11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Investasi
Investasi dapat diartikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber
daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan di masa datang (Tandelilin, 2010). Atau investasi juga dapat
dikatakan sebagai suatu penanaman modal. Investasi berarti pembelian dari modal
barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang.
Investasi selain dapat menambah pendapatan seseorang, juga membawa risiko
keuangan apabila investasi tersebut gagal. Menurut Hasnawati (2006), seorang
investor atau analis sekuritas khususnya saham di pasar modal apabila akan
melakukan investasi pada saham tidak boleh hanya ikut-ikutan , akan tetapi perlu
menganalisa secara detail fundamental perusahaan. Sehingga Suherman (2007)
mengatakan
untuk
melakukan
investasi,
seorang
investor
harus
dapat
memperkirakan return dan risiko yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, investasi
perlu dikelola dengan baik dan dibutuhkan analisa yang akurat agar tidak salah
dalam mengambil keputusan.
Keputusan investasi adalah keputusan untuk menempatkan dana yang
dimilikinya dalam suatu aset dengan tujuan memperoleh return yang sama atau
lebih besar. Penting sekali memahami proses investasi agar dana yang
diinvestasikan dalam suatu aset atau instrumen investasi dapat kembali dengan
tingkat pengembalian tertentu yaitu sesuai dengan yang diharapkan investor.
11
Investasi secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1) real investment yaitu investasi pada aset-aset yang tampak seperti emas,
perak, berlian, benda seni, real estate dan lain sebagainya.
2) financial investment yaitu investasi secara umum melihat pada financial
asset dan marketable securities. Yang dimaksud dengan financial asset
disini adalah lembaran kertas yang menunjukkan klaim (kepemilikan)
serangkaian aset yang dimiliki oleh pemerintah atau perusahaan swasta.
Marketable securities adalah financial asset yang dapat dengan mudah dan
murah diperdagangkan. Financial investment biasanya dilakukan di pasar
modal.
2.1.2 Pasar modal
Pasar Modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik obligasi, saham, reksa
dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Peran pasar modal dalam
perkembangan ekonomi saat ini semakin penting terutama terkait dengan arus
permodalan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dana investasi didapat dengan
melalui aktivitas perdagangan efek sebagai instrumen investasi seperti saham
(stocks), obligasi (bonds), derivatif (right issue, warrant, option dan lain-lain).
Dan menurut UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, mendefinisikan pasar modal
adalah surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit
penyerta investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari
efek. Pasar modal menjalankan dua fungsi yaitu :
12
1) sebagai sarana pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan
untuk mendapatkan dana yang digunakan dalam pengembangan usaha,
ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain.
2) pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada
instrumen keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana dan lain-lain.
Dengan demikian masyarakat dengan bebas dapat memilih untuk
menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik,
keuntungan dan risiko masing-masing instrumen.
2.1.3 Bursa efek
Pada Undang-Undang No.8 tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan
bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan
sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain
dengan tujuan memperdagangkan efek antara mereka.
Kemajuan suatu pasar modal dilihat juga dari kualitas dan efisiensi daripada
bursa efeknya. Sebelum tahun 2007, ada dua bursa efek di Indonesia yang
memperoleh izin usaha perdagangan sekuritas dari Bapepam, yaitu Bursa Efek
Jakarta (BEJ) atau Jakarta Stock Exchange (JSX), dan Bursa Efek Surabaya
(BES) atau Surabaya Stock Exchange (SSX). Namun pada tanggal 30 November
2007, BEJ dan BES digabung oleh Bapepam dan diganti namanya menjadi Bursa
Efek Indonesia yang sampai saat ini dikenal dengan singkatan BEI.
Melalui penggabungan ini dan implementasi dari program-program yang
terarah, maka diharapkan terdapat pengembangan pasar yang lebih terfokus dan
terpadu, efisiensi dalam pengembangan dan pemasaran produk, penghematan
13
biaya
pengembangan
teknologi
informasi,
serta
perbaikan
infrastruktur
perdagangan. (Tandelilin, 2010).
2.1.4 Indeks LQ45
Informasi mengenai kinerja pasar saham seringkali diringkas dalam suatu
indeks yang disebut indeks pasar saham (stock market indexes). Indeks pasar
modal merupakan indikator yang mencerminkan kinerja saham-saham di pasar.
Karena merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga-harga
saham, maka indeks pasar saham juga disebut indeks harga saham. (stock price
index). Sampai saat ini, BEI mempunyai beberapa indeks, yaitu Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG), indeks liquid 45 (LQ45), Jakarta Islamic Index (JII),
Indeks Papan Utama dan Indeks Papan Pengembang, serta Indeks Kompas 100.
Jogiyanto (2010) menyatakan pasar modal di Indonesia masih tergolong pasar
modal yang transaksinya tipis (thin market), yaitu pasar modal yang sebagian
besar sekuritasnya kurang aktif diperdagangkan. IHSG yang mencakup semua
saham yang tercatat (yang sebagian besar kurang aktif diperdagangkan) dianggap
kurang tepat sebagai indikator kegiatan pasar modal. Oleh karena itu pada tanggal
24 Februari 1997 dikenalkan alternatif indeks yang lain, yaitu indeks liquid 45
atau yang sering disebut LQ45.
Indeks LQ45 terdiri dari 45 saham di BEI dengan likuiditas yang tinggi dan
kapitalisasi pasar yang besar serta lolos seleksi menurut beberapa kriteria
pemilihan. Pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pemilihan saham yang
masuk di LQ45 sebagai berikut :
14
1) Selama 12 bulan terakhir, rata-rata transaksi sahamnya masuk dalam
urutan 60 terbesar di pasar reguler.
2) Selama 12 bulan terakhir, rata-rata nilai kapitalisasi pasarnya masuk dalam
urutan 60 terbesar di pasar reguler.
3) Telah tercatat di BEI paling tidak selama 3 bulan.
Bursa efek secara rutin memantau perkembangan kinerja masing-masing ke45 saham yang masuk dalam penghitungan Indeks LQ45. Penggantian saham
dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari dan Agustus.
Apabila terdapat saham yang tidak memenuhi kriteria seleksi, maka saham
tersebut dikeluarkan dari perhitungan indeks dan diganti dengan saham lain yang
memenuhi kriteria.
2.1.5 Return saham
Dalam suatu kegiatan investasi, investor akan mendapatkan suatu imbalan
yang dinamakan return. Menurut Jogiyanto (2010) return merupakan hasil yang
diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasian yang sudah terjadi
atau return ekspektasian yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di
masa mendatang. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return
historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspetasi.
Apabila diuraikan, return dapat dikategorikan dalam 2 (dua) unsur, yaitu:
1) yield, merupakan pendapatan imbalan (income return) yang berasal dari
instrumen keuangan, contohnya bunga yang berasal dari obligasi dan
dividen yang berasal dari saham. Nilai yield bisa nol atau positif.
15
2) capital gain, adalah selisih antara penjualan dan pembelian surat berharga.
Kemungkinan nilai capital gain adalah nol, negatif, maupun positif. Total
return adalah akumulasi dari actual gain/loss dan yield.
Total Return juga biasanya dianggap sebagai tingkat pengembalian (rate of
return), yang mana merupakan perbandingan antara akumulasi penerimaan arus
kas dengan harga beli aset dari awal. Umumnya perbandingan ini dinyatakan
dalam bentuk desimal ataupun persentase. Cara menghitungnya dapat
menggunakan metode aritmatik maupun geometrik. Jika menggunakan metode
geometrik, datanya dapat dipastikan merupakan data dalam persentase dan bila
dalam bentuk aritmatika biasanya dalam bentuk bilangan bulat.
Perhitungan rate of return menggunakan rumus sebagaimana dinyatakan di
bawah ini:
…………………(1)
Pada umunya, yield bernilai nol, jika tidak ada data tentang yield (contohnya
deviden), yang mana hal ini dikarenakan kumpulan portofolio bisa berubah
sepanjang waktu yang mengakibatkan penetapan suatu aset didasarkan pada harga
dari aset tersebut. Rata-rata pengembalian aritmatik (arithmetic rate of return)
dengan asumsi nilai yield adalah nol maka dapat dirumuskan sebagai berikut di
bawah ini:
…..…………..…(2)
Rt = ln
Rata-rata pengambilan geometrik (geometric rate of return) perumusan
matematisnya adalah sebagai berikut di bawah ini:
16
…………………(3)
Keterangan :
: Rate of return
: Harga saham saat ini
: Harga saham periode lalu
: Dividen
2.1.6 Risiko investasi
Investor bebas memanfaatkan peluang untuk berinvestasi pada perusahaan
atau sektor bisnis yang dinilai memiliki fundamental keuangan yang baik dan
konsisten serta memiliki prospek yang baik di kemudian hari. Sedangkan
perusahaan mempunyai kesempatan mengembangkan dan memperluas bisnisnya
serta menangkap setiap peluang bisnis yang ada. Berinvestasi di pasar modal
Indonesia termasuk investasi berisiko tinggi, namun di sisi lain menawarkan
pengembalian (return) yang sangat besar.
Menurut Sunaryo (2007), risiko adalah kerugian karena kejadian yang tidak
diharapkan muncul. Sedangkan definisi risiko menurut Schonborn (2010), risiko
dapat digambarkan sebagai keadaan dari ketidakpastian hasil, dimana dapat
menghadirkan nilai aset, hak kekayaan, atau keuntungan.
Bukan hal yang tidak mungkin, posisi finansial yang awalnya tidak berisiko,
pada periode berikutnya dapat memunculkan risiko yang besar. Pengukuran risiko
merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan dengan investasi dana yang
cukup besar.
17
Pada dasarnya terdapat dua tipe risiko yang harus diperhatikan oleh investor
dalam kaitannya dengan investasi pada sekuritas saham. Kedua tipe tersebut
adalah systematic risk dan unsystematic risk (Makaryanawati, 2009).
Risiko sistematis (systematic risk) yaitu risiko yang berpengaruh terhadap
semua investasi. Contoh risiko ini adalah risiko pasar, tingkat bunga, daya beli,
politik, psikologis serta risiko kegagalan karena kondisi ekonomi yang semakin
memburuk. Sedangkan risiko tidak sistematis (unsystematic risk) adalah risiko
yang melekat pada investasi tertentu karena kondisi yang unik dari suatu
perusahaan atau industri tertentu. Risiko ini disebabkan antara lain oleh kesalahan
manajemen, masalah keuangan yang kemudian akan berpengaruh pada fluktuasi
harga surat berharga di pasar modal.
Penyediaan cadangan dana adalah salah satu bentuk manajemen risiko yang
disebut asuransi diri (self insurance). Proses manajemen risiko terdiri dari tiga
tahap yaitu identifikasi risiko, mengukur risiko, dan manajemen risiko
(menyediakan cadangan).
2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko
Menurut Samsul (2006) secara fundamental harga suatu jenis saham
dipengaruhi oleh kinerja perusahaan dan kemungkinan risiko yang dihadapi
perusahaan. Kinerja perusahaan tercermin dari laba operasional dan laba bersih
per saham serta beberapa rasio keuangan yang menggambarkan kekuatan
manajemen dalam mengelola perusahaan. Risiko perusahaan tercermin dari daya
tahan perusahaan dalam menghadapi siklus ekonomi serta faktor makro ekonomi
18
dan makro nonekonomi. Dengan kata lain, kinerja perusahaan dan risiko yang
dihadapi dipengaruhi oleh faktor makro dan mikro ekonomi.
Adapun faktor makro ekonomi yaitu faktor yang berada di luar perusahaan,
tetapi mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor makro ekonomi yang secara
langsung dapat mempengaruhi antara lain : tingkat inflasi, kebijakan khusus
pemerintah, kurs valuta asing, kondisi perekonomian internasional seperti krisis
global, dan masih banyak lagi faktor makro ekonomi lainnya.
Sedangkan faktor mikro ekonomi yaitu faktor yang berada di dalam
perusahaan itu sendiri. Faktor mikroekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap
harga saham suatu perusahaan berada dalam perusahaan itu sendiri, yaitu
variabel-variabel seperti : laba bersih per saham, nilai buku per saham, rasio
ekuitas, dan lain sebagainya. (Samsul, 2006).
2.1.8 Pengukuran risiko dengan model value at risk
Morgan (1994) mempopulerkan konsep Value at Risk (VaR) sebagai alat ukur
risiko. Regulator sektor finansial telah mengadopsi VaR sebagai alat ukur risiko.
Menurut Sunaryo (2007), Value at Risk (VaR) adalah kerugian yang dapat
ditoleransi dengan tingkat kepercayaan (keamanan) tertentu. Dalam bukunya
Jorion (2010), mendefinisikan VaR yaitu VaR adalah suatu ukuran statistik yang
membahas mengenai total mengambil resiko pada portofolio optimal, kerugian
terburuk pada suatu kepercayaan tertentu dan pada waktu tertentu. Berdasarkan
kedua definisi tersebut, dapat dilihat adanya variabel yang penting, yaitu besar
kerugian, periode waktu, dan besar tingkat kepercayaan.
19
Menurut Sollis (2009) bahwa kebenarannya yaitu VaR dapat menghitung
asumsi keuntungan daripada portofolio dengan distribusi normal. Tetapi, VaR
juga dapat menghitung asumsi keuntungan daripada portofolio dengan distribusi
tidak normal.
Ada tiga metode utama untuk mengitung VaR, yaitu metode parametrik
(disebut juga metode varian-kovarian), metode Simulasi Monte Carlo, dan
Simulasi Historis. Ketiga metode mempunyai karakteristik masing-masing.
Metode varian–kovarian mengasumsikan bahwa return berdistribusi normal dan
return portofolio bersifat linier terhadap return aset tunggalnya. Kedua faktor ini
menyebabkan estimasi yang lebih rendah terhadap potensi volatilitas aset atau
portofolio di masa depan. VaR dengan metode Simulasi Monte Carlo
mengasumsikan bahwa return portofolio bersifat linier terhadap return aset
tunggalnya. VaR dengan Simulasi Historis adalah metode yang mengesampingkan
asumsi return yang berdistribusi normal maupun sifat linier antara return
portofolio terhadap return aset tunggalnya.
Pada penelitian ini, menggunakan model Simulasi Historis dalam menghitung
nilai VaR. Keuntungan utama dari simulasi historis dibandingkan dengan dua
metoda lainnya bahwa tidak diperlukan adanya asumsi tentang perubahan faktor
risiko dari distribusi tertentu. Oleh karena itu, metodologi ini konsisten dengan
perubahan faktor risiko dari distribusi apapun. Keuntungan penting lainnya adalah
bahwa simulasi historis tidak melibatkan estimasi dari setiap parameter statistik,
seperti varian atau kovarian dan akibatnya terbebaskan dari kesalahan estimasi.
20
Ini juga merupakan metodologi yang mudah untuk dijelaskan kepada audiens
non-teknis seperti dewan direksi perusahaan.
Soegijono (2005) menyimpulkan dalam penelitiannya yaitu hasil perhitungan
VaR dengan metode Historical Simulation dengan Variance-Covariance
mempunyai nilai yang berdekatan.
2.1.9 Metode simulasi historis
Metode Simulasi Historis menggunakan data return historis dari suatu aset
yang kemudian disimulasikan untuk memperoleh VaR.
“Historical simulation has some undeniable advantages due to its simplicity. It
does not make any assumptions about the statistical distributions nor does it
require estimation of volatilities and correlations. Basically everything that is
needed is the time series of portfolio returns.”(Jorion, 2007).
Metode ini adalah yang paling sederhana dan transparan dalam proses
perhitungannya. Keuntungan penggunaan dari metode ini adalah sangat mudah
dalam implementasinya dan tidak mensyaratkan datanya berdistribusi normal.
Akan tetapi ini mensyaratkan banyak data pasar dan banyak melakukan
perhitungan.
Untuk menghitung VaR dengan metode ini perlu ditetapkan terlebih dahulu
periode waktu (time horizon). Dengan menggunakan periode waktu ini 1 sampai 3
tahun. Di dalam proses perhitungan VaR, yang menjadi obyek perhitungan adalah
distribusi simulasi dari return harian. Rumus untuk menghitung VaR adalah
sebagai berikut:
VaR = Vo * σ * α *
21
……………..…..(4)
Dimana:
Vo
σ
α
t
= Faktor Pasar
= Volatilitas saham
= Tingkat Kepercayaan
= Waktu
Komariah (2005) memberi kesimpulan yaitu potensi kerugian yang diukur
dengan model Variance Covariance lebih besar dibandingkan dengan potensi
kerugian maksimal yang diukur dengan model Historical Simulation, dimana
kedua model tersebut dinyatakan valid setelah dilakukan pengujian backtesting.
Piroozfar (2007) menyatakan bahwa Value at Risk (VaR) sebagai cabang dari
manajemen risiko telah menjadi pusat perhatian dari manajer keuangan selama
beberapa tahun terakhir, terutama setelah krisis keuangan di 90-an. Dan sekarang
setelah kegagalan pasar pada 2008, permintaan untuk pengukuran risiko yang
tepat semakin tinggi. Manajer risiko mencoba mengulas metode sebelumnya,
karena mereka pikir salah satu penyebab paling penting dari krisis terakhir adalah
kesalahan manejemen risiko. Metode VaR utama didasarkan pada pendekatan
parametrik dan beberapa asumsi yang dikenakan, yang dalam kasus ternyata tidak
berhasil. Salah satu asumsi yang paling penting yaitu distribusi normal dari fungsi
kepadatan return harian.
Bukti empiris menunjukkan prediksi kerugian atau keuntungan dengan
distribusi ini adalah underestimate. Jadi metode non-parametrik, berdasarkan
return historis, disebut Simulasi Historis telah diperkenalkan sebagai alternatif
pengganti.
Tetapi
beberapa
kelemahan
dari
metode
ini
(terutama
ketidakmampuannya memodelkan volatilitas terbaru dari pasar) membuat tidak
22
efisien. Oleh karena itu diperkenalkan sejumlah perbaikan yang efektif dari
metode ini, dengan mencampur beberapa teknik parametrik yaitu model time
series GARCH (model ini mampu mengungkapkan cluster volatilitas), yang
mengarah ke metode baru yang disebut Filtered Historical Simulation (FHS).
2.1.10 Tingkat kepercayaan (confidence level)
Perhitungan VaR harus dilengkapi oleh dua parameter, yaitu horizon dan
selang kepercayaan. Confidence level biasanya disajikan dalam bentuk persentase.
Menentukan tingkat kepercayaan dalam perhitungan VaR tergantung pada
penggunaan VaR. Tingkat kepercayaan yaitu probabilitas dimana nilai VaR tidak
akan melebihi kerugian maksimum. Penentuan tingkat kepercayaan sangat
berperan penting karena dapat menggambarkan seberapa besar perusahaan
mampu mengambil suatu risiko dan harga kerugian yang melebihi VaR. Semakin
besar tingkat kepercayaan yang diambil, semakin besar pula risiko dan alokasi
modal untuk menutupi kerugian yang diambil.
2.1.11 Event study (identifikasi peristiwa)
Menurut Jogiyanto (2010) event study merupakan studi yang mempelajari
reaksi pasar terhadap suatu peristiwa (event) yang informasinya dipublikasikan
sebagai
suatu
pengumuman.
Jika
pengumuman
mengandung
informasi
(information content), maka pasar diharapkan akan bereaksi pada waktu
pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Dari pengertian tersebut sebenarnya
event study dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal (dengan
pendekatan pergerakan harga saham) terhadap suatu peristiwa tertentu. Peristiwa
23
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peristiwa krisis global yang terjadi
tahun 2008.
Dalam event study dikenal istilah event window (jendela peristiwa)/event date
(tanggal peristiwa) dan estimation period (periode estimasi). Periode peristiwa
disebut juga dengan periode pengamatan atau jendela peristiwa (event window)
mempunyai panjang yang bervariasi, lama dari jendela yang umumnya digunakan
berkisar 3 hari sampai dengan 121 hari untuk data harian dan 3 bulan sampai
dengan 121 bulan untuk data bulanan (Jogiyanto, 2010).
2.1.12 Krisis ekonomi
Tambunan (2012) menyatakan definisi krisis ekonomi yaitu suatu situasi di
mana ekonomi dari sebuah negara mengalami penurunan secara mendadak yang
disebabkan oleh suatu krisis keuangan. Krisis keuangan itu sendiri terjadi pada
saat dalam ekonomi/negara, jumlah permintaan uang melebihi jumlah penawaran
uang.
Dalam kenyataannya, berbagai jenis krisis ekonomi sangat ditentukan oleh
sumbernya. Suatu krisis ekonomi di suatu negara/wilayah bisa berasal dari dalam,
atau bersumber dari luar negara/wilayah tersebut. Yang bersumber dari dalam
misalnya, penurunan volume produksi dari suatu komoditas secara mendadak.
Sedangkan krisis ekonomi di sebuah negara yang bersumber dari luar, seperti
krisis ekonomi global yang terjadi tahun 2008.
Adapun tipe-tipe krisis ekonomi yang mana dunia atau banyak negara pernah
mengalaminya termasuk Indonesia menurut Tambunan (2012) yaitu
24
1) krisis produksi dimana krisis tersebut berbentuk penurunan volume
produksi domestik secara mendadak dan dalam jumlah besar. Dalam tipe krisis
ini, dampak terhadap ekonomi adalah perubahan pada tiga variabel makro, yakni
harga (inflasi), jumlah kesempatan kerja (atau tingkat pengangguran) dan tingkat
pendapatan (total atau per kapita).
2) krisis perbankan (juga sering disebut krisis keuangan) merupakan salah satu
jenis krisis ekonomi yang paling sering terjadi di banyak negara, termasuk
Indonesia. Dampak langsung yang dirasakan adalah pada kesempatan kerja dan
pendapatan di subsektor keuangan. Seperti yang terjadi pada Februari 1997,
sejumlah bank komersil harus dihentikan sehingga dampak dari keputusan
tersebut adalah semua pegawai di bank kehilangan pekerjaan dan pendapatan dari
para pemilik bank juga berkurang.
3) krisis nilai tukar. Suatu perubahan nilai tukar dari sebuah mata uang
terhadap mata uang lainnya dianggap krisis apabila kurs dari mata uang tersebut
mengalami penurunan atau depresiasi sangat besar yang terjadi secara mendadak
atau prosesnya berlangsung terus meningkat. Dampak langsung dari perubahan
kurs adalah pada volume ekspor dan impor.
4) krisis perdagangan. Dalam hal krisis ekonomi yang berasal dari sumbersumber eksternal, ada dua jalur utama, yakni perdagangan dan investasi/arus
modal. Dan di jalur perdagangan itu sendiri ada dua subjalur, yaitu ekspor dan
impor. Dalam kasus ini dampak paling penting adalah perubahan dalam volume
ekspor, volume output, tingkat pendapatan, dan jumlah kesempatan kerja.
25
5) krisis modal. Pengurangan modal dalam negeri dalam jumlah besar atau
penghentian bantuan atau pinjaman luar negeri akan menjadi sebuah krisis
ekonomi bagi banyak negara miskin di dunia seperti di Afrika dan Asia Tengah.
Dampak utamanya adalah perubahan-perubahan dalam jumlah investasi,
khususnya investasi jangka panjang (volume atau jumlah proyek), volume
produksi, dan jumlah tenaga kerja yang memiliki pekerjaan.
Jogiyanto (2010) menyatakan periode kesebelas dari pasar modal Indonesia
dimulai bulan Januari 2008. Pada akhir bulan Januari 2008, pasar modal
dikejutkan dengan pengungkapan kerugian Citybank sekitar 30% akibat dari kasus
Subprime Mortgage di Amerika Serikat. Isu Subprime Mortgage yang sempat
muncul bulan Agustus tahun 2007 sebelumnya yang diperkirakan hanya
mempunyai dampak jangka pendek dan tidak berkepanjangan, ternyata
merupakan suatu bom waktu yang menunggu untuk meledak dan penyulutnya
adalah pengungkapan kerugian dari beberapa bank dan lembaga keuangan
lainnya. Akibat pengungkapan kerugian ini pasar modal Indonesia sempat
terkoreksi turun dengan IHSG menjadi 2.294,524 pada tanggal 23 januari 2008.
Pasar modal Indonesia sempat merasa optimis dengan naiknya IHSG menjadi
2.773,434 pada akhir bulan Februari, yaitu pada tanggal 26 Februari 2008. Kasus
Subprime Mortgage ternyata memang berbuntut panjang. Beberapa lembaga
keuangan tidak hanya mengumumkan kerugiannya tetapi juga mengumumkan
kebangkrutannya termasuk perusahaan keuangan terbesar dunia Lehmans
Brothers. Akibatnya seluruh pasar modal dunia mengalami penurunan indeksnya.
Nilai IHSG turun menjadi 2.167,646 pada tanggal 10 April 2008. Indeks IHSG
26
sempat naik pada tanggal 23 Mei 2008 mencapai 2.516,263. Akan tetapi kenaikan
ini hanya sesaat saja dan dampak krisis global dunia tampaknya mulai melanda.
Nilai indeks seluruh dunia mulai turun dan turun. Nilai IHSG turun sampai
terendah pada tingkat 1.089,34 pada tanggal 28 Oktober 2008. Dapat dibayangkan
betapa hebat krisis global ini sampai mengkikis habis nilai indeks dari nilai
tertinggi 2.838,476 pada bulan Januari menjadi 1.089,34 dengan penurunan
indeks sebanyak 1.749,136 poin atau penurunan 61,62%.
Memasuki tahun 2009, titik cerah tampaknya mulai muncul di pasar modal
Indonesia. Pada tanggal 3 April 2009, nilai IHSG menembus titik psikologi 1.500,
yaitu sebesar 1.511,335. Pelaku pasar yakin bahwa nilai 1.500 merupakan nilai
psikologis untuk IHSG. Jika IHSG mampu menembus nilai ini, pelaku pasar
optimis IHSG akan pulih kembali.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki kaitannya dengan penelitian
ini.
1) Penelitian yang dilakukan oleh Tan Kwang En (2002) yang berjudul
Pengaruh Koefisien Respon Laba Akuntansi Terhadap Harga Saham
Dalam Masa krisis Ekonomi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji apakah dalam masa krisis ekonomi yang melanda Indonesia akan
berpengaruh terhadap kemampuan kualitas laba dalam menjelaskan harga
saham. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memang periode 1997-1998,
di mana krisis ekonomi melanda, kualitas laba, dalam hal ini koefisien
respon laba akuntansi tidak memiliki pengaruh ataupun tidak mampu
27
menjelaskan harga saham dengan baik, seperti pada saat kondisi
perekonomian normal. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya yaitu pada obyek, subyek, dan teknik analisisnya. Sedangkan
persamaannya adalah sama-sama menggunakan periode saat masa krisis
ekonomi.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Agus dan Akromul (2005) yang berjudul
Pengaruh Risiko Pasar terhadap Required Return Saham Telkom dan
Saham Astra Intenasional di Bursa Efek Jakarta, 2000-2004. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara risiko pasar dan kinerja
saham Telkom serta Saham Astra Internasional. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kendatipun kedua saham yang diteliti terkategori
sebagai saham unggulan (blue-chips) yang sangat aktif diperdagangkan di
BEJ, namun terbukti tidakadanya hubungan atau pengaruh yang signifikan
antara risiko pasar dan required return kedua saham ini. Dari temuan
diketahui kinerja saham individual kedua saham tersebut lebih dipengaruhi
oleh faktor lain di luar risiko pasar. Faktor tersebut antara lain faktor
eksternal seperti kondisi makro ekonomi, kondisi politik nasional, dan lai
sebagainya. Namun demikian, dugaan atas pengaruh faktor tersebut masih
bersifat hipotek dan masih memerlukan studi lebih lanjut. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel dan periode
penelitiannya. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama meneliti risiko
pasar dan saham yang terkategori saham unggulan.
28
3) Penelitian yang dilakukan oleh Widyaputra (2006) yang berjudul Analisis
Perbandingan Kinerja Perusahaan & Abnormal Return Saham Sebelum &
Sesudah Merger dan Akuisisi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perbedaan kinerja perusahaan dan abnormal return saham perusahaan.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara serentak tidak berbeda
secara signifikan, ini dikarenakan kinerja perusahaan public di BEJ setelah
melakukan merger dan akuisis ternyata tidak mengalami perbaikan
dibandingkan sebelum melaksanakan merger dan akuisisi, namun secara
parsial menunjukkan perbedaan yang signifikan, serta diperkuat dengan
hasil pengujian terhadap abnormal return. ini disebabkan karena investor
menganggap merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan tidak
menimbulkan sinergi bagi perusahaan, bahkan menjadi pembalikan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel dan
periode
penelitian.
Sedangkan
persamaannya
yaitu
sama-sama
menggunakan teknik analisis uji beda.
4) Penelitian yang dilakukan oleh Pramesti dan Satyawati (2007) yang
berjudul Analisis Pengaruh Biaya Bunga Pinjaman Terhadap Laba Bersih
Periode Sebelum Krisis dan Selama Krisis Pada Perusahaan Real Estate
dan Property di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk
menjawab
pertanyaan
penelitian
apakah
biaya
bunga
pinjaman
berpengaruh terhadap laba bersih perusahaan pada periode sebelum krisis
dan selama krisis di perusahaan real estate dan property yang sudah
terdaftar di BEJ serta apakah ada perbedaan pengaruh biaya bunga
29
pinjaman terhadap laba bersih perusahaan real estate dan property yang
sudah terdaftar di BEJ periode sebelum dan selama krisis. Hasil
penelitiannya yaitu tidak ada perbedaan pengaruh biaya bunga pinjaman
terhadap laba bersih pada periode sebelum krisis dan selama krisis. Hal itu
disebabkan karena tidak adanya batasan data pada sampel sehingga
menyebabkan fluktuasi data yang tingi serta biaya bunga pinjaman
merupakan unsure biaya sehingga sedikit atau banyak biaya memiliki
pengaruh terhadap perolehan laba bersih. Selain itu masing-masing
perusahaan memiliki standar yang berbeda-beda. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya yaitu pada variabel yang diteliti, teknik
analisis, dan obyeknya. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama
meneliti pada periode sebelum dan saat krisis.
5) Penelitian yang dilakukan oleh Eka (2008) yang berjudul Perbedaan
Risiko Saham Antara Perusahaan yang Melakukan Perataan Laba dan
Tidak Melakukan Perataan Laba pada Perusahaan Perbankan yang
terdaftar di BEI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan risiko saham antara perusahaan perata laba dan bukan perata
laba. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada
periodenya.
Sedangkan
persamaannya
yaitu
sama-sama
meneliti
perbedaan risiko dan pada perusahaan perbankan.
6) Penelitian yang dilakukan oleh Sulasih (2008) yang berjudul Analisis
Resiko dan Tingkat Pengembalian Pada Portofolio Optimal Saham LQ45
di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
30
antara resiko dan tingkat pengembalian pada portofolio optimal saham
LQ45. Hasil penelitiannya yaitu antara return dan resiko tidak sesuai
dengan teori yang menyatakan high return high risk, kemudian hubungan
antara resiko dan tingkat pengembalian adalah bersifat negatif dan lemah,
serta berdasarkan uji F dan uji T diketahui secara umum tidak terdapat
hubungan antara resiko dan tingkat pengembalian. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada obyek dan teknik analisis
yang diteliti. Sedangkan persamaannya adalah sama-sama meneliti saham
yang tergabung dalam indeks LQ45 dan menganalisis resiko.
7) Penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2008) yang berjudul Analisis
Pengaruh Bid-Ask Spread, Market Value, dan Resiko Saham terhadap
Holding Period. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketiga
variabel tersebut terhadap holding period. Hasil penelitiannya yaitu dari
hasil analisis menggunakan analisis regresi didapatkan nilai probabilitas
resiko saham dibawah 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
resiko saham akan memperpendek holding period saham. Hal ini berkaitan
dengan perilaku preferensi resiko dasar dan teori Markowitz yang
menyatakan bahwa investor yang memghindari resiko lebih memilih
investasi yang memiliki resiko lebih rendah sehingga apabila resiko saham
meningkat, maka investor akan lebih cepat menjual saham yang telah
dibelinya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu
variabel, periode, dan teknik analisisnya. Sedangkan persamaannya yaitu
31
sama-sama meneliti tentang resiko saham dan obyeknya yaitu indeks
LQ45.
8) Penelitian yang dilakukan oleh Johan (2009) yang berjudul Pengaruh
Right Issue Terhadap Risiko dan Return Saham (Studi Pada Bursa Efek
Indonesia). Penelitian ini bertujuan untuk menguji dampak pengumuman
right issue terhadap return dan beta (risiko) antara periode sebelum dan
setelah pengumuman right issue. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan signifikan antara abnormal return pada tanggal
pengumuman dengan hari-hari sebelum maupum setelah pengumuman
right issue baik abnormal return tanpa menggunakan beta koreksi maupun
abnormal
return
dengan
menggunakan
beta
koreksi.
Hasil
ini
menunjukkan bahwa sesungguhnya pengumuman right issue tidak
memiliki kandungan informasi apapun yang dapat mempengaruhi
preferensi investor terhadap pengumuman tersebut. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya yaitu periode dan variabel yang
digunakan. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama menggunakan uji
beda terhadap risiko saham.
9) Penelitian yang dilakukan oleh Octoriani (2009) yang berjudul Pengaruh
Disiplin Pasar Terhadap Risiko Bank. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana disiplin pasar dan risiko bank yang dihadapi, serta
mengetahui apakah disiplin pasar berpengaruh secara signifikan terhadap
risiko bank pada PT. Bank Permata, Tbk periode 2005-2007. Hasil
penelitiannya yaitu berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
32
return saham yang diperoleh PT. Bank Permata, Tbk menggambarkan
kepercayaan investor terhadap bank tersebut. Dapat dilihat terdapat
hubungan yang kuat antara disiplin pasar (return saham) dan risiko bank
dan arah hubungan kedua variabel adalah positif. Semakin tinggi disiplin
pasar semakin meningkatkan risiko bank. Jika risiko bank semakin tinggi,
dapat menimbulkan reaksi dari investor berupa penarikan sahamnya,
karena investor tidak ingin mengambil risiko kerugian akan dana yang
dimilikinya, sehingga ketika harga saham turun, return turun. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel, teknik analisis,
dan periodenya. Sedangkan persamaannya adalah sama-sama meneliti
tentang risiko.
10) Penelitian yang dilakukan oleh Munawarah (2009) yang berjudul Analisis
Perbandingan Abnormal Return dan Trading Volume Activity Sebelum
dan Setelah Suspend BEI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perbedaan rata-rata abnormal return dan rata-rata Trading Volume Activity
pada saham LQ45 sebelum dan setelah suspend Bursa Efek Indonesia.
Hasil penelitiannya yaitu berdasarkan uji statistik ditemukan bahwa
terdapat rata-rata abnormal return tetapi tidak signifikan sebelum dan
setelah peristiwa suspend BEI. Hal ini mengindikasikan bahwa investor
telah mengantisipasi peristiwa tersebut yang disebabkan oleh krisis global,
sehingga dapat mengurangi kepanikan investor dan mengkondusifkan
pasar. Serta dari hasil uji beda rata-rata menunjukkan
bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap rata-rata Trading Volume
33
Activity sebelum dan setelah peristiwa suspend BEI. Hal ini disebabkan
karena pemerintah setelah melakukan suspend BEI mengeluarkan
informasi yang mengatur pembatasan terhadap harga penawaran tertinggi
atau terendah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
yaitu pada variabel, obyek, dan periode yang diteliti. Sedangkan
persamaannya yaitu sama-sama melakukan analisis perbandingan dengan
menggunakan teknik analisis uji beda.
11) Penelitian yang dilakukan oleh Fitnata (2009) yang berjudul Analisis
Kinerja Jangka Pendek Portofolio Saham Islami di Bursa Efek Indonesia
Pada Saat Krisis Keuangan Global 2007-2008. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat perbandingan kinerja portofolio saham Islami dengan
portofolio saham non Islami pada saat terjadinya krisis keuangan global
2007-2008. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
kinerja jangka pendek yang signifikan antara JII dan LQ45. Sehingga
penelitian ini mendukung penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel yang
digunakan. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama meneliti indeks
LQ45 serta periodenya saat terjadi krisis global tahun 2008.
12) Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati dan Swandari (2010) yang
berjudul Pengaruh Variabel Fundamental pada Harga Saham Bank yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Sebelum dan pada Masa Krisis
Ekonomi Global. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
variabel fundamental eksternal dan internal pada harga saham bank di
34
Bursa Efek Indonesia di masa sebelum krisis ekonomi global. Hasil
penelitiannya yaitu sebelum krisis ekonomi global menunjukkan bahwa
secara simultan semua variabel fundamental berpengaruh pada harga
saham. Sedangkan pada masa krisis global menunjukkan bahwa semua
variabel fundamental tidak berpengaruh pada harga saham pertahun saat
penutupan. Tidak berpengaruhnya semua variabel fundamental terhadap
harga saham karena adanya krisis ekonomi global yang menyebabkan
investor asing menarik seluruh asetnya dari emerging market untuk
menyehatkan dan memperbaiki likuiditas perusahaan induk di Negara asal,
sehingga cara pandang investor dalam menilai perusahaan perbankan tidak
lagi melihat pada kondisi fundamental eksternal dan internal tetapi lebih
melihat pada kondisi teknikal, berita, dan rumor yang berkembang di
masyarakat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu
variabel yang diteliti. Penelitian sebelumnya meneliti variabel seperti
CAR, NPL, ROA, BOPO, LDR dan suku bunga deposito. Sedangkan
persamaannya yaitu sama-sama meneliti harga saham bank yang terdaftar
di BEI sebelum dan pada Masa Krisis Ekonomi Global.
13) Penelitian yang dilakukan oleh Ulumuddin (2010) yang berjudul Pengaruh
Pengumuman Penurunan BI Rate Terhadap Return dan Risiko Saham
Sektor Perbankan Indonesia Juni 2009. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penurunan BI Rate terhadap perubahan return dan
risiko saham sektor perbankan. Hasil penelitiannya yaitu tidak ada
perbedaan secara signifikan return realisasi antara sebelum dengan
35
sesudah pengumuman BI Rate, namun terdapat perbedaan yang signifikan
antara tingkat risiko investasi sebelum dengan risiko investasi sesudah
pada saham perbankan terhadap pengumuman BI Rate. Hal ini terjadi
karena masih tingginya suku bunga kredit yang ditetapkan oleh perbankan,
sehingga tingkat resiko makin tinggi. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yaitu variabel yang diteliti dan studi kasus yang
digunakan. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama meneliti tentang
risiko saham dan meneliti perbedaan (uji beda).
14) Penelitian yang dilakukan oleh Mila (2010) yang berjudul Analisis
Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split) Terhadap Volume Perdagangan
Saham dan Abnormal Return Saham pada Perusahaan yang Terdaftar di
BEI Tahun 2007-2009. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh serta perbedaan antara abnormal return saham sebelum
pemecahan saham dan sesudah pemecahan saham. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan abnormal return akibat suatu
peristiwa seperti yang dihasilkan dalam penelitian ini. Perbedaan ini
dikarenakan reaksi pasar yang juga berbeda, dimana pemecahan dirasakan
bukan kejadian politik yang luar biasa sehingga investor tidak bereaksi
tinggi terhadap kejadian tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yaitu pada variabel, obyek, dan subyek. Sedangkan
persamaannya yaitu sama-sama menganalisis perbedaan suatu studi
peristiwa dan melakukan uji beda rata-rata.
36
15) Penelitian yang dilakukan oleh Suganda (2011) yang berjudul Analisis
Risiko Saham Berdasarkan Beta Akuntansi. Penelitian ini bertujuan untuk
menginvestigasi pergerakan sekuritas-sekuritas terhadap pergerakan pasar
melalui beta akuntansi. Hasil penelitiannya yaitu penulis menemukan dan
mengklasifikasikan perusahaan-perusahaan retail di Indonesia ke dalam
tiga kategori yaitu kelompok stabil, kelompok menengah-stabil dan
kelompok fluktuasi. Jenis sekuritas dalam kategori ketiga ini dianggap
memiliki pengaruh risiko sistematis yang sangat besar sehingga
pergerakan sekuritas dalam kategori ini terhadap pasar akan cenderung
sangat berfluktuasi. Hasil ini memberikan kontribusi kepada para investor
dan perusahaan retail mengenai kinerja saham yang berkaitan dengan
risiko saham. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu
pada subyeknya, penelitian sebelumnya menggunakan subyek perusahaan
ritel dan persamaannya adalah sama-sama meneliti analisis risiko serta
lokasi penelitian di Bursa Efek Indonesia.
16) Penelitian yang dilakukan oleh Achsani (2012) yang berjudul Kajian
Dampak Krisis Keuangan Subprime Terhadap Perekonomian Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian atau ringkasan atas
beberapa Paper yang telah dipublikasikan yang membahas tentang krisis
keuangan global, dampak bagi Indonesia, serta saran untuk mengantisipasi
atau menghindari dampak krisis di masa yang akan datang. Hasil
penelitiannya yaitu untuk Indonesia sendiri, krisis global bukanlah
pertama kalinya, karena pada tahun 1998 Indonesia sudah merasakan
37
krisis yang secara langsung menghantam perekonomian nasional. Hal ini
membuat dampak dari krisis subprime tahun 2008 ini tidak terlalu
berakibat banyak bagi Indonesia, dan dengan mudah dapat segera bangkit
lagi. Dua hal berpengaruh besar untuk menangkal efek negatif dari krisis
di Indonesia yaitu kebijakan BI dan Pemerintah yang tepat sasaran, serta
nilai ekspor Indonesia yang relatif kecil dibandingkan GDP. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian sebelumnya
merupaka penelitian yang bersifat deskriptif. Sedangkan persamaannya
yaitu sama-sama meneliti saat periode krisis global tahun 2008.
2.3 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Adapun kerangka pemikiran daripada penelitian ini terlihat pada Gambar 2.1
yaitu investasi terdiri dari dua macam yaitu real investment dan financial
investment. Financial investment dapat dilakukan di pasar uang dan pasar modal.
BEI merupakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan order jual dan
order beli anggota bursa atas efek yang tercatat di bursa, di mana pelaksanaan
order-order
tersebut
dilakukan
oleh
anggota
bursa
dengan
tujuan
memperdagangkan efek tersebut baik untuk kepentingan nasabahnya maupun
untuk kepentingan dirinya sendiri.
Untuk mengukur kinerja dari pergerakan sekuritas dalam bursa efek
digunakan suatu indeks. Adapun indeks yang diteliti yaitu indeks LQ45.
Berinvestasi dalam instrumen keuangan selain menjanjikan return yang tinggi,
juga dapat mengandung risiko yang besar. Risiko pasar (market risk) merupakan
salah satu contoh dari risiko sistematis. Hal ini dikarenakan risiko pasar dapat
38
berpengaruh terhadap seluruh investasi. Risiko pasar ini dipengaruhi oleh
perubahan nilai dari faktor risiko pasar. Keempat faktor risiko pasar standar yaitu
harga saham, suku bunga, kurs valuta asing, dan harga komoditas.
Dalam berinvestasi investor perlu memperhatikan faktor makro dan mikro.
Faktor makro disini contohnya krisis global. Sehingga dengan adanya krisis
global peneliti ingin mengetahui perbedaan risiko saham sebelum adanya krisis
dan saat adanya krisis. Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut, data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata. Berdasarkan
kerangka pemikiran dan penelitian sebelumnya yang relevan, maka hipotesis yang
diajukan yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara risiko sebelum dan saat
krisis global tahun 2008 pada saham perbankan yang tergabung dalam indeks
LQ45.
39
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
UJIBEDA
Keterangan :
Diteliti
Tidak diteliti
40
Download