kebijakan, khususnya pada daerah Teluk Palabuhanratu dan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat. Bogor, November 2015 Agus Alim Hakim DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Kerangka Penelitian Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Perikanan Refugia Pengelolaan dan Perlindungan Perikanan di Indonesia 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Presedur Penelitian Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Sungai Cimandiri Sebagai Kawasan Perikanan Refugia Pengelolaan Perikanan Sidat di Sungai Cimandiri 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 1 1 2 3 5 6 6 7 9 9 10 14 17 17 37 56 62 62 62 63 LAMPIRAN 67 RIWAYAT HIDUP 78 vii DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Perbandingan antara tujuan, manfaat, pemilihan lokasi, penggunaan, dan penerimaan dari Marine Protection Area dan perikanan refugia Keterangan lokasi sampling (PSDA 2010) Tahapan, jenis kgiatan, dan jenis data penelitian Metode pengukuran parameter (APHA 2012) Ukuran kuantitatif terhadap pengaruh dan kepentingan stakeholder Karakteristik morfometrik glass eels dari Sungai Cimandiri Uji beda spesies glass eels dari Sungai Cimandiri Karakteristik sampel ikan sidat muda dan dewasa dari beberapa sungai yaitu: Sungai Cibareno, Sungai Cibangban, Sungai Citiis, Sungai Cimaja, Sungai Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan, dan Sungai Cimandiri yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu Karakteristik dua spesies sidat (A. bicolor bicolor dan A. marmorata) dari koleksi sampel dari Sungai Cibareno, Sungai Cibangban, Sungai Citiis, Sungai Cimaja, Sungai Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan, dan Sungai Cimandiri yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu Hasil BLAST-n pada situs NCBI Matriks jarak genetik fragmen gen COI pada dengan A. bicolor bicolor, A. marmorata, A. australis, A. reinhardtii, dan A. japonica, berdasarkan metode pairwise distance Hasil keseluruhan kondisi perairan Hasil pengukuran parameter-parameter penentuan kawasan perikanan refugia Kualitas air di Sungai Cimandiri Matriks analisis pengaruh dan kepentingan para pihak (stakeholders) terhadap kegiatan pemanfaatan Sungai Cimandiri Identifikasi dan arahan pengembangan pemanfaatan dan perlindungan sumber daya ikan Sidat 7 9 10 12 15 19 20 21 23 29 32 35 36 51 53 55 viii DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Kerangka umum pendekatan studi Lokasi penelitian di delapan sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu Pengukuran morfometrik ikan sidat Lokasi pengambilan sampel kualitas air di Sungai Cimandiri Perbedaan spesies berdasarkan nilai AD/TL Matriks pengaruh dan kepentingan Pigmentasi dari ekor glass eels (a) A. bicolor bicolor (b) A. marmorata Distribusi frekuensi ano-dorsal terhadap total length (AD/TL)% 3 spesies sidat (a) A. bicolor bicolor (b) A. nebulosa nebulosa dan (c) A. marmorata dari Sungai Cimandiri Hasil discriminant analysis populasi glass eels dari Sungai Cimandiri Distribusi frekuensi ano-dorsal terhadap total length (AD/TL)% dua spesies sidat (a) A. bicolor bicolor dan (b) A.marmorata dari Teluk Palabuhanratu Cluster analysis berdasarkan data morfometrik antara A. bicolor bicolor dengan A. marmorata Elektroforesis DNA total pada gel agarosa 1,2% Elektroforesis DNA hasil pre-test produk PCR pada gel agarosa 1%, RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) gen COI dari A. bicolor bicolor dan A. marmrata Konstruksi pohon filogeni berdasarkan gen COI pada A. bicolor bicolor, A. marmorata, A. australis, A. reinhardtii, dan A. japonica Sungai Cimandiri yang melewati beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi Sungai permanen dan sungai periodik pada Sungai Cimandiri Pembagian sungai dalam penentuan orde Sungai Cimandiri Sungai bagian A orde Sungai Cimandiri Sungai bagian B orde Sungai Cimandiri Sungai bagian C orde Sungai Cimandiri Sungai bagian D orde Sungai Cimandiri Sungai bagian E orde Sungai Cimandiri Sungai permanen pada Sungai Cimandiri yang melewati beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi Orde sungai dari sungai permanen pada Sungai Cimandiri yang melewati Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Sukabumi Distribusi ikan sidat berdasarkan stadia di Sungai Cimandiri Matriks pengaruh dan kepentingan stakeholder Daerah pemanfaatan dan perlindungan sumber daya perikanan sidat di Sungai Cimandiri Pembatasan penangkapan glass eels di Sungai Cimandiri 4 9 11 13 14 16 17 19 20 22 24 26 28 31 34 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 50 48 51 60 xi DAFTAR LAMPIRAN 1 Variabel penilaian pengaruh stakeholder 2 Variabel penilaian kepentingan stakeholder 3 Situs nukleotida spesifik gen COI mitokondria Anguilla bicolor bicolor berdasarkan sekuen 304 pb yang dibndingkan dengan outgroup 4 Situs nukleotida spesifik gen COI mitokondria Anguilla marmorata berdasarkan sekuen 304 pb yang dibndingkan dengan outgroup 5 situs nukleotida spesifik gen COI pada alel spesifik antara A. bicolor bicolor dengan A. marmorata 6 Analisis penentuan status kehidupan ikan sidat (Vamellia 2014) 7 Hasil penghitungan indeks kualitas perairan (Vamellia 2014) 8 Indeks kualitas perairan dan kelayakan perikanan (Vamellia 2014) 9 Nilai pengaruh dan kepentingan dalam analisis stakeholder 10 Perhitungan pembatasan penangkapan glass eels 67 68 69 71 72 73 74 75 76 77 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan sidat (Anguilla spp.) merupakan ikan dari ordo Anguilliformes yang tergolong dalam ikan katadromus. Ikan katadromus yaitu ikan yang bermigrasi dari perairan tawar ke perairan laut. Ikan sidat memijah di laut, menghasilkan larva (leptocephalus), dan terbawa oleh turbulensi arus ke arah tepi laut. Leptocephalus berkembang menjadi glass eels dan mulai memasuki daerah sungai atau estuari. Kemudian berkembang menjadi elvers yang mulai memiliki perubahan pigmen tubuh. Elvers berkembang menjadi yellow eels. Selama pematangan, ikan sidat berkembang menjadi silver eels dan kembali ke laut untuk memijah dan mati (Tesch et al. 2003). Ikan sidat tersebar di daerah tropis maupun sub tropis. Terdapat 22 spesies/subspesies ikan sidat yang ditemukan di dunia dan sembilan spesies/subspesies diantaranya terdapat di Indonesia, yaitu Anguilla bicolor bicolor, A. nebulosa nebulosa, A. bicolor pacifica, A. interioris, A..borneensis, A..celebesensis, A. marmorata, A. obseura, dan A. megastoma (Sugeha and Suharti 2008). Daerah penyebaran ikan sidat di Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi (Delsman 1929 in Tesch et al. 2003), Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua (Fahmi 2015). Ikan sidat pada stadia glass eels sulit dibedakan karena memiliki kemiripan pada struktur morfologisnya (Jamandre et al. 2007). Menurut Bickford et al. (2006), biota perairan umumnya terjadi fenomena cryptic species yang sering kali menyebabkan kesalahan identifikasi secara morfologis. Cryptic species merupakan dua atau lebih spesies yang berbeda diklasifikasikan dalam satu nama spesies akibat karakteristik morfologis yang samar. Dekade terakhir ini mulai berkembang suatu metode identifikasi yang lebih akurat yaitu identifikasi secara molekuler. Identifikasi suatu organisme mulai spesies hingga subspesies secara akurat terhadap berbagai spesies yang sulit dibedakan secara morfologis dapat menggunakan teknik DNA barcoding (Tudge 2000). Ikan sidat (Anguilla spp.) merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang memiliki nilai ekonomis penting dengan peluang pasar yang terbuka (terutama tujuan ekspor), sehingga Indonesia memiliki potensi perikanan sidat tropis yang tinggi. Menurut Affandi (2005), sumber daya ikan sidat di Indonesia belum banyak dimanfaatkan. Hal ini terlihat dari tingkat pemanfaatan ikan sidat secara lokal masih sangat rendah, padahal jumlah ikan ini baik dalam ukuran benih maupun ukuran konsumsi cukup melimpah. Namun, dekade terakhir ini menunjukkan adanya pemanfataan cenderung semakin meningkat pesat, sehingga populasi sidat menurun (Widyasari 2013). Salah satu daerah yang memiliki potensi dan aktivitas penangkapan ikan sidat yang tinggi adalah Teluk Palabuhanratu (Pantai Selatan Pulau Jawa) (Sriati 1998). Teluk Palabuhanratu merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai, 8 diantaranya yaitu: Sungai Cibareno, Sungai Cibangban, Sungai Citiis, Sungai Cimaja, Sungai Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan, dan Sungai Cimandiri (PSDA 2010). Kondisi Teluk Palabuhanratu banyak dipengaruhi oleh kondisi oseanografi Samudera Hindia seperti adanya pengaruh angin yang besar. Potensi perikanan 2 sidat di Teluk Palabuhanratu mendukung kegiatan perikanan secara signifikan bagi pendapatan masyarakat Kabupaten Sukabumi khususnya nelayan. Tingginya permintaan ikan sidat mengakibatkan terjadinya usaha pembesaran pada budidaya ikan sidat. Budidaya ikan sidat sangat ditentukan oleh ketersediaan benih yang selama ini hanya mengandalkan dari alam (Widyasari 2013). Seiring dengan upaya peningkatan hasil produksi perikanan sidat, habitat ikan sidat di Indonesia perlu dilindungi mengingat bahwa aktifitas penangkapan yang terus meningkat terutama di Teluk Palabuhanratu. Penurunan kualitas ekologis salah satunya yaitu kerusakan habitat menyebabkan penurunan hasil tangkapan ikan sidat (Fahmi and Hirnawati 2010). Oleh karena itu diperlukan suatu perlindungan terhadap habitat dan sumber daya perikanan sidat. Perikanan refugia didefinisikan sebagai daerah laut atau pesisir di mana langkah-langkah pengelolaan yang spesifik diterapkan untuk mempertahankan spesies (sumber daya perikanan) penting selama tahap kritis siklus hidup ikan tersebut, untuk pemanfaatan secara berkelanjutan (UNEP 2005). Konsep perikanan refugia dibuat berdasarkan identifikasi dan design dengan area prioritas kepada perikanan terintegrasi dan manajemen habitat (Paterson et al. 2013; Armada 2014). Daerah perlindungan perikanan sidat yang dibentuk berdasarkan konsep perikanan refugia, menitik beratkan pada kondisi habitat alami dan siklus hidup yang kritis dari ikan sidat di Teluk Palabuhanratu. Informasi morfologis, molekuler, dan kondisi perairan digunakan dalam acuan penentuan daerah perlindungan berbasis spesies dengan konsep perikanan refugia. Perumusan Masalah Biota akuatik bersifat cryptic species yang sering kali dapat mengakibatkan kesalahan dalam identifikasi berdasarkan karakter morfologis. Kepastian taksonomi (taxonomy certainty) terhadap suatu spesies sangat diperlukan dalam menentukan pengelolaan suatu sumber daya. Berkembangnya metode identifikasi dengan pendekatan molekuler menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut. DNA barcoding merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi spesies secara cepat dan akurat. Kepastian taksonomi dari spesies sidat di Teluk Pelabuhanratu akan memudahkan dalam menentukan langkah pengelolaan secara tepat terhadap spesies tersebut. Selain itu, keragaman sekuen nukleotida dapat memberi informasi yang dapat digunakan dalam acuan penentuan daerah perlindungan sumber daya ikan berbasis spesies. Identifikasi secara molekuler telah dilakukan pada ikan sidat yang ditemukan di Sungai Cimandiri (Fahmi 2013), namun identifikasi secara molekuler belum pernah dilakukan di sungai lain yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu. Selain itu, penanda molekuler yang digunakan berupa gen COI yang berbeda dengan penanda yang digunakan oleh penelitian sebelumnya yaitu gen Cyt-b. Gen COI sedikit mengalami delesi dan insersi dalam sekuennya, serta variasi yang sedikit sehingga dapat digunakan sebagai marka pada DNA barcoding (Hebert et al. 2003). RFLP dapat digunakan untuk mengetahui populasi melalui perbedaan alel dari masing-masing sungai. Analisis genetik dapat digunakan untuk menunjukkan adanya keragaman individu dalam populasi maupun antar populasi, sehingga dapat ditentukan populasi ikan sidat dan 3 konektivitas ikan sidat antar masing-masing sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu. Ikan sidat (Anguilla spp.) merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang memiliki nilai ekonomis penting di dunia. Penurunan populasi Anguilla anguilla, di Amerika dan Eropa, serta A. japonica di Jepang, mengakibatkan sidat tropis menjadi target konsumsi sidat dunia (Arai 2014). Aktifitas penangkapan dan budidaya dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan. Kegiatan perikanan tangkap dan budidaya sidat berkembang di daerah sekitar Teluk Palabuhanratu. Kegiatan pemanfaatan maupun aktivitas di sekitar Teluk Palabuhanratu dapat mempengaruhi faktor internal dari biologis ikan sidat. Kegiatan budidaya ikan sidat sangat ditentukan oleh ketersediaan glass eels di sungai sehingga berpengaruh terhadap kondisi stok di alam. Ancaman penangkapan berlebih dan degradasi habitat yang terjadi di Teluk Palabuhanratu menyebabkan perlu adanya pengelolaan yang tepat untuk mempertahankan sumber daya tersebut. Salah satu bentuk pengelolaan yang dilakukan yaitu perlindungan daerah yang menjadi habitat penting dalam siklus hidup ikan sidat untuk mempertahankan ketersediaan stok di perairan. Daerah perlindungan tersebut ditentukan berdasarkan informasi biologis dan ekologis. Selain itu, penentuan daerah perlindungan harus disesuaikan dengan kondisi sosial pada masyarakat sekitar Teluk Palabuhanratu. Oleh karena itu, diperlukan konsep perlindungan yang sesuai dengan aspek-aspek tersebut. Salah satu bentuk daerah perlindungan yaitu perikanan refugia. Konsep perikanan refugia lebih ditekankan pada perlindungan lokasi-lokasi tertentu yang mejadi habitat pada siklus hidup kritis ikan sidat, bukan melarang ada penangkapan secara total pada satu wilayah berdasarkan zonasi (Paterson et al. 2013). Namun, perikanan refugia menyediakan daerah dalam perlindungan (spawning dan nursery ground) untuk ditutup bagi siklus hidup kritis spesies (UNEP 2006). Ikan sidat di habitat asli akan terjaga pada waktu yang penting untuk siklus hidup, sehingga mengurangi growth overfishing dan recruitment overfishing. Perikanan refugia difokuskan pada daerah yang sangat penting bagi siklus hidup suatu ikan. Daerah perlindungan tersebut perlu diinformasikan kepada stakeholder pada sumber daya perikanan sidat tentang bahaya melakukan eksploitasi berlebih terutama pada daerah-daerah tertentu atau di lokasi-lokasi tertentu yang merupakan jalur ruaya reproduksi, agar proses rekrutmen ikan tersebut tidak terganggu. Terjaminnya alur ruaya pemijahan ikan sidat dari upaya penangkapan yang menyalahi aturan akan menjamin keberadaan stok ikan di alam tetap stabil secara berkesinambungan (Affandi 2005). Kerangka Penelitian Pemanfaatan sumber daya perikanan sidat di beberapa sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu belum memiliki dasar pengelolaan yang tepat. Stadia hidup dan migrasi ikan sidat menyebabkan perikanan sidat memiliki siklus hidup yang kritis. Penangkapan berlebih dan degradasi habitat yang terjadi di Teluk Palabuhanratu menjadi ancaman penting terhadap kelestarian sumber daya perikanan sidat. Pengelolaan berupa perlindungan daerah perikanan dibutuhkan 4 untuk menjamin keberlangsungan rekruitmen sehingga dapat terjadinya pemanfaatan secara berkelanjutan terhadap sumber daya tersebut. Perikanan refugia merupakan salah satu konsep daerah perlindungan terhadap sumber daya perikanan. Menurut Paterson et al. (2013), perikanan refugia memiliki tujuan untuk peningkatan pengelolaan stok ikan dan hubungan habitat dengan meningkatnya ketahanan stok. Manfaat perikanan refugia yaitu menjaga ikan di habitat asli pada waktu yang penting untuk siklus hidup, akan mengurangi growth overfishing dan recruitment overfishing. Kriteria pemilihan lokasi berdasarkan pentingnya siklus hidup spesies ekonomis penting dan kemungkinan untuk meningkatkan stok. Status kegunaan didasarkan pada pemanfaatan berkelanjutan daripada larangan penangkapan ikan. Akseptabilitas ke masyarakat dengan tujuan dan dasar ilmiah yang dapat diterima dengan baik oleh nelayan, masyarakat, dan pejabat setempat. 8 sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu Biologi Spesies ikan sidat Ekologi Habitat dan perairan Data Analisis Kualitas Air Data Analisis Morfologi PENETAPAN KAWASAN PERIKANAN REFUGIA Data Kondisi Perairan Data Analisis Molekuler SATU SUNGAI DIPILIH SEBAGAI PERIKANAN REFUGIA Kualitas Air Distribusi Ikan Berdasarkan Stadia Stream Orders PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN SUMBER DAYA PERIKANAN SIDAT BERDASARKAN KONSEP PERIKANAN REFUGIA Stakehoders 5 Gambar 1 Kerangka umum pendekatan studi Konsep perikanan refugia dirasa tepat digunakan dalam pengelolaan sumber daya perikanan sidat di Teluk Palabuhanratu. Hal tersebut sesuai dengan kondisi masyarakat setempat. Pelarangan penangkapan secara menyeluruh dapat menyebabkan konflik, sehingga pengelolaan lebih ditekankan pada pemanfaatan berkelanjutan daripada larangan penangkapan ikan. Penentuan kawasan perikanan refugia pada penelitian ini didasarkan pada basis informasi kondisi perairan, informasi morfologis, dan informasi molekuler (Gambar 1). Pertimbangan dari semua basis informasi tersebut akan didapatkan rencana pengelolaan dan pemanfaatan yang tepat. Rencana pengelolaan akan dinformasikan dan didiskusikan dengan stakeholder pemanfaat sumber daya perikanan sidat. Hasil analisiss stakeholder dapat digunakan sebagai evaluasi dan perbaikan dalam perencanaan pengelolaan yang akan digunakan. Selain itu, rencana pengelolaan akan ditetapkan dan divisualisasikan dalam sebuah peta pengeloaan melalui analisis spasial. Output pada penelitian ini berupa rencana pengelolaan perikanan berbasis pada perikanan refugia. Tujuan Penelitian 1. 2. Penelitian ini bertujuan untuk: Mengidentifikasi keragaman morfologis dan keragaman nukleotida Anguilla spp. yang berasal dari beberapa sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu. Menentukan daerah perlindungan dan membuat rekomendasi strategi pengelolaan dengan konsep perikanan refugia di Teluk Palabuhanratu. 6 2 TINJAUAN PUSTAKA Perikanan Refugia Perikanan refugia didefinisikan sebagai daerah laut atau pesisir di mana langkah-langkah pengelolaan yang spesifik diterapkan untuk mempertahankan spesies (sumber daya perikanan) penting selama tahap kritis siklus hidup ikan tersebut, untuk pemanfaatan secara berkelanjutan (UNEP 2005). Menurut Paterson et al. (2006) dan UNEP (2006), perikanan refugia dapat diterapkan secara sukses di daerah pengelolaan perikanan dengan: 1. tidak secara sederhana menentukan no take zones; 2. memiliki tujuan penggunaan yang berkelanjutan untuk kepentingan sekarang dan masa depan; 3. menyediakan beberapa daerah perlindungan yang akan ditutup karena penting untuk siklus hidup suatu spesies atau kelompok spesies; 4. fokus pada bidang yang sangat penting dalam siklus hidup spesies ikan, termasuk pemijahan dan pembesaran, atau area habitat yang diperlukan untuk perbaikan induk; 5. memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan tujuan dan spesies atau kelompok spesies yang dibentuk, kemudian akan diberlakukan langkahlangkah pengelolaan yang berbeda; dan 6. memiliki rencana pengelolaan. Tindakan manajemen yang dapat diterapkan dalam perikanan refugia dapat mengacu pada tindakan pengelolaan perikanan klasik (Paterson et al. 2006; UNEP 2006), seperti: 1. pengecualian metode tangkap (misalnya light luring, purse seine); 2. pembatasan alat tangkap (misalnya mesh size); 3. pelarangan alat tangkap (misalnya jaring dorong, trawl demersal); 4. ukuran kapasitas/mesin kapal; 5. penutupan musiman selama periode siklus hidup kritis ikan; 6. pembatasan musiman (misalnya penggunaan alat tangkap tertentu yang mungkin sebagai perangkap larva); dan 7. pembatasan akses dan penggunaan terbatas berbasis hak dalam perikanan skala kecil. Perikanan refugia merupakan salah satu konsep pengelolaan sumber daya perikanan. Terdapat konsep perngelolaan perikanan lain yang sering digunakan dalam pengelolaan sumber daya perikanan yaitu Marine Protection Area (MPA). Perbedaan antara Marine Protection Area dan perikanan refugia disajikan pada Tabel 1 (Paterson et al. 2013). Kriteria pemilihan lokasi perikanan refugia berdasarkan pentingnya siklus hidup dari spesies ekonomis penting dan kemungkinan untuk meningkatkan stok. Konsep perikanan refugia mempertimbangkan penggunaan berkelanjutan dari stok ikan dan habitatnya. Hal tersebut berfokus pada siklus hidup ikan dan hubungan habitat yang kritis dalam kriteria pemilihan lokasi (Armada 2014). Inventarisasi dan pengkajian daerah pemijahan dan daerah pembesaran dibangun dengan konsultasi dan survei lapangan dengan melibatkan masyarakan lokal, pengelola, dan peneliti untuk kemungkinan menggunakan pengetahuan lokal (Long and Tuan 7 2014). Validasi lapangan adanya daerah pemijahan atau daerah pembesaran dan identifikasi setiap area dibangun dengan melibatkan pengalaman nelayan dan peneliti. Pemilihan titik untuk pembentukan dan pengelolaan perikanan refugia didasarkan pada data ilmiah dan konsultasi dengan komunitas lokal dan menggunakan keterwakilan habitat, keragaman dan kelimpahan spesies target, serta potensi pengelolaan pada kriteria pemilihan. Perikanan refugia dikenal dengan istilah „nursery refugia‟ dan „spawning refugia‟. Menurut Siriraksophon (2014), pengelolaan „nursery refugia‟ untuk tempat berlindung ikan sejak fase juvenil dan prerekruitmen dari siklus hidup dan penggunaan habitat sebagai pembesaran dapat membantu pencegahan growth overfishing. Sama halnya dengan „spawning refugia‟, pengelolaan dapat membantu pencegahan recruitment overfishing (UNEP 2006). Tabel 1 Perbandingan antara tujuan, manfaat, pemilihan lokasi, penggunaan, dan penerimaan dari Marine Protection Area dan perikanan refugia Parameter Marine Protection Area Perikanan Refugia Perlindungan keanekaragaman Memperbaiki pengelolaan stok Tujuan hayati untuk meningkatkan ikan dan hubungan habitat untuk strategis produksi ikan meningkatan ketahanan stok Menjaga ikan di tempat dan Peningkatan stok di dalam pada waktu yang penting untuk Manfaat MPA untuk penangkapan yang siklus hidup akan mengurangi perikanan lebih besar di luar MPA growth overfishing dan recruitment overfishing Pentingnya siklus hidup dari Kriteria Keanekaragaman jenis/ spesies ekonomis penting dan pemilihan kekayaan jenis, keunikan situs, kemungkinan untuk lokasi dan keterwakilan situs meningkatkan stok Perlindungan yang ketat pada Berdasarkan pemanfaatan beberapa penggunaan Status guna berkelanjutan daripada larangan (biasanya zona pelarangan penangkapan ikan penangkapan) Tujuan dan dasar ilmiah Akseptabilitas Kekhawatiran bahwa biaya diterima dengan baik oleh ke lebih besar daripada manfaat nelayan, masyarakat, dan masyarakat dan penegakan yang mahal pejabat setempat Pengelolaan dan Perlindungan Perikanan di Indonesia Perlindungan sumber daya perikanan telah diatur dalam perudangundangan. Terdapat beberapa aturan diantaranya: Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Pasal 5 menjelaskan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan 8 perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alami hayati dan ekosistemnya. Bentuk konservasi perairan menurut Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2007 Pasal 8 yaitu terdiri atas taman nasional perairan, taman wisata perairan, suaka alam perairan, dan suaka perikanan. Kawasan perlindungan sumber daya perikanan lebih ditekankan pada zonasi kawasan konservasi perairan (Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007), yaitu: a. zona inti; b. zona perikanan berkelanjutan; c. zona pemanfaatan; dan d. Zona lainnya. Sistem zonasi menurut KKP3K dan KKM (Pasal 31 Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2008) yaitu: a. zona inti; b. zona pemanfaatan terbatas; dan/atau c. zona lainnya sesuai dengan peruntukan kawasan. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 tahun 2012 tentang larangan mengekspor benih sidat dan mengharuskan masyarakat mengembangkan teknik budidaya hingga ikan sidat berukuran layak ekspor. Benih sidat masih mengandalkan ketersediannya di alam sehingga populasi sidat terancam. Sumber daya perikanan sidat perlu dilindungi guna mempertahankan ketersediaan di alam. 9 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dibeberapa sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi penelitian meliputi delapan sungai yaitu Sungai Cibareno, Sungai Cibangban, Sungai Citiis, Sungai Cimaja, Sungai Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan, dan Sungai Cimandiri (Gambar 2) dengan panjang masing-masing sungai disajikan pada Tabel 2. Ikan sidat dari setiap sungai ditangkap menggunakan alat tangkap anco dan sodok (Widyasari 2013). Pengambilan contoh ikan sidat dilakukan pada bulan Agustus 2014, Oktober 2014, dan Desember 2014. Analisis molekuler dilaksanakan mulai bulan September 2014 hingga Maret 2015 di Laboratorium Biomolekuler Akuatik Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan dan Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 2 Lokasi penelitian di delapan sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu Tabel 2 Keterangan lokasi sampling (PSDA 2010) No Nama Sungai Panjang Sungai (Km) 1 Cibareno 27,00 2 Cibangban 14,00 3 Citiis 8,00 4 Cimaja 19,00 5 Cisukawayana 10,00 6 Citepus 16,00 7 Cipalabuhan 5,50 8 Cimandiri 69,50 10 Kegiatan tracking sungai (wawancara dan pengambilan sampel air) dilakukan pada bulan April 2015. Analisis kualitas air dilaksanakan pada bulan April 2015 di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Presedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dengen beberapa tahap. Tahap-tahap penelitian meliputi: identifikasi spesies dan konektivitas antar spesies secara morfologis dan molekuler, pemilihan salah satu sungai sebagai kawasan perikanan refugia sidat (berdasarkan informasi morfologis, molekuler, dan kondisi perairan), dan peninjauan kembali kawasan perikanan refugia sidat (tracking sungai). Jenis kegiatan yang dilakukan dan data yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Tahapan, jenis kegiatan, dan jenis data penelitian No Tahap penelitian Kegiatan Analisis Morfologis Identifikasi spesies dan Analisis Molekuler 1. konektivitas antar Isolasi dan ekstraksi DNA, PCR, spesies dan sequensing RFLP Pemilihan kawasan perikanan refugia berdasarkan pertimbangan: Pemilihan salah satu 2. sungai sebagai kawasan Informasi morfologis perikanan refugia sidat Informasi molekuler Informasi kondisi perairan Tracking sungai Peninjauan kembali Pengambilan sampel kualitas air 3. kawasan perikanan dan pengamatan kondisi habitat refugia sidat Wawancara nelayan Jenis Data Primer Primer Primer sekunder Primer Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Analisis Morfologis Sampel ikan muda dan dewasa dikumpulkan dari setiap sungai oleh nelayan. Jumlah sampel yang diambil dari setiap masing-masing sungai sebanyak 5 sampai 10 individu. Sampel glass eels diambil dari Sungai Cimandiri sebanyak 106 individu. Sampel sidat kemudian dimasukkan ke dalam tabung koleksi berukuran 100 ml yang berisi alkohol 96% dan dibawa ke Laboratorium Biomolekuler Akuatik Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Ukuran glass eels sidat tropis tidak melebihi 60 mm dan biasanya kurang dari 50 mm (Aoyama et al. 2003; Robinet et al. 2003). Sidat muda telah memiliki perkembangan pigmentasi tubuh dan berukuran kurang dari 200 mm, sedangkan sidat dewasa memiliki ukuran diatas 200 mm (Silfvergrip 2009). Sidat butuh beberapa tahun untuk pematangan menjadi silver eels dan kembali ke laut untuk memijah. 11 Karakteristik morfologis ikan sidat diamati dan disamakan dengan karakteristik yang terdapat pada buku identifikasi sidat (Anguillidae) (Tesch 2003; Silfvergrip 2009; Elie 1982 in Fahmi and Hirnawati 2010). Selain itu, dilakukan pengukuran morfometrik berupa total length (TL), head length (HL), pre-dorsal head length (PDHL), pre-anal length (PAL), pre-dorsal length (PDL), dan anodorsal length (AD) (Gambar 3). Keterangan kode sampel yang akan digunakan yaitu ABB = Anguilla bicolor bicolor; AM = Anguilla marmorata; bar = Sungai Cibareno; ban = Sungai Cibangban; tii = Sungai Citiis; maj = Sungai Cimaja; suk = Sungai Cisukawayana; tep = Sungai Citepus; pal = Sungai Cipalabuhan; dan man = Sungai Cimandiri. Gambar 3 Pengukuran morfometrik ikan sidat Analisis Molekuler Isolasi dan ekstraksi DNA Lima sampel dari masing-masing sungai yang telah diawetkan dalam alkohol 96%, diambil ototnya dengan bobot 50-60 mg dan dicuci untuk menghilangkan kandungan alkohol. Otot tersebut kemudian dikeringkan dan dimasukkan kedalam microtube. Isolasi dan ekstraksi DNA dilakukan menggunakan kit komersil (Gene Aid) berdasarkan prosedur manual pabrik dengan beberapa modifikasi. DNA total akan dihasilkan dalam tahapan ini. Uji kualitas DNA total Kualitas DNA total diuji dengan elektroforesis pada gel agarosa 1,2% menggunakan larutan buffer TAE1x dan DNA diwarnai dengan menggunakan ethidium bromide sebanyak 5 μl. DNA total yang dipakai sebanyak 2,5 μl. Visualisasi DNA total dilakukan dengan menggunakan mesin ultraviolet. Kualitas DNA akan terlihat dari pita DNA yang muncul pada proses visualisasi. Amplifikasi dan visualisasi fragmen DNA gen COI DNA total yang memiliki kualitas baik layak dijadikan sebagai cetakan untuk amplifikasi fragmen DNA gen COI. Amplifikasi dilakukan dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan menggunakan kit komersial Kapa Extra Hot Start. Primer yang digunakan adalah primer universal untuk beberapa biota akuatik yang didisain oleh Butet (2013, unpublish data). Tahapan amplifikasi dilakukan meliputi predenaturasi 94 0C selama 5 menit, denaturasi 94 0 C selama 45 detik, annealing 54 0C selama 1 menit, elongasi 72 0C selama 1 menit, pascaelongasi 72 0C selama 5 menit, dan penyimpanan 15 0C selama 10 menit. Produk PCR kemudian diuji kualitasnya dengan elektroforesis pada gel agarosa 1,2% dan divisualisasi menggunakan mesin ultraviolet. Pengurutan produk PCR (Sekuensing) DNA Anguilla spp. gen COI Produk PCR yang memiliki kualitas baik layak dilanjutkan ke tahap sekuensing untuk ditentukan sekuen basa nukleotidanya. Sekuensing dilakukan 12 menggunakan metode Sanger (1977) dengan mengirimkan produk PCR tersebut ke perusahaan jasa pelayanan sekuensing. RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) Analisis keragaman genetik atau untuk melihat polimorfisme pada situs pemotongan dari masing-masing individu menggunakan 1 enzim retriksi. Enzim yang digunakan tersebut adalah Alu I. Pemotongan dilakukan dengan memakai enzim dan campuran reaksi. Pemilihan sungai sebagai kawasan perikanan refugia Beberapa sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu akan dipilih salah satu atau lebih yang akan dijadikan sebagai kawasan perikanan refugia. Pemilihan sungai yang akan ditetapkan sebagai kawasan perikanan refugia didasarkan pada informasi morfologis, informasi molekuler, dan kondisi perairan sungai. Informasi morfologis dan molekuler didapatkan dari hasil penelitian ini, sedangkan kondisi perairan sungai didapatkan dari studi literatur. Analisis morfologis dan molekuler memberikan informasi mengenai jenis spesies yang ada di Teluk Palabuhanratu dan konektivitas terhadap sungai-sungai tersebut. Sungai dengan kondisi perairan baik akan dipilih sebagai kawasan perikanan refugia. Peninjauan Kembali Kawasan Perikanan Refugia Tracking sungai Sungai yang telah ditetapkan sebagai kawasan perikanan refugia ditinjau kembali melalui tracking sungai. Tracking sungai dilakukan untuk mengetahui kualitas air dan kondisi habitat secara lebih detail. Kualitas air diukur pada titik yang dianggap penting dalam siklus hidup ikan sidat. Informasi mengenai titik tersebut didapatkan dari hasil wawancara dan pengamaan langsung. Selain itu, dilakukan wawancara terhadap nelayan sekitar sungai untuk mengetahui stadia, lokasi, dan aktivitas penangkapan sidat. Pengambilan sampel kualitas air Kualitas air yang diukur meliputi pengukuran parameter fisika dan kimia perairan yaitu in situ (suhu dan pH) dan eks situ (Total-P, Nitrat, kesadahan, dan klorofil). Analisis laboratorium dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia perairan. Analisis parameter kimia pada sampel air meliputi total fosfat, nitrat, kesadahan, dan klorofil. Metode pengukuran pada parameter menggunakan standar APHA (2012) pada Tabel 4. Parameter ini dipilih karena secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup ikan sidat. Tabel 4 Metode pengukuran parameter (APHA 2012) Satuan Parameter Metode Total-P Nitrat Kesadahan Klorofil mg/L mg/L mgCaCO3/L μg/L Manual Digestion and Flow Injection Colorimetric Method Titrimetri Method Spectrophotometric Method Lokasi penelitian dapat terlihat pada Gambar 4. Kualitas air di sungai Cimandiri diamati kembali dengan mengambil 4 titik sampling. Stasiun 1 menunjukkan anak sungai dari hulu, stasiun 2 menunjukkan sungai bagian hulu, 13 stasiun 3 menunjukkan sungai bagian tengah. Stasiun 4 menunjukkan sungai bagian hilir. Gambar 4 Lokasi pengambilan sampel kualitas air di Sungai Cimandiri Wawancara Responden ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa responden berperan dalam pemanfaatan sumber daya ikan sidat maupun habitatnya, berperan dalam pengelolaan maupun pengambilan keputusan terhadap sumber daya ikan sidat. Responden diharapkan dapat memahami substansi data atau informasi yang akan didiskusikan. Oleh karena itu, responden wawancara dalam penelitian ini meliputi nelayan, masyarakat sebagai pemanfaat habitat ikan sidat, dan instansi pemerintah daerah. Substansi yang digali dalam wawancara ini lebih difokuskan pada identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan), dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang dihadapi masyarakat, penentuan tingkat kepentingan faktor internal dan eksternal yang teridentifikasi, serta harapan yang dikehendaki oleh masyarakat dengan adanya daerah perlindungan ikan sidat. Wawancara terhadap nelayan dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan ikan sidat, batas distribusi berdasarkan stadia, lokasi penangkapan, aktivitas penangkapan, dan jenis kegiatan di sekitar sungai. Wawancara dilakukan dengan beberapa pertanyaan melalui kuesioner. Hasil wawancara akan digunakan sebagai salah satu dasar pembuatan peta kawasan perikanan refugia di sungai yang telah dipilih. 14 Analisis Data Analisis Morfologis Elie (1982) in Reveillac (2009) menyatakan bahwa persamaan yang digunakan dalam pembeda antar spesies yaitu ano-dorsal length (AD) dibagi dengan total length (TL), seperti persamaan berikut: Penentuan jenis spesies berdasarkan nilai (AD/TL) memiliki kisaran setiap jenis spesiesnya. Gambar 5 menunjukkan nilai kisaran (AD/TL) pada spesies A..bicolor bicolor, A. nebulosa labiata, dan A. marmorata (Elie 1982 in Reveillac 2009). Gambar 5 Perbedaan spesies berdasarkan nilai AD/TL Karakter populasi ikan sidat tropis menggunakan data morfometrik. Pengelompokan populasi glass eels dianalisis menggunakan discriminant analysis pada softwaare SPSS dan pemisahan karakter populasi ikan sidat muda dan dewasa dianalisis menggunakan cluster analysis dengan membuat dendogram pada software XLSTAT. Cluster analysis dan discriminant analysis didapatkan berdasarkan masing-masing nilai parameter pada pengukuran morfometrik. Analisis Molekuler Penentuan sekuen nukleotida gen COI Anguilla spp. Sekuen nukleotida hasil sekuensing disejajarkan dengan menggunakan metoda Clustal W yang terdapat pada software MEGA 5.0 (Tamura et al. 2011). Sekuen nukleotida gen COI Anguilla spp. dengan primer forward dan reverse diedit dan dianalisis untuk mendapatkan sekuen DNA dari gen COI tersebut. Pensejajaran sekuen nukleotida gen COI genus Anguilla Sekuen gen COI Anguilla spp. dari penelitian ini disejajarkan antara semua sampel dan sekuens gen COI untuk spesies lain dalam genus Anguilla yang ditemukan di GenBank. Spesies yang digunakan yaitu genus Anguilla yang meliputi A. australis (EF609282.1), A. reinhardtii (HM006952.1), dan A. japonica 15 (HQ339972.1). Sekuen gen COI spesies-spesies dari genus Anguilla tersebut diunduh dari data GenBank. Jarak genetik Jarak genetik sekuen gen COI antara Anguilla spp. dan spesies lain dari genus Anguilla dihitung menggunakan metode pairwise distance yang terdapat pada program MEGA 5.0 (Tamura et al. 2011). Hasil perhitungan jarak genetik disajikan dalam bentuk matriks data yang dapat digunakan untuk analisis hubungan kekerabatan antar spesies berdasarkan pohon filogeni. Analisis filogeni Analisis filogeni Anguilla spp. dikonstruksi antara gen COI Anguilla spp. dari penelitian ini dengan A. australis, A. reinhardtii, dan A. japonica. Konstruksi pohon filogeni menggunakan metode bootstrapped Neighbour-Joinning (NJ) dengan 1000 kali pengulangan yang terdapat pada program MEGA 5.0 (Tamura et al. 2011). Analisis Spasial Keseluruhan informasi biologis maupun sosial dianalisis secara spasial dalam bentuk peta daerah pemanfaatan dan perlindungan sumber daya perikanan sidat. Peta dibuat dengan memasukkan daerah tertentu yang tidak boleh dimanfaatkan atau spot perlindungan dan daerah tertentu yang boleh dilakukan pemanfaatan atau spot penangkapan. Selain itu, didalam peta dimasukan beberapa aspek lain seperti: distribusi ikan berdasarkan stadia dan orde sungai. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 9.3. Tabel 5 Ukuran kuantitatif terhadap pengaruh dan kepentingan stakeholder Kepentingan stakeholder Skor Kriteria Keterangan 5 Sangat tinggi Sangat bergantung pada keberadaan sumber daya 4 Tinggi Ketergantungan tinggi terhadap sumber daya 3 Cukup tinggi Cukup bergantung terhadap sumber daya 2 Kurang tinggi Ketergantungan terhadap sumber daya rendah 1 Rendah Tidak bergantung terhadap sumber daya Pengaruh stakeholder Skor Kriteria Keterangan 5 Sangat tinggi Sangat mempengaruhi pengelolaan sumber daya 4 Tinggi Mempengaruhi pengelolaan sumber daya 3 Cukup tinggi Cukup mempengaruhi pengelolaan sumber daya 2 Kurang tinggi Kurang mempengaruhi pengelolaan sumber daya 1 Rendah Tidak mempengaruhi pengelolaan sumber daya Analisis Stakeholder Pomeroy and Douvere (2008) mendefinisikan analisis stakeholder atau kelembagaan sebagai pendekatan dan prosedur untuk memperoleh pemahaman tentang sistem dengan cara mengidentifikasi pelaku utama dan pemegang kepentingan dalam sistem dengan menilai kepentingan masing-masing. Analisis stakeholder dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kepentingan dan pengaruh dari pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya 16 perikanan sidat. Variabel dan indikator dari penilaian tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder diukur dengan penetapan skor menggunakan pertanyaan (Tabel 5). Nilai skor dari seluruh pertanyaan dirata-ratakan dan dipetakan ke dalam bentuk matriks (Gambar 6). Selain itu, data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara dipetakan secara kualitatif untuk menentukan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif adalah dengan memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis ini didahului oleh proses identifikasi faktor internal dan eksternal (Rosalina 2011). Tinggi Players (Kuadran II) Bystanders (Kuadran III) Actors (Kuadran IV) Kepentingan E P E N T I N G A N Subject (Kuadran I) Rendah Pengaruh Tinggi Gambar 6 Matriks pengaruh dan kepentingan 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Kawasan perikanan refugia ditentukan berdasarkan karakteristik sumber daya perikanan sidat yang akan dipilih dari masing-masing sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu. Aspek ekologis merupakan suatu parameter penting dalam memenuhi kriteria penentuan perikanan refugia tersebut. Kepastian taksonomi sangat dibutuhkan dalam penentuan rencana pengelolaan suatu sumber daya perikanan, sehingga pada penelitian ini dilakukan identifikasi secara morfologis dan dikuatkan dengan identifikasi secara molekuler. Selain itu, karakteristik populasi perlu diketahui guna mengetahui konektivitas antar sungai. Kondisi perairan merupakan aspek yang perlu diketahui dalam menganalisis suatu kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasan perikanan refugia. Parameter yang digunakan sebagai dasar penentuan kawasan perikanan meliputi: identifikasi morfologis, identifikasi molekuler, dan kondisi perairan pada masing-masing sungai. Identifikasi Morfologis Ikan Sidat di Teluk Palabuhanratu Karakteristik Morfologis Glass Eels di Sungai Cimandiri Sampel glass eels dikumpulkan hanya dari Sungai Cimandiri. Berbeda dengan sidat muda dan dewasa, stadia glass eels sulit dibedakan secara morfologis karena tubuh glass eels yang masih transparan seperti kaca dan belum mengalami perkembangan pigmentasi tubuh secara sempurna. Perkembangan pigmentasi dari ekor sidat dapat digunakan sebagai salah satu penciri species (Leander et al. 2012). Gambar 7 menunjukkan perbedaan perkembangan pigmentasi dari ekor glass eels (Fahmi and Hirnawati 2010). Gambar 7 Pigmentasi dari ekor glass eels (a) A. bicolor bicolor (b) A. marmorata Identifikasi berdasarkan pola pigmentasi sirip kaudal menunjukkan terdapat 2 tipe pola pigmentasi. Tipe 1 memiliki pola pigmentasi pada sirip kaudal hingga ujung ekor (Gambar 7a). Tipe 2 memiliki pola pigmentasi pada sirip kaudal yang 18 tidak mencapai ujung ekor (Gambar 7b). Identifikasi morfologis hanya berdasarkan pola pigmentasi tidak dapat digunakan untuk membedakan spesies, dibutuhkan suatu identifikasi dengan karakter lain seperti karakter morfometrik. Karakteristik morfometrik glass eels pada Tabel 6 didapatkan bahwa A..bicolor bicolor memiliki nilai head length (HL) sebesar 0,41 hingga 0,68 (0,55 ± 0,05) cm, pre-dorsal head length (PDHL) sebesar 0,86 hingga 2,17 (1,42 ± 0,21) cm, pre-dorsal length (PDL) sebesar 1,37 hingga 2,67 (1,97 ± 0,21) cm, ano-dorsal length (AD) sebesar -0,04 hingga 0,19 (0,09 ± 0,05) cm, pre-anal length (PAL) sebesar 1,47 hingga 2,89 (2,06 ± 0,22) cm, dan total length (TL) sebesar 4,58 hingga 5,58 (5,17 ± 0,21) cm. A. nebulosa nebulosa memiliki nilai head length (HL) sebesar 0,48 hingga 0,67 (0,56 ± 0,08) cm, pre-dorsal head length (PDHL) sebesar 0,75 hingga 2,04 (1,19 ± 0,41) cm, pre-dorsal length (PDL) sebesar 1,42 hingga 2,57 (1,75 ± 0,39) cm, ano-dorsal length (AD) sebesar 0,24 hingga 0,45 (0,33 ± 0,09) cm, pre-anal length (PAL) sebesar 1,84 hingga 2,95 (2,083 ± 0,40) cm, dan total length (TL) sebesar 4,72 hingga 5,22 (50,35 ± 1,80) cm. A. marmorata memiliki nilai head length (HL) sebesar 0,49 hingga 0,68 (0,56 ± 0,05) cm, pre-dorsal head length (PDHL) sebesar 0,52 hingga 1,04 (0,68 ± 0,13) cm, pre-dorsal length (PDL) sebesar 1,09 hingga 1,65 (1,25 ± 0,12) cm, ano-dorsal length (AD) sebesar 0,66 hingga 0,85 (0,74 ± 0,06) cm, pre-anal length (PAL) sebesar 1,82 hingga 2,33 (1,99 ± 0,12) cm, dan total length (TL) sebesar 4,56 hingga 5,33 (4,95 ± 0,18) cm. Perbandingan ano-dorsal length (AD) dengan total length (TL) dapat digunakan untuk membedakan spesies (Tabeta et al. 1976; Sugeha et al. 2001; Watanabe et al. 2004; Elie 1982 in Reveillac 2009). Menurut Elie (1982) in Reveillac (2009), nilai AD/TL untuk spesies A. bicolor bicolor berkisar antara 0 hingga 3, untuk spesies A. nebulosa berkisar antara 7 hingga 13, sedangkan untuk spesies A. marmorata berkisar antara 14 hingga 17. Terdapat 3 kelompok spesies berdasarkan perbandingan ano-dorsal length (AD) dengan total length (TL). Tiga kelompok tersebut yaitu nilai AD/TL sebesar -0,81 hingga 3,66 yang menunjukkan spesies A. bicolor bicolor, sebesar 4,58 hingga 8,85 yang menunjukkan spesies A. nebulosa nebulosa, dan sebesar 13,75 hingga 17,45 yang menunjukkan spesies A. marmorata. Sebaran frekuensi kedua spesies berdasarkan hasil koleksi sampel ditunjukkan pada Gambar 8. Nilai AD/TL dapat bernilai negatif (kurang dari nol) dikarenakan awalan sirip anal berada lebih depan dari pada awalan sirip dorsal. Nilai negatif pada AD/TL menunjukkan spesies tersebut merupakan A. bicolor bicolor. Seperti pada penelitian Sugeha and Suharti (2008) yang mendapatkan bahwa A. bicolor bicolor memiliki nilai AD/TL -1 sampai 3. Sebanyak 76 sampel memiliki nilai AD/TL yang masuk dalam kisaran spesies A. bicolor bicolor dengan nilai rata-rata AD/TL sebesar 1,72; sebanyak 7 sampel memiliki nilai AD/TL yang masuk dalam kisaran spesies A. nebulosa nebulosa dengan nilai rata-rata AD/TL sebesar 6,60; dan sebanyak 23 sampel masuk dalam kisaran spesies A. marmorata dengan nilai rata-rata AD/TL sebesar 15,07. A..bicolor bicolor didominasi dengan nilai AD/TL sebesar 1 dengan frekuensi 28, A. nebulosa nebulosa didominasi dengan nilai AD/TL sebesar 4 dan 8 dengan masing-masing frekuensi 2, sedangkan A. marmorata didominasi dengan nilai AD/TL sebesar 15 dengan frekuensi 11. 19 Tabel 6 Karakteristik morfometrik glass eels dari Sungai Cimandiri Karakter Bobot (gram) TL (cm) HL(cm) PDHL(cm) PDL(cm) PAL(cm) AD(cm) AD/TL 0,0716-0,1739 4,58-5,58 0,41-0,68 0,86-2,17 1,37-2,67 1,47-2,89 (-0,04)-0,19 (-0,81)-3,66 0,1150 ± 0,0203 5,17 ± 0,21 0,55 ± 0,05 1,42 ± 0,21 1,97 ± 0,21 2,06 ± 0,22 0,09 ± 0,05 1,72 ± 1,05 Anguilla bicolor bicolor Range Mean ± SD Anguilla nebulosa nebulosa Range Mean ± SD 0,0861-0,1435 4,72-5,22 0,48-0,67 0,75-2,04 1,42-2,57 1,84-2,95 0,24-0,45 4,58-8,85 0,1203 ± 0,0190 50,35 ± 1,80 0,56 ± 0,08 1,19 ± 0,41 1,75 ± 0,39 2,08 ± 0,40 0,33 ± 0,09 6,60 ± 1,79 0,0815-0,1629 4,56-5,33 0,49-0,68 0,52-1,04 1,09-1,65 1,82-2,33 0,66-0,85 13,75-17,45 0,1249 ± 0,0224 4,95 ± 0,18 0,56 ± 0,05 0,68 ± 0,13 1,25 ± 0,12 1,99 ± 0,12 0,74 ± 0,06 15,07 ± 1,04 Anguilla marmorata Range Mean ± SD (a) (b) (c) Gambar 8 Distribusi frekuensi ano-dorsal terhadap total length (AD/TL) 3 spesies sidat (a) A. bicolor bicolor (b) A. nebulosa nebulosa dan (c) A. marmorata dari Sungai Cimandiri 19 20 Glass eels yang didapatkan dari Sungai Cimandiri terdiri dari 3 spesies dengan komposisi spesies terbesar yaitu A. bicolor bicolor, diikuti oleh A..marmorata, dan A. nebulosa nebulosa. Komposisi spesies dengan proporsi masing-masing spesies yaitu: A. bicolor bicolor sebesar 71,7% (76/106), A..marmorata sebesar 21,7% (23/106), dan A. nebulosa nebulosa sebesar 6,6% (7/106). Karakter Populasi Glass Eels dari Sungai Cimandiri Hasil discriminant analysis yang telah dilakukan pada populasi glass eels dengan menggunakan software SPSS, menunjukkan bahwa terdapat 3 kelompok spesies glass eels di Sungai Cimandiri, Palabuhanratu, Sukabumi (Gambar 9). Hal ini sesuai dengan penelitian Setiawan et al. (2003) in Fahmi and Hirnawati (2010), menunjukkan hal yang sama yaitu ditemukan dugaan bahwa terdapat 3 spesies di perairan Cilacap antara lain: A. bicolor bicolor, A. nebulosa nebulosa, dan A..marmorata. Namun, hasil ini tidak sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fahmi and Hirnawati (2010) yang menduga menemukan empat kelompok spesies yang berbeda di Sungai Cimandiri. Gambar 9 Hasil discriminant analysis populasi glass eels dari Sungai Cimandiri Tabel 7 Uji beda spesies glass eels dari Sungai Cimandiri Spesies N A. bicolor bicolor A. nebulosa nebulosa A. marmorata 76 7 23 AD/TL (%) Average Variance 1,7230 6,6044 15,0658 1,0972 3,1941 1,0891 F stat F tab 1299,3017 3,0846 Uji beda spesies pada Tabel 7 menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis ikan terhadap nilai AD/TL (p value < 0,05). Kemudian dilakukan uji lanjut dengan uji 21 Beda Nyata Terkecil (BNT) menemukan bahwa setiap spesies memiliki nilai AD/TL yang berbeda (p value < 0,05). Hal ini menyatakan bahwa terdapat tiga spesies yang berbeda secara morfologis. Karakteristik Morfologis Ikan Sidat Muda dan Dewasa Karakteristik morfologis sidat seperti pola atau corak kulit dan tipe panjang sirip dapat digunakan dalam membangun dasar untuk identifikasi awal dari spesies sidat (Jamandre et al. 2007). Tipe panjang sirip ditentukan berdasarkan perbandingan panjang preanal dan predorsal. Berdasarkan identifikasi awal, didapatkan 2 spesies sidat dengan ciri kulit berpola (belang-belang) dengan sirip panjang (long finned) dan kulit tidak berpola (polos) dengan sirip pendek (short finned). Karakteristik sampel ikan sidat yang berasal dari masing-masing sungai ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 Karakteristik sampel ikan sidat muda dan dewasa dari beberapa sungai yaitu: Sungai Cibareno, Sungai Cibangban, Sungai Citiis, Sungai Cimaja, Sungai Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan, dan Sungai Cimandiri yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu Kode Sampel n Nama Spesies Karakteristik Lokasi Sampling ABBbar1-2 2 Anguilla bicolor bicolor Sungai Cibareno AMbar3-4 2 Anguilla marmorata ABBban1-7 7 Anguilla bicolor bicolor polos dan sirip pendek belang-belang dan sirip panjang polos dan sirip pendek ABBtii1-7 7 Anguilla bicolor bicolor polos dan sirip pendek Sungai Citiis ABBmaj1-7 7 Anguilla bicolor bicolor polos dan sirip pendek ABBsuk1-7 7 Anguilla bicolor bicolor polos dan sirip pendek ABBtep1-7 7 Anguilla bicolor bicolor AMtep8-9 2 Anguilla marmorata ABBpal1-7 7 Anguilla bicolor bicolor polos dan sirip pendek belang-belang dan sirip panjang polos dan sirip pendek Sungai Cimaja Sungai Cisukawayana Sungai Citepus ABBman1-6 6 Anguilla bicolor bicolor polos dan sirip pendek Sungai Cibareno Sungai Cibangban Sungai Citepus Sungai Cipalabuhan Sungai Cimandiri Ikan sidat yang memiliki karakter berupa kulit tidak berpola (polos) dengan sirip pendek (short finned) merupakan spesies Anguilla bicolor bicolor. Ikan sidat yang memiliki karakter berupa kulit berpola (belang-belang) dengan sirip panjang (long finned) merupakan spesies Anguilla marmorata (Silfvergrip 2009). Anguilla bicolor bicolor ditemukan pada setiap sungai sedangkan Anguilla marmorata hanya ditemukan pada Sungai Citepus dan Sungai Cibareno. Identifikasi morfologis hanya berdasarkan pola atau corak kulit dan tipe panjang sirip tidak dapat digunakan untuk membedakan spesies, dibutuhkan suatu identifikasi dengan karakter lain seperti karakter morfometrik. Karakteristik morfometrik ikan sidat pada Tabel 9 menunjukkan bahwa A..bicolor bicolor memiliki nilai head length (HL) sebesar 0,8 hingga 3,6 (1,54 ± 0,58) cm, pre-dorsal head length (PDHL) sebesar 1,2 hingga 6 (3,03 ± 1,12) cm, pre-dorsal length (PDL) sebesar 2,2 hingga 9,6 (4,57 ± 1,66) cm, ano-dorsal length (ADL) sebesar 0,1 hingga 0,7 (0,25 ± 0,12) cm, pre-anal length (PAL) sebesar 2,3 hingga 10,3 (4,81 ± 1,78) cm, dan total length (TL) sebesar 6,2 hingga 22 26,1 (12,25 ± 4,01) cm. A. marmorata memiliki nilai head length (HL) sebesar 5,4 hingga 6 (5,70 ± 0,42) cm, pre-dorsal head length (PDHL) sebesar 5,4 hingga 6,6 (6,00 ± 0,85) cm, pre-dorsal length (PDL) sebesar 10,8 hingga 12,6 (11,70 ± 1,27) cm, ano-dorsal length (AD) sebesar 7 hingga 7,9 (7,45 ± 0,64) cm, pre-anal length (PAL) sebesar 17,8 hingga 20,5 (19,15 ± 1,91) cm, dan total length (TL) sebesar 40,12 hingga 47,8 (43,96 ± 5,43) cm. Perbandingan ano-dorsal length (AD) dengan total length (TL) dapat digunakan untuk membedakan spesies (Tabeta et al. 1976; Sugeha et al. 2001; Watanabe et al. 2001). Menurut Tabeta et al. (1976), nilai AD/TL untuk spesies A. bicolor bicolor berkisar antara 0 hingga 3, sedangkan untuk spesies A. marmorata berkisar antara 14 hingga 17. Didapatkan 2 kelompok nilai AD/TL yaitu sebesar 0,92 hingga 3,31 yang menunjukkan spesies A. bicolor bicolor dan sebesar 16,53 hingga 17,45 yang menunjukkan spesies A. marmorata. Sebaran frekuensi kedua spesies berdasarkan hasil koleksi sampel ditunjukkan pada Gambar 10. (a) (b) Gambar 10 Distribusi frekuensi ano-dorsal terhadap total length (AD/TL) dua spesies sidat (a) A. bicolor bicolor dan (b) A. marmorata dari Teluk Palabuhanratu 23 Tabel 9 Karakteristik dua spesies sidat (A. bicolor bicolor dan A. marmorata) dari koleksi sampel dari Sungai Cibareno, Sungai Cibangban, Sungai Citiis, Sungai Cimaja, Sungai Cisukawayana, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan, dan Sungai Cimandiri yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu Jenis Ikan Lokasi Penelitian Anguilla bicolor bicolor Sungai Cibareno Sungai Cibangban Sungai Citiis Sungai Cimaja Sungai Cisukawayana Sungai Citepus Sungai Cipalabuhan Sungai Cimandiri Total Anguilla marmorata Sungai Cibareno Sungai Citepus Total Karakter HL(cm) PDHL(cm) PDL(cm) AD(cm) PAL(cm) TL(cm) AD/TL % Range 1,2-1,3 1,8-2,2 3-3,5 0,2-0,2 3,2-3,7 9,5-9,6 2,08-2,11 Mean ± SD 1,25 ± 0,07 2,00 ± 0,28 3,25 ± 0,35 0,20 ± 0 3,45 ± 0,35 9,55 ± 0,07 2,09 ± 0,02 Range 1-2,8 1,7-5,8 2,7-8,6 0,1-0,5 2,9-9,1 7,7-21,2 1,22-2,60 Mean ± SD 1,53 ± 0,69 2,89 ± 1,52 4,41 ± 2,18 0,24 ± 0,13 4,66 ± 2,30 12,59 ± 4,85 1,90 ± 0,49 Range 1-1,5 1,2-3,3 2,2-4,8 0,1-0,3 2,3-5,1 8,3-12,8 1,08-2,52 Mean ± SD 1,24 ± 0,24 2,36 ± 0,74 3,60 ± 0,94 0,20 ± 0,08 3,80 ± 1,01 10,47 ± 1,76 1,87 ± 0,47 Range 0,8-2,4 1,5-4,5 2,3-6,9 0,1-0,4 2,4-7,3 6,2-17,7 1,14-2,26 Mean ± SD 1,46 ± 0,58 3,01 ± 1,14 4,47 ± 1,70 0,20 ± 12 4,67 ± 1,81 11,21 ± 4,21 1,70 ± 0,47 Range 0,9-1,6 1,9-3,1 2,8-4,7 0,1-0,4 2,9-5,1 7,4-12,3 0,92-3,31 Mean ± SD 1,23 ± 0,22 2,49 ± 0,38 3,71 ± 0,59 0,19 ± 0,10 3,89 ± 0,69 10,33 ± 1,78 1,75 ± 0,75 Range 1,1-2,2 2,1-5,3 3,2-7,5 0,2-0,4 3,4-7,9 8,7-17,9 1,99-2,56 Mean ± SD 1,61 ± 0,38 3,41 ± 1,06 5,03 ± 1,43 0,29 ± 0,07 5,32 ± 1,50 12,81 ± 3,18 2,29 ± 0,23 Range 1,2-3,6 2,2-6 3,4-9,6 0,15-0,7 3,55-10,3 8,9-26,1 1,69-2,69 Mean ± SD 1,95 ± 0,94 3,74 ± 1,49 5,69 ± 2,42 0,35 ± 0,20 6,04 ± 2,61 14,89 ± 6,71 2,26 ± 0,39 Range 1,4-2,6 2,3-4,1 3,8-6 0,2-0,3 4,05-6,3 10,9-16 1,59-2,29 Mean ± SD 1,67 ± 0,46 3,13 ± 0,62 4,80 ± 0,85 0,23 ± 0,04 5,03 ± 0,88 12,67 ± 1,81 1,85 ± 0,25 Range 0,8-3,6 1,2-6 2,2-9,6 0,1-0,7 2,3-10,3 6,2-26,1 0,92-3,31 Mean ± SD 1,54 ± 0,58 3,03 ± 1,12 4,57 ± 1,66 0,25 ± 0,12 4,81 ± 1,78 12,25 ± 4,01 1,93 ± 0,51 Range 2,3-3 1,9-2,6 4,2-5,6 2,9-3,4 7,1-9 17-21,5 15,8-17,1 Mean ± SD 2,65 ± 0,49 2,25 ± 0,49 4,90 ± 0,99 3,15 ± 0,35 19,25 ± 3,18 19,25 ± 3,18 16,44 ± 0,88 Range 5,4-6 5,4-6,6 10,8-12,6 7-7,9 17,8-20,5 40,12-47,8 16,53-17,45 Mean ± SD 5,70 ± 0,42 6,00 ± 0,85 11,70 ± 1,27 7,45 ± 0,64 19,15 ± 1,91 43,96 ± 5,43 16,99 ± 0,65 Range 5,4-6 5,4-6,6 10,8-12,6 7-7,9 17,8-20,5 40,12-47,8 16,53-17,45 Mean ± SD 5,70 ± 0,42 6,00 ± 0,85 11,70 ± 1,27 7,45 ± 0,64 19,15 ± 1,91 43,96 ± 5,43 16,99 ± 0,65 24 Lima puluh sampel memiliki nilai AD/TL yang masuk dalam kisaran spesies A..bicolor bicolor dengan nilai rata-rata AD/TL sebesar 1,93 dan 4 sampel masuk dalam kisara spesies A. marmorata dengan nilai rata-rata AD/TL sebesar 16,99. A. bicolor bicolor didominasi dengan nilai AD/TL sebesar 1 dengan frekuensi 27, sedangkan A. marmorata didominasi dengan nilai AD/TL sebesar 7 dengan frekuensi 2. Ikan sidat muda dan dewasa terdiri dari 2 spesies dengan komposisi spesies terbesar yaitu A. bicolor bicolor, diikuti oleh A..marmorata. Komposisi spesies dengan proporsi masing-masing spesies yaitu: A. bicolor bicolor sebesar 92,59% (50/54) dan A..marmorata sebesar 7,41% (50/54). Karakter Populasi Sidat Muda dan Dewasa Cluster analysis dikonstruksikan berdasarkan data morfometrik dengan beberapa parameter yang telah dirasiokan terhadap total length (TL). Hasil dendogram menunjukkan terdapat 3 kelompok pada pengelompokan karakter populasi. Hal tersebut ditunjukkan pada garis putus-putus yang membagi sampel pada menjadi tiga kelompok karakter populasi (Gambar 11). Gambar 11 Cluster analysis berdasarkan data morfometrik antara A. bicolor bicolor dengan A. marmorata Nilai ketidaksamaan (dissimilarity) antara kedua spesies sebesar 0,1. Spesies A. bicolor bicolor memiliki perbedaan morfometrik dengan spesies A..marmorata terutama pada ukuran ano-dorsal length (AD) (Tabel 9). Akan tetapi, spesies A. bicolor bicolor memiliki dua kelompok karakter populasi. Sampel yang didapatkan dari sungai yang berdekatan cenderung memiliki ciri morfologis yang hampir sama, hal tersebut ditunjukkan pada garis dendogram yang menjadi satu kelompok. Sebagai contoh yaitu sampel yang ditemukan di Sungai Cimandiri memiliki kemiripan yang lebih tinggi secara morfometrik dengan sampel yang berasal di Sungai Cipalabuhan. Sungai Cimandiri dan Sungai Cipalabuhan merupakan sungai yang berdekatan. Sebaliknya, sampel yang didapatkan dari sungai yang berjarak lebih jauh, cenderung memiliki nilai disimilaritas yang lebih tinggi atau kemiripan morfometrik yang lebih rendah. Kedua kelompok A..bicolor bicolor tersebut memiliki karakteristik morfometrik 25 dengan nilai disimilaritasnya kurang dari 0,02. Terpisahnya A. bicolor bicolor menjadi dua kelompok diduga dikarenakan kekurangan jumlah spesies yang diamati karena hanya 5 sampai 7 individu setiap sungainya. Penelitian ini didapatkan 2 spesies yang teridentifikasi secara morfologis yaitu A. bicolor bicolor dan A. marmorata berdasarkan nilai AD/TL. Tidak terdapat tumpang tindih dari nilai AD/TL diantara 2 jenis sidat ini. Menurut (Sugeha et al. 2001), identifikasi secara morfologis dengan menggunakan nilai AD/TL sangat berguna dalam membedakan karakter spesies dari ikan sidat pada daerah tropis. Namun, biasanya terdapat tumpang tindih antara sidat yang memiliki panjang sirip jenis long fin dan short fin. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam melakukan identifikasi secara morfologis sehingga dikhawatirkan dapat mengalami kesalahan dalam identifikasi. Identifikasi berdasarkan karakter morfologis pertama kali dilakukan oleh Ege (1939). Menurut Watanabe et al. (2004), identifikasi berdasarkan Ege belum cukup untuk membedakan semua jenis sidat tanpa adanya informasi distribusi geografis. Hal tersebut membingungkan apabila asal lokasi penelitian tidak diketahui (Fahmi 2015). Selain itu, Sugeha and Suharti (2008) menyatakan bahwa sidat jenis A. bicolor memiliki overlaping pada subspesies A. bicolor bicolor dan A. bicolor pacifica. Fahmi and Hirnawati (2010) melakukan identifikasi morfologis glass eels di salah satu sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu yaitu Sungai Cimandiri. Didapatkan 3 spesies ikan sidat pada stadia glass eels yang ada di sungai tersebut yaitu A. bicolor bicolor, A. marmorata, dan A. nebulosa nebulosa. Sama halnya dengan penelitian ini yang telah dapat mengidentifikasi 3 spesies. Namun, pada penelitian ini hanya didapatkan 2 jenis sidat dewasa yaitu A. bicolor bicolor dan A. marmorata. Spesies A. nebulosa nebulosa tidak ditemukan pada penelitian ini. Hal tersebut dimungkinkan karena pada penelitian ini mengambil sampel pada stadia yang berbeda yaitu ikan sidat muda dan dewasa. Selain itu pada penelitian sebelumnya, didapatkan bahwa A. nebulosa nebulosa didapatkan dalam jumlah yag sedikit yaitu 3 persen dari total tangkapan, sehingga terdapat kemungkinan tidak tertangkap spesies tersebut pada stadia muda dan dewasa karena jumlahnya yang sedikit. Identifikasi Molekuler Ikan Sidat di Teluk Palabuhanratu Salah satu teknik yang digunakan dalam identifikasi molekuler yaitu teknik DNA barcoding. Menurut Hajibabaei et al. (2007), hasil DNA barcoding berupa sebuah barcode molekuler dari sekuen pendek DNA yang dapat digunakan untuk mengenali suatu spesies. Gen Cythocrome Oxsidase subunit I (COI) pada DNA mitokondria dapat dijadikan sebagai marka molekuler untuk penentuan spesies (Solihin 1994). Gen tersebut sedikit mengalami delesi dan insersi dalam sekuennya, serta variasi yang sedikit sehingga dapat digunakan sebagai marka pada DNA barcoding (Hebert et al. 2003). Gen COI pada mitokondria merupakan gen yang berevolusi cepat dibandingkan gen-gen mitokondria lainnya kecuali gen D-loop, sehingga gen COI mampu membedakan individu interspecies. Menurut Avise et al. (1987), hubungan kekerabatan interspecies dapat dianalisis secara filogenetik menggunakan DNA mitokondria. 26 DNA Total Isolasi dan ekstraksi DNA menggunakan jaringan yang berasal dari otot di bawah lapisan kulit, karena teksturnya yang lembut sehingga mudah dilakukan isolasi dan ekstraksi DNA. Isolasi dan ekstraksi DNA dari 39 sampel ikan sidat (Anguilla spp.) dari masing-masing sungai menghasilkan 37 sampel dengan kualitas DNA yang baik. Namun, beberapa sampel perlu pengenceran. Penentuan kualitas tersebut telah dilakukan melalui pengujian terhadap DNA total pada agarosa 1,2% (Gambar 12). Kualitas DNA yang baik ditunjukkan dengan pita DNA yang terang. Hampir semua hasil isolasi memiliki kualitas DNA yang baik pada elusi pertama atau elusi kedua. Namun ada beberapa yang harus diencerkan pada kedua elusi seperti sampel AMbar4, ABBsuk2, ABBsuk3, dan ABBsuk4. Satu sampel memiliki produk DNA pada elusi pertama dan kedua, kemudian akan dipilih salah satu yang memiliki kualitas DNA baik. DNA yang memiliki kualitas baik tersebut layak dijadikan sebagai cetakan untuk amplifikasi gen COI dengan menggunakan teknik PCR. Gambar 12 Elektroforesis DNA total pada gel agarosa 1,2%, keterangan: 1 = ABBpal1.2; 2 = ABBpal1.1e; 3 = ABBpal2.1; 4 = ABBpal2.2; 5 = ABBpal2.1; 6 = ABBpal3.1; 7 = ABBpal3.2; 8 = ABBpal4.1; 9 = ABBpal4.2; 10 = ABBtii1.1; 11 = ABBtii1.2; 12 = ABBtii2.1; 13 = ABBtii3.1; 14 = ABBtii3.2; 15 = ABBtii4.2; 16 = ABBtii5.2; 17 = ABBban1.1; 18 = ABBban1.2; 19 = ABBban2.1; 20 = ABBban2.2; 21 = ABBban3.1; 22 = ABBbar2.1; 23 = AMbar3.1; 24 = AMbar3.2; 25 = AMbar4.1; 26 = AMbar4.2 27 Gambar 12 (lanjutan) Elektroforesis DNA total pada gel agarosa 1,2%; keterangan: 27 = ABBman1.2; 28 = ABBman2.1; 29 = ABBman2.2; 30 = ABBman3.1; 31 = ABBman3.2; 32 = ABBman4.1; 33 = ABBman4.2; 34 = ABBman5.2; 35 = ABBtep1.1; 36 = ABBtep1.2; 37 = ABBtep2.1; 38 = ABBtep2.2; 39 = ABBtep3.1; 40 = ABBtep3.2; 41 = ABBtep4.1; 42 = ABBtep4.2; 43 = ABBtep1.1e; 44 = ABBtep3.1e; 45 = ABBtep5.2; 46 = ABBmaj1.1; 47 = ABBmaj1.2; 48 = ABBmaj1.1e; 49 = ABBmaj2.2; 50 = ABBmaj3.2; 51 = ABBmaj5.2; 52 = ABBpal1.1; 53 = ABBsuk1.1; 54 = ABBsuk1.2; 55 = ABBsuk1.1e; 56 = ABBsuk2.2; 57 = ABBsuk2.1; 58 = ABBsuk2.1e; 59 = ABBsuk3.1; 60 = ABBsuk4.1; 61 ABBsuk5.2; 62 = ABBsuk4.2 28 Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA Gen COI Amplifikasi fragmen DNA gen COI dilakukan dengan penempelan primer pada suhu optimum sebesar 54ºC. Gen COI target amplifikasi berukuran antara 600-700 pb (Gambar 13). Beberapa contoh hasil elektroforesis produk PCR yang memiliki kualitas baik yaitu ABBtep4.2; ABBpal2.2; ABBtep2.2; ABBsuk4.2; ABBpal3.2; ABBpal4.2; ABBtep5.2; ABBmaj3.2; ABBtii4.1; dan ABBtii5.2. Gambar 13 Elektroforesis DNA hasil pre-test produk PCR pada gel agarosa 1% keterangan 1,2 = ABBtep4.2; 3,4 = ABBpal2.2; 5,6 = ABBtep2.2; 7,8 = ABBsuk4.2; 9,10 = ABBpal3.2; 11,12 = ABBpal4.2; 13,14 = ABBtep5.2; 15,16 = ABBmaj3.2; 17,18 = ABBtii4.1; 19 = ABBtii5.2 Setiap sungai dipilih satu atau lebih individu yang secara morfologis merupakan spesies Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla marmorata. Didapatkan 11 sampel yang akan dilakukan sekuensing yaitu 10 sampel A. bicolor bicolor yang berasal dari masing-masing sungai dan 1 spesies A. marmorata yang berasal dari Sungai Cibareno. Selanjutnya 11 sampel DNA dimurnikan dan disekuensing sehingga diperoleh kualitas sekuen nukleotida gen COI yang baik. Sekuensing DNA dan Pensejajaran Sekuen Nukleotida Gen COI A. bicolor bicolor dan A. marmorata Hasil uji kualitas produk PCR menunjukkan bahwa sampel A. bicolor bicolor yang berasal dari Sungai Cimaja dan Sungai Cibareno memiliki kualitas yang kurang baik sehingga tidak dilanjutkan pada tahap sekuensing. Penelitian ini berhasil mendapatkan urutan basa nukleotida pada sembilan sampel yaitu delapan sampel A. bicolor bicolor yang berasal dari masing-masing sungai kecuali Sungai Cimaja dan Sungai Cibareno, serta satu sampel A. marmorata yang berasal dari Sungai Cibareno. Sekuen yang didapatkan dari masing-masing sampel sesuai dengan ukuran gen COI target. Panjang nukleotida yang didapatkan sebesar 619 sampai 682, dengan panjang sekuens tertinggi pada sampel ABBman4, ABBban1, ABBpal1 sebesar 682 dan terendah pada sampel ABBtep2 sebesar 619. Sekuen nukleotida gen COI Anguilla spp. pada penelitian ini diunggah pada BLASTn (Basic Local Alignment Search Tool-nucleotide) di situs NCBI (National Center for Biotechnology Information) untuk memastikan kebenarannya dan mengetahui kedekatannya dengan spesies lain. Hasil BLASTn pada situs NCBI (National Center for Biotechnology Information) disajikan pada Tabel 10. 29 Tabel 10 Hasil BLAST-n pada situs NCBI No Kode Sampel 1 ABBman1 2 ABBman2 3 ABBman4 4 ABBban1 5 ABBpal1 6 ABBtii1 7 ABBsuk1 8 ABBtep2 9 AMbar4 Description Anguilla bicolor bicolor mitochondrial DNA, complete genome Anguilla bicolor bicolor mitochondrial DNA, complete genome Anguilla bicolor bicolor mitochondrial DNA, complete genome Anguilla bicolor bicolor mitochondrial DNA, complete genome Anguilla bicolor bicolor mitochondrial DNA, complete genome Anguilla bicolor bicolor mitochondrial DNA, complete genome Anguilla bicolor bicolor mitochondrial DNA, complete genome Anguilla bicolor bicolor mitochondrial DNA, complete genome Anguilla marmorata mitochondrial DNA, complete genome Ident Accession 99% AP007236.1 99% AP007236.1 99% AP007236.1 99% AP007236.1 99% AP007236.1 98% AP007236.1 99% AP007236.1 99% AP007236.1 99% AP007242.1 Sampel Anguilla spp. dengan kode sampel ABBman1, ABBman2, ABBman4, ABBban1, ABBpal1, ABBsuk1, dan ABBtep2 memiliki kedekatan dengan Anguilla bicolor bicolor (GenBank: AP007236.1) sebesar 99%. Sampel Anguilla spp. dengan kode sampel ABBtii1 memiliki kedekatan dengan Anguilla bicolor bicolor (GenBank: AP007236.1) sebesar 98%. Sampel Anguilla spp. dengan kode sampel AMbar4 memiliki kedekatan dengan Anguilla marmorata (GenBank: AP007242.1) sebesar 99%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel dengan kode ABBman1, ABBman2, ABBman4, ABBban1, ABBpal1, ABBsuk1, ABBtep2, dan ABBtii1 merupakan spesies A. bicolor bicolor sedangkan sampel dengan kode AMbar4 merupakan spesies A. marmorata. Sekuen A. bicolor bicolor (GenBank: AP007236.1) dan A. marmorata (GenBank: AP007242.1) yang merupakan hasil penelitian dari Minegishi et al. (2005). Sampel A. bicolor bicolor didapatkan dari Myanmar sedangkan sampel A..marmorata didapatkan dari Ambon, Indonesia. Identifikasi molekuler dari Anguilla spp. dengan menggunakan sekuen gen COI telah dipastikan kebenaran dan kedekatannya dengan spesies lain berdasarkan pengunggahan pada BLASTn (Basic Local Alignment Search Toolnucleotide) pada situs NCBI (National Center for Biotechnology Information). Delapan sampel Anguilla spp. memiliki kedekatan dengan Anguilla bicolor bicolor sebesar 98-99%. Satu sampel Anguilla spp. memiliki kedekatan dengan Anguilla marmorata sebesar 99%. Menurut Herbert et al. (2003), perbedaan jarak genetik antara Anguilla spp. dengan spesies lainnya yang diperoleh dari GenBank lebih besar dari 3% menunjukkan bahwa secara molekuler dipastikan berbeda spesies yang ada di GenBank. Hasil yang didapatkan menunjukkan kedekatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 98-99%, sehingga dapat dipastikan kebenarannya bahwa terdapat 2 spesies yaitu Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla marmorata. Komposisi urutan basa nukleotida gen COI dari delapan sampel A. bicolor bicolor dianalisis menggunakan software MEGA 5.0. Persentase tiap jenis basa nukleotida (adenin, timin, sitosin, guanin) yang menyusun gen COI dari delapan 30 sampel dapat diketahui. Komposisi rata-rata basa nukleotida gen COI A. bicolor bicolor terdiri dari 29,1% basa timin (T), 18,2% basa sitosin (C), 30,3% basa adenin (A), dan 22,4% basa guanin (G). Komposisi basa nukleotida gen COI Anguilla marmorata terdiri dari 29,8% basa timin (T), 17,9% basa sitosin (C), 32,0% basa adenin (A), dan 20,3% basa guanin (G). Berdasarkan komposisi basa nukleotida, basa nukleotida A. bicolor bicolor dan A. marmorata didominasi oleh ikatan basa A (adenin) dan basa T (timin) sehingga gen COI dari kedua spesies dikategorikan sebagai kelompok kaya A-T (A-T rich). Menurut Jusuf (2001), ikatan hidrogen A-T terdiri dari 2 ikatan hidrogen yang bersifat lebih lemah dibandingkan dengan ikatan hidrogen G-C yang memiliki 3 ikatan hidrogen. Komposisi basa nukleotida kedua spesies tersebut menunjukkan bahwa ikatan tersebut mudah terpisah sehingga kemungkinan terjadinya mutasi pada kedua spesies lebih tinggi. Pensejajaran sekuen nukleotida gen COI A. bicolor bicolor antara 8 sampel tersebut menghasilkan nilai conserved, variabel, dan singleton, masing-masing sebesar 95,32% (498/513), 1,75% (9/513), dan 1,75% (9/513). Pensejajaran sekuen nukleotida gen COI dengan spesies lain dari genus Anguilla menghasilkan nilai conserved, variabel, dan singleton, masing-masing sebesar 38,79% (199/513), 61,21% (314/513), dan 7,41% (38/513). Nilai variabel menunjukkan bahwa terdapat variasi basa nukleotida antara A. bicolor bicolor dan A..marmorata dengan spesies outgroup yang merupakan karakteristik pembeda dari masing-masing spesies. RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) Enzim yang digunakan pada PCR RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) untuk memotong gen berupa enzim Alu 1. Hasil dari pemotongan gen yaitu didapatkan alel-alel dari setiap individu. Masing-masing sungai di ambil satu hingga dua individu yang berbeda. Hasil dari RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) disajikan pada Gambar 14. Kode sampel ABBman2, ABBtii5, ABBtep3, ABBtep5, ABBmaj3, ABBban1, ABBpal1, ABBsuk1 merupakan spesies A. bicolor bicolor. Kode sampel AMbar4 merupakan spesies A. marmorata. Semua sampel menunjukkan terdapat 3 alel yang berbeda ukuran pasang basa. Sampel A. bicolor bicolor memiliki ukuran yang sama untuk 8 individu dari masing-masing sungai. Delapan sampel A..bicolor bicolor dan satu sampel A. marmorata memiliki alel umum dan alel spesifik. 31 Gambar 14 RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) gen COI dari A..bicolor bicolor dan A. marmorata, keterangan: bp = base pair 32 Tabel 11 Matriks jarak genetik fragmen gen COI pada A. bicolor bicolor, A. marmorata, A..australis, A. reinhardtii, dan A. japonica berdasarkan metode pairwise distance 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 ABBman1 ABBman2 0.002 ABBman4 0.004 0.002 ABBban1 0.002 0.000 0.002 ABBsuk1 0.002 0.000 0.002 0.000 ABBpal1 0.002 0.000 0.002 0.000 0.000 ABBtii1 0.010 0.008 0.010 0.008 0.008 0.008 ABBtep2 0.004 0.002 0.004 0.002 0.002 0.002 0.010 AMbar4 0.053 0.056 0.058 0.056 0.056 0.056 0.060 0.053 A. australis 0.574 0.572 0.570 0.572 0.572 0.572 0.572 0.574 0.582 A. reinhardtii 0.566 0.564 0.562 0.564 0.564 0.564 0.564 0.566 0.570 0.074 A. japonica 0.580 0.578 0.576 0.578 0.578 0.578 0.578 0.580 0.584 0.082 0.068 Keterangan: ABB = Anguilla bicolor bicolor; AM = Anguilla marmorata; 1 = ABBman1; 2 = ABBman2; 3 = ABBman4; 4 = ABBban1; 5 = ABBsuk1; 6 = ABBpal1; 7 = ABBtii1; 8 = ABBtep2; 9 = Ambar4; 10 = A. australis; 11 = A. rostrata; 12 = A. anguilla 33 Alel umum merupakan alel yang dimiliki oleh masing-masing individu, sedangkan alel spesifik merupakan alel yang dimiliki oleh individu tertentu yang berbeda dengan individu lain. Sembilan sampel menunjukkan terdapat 2 alel umum dan 1 alel spesifik yang membedakan antara spesies A. bicolor bicolor dengan A. marmorata. Dua alel umum memiliki ukuran pita 325bp dan 250bp. Satu alel spesifik pada A. bicolor bicolor memiliki ukuran pita 180bp dan alel spesifik pada A. marmorata memiki ukuran pita 110bp. Hasil RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) menunjukkan bahwa enzim Alu I berhasil meretriksi gen COI dan didapatkan alel-alel pada masing-masing individu. Enzim Alu I merupakan enzim hasil ekstraksi dari bakteri Arthrobacter luteus. Enzim ini dapat menunjukkan pola pita dengan baik (Vereijken et al. 1975), begitu pula dalam penelitian ini yang menunjukkan terjadinya pemisahal alel pada tiap individu. Hal ini membuktikan bahwa ikan sidat spesies A. bicolor bicolor dan A. marmorata memiliki keragaman alel. Nukleotida Spesifik Gen COI A. bicolor bicolor dan A. marmorata Pensejajaran sekuen nukleotida gen COI dengan spesies lain dari genus Anguilla didapatkan situs spesifik dari A. bicolor bicolor dan A. marmorata (Lampiran 3 dan Lampiran 4). Situs spesifik tersebut merupakan basa nukleotida spesifik dari A. bicolor bicolor dan A. marmorata sebagai penciri yang dapat membedakan dengan spesies lain dari genus Anguilla. Terdapat 304 situs nukleotida yang spesifik dari spesies A. bicolor bicolor yang menunjukkan adanya evolusi spesifik pada A. bicolor bicolor. Selain itu, terdapat 304 situs nukleotida yang spesifik dari spesies A. marmorata yang menunjukkan adanya evolusi spesifik pada A. marmorata. Nukleotida Gen COI pada Alel Spesifik Tidak semua sampel yang disekuensing merupakan sampel yang telah dilakukan RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms), hal tersebut dikarenakan sebagian sampel memiliki kualitas produk PCR yang kurang baik. Hanya sampel ABBman2, ABBban1, ABBpal1, ABBtii1, dan AMbar4 yang telah disekuensing dan dilakukan RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms). Analisis RFLP menunjukkan bahwa terdapat alel spesifik yang dapat membedakan antara spesies A. bicolor bicolor dengan A. marmorata. Pensejajaran sekuen nukleotida gen COI antara spesies A. bicolor bicolor pada sampel ABBman2, ABBban1, ABBpal1, ABBtii1 dengan spesies A. marmorata pada sampel AMbar4 didapatkan situs spesifik. Situs spesifik tersebut diduga merupakan sekuen pendek dari alel spesifik yang membedakan spesies A. bicolor bicolor dengan A. marmorata. Terdapat 32 situs nukleotida spesifik dari kedua spesies yang menunjukkan adanya evolusi spesifik pada masing-masing spesies (Lampiran 5). Perbedaan urutan basa nukleotida gen COI dari sembilan sampel menunjukkan bahwa Anguilla spp. di Teluk Palabuhanratu memiliki keragaman nukleotida. Kelestarian spesies dapat terjaga dengan mempertahankan keragaman nukleotida spesies tersebut. Semakin tinggi keragaman nukleotida maka semakin tinggi keragaman genetik. Penurunan keragaman genetik bisa terjadi secara alami melalui penghanyutan gen (random genetic drift). Menurut Singleton and Sainsbury (2006), penghanyutan gen menggambarkan perubahan secara acak di 34 dalam suatu populasi yang mengakibatkan penurunan keragaman genetik dari generasi ke generasi yang bukan disebabkan oleh tekanan lingkungan tetapi karena adanya mutasi secara murni. Oleh karena itu, perlu adanya perlindungan pada daerah yang masih memiliki kondisi perairan yang baik. Kondisi perairan sungai yang terjaga dapat memelihara keragaman genetik, sehingga populasi Anguilla spp. tetap lestari. Analisis Filogeni Gen COI Anguilla spp. Jarak genetik fragmen gen COI antara Anguilla spp. pada penelitian ini dengan spesies lain dari GenBank, didapatkan jarak genetik dengan spesies lain dari genus Anguilla berkisar antara 0,562-0,584 (Tabel 11). Jarak genetik menggambarkan hubungan kekerabatan antarspesies. Perbandingan antara A. bicolor bicolor dengan spesies outgroup, didapatkan nilai jarak genetik terendah antara A. bicolor bicolor dengan A. rehardtii yaitu sebesar 0,562. Jarak genetik tertinggi antara A. bicolor bicolor dengan A. japonica sebesar 0,580. Perbandingan antara A. marmorata dengan spesies outgroup, didapatkan nilai jarak genetik terendah antara A. marmorata dengan A. rehardtii yaitu sebesar 0,570. Jarak genetik tertinggi antara A. marmorata dengan A..japonica sebesar 0,584. Data dari matriks jarak genetik digunakan untuk analisis hubungan kekerabatan berdasarkan pohon filogeni. Pohon filogeni A. bicolor bicolor, A..marmorata, A. australis, A. rehardtii, dan A..japonica dikonstruksi berdasarkan jarak genetik pairwise distance dari basa-basa nukleotida COI yang menunjukkan hubungan kekerabatan antar spesies (Gambar 15). Gambar 15 Konstruksi pohon filogeni berdasarkan gen COI pada A. bicolor bicolor, A. marmorata, A. australis, A. reinhardtii, dan A. japonica Intraspesies A. bicolor bicolor, memiliki hubungan yang erat. Cabang pohon filogeni untuk A. bicolor bicolor menunjukkan hubungan kekerabatan yang 35 erat di dalam spesies yang sama. Konstruksi pohon filogeni ini menunjukkan bahwa spesies A. bicolor bicolor terpisah nyata dari spesies A..marmorata dengan nilai jarak genetik sebesar 0,060. Selain itu, konstruksi pohon filogeni Anguilla spp. dengan outgroup menunjukkan bahwa terjadi pemisahan secara jelas antara genus Anguilla hasil penelitian dengan genus Anguilla pada GenBank dengan nilai jarak genetik sebesar 0,584. Kondisi perairan di sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu Penelitian mengenai kondisi perairan pada sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu telah dilakukan oleh Vamellia (2014). Kondisi perairan yang diamati berupa status kehidupan ikan sidat, status perairan berdasarkan indeks pencemaran, indeks kualitas perairan, dan kelayakan perikanan. Status kehidupan ikan sidat ditentukan berdasarkan pada pemberian skor untuk tiap parameter perairan yang mengacu pada kisaran nilai toleransi bagi kehidupan ikan sidat. Parameter yang diamati yaitu: parameter fisika dan kimia perairan meliputi suhu, pH, DO, Total-P, nitrat, Hg, Pb, dan Cd. Parameter tersebut digunakan dalam perhitungan status kehidupan ikan sidat (Lampiran 6), status perairan berdasarkan indeks pencemaran (Lampiran 7), indeks kualitas perairan (Lampiran 8), dan kelayakan perikanan (Lampiran 8). Penelitian Vamellia (2014) tidak melakukan penilaian kondisi habitat pada Sungai Cibangban. Hasil dari perhitungan keseluruhan kondisi perairan tersaji pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil keseluruhan kondisi perairan Status IP Indeks kualitas perairan Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Status kehidupan ikan sidat Baik Sangat baik Baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Baik Sangat baik Baik Tercemar ringan Tercemar ringan Tercemar ringan Tercemar ringan Tercemar ringan Tidak tercemar Tercemar ringan Tercemar ringan Tercemar sedang Sedikit tercemar Tidak tercemar Sedikit tercemar Tidak tercemar Tidak tercemar Tidak tercemar Tidak tercemar Tidak tercemar Sedikit tercemar Hilir Sedang Tercemar sedang Sedikit tercemar Hulu Sedang Tercemar sedang Tidak tercemar Hilir Sedang Tercemar sedang Sedikit tercemar Hulu Hilir Baik Baik Tercemar ringan Tercemar sedang Tidak tercemar Tidak tercemar Sungai Cibareno Citiis Cimaja Cisukawayana Citepus Cipalabuhan Cimandiri Kelayakan perikanan Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Agak meragukan Aman Agak meragukan Aman Aman Tabel 12 menunjukkan bahwa status kondisi perairan di sungai-sungai yang bermuara di Teluk Palabuhanratu bagi kehidupan ikan sidat adalah sebagai berikut: Sungai Cimaja bagian hulu dan hilir memiliki status sangat baik; Sungai Citiis, Sungai Cibareno, dan Sungai Cisukawayana bagian hulu memiliki status baik dan hilir memiliki status sangat baik; Sungai Cimandiri bagian hulu dan hilir memiliki status baik; Sungai Citepus bagian hulu memiliki status baik dan hilir memiliki status sedang; dan Sungai Cipalabuhan bagian hulu dan hilir memiliki status sedang. 36 Hasil keseluruhan analisis kondisi perairan menunjukkan bahwa Sungai Cibareno, Sungai Citiis, Sungai Cimaja, Sungai Cisukawayana, dan Sungai Cimandiri merupakan sungai yang cocok dan ideal bagi kehidupan ikan sidat. Namun, Sungai Cimaja merupakan sungai yang paling cocok dan paling ideal bagi kehidupan ikan sidat karena memiliki hasil penelitian yang terbaik dibandingkan dengan sungai yang lainnya. Penetapan Satu Sungai Sebagai Kawasan Perikanan Refugia Kawasan perikanan refugia ditentukan berdasarkan karakteristik sumber daya perikanan sidat, dalam hal ini ditentukan beberapa parameter. Hasil dari parameter-parameter pengukuran yang digunakan sebagai dasar penentuan kawasan perikanan meliputi: identifikasi morfologis, identifikasi molekuler, dan kondisi perairan pada masing-masing sungai. Hasil pengukuran parameter identifikasi morfologis dan identifikasi molekuler tersaji pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil pengukuran parameter-parameter penentuan kawasan perikanan refugia Parameter Data Analisis Morfologis Data Analisis Molekuler Sungai Cibareno 2 spesies (AM, ABB) 1 spesies (AM)* Cibangban 1 spesies (ABB) 1 spesies (ABB) Cimaja 1 spesies (ABB) 1 spesies (ABB) Cimandiri 1 spesies (ABB) 1 spesies (ABB) Cipalabuhan 1 spesies (ABB) 1 spesies (ABB) Citiis 1 spesies (ABB) 1 spesies (ABB) Citepus 2 spesies (AM, ABB) 1 spesies (ABB)* Cisukawayana 1 spesies (ABB) 1 spesies (ABB) Keterangan: ABB = Anguilla bicolor bicolor, AM = Anguilla marmorata *berhasil diidentifikasi secara molekuler Identifikasi morfologis menunjukkan bahwa ikan sidat yang diambil dari sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu memiliki 2 spesies yaitu A..bicolor bicolor dan A. marmorata. Hasil identifikasi morfologis telah dipastikan kebenarannya melalui identifikasi molekuler. Secara molekuler menunjukkan bahwa ikan sidat yang didapatkan di Teluk Palabuhanratu juga memiliki 2 spesies yang telah dibuktikan melalui BLASTn pada situs NCBI yaitu spesies A. bicolor bicolor (GenBank: AP007236.1) dan A. marmorata (GenBank: AP007236.1). Tabel 13 menunjukkan bahwa hanya beberapa sungai saja yang memiliki dua spesies berdasarkan identifikasi secara morfologis dan molekuler. Hal tersebut bukan berarti di sungai yang ditemukan satu spesies tersebut hanya memiliki spesies itu saja. Akan tetapi, kemungkinan memiliki spesies yang lain karena pada penelitian ini hanya mengambil sedikit sampel dari masing-masing sungai, sehingga peluang didapatkan spesies lain sangat kecil. Hasil RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisms) menunjukkan bahwa Anguilla spp. memiliki alel umum yang dimiliki masing-masing spesies dan alel spesifik yang merupakan alel pembeda pada 2 spesies. Menurut Arai (2014), ikan sidat spesies A..bicolor bicolor yang berada di perairan Selatan Jawa, diduga memiliki daerah pemijahan di perairan Mentawai. Larva terbawa oleh turbulensi dan arus menuju pesisir pantai dan mulai masuk ke perairan sungai dan estuari ketika telah berubah 37 menjadi stadia glass eels. Diduga terdapat konektivitas spesies pada masingmasing sungai karena memiliki tempat pemijahan yang sama, sehingga penentuan kawasan perikanan refugia berdasarkan informasi morfologis dan molekuler dapat dilakukan pemilihan pada sungai yang mana saja. Penentuan kawasan perikanan refugia lebih ditekankan pada parameter lain yaitu kondisi perairan. Berdasarkan informasi kondisi perairan terdapat beberapa sungai yang layak dipilih sebagai daerah perlindungan ikan sidat, namun Sungai Cimandiri dirasa tepat dipilih sebagai kawasan perikanan refugia. Sungai Cimandiri memiliki status kehidupan ikan sidat baik pada hulu dan hilir, status indeks pencemaran dalam kategori tercemar ringan hingga tercemar sedang, indeks kualitas perairan dalam kategori tidak tercemar, dan memiliki status aman dalam kelayakan perikanan. Alasan khusus dipilihnya Sungai Cimandiri yaitu Sungai Cimandiri merupakan sungai terbesar di Kabupaten Sukabumi, sehingga memiliki potensi yang besar terhadap sumber daya perikanan sidat. Kriteria pemilihan lokasi berdasarkan UNEP (2005) yaitu pentingnya siklus hidup spesies ekonomis penting dan kemungkinan untuk meningkatkan stok. Kondisi lingkungan yang baik dapat tetap menjaga keberadaan stok dan meningkatkan stok. Sungai Cimandiri Sebagai Kawasan Perikanan Refugia Sungai Cimandiri telah dipilih sebagai kawasan perikanan refugia untuk perikanan sidat di Teluk Palabuhanratu. Beberapa karakteristik pada sumber daya perikanan perlu diketahui guna dalam penentuan rekomendasi suatu rencana pengelolaan. Penelitian ini melakukan beberapa hal untuk mengetahui karakteristik sumber daya seperti penentuan orde sungai, analisis kualitas air, distribusi ikan berdasarkan stadia, aktivitas penangkapan, dan stakeholders yang berperan penting. Sungai Cimandiri melalui dua kabupaten dan satu kota, yaitu: Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Sukabumi. Sebagian besar sungai Cimandiri melewati Kabupaten Sukabumi pada beberapa kecamatan yang ditunjukkan dengan warna berbeda pada Gambar 16. Hulu sungai berada di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi. Sungai Cimandiri terdiri dari sungai permanent dan sungai intermittent (Gambar 16 dan Gambar 17). Sungai permanent (permanen) merupakan sungai yang memiliki air pada sepanjang tahun, sedangkan sungai intermittent (periodik) adalah sungai yang memiliki air pada musim-musim tertentu. Orde Sungai pada Sungai Cimandiri Sungai Cimandiri merupakan sungai terbesar di Kabupten Sukabumi. PSDA (2010) melaporkan bahwa panjang Sungai Cimandiri sebesar 69,5 km. Sungai Cimandiri terdiri dari sungai permanen dan sungai periodik. Orde sungai Cimandiri ditentukan berdasarkan pada metode Strahler (1957). Dimana penentuan orde sungai menggunakan semua sungai baik sungai permanen maupun sungai periodik. Pembuatan orde sungai mengalami kesulitan karena luas Daerah Aliran Sungai (DAS) yang cukup besar dan memiliki banyak cabang anak sungai. Mengurangi kesalahan dan mempermudah dalam pembuatan nomer orde sungai maka DAS tersebut dibagi menjadi lima bagian (Gambar 18). Gambar 18 38 menunjukkan pembagian DAS yaitu sungai bagian A (Gambar 19), sungai bagian B (Gambar 20), sungai bagian C (Gambar 21), sungai bagian D (Gambar 22), dan sungai bagian E (Gambar 23). Sungai bagian A memiliki orde sungai dari orde 1 hingga orde 6 yang secara keseluruhan berada di Kabupaten Sukabumi. Sungai bagian B memiliki orde sungai dari orde 1 hingga orde 5 yang secara keseluruhan berada di Kabupaten Sukabumi. Sungai bagian C memiliki orde sungai dari orde 1 hingga orde 7 yang secara keseluruhan juga berada di Kabupaten Sukabumi. Sungai bagian D memiliki orde sungai dari orde 1 hingga orde 5 yang berada di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Sungai yang melewati Kabupaten Cianjur hanya memiliki sungai dengan orde sungai 1 dan 2. Sedangkan sungai yang melewati Kabupaten Sukabumi memiliki sungai dengan orde sungai mulai dari 1 hingga 5. Sungai bagian E memiliki orde sungai dari orde 1 hingga orde 6 yang berada di Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Sungai yang melewati Kabupaten Cianjur memiliki sungai dengan orde sungai 1 hingga 5. Sungai yang melewati Kabupaten Sukabumi memiliki sungai dengan orde sungai 1 hingga 6. Sungai yang melewati Kota Sukabumi memiliki sungai dengan orde sungai 1 hingga 4. Secara keseluruhan, Kabupaten Sukabumi memiliki sungai dengan orde sungai 1 hingga 7. Kota Sukabumi memiliki sungai dengan orde sungai 1 hingga 4. Sedangkan Kabupaten Cianjur memiliki sungai dengan orde sungai 1 hingga 5. Pengelolaan sumber daya dilakukan pada sumber daya yang selalu ada dalam setiap tahunnya, dalam hal ini sungai yang akan dikelola haruslah sungai yang terdapat sumber daya air sepanjang tahun. Untuk itu, pada penelitian ini memisahkan antara sungai permanen dengan sungai periodik. Didapatkan peta sungai permanen pada Sungai Cimandiri yang melewati beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi seperti Gambar 24. Orde sungai dari sungai permanen pada Sungai Cimandiri disajikan pada Gambar 25. Gambar 25 sangat membantu dalam penentuan kawasan perlindungan habitat bagi ikan sidat. Terdapat 56 bagian sungai yang memiliki orde sungai 1. Sungai dengan orde sungai 1 merupakan bagian hulu yang kondisi habitat dan perairannya masih baik. Biasanya orde 1 pada sungai permanen merupakan mata air sungai. Daerah tersebut layak dijadikan daerah perlindungan sumber daya. Sungai Cimandiri memiliki sumber mata air utama dari dua gunung yaitu Gunung Gede dan Gunung Salak. Gunung Gede merupakan gunung yang berada di wilayah tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Bogor. Di Kabupaten Sukabumi, Gunung Gede berada pada Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukabumi yang terdapat banyak bagian sungai berorde 1. Sedangkan Gunung Salak merupakan gunung yang berada di wilayah dua kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. Gunung Salak di Kabupaten Sukabumi berada pada Kecamatan Cidahu dan Kecamatan Parakansalak yang juga banyak terdapat bagian sungai dengan orde 1. 39 Gambar 16 Sungai Cimandiri yang melewati beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi 40 Gambar 17 Sungai permanen dan sungai periodik pada Sungai Cimandiri 41 Gambar 18 Pembagian sungai dalam penentuan orde Sungai Cimandiri 42 Gambar 19 Sungai bagian A orde Sungai Cimandiri 43 Gambar 20 Sungai bagian B orde Sungai Cimandiri 44 Gambar 21 Sungai bagian C orde Sungai Cimandiri 45 Gambar 22 Sungai bagian D orde Sungai Cimandiri 46 Gambar 23 Sungai bagian E orde Sungai Cimandiri 47 Gambar 24 Sungai permanen pada Sungai Cimandiri yang melewati beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi 48 Gambar 25 Orde sungai dari sungai permanen pada Sungai Cimandiri yang melewati Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Sukabumi 49 Distribusi Stadia Ikan Sidat Ikan sidat memiliki beberapa stadia dalam siklus hidupnya. Stadia hidup dimulai dari larva (leptocephalus), glass eels, elvers, yellow eels, dan silver eels. Stadia glass eels mulai memasuki muara sungai untuk bermigrasi keperairan hulu sungai. Sidat mengalami proses tumbuh dan berkembang menjadi stadia selanjutnya saat melakukan migrasi. Penelitian ini mencoba memetakan distribusi ikan sidat berdasarkan stadia. Informasi yang dikumpulkan berupa hasil tracking yaitu hasil pengamatan langsung, wawancara terhadap nelayan, dan masyarakat sekitar sungai. Informasi yang didapatkan berdasarkan pengalaman empiris nelayan. Ikan sidat merupakan ikan yang unik karena melakukan migrasi hingga sungai orde 1 atau hulu sungai. Distribusi sidat dalam berbagai stadia dapat terlihat pada Gambar 26. Garis berwarna biru menunjukkan bahwa daerah tersebut didominasi oleh adanya ikan sidat pada stadia glass eels. Glass eels hanya terdistribusi sejauh 5 km dari muara sungai. Hal tersebut terlihat dari aktivitas penangkapan glass eels hanya sampai 5 km dari muara sungai. Glass eels ditangkap dengan alat tangkap anco. Garis berwarna hijau menunjukkan bahwa daerah tersebut terdapat sidat dalam berbagai stadia. Namun, tidak ditemukan glass eels pada daerah tersebut. Terdapat banyak nelayan yang memancing maupun menangkap ikan sidat dengan perangkap (alat tangkap semacam bubu). Garis berwarna kuning menunjukkan bahwa daerah tersebut belum dilakukan tracking, sehingga belum diketahui distribusi sidat yang ada di daerah tersebut. Garis berwarna kuning adalah Sungai Cidadap yang merupakan anak sungai dari Sungai Cimandiri. Penelitian Sriati (1998) menemukan bahwa di muara Sungai Cidadap ditemukan glass eels. Hal tersebut menunjukkan bahwa Sungai Cidadap dimungkinkan terdapat ikan sidat dalam berbagai stadia, namun distribusi berdasarkan stadia belum diketahui. Distribusi ikan sidat dipengaruhi oleh kondisi fisik perairan sungai dan perairan laut. Ada kemungkinan kondisi fisik yang mempengaruhi yaitu arus sungai, kemiringan dasar sungai, debit air sungai, keadaan dasar perairan, dan pasang surut. Glass eels hanya mampu memasuki sungai sejauh 5 km. Glass eels bergerak lebih dipengaruh efek pasang surut air dan debit air. Apabila kemiringan dasar sungai rendah, maka pengaruh pasang surut dapat mencapai jauh ke arah daerah hulu, sehingga glass eels akan terbawa hingga jauh menuju hulu sungai. Stadia dewasa hampir ditemukan disetiap daerah sungai. Ikan dewasa mulai bergerak dari hulu menuju hilir sungai dan menuju ke laut untuk melakukan pemijahan. 50 Gambar 26 Distribusi ikan sidat berdasarkan stadia di Sungai Cimandiri 51 Kualitas Air di Sungai Cimandiri Lokasi pengambilan sampel air ditunjukkan pada Gambar 4. Data kualitas air disajikan pada Tabel 14. Berikut ini merupakan kualitas air di Sungai Cimandiri yang terdiri dari 4 stasiun pengamatan: Tabel 14 Kualitas air di Sungai Cimandiri No. Parameter 1. 2. 3. 4. 5. 6. Suhu (°C) pH Nitrat (mg/L) Total Fosfat (mg/L) Kesadahan (mgCaCO3/L) Klorofil-a (μg/L) St 1 26 6,5 0,217 0,037 74,55 7,663 Stasiun St 2 St 3 27 27 7 7 0,647 1,089 0,091 0,298 86,33 196,20 0,886 11,388 St 4 29 7 1,330 0,091 176,58 10,673 Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai suhu terendah pada stasiun 1 sebesar 26°C sedangkan suhu tertinggi pada stasiun 4 sebesar 29°C. Hasil pengukuran suhu di setiap stasiun menunjukkan nilai yang masih sesuai untuk kehidupan ikan sidat. Suhu 25oC hingga 28oC merupakan suhu optimal untuk laju pertumbuhan bagi ikan sidat (Matsui 1982 in Herianti 2005). Suhu air dapat secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan biota. Menurut Effendi (2003), peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, sehingga mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Hasil pengukuran pH pada penelitian ini didapatkan bahwa stasiun 1 memiliki nilai pH terkecil sebesar 6,5 sedangkan stasiun lain memiliki pH yang sama sebesar 7. Nilai pH dapat mempengaruhi kondisi kimia perairan. Elver sidat mampu hidup pada kisaran pH sebesar 4 hingga 11, tetapi nilai pH terbaik pada kisaran 6,6 hingga 8,5 (Haryuni 2002). Kesuburan perairan dapat ditentukan oleh kandungan nitrat. Nitrat dapat menunjang keberlangsungan hidup organisme seperti fitoplankton. Kandungan nitrat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas primer yang ada di perairan, secara tidak langsung nitrat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Menurut Wedemeyer (1996), konsentrasi nitrat kurang dari 1,0 mg/L merupakan konsentrasi nitrat yang aman untuk kesehatan ikan dalam skala budidaya. Kandungan nitrat pada penelitian ini didapatkan nilai kurang dari 1,0 mg/L yaitu pada stasiun 1 dan stasiun 2. Stasiun 3 dan 4 memiliki konsentrasi nitrat lebih dari 1,0 mg/L, sehingga pada hilir sungai mengalami tingkat kesuburan yang tinggi. Kesuburan perairan juga dapat ditentukan oleh parameter total fosfat. Total fosfat sebagai penunjang pertumbuhan alga dan ganggang. Tingkatan kesuburan perairan berdasarkan kadar fosfat dapat dikategorikan menjadi tingkat kesuburan rendah (0–0,02 mg/liter), kesuburan sedang (optimum) (0,02–0,05 mg/liter), dan kesuburan tinggi (0,05–0,1 mg/liter) (Liaw 1969 in Effendi 2005). Penelitian ini didapatkan nilai total fosfat yang tergolong pada kategori keseburan sedang yaitu pada stasiun 1. Total fosfat pada kategori kesuburan tinggi pada stasiun 2, stasiun 3, dan stasiun 4. Menurut Stickney (2000), kesadahan merupakan buffer capacity di perairan. Di perairan tawar alami dalam jumlah yang relatif besar adalah kandungan kation 52 Ca2+ dan Mg2+, sedangkan kation-kation logam lainnya ada dalam jumlah sedikit (dapat diabaikan) maka kesadahan dapat dianggap hanya menggambarkan kandungan kalsium dan magnsium (Wedemeyer 1996). Klasifikasi perairan berdasarkan nilai kesadahan dikategorikan dalam perairan lunak (0-75 mg/L CaCO3), perairan moderat (75-150 mg/L CaCO3), perairan sadah (150-300 mg/L CaCO3), dan perairan sangat sadah (>300 mg/L CaCO3) (Wedemeyer 1996). Stasiun 1 dan stasiun 2 merupakan perairan dengan kategori perairan moderat, sedangkan stasiun 3 dan stasiun 4 merupakan perairan dengan kategori perairan sadah. Klorofil merupakan pigmen hijau yang terdapat pada tumbuhan, salah satunya terdapat di perairan yaitu pigmen hijau pada fitoplankton. Fitoplankton adalah organisme laut yang melayang dan hanyut dalam air laut serta mampu melakukan fotosintesis (Nybakken 1995). Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Menurut Likens (1975) in Jorgensen (1980), status trofik berdasarkan klorofil-a diklasifikasikan dalam perairan eutrofik (8-25 μg/L), perairan mesotrofik (2,5-8 μg/L), dan perairan oligotrofik (<2,5 μg/L). Stasiun 1 merupakan bagian sungai yang termasuk dalam kategori perairan mesotrofik. Stasiun 2 merupakan bagian sungai yang termasuk dalam kategori perairan oligotrofik. Stasiun 3 dan 4 merupakan bagian sungai yang termasuk dalam kategori perairan eutrofik. Nilai klorofil-a pada stasiun 2 sangat rendah, hal tersebut dikarenakan tempat pengambilan sampel di bagian yang berarus, sehingga kemungkinan hanya terdapat sedikit fitoplankton di lokasi tersebut. Usaha Perikanan Sidat di Sungai Cimandiri Kegiatan pemanfaatan sumber daya perikanan sidat yaitu melalui kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Nelayan perikanan tangkap alami melakukan penangkapan benih ikan sidat (glass eels) maupun penangkapan ikan dewasa. Penangkapan glass eels dilakukan saat kondisi perairan laut sedang pasang pada malam hari. Aktivitas penangkapan merupakan aktivitas utama dan aktivitas sampingan yang sebagian besar nelayan tersebut memiliki pekerjaan utama di siang hari seperti petani, pekerja bangunan, dan pekerjaan lainnya. Hasil tangkapan glass eels tiap harinya berkisar antara 7-12 gram/hari/nelayan dan 15-26 gram/hari/nelayan saat terjadi musim rekruitmen. Hasil tangkapan dijual pada pengumpul benih ikan sidat yang selanjutnya akan dijual kembali ke pihak pembudidaya atau dijual pada pembudidaya secara langsung. Harga jual benih tergantung pada musim. Kondisi dengan jumlah benih yang melimpah, harga jual akan menurun bahkan pengumpul dan pembudidaya tidak sanggup lagi menampung hasil tangkapannya. Sebaliknya, saat benih jarang atau susah ditangkap karena ketersediaannya rendah, maka harga jual benih akan tinggi. Harga glass eels setiap kilogramnya berkisar antara Rp 800.000,00 hingga Rp 3.600.000,00. Pengumpul akan menjual kembali kepada pelaku budidaya yang ada di Kecamatan Palabuhanratu maupun yang berada di luar kecamatan tersebut. Sama halnya dengan nelayan glass eels, nelayan penangkap ikan sidat dewasa juga melakukan aktivitas penangkapan sebagai aktivtas sampingan. Terdapat beberapa motivasi nelayan dalam melakukan penangkapan, yaitu: hanya 53 karena hobi memancing, sekedar memasang jebakan, dan menangkap ikan saat ada konsumen yang meminta. Ikan yang didapatkan akan dijual atau dikonsumsi sendiri. Permintaan ikan sidat dewasa dipenuhi dari hasil budidaya bukan dari hasil tangkapan perikanan alami. Perikanan budidaya sidat di Palabuhanratu merupakan salah satu kegiatan perikanan yang berkembang. Benih ikan sidat didapatkan langsung dari pengumpul maupun nelayan yang ditangkap dari Sungai Cimandiri. Hasil budidaya dijual dalam bentuk segar maupun olahan. Pemasaran ikan sidat berada pada Jakarta seiring dengan muali tumbuhnya restoran Jepang dan Korea atau hasil budidaya ikan sidat di ekspor. Kendala dari budidaya ikan sidat yaitu terbatasnya penampung saat benih tersedia dalam jumlah banyak. Selain itu, kendala terbesar dalam proses budidaya yaitu pakan. Di Indonesia belum ada pakan yang efektif yang bisa digunakan sehingga perlu adanya impor pakan dari Taiwan maupun Jepang. Harga pakan yang tinggi dan penggunaan FCR yang tinggi akan merugikan kegiatan budidaya. Perlu adanya pencampuran yang tepat antara pakan lokal dengan pakan impor dengan tetap memperhatikan takaran gizi dan harga agar kegiatan budidaya menghasilkan keuntungan. Dibutuhkan modal yang tinggi untuk melakukan budidaya ikan sidat. Stakeholders pada Perikanan Sidat di Sungai Cimandiri Keberadaan sumber daya mengakibatkan terdapat beberapa stakeholders yang berperan dalam pengelolaan dan pemanfaatan perikanan sidat. Berdasarkan hasil analisis kepentingan dan pengaruh stakeholders yang ditunjukkan pada Tabel 15, maka diperoleh hasil seperti pada Gambar 27. Tabel 15 Matriks analisis pengaruh dan kepentingan para pihak (stakeholders) terhadap kegiatan pemanfaatan Sungai Cimandiri Pengaruh Tinggi Kepentingan Rendah Rendah DKP Kabupaten Sukabumi Perangkat Desa Masyarakat Konsumen Pedagang Tinggi Nelayan glass eels Nelayan sidat muda dan dewasa Pengusahan perikanan budidaya Pengepul glass eels Analisis stakeholder atau kelembagaan adalah pendekatan dan prosedur untuk memperoleh pemahaman tentang sistem dengan cara mengidentifikasi pelaku utama dan pemegang kepentingan dalam sistem dengan menilai kepentingan masing-masing (Pomeroy and Douvere 2008). Hasil analisis stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan sidat di Sungai Cimandiri disajikan pada Gambar 27. Penentuan skoring hasil wawancara pada setiap stakeholder disajikan pada Lampiran 9. Gambar 27 menunjukkan hubungan antara pengaruh dan kepentingan untuk setiap stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan sidat di Sungai Cimandiri. Kuadran I merupakan subjek yang memanfaatkan keberadaan sumber daya ikan sidat, terdiri dari pengepul glass eels dan pengusaha perikanan budidaya sidat. Kuadran II merupakan pemain atau pelaksana untuk pemanfaatan perikanan sidat, terdiri dari nelayan 54 glass eels dan nelayan sidat muda dan dewasa. Kuadran III merupakan pengikut, terdiri dari masyarakat, konsumen, dan pedagang. Kuadran IV merupakan penentu kebijakan dalam pengelolaan sumber daya perikanan sidat, terdiri dari DKP Kabupaten Sukabumi dan perangkat desa. Gambar 27 Matriks pengaruh dan kepentingan stakeholder Strategi Pemafaatan dan Perlindungan Perikanan Sidat Pengelolaan sumber daya perikanan tawar maupun laut harus mempertimbangkan keberlanjutan dari sumber daya tersebut. Aspek biologis, aspek teknis, aspek sosial, aspek ekonomi, dan lingkungan menjadi suatu dasar dalam pembangunan secara berkelanjutan. Faktor-faktor eksternal dan internal dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek tersebut sebagai dasar analisis suatu kebijakan (Tabel 16). Analisis SWOT didasarkan pada pemikiran/logika bahwa strategi yang efektif adalah dengan memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Sungai Cimandiri merupakan sunggai terbesar di Kabupaten Sukabumi. Sungai tersebut memiliki panjang sungai sebesar 69,5 km sehigga memiliki potensi yang besar terhadap keberadaan sumber daya perikanan sidat baik itu perikanan tangkap glass eels maupun perikanan tangkap sidat dewasa. Hal tersebut berdampak pada tersedianya sumber daya nelayan yang cukup. Sungai Cimandiri menjadi sumber penghidupan ribuan nelayan. Perikanan sidat membuka peluang kegiatan budidaya oleh masyarakat sekitar, namun dibutuhkan modal yang cukup besar. Karakteristik perairan dan habitat sungai yang baik, sehingga Sungai Cimandiri dapat digunakan sebagai daerah perlindungan sidat. Namun, terdapat beberapa kendala dalam pemanfaatan sumber daya perikanan secara berkelanjutan. Salah satu kendala tersebut yaitu belum adanya peraturan yang mengatur pengelolaan Sungai Cimandiri secara terpadu. Sebagai contoh yaitu Kabupaten Sukabumi hanya memfokuskan pada perikanan tangkap glass eels seperti memberikan sosialisasi dan memberikan bantuan alat tangkap, belum adanya peraturan mengenai kegiatan penangkapan dari hulu ke hilir sungai. Regulasi kebijakan penangkapan yang masih rendah. Selain itu, pengetahuan nelayan 55 mengenai aspek biologis masih kurang yang mengakibatkan terjadinya pemanfaatan yang tidak terkendali. Penangkapan benih (glass eels) tidak terkendali terutama pada musim rekruitmen. Musim tersebut merupakan musim ikan sidat pada stadia glass eels mulai memasuki perairan sungai. Tabel 16 Identifikasi dan arahan pengembangan pemanfaatan dan perlindungan sumber daya ikan Sidat Kode Identifikasi SWOT Kekuatan (Strengths) S1 Karakteristik sungai yang sesuai untuk habitat S2 Sumber daya perikanan sidat yang tinggi S3 Sumber daya nelayan cukup tersedia Kelemahan (Weaknesses) W1 Regulasi kebijakan penangkapan yang masih rendah W2 Pengetahuan nelayan mengenai aspek biologis masih kurang W3 Penangkapan benih (glass eels) tidak terkendali Peluang (Opportunities) O1 Pengembangan sebagai daerah perlindungan perikanan sidat O2 Potensi sumber daya perikanan tangkap (glass eels) tersedia O3 Pengembangan budidaya ikan sidat Ancaman (Threats) Penggunaan alat tangkap dan metode penangkapan yang kurang T1 tepat T2 Peningkatan upaya penangkapan T3 Pembangunan, aktivitas masyarakat, dan keberadaan PLTU Kegiatan penangkapan glass eels dilakukan hampir di seluruh tepi sungai sepanjang 5 km dari muara sungai. Padahal kapasitas pemasaran perikanan (glass eels) yang minim. Pengumpul glass eels hanya mampu menampung sesuai kapasitas mereka, sehingga sebagian hasil tangkapan tersebut yang tidak tertampung akan dibuang percuma atau hanya dijadikan masakan. Padahal glass eels tersebut berpotensi menjadi sidat dewasa yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Selain itu, terdapat beberapa kegiatan yang mengancam keberadaan sumber daya perikanan sidat diantaranya: penggunaan alat tangkap dan metode yang kurang tepat, peningkatan upaya penangkapan, aktivitas masyarakat, dan keberadaan PLTU. Penggunaan alat tangkap seperti electric fishing sangat tidak ramah lingkungan karena dapat mematikan ikan sidat dalam semua stadia dan biota lain. Selain itu, penggunaan racun dalam menangkap ikan sidat sangat berbahaya bagi perairan dan habitat ikan sidat. Peningkatan upaya penangkapan dapat menyebabkan terjadinya pemanfaatan yang tidak terkendali, sehingga mengancam keberadaan stok ikan. Pembangunan di sekitar sungai dapat merusak habitat ikan sidat dan mengancam keberadaan ikan sidat. Aktivitas masyarakat dan keberadaan PLTU memberikan masukan limbah keperairan, sehingga dapat mengancam keberadaan ikan sidat. 56 Pengelolaan Perikanan Sidat di Sungai Cimandiri Perikanan refugia menitik beratkan pada stadia kritis suatu spesies dalam siklus hidupnya dan mempertahankan keberlanjutan spesies ikan dalam kurun waktu yang lama. Pengelolaan yang dilakukan dengan memprioritaskan nelayan skala kecil. Menurut UNEP (2005) bahwa perikanan refugia tidak secara sederhana menentukan ada zona tidak diperbolehkan menangkap, tetapi memiliki tujuan penggunaan yang berkelanjutan untuk kepentingan sekarang dan masa depan. Rekomendasi rencana manajemen yang akan dilakukan didasarkan pada karakteristik ikan sidat. Aspek biologis, ekologis, dan sosial sangat berperan penting dalam perumusan suatu langkah pemanfaatan dan perlindungan sumber daya. Rekomendasi strategi pengelolaan sebagai berikut: 1. Pelarangan penangkapan stadia dewasa pada ukuran diatas 49 cm Ikan sidat merupakan ikan katadromus dimana kelestarian populasi ikan sidat sangat tergantung pada keberhasilan ikan sidat dalam melakukan migrasi. Selain itu, kegiatan budidaya ikan sidat masih mengandalkan ketersediaan benih (glass eels) di alam. Belum ada teknologi yang mampu memijahkan ikan sidat. Ikan sidat (Anguilla bicolor bicolor) memijah di perairan laut dalam dan ikan sidat yang berada di Teluk Palabuhanratu diperkirakan memiliki daerah pemijahan di perairan Mentawai (Arai 2014). Keberhasilan pemijahan sangat diperlukan agar perikanan sidat dapat berkelanjutan. Anguilla bicolor bicolor memiliki ukuran pada stadia silver eels sebesar 49,7 cm hingga 63,6 cm dan stadia tersebut berumur 4 hingga 6 tahun (Arai et al. 2011). Penangkapan ikan sidat dewasa pada daerah hulu merupakan suatu ancaman karena menggunakan metode yang tidak ramah lingkungan yaitu penggunaan racun. Padahal stadia dewasa merupakan stadia kritis bagi ikan sidat yang perlu dilindungi agar pemijahan dapat terjadi. Ikan sidat bermigrasi kembali menuju perairan laut dalam. Ikan sidat dewasa yang berapa di semua bagian Sungai Cimandiri baik itu hulu, tengah, maupun hilir yang memiiki ukuran diatas 49 cm dilarang untuk ditangkap. 2. Penyediaan daerah sungai sebagai daerah perlindungan nursery ground Ikan melakukan migrasi dalam rangka mencari daerah pemijahan dan mencari daerah pembesaran. Ikan sidat melakukan migrasi di dalam sungai untuk mencari daerah pembesaran ke arah hulu dan bermigrasi kembali ke arah laut untuk melakukan pemijahan. Distribusi ikan sidat berdasarkan stadia hidup menunjukkan bahwa ikan sidat menyebar hingga seluruh bagian sungai. Di Sungai Cimandiri, ikan sidat ditemukan di bagian sungai hingga sungai berorde satu. Ikan sidat yang ditemukan termasuk dalam kategori dewasa. Ikan sidat pada stadia silver eels merupakan ikan sidat dewasa yang akan kembali ke perairan laut untuk memijah. Ikan sidat pada stadia yellow eels merupakan ikan yang sedang mengalami pertumbuhan. Menurut Deelder (1984), ikan sidat pada stadia yellow eels lebih bersifat menetap karena pada stadia tersebut ikan melakukan aktivitas untuk penggemukan badan. 57 Gambar 28 Daerah pemanfaatan dan perlindungan sumber daya perikanan sidat di Sungai Cimandiri 58 Terdapat 56 bagian Sungai Cimandiri yang merupakan sungai dengan orde sungai 1. Sungai dengan orde sungai 1 merupakan bagian hulu yang kondisi habitat dan perairannya masih baik. Belum banyak terdapat masukan limbah dari aktivitas masyarakat. Daerah tersebut diduga merupakan habitat yellow eels yang perlu dijadikan sebagai daerah perlindungan. Oleh sebab itu, perlu adanya perlindungan pada sungai berorde 1. Tidak semua sungai berorde 1 harus dilindungi. Persyaratan umum yang harus terpenuhi adalah sumber daya air harus selalu ada. Hal tersebut berarti bagian sungai yang akan dilindungi merupakan sungai permanen yang berorde sungai 1. Kecamatan Sukaraja dirasa tepat untuk dipilih sebagai daerah yang akan dilindungi. Kecamatan Sukaraja memiliki sungai permanen berorde 1 sebanyak 7 bagian sungai. Sungai Cimandiri pada sungai berorde 1 di Kecamatan Sukaraja ditunjukkan pada Gambar 28 yang merupakan bagian sungai berwarna hijau. Dari tujuh bagian sungai permanen berorde 1 di Kecamatan Sukaraja akan dipilih kembali menjadi daerah yang akan dilindungi. Bagian sungai yang akan dilindungi harus merupakan habitat yang mendukung bagi keberlangsungan hidup ikan sidat seperti tersedianya lubuk bagi ikan sidat untuk tinggal dan bersembunyi. Selain itu aktivitas masyarakat perlu diperhatikan karena kegiatan masyarakat akan memberikan masukan polutan kedalam perairan. Oleh karena itu, bagian sungai yang akan dipilih merupakan bagian sungai yang tidak ada atau sedikit terdapat aktivitas masyarakat. Konsep perikanan refugia lebih ditekankan pada penutupan daerah yang menjadi tempat ikan memijah atau pembesaran berdasarkan musim (Saikliang 2014). Perikanan refugia bukan menutup suatu area untuk ditutup secara permanen (Paterson et al. 2013), tetapi perikanan refugia lebih ditekankan pada penyediaan daerah yang sangat penting dalam siklus hidup seperti pemijahan dan pembesaran (UNEP 2006). Konsep perikanan refugia di Vietnam telah menetapkan 2 pilot site sebagai daerah yang akan dilindungi sebagai daerah pemijahan (spawning ground) dan pembesaran (nursery ground) bagi beberapa spesies penting yang dikelola oleh komunitas lokal (Long and Tuan 2014). Daerah pembesaran (nursery ground) merupakan daerah yang perlu dilindung agar tidak terjadi growth overfishing, langkah pengelolaan yang diterapkan mirip dengan pengelolaan pada daerah pemijahan (Siriraksophon 2014). Konsep perikanan refugia tersebut diterapkan pada perikanan laut. Penelitian ini merekomendasikan Kecamatan Sukaraja sebagai pilot site pada daerah perlindungan ikan sidat di Sungai Cimandiri. Langkah pengelolaan yang akan dilakukan perlu dirumuskan kembali antara masyarakat Kecamatan Sukaraja dengan instansi pemeritah maupun Dinas Kelautan dan Perikanan dari dua kabupaten dan satu kota maupun Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi. 3. Penegasan pelarangan alat tangkap (electric fishing) dan metode penangkapan (menggunakan racun) Electric fishing merupakan metode penangkapan ikan menggunakan alat listrik atau setrum. Alat tangkap ini dapat mematikan semua jenis biota dan berbagai ukuran, sehingga sangat merugikan bagi ikan lain yang non target. Selain itu, alat ini tidak bersifat ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap electric fishing telah dilarang penggunaannya oleh masyarakat di bagian hilir sungai yaitu di daerah penangkapan glass eels. Namun, masih terdapat penggunaan alat tangkap setrum dibagian sungai bagian tengah (stasiun 3 pada 59 pengambilan sampel air, Gambar 4). Selain itu, terdapat aktivitas penangkapan menunggunakan metode yang tidak tepat. Di bagian hulu sungai, masyarakat menangkap sidat dewasa dengan menggunakan racun atau sianida. Hal tersebut sangat berbahaya dan mematikan semua jenis biota. Oleh sebab itu, perlu adanya penegasan perihal larangan penggunaan electric fishing dan pelarangan penggunaan racun atau sianida. 4. Pelarangan penangkapan glass eels pada bulan Januari, Februari, Maret, dan Desember Perikanan tangkap glass eels merupakan aktivitas perikanan tangkap utama di Sungai Cimandiri. Hal tersebut terlihat dari aktivitas penangkapan yang sangat tinggi. Aktivitas penangkapan dilakukan sepanjang 5 km dari muara sungai (Gambar 26). Setiap jarak sekitar 10 meter sepanjang 5 km tersebut hampir ditemukan nelayan di pinggir sungai pada saat musim puncak glass eels. Sebagian besar nelayan tersebut merupakan nelayan sampingan. Hasil tangkapan yang didapatkan sangat banyak, namun melebihi kapasitas penampung atau pengumpul sehingga sisa hasil tangkapan yang melebihi kapasitas tersebut tidak termanfaatkan dengan baik. Selain itu dikhawatirkan dapat mengurangi jumlah ikan dewasa untuk hidup. Namun, apabila tidak dimanfaatkan maka glass eels akan mengalami kematian secara alami. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan waktu maupun jumlah penangkapan pada stadia glass eels. Potensi glass eels harus dihitung terlebih dahulu untuk menentukan batas penangkapan glass eels. Penghitungan potensi dilakukan dengan membuat beberapa asumsi. Asumsi mengenai sidat secara umum yaitu: a. Terdapat beberapa nilai fekunditas, hatching rates, dan survival rates secara umum yang telah disesuaikan dengan kondisi perairan Sungai Cimandiri. - Fekunditas ikan sidat berdasarkan Edel (1975) in Tesch et al. (2003) sebesar 1,3 juta – 1,5 juta telur. - Hatching rates dari telur sidat sebesar 80 % berdasarkan penelitian Chang et al. (2004). - Fase preleptocephalus hingga glass eels diasumsikan memiliki nilai survival rates sebesar 1%. Hal tersebut didasarkan pada jarak migrasi sidat yang jauh dari tempat pemijahan hingga menuju muara sungai untuk memulai migrasi ke perairan tawar. - Survival rates dari glass eels ke elvers sebesar 20% dan survival rates dari elvers ke yellow eels sebesar 40-60% berdasarkan Tesch et al. (2003). - Survival rates dari yellow eels menjadi silver eels sebesar 90%. Hal ini diasumsikan bahwa pada fase tersebut sidat tidak mengalami migrasi jauh dan bukan merupakan fase kritis. - Survival rates dari silver eels (inland water) menjadi induk yang siap memijah (spawning area) adalah 10%. Hal tersebut diasumsikan bahwa silver eels yang akan melakukan pemijahan harus bermigrasi jauh dari perairan sungai ke laut dalam. b. Penangkapan glass eels diasumsikan sebesar 50% dari potensi glass eels yang ada di Sungai Cimandiri. Potensi glass eels yang berada di Sungai Cimandiri diduga dari hasil tangkapan melalui pengumpul. Di Sungai Cimandiri terdapat beberapa 60 pengumpul glass eels, salah satu pengumpul yaitu Bapak Engkan. Beliau merupakan nelayan pengumpul yang menguasai 30% dari jumlah tangkapan yang ada di Sungai Cimandiri dengan jumlah produksi rata-rata sebesar 300 kg/tahun, sehingga total produksi tangkapan rata-rata di Sungai Cimandiri sebesar 1000 kg/tahun. Berdasarkan produksi tersebut maka dapat diperkirakan bahwa potensi perikanan glass eels di Sungai Cimandiri sebesar 2000 kg/tahun (Lampiran 10). Berdasarkan asumsi sebelumnya, 2000 kg glass eels dengan jumlah 12.000.000 individu dihasilkan oleh induk (silver eels) sebanyak 1000 individu. Asumsi penangkapan yang dilakukan sebesar 50% dari total potensi, maka jumlah glass eels yang tidak ditangkap sebesar 1000 kg dengan jumlah 6.000.000 individu. Ikan tersebut akan tumbuh menjadi silver eels sebanyak 43.2000 individu. Agar stok glass eels tetap berkelanjutan, maka perlu adanya pembatasan penangkapan sebesar 11,57% dari total tangkapan. Semua perhitungan matematis terdapat pada Lampiran 10. PT JSI merupakan salah satu perusahaan budidaya sidat terbesar di Palabuhanratu yang menerima benih (glass eels) yang sebagian besar berasal dari Sungai Cimandiri. Data penerimaan benih pada PT JSI diasumsikan menggambarkan ketersedian glass eels di Sungai Cimandiri. Penerimaan glass eels pada tahun 2013 sebanyak 580,927 kg (JSI 2013 in Widyasari 2013) dengan produksi tiap bulan seperti Gambar 29. Pembatasan penangkapan sebesar 11,55% dari total tangkapan, sehingga terdapat pembatasan melalui pengurangan penerimaan glass eels sebesar 67 kg. Enam puluh tujuh kilogram merupakan jumlah penerimaan pada bulan Januari hingga Maret dan bulan Desember. Gambar 29 Pembatasan penangkapan glass eels di Sungai Cimandiri 61 Keempat bulan tersebut memiliki jumlah glass eels sebesar 11,55% dari total glass eels yang diterima PT JSI. Bulan-bulan tersebut relatif memiliki jumlah yang sedikit. Hal tersebut menggambarkan penangkapan yang ada di Sungai Cimandiri dengan jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan bulan lainnya. Apabila melakukan penangkapan pada bulan tersebut akan menghasilkan jumlah tangkapan yang relatif lebih sedikit. Bulan Januari, Februari, Maret, dan Desember direkomendasikan untuk tidak dilakukan penangkapan glass eels. 5. Regulasi kebijakan antar kota/kabupaten Sungai Cimandiri merupakan sungai yang melewati Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Sukabumi. Peraturan yang ada saat ini hanya berfokus pada masing-masing kabupaten/kota saja, belum adanya peraturan yang mengatur pengelolaan Sungai Cimandiri secara terpadu. Salah satu contoh yaitu Kabupaten Sukabumi hanya memfokuskan pada perikanan tangkap glass eels, belum adanya peraturan mengenai kegiatan penangkapan dari hulu ke hilir sungai. Aktifitas masyarakat di sekitar Sungai Cimandiri pada Kbupaten Cianjur dan Kota Sukabumi akan berdampak pada kondisi Sungai Cimandiri di Kabupaten Sukabumi. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi kebijakan yang terkait antara kabupaten atau kota tersebut agak pengelolaan berupa pemanfaatan dan perlindungan dapat terintegrasi dengan baik. 62 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Identifikasi morfologis dan molekuler menunjukkan bahwa ikan sidat muda dan dewasa memiliki 2 spesies yaitu A. bicolor bicolor dan A. marmorata. Sungai Cimandiri dipilih sebagai kawasan perikanan refugia berdasarkan informasi morfologis, molekuler, dan kondisi perairan. Rekomendasi strategi pengelolaan dan pemanfaatan perikanan sidat di Sungai Cimandiri meliputi: pelarangan penangkapan stadia dewasa pada ukuran diatas 49 cm; penyediaan daerah sungai sebagai daerah nursery refugia di Kecamatan Sukaraja; penegasan pelarangan alat tangkap (electric fishing) dan metode penangkapan (menggunakan racun); pelarangan penangkapan glass eels pada bulan Januari, Februari, Maret, dan Desember; serta regulasi kebijakan antar kota/kabupaten. Saran Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan oleh pemerintah daerah dalam pembentukan rencana kebijakan pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya perikanan sidat di Teluk Palabuhanratu. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan dengan pengambilan sampel yang lebih banyak dari masing-masing sungai untuk analisis morfologis maupun molekuler. 63 DAFTAR PUSTAKA [APHA]. American Public Health Association. 2012. Standart Method for The Examination of Water and Wastewater. Washington DC (US): American Public Health Association 800 I Street. NW. Affandi R. 2005. Strategi pemanfaatan sumber daya Ikan Sidat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 5(2):77-81. Armada NB. 2014. Fisheries refugia, marine protected areas, and fisheries use zoning: Some of the tools used in managing fisheries in the Philippines. Marine Biological Association of India. 56(1):77-84. Aoyama J, Wouthuyzen S, Miller MJ, Inagaki T, Tsukamoto K. 2003. Shortdistance spawning migration of tropical freshwater eels. Biological Bulletin. 204:104-108. Arai T, Chino N, Zulkifli SZ, Ismail A. 2011. Age maturation of tropical eel Anguilla bicolor bicolor in Peninsular Malaysia, Malaysia. Malaysia Applied Biology. 40(1):51-54. Arai T. 2014. Do we protect freshwater eels or do we drive them to extinction? SpringerPlus. 3:534. Avise JC, Arnold J, Ball AM, Bermingham E, Lamb T, Neigel JE, Reeb CA, Saunders NC. 1987. Intraspecific phylogeography: the mitochondrial DNA bridges I between population genetics and systematics. Annual Reviews Ecology System. 18:489-522. Bickford D, Lohman DJ, Sodhi NS, Ng PKL, Meler R, Winker K, Ingram KK, Das I. 2006. Cryptic species as a window on diversity and conservation. Ecology and Evolution. 22(3):148-155. Chang SL, Kou GH, Liao IC. 2004. Temperature adaptation of the Japanese Eel (Anguilla japonica) in its early stages. Zoological Studies. 43(3): 571-579. Deelder CL. 1984. Synopsis of The Biological Data on The Eel Anguilla anguilla (Linnaeus, 1758). Rome (IT): Food and Agricultural Organization of The United Nation. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius Press. Ege V. 1939. A Rivision of The Genus Anguilla Shaow, A Systemic, Phylogenetic and Geographical Study. London (UK): Oxford University Press. Fahmi MR, Hirnawati. 2010. Keragaman ikan sidat tropis (Anguilla sp.) di perairan Sungai Cimandiri, Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. 1-8. Fahmi MR. 2013. Phylogeography of tropical eels (Anguilla spp) in Indonesia waters [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fahmi MR. 2015. Short communication: Conservation genetic of tropical eel in Indonesian waters based on population genetic study. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(1):38-43. Hajibabaei M, Singer GAC, Hebert PDN, Hickey DA. 2007. DNA barcoding: how it complements taxonomy, molecular phylogenetics and population genetics. TRENDS in Genetics. 23(4):167-172. Haryuni. 2002. Migrasi elver sidat, Anguilla spp. memasuki muara Sungai Poso, Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 64 Hebert PDN, Ratnasingham S, De Waard JR. 2003. Barcoding animal life: cytochrome c oxidase subunit 1 divergences among closely related species. Proc R Soc. 270:96–99. Herianti I. 2005. Rekayasa lingkungan untuk memacu perkembangan ovarium ikan sidat. Oseanografi dan Limnologi Indonesia. 37:25-41. Jamandre BWD, Shen KN, Yambot AV, Tzeng WN.2007. Molekular phylogeny of Philippine freshwater ells Anguilla spp. (Actinopterygi: Anguilliformes: Anguillidae) inferred from mitochondrial DNA. The Raffles Bulletin of Zoology. 14:51–59. Jorgensen SE. 1980. Lake management, water development, supply and management, developments in hydrology. Oxford (UK): Pergamon Press. Jusuf M. 2001. Genetika I: Struktur dan Ekspresi Gen. Jakarta (ID): Sagung Seto. Leander NJ, Shen KN, Chen RT, Tzeng WN. 2012. Species composition and seasonal occurrence of recruiting glass eels (Anguilla spp.) in the Hsiunkuluan River, Eastern Taiwan. Zoological Studies. 51(1):57-71. Long NV, Tuan VS. 2014. Establishment and management of fisheries refugia in Phu Quoc Marine Protected Area, Vietnam. Marine Biological Association of India. 56(1):41-45. Minegishi Y, Aoyama J, Inoue JG, Miya M, Nishida M, Tsukamoto K. 2005. Molecular phylogenetics and evolution of the freshwater ells genus Anguilla base on the whole mitochondrial genome squences. Molecular Phylogenetics and Evolution. 34:134–146. Nybakken JW. 1995. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Paterson C, Try I, Tambunan P, Barut N, Saikliang P, Dao MS, Chullasorn S. (2006). Establishing a regional system of fisheries refugia. Fish for the People. 4(1): 22-27. Paterson CJ, Pernetta JC, Siraraksophon S, Kato Y, Barut NC, Saikliang P, Vibol O, Chee PE, Nguyen TTN, Perbowo N, Yunanda T, Armada NB. 2013. Fisheries refugia: a novel approach to integrating fisheries and habitat management in the context of small-scale fishing presure. Ocean & Coastal Management. 85:214-229. Pomeroy R, Douvere F. 2008. The engagement of stakeholder in the marine spatial planning process. Marine Policy. 32(5):816-822. [PSDA]. Pengelolaan Sumber Daya Air. 2010. Inventarisasi Sungai Non Lintas Kabupaten Sukabumi Balai PSDA Cisadea-Cimandiri. Jawa Barat. Tersedia pada: http://psdajabarprov.go.id/ Reveillac E, Gagnaire PA, Finigers L, Berrebi P, Robinet T, Valade, Feunteun E. 2009. Development of key using morphological character to distinguish south-western India Ocean Anguilla glass eel. Jurnal Fish Biology. 25:547572. Robinet T, Lecomte-Fininger R, Escoubeyrou K, Feunteun E. 2003. Tropical eels Anguuilla spp. Recuiting to Reunion Island in the Indian Ocean: taxonomy, pattern of recruitment and early life histories. Marine Ecology Progress Series. 259:263-272. Rosalina D. 2011. Analisis strategi pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 1(1):63-77. 65 Saikliang P. 2014. Development of closed seasons and areas in the Gulf of Thailand. Marine Biological Association of India. 56(1):70-76. Sanger F, Nicklen S, Coulson AR. 1977. DNA sequencing with chainterminating inhibitors. Proceedings of the National Academy of Sciences USA. 74:54635467. Silfvergrip AMC. 2009. CITES identification guide to the Freshwater Eels (Anguillidae) with Ffocus on the European eel Anguilla anguilla. Sweden (SE): The Swedish Environmental Protection Agency. Singleton P, Sainsbury D. 2006. Dictionary of Microbilogy and Molecular Biologi, Third Edition. England (GB): Wiley & Sons Ltd. Siriraksophon S. 2014. Fisheries refugia : A regional initiative to improve the integration of fisheries and habitat management. Marine Biological Association of India. 56(1):55-64. Solihin DD. 1994. Peran DNA mitokondria (mtDNA) dalam studi keragaman genetik dan biologi populasi pada hewan. Hayati. 1(1):1-4. Sriati. 1998. Telaah struktur dan kelimpahan populasi benih ikan sidat, Anguilla bicolor bicolor, di muara Sungai Cimandiri, Palabuhan Ratu, Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Stickney RR. 2000. Encyclopedia of Aquaculture. New York (US): John Willey and Sons. Inc. Strahler AN. 1957. Quantitative analysis of Watershed geomorphology. Transaction, American Geophysical Union. 38(6):913-920. Sugeha HY, Arai T, Miller MJ, Limbongg D, Tsukamoto K. 2001. Inshore migration of the tropical eels Anguilla spp. recruiting to the Porigar River estuary on north Sulawesi Island. Marine Ecology Progress Series. 221:233243. Sugeha HY, Suharti SR. 2008. Discrimination and distribution of two tropical short-finned eels (Anguilla bicolor bicolor and Anguilla bicolor pacifica) in the Indonesia waters. The Nagisa Westpac Congress. 9:1-14. Tabeta O, Takai T, Matsui I. 1976. The sectionl counts of vertebrae in the Anguillid elvers. Japanese Journal of Ichthyology. 22(4):195-200. Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2011. Mega 5: molecular evolutionary genetics analysis using maximum likelihood, evolutionary distance, and maximum parsimony methods. Molecular Biology and Evolution. 28(10):2731–2739. Tesch FW, Bartsch P, Berg R, Gabriel O, Henderonn IW, Kamastra A, Kloppmann M, Reimer LW, Soffker K, Wirth T. 2003. The Eel. White RJ. penerjemah; Thorpe JE. editor. German (ID). Penerbit Blackwell Publishing Company. Terjemahan dari : The Eel. Ed ke-3. Tudge C. 2000. The Variety Of Life. New York (US): Oxford University Press. [UNEP]. United Nation Enviroment Programme. 2005. Reversing environmental degradation trends in the South China Sea and Gulf of Thailand. Report of the Fifth Meeting of the Regional Working Group on Fisheries. UNEP/GEF/SCS/RWG-F.5/3. [UNEP]. United Nation Enviroment Programme. 2006. Reversing environmental degradation trends in the South China Sea and Gulf of Thailand. Report of the Fifth Meeting of the Regional Working Group on Fisheries. UNEP/GEF/SCS/RWG-F.6/3. 66 Vamellia A. 2014. Kondisi habitat ikan Sidat (Anguilla spp.) pada beberapa sungai yang bermuara di Teluk Palabuhanratu, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Vereijken JM, Mansfeld ADMV, Bass PD, Jansz HS. 1975. Arthrobacter luteus retriction endonuclease cleavage map of ϕX174 RF DNA. Virology. 68:221233. Watanabe S, Aoyama J, Tsukamoto K. 2004. Reexamination of Ege‟s (1939) use of taxonomic characters of the genus Anguilla. Bulletin Marine Science. 74(2):337-351. Wedemeyer GA. 1996. Physiology of fish in intensive culture system. New York (US): International Thompson Publising. Widyasari RAHE. 2013. Disain pengembangan industri perikanan sidat Indonesia Anguilla spp. berkelanjutan di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 67 LAMPIRAN 68 Lampiran 1 Variabel penilaian pengaruh stakeholder No 1 2 Variabel Kewenangan kebijakan pengelolaan Kemampuam berinteraksi dengan massa besar Kapasitas sumberdaya dan kelembagaan 3 Indikator Skor Pelaku dengan pengaruh sangat kuat 5 Pelaku dengan pengaruh sedang 4 Pelaku dengan pengaruh kecil Pelaku, namun bukan anggota kelompok Tidak terlibat 3 Sangat tinggi 5 Tinggi 4 Sedang 3 Rendah 2 Tidak ada interaksi 1 Memiliki 4 akses sumberdaya 5 2 1 - Kapital Memiliki 3 akses sumberdaya 4 - Sumberdaya manusia Memiliki 2 kses sumberdaya 3 - Alat Memiliki 1 akses sumberdaya 2 - Kelembagaan Tidak memiliki akses sumberdaya 1 69 Lampiran 2 Variabel penilaian kepentingan stakeholder No 1 Variabel Manfaat langsung/tidak langsung ikan 3 Skor Terlibat 4 kegiatan 5 - Kegiatan penangkapan ikan sidat Terlibat 3 kegiatan 4 - Kegiatan usaha perikanan Terlibat 2 kegiatan 3 - Kegiatan konsumsi Terlibat 1 kegiatan 2 - Kegiatan penjualan ikan Tidak terlibat 1 Mendapat 4 manfaat 5 Ketergantungan/Kebutuhan terhadap sumberdaya ikan 2 Indikator - Hasil tangkapan/daerah penangkapan ikan sidat Mendapat 3 manfaat 4 - Bahan baku usaha perikanan budidaya Mendapat 2 manfaat 3 - Bahan baku usaha jual beli ikan segar 2 - Bahan pangan/konsumsi mendapat 1 manfaat Tidak mendapatkan manfaat Sangat prioritas 5 Prioritas 4 Prioritas sedang 3 Prioritas rendah 2 Tidak menjadi prioritas 1 Prioritas pengelolaan sumber daya ikan di Selat Sunda 1 70 Lampiran 3 Situs nukleotida spesifik gen COI mitokondria Anguilla bicolor bicolor berdasarkan sekuen 304 pb yang dibndingkan dengan outgroup #MEGA !Title fasta file; !Format DataType=Nucleotide NSeqs=11 NSites=304 Identical=. Missing=? Indel=-; !Domain=Data; [ [ [ #ABBman1 #ABBman2 #ABBman4 #ABBban1 #ABBsuk1 #ABBpal1 #ABBtii1 # ABBtep2 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 112222223 1151346791 TTGTTAATCG .......... .......... .......... .......... .......... .....G.... .......... ACACC.GCTT ACACC.GCTT ACACC.GCTT 3333334444 2347890123 AGAAGGGGGA .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... GTTGATTTTC GT.GATTTTC GT.GATTTTC 4444556666 4689670123 ACGTAGCCCT .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... TTTAT.AGTA TTTATAAGTA TTTATAAGTA 6777788888 9247901345 AAACGCTCTA .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... CGGTTGGAAC TGGTTGGAAC TGGTTGGAAC 1 8899999990 8912347891 GAAAAATAGG ...G...... ...G...... ...G...... ...G...... ...G...... ...G...... ...G...... ACCGTGCGCA ACTGT.CCTA .CCGTGCGTA 1111111111 ] 0000011112 ] 2347812464 ] GAAGATAT-T ........-. ........-. ........-. ........-. ........-. ........-. ........-. AT.CGGCCAC AT.TGGCCGC ATGCGGCCAC [ [ [ #ABBman1 #ABBman2 #ABBman4 #ABBban1 #ABBsuk1 #ABBpal1 #ABBtii1 #ABBtep2 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 1111111111 2223333333 7890234568 GTGTATGTAT .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... TCCCCGAATA T.CCCGAATA T.CCCGAATA 1111111111 4444445555 3467891236 TGCGATGAGG .......... .......... .......... .......... .......... ........T. .......... CAAAGCTCTC CAAAGCTCTC CAAAGCTCTC 1111111111 6666666777 1345689236 GTAGTCGGCG .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ACCCCTCTTT AC.CCTCTTT AC.CCTCT.T 1111111111 7888888889 7012346780 TGACCACAAT .......... .......... .......... .......... .......... .A........ .......... C-..T.T.GC C-TTT.T.GC C-T.TGTGGC 1111222222 9999000011 3456036927 AAATAAACAT .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... CCTC.GGGG. CCTCGGGGG. CCTCGGGGGC 2222222222 ] 1122222223 ] 8902346790 ] CAAGGAGGGG .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... GGTCAGTTAA GG.CAGTTAA GGTCAGTTAA [ [ [ #ABBman1 #ABBman2 #ABBman4 #ABBban1 #ABBsuk1 #ABBpal1 #ABBtii1 #ABBtep2 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 2222222222 3333333444 1234569012 TTTCTCTTGA .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... C.GTATCCAC C.GTATCCCC CCGTATCCTC 2222222222 4555555666 9013469025 CTCATTTGGT .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... TAGTGACTA. TAGTGACTA. TAGTGACTAC 2222222222 6667777778 6790136790 AGCAGTATCT .......... .......... .......... .......... .......... ....A..... .......... CA.GCGGCTC CA.GCGGCTC CATGCGGCTC 2222222222 8888899999 2456901234 TACCAGTTGG .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... GTGATAACAA GTGATAACAA GTGAT.ACAA 2223333333 9990000000 5690134679 AAGCGTGTTT .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... TTCTCCT.CC TTCTCCTCCC TCTTCCT.CC 3333333333 ] 1111122222 ] 0145802356 ] TGGCAGGAGT .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... CTCATTTCTC CTCAGTTCTC CTCAGTTCTC [ [ [ #ABBman1 #ABBman2 #ABBman4 #ABBban1 #ABBsuk1 #ABBpal1 #ABBtii1 #ABBtep2 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 3333333333 2233333344 8901236801 AGCACGTTTA .......... .......... .......... .......... .......... .......... G......... .TTCTAACAT .T.CT.ACAT .T.CTAGCAT 3333333333 4444555555 2345012567 CGTCCCTTGT .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... TAA.AT.CAC TAA.ATC.AC TAATAT..AC 3333333333 6666666777 0146789123 ACGGGTGGCT .......... .......... .......... .......... .......... ..A....... .......... TT-AA.AAAA TT-AACA.AA TT-AA.A.AA 3333333333 7777788888 4567901236 CATAAATGAC .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ACCGCTGCC. ACC.CTGCC. ACCGCTGCCT 3333333344 8899999900 7802347901 CTGAGTGTAG .......... ......A... .......... .......... .......... .......... .......... ACC.TAAACC ACC.TAAACT ACCGTAAACC 4444444444 ] 0000111111 ] 4567234579 ] ATCACTCAAC .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... TCTGTATGG. CCTGTATGGT .CTGTATGGT 71 [ [ [ #ABBman1 #ABBman2 #ABBman4 #ABBban1 #ABBsuk1 #ABBpal1 #ABBtii1 #ABBtep2 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 4444444444 2222222333 0345689012 ACCTAATACC .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... GTTAG.ACTG GTTAG.AC.G GTTAGTAC.G [ [ [ #ABBman1 #ABBman2 #ABBman4 #ABBban1 #ABBsuk1 #ABBpal1 #ABBtii1 #ABBtep2 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 5555] 0011] 7801] GTTA .... .... .... .... .... .... .... ACAC ACAC ACAC 4444444444 3333344444 4568901234 AAAGGTTCTT .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... TGTCTGCTCC TGTCTACTAC TGTCTACTAC 4444444444 4555555556 7023456790 TCGGAATATA .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... CTCCT.CCGT CTCCTGCCGT CTCCTGCCGT 4444444444 6666666777 1235789013 AGCAAATGTT .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... CCTGCGCAGG CCTGTGCAGC CCTGTGCAG. 4444444444 7777788888 4568924567 GAGTTTCCAA .......... .......... .......... .......... .......... .....C.... .......... ATTCAGTTCT ATTCAATTCT ATTCAATTCT 4444444455 ] 8999999900 ] 9123456812 ] TCTGGTAGTA .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ATGACCGACT A.GACCGA.T ATGACCGA.T 72 Lampiran 4 Situs nukleotida spesifik gen COI mitokondria Anguilla marmorata berdasarkan sekuen 304 pb yang dibandingkan dengan outgroup #MEGA !Title fasta file; !Format DataType=Nucleotide NSeqs=4 NSites=304 Identical=. Missing=? Indel=-; !Domain=Data; [ [ [ #AMbar4 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 111222223 1158136791 TTGTTTATCG ACACCCGCTT ACACCCGCTT ACACCCGCTT 3333334444 2346780123 AAACAGGGGA GTTTGATTTC GT.TGATTTC GT.TGATTTC 4444556666 4689670123 ACGTAGTCCT TTTAT.AGTA TTTATAAGTA TTTATAAGTA 6777788888 9247901345 AAACGCTCTA CGGTTGGAAC TGGTTGGAAC TGGTTGGAAC 1 8899999990 8912347891 GAAAAATAAG ACCGTGCGCA ACTGT.CCTA .CCGTGCGTA 1111111111 ] 0000011112 ] 2347812464 ] GAAGATAT-T AT.CGGCCAC AT.TGGCCGC ATGCGGCCAC [ [ [ #AMbar4 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 1111111111 2223333333 7890234568 GTGTATGTAT TCCCCGAATA T.CCCGAATA T.CCCGAATA 1111111111 4444455566 3678912613 TCGATGAGGT CAAGCTCCAC CAAGCTCCAC CAAGCTCCAC 1111111111 6666677778 4568923671 AGTCAACGTA CCCTCTTTC. .CCTCTTTCT .CCTCT.TCT 1111111111 8888889999 2346780345 CCACAATAAA .T.T.GCCCT TT.T.GCCCT .TGTGGCCCT 1222222222 9000001111 6036892347 TAAAGCAAAT C.GGAGGGG. CGGGAGGGG. CGGGAGGGGC 2222222222 ] 1122222333 ] 8902347012 ] CAAGGAGGTT GGTCAGTAC. GG.CAGTAC. GGTCAGTACC [ [ [ #AMbar4 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 2222222222 3333344444 3456901279 TCTCTTGACC GTATCCACTT GTATCCCCTT GTATCCTCTT 2222222222 5555556666 0134690256 TCGTTTGGTA AGTGACTA.C AGTGACTA.C AGTGACTACC 2222222222 6677777788 7901367902 GCAGTATCTT A.GCGGCTCG A.GCGGCTCG ATGCGGCTCG 2222222222 8888999999 4569012345 ACTAGTTGGA TGATAACAAT TGATAACAAT TGAT.ACAAT 2233333333 9900000001 6901346790 AGCGTGTTTT TCTCCT.CCC TCTCCTCCCC CTTCCT.CCC 3333333333 ] 1111122222 ] 1456802356 ] GGCAAGGAGT TCAGTTTCTC TCAGGTTCTC TCAGGTTCTC [ [ [ #AMbar4 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 3333333333 2233333344 8901236801 GGCACGTTTA ATTCTAACAT AT.CT.ACAT AT.CTAGCAT 3333333333 4445555556 2450125670 CTCCCTTGTA TA.AT.CACT TA.ATC.ACT TATAT..ACT 3333333333 6666677777 1678912345 CGGTGGCTCA TAA.AAAAAC TAACA.AAAC TAA.A.AAAC 3333333333 7778888888 6790123678 AAAATGACCT CGCTGCC.AC C.CTGCC.AC CGCTGCCTAC 3333334444 9999990000 0234790145 GAGTGTAGAT C.TAAACCTC C.TAAACTCC CGTAAACC.C 4444444444 ] 0111111122 ] 7234567903 ] ACTCAGACAC GTATGAG.GT GTATGAGTGT GTATGAGTGT [ [ [ #AMbar4 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 4444444444 2222233333 4568901245 CTAATACCAA TAG.ACTGTG TAG.AC.GTG TAGTAC.GTG 4444444444 3334444444 6890123467 AGGTTCTTCT TCTGCTCCTC TCTACTACTC TCTACTACTC 4444444444 5555555566 0234567901 CGGAGTATAA TCCTACCGTC TCCT.CCGTC TCCT.CCGTC 4444444444 6666667777 2357890134 GCAAATGTTG CTGCGCAGGA CTGTGCAGCA CTGTGCAG.A 4444444444 7777888888 5689234567 AGTTTTCCAA TTCAGCTTCT TTCAACTTCT TTCAACTTCT 4444444455 ] 8999999900 ] 9123456812 ] TCTGGTAGTA ATGACCGACT A.GACCGA.T ATGACCGA.T [ [ [ #AMbar4 #A._australis #A._reinhardtii #A._japonica 5555] 0011] 7801] GTTA ACAC ACAC ACAC 73 Lampiran 5 Situs nukleotida spesifik gen COI pada alel spesifik antara A. bicolor bicolor dengan A. marmorata #MEGA !Title Phylogenetic Analysis; !Format DataType=Nucleotide NSeqs=6 NSites=32 Identical=. Missing=? Indel=-; !Domain=Data; [ 11 [ 1233359945 [ 7325891832 #ABBman2 CAGTGCGGGG #ABBban1 .......... #ABBsuk1 .......... #ABBpal1 .......... #ABBtii1 .G.......T #AMbar4 T.ACTTAAAT 1112222222 6770112245 8197235862 GGGAGGGGTA .......... .......... .......... ..A....... AAAGAATACG 2233333444 7812467014 0557235555 GCGAGGTCAT .......... .......... .......... A....A.... .TAGAAATGC 44] 58] 41] AT .. .. .. .C G. 73 Lampiran 6 Analisis penentuan status kehidupan ikan sidat (Vamellia 2014) Hasil penghitungan analisis skoring Parameter Suhu pH DO Total Fosfat Nitrat Hg Pb Cd Total (SxB) *Status Status SBR BR SD BK SBK Cibareno Hulu Hilir 3 3 4 4 5 5 1 2 1 1 5 5 4 5 5 5 420 435 BK SBK Keterangan Sangat buruk Buruk Sedang Baik Sangat baik Citiis Hulu Hilir 5 4 4 4 4 5 1 1 1 1 5 5 3 4 5 5 410 430 BK SBK Cimaja Hulu Hilir 3 5 4 4 5 5 2 1 1 1 5 5 4 5 5 5 425 450 SBK SBK Cisukawayana Hulu Hilir 3 5 4 4 5 5 1 1 1 1 5 5 3 4 5 5 410 440 BK SBK Citepus Hulu Hilir 3 4 4 4 5 3 5 5 4 4 3 1 5 5 5 5 405 315 BK SD Cimandiri Hulu Hilir 2 4 4 5 5 5 5 5 2 5 4 2 5 5 5 5 415 400 BK BK Cipalabuhan Hulu Hilir 4 4 5 5 5 1 3 1 1 1 1 2 5 5 5 5 340 280 SD SD 74 Lampiran 7 Hasil penghitungan indeks kualitas perairan (Vamellia 2014) Sungai Cibareno Citiis Cimaja Cisukawayana Citepus Cimandiri Cipalabuhan pH Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Sungai Cibareno Hulu Hilir Citiis Hulu Hilir Cimaja Hulu Hilir Cisukawayana Hulu Hilir Citepus Hulu Hilir Cipalabuhan Hulu Hilir Cimandiri Hulu Hilir 8,0087 11,3275 11,3275 11,3275 11,3275 11,3275 11,3275 11,3275 8,0087 11,3275 11,3275 14,0727 14,0727 15,7691 Nilai IP 3,95 1,73 4,10 2,97 2,91 0,73 4,12 3,41 5,21 6,01 5,89 5,63 3,61 5,61 DO (mg/l) 14,9440 19,3886 14,7614 17,8132 20,0133 18,7538 18,0583 19,5832 20,0133 10,7659 20,7533 17,5707 19,0028 1,8461 Fosfat total (mg/L) 9,3514 9,9284 9,5652 9,8293 9,9284 7,4217 9,7483 9,6621 10,0875 10,1470 10,1589 10,2127 9,9694 6,5785 Status Perairan Tercemar ringan Tercemar ringan Tercemar ringan Tercemar ringan Tercemar ringan Tidak tercemar Tercemar ringan Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar ringan Tercemar sedang Nitrat 10,0758 10,0838 10,0476 10,0753 10,0758 10,0659 10,0654 10,0481 9,8051 9,7629 9,9658 9,7033 10,0027 10,0396 Cd 10,9890 10,9890 10,9890 10,9890 10,9890 10,9890 10,9890 10,9890 10,9890 10,9890 10,9890 10,9890 10,9890 10,9890 Pb 8,3930 10,3730 8,1290 9,6030 9,6580 10,9780 8,0740 9,1410 10,9780 10,9780 10,9780 10,9780 10,9780 10,9780 Hg 10,9780 10,9780 10,9780 10,9780 10,9780 10,9780 10,9780 10,9780 7,0620 4,4110 9,5920 5,9070 4,8510 5,9070 Nilai WQI 73 83 76 81 83 81 79 82 77 68 84 79 80 62 75 Lampiran 8 Indeks kualitas perairan dan kelayakan perikanan (Vamellia 2014) Sungai Cibareno Citiis Cimaja Cisukawayana Citepus Cipalabuhan Cimandiri Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Nilai WQI 73 83 76 81 83 81 79 82 77 68 80 62 84 79 Kelas kualitas III II III II II II II II III III II III II II Status perairan Sedikit tercemar Tidak tercemar Sedikit tercemar Tidak tercemar Tidak tercemar Tidak tercemar Tidak tercemar Tidak tercemar Sedikit tercemar Sedikit tercemar Tidak tercemar Sedikit tercemar Tidak tercemar Tidak tercemar Kelayakan Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Agak meragukan Aman Agak meragukan Aman Aman 76 Lampiran 9 Nilai pengaruh dan kepentingan dalam analisis stakeholder Stakeholders Nelayan glass eels Nelayan sidat muda dan dewasa Pengepul glass eels Pengusaha perikanan budidaya sidat Masyarakat sekitar Sungai Cimandiri Konsumen Pedagang Perangkat Desa Instansi (DKP Kabupaten Sukabumi) Kepentingan Pengaruh 5 5 5 5 4 2 4 2 1 1 2 1 2 1 2 3 2 5 Keterangan: 1 = Sangat tidak berpengaruh-sangat tidak penting 2 = Tidak berpengaruh –tidak penting 3 = Netral-netral 4 = Berpengaruh-penting = Sangat berpengaruh-sangat penting 5 77 Lampiran 10 Perhitungan pembatasan penangkapan glass eels Jumlah tangkapan yang ditampung oleh Bapak Engkan sebesar 30% dari total tangkapan di Sungai Cimandiri. Jumlah glass eels yang ditampung sebesar 300 kg/tahun. Jumlah tangkapan glass eels di Sungai Cimandiri = 300/0,3= 1000 kg/tahun dengan asumsi bahwa jumlah tangkapan merupakan 50% dari potensi glass eels maka, potensi glass eels di Sungai Cimandiri sebesar: = 1000/0,5 = 2000 kg/tahun Potensi glass eels yang ada di Sungai Cimandiri sebesar 1000 kg/tahun, maka: jumlah glass eels = 2000 x 6000 = 120000000 individu. asumsi Jumlah ikan jumlah telur yang dihasilkan jumlah telur yang menetas (Haching rate) preleptocephalus menjadi glass eels glass eels menjadi elver elver menjadi yellow eels yellow eels menjadi silver eels silver eels yang mampu memijah survival rate - 1.000 1.500.000.000 80% 1.200.000.000 1% 12.000.000 20% 40% 90% 10% Potensi Tangkapan 6.000.000 1.200.000 480.000 432.000 43.200 untuk menghasilkan 2000 kg glass eels maka harus melakukan perlindungan sebesar: =1000/43.200 x 100% = 2,31% dengan asumsi bahwa jumlah yang dilindungi tersebut dikhawatirkan tidak berhasil secara keseluruhan menjadi silver eels maka jumlah glass eels yang dilindungi 5 kali jumlah semula, sehingga: 2,31% x 5 = 11,55% 78 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendal pada tanggal 12 Maret 1992 dari ayah Mokh Musodaq (Almarhum) dan ibu Sulamah. Penulis adalah putra ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Instittut Pertanian Bogor pada Tahun 2014. Penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana melalui program akselerasi (fast track) pada Program Studi Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2013. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif menjadi Asisten Mata Dasar-Dasar Biologi Populasi (2014/2015). Penulis berpantisipasi sebagai penyaji poster dalam acara 1st International Symposium on Marime Biotechnology and Ocean Conservation tahun 2014 di Surya University, sebagai penyaji makalah dalam acara Enhancing Marine Biodiversity Research in Indonesia (EMBRIO) tahun 2014 di IPB International Convention Center, dan sebagai presentator makalah dalam acara International Conference on Biosciences (ICoBio) tahun 2015 di IPB International Convention Center. Penulis melaksanakan penelitian dengan judul Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Ikan Sidat (Anguilla spp.) dari Beberapa Sungai yang Bermuara ke Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.