BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Belajar E-learning 1. Definisi Motivasi Belajar McClelland (1987) menyatakan bahwa motive as recurrent concern for a goal state based on a natural incentive-concern that energizes, orients, and selects behavior. Dapat diartikan bahwa, motif sebagai sebuah hal yang berkaitan dengan pernyataan bertujuan yang didasarkan pada insentif alami-berhubungan dengan energi, arah, dan memilih perilaku. Motivasi secara sederhana dapat diartikan sebagai dorongan yang menggerakkan dan mengarahkan sebuah perilaku untuk mencapai suatu tujuan (Parsons & Hinson, 2001). Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2004). Santrock (2007) menjelaskan motivasi itu sendiri dalam berbagai perspektif, yaitu perspektif behavioral, humanistis, kognitif, dan sosial. a. Perspektif behavioral, perspektif ini menekankan kepada imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. b. Perspektif humanistis, perspektif ini menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk meraih nasib mereka, dan kualitas positif (seperti peka terhadap orang lain). c. Perspektif kognitif, menurut perspektif ini pemikiran murid akan memandu motivasi mereka. Minat ini berfokus pada ide-ide seperti motivasi internal Universitas Sumatera Utara murid untuk mencapai sesuatu, atribusi mereka, dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan mereke secara efektif. d. Perspektif sosial, perspektif ini menekankan pada keterhubungan murid dengan lingkungan sosialnya, bisa dengan orang tua, pergaulan dengan teman, keterdekatan dengan guru-guru yang mungkin bisa mendorong murid untuk melakukan sesuatu. Brophy (2004) menambahkan bahwa motivasi belajar adalah kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk memperoleh manfaat yang diharapkan dari aktivitas tersebut. Motivasi belajar ini pada dasarnya merupakan respon kognitif yang melibatkan usaha - usaha untuk memahami suatu informasi, menghubungkan informasi tersebut dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, dan menguasai keterampilan– keterampilan tertentu untuk mengembangkan aktivitas belajar. Motivasi belajar melibatkan kesadaran dalam diri siswa untuk belajar, tujuan-tujuan belajar dan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan belajar tersebut. Pendapat lain menurut Dalyono (dalam Efrida, 2006) menyebutkan motivasi belajar sebagai suatu daya penggerak atau pendorong yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan suatu pekerjaan yaitu belajar. Seseorang yang belajar dengan motivasi kuat akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguhsungguh, penuh gairah atau semangat. Sebaliknya, belajar dengan motivasi yang lemah akan menyebabkan sikap malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pelajaran. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, Universitas Sumatera Utara yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2003). Hal ini semakin diperkuat oleh Uno (2008) yang menyatakan bahwa kurang atau tidak adanya motivasi untuk belajar akan membuat siswa tidak tahan lama dalam belajar dan mudah tergoda untuk mengerjakan hal lain dan bukan belajar. Pendapat senada juga disebutkan oleh Kauchak dan Eggen (2004) yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi dalam belajar akan melakukan usaha untuk memahami topik pelajaran baik pelajaran itu menarik atau pun tidak bagi siswa tersebut. Mereka berusaha dalam belajar karena mereka yakin bahwa pemahaman yang mereka peroleh itu berharga dan bermanfaat bagi mereka. Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah kondisi-kondisi yang memberi dorongan pada diri siwa dalam kegiatan belajar untuk kelangsungan kegiatan belajar itu sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. 2. E-learning Menurut Munir (2008), e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika. Apabila mengacu pada definisi ini, tidak semua e-learning dilakukan secara online dan jarak jauh. Dalam pelaksanaannya, e-learning menggunakan jasa audio, video, perangkat komputer, atau kombinasi dari ketiganya. Pada umumnya, e-learning adalah proses pembelajaran dengan menggunakan/memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet, agar pengajar dan pelajar dapat berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang Universitas Sumatera Utara dan waktu. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Santrock (2007) yang menyatakan bahwa internet merupakan inti dari komunikasi melalui komputer. Pembelajaran melalui e-learning ternyata memiliki kelebihan. Munir (2008) menyatakan bahwa pembelajaran dengan e-learning memiliki banyak kelebihan, antara lain: a. Memberikan pengalaman yang menarik dan bermakna bagi pelajar karena kemampuannya dapat berinteraksi langsung, sehingga pemahaman terhadap materi pembelajaran akan lebih bermakna, mudah dipahami, mudah diingat dan mudah pula untuk diungkapkan kembali. b. Dapat memperbaiki tingkat pemahaman dan daya ingat seseorang terhadap pengetahuan yang disampaikan, karena konten yang bervariasi, interaksi yang menarik perhatian, umpan balik yang didapat secara cepat, dan adanya interaksi dengan pengajar. c. Adanya kerja sama dalam komunitas online yang memudahkan berlangsungnya proses transfer informasi dan komunikasi, sehingga setiap elemen tidak akan kekurangan sumber atau bahan ajar. d. Administrasi dan pengurusan yang terpusat, sehingga memudahkan dilakukannya akses dalam operasionalnya. e. Pusat perhatian dalam pembelajaran tertuju pada pelajar, dimana pelajar tidak bergantung sepenuhnya kepada pengajar. Pelajar belajar secara mandiri untuk menggali atau mengeksplorasi ilmu pengetahuan melalui internet. Namun demikian, e-learning bukannya tidak memiliki kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997; dalam Suyanto, 2005) mengenai e-learning antara lain adalah: Universitas Sumatera Utara a. Apabila interaksi antara pengajar dan pelajar atau bahkan antar pelajar kurang, hal ini dapat memperlambat terbentuknya nilai-nilai dalam proses belajar dan mengajar. b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial. c. Pelajar yang tidak memiliki motivasi belajar tinggi akan cenderung ketinggalan atau gagal. d. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet. e. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan internet. f. Kurangnya penguasaan bahasa komputer Secara garis besar, apabila kita menyebut tentang e-learning, ada tiga komponen utama yang menyusun e-learning tersebut (Wahono, 2008) yaitu: 1. E-learning Infrastructure (Peralatan) Infrastruktur e-learning dapat berupa Personal Computer (PC), jaringan komputer dan perlengkapan multimedia. termasuk di dalamnya peralatan telekonfrens apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui telekonfrens. 2. E-learning system (sistem) Sistem perangkat lunak yang memvirtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan Learning Management System (LMS). Universitas Sumatera Utara 3. E-learning Content (Isi) Konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning system. Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajarqan biasa). 3. Definisi Motivasi Belajar E-learning Sardiman (2003) menyebutkan motivasi belajar sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dalam kaitannya dengan model belajar e-learning maka motivasi belajar e-learning adalah dorongan pada diri siswa untuk melakukan kegiatan belajar dengan proses belajar elearning, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh mahasiswa melalui proses pembelajaran e-learning ini dapat dicapai. 4. Aspek-aspek Motivasi Belajar Ada dua aspek dalam motivasi belajar dalam Santrock (2004), yaitu : 1. Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik dapat juga disebut sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya terdapat aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri. Motivasi intrinsik ini kemudian dibagi menjadi dua, yaitu : Universitas Sumatera Utara a. Motivasi intrinsik dari penentuan diri dan pemilihan pribadi, dimana siswa percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena keinginan mereka sendiri bukan karena adanya penghargaan dari luar (eksternal) b. Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal, dimana pengalaman optimal melibatkan perasaan senang dan menikmati sesuatu secara mendalam. 2. Motivasi Eksternal Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk memperoleh sesuatu yang lain (suatu alat untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh ganjaran eksternal seperti pemberian hadiah atau hukuman. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar siswa terdiri dari dua tipe berdasarkan sumber dorongannya yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. 5. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut Elliot, dkk (1996) ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa, yaitu: a. Kecemasan Ada beberapa sumber kecemasan bagi siswa ketika berada di dalam kelas, seperti guru, ujian, teman, hubungan sosial, dan lain-lain. Kecemasan terhadap beberapa sumber kecemasan tersebut akan berpengaruh terhadap performansi siswa. Apabila tingkat kecemasan relatif rendah atau sedang, maka hal itu akan bersifat Universitas Sumatera Utara konstruktif. Namun, apabila kecemasan tersebut berada pada tingkat yang relatif tinggi, maka hal itu bisa bersifat destruktif. b. Sikap Sikap merupakan cara individu dalam hal merasakan, berpikir dan bertingkah laku terhadap sesuatu atau orang lain dan sifatnya relatif permanen. Dalam hal ini, guru memiliki pengaruh yang besar dalam hal perubahan tingkah laku siswa melalui komunikasi yang persuasif. Cara guru memperlakukan siswa dapat mempengaruhi sikap siswa selama proses belajar. c. Rasa ingin tahu Rasa ingin tahu siswa ditampilkan dalam perilaku yang aktif, suka mengeksplorasi atau memanipulasi sesuatu. Keadaan yang rileks, kebebasan untuk mengeksplorasi sesuatu, dan penerimaan terhadap hal - hal yang tidak biasa dapat mendorong rasa ingin tahu siswa. d. Locus of control Locus of control diartikan sebagai keyakinan individu atas apa yang terjadi dalam hidupnya apakah disebabkan karena kemampuan diri sendiri (internal locus of control) atau dari luar diri / lingkugan (external locus of control). Jika siswa percaya bahwa kesuksesan dan penghargaan yang mereka raih dikarenakan kemampuan mereka sendiri, maka mereka telah dianggap mampu untuk mengendalikan tujuan mereka (internal locus of control). Sebaliknya, siswa yang percaya bahwa kesuksesan dan penghargaan yang mereka raih dikarenakan faktor keberuntungan, Universitas Sumatera Utara maka mereka dianggap memiliki kontrol yang rendah terhadap tujuan mereka (external locus of control). e. Learned helplessness Learned helplessness adalah perasaan tak berdaya pada diri seseorang yang menggambarkan kondisi frustasi dan putus asa setelah kegagalan yang terjadi berulang kali. Siswa yang merasa tidak memiliki kemampuan ketika dihadapkan dengan suatu masalah seringkali langsung merasa putus asa dan tidak melakukan suatu apapun untuk mengatasinya. f. Efikasi diri Efikasi diri merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki untuk mengendalikan seluruh kehidupannya, termasuk perasaan dan kompetesinya. Siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung untuk memfokuskan perhatian dan usahanya pada tuntutan tugas dan berusaha meminimalisasi kesulitan yang mungkin terjadi. g. Belajar bersama ( kooperatif ) Belajar bersama ( kooperatif ) merupakan suatu metode dalam belajar dimana siswa bekerja sama dalam menyelesaikan tugas akademik. Metode ini bertujuan agar seorang siswa dapat membantu siswa lainnya dalam belajar. Salah satu caranya adalah dengan membentuk kelompok diskusi dalam mengerjakan suatu tugas. 6. Indikator Motivasi Belajar Menurut Uno (2008), indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil; 2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; 3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan; 4. Adanya penghargaan dalam belajar; 5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; 6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang mahasiswa dapat belajar dengan baik. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam kaitannya dengan pendidikan, motivasi berarti dorongan yang memberikan semangat kerja kepada para mahasiswa. 7. Jenis- jenis Motivasi Pada dasarnya motivasi dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu motivasi positif dan motivasi negatif. Motivasi positif adalah proses untuk mempengaruhi orang lain agar menjalankan atau melakukan sesuatu yang diinginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk “hadiah”. Sedangkan motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi orang lain agar mau menjalankan atau melakukan sesuatu yang diinginkan dengan menggunakan kekuatan, ketakutan atau ancaman. Motivasi positif yang diberikan kepada orang lain yaitu berupa penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan, informasi, pemberian perhatian kepada orang lain, persaingan yang sehat, partisipasi, kebanggaan (prestise) dan imbalan atau uang. Motivasi positif yang diberikan kepada orang lain berupa ancaman, pemecatan, skorsing, denda dan lain sebagainya (Ranupandojo, 2004; dalam Suryabrata, 1994). Motivasi positif pada dasarnya lebih sering diterapkan oleh organisasi atau perusahaan daripada motivasi negatif. Hal ini disebabkan karena dengan penggunaan Universitas Sumatera Utara motivasi positif seseorang akan melakukan sesuatu hal yang terbaik bagi perusahaan atau organisasi selain itu dengan menerapkan motivasi positif dapat meningkatkan rasa saling memiliki seseorang (sense of belonging) terhadap perusahaan atau organisasi. Menurut Suryabrata (1994) menerangkan bahwa motivasi sebagai suatu keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi inilah penting sebagai salah satu prasyarat yang sangat penting dalam belajar. Kesediaan belajar itu dimulai dari kesediaan mahasiswa dalam mengerjakan tugas sampai berusaha keras mencapai keberhasilan belajar itu dipengaruhi oleh motivasi. Sementara itu belajar didefinisikan oleh Uno (2003) (dalam Uno, 2008) suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar sehingga dalam kegiatan belajar motivasi dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar yang dikehendaki subjek dapat tercapai. Motivasi belajar adalah keseluruhan penggerak daya psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan tertentu. B. Persepsi Terhadap E-learning 1. Persepsi a. Definisi Universitas Sumatera Utara Dalam bahasa Inggris, persepsi adalah perception, yaitu cara pandang terhadap sesuatu atau mengutarakan pemahaman hasil olahan daya pikir, artinya persepsi berkaitan dengan faktor-faktor eksternal yang direspons melalui pancaindra, daya ingat, dan daya jiwa (Mursisdin, 2010). Definisi lainnya mengenai persepsi, Lahey (2007) menyatakan bahwa perception adalah proses dari pengorganisasian dan interpretasi informasi yang diterima dari dunia luar. Bell (1996) menambahkan bahwa persepsi adalah pemrosesan informasi dari sensori yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Myers (1992) manambahkan bahwa persepsi bisa mengarahkan kita berperilaku. Dalam persepsi terdapat suatu proses interested individu atau ketertarikan untuk mengetahui segala sesuatu yang terdapat di luar dirinya, tentang berbagai kejadian yang menimbulkan gerakan otak manusia untuk mengenali melalui pemahaman dan penafsiran yang subjektif terhadap objek-objek bersangkutan. Dengan demikian, bantuan indra sangat signifikan ketika individu mempersepsi sesuatu (Chaplin; dalam Mursisdin, 2010). Sementara itu, Atkinson (2000) menyebutkan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau situasi. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses pengorganisasian, penafsiran serta penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan. b. Proses Terjadinya Persepsi Universitas Sumatera Utara Proses terjadinya persepsi adalah karena adanya obyek/stimulus yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indera (obyek tersebut menjadi perhatian panca indera), kemudian stimulus tadi di bawa ke otak. Dari otak terjadi adanya ”kesan” atau jawaban (response) adanya stimulus berupa kesan dibalikkan ke indera kembali berupa tanggapan atau hasil kerja indera berupa pengalaman hasil pengolahan otak (Widayatun, 2005). Menurut Myers (1992), proses terjadinya persepsi bisa dijelaskan sebagai berikut. Stimulus (rangsangan) masuk ke individu melalui pancaindera, kemudian masuk ke tahap perception (persepsi). Di tahap persepsi, stimulus itu masuk ke tiga bagian persepsi, yaitu : 1. Selection (seleksi), bagian dimana individu memperhatikan, siaga, dan menyadari adanya stimulus tersebut. Ketika individu memperhatikan suatu objek, maka individu itu tidak memperhatikan objek lainnya. Seleksi dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan (seperti intensitas, ukuran, kontras, repetisi, gerakan, familiarity and novelty) dan faktor-faktor internal (seperti faktor fisiologis dan faktor psikologis), 2. Organization (organisasi), bagian dimana individu memberikan prioritas perhatian pada stimulus yang menonjol di antara yang lainnya, dan 3. Interpretation (interpretasi), bagian dimana individu memberikan makna dari stimulus yang diterimanya. Faktor lainnya yang mempengaruhi bagaimana kita mempersepsikan sesuai konteks adalah umur (age) atau kematangan (maturity). Pengalaman disebut sebagai penentu, dimana kebiasaan mempersepsikan sesuatu di dalam lingkungan, seperti kemampuan spasial dan kemampuan berbahasa bisa mempengaruhi kemampuan Universitas Sumatera Utara mempersepsikan suatu objek. Lalu kemudian, hasil persepsi itu bisa mengarahkan kita kepada sebuah perilaku. c. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Widayatun (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah : 1. Faktor instrinsik dan ekstrinsik seseorang (cara hidup, cara berpikir, kesiapan mental, kebutuhan dan wawasan). 2. Faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan (ipoleksosbudhankam) 3. Faktor usia 4. Faktor kematangan 5. Faktor lingkungan 6. Faktor pembawaaan dan sebagainya 7. Faktor psikis dan kesehatan. 8. Faktor proses mental. Sedangkan menurut Wade & Tavris (2007) bahwa seseorang mempersepsikan sesuatu dengan cara yang berbeda dengan orang lain. Faktor – faktor yang mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu adalah: 1. Kebutuhan Ketika seseorang membutuhkan sesuatu, atau memiliki ketertarikan akan suatu hal, atau menginginkannya, maka orang tersebut akan dengan mudah mempersepsikan sesuatu berdasarkan kebutuhan ini. 2. Kepercayaan Universitas Sumatera Utara Apa yang dianggap seseorang sebagai yang benar dapat mempengaruhi interpretasi orang tersebut terhadap sinyal sensorik. 3. Emosi Emosi dapat mempengaruhi interpretasi seseorang mengenai suatu informasi sensorik. Emosi yang negatif, seperti marah, takut, atau sedih dapat menghasilkan penilaian yang negatif terhadap suatu stimulus. 4. Ekspektansi Pengalaman masa lalu sering mempengaruhi cara seseorang mempersepsikan sesuatu. Seseorang cenderung untuk mempersepsikan suatu hal sesuai dengan harapannya. d. Persepsi terhadap E-learning Atkinson (2000) menyebutkan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau situasi. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses pengorganisasian, penafsiran serta penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan. E-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika. Apabila mengacu pada definisi ini, tidak semua elearning dilakukan secara online dan jarak jauh. Dalam pelaksanaannya, e-learning menggunakan jasa audio, video, perangkat komputer, atau kombinasi dari ketiganya (Munir, 2008). Berdasarkan pengertian persepsi dan proses belajar e-learning di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap proses belajar e-learning adalah proses Universitas Sumatera Utara pengorganisasian, penafsiran, serta penilaian yang dilakukan oleh mahasiswa baik positif maupun negatif terhadap situasi yang muncul dari proses pembelajaran yang menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika dalam proses belajarmengajar. Dikatakan bahwa persepsi positif jika penilaian terhadap model belajar elearning itu menarik dan mendukung aktivitas belajar mengajar. Sementara persepsi dikatakan negatif jika penilaian terhadap model belajar e-learning itu tidak menarik dan tidak mendukung aktivitas belajar mengajar. C. Mahasiswa Secara harfiah, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut, maupun akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah, sebagian siswa ada yang menganggur, mencari pekerjaan, atau melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di Perguruan Tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 sampai masa 24/25 tahun (Winkel, 1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk ke dalam masa dewasa dini. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Untuk meringkas penyebutan, dalam penelitian ini mahasiswa akan disebutkan dengan kata mahasiswa. Universitas Sumatera Utara memiliki berbagai jurusan yang sesuai dengan yang dikehendaki. Salah satu jurusan yang tersedia adalah psikologi. Mahasiswa Psikologi USU adalah orang yang memilih melanjutkan pendidikan di Fakultas Psikologi USU. Jika selesai mengikuti pendidikan, maka mahasiswa tersebut mendapat gelar Kesarjanaan Psikologi (S. Psi.). Universitas Sumatera Utara Setiap mahasiswa di Fakultas Psikologi USU pernah melakukan e-learning. Mahasiswa yang menjalani perkuliahannya di Fakultas Psikologi USU ini menggunakan perangkat komputer baik yang terhubung dengan internet maupun intranet. Pemanfaatan e-learning ini sendiri dimulai dari pengisian Kartu Rencana Studi secara online setiap semester, dalam penyampaian materi kuliah sehari-hari tidak terlepas dari penggunaan Microsoft Power Point, pengerjaan tugas individu dengan Microsoft Word, dan pemutaran film dalam bentuk audiovideo dalam perkuliahan tertentu, serta pengiriman tugas kelompok maupun individu melalui email. Mahasiswa di Fakultas Psikologi USU sering memanfaatkan fasilitas internet tanpa kabel/ wireless fidelity (Wi-fi) di sekitar lobby kampus, di ruang kelas, maupun di kantin kampus. Penggunaan wi-fi ini tidak terlepas dari kebutuhan mahasiswa akan jaringan internet dalam mengakses bahan perkuliahan, penggunaan search engine, mencari rekaman audiovideo, dan lain sebagainya. D. Hubungan Persepsi terhadap Proses Belajar E-learning dengan Motivasi Belajar E-learning Dalam kegiatan belajar sangat diperlukan adanya motivasi pada diri siswa. Motivasi belajar merupakan syarat mutlak untuk belajar dan memegang peranan penting dalam memberikan semangat belajar. Motivasi belajar tidak hanya menjadi pendorong untuk mencapai hasil yang baik tetapi mengandung usaha untuk mencapai tujuan belajar, dimana terdapat pemahaman dan pengembangan dari belajar (Hadinata, 2006). Universitas Sumatera Utara Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muzid (2005) yang menyatakan bahwa 65,15% mahasiswa menyatakan bahwa e-learning saat ini telah dibutuhkan mahasiswa untuk membantu proses belajarnya. Hal ini merupakan hasil dari persepsi mahasiswa yang cenderung positif terhadap e-learning dimana elearning bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam pembelajaan. Diduga bahwa persepsi mahasiswa terhadap e-learning ini bisa mempengaruhi motivasi belajar mereka. Dalam wawancara singkat beberapa waktu lalu, salah seorang mahasiswi Fakultas Psikologi USU yang sedang disuguhi sebuah proses pembelajaran elearning mengatakan bahwa proses belajar dengan e-learning ini sangat mengasyikkan dengan berbagai alasan pribadinya seperti tidak harus pergi ke kampus yang jaraknya jauh dari rumahnya. Pada saat belajar melalui room chat di Google Talk (salah satu media chatting yang disediakan oleh Google Corp), mereka bisa bertemu di dunia maya untuk mendiskusikan pelajaran mereka. Proses belajar baru ini bisa menaikkan minatnya untuk belajar mandiri. Wahono (2008) yang merupakan salah seorang peneliti LIPI dan juga penerima “e-Learning Award 2008 kategori Educative Blog for Community”, menyatakan bahwa komponen e-learning itu terbagi atas infrastruktur, sistem, dan konten. Infrastruktur adalah komponen pertama yang harus dipersiapkan lebih dahulu dalam menunjang e-learning. Infrastruktur ini bisa saja berupa jaringan internet maupun intranet yang bisa mendukung e-learning ini terlaksana. Sistem adalah merupakan sebuah manajemen yang dapat mengatur berjalannya e-learning ini. Sistem tersebut bisa saja seperti manajemen kelas, pembuatan materi, forum diskusi, dan memberikan feedback kepada peserta didik. Dan komponen terakhir Universitas Sumatera Utara adalah konten. Konten yang dimaksud adalah isi yang akan dibawakan kepada peserta didik dalam e-learning. Hal ini berkaitan dengan materi perkuliahan, materi ujian, materi diskusi, serta hasil ujian. Persepsi yang terdiri dari tahap seleksi, organisasi, dan interpretasi ini bisa digunakan untuk melihat e-learning secara keseluruhan berdasarkan komponen penyusunnya. Seleksi adalah tahap pertama dimana semua stimulus yang masuk disaring oleh mahasiswa. Tidak semua stimulus yang masuk disaring oleh mahasiswa, akan tetapi e-learning sebagai sebuah stimulus bisa masuk ke dalam kognisi manusia. Jika semua stimulus diperhatikan maka akan membuang banyak waktu dan energi, maka seleksi merupakan tahap untuk meringkasnya. Tahap organisasi adalah tahapan kedua. Mahasiswa sudah bisa memberikan prioritas terhadap stimulus apa yang telah diseleksi sebelumnya. Di sini akan ada banyak alternative pilihan proses belajar, dan salah satunya adalah e-learning. Pada tahapan ini e-learning adalah fokus mahasiswa tersebut dan menjadikannya prioritas di atas semua alternative jawaban karena ada sesuatu yang khas dan istimewa pada elearning ini. Tahap ketiga, yaitu interpretasi bagian dimana mahasiswa memberikan makna dari stimulus yang diterimanya. Di bagian ini mahasiswa sudah bisa memberikan nilai positif berupa hal yang menyenangkan atau negatif berupa hal yang tidak menyenangkan dari e-learning yang telah diseleksi dan diorganisasikan sebelumnya. Rasa senang ini bisa menggerakkan mahasiswa berupa faktor internal pada dalam dirinya dan juga faktor eksternal dari luar dirinya. Jika dikatakan sebagai hasil dari faktor internal dari dalam diri mahasiswa, maka e-learning sudah terintegrasi dengan mahasiswa tersebut. Mahasiswa tersebut bisa saja memilih e- Universitas Sumatera Utara learning sebagai bahan utama ketika belajar karena berhasil mengoptimalkan proses e-learning tersebut, dan memilih terlibat dalam proses e-learning ini hanya karena adanya kepuasan pribadi saat terlibat dalam proses e-learning. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2008) menjelaskan bahwa penggunaan e-learning dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga dapat menumbuhkan semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Diharapkan terdapat peningkatan motivasi belajar secara signifikan pada mahasiswa yang menggunakan e-learning pada proses pembelajarannya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan serta peningkatan prestasi belajar. Jika penggunaan e-learning dirasakan sudah sangat membantu dan menyenangkan maka tidak mungkin rasanya mahasiswa meninggalkan proses pembelajaran dengan menggunakan e-learning. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Novia (2011) menunjukkan bahwa e-readiness pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU yang tergolong dalam kategori tinggi adalah 44,44%, kategori sedang adalah 54,63%, dan kategori rendah adalah 0,93%. Hal ini menyatakan bahwa sebenarnya mayoritas mahasiswa di Fakultas Psikologi sudah merasa siap untuk melakukan pembelajaran e-learning dan menganggap bahwa e-learning itu bukan menjadi hal baru bagi mereka. Akan tetapi, e-readiness ini tidak diimbangi oleh kesiapan infrastruktur dan sistem yang diberlakukan di kampus. Mahasiswa lainnya mengatakan bahwa salah satu kendala dari e-learning ini adalah tidak tersedianya layangan jaringan serta beberapa faktor teknis lainnya. Contohnya saja durasi pemakaian wi-fi belum bisa 24 jam, kendala pemadaman listrik bergilir yang bisa mengakibatkan terputusnya sambungan koneksi internet, coverage area hotspot yang belum bisa mengakomodir Universitas Sumatera Utara luasnya kampus, dan tidak adanya internet booth yang bisa dipakai mahasiswa secara gratis dan bebas dalam hal pembelajarannya. Kendala ini bisa membuat mahasiswa tersebut tidak berminat serta berada di dalam keadaan terpaksa untuk mengikuti perkuliahan dengan proses pembelajaran e-learning. Menurut Dick dan Cary (dalam Sumarno, 2011), ada faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan e-learning sebagai pembelajaran, yaitu ketersediaan sumber setempat; hal yang bersangkutan dengan dana serta tenaga; keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media tersebut; efektivitas biaya dalam jangka waktu lama. Faktor-faktor ini bisa mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa dengan menggunakan e-learning dalam pembelajarannya. Sebagai kesimpulan, persepsi beragam mengenai e-learning ini sendiri bisa mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa sebagai peserta didik. Kedepannya diharapkan pelayanan yang maksimal serta diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar e-learning ini sendiripun bisa menyamakan harapan mahasiswa sebagai peserta didik untuk menanggapi secara positif dengan keberadaan e-learning ini sehingga bisa menimbulkan motivasi belajar dengan proses belajar e-learning ini. E. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara persepsi terhadap proses pembelajaran e-learning dengan motivasi belajar dengan menggunakan e-learning di Fakultas Psikologi USU. Universitas Sumatera Utara