BAB I

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Bauran Promosi (Promotional Mix)
Bauran promosi merupakan kombinasi strategi yang paling baik dari
variabel-variabel periklanan, personal selling, dan alat promosi lain yang
semuanya direncanakan untuk mencapai tujuan program penjualan (Angipora,
2002:338). Untuk melaksanakan tujuan dan sasaran promosi yang telah ditetapkan
perusahaan dapat memilih dan menetapkan elemen-elemen promosi yang dapat
digunakan sebagai alat untuk mencapai sasaran-sasaran yang dituju. Meskipun
secara umum elemen-elemen promosi tersebut memiliki fungsi yang sama, tetapi
elemen-elemen tersebut dapat dibedakan berdasarkan tugas-tugas khusus yang
akan dilakukan (Angipora, 2002:343).
Elemen-elemen promosi tersebut sering disebut dengan bauran promosi
yang didalamnya terdiri dari: periklanan, penjualan perseorangan, promosi
penjualan dan publisitas
1) Periklanan
Periklanan merupakan setiap bentuk penyajian non-personal dan promosi
ide-ide, barang-barang dan jasa dengan pembayaran oleh sponsor tertentu
(Angipora, 2002:338). Sedangkan menurut Alma (2004:182), periklanan adalah
menyampaikan pesan-pesan penjualan yang diarahkan kepada masyarakat melalui
cara-cara persuasive yang bertujuan menjual barang, jasa atau ide. Periklanan
13
memang mahal, seringkali efeknya tidak pasti dan terkadang perlu waktu sebelum
memiliki dampak terhadap perilaku pembelian pelanggan. Karena alasan-alasan
inilah, banyak perusahaan berpikir untuk mengurangi pengeluaran-pengeluaran
iklan atau mengurangi iklan secara keseluruhan. Banyak perusahaan menganggap
cukup menggoda untuk menarik dana-dana periklanan selama lesunya
perekonomian. Setiap rupiah yang tidak dikeluarkan untuk periklanan adalah
rupiah tambahan bagi keuntungan perusahaan. Dan terkadang, perusahaan
mempertimbangkan agar tidak perlu beriklan ketika produk atau merek-merek
mereka telah menikmati sukses besar tanpa beriklan (Shimp,2003:355).
2) Personal Selling
Definisi lain personal selling adalah suatu penyajian secara lisan dan tatap
muka di hadapan satu calon pembeli atau lebih dengan tujuan untuk menjual suatu
barang (Angipora, 2002:366). Menurut Alma (2004:185), presentasi secara lisan
dalam menyampaikan satu atau lebih pelanggan potensial untuk tujuan membuat
penjualan
3) Promosi Penjualan
Definisi lain promosi penjualan adalah kegiatan-kegiatan di luar penjualan
perseorangan, periklanan dan publisitas yang menstimulasi pembelian oleh
konsumen dan keefektifan dealer, seperti pameran, pertunjukan, demonstrasi serta
berbagai kegiatan penjualan luar biasa yang bukan kerja rutin biasa (Angipora
,2002:369). Menurut Alma (2004:188), promosi penjualan adalah keinginan
menawarkan insentif dalam periode tertentu untuk mendorong keinginan calon
konsumen, para penjual atau perantara. Biasanya kegiatan yang dilakukan pada
14
promosi penjualan bersama-sama dengan kegiatan promosi lain, dan biayanya
relatif lebih murah dibandingkan periklanan dan personal selling. Selain promosi,
penjualan juga lebih fleksibel karena dapat dilakukan setiap saat dengan biaya
yang tersedia dan di mana saja.
4) Publisitas
Publisitas merupakan suatu stimulasi non personil terhadap permintaan
suatu produk, jasa atau unit dagang dengan menyebarkan berita-berita komersial
yang penting mengenai kebutuhan akan produk tertentu di suatu media yang
disebarluaskan di radio, televisi atau panggung yang tidak dibayar oleh pihak
sponsor (Angipora, 2002:338). Menurut Alma (204:182), periklanan adalah
menyampaikan pesan-pesan penjualan yang diarahkan kepada masyarakat melalui
cara-cara yang persuasif yang bertujuan menjual barang, jasa atau ide.
Informasi yang tercantum dalam publisitas tidak berupa iklan, tetapi
berupa berita. Hal ini dapat dijumpai pada media-media seperti : surat kabar,
majalah, televisi dan sebagainya. Biasanya, individu atau lembaga yang
dipublikasikan tidak mengeluarkan sejumlah biaya, dan tidak dapat mengawasi
pengungkapan beritanya. Ada kemungkinan bahwa seseorang atau lembaga tidak
mengetahui kalau mereka dipublikasikan. Sering publisitas tidak obyektif, ada
yang sifatnya menjelek-jelekkan dan ada pula yang menyanjung-nyanjung.
2.1.2 Iklan
Iklan adalah bentuk komunikasi yang dibayar oleh sponsor dan bersifat
membujuk dan mempengaruhi, memerlukan media masa sebagai penyampai
pesan, bersifat non personal dan ditujukan kepada konsumen (Sutisna, 2003:275).
15
Iklan merupakan komunikasi non-individu, dengan sejumlah biaya, melalui
berbagai media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga non-laba, serta
individu-individu (Swastha dan Sukotjo, 2007:222). Iklan yang dipasang pada
media-media tersebut dapat memberikan umpan balik kepada sponsornya
(tanggapan) meskipun dalam tenggang waktu tertentu atau tidak secepat personal
selling.
Ada lima keputusan yang harus diambil berdasarkan 5 M yang dianut
dalam dunia periklanan ( Kotler dan Keller, 2007:60) :
1) Mission (Misi)
a) Memberi informasi
b) Mengajak
c) Mengingatkan
d) Mendorong terjadinya keputusan untuk membeli suatu produk
2) Message (Pesan)
Pesan yang dibawa iklan harus dapat mengkomunikasikan nilai lebih yang
dimiliki suatu produk dengan menggunakan kata- kata maupun gambar. Iklan juga
merupakan suatu media pencerita yang menceritakan kepada pembeli seperti apa
produk tersebut.
3) Media
Media yang dipilih berdasarkan kemampuannya menggapai target pasar
yang efektif tanpa mengabaikan segi biayanya. Media merupakan sarana terbaik
menyalurkan iklan.
16
4) Money (Pendanaan)
Biasanya anggaran iklan ditentukan oleh keputusan atas harga di tiap-tiap
fungsi, jangkauan pemasaran, frekuensi dan dampak yang diinginkan. Anggaran
ini harus juga memperhitungkan tagihan yang harus dibayar oleh perusahaan atas
ongkos pembuatan iklan tersebut dan biaya-biaya lain. Namun iklan terbaik
bukanlah iklan dengan biaya besar, tetapi iklan yang dapat mewakili perusahaan
untuk memperkenalkan produk kepada calon pembeli.
5) Measurement (Tolak ukur)
Ukuran yang dimaksud disini adalah tolak ukur yang didapat setelah iklan
tersebut dikampanyekan. Berhasilkah iklan tersebut atau malah memperburuk
brand image produk tersebut. Hal tersebut nantinya akan dilihat dari kesuksesan
penjualan produk dan tanggapan masyarakat mengenai produk berkaitan dengan
iklan yang telah ditayangkan.
2.1.3 Celebrity Endorser
Celebrity endorser adalah salah satu metode promosi yang paling popular
di dunia, dengan menggunakan celebrity yang menarik, menyenangkan dan dapat
dipercaya oleh publik yang dituju sehingga produk yang dipromosikan menjadi
diketahui dan dikenal (Sabdosih dan Djumillah, 2013). Celebrity endorser sering
juga disebut sebaagai direct source (sumber langsung) yaitu seorang pembicara
yang mengantarkan sebuah pesan dan memperagakan sebuah produk atau jasa
(Belch dan Belch, 2006:116). Stephanie, dkk. (2013) menyatakan bahwa
celebrity endorser adalah salah satu daya tarik iklan yang banyak digunakan oleh
pemasar dalam memasarkan produknya dengan tujuan untuk membangun niat beli
17
konsumen akan produk tersebut. Celebrity endorser adalah bintang televisi, aktor
film, atlet terkenal, hingga individu yang sudah meninggal, yang dapat
mempengaruhi sikap serta perilaku konsumen pada produk yang diiklankannya
(Shimp, 2007 :302).
Berdasarkan konsep-konsep diatas, dapat disimpulkan celebrity endorser
adalah pemanfaatan seorang public figure yang terkenal oleh masyarakat dan
mendapat pengakuan public atas prestasinya dan dipercaya menjadi ikon sebuah
iklan sehingga dapat mendukung produk yang dipromosikannya. Secara umum
penggunaan celebrity sebagai endorser telah terbukti sangat efektif dalam
pengiklanan beberapa produk (Asmai, 2008).
Schifman dan Kanuk (2004:135) menyatakan bahwa beberapa peran
celebrity sebagai model iklan yang bisa digunakan perusahaan dalam sebuah iklan
adalah sebagai berikut:
1) Testimonial, jika secara personal selebriti menggunakan produk tersebut maka
pihak selebriti dapat memberikan kesaksian tentang kualitas maupun benefit
dari produk atau merek yang diiklankan.
2) Endorsement, selebriti diminta untuk membintangi iklan produk dimana dia
tidak ahli dalam bidang tersebut.
3) Actor, selebriti diminta untuk mempromisikan suatu produk atau merek
tertentu terkait dengan peran yang sedang ia bintangi dalam suatu program
tayangan tertentu
4) Spokeperson, selebriti yang mempromosikan produk atau merek perusahaan
dalam kurun waktu tertentu masuk dalam kelompok peran Spokeperson.
18
Penampilan mereka akan diasosiasikan dengan merek atau produk yang
mereka wakili.
Shimp (2002:468), memberikan penjelasan mengenai dimensi endorser
antara lain :
1)
Attractiveness (daya tarik)
Daya tarik tidak hanya berkaintan dengan menarik secara fisik saja tetapi
termasuk karakteristik luhur yang dipersiapakan oleh konsumen dalam diri
endorser, seperti kemampuan intelektual, kepribadian dan gaya hidup. Daya
tarik endorser mencakup:
(1) Smilarity, merupakan persepsi khalayak berkenaan dengan kesamaan yang
dimiliki dengan endorser, kemiripan ini dapat berupa karakteristik,
demografi, gaya hidup, kepribadian, masalah yang dihadapi sebagaimana
yang ditampilkan.
(2) Familiarity, adalah pengenalan terhadap narasumber melalui exsposure,
sebagai contoh penggunaan celebrity endorser dinilai berdasarkan
tingkat keseringan tampil dipublik
(3) Likability, adalah kesukaan audiens terhadap narasumber karena
penampilan fisik yang menarik, perilaku yang baik, atau karakter
personal lainya.
2) Credibility (Kreadibilitas)
Pengertian
yang
paling
mendasar,
kreadibilitas
mengarah
pada
kecenderungan untuk meyakini dan unntuk dipercayai seorang. Pada saat
19
sumber informasi, seperti seorang endorser dipersiapkan kreadibilitasnya
maka:
(1) Keahlian (expertise)
Keahlian mengacu pada pengetahuan, pengalaman atau keahlian yang
dimiliki seorang endorser yang dihubungkan dengan topik yang akan
dikomunikasikan.
(2) Layak dan dipercaya (trust worthiness)
Berhubungan dengan kejujuran, integritas, dan kepercayaan atas diri
endorser. Layak atau tidaknya endorser untuk dipercaya tergantung
pada persepsi konsumen atas motivasi endorser.
Penggunaan celebrity sebagai bintang iklan diyakini memiliki daya
tarik tersendiri. Selain memiliki keuntungan publisitas dan kekuatan untuk
dijadikan sebagai alat membujuk, merayu, serta mempengaruhi konsumen
sasaran dengan ketenaran yang dimilikinya (Sharma dan Kumar, 2013).
Dengan memanfaatkan ketenaran tersebut diharapkan dapat menarik minat
konsumen untuk melakukan pembelian terhadap produk yang diklankanya.
2.1.4 Brand Image
Brand adalah nama, istilah, tanda simbol atau rancangan atau kombinasi
dari semunya, yang dimaksudkan untuk mengindentifikasi barang atau jasa atau
kelompok penjual dan untuk menjadi pembeda dari barang atau pesaing (Kotler &
Amstrong, 2006:229). Brand image adalah reperentasi dari keseluruhan persepsi
terhadap brand itu, citra terhadap brand berhubungan dengan sikap yang berupa
keyakinan dan preferensi terhadap brand itu (Setiadi, 2003:48). Brand image
20
adalah deskripsi tentang aspirasi dan keyakinan konsumen terhadap merek
tertentu (Tjiptono,2005:4). Brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang
terbentuk dan melekat di benak konsumen (Rangkuni 2004:244). Fungsi brand
image adalah untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana konsumen memilih
diantara merek alternatif setelah melakukan pengambilan infomasi (Adil, 2012).
Brand image yang dibangun dapat menjadi identitas dan cerminan dari visi,
kesunggulan, standar kualitas, pelayanan dan komitmen dari pelaku usaha atau
pemiliknya (Murti, 2014)
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, tentang brand image,
maka dapat disimpulkan bahwa brand image merupakan suatu totalitas kesan
yang berada dalam memori konsumen tentang persepsi kualitas dari suatu produk
barang dan jasa
Brand Image memberikan suatu garansi kepada konsumen tentang produk
yang digunakan. Merek yang terkenal umumnya akan lebih disukai oleh
konsumen ketika melakukan suatu pembelian meskipun harga ditawarkan cukup
tinggi.
Schiffman dan Kanuk (2007:135) menyatakan bahwa faktor faktor
pembentukan brand image yaitu sebagai berikut.
1) Kualitas atau mutu berkaitan dengan kualitas produk barang yang di tawarkan
oleh produsen.
2) Dapat dipercaya atau diandalkan berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan
yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi
21
3) Kegunaan atau manfaat yang berkaitan dengan fungsi dari suatu produk
barang yang bisa dimanfaatkan oleh kosumen.
4) Pelayanan
yang berkaitan
dengan tugas
produsen dalam
melayani
konsumennya.
5) Risiko yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya
6) Harga yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak
sedikitnya
jumlah
uang
yang
dikeluarkan
konsumen
yang
dapat
mempengaruhi citra jangka panjang suatu produk.
7) Citra yang memilki oleh merek itu sendiri yaitu berupa pandangan,
kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan merek dari produk.
Keller (2008:58) menyatakan bahwa pengukuran brand image dapat
dilakukan berdasarkan pada aspek sebuah merek, yaitu :
1) Strength (kekuatan)
Kekuatan dalam hal ini adalah keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh
merek yang bersifat fisik dan tidak mengacu pada atribut- atribut fisik atas
merek tersebut, sehingga dianggap sebagai sebuah kelebihan dibandingkan
dengan merek lainya. Yang termasuk pada kelompok strength ini antara lain:
penampilan fisik produk, keberfungsian semua fasilitas produk, harga
produk, maupun penampilan fasilitas pendukung dari produk tersebut.
2) Uniqueness (keunikan)
Kemampuan untuk membedakan sebuah merek diantara merek-merek lainya.
Kesan unik muncul dari atribut produk menjadi kesan uni seperti terdapat
diferensasi antara produk satu dengan produk lainya. Termasuk dalam
22
kelompok unik antara lain; variasi layanan yang bisa diberikan sebuah
produk, variasi harga dari produk-produk yang bersangkutan maupun
diferensiasi dari penampilan fisik sebuah produk.
3)
Favorable
Mengarah pada kemampuan merek agar mudah diingat oleh konsumen.
Yang termasuk dalam kelompok favorable antara lain kemudahan merek
produk untuk diucapkan, kemampuan merek untuk tetap diingat oleh
pelanggan, maupun kesesuaian antara kesan merek dibenak pelanggan
dengan citra yang diinginkan perusahaan atas merek bersangkutan.
2.1.5 Persepsi Kualitas
Persepsi adalah sebagai sebuah proses yang dilalui seorang individu untuk
memilih, mengorganisasi, dan mengiterpretasi stimuli ke dalam sebuah gambaran
tentang dunia, yang memiliki arti atau makna (Suprapti, 2010:68). Persepsi
kualitas adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan
suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang di harapkan
(Durianto, dkk, 2004:96). Dalam pemasaran persepsi lebih penting daripada
relitas, karena persepsi itu yang akan mempengaruhi perilaku aktual konsumen,
terhadap kualitas produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan (Kotler dan
Keller 2008:228).
Persepsi kualitas dipengaruhi oleh dua dimensi,yaitu dalam bentuk produk
dan kualitas jasa. Menurut Sadat (2009:18), ada beberapa keuntungan yang dapat
diperoleh merek yang memiliki persepsi kualitas tinggi yaitu;
23
1) Alasan untuk membeli, kondisi dimana konsumen memberikan alasan penting
tentang kesan kualitas sebuah merek yang akhirnya membuat kosumen untuk
membeli.
2) Diferensiasi posisi : Kategori, apakah merek tersebut bernilai atau ekonomis
atau tidak berkenaan dengan persepsi apakah merek tersebut terbaik atau
sekedar kompetitif terhadap merek lain.
3) Perluasan Merek ; Sebuah merek yang kuat memiliki persepsi kualitas yang
kemudian dapat diekspoitasi untuk meluaskan diri lebih jauh dan akan
mempunyai peluang besar dibandingkan dengan merek yang persepsi
kualitasnya lemah.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, tentang persepsi kualitas
,maka disimpulkan persepsi kualitas adalah penilaian konsumen secara
keseluruhan terhadap proses standar dari produk atau jasa yang diterima dan yang
menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih produk/jasa.
2.1.6 Niat Beli
Niat adalah keadaan psikologis yang memberi perhatian tinggi terhadap
sesuatu sehingga merasa terdorong melakukan sesuatu tersebut (Panggalih dan
Baridwan, 2013). Niat beli adalah tahapan konsumen dalam membentuk pilihan
mereka diantara beberapa merek yang tergabung dalam perangkat pilihan,
kemudian pada akhirnya melakukan suatu pembelian alternatif yang paling
disukainya atau proses yang dilalui kosumen untuk membeli suatu barang atau
jasa yang didasari oleh bermacam pertimbangan (Annafik dan Rahardjo, 2012).
Niat beli adalah evaluasi dan sikap konsumen terhadap produk dengan melihat
24
faktor eksternal sehingga berdampak pada kesedian konsumen untuk membeli
produk (Wen and Li, 2013). Swastha dan Irawan (2008:78) menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi niat beli berhubungan dengan perasaan dan emosi, bila
seseorang puas dalam membeli sebuah barang dan jasa maka hal itu akan
memperkuat niat beli, ketidakpuasan bisanya menghilangkan niat membeli
merupakan suatu perilaku konsumen yang melandasi keputusan pembelian yang
hendak dilakukan.
Bearman (2001) mengemukakan bahwa tumbuhnya niat beli seorang
diakibatkan oleh unsur-unsur yang terdiri dari tiga tahapan:
1) Rangsangan, merupakan suatu syarat ditunjukan untuk mendorong atau
menyebabkan seseorang bertindak. Kesadaran merupakan sesuatu yang
memasuki pemikiran seorang serta dipengaruhi oleh produk dan jasa itu
sendiri.
2) Pencarian Informasi, yaitu informasi intern yang bersumber dari pribadi
konsumen itu sendiri dalam memilih produk ataupun jasa yang dapat
memuaskan dirinya, informasi ekstern yang diperoleh dari luar konsumen
itu, misalnya melalui iklan ataupun sumber sosial (teman, keluarga, dan
kolega), memastikan sifat yang khas dari pemilihan yang ada, yaitu
konsumen membandingkan beberapa produk yang sejenis kemudian
memilih salah satu produk yang dianggap mampu memuaskan.
3) Pemilihan alternatif, tahap ini dilakukan jika konsumen menghadapi
pilihan yang sulit terhadap produk ataupun jasa yang telah ada. Pembelian,
tahap dimana konsumen benar-benar bertindak untuk melakukan
25
pembelian atas barang atau jasa yang telah dipilihnya. Tempat dimana
membeli, merupakan salah satu pertimbangan konsumen dalam melakukan
pembelian.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa niat beli
adalah suatu proses pengambilan keputusan akan pembelian yang
mencakup penentuan apa yang akan dibeli atau tidak melakukan
pembelian. Niat beli sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli
suatu merek atau
pembelian
yang
mengambil tindakan yang berhubungan dengan
diukur
dengan
tingkat
kemungkinan
konsumen
melakukan pembelian.
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Celebrity Endorser terhadap niat beli
Hasil penelitian dari Heruwati (2010) pengaruh daya tarik, kredibilitas,
dan keahlian celebrity endorser berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat
beli Sepeda Motor Yamaha Mio di Semarang yang menyatakan bahwa daya tarik,
kredibilitas dan keahlian seorang endorser memiliki pengaruh besar dalam
menumbuhkan niat membeli seorang yang melihat iklan dan membeli produk
yang diiklankan. Hasil penelitian dari Hemamalini (2014) menyatakan celebrity
endorser berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli, dukungan celebrity
sebagai endorser yang memiliki popularitas, keahlian, dan daya tarik tinggi bisa
menarik penglihatan konsumen dalam waktu singkat dan meningkatkan niat beli.
Berbeda dengan hasil penelitian dari Apejoye (2013) menyatakan bahwa
26
penggunaan celebrity endorser dapat memberikan dampak negatif terhadap niat
beli, seperti celebrity sebagai endorser terlibat kasus kriminal maka hal ini dapat
berakibat buruk terhadap produk yang diiklankan dan mengurangi niat pembelian
H1 : Celebrity endorser berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli
sepeda motor Honda Scoopy di Kota Denpasar.
2.2.2 Pengaruh Brand image terhadap niat beli
Hasil penelitian dari Putra (2014) menyatakan bahwa brand image
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli sepeda motor matic
merek Honda di Kota Denpasar, yang menyatakan bahwa brand image semakin
ditingkatkan maka dapat meningkatkan niat membeli. Penelitian dari Kiswalini
(2014) menyatakan bahwa brand image berpengaruh positif dan signifikan
terhadap niat beli sepeda motor merek Honda di Kota Denpasar, menyatakan
apabila citra produk baik maka konsumen akan melakukan pembelian terhadap
produk tersebut. Penelitian dari Wang (2014) menyatakan bahwa brand image
berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli, dimana konsumen lebih
cenderung membeli produk yang sudah memiliki brand image yang baik/terkenal,
karena brand image yang baik/ terkenal menurunkan risiko yang dirasakan oleh
konsumen.
H2 : Brand image berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli sepeda
motor Honda Scoopy di Kota Denpasar.
2.2.3 Pengaruh Persepsi Kualitas terhadap niat beli.
Hasil
penelitian dari Liu et al., (2012) menyatakan bahwa persepsi
konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang berkualitas tinggi secara langsung
27
atau tidak langsung meningkatkan niat beli konsumen. Penelitian dari Chi et al.,
(2009) menyatakan bahwa persepsi kualitas dari pengalaman pembelian mereka,
akibatnya merek, loyalitas dan preferensi merek akan meningkatkan niat
pembelian. Hasil penelitian dari Rizkynanda (2013) menyatakan persepsi kualitas
berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli Sepeda Motor Honda di
Kota Malang, menyatakan bahwa semakin tinggi yang dirasakan oleh konsumen,
maka semakin tinggi pula kesediaan konsumen tersebut untuk akhirnya niat untuk
membeli.
H.3 : Persepsi kualitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli sepeda
Motor Honda Scoopy di Kota Denpasar.
2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka dan konsep- konsep penelitian terdahulu,
maka disusun sebuah kerangka konsep sebagai berikut.
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
H1 Celebrity
Endorser
(X1)
Brand Image
(X2)
Persepsi Kualitas
(X3)
H1
Niat Beli (y)
H2
H3
Sumber: Heruwati (2013), Hemamalini (2014), Putra (2014), Kiswalini, (2014).
Wang (2014), Liu et al., (2012), Chi et al., (2009), Rizkynanda (2013).
28
Download