praktek kerja profesi apoteker di apotek kimia farma no. 2 senen

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK
KIMIA FARMA NO. 2 SENEN PERIODE AGUSTUS
2015
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
INDINA TARZIAH
1406664461
FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI
PROFESI APOTEKER DEPOK
JANUARI 2016
1
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan
bahwa laporan ini kami susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika dikemudian hari ternyata kami melakukan plagiarisme, kami akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada kami
Penulis
Indina Tarziah
ii
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi ini adalah hasil karya kami sendiri,
Dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk Telah
kami nyatakan dengan benar
Nama
: Indina Tarziah
NPM
: 1406664461
Tanda Tangan :
Tanggal
:
iii
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
v
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, yang telah senantiasa
melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 2 Senen.
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu syarat yang
harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia untuk mencapai gelar profesi Apoteker. Selain itu juga
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas
Apoteker secara langsung saat bekerja, khususnya di Apotek Kimia Farma.
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Apoteker di Apotek
Kimia Farma No. 2 Senen. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada:
1.
Adi Supriyadi, S.Si., Apt., selaku pembimbing I di Apotek Kimia Farma No. 2,
yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat dan pengalaman yang
berharga.
2.
Dra. Juheini Amin, M.Si., Apt. selaku Pembimbing II, yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyususnan laporan ini.
3.
Dr. Mahdi Jufri. M.Si. Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
4.
Dr. Hayun.M.Si,Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata,
penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama
menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan
sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
v
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
ABSTRAK
Nama
Pruogram Studi
Judul
: Indina Tarziah
: Apoteker
: Praktek Kerja Profesi di Apotek Kimia Farma No. 2 Senen
Periode bulan Agustus 2015
Praktik kerja profesi di Apotek Kimia Farma No. 2 Senen dilaksanakan pada tanggal 03
Agustus – 29 Agustus 2015. Pelaksanaan praktik kerja profesi ini memiliki tujuan umum
agar mahasiswa program studi apoteker dapat memahami tugas dan tanggung jawab
Apoteker dalam pengelolaan apotek, serta melakukan praktek pelayanan kefarmasian
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan etika yang berlaku, memiliki
wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan praktek
kefarmasian di apotek, serta memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktek
kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rangka pengembangan praktek kefarmasian.
Kata kunci
viii+54
Jumlah referensi
: apotek, Apoteker, praktek kefarmasian, Apotek Kimia
Farma No 2 Senen
: 5 tabel, 3 gambar
: 26 (1978 – 2014)
vi
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
: Indina Tarziah
: Apothecary
: Profession Internship at Kimia Farma Apothecary No. 2
Senen on Augustus 2015
Profession internship in apothecary is held at Kimia Farma Apothecary No. 2 Senen on
August 3rd – August 29th 2015. The goals of this internship programs are to make
students understand the jobs and duties of pharmacist in apothecary management, and do
pharmaceutical care practice legally and ethically; to make students have the knowledge,
real vision, skill, and practical experience to do pharmaceutical care practice in
apothecary; also to make student learn about the strategy and activity in developing
pharmaceutical practice.
Key word
viii + 54
Bibliography
: apothecary, pharmacist, Apothecary of Kimia Farma No. 2
Senen
: 5 tables, 3 images
: 26 (1978 – 2014)
vi
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2
Tujuan .................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................... 3
2.1
Definisi Apotek ...................................................................................... 3
2.2
Tatacara Perizinan Apotek ..................................................................... 3
2.3
Sarana dan Prasarana.............................................................................. 6
2.4
Sumber Daya Manusia ........................................................................... 7
2.5
Pencabutan Surat Izin Apotek ................................................................ 8
2.6
Standar Pelayanan Farmasi di Apotek .................................................. 10
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ........................................................................... 16
3.1
Sejarah PT. Kimia Farma ...................................................................... 16
3.2
Visi dan Misi PT. Kimia Farma ............................................................ 17
3.3
Maksud dan Tujuan PT. Kimia Farma .................................................. 17
3.4
Budaya Perusahaan ............................................................................... 18
3.5
Struktur Organisasi Perusahaan ............................................................ 19
3.6
PT. Kimia Farma Apotek ...................................................................... 19
3.7
Apotek Kimia Farma No. 2 ................................................................... 21
vi
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
vii
3.7.1 Organisasi dan Personalia ........................................................... 21
3.7.2 Lokasi .......................................................................................... 22
3.7.3 Tata Ruang .................................................................................. 22
3.7.4 Tugas dan Tanggung Jawab Personalia Apotek........................... 24
3.7.5 Kegiatan Operasional .................................................................. 25
3.7.6 Pengelolaan Narkotika di Apotek Kimia Farma No. 2 ............... 26
BAB 4 PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA................................................ 28
4.1
Tempat dan Waktu ................................................................................ 28
4.2
Kegiatan Praktek Kerja ......................................................................... 28
BAB 5 PEMBAHASAN ..................................................................................... 30
BAB 6 PENUTUP............................................................................................... 34
6.1
Kesimpulan ........................................................................................... 34
6.2
Saran...................................................................................................... 34
DAFTAR ACUAN.............................................................................................. 35
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009, kesehatan merupakan hak
asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pancasika dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Kesehatan masyarakat merupakan salah satu bagian penting dalam upaya
pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan merupakan investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
diperlukan ketersediaan sumer daya di bidang kesehatan, lingkungan, serta
fasilitas kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2009)
Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan pendekatan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Fasilitas pelayanan kefarmasian merupakan salah satu
bentuk fasilitas kesehatan. Fasilitas kefarmasian merupakan sarana yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yaitu diantaranya
apotek, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi puskesmas, klinik, toko
obat atau praktek bersama (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
Apoteker (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Apotek menjadi
tempat bagi pengabdian profesi apoteker dalam mewujudkan tercapainya derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat, yang turut meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui kegiatan pelayanan kefarmasian. Kegiatan pelayanan
1
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
2
kefarmasian, yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai
komoditas (drug oriented), telah menjadi pelayanan yang komprehensif yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (patient oriented).
Peran apoteker dalam hal ini meliputi penyediaan obat-obatab dan perbekalan
farmasi serta pemberian informasi, konsultasi dan evaluasi mengenai obat yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, apoteker harus dapat memberikan edukasi
apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit
ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan seorang calon apoteker yaitu melalui praktek kerja
profesi apoteker (PKPA). Hal tersebut yang mendasari telah dilakukannya kerja
sama antara Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk menyelenggarakan
PKPA dengan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. agar mahasiswa dapat melihat
secara langsung praktek apoteker di apotek sehingga dapat menambah wawasan
dan pengetahuan mahasiswa serta mempersiapkan apoteker masa depan yang
kompeten di bidangnya.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang bekerja sama dengan PT Kimia Farma
Apotek bertujuan untuk:
a. Memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam pengelolaan apotek,
serta melakukan praktek pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan dan etika yang berlaku.
b. Memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk
melakukan praktek kefarmasian di apotek.
c.
Memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktek kefarmasian serta
mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam
rangka pengembangan praktek kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Definisi Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
Apoteker ( Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik
kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
( Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
2.2 Tatacara Perizinan Apotek
Berubahnya kondisi sosial politik di Indonesia, turut mewarnai berubahnya
tata cara untuk mengurus dan memperoleh surat izin apotek (SIA). Perubahan
sistem pemerintahan pada tahun 1999 dari sistem sentralisasi menjadi otonomi
daerah, mengakibatkan tata cara mengurus SIA juga mengalami perubahan.
Perubahan tata cara dalam mengurus izin apotek sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang
Perubahan Atas Kepmenkes RI No. 922/Menkes/SK/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Pada keputusan Menkes terbaru tersebut
terdapat penyederhanaan dalam memperoleh izin apotek, yakni:
a. Yang berwenang memberikan SIA adalah Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota (Kadinkes).
b. Yang berhak memperoleh izin adalah apoteker.
3
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
4
Prosedur untuk memperoleh SIA tercantum pada Keputusan Menteri
Kesehatan RI 1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 4 dan 7. Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 4 adalah sebagai berikut :
a. Izin Apotek diberikan oleh Menteri
b. Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
c. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan
pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin
apotek sekali setahun kepada menteri dan tembusan disampaikan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
Cara pengajuan permohonan izin apotek berdasarkan KepMenKes Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 7 dan 9 adalah :
1) Permohonan Izin Apotik diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1;
2) Dengan
menggunakan
Formuiir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM
untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotik untuk
melakukan kegiatan
3) Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melaporkan hasil pemeriksaan
setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3;
4) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam. ayat (2) dan (3)
tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan
siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-4;
5) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
5
dimaksud, ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
mengeluarkan Surat Izin Apotik dengan menggunakan contoh Formulir
Model APT- 5;
6) Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu. 12 (dua
belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan
contoh Formulir Model APT.6;
7) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6),
Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum
dipenuhi seiambat-lambatnya dalam jangka waktu. 1 (satu) bulan sejak
tanggal Surat Penundaan.
8) Terhadap permohonan izin apotik yang ternyata tidak memenuhi
persyaratan atau lokasi Apotik tidak sesuai dengan permohonan, maka
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat
Penolakan disertai dengan alasanalasannya dengan mempergunakan
contoh Formuiir Model APT- 7.
Dalam Kepmenkes RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 7 ayat 1
disebutkan bahwa Permohonan izin diajukan kepada KepDinKes Kab/Kota.
Pemohon izin (Apoteker) mengajukan surat izin tersebut dengan menandatangani
formulir APT-1 bermaterai. Selain itu juga waib melampirkan data sebagai
berikut:
a. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)
b. Fotokopi KTP
c. Fotokopi denah bangunan dan keterangan kondisi bangunan
d. Surat keterangan status bangunan (hak milik, sewa)
e. Daftar tenaga kesehatan (asisten apoteker)
f. Daftar alat perlengkapan apotek (alat pengolahan / peracikan, alat
perlengkapan
farmasi
/
lemari,
dan
buku
–
buku
standar)
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
6
g. Surat menyatakan tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau tidak
menjadi APA di apotek lain
h. Surat izin atasan (untuk pegawai negeri dan ABRI)
i. Akte perjanjian kerjasama dengan pemilik sarana (PSA)
j. Surat pernyataan PSA tidak terlibat pelanggaran peraturan perundang –
undangan di bidang obat
Tata cara memperoleh SIA sampai dengan tahun 2011 masih tetap
mengacu kepada Kepmenkes No. 1332/MenKes/SK/X/2002/ Akan tetapi dengan
diterbitkannya Permenkes No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, izin
praktek dan izin kerja tenaga kefarmasian, dalam Bab dua, bagian kedua pasal 7,
maka apoteker untuk menjalankan profesinya di Apotek harus memenuhi
persyaratan tambahan seperti harus:
a. Memiliki surat tanda registrasi Apoteker (STRA) sebagai pengganti surat
izin kerja Apoteker (SIK) yang persyaratan untuk memperoleh STRA
yaitu:
1) Memiliki ijazah Apoteker
2) Memiliki sertifikat kompetensi profesi
3) Memiliki surat pernyataan mengucap sumpah/janji apoteker
4) Memiliki surat keterangan sehat fisik/mental dari dokter yang memiliki
izin praktek
5) Membuat surat pernyataan akan mematuhi/melaksanakan ketentuan
etika profesi.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi, yang dikeluarkan oleh organisasi
profesi setelah lulus uji kompetensi.
Setelah memenuhi ketentuan tersebut, Apoteker dapat mengurus SIA, yang
prosesnya sesuai dengan ketentuan Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002
tentang Perubahan Kepmenkes No 992/Menkes/SK/X/1993 tentang Ketentuan
dan
Tata
cara
pemberian
Izin
Apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
7
2.3 Sarana dan Prasarana
Letak suatu apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan
prasarana dari Apotek juga harus mampu menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan
Kefarmasian. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan
Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi (Permenkes No.35,
2014):
a. Ruang penerimaan Resep
Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat
penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer. Ruang
penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh
pasien.
b. Ruang pelayanan Resep dan peracikan
Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara
terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang
peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat,
air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat,
lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan label
Obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup,
dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).
c. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.
d. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling,
buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.
e. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
8
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet,
pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus Narkotika
dan Psikotropika, lemari penyimpanan Obatkhusus, pengukur suhu dan kartu
suhu.
f. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.
2.4 Sumber Daya Manusia
Pelayanan kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh apoteker, dapat
dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
yang memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja.
Dalam melakukan pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus memenuhi kriteria:
a. Persyaratan administrasi
1) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
2) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3) Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
4) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan / Continuing Professional
Development
(CPD)
dan
mampu
memberikan
pelatihan
yang
berkesinambungan.
d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan
diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan
atau mandiri.
e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan
perundang undangan,
sumpah Apoteker,
standar profesi
(standar
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
9
pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang
berlaku ( Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
2.5 Pencabutan Surat Izin Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/Menkes/SK/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dapat
mencabut Surat Izin Apotek, apabila:
a. Apoteker
sudah
tidak
lagi
memenuhi
syarat
sebagai
Apoteker
Penanggungjawab Apotek (APA).
b. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan
dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya
terjamin.
c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus
menerus.
d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang
Psikotropika, Undang-Undang Kesehatan dan ketentuan perundang-undangan
lainnya.
e. Surat Izin Praktek Apoteker APA tersebut dicabut.
f. Pemilik sarana tersebut terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat.
g.
Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat
pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya
baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan
pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan:
a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan
sejak
dikeluarkannya
penetapan
pembekuan
kegiatan
apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
10
Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas, dapat
dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh
persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek
dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker
Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai
berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan Narkotika, obat keras
tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b. Narkotika, Psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada
Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi
wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi
yang dimaksud dalam huruf (a).
2.6 Standar Pelayanan Farmasi di Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2014, Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi Pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan
Farmasi Klinik.
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
1) Perencanaan
Dalam
membuat
perencanaan
pengadaan
Sediaan
Farmasi,
Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola
konsumsi,
budaya
dan
kemampuan
masyarakat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
11
2) Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan
Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
3) Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
4) Penyimpanan
Untuk
menjamin
kualitas
dari
sediaan
farmasi,
maka
dalam
penyimpaanannya harus diperhatikan:
a) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat, nomor
batch dan tanggal kadaluwarsa.
b) Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
c) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
d) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out)
5) Pemusnahan
Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak
yang mengandung
Narkotika atau Psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain Narkotika dan Psikotropika
dilakukan oleh Apoteker
dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang
memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan
berita
acara
pemusnahan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
12
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh
Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep dan
dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
6) Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya
kelebihan,
kekurangan,
kekosongan,
kerusakan,
kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
kadaluwarsa,
persediaan dilakukan
menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok
sekurang-kurangnya
memuat
nama
Obat,
tanggal
kadaluwarsa,
jumlah
pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
7) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk
penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,
meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan
pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan Narkotika, Psikotropika dan
pelaporan lainnya.
b. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pelayanan
farmasi
klinik
meliputi:
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
13
1)
Pengkajian Resep
Pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan
pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi nama pasien, umur, jenis
kelamin dan berat badan; nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat,
nomor telepon dan paraf; dan tanggal penulisan resep. Kajian kesesuaian
farmasetik meliputi bentuk dan kekuatan sediaan; stabilitas dan kompatibilitas
(ketercampuran obat). Seta pertimbangan klinis meliputi ketepatan indikasi dan
dosis obat;aturan, cara dan lama penggunaan obat; duplikasi dan/atau polifarmasi;
reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis
lain); kontra indikasi dan interaksi.
2)
Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
Obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:
a) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan resep
b) Melakukan peracikan obat bila diperlukan
c) Memberikan etiket
d) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obatyang
berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.
Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi.
Apoteker
harus
memberikan
edukasi
kepada
pasien
yangmemerlukan obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat
bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
3)
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker
dalam pemberian informasi mengenai
Obat
yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan
obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai
obat termasuk obat Resep, obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi
dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
14
keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.
4)
Konseling
Konseling
merupakan
proses
interaktif
antara
apoteker
denganpasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien
dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker
harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami
obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
a) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,
ibu hamil dan menyusui).
b) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi).
c) Pasien yang menggunakan
obat
dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
d) Pasien yang menggunakan
obat
dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
e) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari
satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis
obat.
f) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
5)
Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis
Pelayanan
Kefarmasian
di
rumah
yang dapat
meliputi
dilakukan oleh apoteker,
:
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
15
a) Penilaian/pencarian
(assessment)
masalah
yang
berhubungan
dengan
pengobatan
b) Identifikasi kepatuhan pasien
c) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
d) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
e) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien
f) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah.
6)
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi obat yang efektif dan
terjangkau
dengan
memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
a) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b) Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c) Adanya multidiagnosis.
d) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e) Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
f) Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan.
7)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi
fungsi
fisiologis.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
PT. KIMIA FARMA (Persero), Tbk
3.1. Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk
Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia
yang didirikan oleh Pemerintah Hndia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini
pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan
kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal
kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan
peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara
Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971,
bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Persero Terbatas, sehingga nama
perusahaan berubah menjadi PT. Kimia Farma (Persero) (Kimia Farma, 2012).
PT. Kimia Farma (Persero) pada saat itu bergerak dalam bidang usaha (Tim
PKPA PT. Kimia Farma Apotek, 2012):
a. Industri farmasi
b. Industri kimia dan makanan kesehatan
c. Perkebunan obat
d. Pertambangan farmasi dan kimia
e. Perdagangan farmasi, kimia dan ekspor-impor.
Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya
menjadi perusahaan publik yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Bersamaan
dengan perubahan tersebut, PT. Kimia Farma telah dicatatkan pada Bursa Efek
Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini
bernama Bursa Efek Indonesia) (Kimia Farma, 2012). Selanjutnya paada tanggal
4 Januari 2002 dibentuk dua anak perusahaan yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan
PT. Kimia Farma Trading and Distribution (Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek,
2012). Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, PT. Kimia Farma telah
berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di
Indonesia. PT. Kimia Farma kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan
16
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
17
dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat
Indonesia (Kimia Farma, 2012).
3.2. Visi dan Misi PT. Kimia Farma (Persero), Tbk (Kimia Farma, 2012)
3.2.1. Visi
Menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan
pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi
bisnis yang sinergis.
3.2.2. Misi
Menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidangbidang:
a. Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk
yang inovatif.
b. Perdagangan dan jaringan distribusi.
c. Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan retail farmasi dan jaringan
pelayanan kesehatan lainnya.
d. Pengelolaan
aset-aset
yang
dikaitkan
dengan
pengembangan
usaha
perusahaan.
3.3. Maksud dan Tujuan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk
Maksud dan tujuan Perseroan adalah turut melaksanakan dan menunjang
program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada
umumnya, khususnya kegiatan usaha di bidang industri kimia, farmasi, biologi
dan kesehatan serta industri makanan dan minuman dengan menerapkan
prinsipprinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik. Untuk mencapai maksud dan
tujuan tersebut, Perseroan melaksanakan kegiatan usaha, baik dilakukan sendiri
atau pun kerjasama dengan pihak lain, sebagai berikut :
a. Mengadakan, menghasilkan, mengolah bahan kimia, farmasi, biologi dan
lainnya yang diperlukan guna pembuatan sediaan farmasi, kontrasepsi,
kosmetik, obat tradisional, alat kesehatan, produk makanan/minuman dan
produk lainnya termasuk bidang perkebunan dan pertambangan yang ada
hubungannya
dengan
produksi
sebagaimana
disebutkan
di
atas.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
18
b. Memproduksi produk unggulan baik dari pengembangan sendiri maupun kerja
sama dengan pihak luar.
c. Menyelenggarakan kegiatan pemasaran, perdagangan dan distribusi dari hasil
produksi seperti pada poin (a), baik hasil produksi sendiri maupun hasil
produksi pihak ketiga, termasuk barang umum, baik di dalam maupun di luar
negeri serta kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan usaha Perseroan.
d. Berusaha di bidang jasa, yang berhubungan dengan kegiatan usaha Perseroan,
serta upaya dan sarana pemeliharaan dan pelayanan kesehatan pada umumnya,
termasuk jasa konsultasi kesehatan.
e. Jasa penunjang lainnya termasuk pendidikan, penelitian dan pengembangan
sejalan dengan maksud dan tujuan Perseroan, baik yang dilakukan sendiri
maupun kerja sama dengan pihak lain.
3.4 Budaya Perusahaan (Kimia Farma, 2012)
Budaya perusahaan PRIMA yang mencakup aspek nilai diri dan nilai kerja
dan telah ditetapkan sejak tahun 2004, masih tetap relevan dengan visi misi PT.
Kimia Farma saat ini. Budaya perusahaan tersebut adalah:
a. Profesionalisme
Kesadaran dalam berpikir, berbicara dan bertindak dalam menjalani tugas dan
fungsinya
dengan
penuh
semangat
dan
berbekal
pengetahuan
dan
keterampilan yang memadai dalam situasi dan kondisi apapun.
b. Kerjasama
Bekerja dalam kebersamaan dalam langkah dan pikiran yang tercermin dalam
kerjasama tim antar karyawan yang erat dan solid untuk mendapatkan hasil
terbaik bagi perusahaan.
c. Integritas
Merupakan sikap mental yang positif yang melandasi semangat dan
antusiasme dalam bekerja secara profesional.
Berbekal budaya perusahaan tersebut, PT. Kimia Farma telah berhasil
menemukan inti sari budaya perusahaan yang merupakan nilai-nilai inti
perusahaan (corporates value) yaitu ICARE yang menjadi acuan atau pedoman
bagi PT. Kimia Farma dalam menjalankan usahanya, untuk berkarya
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
19
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat luas. Berikut adalah
nilainilai inti PT. Kimia Farma:
a.
Innovative (I): budaya berpikir out of the box, smart, dan kreatif untuk
membangun produk unggulan.
b. Customer First (C): mengutamakan pelanggan sebagai mitra kerja.
c. Accountability (A): dengan senantiasa bertanggung jawab atas amanah yang
dipercayakan oleh perusahaan dengan memegang teguh profesionalisme,
integritas dan kerja sama.
d. Responsibility (R): memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat
waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan, serta senantiasa berusaha untuk
tegar dan bijaksana dalam menghadapi setiap masalah.
e. Eco-Friendly (E): menciptakan dan menyediakan baik produk maupun jasa
layanan yang ramah lingkungan.
3.5. Struktur Organisasi Perusahaan
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., dipimpin oleh seorang Direktur Utama
yang membawahi empat Direktur, yaitu Direktur Pemasaran, Direktur Produksi,
Direktur Keuangan dan Direktur Umum dan SDM (Kimia Farma, 2012). Dalam
upaya perluasan, penyebaran, pemerataan dan pendekatan pelayanan kefarmasian
pada masyarakat, PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. telah membentuk suatu
jaringan distribusi yang terorganisir. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. mempunyai
dua anak perusahaan, yaitu PT. Kimia Farma Trading and Distribution dan PT.
Kimia Farma Apotek yang masing-masing berperan dalam penyaluran sediaan
farmasi, baik distribusi melalui PBF maupun pelayanan kefarmasian melalui
apotek.
3.6. PT. Kimia Farma Apotek
PT. Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan PT Kimia Farma
(Persero) Tbk yang didirikan berdasarkan akta pendirian No. 6 tanggal 4 Januari
2003 yang dibuat dihadapan Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H. di Jakarta dan telah
diubah dengan akta No. 25 tanggal 14 Agustus 2009 yang dibuat dihadapan
Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H. Akta ini telah mendapat persetujuan dari Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
20
No. : AHU-45594.AH.01.02.Tahun 2009 tanggal 15 September 2009 (Tim PKPA
PT. Kimia Farma Apotek, 2012). PT. Kimia Farma Apotek adalah bagian dari
bidang usaha farmasi yang bergerak di bidang ritel produk-produk farmasi. Saat
ini PT. Kimia Farma Apotek mempunyai 700 Apotek Pelayanan yang
terkoordinasi dalam 50 unit Business Manager yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia.
PT. Kimia Farma Apotek memiliki visi dan misi sebagai berikut:
a. Visi (Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek, 2012)
Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan terkemuka dan mampu
memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.
b. Misi (Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek, 2012)
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui:
1) Jaringan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek,
klinik, laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.
2) Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal.
3) Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (FeeBased Income).
PT. Kimia Farma Apotek dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang
membawahi 2 direktur (Direktur Operasional, Direktur Keuangan dan SDM &
Umum). Direktur Operasional membawahi Manager Controller, Compliance &
Risk Management dan Manager Principal & Merchendise. Direktur Operasional
juga mengoordinasi PT. KF Distribusi, KF Klinik dan KF Optik. Direktur
Keuangan membawahi Manager Akuntansi, Keuangan & IT dan Manager Apotik
Bisnis (Unit Bisnis). Direktur SDM & Umum membawahi Manager Human
Capital & General Affair).
Terdapat 2 (dua) jenis Apotek Kimia Farma, yaitu apotek administrator yang
sekarang disebut Business Manager (BM) dan apotek pelayanan. Business
Manager membawahi beberapa apotek pelayanan yang berada dalam suatu
wilayah. Business Manager bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang
dan
administrasi
apotek
pelayanan
yang
berada
di
bawahnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
21
Konsep BM ini bertujuan agar pengelolaan aset dan keuangan dari apotek
dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien, serta memudahkan pengambilan
keputusan dan penyelesaian masalah.
Sedangkan apotek pelayanan lebih fokus pada pelayanan perbekalan farmasi
dan informasi obat pasien, sehingga layanan apotek yang berkualitas dan berdaya
saing mendukung dalam pencapaian laba melalui penjualan setinggitingginya.
Untuk wilayah Jabodetabek dibagi menjadi sembilan Unit Business Manager,
yaitu:
a. Business Manager Jaya I (Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Depok) dengan
BM di Apotek Kimia Farma No. 42 Kebayoran Baru.
b. Business Manager Tangerang (Tangerang, Serpong, Cilegon, Serang, dan
sekitarnya) dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 78 Tanggerang.
c. Business Manager Jaya II (Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan
Bekasi) dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 48 Matraman.
d. Business Manager Rumah Sakit di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
e. Business Manager Bogor (Bogor dan sekitarnya) dengan BM di Apotek Kimia
No. 7 Bogor.
f. Business Manager Depok
g. Business Manager Cilegon
h. Business Manager Bekasi
i. Business Manager Karawang
3.7 Apotek Kimia Farma No. 2
Apotek Kimia Farma No. 2 merupakan salah satu apotek pelayanan dari
PT. Kimia Farma Apotek. Apotek ini terletak di Jalan Senen Raya No. 66, Jakarta
Pusat. Apotek ini merupakan salah satu anggota unit BM Jaya II yang bertempat
di Jalan Matraman Raya No. 55. Apotek Kimia Farma No. 2 dilengkapi dengan
sarana kesehatan yaitu praktik dokter umum dan dokter gigi. Selain tiu, terdapat
pula saran pendukung yang dapat digunakan pasien seperti toilet dan musholla.
Apotek Kimia Farma No. 2 beroperasi selama 24 jam setiap hari.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
22
3.7.1 Organisasi dan Personalia
Apotek Kimia Farma No. 2 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola
Apotek (APA) yang membawahi Supervisor Layanan Farmasi. Supervisor
layanan farmasi membawahi Asisten Apoteker (AA), juru resep dan kasir.
Struktur organisasi yang baik diperlukan agar pembagian tugas, wewenang dan
tanggung jawab menjadi jelas sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam pekerjaan
serta memudahkan pengawasan dan pertanggungjawaban.
3.7.2 Lokasi
Apotek Kimia Farmas No. 2 terletak di Jalan Senen Raya No. 66 Jakarta
Pusat. Lokasi ini tepat berada di persimpangan jalan utama sehingga memudahkan
pasien ataupun konsumen untuk melihat keberadaan apotek. Namun keberadaan
apotek yang terlalu dekat dengan persimpangan jalan utama Senen menyebabkan
apotek sering terlewat bagi masyarakat yang mengendarai kendaraan. Apotek
Kimia Farma No. 2 berada tepat sebelum Rumah Sakit Gatot Subroto. Selain itu,
di sekitar apotek juga terdapat beberapa rumah sakit seperti RS Islam Cempaka
Putih, RS Kramat 128, RS PGI Cikini, RS Cipto Mangunkusumo dan RS
Thamrin. Banyaknya rumah sakit di sekitar apotek merupakan salah satu hal yang
menguntungkan bagi apotek.
3.7.3 Tata Ruang
Tata Ruang Apotek Kimia Farma No. 2 saat ini berkonsep apotek
komunitas dimana pelayanan yang diberikan berorientasi kepada pasien. Ketika
masuk ke dalam apotek, pasien akan langsung melihat swalayan farmasi sehingga
memberikan keleluasaan bagi pasien untuk memilih obat bebas untuk
swamedikasi.
Pembagian ruang di Apotek Kimia Farma No. 2 antara lain:
a. Ruang tunggu
Ruang tunggu terdapat pada bagian depan pada saat memasuki apotek. Ruang
ini dilengkap oleh beberapa bangku, majalah kesehatan, timbangan badan
serta terdapat lemari pendingin untuk es krim dan beberapa minuman dingin
yang dapat pasien beli sehingga pasien merasa nyaman ketika menunggu obat
disiapkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
23
b. Ruang swalayan farmasi
Ruangan ini terdapat di bagian depan saat masuk apotek yang menjual
berbagai macam produk mulai dari vitamin, obat bebas, alat kesehatan,
keperluan sehari-hari, hingga kebutuhan lengkap untuk bayi.
c. Ruang penerimaan resep, kasir dan penyerahan obat
Ruang penerimaan resep dan ksir dilengkapi dengan empat komputer serta
etiket dan keperluan lain untuk menunjang pelayanan. Ruangan ini ditandai
dengan papan keterangan yang memudahkan pasien mengetahui dimana
harus menyerahkan resep dan membayar obat. Bagian pelayanan resep ini
merupakan tempat apoteker untuk memberikan pelayanan resep disertai
pemberian informasi obat. Bagian kasir dipisahkan oleh meja setinggi dada
yang menjadi tempat pembayaran baik pembelian obat dengan atau tanpa
resep.
d. Ruang penyimpanan obat
Tempat ini terdiri dari rak-rak kayu dua sisi yang dapat diputar sehingga lebih
efisien dan dilengkapi dengan laci pada bagian bawah untuk menyimpan stok
obat. Obat disusun berdsarkan bentuk sediaan (tablet, sirup, salep, obat tetes,
suppositoria dan injeksi), kemudian dibagi berdasarkan kelas terapinya dan
diurutkan secara alfabetis. Terdapat 2 buah lemari es untuk menyimpan obat
yang memerlukan suhu 2-8 derajat celcius. Penyimpanan Narkotika dan
Psikotropika dilakukan di lemari terpisah. Lemari Narkotika diletakkan dalam
lemari ganda yang disimpan pada tempat tertutup dengan kunci ganda. Kunci
tersebut dipergang oleh petugas apotek yang diberi kewenangan.
e. Ruang peracikan
Ruangan ini terletak di belakang rak-rak penyimpanan obat. Di ruangan ini
dilakukan penimbangan, pencampuran dan peracikan obat-obat yang dilayani
berdasarkan resep dokter. Ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk peracikan
seperti bahan baku, timbangan, lumpang, alu, blender dan alat-alat meracik
lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
24
f. Ruangan Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Ruangan ini digunakan oleh APA untuk melaksanankan tugas kesehariannya
dan juga memantau kinerja dari pegawai lain
g.
Ruangan Supervisor Layanan Farmasi
Ruangan ini digunakan oleh supervisor layanan farmasi dan staf administrasi
kasir/keuangan untuk melaksanakan tugas kesehariannya.
h. Ruang penunjang lain
Ruang ini terdiri dari ruang penyimpanan arsip resep, toilet, mushola dan
dapur.
3.7.4
Tugas dan Tanggung Jawab Personalia Apotek
a. Apoteker Pengelola Apotek
Apotek Kimia Farmas dipimpin oleh seorang apoteker yang telah memenuhi
syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu memiliki surat izin kerja dan
telah mengucap sumpah. Apoteker Penggelola Apotek (APA) bertanggung jawab
penuh terhadap kegiatan di apoteknya serta bertanggung jawab langsung kepada
BM Jaya II Kimia Farmas. APA harus menguasai manajemen, yaitu perencanaan,
koordinasi, kepemimpinan dan pengawasan disamping kemampuan di bidang
farmasi, baik teknis maupun non teknis.
APA mempunyai tugas sebagai berikut:
1) Mengkoordinasikan pelaksaan fungsi profesi kefarmasian di apotek dengan
memberikan bimbingan bagi seluruh sumber daya sesuai dengan profesinya,
untuk memastikan bahwa APA dapat bekerja mengelola apotek sesuai dengan
profesinya sebagai apoteker.
2) Mengelola dan mengawasi kegiatan operasional layanan farmasi di apotek
yang menjadi tanggungjawab dalam ha pelayanan, untuk memastikan
pencapaian kinerja apotek dalam hal pelayanan (tidak ada kesalahan obat dan
keluhan pelanggan).
3) Memberikan pengarahan dan mengidentifikasi potensi seluruh Sumber Daya
Manusia (SDM) dalam kegiatan operasional apotek dibawah tanggung
jawabnya, untuk memastikasn seluruh karyawan dapat bekerja secara optimal
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
25
sesuai dengan potensi dan tugasnya masing-masing sehingga target apotek
pelayanan tercapai.
4) Melakukan dan mengawasi pelaksanaan pemberian layanan swamedikasi
sesuai dengan profesinya, untuk mempertahankan citra baik perusahaan dan
loyalitas pelanggan.
5) Memberikan pelatihan kepada seluruh SDM sesuai dengan kebutuhan di
apotek, untuk mendukung terciptanya sumber daya manusia yang memiliki
kualitas yang baik.
6) Melakukan validasi penjualan dan stock opname untuk memastikasn sistem
informasi berjalan dengan baik.
3.7.5
Kegiatan Operasional
a. Pengadaan dan Penerimaan Barang
Pengadaan barang baik berupa obat dan perbekalan farmasi lainnya dilakukan
leh asisten apoteker yang masing-masing bertanggung jawab atas lemari
persediaan obat yang dibagi berdasarkan farmakologi dan bentuk sediaan. Sistem
pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 2 dengan membuat Bon
Permintaan Barang Apotek (BPBA). Sistem BPBA yaitu petugas pengadan apotek
pelayanan membuat daftar permintaan barang dalam bentuk BPBA melalui
program Kimia Farmas Information System (KIS) berdasarkan buku defekta dan
mengirimnya ke pengadaan BM Jaya II. Permintaan barang di Apotek Kimia
Farma No. 2 dilakukan setiap 10 hari sekali.
b. Penyimpanan Barang
Penyimpanan barang, obat atau perbekalan farmasi dilakukan oleh asisten
apoteker. Setiap pemasukan dan penggunaan obat atau barang harus di input ke
dalam sistem dan dicatat pada kartu stok yang meliputi tanggal penambahan atau
pengurangan, nomor dokumenyam jumlah barang yang diisi atau diambil, sisa
barang dan paraf petugas yang melakukan penambahan atau pengurangan barang.
Penyimpanan obat ethical disusun berdasarkan bentuk sediaan kemudian dibagi
kembali berdasarkan efek farmakologi serta disusun secara alfabetis.
Penyimpanan obat atau barang diruang penyimpanan disusun sebagai berikut:
1) Lemari penyimpanan obat generik tablet dan kapsul
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
26
2) Lemari penyimpanan obat paten dan merek dagang sediaan tablet dan kapsul.
3) Lemari penyimpanan bahan baku
4) Lemari penyimpanan sediaan cair sirup atau suspensi untuk obat generik, obat
paten dan merek dagang.
Penyimpanan obat atau barang untuk OTC dikelompokkan berdasarkan
kategorinya. Produk yang dijual bebas diletakkan pada gondola dan lemari kaca
yang disusun sedemikian rupa agar memudahkan pelanggan untuk memilij produk
yang diinginkan.
c. Penjualan
Penjualan yang digunakan oleh Apotek kimia Farma No. 2 meliputi penjualan
obat dengan resep dokter tunai maupun kredit, penjualan obat bebas dan bebas
terbatas secara swamedikasi serta penjualan produk OTC. Penjualan bebas adalah
penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang dapat dibeli tanpa resep
dokter seperti obat OTC baik obat bebas maupun bebas terbatas.
d. Peracikan Obat
Peracikan obat dilakukan oleh asisten apoteker setelah dilakuka perhitungan
bahan yang digunakan oleh juru resep. Peracikan dilakukan di ruang racik yang
terpisah dari jalur lalu lintas pegawai sehingga meminimalisir paparan terhadap
orang lain dan juga bertujuan agar tidak mengganggu proses peracikan.
3.7.6
Pengelolaan Narkotika di Apotek Kimia Farma No. 2
a. Pemesanan Narkotika
Apotek pelayanan melakukan pemedsanan sediaan Narkotika dan harus
dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan
dilakukan ke PBF Kimia Farma selaku distributor tunggal yang membuat surat
pesanan khusus Narkotika yang dibuat rangkap empat, yang masing-masing
diserahkan kepada PBF yang bersangkutan (SP asli dan dua lembar kopi SP) dan
satu lembar sebagai arsip di apotek.
b. Penerimaan Narkotika
APA diwajibkan menerima Narkotika dari PBF atau dilakukan dengan
sepengetahuan APA. APA akan menandatangani faktur tersebut disertasi dengan
nomor SIK APA, setelah dilakukan kesesuaian dengan surat pesanan. Pada saat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
27
diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah Narkotika yang
dipesan.
c. Penyimpanan Narkotika
Obat-obat yang termasuk Narkotika disimpan dalam lemari khusus yang
terkunci ganda. Kunci lemari tersebut dipegang oleh penanggung jawab lemari
Narkotika atau petugas yang ditunjuk.
d. Pelayanan Narkotika
Apotek melayani resep Narkotika dari resep asli atau salinan resep yang
dibuat oleh Apotek Kimia Farma sendiri yang belum diambil sama sekali atau
sudah diambil sebagian dimana apotek menyimpan resep asli. Apotek tidak
melayani pembelian Narkotika tanpa resep atau salinan resep yang ditulis oleh
apotek lain.
e. Pelaporan Narkotika
Pelaporan penggunaan Narkotika di Apotek Kimia Farma No. 2
menggunakan sistem SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika)
yang merupakan media pelaporan Narkotika serta Psikotropika dan terhubung
melalui internet kepada server di Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Kementrian Kesehatan. Pelaporan penggunaan Narkotika dibuat dan dilaporkan
setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulannya. Dalam laporan
tersebut diuraikan mengenai pembelian/pemasukan dan penjualan/pengeluaran
Narkotika yang ada dalam tanggungjawabnya, dan ditandatangani oleh APA.
Laporan dibuat rangkap empat dengan mencantumkan nama jelas, alamat apotek,
stempel apotek, yang kemudian dikirimkan kepada Kepala Suku Dinas Pelayanan
Kesehatan Jakarta Pusat dengan tembusan kepada:
1) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) propinsi DKI
Jakarta
2) Arsip apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
BAB 4
PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA
A. Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Profesi di Apotek Kimia Farma dilaksanakan selama 4 minggu
dari tanggal 3 Agustus sampai dengan tanggal 28 Agustus 2015.
B. Kegiatan Praktek Kerja
Kegiatan Praktek Kerja Profesi di Apotek Kimia Farma dilakukan pada bulan
Agustus 2015 dicantumkan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Kegiatan Praktek Kerja Profesi
Tanggal
Waktu
Uraian Kegiatan
03 Agustus 2015
08.00-16.00
Penjelasan umum mengenai penjabaran tugas
khusus dari Apotek Kimia Farma Pusat :
 Mebuat makalah dan PPT mengenai
penyakit osteoporosis
Penjelasan mengenai tugas tambahan berupa
analisa resep sebanyak 100 lembar dari stu
tempat apotek
Pembagian surat hantaran untuk
masing-
masing Apotek Praktik
Survey Apotek Kimia Farma No.2, Senen
04 Agustus 2015
08.00-16.00
Penyampaian materi oleh Kimia Farma pusat
05 Agustus 2015
08.00-16.00
 Melakukan observasi dan pengenalan tempat
di Apotek (Apotek BPJS, Apotek non-BPJS,
Gudang, tempat penjualan Alat Kesehatan,
dan tata usaha Apotek)
 Melayani resep pasien
06-11 Agustus 2015
08.00-16.00
Pelayanan resep pasien
28
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
29
12 Agustus 2015
12.00-20.00
Diskusi dengan Apoteker Penanggungjawab
Apotek mengenai sistem manajerial apotek
Kimia Farma (Sistem Pareto)
Pelayanan Resep Pasien
13 Agustus 2015
12.00-20.00
Pelayanan Resep Pasien
Mengerjakan
tugas
khusus
analisa
resep
osteoporosis
14-19 Agustus 2015
12.00-20.00
Pelayanan resep pasien
Menghitung service level gudang
20 Agustus 2015
08.00-16.00
Pelayanan resep pasien
21 Agustus 2015
08.00-16.00
Pelayanan resep pasien
Diskusi dengan APA
22 Agustus 2015
08.00-16.00
Pelayanan resep pasien
24 Agustus 2015
08.00-16.00
Presentasi Tugas Khusus di Kimia Farma pusat
Uji komprehensif
26-29 Agustus 2015
08.00-16.00
Pelayanan resep pasien
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
BAB 5
PEMBAHASAN
Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menyalurkan
obat dan perbekalan farmasi, mempunyai peran dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat untuk memperoleh perbekalan farmasi yang bermutu dan
terjamin serta terjangkau harganya. Bagi apoteker, apotek merupakan sarana
untuk melakukan praktek kefarmasian yang meliputi pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, serta
pelayanan informasi obat. Selain sebagai sarana pelayanan kefarmasian, apotek
juga memiliki fungsi ekonomi, yaitu sebagai unit yang melakukan jual beli obat
dan perbekalan farmasi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dalam
menunjang kegiatan operasional, peningkatan kesejahteraan karyawan, serta untuk
pengembangan apotek.
Kualitas pelayanan di apotek dapat ditingkatkan melalui faktor-faktor
ekonomi yang mempengaruhi perkembangan apotek. Salah satu faktor penting
yang mempengaruhi perkembangan apotek adalah lokasi apotek. Lokasi apotek
yang baik adalah lokasi yang mudah diakses oleh calon pembeli, dengan kondisi
lalu lintas yang cukup ramai, berada di persimpangan, serta terletak pada jalan dua
arah. Apotek Kimia Farma No. 2 terletak di Jalan Senen Raya No. 66, Jakarta
Pusat. Posisi Apotek Kimia Farma No. 2 ini terletak di salah satu sisi perlimaan
Senen, dekat dengan lampu lalu lintas. Karena posisisnya yang berada tepat di
ujung perempatan jalan, calon pembeli beresiko terlewat.
Di sisi lain, posisi apotek memiliki keuntungan tersendiri karena
keberadaan apotek dapat dengan mudah terlihat oleh calon pembeli dari banyak
sisi. Apotek ini juga berasa tidak jauh dari Terminal Bus Senen dan tepat di
seberang Halte Transjakarta Senen, sehingga akses menuju apotek mudah karena
cukup banyak angkutan umum yang dapat melewati apotek. Selain kemudahan
akses, posisi apotek pun strategis karena dekat dengan tempat tinggal konsumen,
pusat kegiatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan seperti praktek dokter atau
rumah sakit. Apotek Kiima Farma No. 2 terletak di seberang Plaza Atrium, salah
satu pusat perbelanjaan yang banyak dikunjungi pengunjung. Hal ini dapat
30
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
31
menunjukkan bahwa apotek berasa di pusat keramaian, sehingga membuka
peluang bagi apotek untuk dikunjungi. Apotek juga berada tidak jauh dari
beberapa rumah sakit, seperti Rumah Sakit Gatot Soebroto (RSGS), RS Islam
Cempaka Putih, RS Kramat 128, RS Cipto Mangunkusumo dan RS Thamrin.
Banyaknya pelayannan kesehatan di sekitar apotek dapat menjadi hal yang
menguntungkan apotek.
Apotek Kimia Farma No. 2 ditunjang oleh tata ruang dan desain apotek
yang bagus yang dapat mempengaruhi perkembangan apotek. Apotek memiliki
bangunan bersih, terawat dan dilengkapi fasilitas yang dapat menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek sebagai sarana pelayanan
kesehatan, khususnya pelayangan kefarmasian. Di dalam apotek tersedia beberapa
tempat sampah yang memfasilitasi pengunjung dan karyawan untuk senantiasa
menjaga kebersihan.
Apotek Kimia Farma No. 2 dilengkapi oleh tempat parkir yang luas
dibagian depan dan belakang apotek, musholla, ATM, toilet dan ruang tunggu
yang nyaman. Selain itui juga tersedia praktek dokter umum dan dokter gigi
sebagai salah satu daya tarik bagi pelanggan dan sumber pemasukan bagi apotek.
Tata ruang Apotek Kimia Farma No. 2 Senen cukup nyaman dan efisien. Penataan
di desain sedemikian rupa, yang memungkinkan karyawan untuk mengawasi
setiap sudut swalayan farmasi dan memudahkan pengunjung untuk berbelanja.
Bagian swalayan apotek tidak hanya menyediakan obat-obat bebas dan perbekalan
farmasi lainnya, tetapi juga menyediakan beberapa jenis makanan dan minuman
serta kebutuhan sehari-hari. Pada bagian swalayan produk ditata berdasarkan
kategorinya dan eye catching, sehingga memudahkan pelanggan untuk mencari
barang yang akan dibeli,sedangkan pada bagian penyimpanan obat-obat ethical,
obat disusun berdasarkan kelas terapinya dan diurutkan secara alfabetis.
Dalam merencanakan perbekalannya, Apotek Kimia Farma No. 2 akan
mengisi Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) setiap 10 hari sekali. BPBA
akan diisi sesuai kebutuhan obat yang habis atau sudah akan habis, untuk
kemudian dipesankan ke Bussiness Manager (BM) Jaya II.
Secara umum keuntungan yang didapat melalui konsep BM adalah :
a. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
32
b. Apotek-apotek pelayanan dapat lebih fokus pada kualitas pelayanan, sehingga
mutu pelayanan akan meningkat
yang diharapkan berdampak pada
peningkatan penjualan.
c. Merasionalkan jumlah SDM, terutama tenaga administrasi yang diharapkan
berimbas pada efisiensi biaya.
d. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang
dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapat memperbesar range
margin atau HPP yang lebih rendah.
Kerugian dari konsep BM ini adalah barang-barang pesanan apotek sampai
dengan waktu yang lebih lama karena alur pemesanannya menjadi lebih panjang
yaitu pedagang besar farmasi – bussiness manager – apotek. Penyimpanan obatobat dan Narkotika dan Psikotropika dilakukan secara terpisah dari obat golongan
lainnya dalam lemari khusus yang terdiri dari 2 rak dengan dua pintu dan kunci
ganda dan merupakan bagian dari lemari besar. Penyimpanan narkotka dan
Psikotropika di Apotek Kimia Farma No. 2 telah memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Sistem penyimpanan barang dilakukan berdasarkan sistem FEFO
(First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) untuk mencegah barang
kadaluarsa sebelum terjual. Apotek melakukan pengontrolan terhadap tanggal
kadaluarsa obat dengan menempelkan stiker berwarna sesuai dengan tahun
kadaluarsa pada tempat penyimpanan obat dan melakukan stok opname setiap
bulan untuk mengontrol stok dan tanggal kadaluarsa obat.
Bentuk pelayanan yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 2 adalah
pelayanan resep tunai, resep kredit, upaya pengobatan diri sendiri (UPDS) atau
swamedikasi, penjualan obat bebas, alat kesehatan dan produk lain yang dijual di
swalayan farmasi. Untuk pelayanan swamedikasi, apotek menjual obat bebas dan
obat bebas terbatas yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan no.
347/menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek untuk digunakanoleh
pasien yang telah mengetahui khasiat dan cara penggunaan obat tersebut untuk
pengobatan dirinya sendiri. Pada pelayanan ini, belum terlihat peran apoteker
sebagai profesional, karena Apotek Kimia Farma No. 2 belum memiliki seorang
Apoteker Pendamping sehingga belum melakukan pelayanan farmasi klinik
khususnya konseling. Peran apoteker sangat dibutuhkan untuk memberikan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
33
informasi dan melayani konsultasi kesehatan untuk masyarakat mengingat banyak
kondisi pasien yang perlu diberikan konseling.
Perkembangan suatu apotek sangat ditentukan oleh mutu pelayanan
terhadap pelanggan. Pelayanan yang ramah, hangat, cepat, harga bersaing dan
kelengkapan obat menjadi pertimbangan dari pelanggan untuk mengunjungi
apotek. Pelayanan Apotek Kimia Farma No. 2 sudah cukup ramah dan efisien.
Tetapi perlu dilakukan suatu survei pelanggan untuk mengukur dan mengevaluasi
bagaimana kepuasan pelanggan terhadap pelayanan Apotek Kimia Farma No.2.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Setelah melakukan PKPA di Apotek Kimia Farma 02 maka dapat disimpulkan
bahwa:
a. Tugas pokok, fungsi dan peran apoteker di apotek meliputi kegiatan
perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pelayanan dan
pelaporan. Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian Apoteker berperan
sebagai pemberi pelayanan, pengambil keputusan, komunikator, pemimpin,
pengelola, pembelajar seumur hidup, dan peneliti.
b. Dengan menjalankan praktek profesi langsung di apotek, terdapat hal-hal yang
tidak didapatkan pada pendidikan kampus, seperti
melakukan pelayanan,
pengambilan keputusan, berkomunikasi yang baik dan yang terpenting
didapatkan pengalaman nyata secara langsung.
c.
Permasalahan praktek kefarmasian di apotek yaitu pelaksanaan pelayanan
farmasi secara klinis yang belum terlaksana dengan baik dikarenakan
kurangnya tenaga kefarmasian khususnya apoteker pendamping.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan penulis kepada Apotek Kimia Farma yaitu:
a. Mengingat beban kerja seorang APA yang banyak dan lebih terfokus kepada
kegiatan manajerial dan jumlah pasien yang
Farma
No.
02
membutuhkan
seorang
banyak, maka Apotek Kimia
apoteker
pendamping
guna
meningkatkan pelayanan kefarmasian di apotek khususnya pelayanan farmasi
klinis.
b. Untuk memperoleh terapi yang optimum, maka penderita penyakit degeneratif
perlu
diberikan
34
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
konseling.
DAFTAR ACUAN
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No.
28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta
Kimia Farma Trading and Distribution. (2011). Tentang Kimia Farma Trading
and Distribution. Mei 13, 2013. http://www.kftd.biz.
Kimia Farma. (2012a). Laporan Tahunan (Annual Report) 2012. Mei 13, 2013.
http://www.kimiafarma.co.id/.
Kimia Farma. (2012b). Sejarah. http://www.kimiafarma.co.id/
Kimia Farma. (2012b). Visi dan Misi. http://www.kimiafarma.co.id/
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesi No. 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta
35
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS RESEP OSTEOPOROSIS
DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
INDINA TARZIAH
1406664461
FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI
PROFESI APOTEKER DEPOK
JANUARI 2016
i
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3
2.1 Definisi Osteoporosis ................................................................................ 3
2.2 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 4
2.3 Patofisiologi Osteoporosis ........................................................................ 4
2.4 Faktor Resiko ............................................................................................ 5
2.5 Diagnosis................................................................................................... 5
2.6 Pencegahan ............................................................................................... 6
2.7 Strategi Terapi ........................................................................................... 6
2.8 Terapi Non Farmakologi ........................................................................... 7
2.9 Terapi Farmakologi ................................................................................... 7
BAB 3 METODE PENGKAJIAN .................................................................... 13
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................... 13
3.2 Metode Pengkajian................................................................................... 13
3.3 Alur Pengkajian ....................................................................................... 13
BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................... 14
4.1 Analisa Resep........................................................................................... 14
4.1.1 Pengkajian Resep........................................................................... 14
4.2 Analisa Drug Related Problems (DRP) ................................................... 17
4.3 Monitoring Pasien .................................................................................... 18
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 20
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 20
5.2 Saran ....................................................................................................... 20
DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 21
LAMPIRAN ....................................................................................................... 22
ii
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya usia harapan hidup melatarbelakangi tertariknya perhatian
masyarakat Indonesia terhadap masalah-masalah kesehatan pada usia lanjut.
Dengan bertambahnya usia harapan hidup, maka penyakit degeneratif dan
metabolisme juga meningkat seperti penyakit jantung koroner, diabetes mellitus,
hipertensi, obesitas, dislipidemia dan juga termasuk osteoporosis. Osteoporosis
merupakan penyakit tulang yang sering terjadi pada manusia dengan ditandai oleh
adanya pengurangan massa tulang baik pada tulang trabekular maupun pada
tulang kortikal. Penyakit ini sering tanpa keluhan dimana densitas tulang
berkurang secara progresif dengan kerusakan mikroarsitektur tulang sehingga
tulang menjadi rapuh, mudah patah dan tidak terdeteksi sampai terjadi patah
tulang.
Menurut WHO sekitar 200 juta orang menderita osteoporosis di seluruh dunia.
Pada tahun 2050 diperkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkat 2 kali
lipat pada wanita dan 3 kali lipat pada pria. Di Indonesia, data yang pasti
mengenai jumlah osteoporosis belum ditemukan, namun berdasarkan data Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010 angka insiden patah tulang tercatat
sekitar 200/100.000 kasus pada wanita dan pria diatas usia 40 tahun diakibatkan
osteoporosis. Menurut Depkes, dua dari lima orang indonesia memiliki risiko
terkena osteoporosis.
Pada umumnya osteoporosis merupakan kondisi yang dapat dicegah. Oleh
karena itu, dibutuhkan pengetahuan dan strategi khusus agar dapat terhindar dari
osteoporosis sehingga terhindari dari patah tulang. Pengobatan sebaiknya
dilakukan sedini mungkin karena arsitektur tulang belum rusak. Prinsip
pengobatan osteoporosis adalah dilakukan sedini mungkin, sebelum adanya
keropos tulang atau saat arsitekturnya belum rusak. Apoteker sebagai bagian dari
tenaga kesehatan dapat mengambil suatu upaya dalam mengedukasi masyarakat
1
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
dari semua kalangan usia dalam menerapkan kebiasaan baik pada tulang, untuk
mencegah dan mengatasi terjadinya osteoporosis dengan cara menentukan
pengobatan yang baik bagi pasien.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan pengkajian resep untuk Ny. S
di Kimia Farma No. 2, apakah sesuai dengan persyaratan kelengkapan
administratif, kesesuaian farmasetika dan pertimbangan klinisnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang sering terjadi pada manusia
dengan ditandai oleh adanya pengurangan masa tulang baik pada tulang trabekular
maupun kortikal. Menurut WHO, osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat
khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang,
dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya meningkatkan
kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang. Penyakit ini sering tanpa
keluhan dimana densitas tulang berkurang secara progresif dengan kerusakan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh, mudah patah dan tidak
terdeteksi sampai terjadi patah tulang. Karakterisitik osteoporosis ditandai dengan
adanya penurunan kekuatan tulang (Bone Strength). Kekuatan tulang ini adalah
hasil integrasi antara volume mineralisasi, arsitektur tulang, bone turn over, dan
akumulasi kerusakan tulang. Berdasarkan definisi WHO, dapat dikatakan
osteoporosis jika densitas massa tulang memiliki nilai t-score kurang dari -2,5.
Sedangkan dikatakan normal apabila nilai t-score lebih dari -1 dan osteopenic
apabila t-score antara -1 sampai -2,5.
Osteoporosis terbagi menjadi 2 tipe, yaitu primer dan sekunder. Osteoporosis
primer terbagi lagi menjadi 2 yaitu tipe 1 (postmenopausal) dan tipe 2 (senile).
Penyebab terjadinya osteoporosis tipe 1 erat kaitannya dengan hormon estrogen
dan kejadian menopause pada wanita dan biasanya terjadi selama 15-20 tahun
setelah masa menopause atau pada wanita sekitar 51-75 tahun. Pada tipe ini tulang
trabekular menjadi sangat rapuh sehingga memiliki kecepatan fraktur 3 kali lebih
cepat dari biasanya. Tipe 2 biasanya terjadi diatas usia 70 tahun dan 2 kali lebih
sering menyerang wanita. Penyebab terjadinya senile osteoporosis yaitu karena
kekurangan kalsium dan kurangnya sel-sel perangsang pembentuk vitamin D,
sehingga tulang pecah dekat sendi lutut dan paha dekat sendi panggul.(Yatim,
2003).
3
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.2 Manifestasi Klinis
Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai
puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga
tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk
tulang. Seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau
gejala sebagai berikut:
a. Tinggi badan berkurang
b. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah
c. Patah tulang
d. Nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009)
2.3 Patofisologi Osteoporosis
Terdapat dua sel yang penting pada pembentukan tulang yaitu osteoklas dan
osteoblas. Osteoblas berperan pada pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas
pada proses resorpsi tulang. Osteoporosis sendiri adalah abnormalitas pada proses
remodelling tulang dimana resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan
hilangnya massa tulang. Remodelling tulang digambarkan dengan keseimbangan
fungsi osteoblas dan osteoklas dan dibutuhkan untuk menjaga kekuatan tulang.
Tulang yang sudah tua dan pernah mengalami keretakan, akan dibentuk
kembali. Tulang yang sudah rusak tersebut akan diidentifikasi oleh sel osteosit
(Cosman, 2009). Kemudian terjadi penyerapan kembali yang dilakukan oleh sel
osteoklas yang akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan asam (Tandra,
2009). Dengan demikian, tulang yang sudah diserap osteoklas akan dibentuk
bagian tulang yang baru yang dilakukan oleh osteoblas yang berasal dari sel
prekursor di sumsum tulang belajang setelah sel osteoklas hilang (Cosman, 2009).
Endokrin juga memiliki peran penting dalam mengendalikan proses remodelling
tulang. Hormon yang mempengaruhi proses remodelling tulang adalah hormon
paratiroid (resorpsi tulang menjadi lebih cepat) dan estrogen (resorpsi tulang akan
menjadi lama). Pada osteoporosis, terjadi gangguan osteoklas, sehingga timbul
ketidakseimbangan antara kerja osteoklas dan osteoblas. Aktivitas sel osteoklas
lebih besar dibandingkan dengan sel osteoblas yang kemudian menyebabkan
massa tulang turun secara menyeluruh, dan terjadilah proses pengeroposan tulang
pada
penderita
osteoporosis
(Ganong,
2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
5
2.4 Faktor Risiko
a. Umur
Dengan bertambahnya umur, sel osteoblas akan lebih cepat mati karena
adanya sel osteoklas yang menjadi lebih aktif sehingga tulang tidak dapat
digantikan dengan baik dan massa tulang akan terus menurun (Hartono, 2000,
Padang, 2004 dan Barker, 2002).
b. Jenis Kelamin
Osteoporosis lebih sering terjadi pada wanita yaitu sekitar 80% dan pada lakilaki 20%. Hal ini dapat terjadi karena laki-laki mempunyai tubuh yang besar,
tulang yang lebih padat daripada wanita (Krinke, 2005). Pada wanita yang
mengalami
menopause,
terjadi
penurunan
hormon
estrogen
yang
menyebabkan aktivitas sel osteoblas menurun sedangkan osteoklas meningkat
(Purwoastuti, 2008).
2.5 Diagnosis
Untuk mendiagnosa osteoporosis pada pasien diperlukan :
a. Riwayat penyakit dan pengobatan pasien
b. Identifikasi faktor risiko
c. Pemeriksaan fisik lengkap
d. Tes laboratorium untuk mengidentifikasi kemungkinan osteoporosis sekunder.
Parameter laboratorium yang umum digunakan adalah kadar 25 (OH) vitamin D
serum, sebagai indikator status vitamin D total tubuh. Kadar 25 (OH) vitamin D
serum dalam berbagai kondisi :
Normal
: ≥ 30 ng/mL
Insufisiensi
: 11 – 29 ng/mL
Defisiensi vit D : < atau sama dengan 10 ng/mL
e. Pengukuran massa tulang
Terdapat berbagai metode pengukuran massa tulang, namun yang menjadi
standar diagnosis osteoporosis saat ini adalah pengukuran densitas mineral tulang
sentral
(tulang
punggung
dan
panggul)
dengan
Dual
Energy
X-Ray
Absorptiometry (DXA).
Densitas mineral tulang dari pengukuran tersebut dapat dinyatakan dengan Tscore. Nilai T-score dalam berbagai kondisi :
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
6
Tulang normal : ≥ -1 (10% di bawah SD rata-rata atau lebih tinggi)
Osteopenia
: -1 sampai -2,5 (10-25% di bawah SD rata-rata)
Osteoporosis : < atau samadengan – 2,5 (25% di bawah SD rata rata)
2.6 Pencegahan
Osteoporosis dan osteopenia dapat dicegah dengan melakukan hal-hal berikut,
yaitu:
a. Pencegahan dengan mengurangi faktor resiko
Maksud pencegahan dengan mengurangi faktor resiko yaitu melakukan
pencegahan dengan menghindari kebiasaan merokok, mengurangi konsumsi
obat-obatan seperti steroid, tidak mengkonsumsi alkohol. (Cosman, 2009)
Selain itu juga dapat melakukan terapi sulih hormon (Hormone Replacement
Therapy (HRT)). Hal ini sudah dibuktikan dengan penelitian yang menyatakan
bahwa sekitar 30-50% terjadinya faktur tulang akan menurun dengan
melakukan HRT. (midiyah, 2003)
b. Pencegahan melalui nutrisi
Dengan meningkatkan konsumsi makanan dan minuman yang mengandung
kalsium dan vitamin D, serta mengurangi konsumsi kafein, maka sudah
dilakukan
pencegahan osteoporosismelalui nutrisi. Dengan demikian,
kepadatan tulang dapat meningkat dan mengurangi angka terjadinya
osteoporosis dan osteopenia. (Hartono, 2000)
c. Pencegahan melalui olahraga
Dengann melakukan olahraga yang teratur maka kesehatan pun akan menjadi
lebih baik. Olahraga yang baik untuk dilakukan, misalnya: jalan, aerobik,
jogging, renang dan bersepeda. Selain itu sekitar 10-15 menit keluar dipagi
hari antara pukul 06.00 s/d 09.00. (Depkes, 2003)
2.7 Strategi Terapi
Terapi farmakologi dan non farmakologi osteoporosis memiliki tujuan :
a. mencegah terjadinya fraktur dan komplikasi
b. pemeliharaan dan meningkatkan densitas mineral tulang
c. mencegah pengeroposan tulang
d. mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan osteoporosis.
(Chisholm-burns et.al , 2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
7
2.8 Terapi Non Farmakologi
a. Nutrisi
Diet kalsium penting untuk memelihara densitas tulang. Nutrisi tersebut dapat
berupa vitamin D yang bisa didapatkan dari brokoli, kacang-kacangan, ikan
teri, ikan salmon, susu, kuning telur, hati dan sardine serta paparan sinar
matahari.
b. Olahraga
Prinsip latihan fisik untuk kesehatan tulang adalah latihan pembebanan,
gerakan dinamis dan ritmis, serta latihan daya tahan (endurans) dalam bentuk
aerobic low impact. Senam osteoporosis untuk mencegah dan mengobati
terjadinya pengeroposan tulang. Daerah yang rawan osteoporosis adalah area
tulang punggung, pangkal paha dan pergelangan tangan (Anonim, 2011).
2.9 Terapi Farmakologi
Algoritma terapi menurut Dipiro (2005), dibagi menjadi dua yaitu:
a. Pengobatan tanpa pengukuran BMD (Bone Mineral Density)
Pertimbangan terapi tanpa pengukuran BMD :
1) Pria dan wanita dengan peningkatan risiko kerapuhan tulang
2) Pria dan wanita yang menggunakan glukokortikoid dalam jangka waktu lama
Terapi dapat dilakukan dengan Biphosphonate, jika intolerance dengan
Biphosphonate pilihan terapi obat lainnya adalah Raloxifene, kalsitonin nasal,
teriparatide, bifosfonat parenteral. Jika kerapuhan tetap berlanjut setelah
pemakaian Biphosphonate, maka pilihan terapi lainnya adalah teriparatide.
b. Pengobatan dengan pengukuran BMD (Bone Mineral Density)
Populasi yang perlu pengukuran BMD :
1) Untuk wanita dengan usia ≥ 65 tahun
2) Untuk wanita usia 60-64 tahun postmenopause dengan peningkatan risiko
osteoporotis
3) Pria dengan 70 tahun atau yang risiko tinggi
Dari hasil pengukuran BMD, jika T-score >-1, maka nilai BMD termasuk
normal, tetapi tetap diperlukan monitoring DXA setiap 1-5 tahun. Dan jika
diperlukan pengobatan, maka pilihan pengobatannya adalah Biphosponate,
Raloxifene,
Calcitonin
(Dipiro
et.al
,
2005).
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
8
Jika T-score -1 s/d -2,5, maka termasuk dalam osteopenia. Dapat dilakukan
monitoring DXA setiap 1-5 tahun. Dan jika diperlukan pengobatan, maka pilihan
pengobatannya adalah Biphosponate, Raloxifene, Calcitonin
Jika T-score <-2,0 dilakukan pemeriksaan lanjut untuk osteoporosis sekunder,
yaitu dengan pengukuran PTH, TSH, 25-OH vitamin D, CBC, panel kimia, tes
kondisi spesifik. Kemudian dilakukan terapi berdasarkan penyebab, bila ada, yaitu
dengan Biphosphonate, jika intoleransi dengan Biphosphonate maka pilihan
pengobatannya adalah Biphosphonate parenteral, Teriparatide, Raloxifene dan
Calcitonin.
Dari hasil pengukuran
Osteoporosis dengan skor T < -2,5, terapi dapat
dilakukan dengan Biphosphonate, jika intolerance dengan Biphosphonate pilihan
terapi obat lainnya adalah Raloxifene, kalsitonin nasal, teriparatide, bifosfonat
parenteral. Jika kerapuhan tetap berlanjut setelah pemakaian Biphosphonate, maka
pilihan terapi lainnya adalah teriparatide.
2.9.1
Terapi Farmakologi
Obat yang digunakan dalam terapi osteoporosis, yaitu :
a. Kalsium
1) Mekanisme kerja obat
Kalsium berfungsi sebagai integritas sistem saraf dan otot, untuk
kontraktilitas jantung normal dan koagulasi darah. Kalsium berfungsi sebagai
kofaktor enzim dan mempengaruhi aktivitas sekresi kelenjar endokrin dan
eksokrin
2) Kontraindikasi
Kalsium dikontraindikasikan pada pasien dengan hiperkalsemia dan fibrilasi
ventrikuler
3) Efek samping
Efek samping yang terjadi ketika mengkonsumsi kalsium yaitu gangguan
gastrointestinal ringan, bradikardia, aritmia, dan iritasi pada injeksi intravena
(Anonim, 2008).
b. Vitamin D
1) Mekanisme kerja obat
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
9
Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang diperoleh dari sumber alami
(minyak hati ikan) atau dari konversi provitamin D (7-dehidrokolesterol dan
ergosterol). Pada manusia, suplai alami vitamin D tergantung pada sinar
ultraviolet untuk konversi 7-dehidrokolesterol menjadi vitamin D3
atau
ergosterol menjadi vitamin D2. Setelah pemaparan terhadap sinar uv, vitamin
D3 kemudian diubah menjadi bentuk aktif vitamin D (Kalsitriol) oleh hati dan
ginjal. Vitamin D dihidroksilasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi 25hidroksi-vitamin D3 (25-[OH]- D3 atau kalsifediol). Kalsifediol dihidroksilasi
terutama di ginjal menjadi 1,25-dihidroksi-vitamin D (1,25-[OH]2-D3 atau
kalsitriol) dan 24,25-dihidroksikolekalsiferol. Kalsitriol dipercaya merupakan
bentuk vitamin D3 yang paling aktif dalam menstimulasi transport kalsium
usus dan fosfat.
2) Kontraindikasi
Vitamin D dikontraindikasikan dengan hiperkalsemia, bukti adanya toksistas
vitamin D, sindrom malabsorpsi, hipervitaminosis D, sensitivitas abnormal
terhadap efek vitamin D, penurunan fungsi ginjal.
3) Efek samping
Vitamin D ini dapat menimbulkan sakit kepala, mual, muntah, mulut kering
dan konstipasi.
c. Bifosfonat
1) Mekanisme kerja obat
Bifosfonat bekerja terutama pada tulang. Kerja farmakologi utamanya adalah
inhibisi resorpsi tulang normal dan abnormal. Tidak ada bukti bahwa
bifosfonat dimetabolisme. Bifosfonat utnuk mengoptimalkan manfaat klinis
harus dengan dosis yang tepat dan meminimalkan risiko efek samping
terhadap
saluran
pencernaan.
Semua
bifosfonat
sedikit
diabsorpsi
(bioavaibilitas 1-5%).
2) Efek samping
Efek samping yang terjadi ketika mengkonsumsi bifosfonat yaitu mual, nyeri
abdomen
dan
dyspepsia
(Anonim,
2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
10
d. Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs)
Raloxifene merupakan agonis estrogen pada jaringan tulang tetapi merupakan
antagonis pada payudara dan uterus. Raloxifen meningkatkan BMD tulang
belakang dan pinggul sebesar 2-3% dan menurunkan fraktur tulang belakang.
Fraktur non-vertebral tidak dapat dicegah dengan raloxifene.
1) Mekanisme kerja
Raloxifene merupakan reseptor estrogen selektif yang mengurangi resorpsi
tulang dan menurunkan pembengkokan tulang.
2) Kontraindikasi
Kontraindikasi pada SERMs ini yaitu pada wanita hamil dan menyusui.
hipersensitif raloxifene (Anonim, 2008).
e. Kalsitonin
1) Mekanisme kerja
Bersama dengan hormon paratiroid, kalsitonin berperan dalam mengatur
homeostasis Ca dan metabolisme Ca tulang. Kalsitonin dilepaskan dari
kelenjar tiroidketika terjadi peningkatan kadar kalsium serum.
2) Efek samping
Efek samping yang terjadi ketika mengkonsumsi kalsitonin yaitu mual,
muntah, flushing (Anonim, 2008).
f. Estrogen dan terapi hormonal
1) Mekanisme kerja
Estrogen menurunkan aktivitas osteoklas, menghambat PTH secara periferal,
meningkatkan konsentrasi kalsitriol dan absorpsi kalsium di usus, dan
menurunkan ekskresi kalsium oleh ginjal. Penggunaan estrogen dalam jangka
waktu lama tanpa diimbangi progesteron meningkatkan risiko kanker
endometrium pada wanita yang uterusnya utuh.
2) Kontraindikasi
Estrogen ini kontraindikasi dengan wanita hamil dan menyusui, kanker
estrogen-independent (Anonim, 2008).
g. Fitoestrogen
Isoflavonoid (protein kedelai) dan lignan (flaxseed) merupakan bentuk
estrogen dimana efeknya terhadap tulang dapat disebabkan aktivitas agonis
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
11
reseptor estrogen tulang atau efek terhadap osteoblas dan osteoklas. beberapa
studi isoflavon menggunakan dosis yang lebih besar dilaporkan dapat
menurunkan penanda resorpsi tulang dan sedikit meningkatkan densitas
(Anonim, 2008).
h. Testosteron
Penurunan konsentrasi testosteron tampak pada penyakit gonad, gangguan
pencernaan dan terapi glukokortikoid. Berdasarkan penelitian terapi testosteron
ini dapat meningkatkan BMD dan mengurangi hilangnya massa tulang pada
pasien osteoporosis laki-laki (Dipiro et.al , 2005).
i. Diuretik Tiazid
Diuretik tiazid meningkatkan reabsorbsi kalsium. Berdasarkan penelitian
pasien yang mengkonsumsi diuretik tiazid memiliki massa tulang lebih besar
dan fraktur yang lebih sedikit. Diuretik tiazid ini diberikan ketika pasien
osteoporosis dengan glukokortikoid yang lebih besar dari 300mg dari jumlah
kalsium yang dikeluarkan dalam urin selama lebih dari 24 jam (Dipiro et.al ,
2005).
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
12
Algoritma Pencegahan Osteoporosis
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
BAB 3
METODE PENGKAJIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pengkajian resep pada pasien osteoporosis dilakukan di Apotek Kimia
Farma No. 2 Pasar Senen. Pengkajian in berlangsung selama periode PKPA pada
tanggal 3 – 29 Agustus 2015.
3.2 Metode Pengkajian
Pengkajian dilakukan dari penelusuran studi pustaka mengenai penyakit
osteoporosis serta dari observasi langsung di apotek terhadap resep-resep yang
ditujukan untuk pasien penderita osteoporosis. Penulis membatasi resep yang
dikaji hanya satu buah. Pengkajian dilakukan dengan mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
3.3 Alur Pengkajian
Penelusuran studi pustaka
mengenai Osteoporosis
Pengamatan resep di
Apotek KF 2
Pembuatan laporan dalam
bentuk tertulis
Gambar 3.1. Alur Pengkajian
13
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Analisa Resep
APOTEK KIMIA PHARMA
Jl. Malabar No. 1 Bogor
Telp. (0251) 8363677
COPY RECEPT
Untuk Ny. Sukarmi
Dari dr. : Yudhi Gumilang
Tanggal : 12/08/15
R/ Osteonate
No XXX
S 1 dd 1
nedet
pcc
Pengkajian resep dilihat dari kesesuaian:
1. Kelengkapan administrasi
2. Kesesuaian Farmasetika
3. Pertimbangan Klinis
4.1.1
Pengkajian Resep dilihat dari kesesuaian:
a. Kelengkapan Administrasi
Tabel 4.1 Kelengkapan Administrasi
Komponen Resep
Ada Tidak Ada
√
Nama Dokter
√
SIP Dokter
14
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
15
Komponen Resep
Ada Tidak Ada
√
Alamat Dokter
Tanggal Penulisan Resep
√
√
Paraf Dokter
Tanda R/
√
Nama Obat
√
Jumlah Obat
√
Bentuk Sediaan
√
Signa
√
Nama Pasien
√
Alamat Pasien
√
Nomor Telp
√
Umur Pasien
√
Berat Badan Pasien
√
Pada resep terlampir masih terdapat banyak persyaratan yang tidak tercantum
pada resep seperti alamat dokter dan SIP dokter. Sementara itu, belum lengkapnya
administrasi seperti alamat, no. telp, umur dan berat badan pasien dapat diatasi
dengan cara menanyakan hal-hal tersebut kepada pasien.
b. Kesesuaian Farmasetika
Tabel 4.2 Kesesuaian Farmasetika
Nama
Bentuk
Obat
Sediaan
Osteonate
√
Dosis Potensi/Stabilitas
Cara
Lama
Penggunaan Penggunaan
√
-
PO
√
Pada resep terlampir keterangan bentuk sediaan, dosis, cara dan lama penggunaan
yang sudah sesuai dengan kesesuaian farmasetika.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
16
c. Pertimbangan Klinis
Tabel 4.3 Pertimbangan Klinis
Skrining
Permasalahan
Farmakologi
1. Adanya alergi
Solusi
Tidak diketahui karena
Tanyakan pada pasien atau
tidak tertulis dalam resep.
keluarga pasien apakan ada
riwayat alergi obat
sebelumnya.
2. Efek samping
a. Osteonate
Infeksi, nyeri punggung, Beri edukasi pasien untuk
artralgia,
mual,
nyeri
diare,
perut, kemungkinan terjadinya
hipertensi, efek samping obat.
ISK, duodenitis, glositis
3. Interaksi Obat
Suplemen Ca, Antasid
Beritahu pasien untuk
meminimalisir penggunaan
obat-obat yang dapat
menimbulkan interaksi
4. Kesesuaian klinis
meliputi:

Dosis:
1 x sehari 1 tablet
Diberikan dengan segelas
air sekurang-kurangnya 30
menit sebelum konsumsi
makanan/minuman/obat
pertama kali pada hari yang
sama dan tetap dalam posisi
duduk/tegak, selama
sekurang-kurangnya 30
menit. Telan utuh jangan
dikunyah atau dihancurkan.
a. Durasi
30 hari
Beri edukasi pasien agar
mengkonsumsi teratur
b. Jumlah obat
30 tablet
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
17
Skrining
Farmakologi
Permasalahan
Solusi
-
-
c. Duplikasi obat
Mekanisme Kerja Obat dalam Resep
1. Osteonate
a. Komposisi : Risedronate Na
b. Indikasi
: Terapi dan pencegahan osteoporosis (pasca menopause dan yang
disebabkan oleh glukokortikoid)
c. Sediaan
: Tablet
d. Dosis
: 5 mg 1 tablet 1x/hari
Berdasarkan pertimbangan klinisnya, maka pasien perlu diberitahukan
mengenai beberapa hal, seperti memberikan edukasi efek samping osteonate
adalah infeksi, nyeri punggung dan perut, mual, muntah diare dan lain-lain,
sehingga bila terjadi efek samping obat, pasien dapat menghentikan pemakaian
obat atau menghubungi keluarga terdekat. Osteonate memiliki interaksi jika
diberikan bersamaan dengan antasida, maka pasien perlu diberitahukan agar
menghindari obat-obatan yang dapat menimbulkan interaksi. Pada resep ini,
osteonate diberikan 1 kali sehari 1 tablet diminum dengan cara menelan tablet
dengan segelas air dalam keadaan duduk / tegak, hal ini dikarenakan efek samping
dari risedronate yang dapat mengiritasi esophagus.
4.2 Analisis Drug Related Problems (DRPs)
Tabel 4.4 Drug Related Problems
No. Drug Therapy Problem
1.
Cause
Ada indikasi, tapi tidak
Ada/ Tidak Ada
Tidak Ada
ada terapi
2.
Tidak ada indikasi, ada
Tidak Ada
terapi
3.
Dosis terlalu rendah
 Frekuensi tidak tepat
Tidak Ada
 Salah dosis
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
18
No. Drug Therapy Problem
Cause
Ada/ Tidak Ada
 Rute pemberian yang
tidak tepat
 Penyimpanan yang
tidak tepat
4.
Dosis terlalu tinggi
 Frekuensi tidak tepat
Tidak Ada
 Salah dosis
 Durasi pemberian
yang tidak tepat
5.
Reaksi efek samping
 Reaksi alergi
Tidak Ada
 Obat yang tidak
aman untuk pasien
 Rute pemberian
 Efek yang tidak
diinginkan.
6.
Interaksi obat
Tidak Ada
7.
Pemilihan obat yang
Tidak Ada
tidak tepat
8.
Ketidakpatuhan
Tidak Ada
penggunaan obat
4.3 Monitoring Pasien
Osteonate mengandung risedronate. Risedronate merupakan obat dalam
golongan bifosfonat. Bifosfonat bekerja terutama pada tulang. Kerja farmakologi
utamanya adalah inhibisi resorpsi tulang normal dan abnormal. Tidak ada bukti
bahwa bifosfonat dimetabolisme. Bifosfonat utnuk menoptimalkan manfaat klinis
harus dengan dosis yang tepat dan meminimalkan resiko efek samping terhadap
saluran pencernaan. Semua bifosfonat sedikit diabsorpsi (bioavaibilitas 1-5%).
Monitoring terhadap pasien dapat dilakukan dengan cara menanyakan apakah
nyeri yang dirasakan sudah berkurang semenjak penggunaan obat atau belum.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
19
Selain itu perlu diberikan komunikasi, informasi dan edukasi kepada pasien
mengenai hal-hal berikut ini:
a. Informasi kemungkinan terjadi efek samping mual, nyeri perut, dispepsia,
iritasi esophageal, gastric ataupun duodenal, perforasi, ulserasi atau
pendarahan dapat terjadi saat petunjuk penggunaan obat tidak dilakukan, bila
hal-hal tersebut terjadi pada pasien, diharapkan segera menghubungi apoteker
b. Menyarankan pasien untuk meningkatkan aktivitas fisik, seperti olahraga atau
aktivitas lain sesuai usia dan kondisi tubuh. Dosis olahraga harus tepat karena
jika terlalu ringan akan kurang bermanfaat, dan jika terlalu berat akan
meningkatkan risiko patah tulang.
c. Menyarankan pasien untuk meningkatkan konsumsi sayuran, dan air putih,
untuk mengantisipasi efek samping kontstipasi dari suplemen kalsium
d. Menyarankan pasien untuk meningkatkan konsumsi makanan kaya kalsium
dan vitamin D seperti susu, sarden, brokoli, lele, bayam, tahu, dan yogurt.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Berdasarkan resep terapi osteoporosis untuk pasien Ny. S dengan
menggunakan osteonate sudah tepat untuk pengobatan osteoporosis.
b. Resep osteoporosis yang dikaji memenuhi persyaratan kesesuaian farmasetika
dan pertimbangan klinis, namun kelengkapan administrasi tidak memenuhi
persyaratan.
5.2 Saran
a. Perlu
dilakukan
monitoring
pasien
untuk
masalah
kepatuhannya
mengkonsumsi obat sehingga penyakit dapat tertangani dengan baik.
20
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. ISO Farmakoterapi, Jakarta : PT ISFI Penerbitan. 2008.
Anonim. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 8 2008/2009, Jakarta:
Info Master. 2008
Anonim, 2010, Teriparatide Padatkan Tulang Lebih Baik , Majalah Farmacia
Edisi
Januari
2010
Vol.9
No.6,
http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=1540, diakses tanggal 22
September 2011.
Anonim,2011,SenamOsteoporosis,http://www.medistra.com/index.php?optio
n=com_content&view=article&id=45:Senam%20Osteoporosis,
diakses tanggal 22 September 2011.
Chisholm-burns, Marie A., Wells, Barbara G., Schwinghammer, Terry L.,
Malone, Patrick M., Kolesar, Jill M., Rotschafer, John C., Dipiro,
Joseph T.. Pharmacotherapy principles and practice. United States of
America : McGraw-Hill Companies, Inc. 2008.
Compston, Juliet. Seri Kesehatan bimbingan Dokter Pada Osteoporosis.
Jakarta : Dian Rakyat. 2002
Cosman, Felicia. Osteoporosis: Panduan lengkap Agar Tulang Anda Tetap
Sehat. Solo: Bintang Pustaka. 2009
Depkes. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga Kerja
Kesehatan. Direktorat gizi Masyarakat Depkes RI. 2003
Dipiro, Joseph T., Talbert , Robert L.,Yee, Gary C., Matzke, Gary R., Wells,
Barbara G., Posey, L. Michael.. Pharmacotheraphy a
Pathophysiologic Approach 1 Fifth Edition. United States of America
: McGraw-Hill Companies. Inc. 2005.
Dipiro, J. T., Robert L. T., Gary C. Y., Gary R. M., Barbara G. W., and L.
Michael Posey. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach.
Seventh edition. New York : Mc Graw Hill Medical. 2006.
Ganong, W. F.. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22 . Jakarta: EGC.
2008.
Hartono, Muljadi. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Jakarta : Puspa
Swara. 2004
Krinke, U Beate. Nutrition Through The Life Cycle Second Edition. Thomson
Wadsworth. 2005
Purwoastuti, Endang. Menopause, Siapa Takut? Yogyakarta : Kanisius. 2008
21
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
22
WHO. Assesment of Fracture Risk and Its Application to Screening for
Postmenopausal Osteoporosis. Geneva. 1994
Tandra, Hans. Osteoporosis Mengenal, Mengatasi, dan mencegah Tulang
Keropos. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2009
Yatim, Faisal. Osteoporosis(Penyakit Kerapuhan Tulang Pada Manula).
Jakarta : Pustaka Pelopor Obor. 2003
Laporan praktik…, Indina Tarziah, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
Download