BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok penyakit dengan karakteristik kadar glukosa dalam darah yang tinggi karena rusaknya kemampuan tubuh untuk menghasilkan atau menggunakan insulin (American Diabetes Association [ADA], 2012). Perubahan gaya hidup yang menyebabkan obesitas dan kurangnya aktivitas menjadikan jumlah penderita DM terus mengalami peningkatan. Pada dekade terakhir ini jumlah penderita DM di dunia mengalami kenaikan dua kali lipat. Pada tahun 2000 diperkirakan 171 juta penduduk dunia menderita DM dan pada tahun 2011 naik menjadi lebih dari 346 juta penduduk (World Health Organization [WHO], 2012). Untuk tahun 2030 pun telah diprediksi jumlah penderita DM akan terus bertambah sebesar dua kali lipat menjadi 552 juta jiwa. Hal ini berarti setiap sepuluh detik terdapat tiga orang terdiagnosis DM (International Diabetes Federation [IDF], 2011). Indonesia masuk dalam sepuluh besar negara dengan jumlah penderita DM terbanyak yaitu berada pada peringkat tujuh dengan jumlah penderita sebesar 7.551.940 jiwa dengan prevalensi 4.81% (IDF, 2012). Diabetes Mellitus biasanya mulai terjadi saat usia dewasa yaitu diatas usia 20 tahun. Berdasarkan pola pertambahan penduduk, penduduk di Indonesia yang berusia diatas 20 tahun diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta dengan asumsi prevalensi diabetes pada daerah urban (14,7%) dan rural ( 7,2%) maka diperkirakan terdapat 1 2 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (PERKENI, 2006). Lebih dari 80% kematian akibat diabetes terjadi pada negara berpenghasilan menengah kebawah (WHO, 2012). Indonesia termasuk negara dengan penghasilan menengah ke bawah. Menurut data Riskesdas tahun 2007 DM merupakan penyebab kematian nomor 5 dengan proporsi kematian sebesar 5,7%. Total kematian karena diabetes akan mengalami peningkatan 50% pada sepuluh tahun ke depan. Diabetes Mellitus diprediksikan akan menjadi penyebab kematian nomor tujuh di dunia pada tahun 2030 nanti (WHO, 2012). Terdapat beberapa jenis penyakit DM antara lain DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional namun sekitar 90% kasus yang terjadi merupakan DM tipe 2 (Asdie, 2000). DM tipe 2 ini merupakan penyakit multifaktorial yang berhubungan dengan berbagai kemungkinan faktor risiko seperti gaya hidup (obesitas, diet tidak sehat, dan inaktivitas), bertambahnya umur, resistensi insulin, riwayat keluarga diabetes, dan etnis (IDF, 2010). Riwayat keluarga diabetes merupakan faktor risiko dominan terjadinya diabetes karena adanya persamaan gen dan lingkungan meskipun mekanisme genetik ini sampai sekarang belum diketahui. Orang dengan riwayat keluarga DM memiliki risiko dua sampai enam kali lebih besar untuk terkena DM dibanding orang yang tidak memiliki riwayat keluarga DM (Herrison et al, 2003). Hasil dari studi preventif pada individu dengan risiko DM memberi bukti bahwa DM tipe 2 bisa dicegah atau paling tidak bisa ditunda dengan melakukan perubahan gaya hidup (Heideman et al, 2011). Penelitian Diabetes Preventive 3 Program (DPP) memberikan hasil bahwa intervensi lifestyle bisa menurunkan insidensi DM tipe 2 sebesar 58% dimana lebih dari separuh partisipan DPP tersebut memiliki riwayat keluarga DM (Knowler et al, 2002). Penelitan yang dilakukan Brekke et al pada tahun 2005 menunjukkan bahwa intervensi life style seperti diet dan olahraga mampu menurunkan kadar kolesterol dan gula darah puasa pada orang dengan riwayat keluarga DM tipe 2 sehingga diharapkan mampu menurunkan risiko terjadinya DM. Tingginya prevalensi DM berkaitan erat dengan perilaku masyarakat dalam melakukan tindakan pencegahan. Upaya pencegahan DM dilakukan melalui 3 tahap pencegahan, meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Upaya pencegahan primer ditujukan pada individu yang belum menderita DM tetapi memiliki risiko untuk menderita DM. Upaya pencegahan primer DM ini melalui modifikasi gaya hidup yang meliputi pola makan yang sesuai, aktivitas fisik, penurunan berat badan, dan berhenti merokok (PERKENI, 2011). Pola makan berhubungan dengan obesitas yang menjadi faktor risiko terjadinya DM. Penurunan berat badan dapat memperbaki resistensi insulin, hiperglikemia, dislipidemia, dan menurunkan tekanan darah. Asupan makanan yang rendah lemak dan tinggi serat merupakan prediktor yang signifikan dalam menurunkan berat badan yang berkelanjutan sehingga mampu menurunkan perkembangan penyakit DM (Lindstrom et al, 2006). Makanan yang mengandung gandum utuh, sayuran, buah-buahan, makanan rendah lemak (<30% energi) merupakan makanan yang tepat untuk mencegah DM (Salas-Salvado et al ,2011). 4 IDF merekomendasikan agar setiap orang melakukan paling tidak minimal 30 menit per hari aktivitas fisik sedang (jalan cepat, berenang, bersepeda) untuk memperoleh berat badan yang ideal. Jalan kaki yang teratur selama minimal 30 menit per hari dapat menurunkan risiko diabetes sebesar 35-40% (Alberti et al, 2007). Dengan melakukan aktivitas fisik yang teratur menyebabkan permeabilitas membrane sel terhadap glukosa meningkat. Sensitivitas sel terhadap insulin menjadi lebih baik dan insulin dapat digunakan secara efektif, pengambilan glukosa ke dalam sel meningkat sehingga kadar gula darah menurun (Klein et al, 2004). Perilaku masyarakat Indonesia untuk melakukan gaya hidup yang sehat saat ini masih rendah. Menurut data Riskesdas tahun 2007 prevalensi nasional kurang aktivitas fsik pada penduduk umur >10 tahun adalah 48,2%. Sebesar 93,6% penduduk umur >10 tahun kurang mengkonsumsi buah dan sayur, sebesar 68,1% juga banyak mengkonsumsi makanan yang manis. Selain itu menurut M. Nasir selaku Pelaksana Harian Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan kecenderungan masyarakat Indonesia mulai mengarah kepada gaya hidup tidak sehat. Hal itu dapat dilihat dari data konsumsi lemak mencapai 116 persen berbanding terbalik dengan konsumsi kacang-kacangan, sayuran, dan buah yang masih rendah. Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman 2012, jumlah penderita DM tipe 2 terbanyak di Kabupaten Sleman adalah di wilayah kerja Puskesmas Godean 1 yaitu sebanyak 1427 pasien. Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh data dari Puskesmas Godean I bahwa telah tercatat sebanyak 62 orang terdiagnosa 5 menderita DM dari bulan Januari 2013 hingga Mei 2013. Rincian jumlah penderita yang terdiagnosis menderita DM hingga bulan Mei 2013 adalah sebagai berikut : pada bulan Januari sebanyak 13 orang, Februari sebanyak 13 orang, Maret sebanyak 17 orang, April sebanyak 12 orang dan Mei sebanyak 7 orang. B. Rumusan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumusakan permasalahan penelitian sebagai berikut: “Bagaimanakah upaya pencegahan primer DM pada individu dengan riwayat keluarga DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Godean 1 Kabupaten Sleman Yogyakarta ?” C. Tujuan Penelitan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya pencegahan primer DM pada individu dengan riwayat keluarga DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Godean 1 Kabupaten Sleman Yogyakarta. . D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat keilmuan Diharapakan dapat dijadikan sebagai kajian dan acuan untuk pengembangan penelitian yang lebih spesifik dan mendalam, khususnya tentang pencegahan DM. 6 2. Manfaat bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai pencegahan DM yang sudah dilakukan oleh masyarakat sehingga masyarakat menyadari pentingnya melakukan gaya hidup sehat. 3. Manfaat bagi petugas kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi petugas kesehatan dalam meningkatkan upaya pencegahan DM yang sudah dilaksanakan dan mendorong upaya pencegahan yang belum dilaksanakan oleh masyarakat. E. Keaslian Penelitian 1. Long-term (1- and 2-year) effects of lifestyle intervention in type 2 diabetes relatives (Brekke, et al, 2005). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek jangka panjang dari intervensi gaya hidup yang dilakukan pada individu dengan riwayat keluarga diabetes satu derajat yang tidak menderita diabetes (first degree relative). Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa setelah 2 tahun perubahan positif pada gaya hidup, kadar lipid darah, dan insulin puasa dapat dicapai. Variabel penelitian yang diteliti meliputi intervensi lifestyle sebagai variabel bebas dan kimia darah (kadar insulin, lipid darah), antropometri, dan aktivitas fisik sebagai variabel terikat. 2. Reduction in the incidence of type 2 diabetes with lifestyle intervention or metformin (Knowler et al, 2002). Penelitian ini merupakan penelitian kohort 7 dengan subjek penelitian individu usia ≥25 tahun yang memiliki risiko untuk mendapatkan penyakit DM. Outcome dari penelitian ini meliputi penurunan BB, aktivitas fisik, dan insidensi DM. Setelah dilakukan follow selama ± 3 tahun didapatkan hasil bahwa baik perubahan lifestyle maupun metformin mampu menurunkan insidensi DM pada individu yang berisiko. Namun, intervensi lifestyle lebih efektif daripada metformin dimana intervensi lifestyle mampu menurunkan insidensi DM sebesar 58% sedangkan metformin 31%. Variabel penelitian yang diteliti meliputi intervensi lifestyle dan metformin sebagai variabel bebas dan insidensi DM sebagai variabel terikat. 3. High-fibre, low fat diet predict long-term weight loss and decreased type 2 diabetes risk: the Finnish Diabetes Prevention Study (Lindstrom et al, 2006). Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara diet nutrisi makro dan densitas energy dengan perubahan berat badan dan lingkar pingggul dan insidensi diabetes dengan menggunakan desain Randomized Control Trial (RCT). Hasil dari penelitian ini adalah asupan lemak berpengaruh secara signifikan dalam penrunan berat badan dan perkembangan DM tipe 2 pada subjek yang berisiko. Variabel penelitian yang diteliti meliputi intervensi diet sebagai variabel bebas dan penurunan berat badan, lingkar panggul, dan risiko insidensi diabetes sebagai variabel terikat. 8 4. Physical activity in the prevention of type 2 diabetes : The Finnish Diabetes Prevention Study (Laaksonen et al, 2005). Tujuan dari peneltian ini adalah untuk mengetahui peran aktivitas fisik khususnya berjalan sebagai olahraga dalam mencegah diabetes. Desain penelitian ini adalah Randomized Controlled Trial (RCT). Individu dengan peningkatan aktivitas fisik sedangtinggi 63-65% lebih sedikit mendapatkan DM setelah 4 tahun follow-up. Peningkatan jalan kaki sebagai olahraga menurunkan risiko terjadinya DM. Peningkatan aktivitas fisik efektif dalam menurunkan insidensi DM tipe 2 pada individu yang berisiko. Variabel dari penelitian ini adalah intervensi konseling aktivitas fisik sebagai variabel terikat dan peningkatan aktivitas fisik dan insidensi DM sebagai variabel terikat. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pada subjek peneltian yaitu individu dengan risiko DM (memiliki riwayat keluarga DM) dan variable lifestyle. Sedangkan perbedaannya yaitu pada metode penelitian.