BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Investasi Investasi dapat diartikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang (Tandelilin, 2010). Atau investasi juga dapat dikatakan sebagai suatu penanaman modal. Investasi berarti pembelian dari modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang. Investasi selain dapat menambah pendapatan seseorang, juga membawa risiko keuangan apabila investasi tersebut gagal. Menurut Hasnawati (2006), seorang investor atau analis sekuritas khususnya saham di pasar modal apabila akan melakukan investasi pada saham tidak boleh hanya ikut-ikutan , akan tetapi perlu menganalisa secara detail fundamental perusahaan. Sehingga Suherman (2007) mengatakan untuk melakukan investasi, seorang investor harus dapat memperkirakan return dan risiko yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, investasi perlu dikelola dengan baik dan dibutuhkan analisa yang akurat agar tidak salah dalam mengambil keputusan. Keputusan investasi adalah keputusan untuk menempatkan dana yang dimilikinya dalam suatu aset dengan tujuan memperoleh return yang sama atau lebih besar. Penting sekali memahami proses investasi agar dana yang diinvestasikan dalam suatu aset atau instrumen investasi dapat kembali dengan tingkat pengembalian tertentu yaitu sesuai dengan yang diharapkan investor. 11 Investasi secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1) real investment yaitu investasi pada aset-aset yang tampak seperti emas, perak, berlian, benda seni, real estate dan lain sebagainya. 2) financial investment yaitu investasi secara umum melihat pada financial asset dan marketable securities. Yang dimaksud dengan financial asset disini adalah lembaran kertas yang menunjukkan klaim (kepemilikan) serangkaian aset yang dimiliki oleh pemerintah atau perusahaan swasta. Marketable securities adalah financial asset yang dapat dengan mudah dan murah diperdagangkan. Financial investment biasanya dilakukan di pasar modal. 2.1.2 Pasar modal Pasar Modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik obligasi, saham, reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Peran pasar modal dalam perkembangan ekonomi saat ini semakin penting terutama terkait dengan arus permodalan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dana investasi didapat dengan melalui aktivitas perdagangan efek sebagai instrumen investasi seperti saham (stocks), obligasi (bonds), derivatif (right issue, warrant, option dan lain-lain). Dan menurut UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, mendefinisikan pasar modal adalah surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyerta investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Pasar modal menjalankan dua fungsi yaitu : 12 1) sebagai sarana pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana yang digunakan dalam pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain. 2) pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana dan lain-lain. Dengan demikian masyarakat dengan bebas dapat memilih untuk menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik, keuntungan dan risiko masing-masing instrumen. 2.1.3 Bursa efek Pada Undang-Undang No.8 tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek antara mereka. Kemajuan suatu pasar modal dilihat juga dari kualitas dan efisiensi daripada bursa efeknya. Sebelum tahun 2007, ada dua bursa efek di Indonesia yang memperoleh izin usaha perdagangan sekuritas dari Bapepam, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) atau Jakarta Stock Exchange (JSX), dan Bursa Efek Surabaya (BES) atau Surabaya Stock Exchange (SSX). Namun pada tanggal 30 November 2007, BEJ dan BES digabung oleh Bapepam dan diganti namanya menjadi Bursa Efek Indonesia yang sampai saat ini dikenal dengan singkatan BEI. Melalui penggabungan ini dan implementasi dari program-program yang terarah, maka diharapkan terdapat pengembangan pasar yang lebih terfokus dan terpadu, efisiensi dalam pengembangan dan pemasaran produk, penghematan 13 biaya pengembangan teknologi informasi, serta perbaikan infrastruktur perdagangan. (Tandelilin, 2010). 2.1.4 Indeks LQ45 Informasi mengenai kinerja pasar saham seringkali diringkas dalam suatu indeks yang disebut indeks pasar saham (stock market indexes). Indeks pasar modal merupakan indikator yang mencerminkan kinerja saham-saham di pasar. Karena merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga-harga saham, maka indeks pasar saham juga disebut indeks harga saham. (stock price index). Sampai saat ini, BEI mempunyai beberapa indeks, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), indeks liquid 45 (LQ45), Jakarta Islamic Index (JII), Indeks Papan Utama dan Indeks Papan Pengembang, serta Indeks Kompas 100. Jogiyanto (2010) menyatakan pasar modal di Indonesia masih tergolong pasar modal yang transaksinya tipis (thin market), yaitu pasar modal yang sebagian besar sekuritasnya kurang aktif diperdagangkan. IHSG yang mencakup semua saham yang tercatat (yang sebagian besar kurang aktif diperdagangkan) dianggap kurang tepat sebagai indikator kegiatan pasar modal. Oleh karena itu pada tanggal 24 Februari 1997 dikenalkan alternatif indeks yang lain, yaitu indeks liquid 45 atau yang sering disebut LQ45. Indeks LQ45 terdiri dari 45 saham di BEI dengan likuiditas yang tinggi dan kapitalisasi pasar yang besar serta lolos seleksi menurut beberapa kriteria pemilihan. Pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pemilihan saham yang masuk di LQ45 sebagai berikut : 14 1) Selama 12 bulan terakhir, rata-rata transaksi sahamnya masuk dalam urutan 60 terbesar di pasar reguler. 2) Selama 12 bulan terakhir, rata-rata nilai kapitalisasi pasarnya masuk dalam urutan 60 terbesar di pasar reguler. 3) Telah tercatat di BEI paling tidak selama 3 bulan. Bursa efek secara rutin memantau perkembangan kinerja masing-masing ke45 saham yang masuk dalam penghitungan Indeks LQ45. Penggantian saham dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari dan Agustus. Apabila terdapat saham yang tidak memenuhi kriteria seleksi, maka saham tersebut dikeluarkan dari perhitungan indeks dan diganti dengan saham lain yang memenuhi kriteria. 2.1.5 Return saham Dalam suatu kegiatan investasi, investor akan mendapatkan suatu imbalan yang dinamakan return. Menurut Jogiyanto (2010) return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasian yang sudah terjadi atau return ekspektasian yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspetasi. Apabila diuraikan, return dapat dikategorikan dalam 2 (dua) unsur, yaitu: 1) yield, merupakan pendapatan imbalan (income return) yang berasal dari instrumen keuangan, contohnya bunga yang berasal dari obligasi dan dividen yang berasal dari saham. Nilai yield bisa nol atau positif. 15 2) capital gain, adalah selisih antara penjualan dan pembelian surat berharga. Kemungkinan nilai capital gain adalah nol, negatif, maupun positif. Total return adalah akumulasi dari actual gain/loss dan yield. Total Return juga biasanya dianggap sebagai tingkat pengembalian (rate of return), yang mana merupakan perbandingan antara akumulasi penerimaan arus kas dengan harga beli aset dari awal. Umumnya perbandingan ini dinyatakan dalam bentuk desimal ataupun persentase. Cara menghitungnya dapat menggunakan metode aritmatik maupun geometrik. Jika menggunakan metode geometrik, datanya dapat dipastikan merupakan data dalam persentase dan bila dalam bentuk aritmatika biasanya dalam bentuk bilangan bulat. Perhitungan rate of return menggunakan rumus sebagaimana dinyatakan di bawah ini: …………………(1) Pada umunya, yield bernilai nol, jika tidak ada data tentang yield (contohnya deviden), yang mana hal ini dikarenakan kumpulan portofolio bisa berubah sepanjang waktu yang mengakibatkan penetapan suatu aset didasarkan pada harga dari aset tersebut. Rata-rata pengembalian aritmatik (arithmetic rate of return) dengan asumsi nilai yield adalah nol maka dapat dirumuskan sebagai berikut di bawah ini: …..…………..…(2) Rt = ln Rata-rata pengambilan geometrik (geometric rate of return) perumusan matematisnya adalah sebagai berikut di bawah ini: 16 …………………(3) Keterangan : : Rate of return : Harga saham saat ini : Harga saham periode lalu : Dividen 2.1.6 Risiko investasi Investor bebas memanfaatkan peluang untuk berinvestasi pada perusahaan atau sektor bisnis yang dinilai memiliki fundamental keuangan yang baik dan konsisten serta memiliki prospek yang baik di kemudian hari. Sedangkan perusahaan mempunyai kesempatan mengembangkan dan memperluas bisnisnya serta menangkap setiap peluang bisnis yang ada. Berinvestasi di pasar modal Indonesia termasuk investasi berisiko tinggi, namun di sisi lain menawarkan pengembalian (return) yang sangat besar. Menurut Sunaryo (2007), risiko adalah kerugian karena kejadian yang tidak diharapkan muncul. Sedangkan definisi risiko menurut Schonborn (2010), risiko dapat digambarkan sebagai keadaan dari ketidakpastian hasil, dimana dapat menghadirkan nilai aset, hak kekayaan, atau keuntungan. Bukan hal yang tidak mungkin, posisi finansial yang awalnya tidak berisiko, pada periode berikutnya dapat memunculkan risiko yang besar. Pengukuran risiko merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan dengan investasi dana yang cukup besar. 17 Pada dasarnya terdapat dua tipe risiko yang harus diperhatikan oleh investor dalam kaitannya dengan investasi pada sekuritas saham. Kedua tipe tersebut adalah systematic risk dan unsystematic risk (Makaryanawati, 2009). Risiko sistematis (systematic risk) yaitu risiko yang berpengaruh terhadap semua investasi. Contoh risiko ini adalah risiko pasar, tingkat bunga, daya beli, politik, psikologis serta risiko kegagalan karena kondisi ekonomi yang semakin memburuk. Sedangkan risiko tidak sistematis (unsystematic risk) adalah risiko yang melekat pada investasi tertentu karena kondisi yang unik dari suatu perusahaan atau industri tertentu. Risiko ini disebabkan antara lain oleh kesalahan manajemen, masalah keuangan yang kemudian akan berpengaruh pada fluktuasi harga surat berharga di pasar modal. Penyediaan cadangan dana adalah salah satu bentuk manajemen risiko yang disebut asuransi diri (self insurance). Proses manajemen risiko terdiri dari tiga tahap yaitu identifikasi risiko, mengukur risiko, dan manajemen risiko (menyediakan cadangan). 2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko Menurut Samsul (2006) secara fundamental harga suatu jenis saham dipengaruhi oleh kinerja perusahaan dan kemungkinan risiko yang dihadapi perusahaan. Kinerja perusahaan tercermin dari laba operasional dan laba bersih per saham serta beberapa rasio keuangan yang menggambarkan kekuatan manajemen dalam mengelola perusahaan. Risiko perusahaan tercermin dari daya tahan perusahaan dalam menghadapi siklus ekonomi serta faktor makro ekonomi 18 dan makro nonekonomi. Dengan kata lain, kinerja perusahaan dan risiko yang dihadapi dipengaruhi oleh faktor makro dan mikro ekonomi. Adapun faktor makro ekonomi yaitu faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor makro ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi antara lain : tingkat inflasi, kebijakan khusus pemerintah, kurs valuta asing, kondisi perekonomian internasional seperti krisis global, dan masih banyak lagi faktor makro ekonomi lainnya. Sedangkan faktor mikro ekonomi yaitu faktor yang berada di dalam perusahaan itu sendiri. Faktor mikroekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap harga saham suatu perusahaan berada dalam perusahaan itu sendiri, yaitu variabel-variabel seperti : laba bersih per saham, nilai buku per saham, rasio ekuitas, dan lain sebagainya. (Samsul, 2006). 2.1.8 Pengukuran risiko dengan model value at risk Morgan (1994) mempopulerkan konsep Value at Risk (VaR) sebagai alat ukur risiko. Regulator sektor finansial telah mengadopsi VaR sebagai alat ukur risiko. Menurut Sunaryo (2007), Value at Risk (VaR) adalah kerugian yang dapat ditoleransi dengan tingkat kepercayaan (keamanan) tertentu. Dalam bukunya Jorion (2010), mendefinisikan VaR yaitu VaR adalah suatu ukuran statistik yang membahas mengenai total mengambil resiko pada portofolio optimal, kerugian terburuk pada suatu kepercayaan tertentu dan pada waktu tertentu. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat dilihat adanya variabel yang penting, yaitu besar kerugian, periode waktu, dan besar tingkat kepercayaan. 19 Menurut Sollis (2009) bahwa kebenarannya yaitu VaR dapat menghitung asumsi keuntungan daripada portofolio dengan distribusi normal. Tetapi, VaR juga dapat menghitung asumsi keuntungan daripada portofolio dengan distribusi tidak normal. Ada tiga metode utama untuk mengitung VaR, yaitu metode parametrik (disebut juga metode varian-kovarian), metode Simulasi Monte Carlo, dan Simulasi Historis. Ketiga metode mempunyai karakteristik masing-masing. Metode varian–kovarian mengasumsikan bahwa return berdistribusi normal dan return portofolio bersifat linier terhadap return aset tunggalnya. Kedua faktor ini menyebabkan estimasi yang lebih rendah terhadap potensi volatilitas aset atau portofolio di masa depan. VaR dengan metode Simulasi Monte Carlo mengasumsikan bahwa return portofolio bersifat linier terhadap return aset tunggalnya. VaR dengan Simulasi Historis adalah metode yang mengesampingkan asumsi return yang berdistribusi normal maupun sifat linier antara return portofolio terhadap return aset tunggalnya. Pada penelitian ini, menggunakan model Simulasi Historis dalam menghitung nilai VaR. Keuntungan utama dari simulasi historis dibandingkan dengan dua metoda lainnya bahwa tidak diperlukan adanya asumsi tentang perubahan faktor risiko dari distribusi tertentu. Oleh karena itu, metodologi ini konsisten dengan perubahan faktor risiko dari distribusi apapun. Keuntungan penting lainnya adalah bahwa simulasi historis tidak melibatkan estimasi dari setiap parameter statistik, seperti varian atau kovarian dan akibatnya terbebaskan dari kesalahan estimasi. 20 Ini juga merupakan metodologi yang mudah untuk dijelaskan kepada audiens non-teknis seperti dewan direksi perusahaan. Soegijono (2005) menyimpulkan dalam penelitiannya yaitu hasil perhitungan VaR dengan metode Historical Simulation dengan Variance-Covariance mempunyai nilai yang berdekatan. 2.1.9 Metode simulasi historis Metode Simulasi Historis menggunakan data return historis dari suatu aset yang kemudian disimulasikan untuk memperoleh VaR. “Historical simulation has some undeniable advantages due to its simplicity. It does not make any assumptions about the statistical distributions nor does it require estimation of volatilities and correlations. Basically everything that is needed is the time series of portfolio returns.”(Jorion, 2007). Metode ini adalah yang paling sederhana dan transparan dalam proses perhitungannya. Keuntungan penggunaan dari metode ini adalah sangat mudah dalam implementasinya dan tidak mensyaratkan datanya berdistribusi normal. Akan tetapi ini mensyaratkan banyak data pasar dan banyak melakukan perhitungan. Untuk menghitung VaR dengan metode ini perlu ditetapkan terlebih dahulu periode waktu (time horizon). Dengan menggunakan periode waktu ini 1 sampai 3 tahun. Di dalam proses perhitungan VaR, yang menjadi obyek perhitungan adalah distribusi simulasi dari return harian. Rumus untuk menghitung VaR adalah sebagai berikut: VaR = Vo * σ * α * 21 ……………..…..(4) Dimana: Vo σ α t = Faktor Pasar = Volatilitas saham = Tingkat Kepercayaan = Waktu Komariah (2005) memberi kesimpulan yaitu potensi kerugian yang diukur dengan model Variance Covariance lebih besar dibandingkan dengan potensi kerugian maksimal yang diukur dengan model Historical Simulation, dimana kedua model tersebut dinyatakan valid setelah dilakukan pengujian backtesting. Piroozfar (2007) menyatakan bahwa Value at Risk (VaR) sebagai cabang dari manajemen risiko telah menjadi pusat perhatian dari manajer keuangan selama beberapa tahun terakhir, terutama setelah krisis keuangan di 90-an. Dan sekarang setelah kegagalan pasar pada 2008, permintaan untuk pengukuran risiko yang tepat semakin tinggi. Manajer risiko mencoba mengulas metode sebelumnya, karena mereka pikir salah satu penyebab paling penting dari krisis terakhir adalah kesalahan manejemen risiko. Metode VaR utama didasarkan pada pendekatan parametrik dan beberapa asumsi yang dikenakan, yang dalam kasus ternyata tidak berhasil. Salah satu asumsi yang paling penting yaitu distribusi normal dari fungsi kepadatan return harian. Bukti empiris menunjukkan prediksi kerugian atau keuntungan dengan distribusi ini adalah underestimate. Jadi metode non-parametrik, berdasarkan return historis, disebut Simulasi Historis telah diperkenalkan sebagai alternatif pengganti. Tetapi beberapa kelemahan dari metode ini (terutama ketidakmampuannya memodelkan volatilitas terbaru dari pasar) membuat tidak 22 efisien. Oleh karena itu diperkenalkan sejumlah perbaikan yang efektif dari metode ini, dengan mencampur beberapa teknik parametrik yaitu model time series GARCH (model ini mampu mengungkapkan cluster volatilitas), yang mengarah ke metode baru yang disebut Filtered Historical Simulation (FHS). 2.1.10 Tingkat kepercayaan (confidence level) Perhitungan VaR harus dilengkapi oleh dua parameter, yaitu horizon dan selang kepercayaan. Confidence level biasanya disajikan dalam bentuk persentase. Menentukan tingkat kepercayaan dalam perhitungan VaR tergantung pada penggunaan VaR. Tingkat kepercayaan yaitu probabilitas dimana nilai VaR tidak akan melebihi kerugian maksimum. Penentuan tingkat kepercayaan sangat berperan penting karena dapat menggambarkan seberapa besar perusahaan mampu mengambil suatu risiko dan harga kerugian yang melebihi VaR. Semakin besar tingkat kepercayaan yang diambil, semakin besar pula risiko dan alokasi modal untuk menutupi kerugian yang diambil. 2.1.11 Event study (identifikasi peristiwa) Menurut Jogiyanto (2010) event study merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa (event) yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Jika pengumuman mengandung informasi (information content), maka pasar diharapkan akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Dari pengertian tersebut sebenarnya event study dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal (dengan pendekatan pergerakan harga saham) terhadap suatu peristiwa tertentu. Peristiwa 23 yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peristiwa krisis global yang terjadi tahun 2008. Dalam event study dikenal istilah event window (jendela peristiwa)/event date (tanggal peristiwa) dan estimation period (periode estimasi). Periode peristiwa disebut juga dengan periode pengamatan atau jendela peristiwa (event window) mempunyai panjang yang bervariasi, lama dari jendela yang umumnya digunakan berkisar 3 hari sampai dengan 121 hari untuk data harian dan 3 bulan sampai dengan 121 bulan untuk data bulanan (Jogiyanto, 2010). 2.1.12 Krisis ekonomi Tambunan (2012) menyatakan definisi krisis ekonomi yaitu suatu situasi di mana ekonomi dari sebuah negara mengalami penurunan secara mendadak yang disebabkan oleh suatu krisis keuangan. Krisis keuangan itu sendiri terjadi pada saat dalam ekonomi/negara, jumlah permintaan uang melebihi jumlah penawaran uang. Dalam kenyataannya, berbagai jenis krisis ekonomi sangat ditentukan oleh sumbernya. Suatu krisis ekonomi di suatu negara/wilayah bisa berasal dari dalam, atau bersumber dari luar negara/wilayah tersebut. Yang bersumber dari dalam misalnya, penurunan volume produksi dari suatu komoditas secara mendadak. Sedangkan krisis ekonomi di sebuah negara yang bersumber dari luar, seperti krisis ekonomi global yang terjadi tahun 2008. Adapun tipe-tipe krisis ekonomi yang mana dunia atau banyak negara pernah mengalaminya termasuk Indonesia menurut Tambunan (2012) yaitu 24 1) krisis produksi dimana krisis tersebut berbentuk penurunan volume produksi domestik secara mendadak dan dalam jumlah besar. Dalam tipe krisis ini, dampak terhadap ekonomi adalah perubahan pada tiga variabel makro, yakni harga (inflasi), jumlah kesempatan kerja (atau tingkat pengangguran) dan tingkat pendapatan (total atau per kapita). 2) krisis perbankan (juga sering disebut krisis keuangan) merupakan salah satu jenis krisis ekonomi yang paling sering terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia. Dampak langsung yang dirasakan adalah pada kesempatan kerja dan pendapatan di subsektor keuangan. Seperti yang terjadi pada Februari 1997, sejumlah bank komersil harus dihentikan sehingga dampak dari keputusan tersebut adalah semua pegawai di bank kehilangan pekerjaan dan pendapatan dari para pemilik bank juga berkurang. 3) krisis nilai tukar. Suatu perubahan nilai tukar dari sebuah mata uang terhadap mata uang lainnya dianggap krisis apabila kurs dari mata uang tersebut mengalami penurunan atau depresiasi sangat besar yang terjadi secara mendadak atau prosesnya berlangsung terus meningkat. Dampak langsung dari perubahan kurs adalah pada volume ekspor dan impor. 4) krisis perdagangan. Dalam hal krisis ekonomi yang berasal dari sumbersumber eksternal, ada dua jalur utama, yakni perdagangan dan investasi/arus modal. Dan di jalur perdagangan itu sendiri ada dua subjalur, yaitu ekspor dan impor. Dalam kasus ini dampak paling penting adalah perubahan dalam volume ekspor, volume output, tingkat pendapatan, dan jumlah kesempatan kerja. 25 5) krisis modal. Pengurangan modal dalam negeri dalam jumlah besar atau penghentian bantuan atau pinjaman luar negeri akan menjadi sebuah krisis ekonomi bagi banyak negara miskin di dunia seperti di Afrika dan Asia Tengah. Dampak utamanya adalah perubahan-perubahan dalam jumlah investasi, khususnya investasi jangka panjang (volume atau jumlah proyek), volume produksi, dan jumlah tenaga kerja yang memiliki pekerjaan. Jogiyanto (2010) menyatakan periode kesebelas dari pasar modal Indonesia dimulai bulan Januari 2008. Pada akhir bulan Januari 2008, pasar modal dikejutkan dengan pengungkapan kerugian Citybank sekitar 30% akibat dari kasus Subprime Mortgage di Amerika Serikat. Isu Subprime Mortgage yang sempat muncul bulan Agustus tahun 2007 sebelumnya yang diperkirakan hanya mempunyai dampak jangka pendek dan tidak berkepanjangan, ternyata merupakan suatu bom waktu yang menunggu untuk meledak dan penyulutnya adalah pengungkapan kerugian dari beberapa bank dan lembaga keuangan lainnya. Akibat pengungkapan kerugian ini pasar modal Indonesia sempat terkoreksi turun dengan IHSG menjadi 2.294,524 pada tanggal 23 januari 2008. Pasar modal Indonesia sempat merasa optimis dengan naiknya IHSG menjadi 2.773,434 pada akhir bulan Februari, yaitu pada tanggal 26 Februari 2008. Kasus Subprime Mortgage ternyata memang berbuntut panjang. Beberapa lembaga keuangan tidak hanya mengumumkan kerugiannya tetapi juga mengumumkan kebangkrutannya termasuk perusahaan keuangan terbesar dunia Lehmans Brothers. Akibatnya seluruh pasar modal dunia mengalami penurunan indeksnya. Nilai IHSG turun menjadi 2.167,646 pada tanggal 10 April 2008. Indeks IHSG 26 sempat naik pada tanggal 23 Mei 2008 mencapai 2.516,263. Akan tetapi kenaikan ini hanya sesaat saja dan dampak krisis global dunia tampaknya mulai melanda. Nilai indeks seluruh dunia mulai turun dan turun. Nilai IHSG turun sampai terendah pada tingkat 1.089,34 pada tanggal 28 Oktober 2008. Dapat dibayangkan betapa hebat krisis global ini sampai mengkikis habis nilai indeks dari nilai tertinggi 2.838,476 pada bulan Januari menjadi 1.089,34 dengan penurunan indeks sebanyak 1.749,136 poin atau penurunan 61,62%. Memasuki tahun 2009, titik cerah tampaknya mulai muncul di pasar modal Indonesia. Pada tanggal 3 April 2009, nilai IHSG menembus titik psikologi 1.500, yaitu sebesar 1.511,335. Pelaku pasar yakin bahwa nilai 1.500 merupakan nilai psikologis untuk IHSG. Jika IHSG mampu menembus nilai ini, pelaku pasar optimis IHSG akan pulih kembali. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki kaitannya dengan penelitian ini. 1) Penelitian yang dilakukan oleh Tan Kwang En (2002) yang berjudul Pengaruh Koefisien Respon Laba Akuntansi Terhadap Harga Saham Dalam Masa krisis Ekonomi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam masa krisis ekonomi yang melanda Indonesia akan berpengaruh terhadap kemampuan kualitas laba dalam menjelaskan harga saham. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memang periode 1997-1998, di mana krisis ekonomi melanda, kualitas laba, dalam hal ini koefisien respon laba akuntansi tidak memiliki pengaruh ataupun tidak mampu 27 menjelaskan harga saham dengan baik, seperti pada saat kondisi perekonomian normal. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada obyek, subyek, dan teknik analisisnya. Sedangkan persamaannya adalah sama-sama menggunakan periode saat masa krisis ekonomi. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Agus dan Akromul (2005) yang berjudul Pengaruh Risiko Pasar terhadap Required Return Saham Telkom dan Saham Astra Intenasional di Bursa Efek Jakarta, 2000-2004. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara risiko pasar dan kinerja saham Telkom serta Saham Astra Internasional. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kendatipun kedua saham yang diteliti terkategori sebagai saham unggulan (blue-chips) yang sangat aktif diperdagangkan di BEJ, namun terbukti tidakadanya hubungan atau pengaruh yang signifikan antara risiko pasar dan required return kedua saham ini. Dari temuan diketahui kinerja saham individual kedua saham tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor lain di luar risiko pasar. Faktor tersebut antara lain faktor eksternal seperti kondisi makro ekonomi, kondisi politik nasional, dan lai sebagainya. Namun demikian, dugaan atas pengaruh faktor tersebut masih bersifat hipotek dan masih memerlukan studi lebih lanjut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel dan periode penelitiannya. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama meneliti risiko pasar dan saham yang terkategori saham unggulan. 28 3) Penelitian yang dilakukan oleh Widyaputra (2006) yang berjudul Analisis Perbandingan Kinerja Perusahaan & Abnormal Return Saham Sebelum & Sesudah Merger dan Akuisisi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kinerja perusahaan dan abnormal return saham perusahaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara serentak tidak berbeda secara signifikan, ini dikarenakan kinerja perusahaan public di BEJ setelah melakukan merger dan akuisis ternyata tidak mengalami perbaikan dibandingkan sebelum melaksanakan merger dan akuisisi, namun secara parsial menunjukkan perbedaan yang signifikan, serta diperkuat dengan hasil pengujian terhadap abnormal return. ini disebabkan karena investor menganggap merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan tidak menimbulkan sinergi bagi perusahaan, bahkan menjadi pembalikan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel dan periode penelitian. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama menggunakan teknik analisis uji beda. 4) Penelitian yang dilakukan oleh Pramesti dan Satyawati (2007) yang berjudul Analisis Pengaruh Biaya Bunga Pinjaman Terhadap Laba Bersih Periode Sebelum Krisis dan Selama Krisis Pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian apakah biaya bunga pinjaman berpengaruh terhadap laba bersih perusahaan pada periode sebelum krisis dan selama krisis di perusahaan real estate dan property yang sudah terdaftar di BEJ serta apakah ada perbedaan pengaruh biaya bunga 29 pinjaman terhadap laba bersih perusahaan real estate dan property yang sudah terdaftar di BEJ periode sebelum dan selama krisis. Hasil penelitiannya yaitu tidak ada perbedaan pengaruh biaya bunga pinjaman terhadap laba bersih pada periode sebelum krisis dan selama krisis. Hal itu disebabkan karena tidak adanya batasan data pada sampel sehingga menyebabkan fluktuasi data yang tingi serta biaya bunga pinjaman merupakan unsure biaya sehingga sedikit atau banyak biaya memiliki pengaruh terhadap perolehan laba bersih. Selain itu masing-masing perusahaan memiliki standar yang berbeda-beda. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada variabel yang diteliti, teknik analisis, dan obyeknya. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama meneliti pada periode sebelum dan saat krisis. 5) Penelitian yang dilakukan oleh Eka (2008) yang berjudul Perbedaan Risiko Saham Antara Perusahaan yang Melakukan Perataan Laba dan Tidak Melakukan Perataan Laba pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan risiko saham antara perusahaan perata laba dan bukan perata laba. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada periodenya. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama meneliti perbedaan risiko dan pada perusahaan perbankan. 6) Penelitian yang dilakukan oleh Sulasih (2008) yang berjudul Analisis Resiko dan Tingkat Pengembalian Pada Portofolio Optimal Saham LQ45 di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan 30 antara resiko dan tingkat pengembalian pada portofolio optimal saham LQ45. Hasil penelitiannya yaitu antara return dan resiko tidak sesuai dengan teori yang menyatakan high return high risk, kemudian hubungan antara resiko dan tingkat pengembalian adalah bersifat negatif dan lemah, serta berdasarkan uji F dan uji T diketahui secara umum tidak terdapat hubungan antara resiko dan tingkat pengembalian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada obyek dan teknik analisis yang diteliti. Sedangkan persamaannya adalah sama-sama meneliti saham yang tergabung dalam indeks LQ45 dan menganalisis resiko. 7) Penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2008) yang berjudul Analisis Pengaruh Bid-Ask Spread, Market Value, dan Resiko Saham terhadap Holding Period. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketiga variabel tersebut terhadap holding period. Hasil penelitiannya yaitu dari hasil analisis menggunakan analisis regresi didapatkan nilai probabilitas resiko saham dibawah 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi resiko saham akan memperpendek holding period saham. Hal ini berkaitan dengan perilaku preferensi resiko dasar dan teori Markowitz yang menyatakan bahwa investor yang memghindari resiko lebih memilih investasi yang memiliki resiko lebih rendah sehingga apabila resiko saham meningkat, maka investor akan lebih cepat menjual saham yang telah dibelinya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel, periode, dan teknik analisisnya. Sedangkan persamaannya yaitu 31 sama-sama meneliti tentang resiko saham dan obyeknya yaitu indeks LQ45. 8) Penelitian yang dilakukan oleh Johan (2009) yang berjudul Pengaruh Right Issue Terhadap Risiko dan Return Saham (Studi Pada Bursa Efek Indonesia). Penelitian ini bertujuan untuk menguji dampak pengumuman right issue terhadap return dan beta (risiko) antara periode sebelum dan setelah pengumuman right issue. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara abnormal return pada tanggal pengumuman dengan hari-hari sebelum maupum setelah pengumuman right issue baik abnormal return tanpa menggunakan beta koreksi maupun abnormal return dengan menggunakan beta koreksi. Hasil ini menunjukkan bahwa sesungguhnya pengumuman right issue tidak memiliki kandungan informasi apapun yang dapat mempengaruhi preferensi investor terhadap pengumuman tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu periode dan variabel yang digunakan. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama menggunakan uji beda terhadap risiko saham. 9) Penelitian yang dilakukan oleh Octoriani (2009) yang berjudul Pengaruh Disiplin Pasar Terhadap Risiko Bank. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana disiplin pasar dan risiko bank yang dihadapi, serta mengetahui apakah disiplin pasar berpengaruh secara signifikan terhadap risiko bank pada PT. Bank Permata, Tbk periode 2005-2007. Hasil penelitiannya yaitu berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 32 return saham yang diperoleh PT. Bank Permata, Tbk menggambarkan kepercayaan investor terhadap bank tersebut. Dapat dilihat terdapat hubungan yang kuat antara disiplin pasar (return saham) dan risiko bank dan arah hubungan kedua variabel adalah positif. Semakin tinggi disiplin pasar semakin meningkatkan risiko bank. Jika risiko bank semakin tinggi, dapat menimbulkan reaksi dari investor berupa penarikan sahamnya, karena investor tidak ingin mengambil risiko kerugian akan dana yang dimilikinya, sehingga ketika harga saham turun, return turun. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel, teknik analisis, dan periodenya. Sedangkan persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang risiko. 10) Penelitian yang dilakukan oleh Munawarah (2009) yang berjudul Analisis Perbandingan Abnormal Return dan Trading Volume Activity Sebelum dan Setelah Suspend BEI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan rata-rata abnormal return dan rata-rata Trading Volume Activity pada saham LQ45 sebelum dan setelah suspend Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitiannya yaitu berdasarkan uji statistik ditemukan bahwa terdapat rata-rata abnormal return tetapi tidak signifikan sebelum dan setelah peristiwa suspend BEI. Hal ini mengindikasikan bahwa investor telah mengantisipasi peristiwa tersebut yang disebabkan oleh krisis global, sehingga dapat mengurangi kepanikan investor dan mengkondusifkan pasar. Serta dari hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap rata-rata Trading Volume 33 Activity sebelum dan setelah peristiwa suspend BEI. Hal ini disebabkan karena pemerintah setelah melakukan suspend BEI mengeluarkan informasi yang mengatur pembatasan terhadap harga penawaran tertinggi atau terendah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada variabel, obyek, dan periode yang diteliti. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama melakukan analisis perbandingan dengan menggunakan teknik analisis uji beda. 11) Penelitian yang dilakukan oleh Fitnata (2009) yang berjudul Analisis Kinerja Jangka Pendek Portofolio Saham Islami di Bursa Efek Indonesia Pada Saat Krisis Keuangan Global 2007-2008. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan kinerja portofolio saham Islami dengan portofolio saham non Islami pada saat terjadinya krisis keuangan global 2007-2008. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kinerja jangka pendek yang signifikan antara JII dan LQ45. Sehingga penelitian ini mendukung penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel yang digunakan. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama meneliti indeks LQ45 serta periodenya saat terjadi krisis global tahun 2008. 12) Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati dan Swandari (2010) yang berjudul Pengaruh Variabel Fundamental pada Harga Saham Bank yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Sebelum dan pada Masa Krisis Ekonomi Global. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel fundamental eksternal dan internal pada harga saham bank di 34 Bursa Efek Indonesia di masa sebelum krisis ekonomi global. Hasil penelitiannya yaitu sebelum krisis ekonomi global menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel fundamental berpengaruh pada harga saham. Sedangkan pada masa krisis global menunjukkan bahwa semua variabel fundamental tidak berpengaruh pada harga saham pertahun saat penutupan. Tidak berpengaruhnya semua variabel fundamental terhadap harga saham karena adanya krisis ekonomi global yang menyebabkan investor asing menarik seluruh asetnya dari emerging market untuk menyehatkan dan memperbaiki likuiditas perusahaan induk di Negara asal, sehingga cara pandang investor dalam menilai perusahaan perbankan tidak lagi melihat pada kondisi fundamental eksternal dan internal tetapi lebih melihat pada kondisi teknikal, berita, dan rumor yang berkembang di masyarakat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel yang diteliti. Penelitian sebelumnya meneliti variabel seperti CAR, NPL, ROA, BOPO, LDR dan suku bunga deposito. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama meneliti harga saham bank yang terdaftar di BEI sebelum dan pada Masa Krisis Ekonomi Global. 13) Penelitian yang dilakukan oleh Ulumuddin (2010) yang berjudul Pengaruh Pengumuman Penurunan BI Rate Terhadap Return dan Risiko Saham Sektor Perbankan Indonesia Juni 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penurunan BI Rate terhadap perubahan return dan risiko saham sektor perbankan. Hasil penelitiannya yaitu tidak ada perbedaan secara signifikan return realisasi antara sebelum dengan 35 sesudah pengumuman BI Rate, namun terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat risiko investasi sebelum dengan risiko investasi sesudah pada saham perbankan terhadap pengumuman BI Rate. Hal ini terjadi karena masih tingginya suku bunga kredit yang ditetapkan oleh perbankan, sehingga tingkat resiko makin tinggi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel yang diteliti dan studi kasus yang digunakan. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama meneliti tentang risiko saham dan meneliti perbedaan (uji beda). 14) Penelitian yang dilakukan oleh Mila (2010) yang berjudul Analisis Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split) Terhadap Volume Perdagangan Saham dan Abnormal Return Saham pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh serta perbedaan antara abnormal return saham sebelum pemecahan saham dan sesudah pemecahan saham. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan abnormal return akibat suatu peristiwa seperti yang dihasilkan dalam penelitian ini. Perbedaan ini dikarenakan reaksi pasar yang juga berbeda, dimana pemecahan dirasakan bukan kejadian politik yang luar biasa sehingga investor tidak bereaksi tinggi terhadap kejadian tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada variabel, obyek, dan subyek. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama menganalisis perbedaan suatu studi peristiwa dan melakukan uji beda rata-rata. 36 15) Penelitian yang dilakukan oleh Suganda (2011) yang berjudul Analisis Risiko Saham Berdasarkan Beta Akuntansi. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pergerakan sekuritas-sekuritas terhadap pergerakan pasar melalui beta akuntansi. Hasil penelitiannya yaitu penulis menemukan dan mengklasifikasikan perusahaan-perusahaan retail di Indonesia ke dalam tiga kategori yaitu kelompok stabil, kelompok menengah-stabil dan kelompok fluktuasi. Jenis sekuritas dalam kategori ketiga ini dianggap memiliki pengaruh risiko sistematis yang sangat besar sehingga pergerakan sekuritas dalam kategori ini terhadap pasar akan cenderung sangat berfluktuasi. Hasil ini memberikan kontribusi kepada para investor dan perusahaan retail mengenai kinerja saham yang berkaitan dengan risiko saham. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada subyeknya, penelitian sebelumnya menggunakan subyek perusahaan ritel dan persamaannya adalah sama-sama meneliti analisis risiko serta lokasi penelitian di Bursa Efek Indonesia. 16) Penelitian yang dilakukan oleh Achsani (2012) yang berjudul Kajian Dampak Krisis Keuangan Subprime Terhadap Perekonomian Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian atau ringkasan atas beberapa Paper yang telah dipublikasikan yang membahas tentang krisis keuangan global, dampak bagi Indonesia, serta saran untuk mengantisipasi atau menghindari dampak krisis di masa yang akan datang. Hasil penelitiannya yaitu untuk Indonesia sendiri, krisis global bukanlah pertama kalinya, karena pada tahun 1998 Indonesia sudah merasakan 37 krisis yang secara langsung menghantam perekonomian nasional. Hal ini membuat dampak dari krisis subprime tahun 2008 ini tidak terlalu berakibat banyak bagi Indonesia, dan dengan mudah dapat segera bangkit lagi. Dua hal berpengaruh besar untuk menangkal efek negatif dari krisis di Indonesia yaitu kebijakan BI dan Pemerintah yang tepat sasaran, serta nilai ekspor Indonesia yang relatif kecil dibandingkan GDP. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian sebelumnya merupaka penelitian yang bersifat deskriptif. Sedangkan persamaannya yaitu sama-sama meneliti saat periode krisis global tahun 2008. 2.3 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Adapun kerangka pemikiran daripada penelitian ini terlihat pada Gambar 2.1 yaitu investasi terdiri dari dua macam yaitu real investment dan financial investment. Financial investment dapat dilakukan di pasar uang dan pasar modal. BEI merupakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan order jual dan order beli anggota bursa atas efek yang tercatat di bursa, di mana pelaksanaan order-order tersebut dilakukan oleh anggota bursa dengan tujuan memperdagangkan efek tersebut baik untuk kepentingan nasabahnya maupun untuk kepentingan dirinya sendiri. Untuk mengukur kinerja dari pergerakan sekuritas dalam bursa efek digunakan suatu indeks. Adapun indeks yang diteliti yaitu indeks LQ45. Berinvestasi dalam instrumen keuangan selain menjanjikan return yang tinggi, juga dapat mengandung risiko yang besar. Risiko pasar (market risk) merupakan salah satu contoh dari risiko sistematis. Hal ini dikarenakan risiko pasar dapat 38 berpengaruh terhadap seluruh investasi. Risiko pasar ini dipengaruhi oleh perubahan nilai dari faktor risiko pasar. Keempat faktor risiko pasar standar yaitu harga saham, suku bunga, kurs valuta asing, dan harga komoditas. Dalam berinvestasi investor perlu memperhatikan faktor makro dan mikro. Faktor makro disini contohnya krisis global. Sehingga dengan adanya krisis global peneliti ingin mengetahui perbedaan risiko saham sebelum adanya krisis dan saat adanya krisis. Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata. Berdasarkan kerangka pemikiran dan penelitian sebelumnya yang relevan, maka hipotesis yang diajukan yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara risiko sebelum dan saat krisis global tahun 2008 pada saham perbankan yang tergabung dalam indeks LQ45. 39 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran UJIBEDA Keterangan : Diteliti Tidak diteliti 40