perioperatif kardiologi pada geriatri

advertisement
PERIOPERATIF KARDIOLOGI PADA GERIATRI
Bistok Sihombing, Ricky Rivalino Sitepu
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan
Seiring bertambahnya usia maka terjadi penurunan kemampuan kardiak dan timbulnya
penyakit jantung yang tak terlihat secara klinis. Segala perubahan fisiologis yang terjadi
pada sistem kardiovaskular bertanggung jawab terhadap peningkatan insidensi infark
miokard, gagal jantung, dan aritmia perioperative pada usia lanjut. Hal ini menyebabkan
pasien usia lanjut memiliki resiko lebih besar dalam menjalani operasi dikarenakan
berkurangnya kemampuan untuk mengembalikan homeostasis fisilogik saat menjalani
pembedahan [1].
Reading assignment kali ini membahas mengenai perubahan fungsi jantung yang terjadi
pada usia lanjut dan juga penanganan perioperatif.
Perubahan Fisiologis Jantung
Perubahan-perubahan yang terjadi di sistem kardiovaskular pada kelompok usia lanjut
meningkatkan resiko terjadinya kegagalan jantung, infark miokard, dan juga aritmia
perioperatif. Perubahan akibat penuaan antara lain adalah penurunan sensitivitas system
parasimpatis dalam mengubah tanggapan baroreseptor, tekanan darah, dan denyut
jantung (table 1). Sensitivitas system simpatis juga menurun. Kondisi tersebut
menurunkan kemampuan tubuh untuk mengkompensasi perubahan yang mendadak.
Pembuluh darah arteri dan vena menjadi kaku sehingga menurunkan kapasitas untuk
berkontriksi atau berdilatasi. Kekakuan miokardium juga terjadi sehingga memengaruhi
relaksasi diastolic dan tekanan pengisian. Pada gilirannya akan terjadi disfungsi diastollik
dengan peningkatan arterial kiri dan kongesti paru [2].
1
Pemberian obat anastesi menyebabkan vasodilatasi perifer dan menurunkan resistensi
vaskular. Pada kelompok usia lanjut yang memiliki volume intravaskular yang kurang
akibat pemakaian diuretik, pemberian obat anastesi dapat menyebabkan pengurangan
perfusi ke jaringan secara mendadak [2].
Tabel 1. Perubahan Fisiologis Jantung Terkait Proses Penuaan dan Pengaruhnya
Terhadap Perawatan Perioperatif [2]
Perubahan
Pengaruh
↑ Kekakuan vaskular
↑ Tekanan darah dan beban ventrikel
↑ Kekakuan ventrikel
Hipertensi
Degenerasi system konduksi
Hipertrofi ventrikel
Degenerasi katup jantung
↑ Sensitivitas terhadap perubahan volume
↓ Frekuensi jantung maksimal
↓ Respon frekuensi jantung
Dekondisi kardiopulmonal
↑ Resiko blok AV derajat tinggi
↑ Prevelensi penyakit arteri koroner
↑ Resiko iskemia miokard
Pengkajian Pra Operasi Pada Lansia
Saat melakukan pengkajian pra operasi pada pasien usia lanjut, sangat penting untuk
meletakkan fungsi sistem kardiovaskular dalam konteks secara menyeluruh. The
American Heart Association dan American College of Cardiology (AHA/ACC) telah
mepublikasikan algoritma terbaru yang dapat membantu dalam pengkajian risiko
praoperatif. Berdasarkan algoritma AHA/ACC, faktor usia merupakan predictor klinis
minor sehingga meskipun berusia lanjut namun tidak memiliki predictor klinis mayor
atau menengah dan memiliki kapasitas fungsional moderate/baik >4 metabolik
equivalent/MET (mampu naik tangga) atau bila kapasitas fungsional buruk <4 MET
namun menjalani prosedur operasi risiko rendah/menengah, dapat dilakukan operasi
tanpa perlu dilakukan pemeriksaan non invasif atau invasif terlebih dahulu [3].
a. Algoritme AHA/ACC
2
Berdasarkan Algoritme yang dikeluarkan AHA/ACC pendekatan dalam penilaian
jantung perioperatif dibagi membagi 4 tahap (gambar 1).
Tahap 1: Menentukan urgensi operasi non kardiak. Pada kasus emergensi yang
membutuhkan operasi secepatnya, penilaian risiko kardiak dilakukan pasca operasi.
Pada keadaan tersebut, konsultan dapat memberikan risiko rekomendasi untuk
tatalaksana medis perioperatif [3].
Tahap 2: Melihat apakah pasien memiliki salah satu kondisi jantung aktif pada table
2. Jika tidak, masuk ke tahap 3. Pada pasien yang dilakukan operasi elektif, adanya
penyakit koroner yang tidak stabil, gagal jantung dekompensata, aritmia, atau
kelainan katup dapat mengakibatkan penundaan atau pembatalan operasi hingga
masalah jantung dapat diklarifikasi dan diterapi secara adekuat. Bergantung dari hasil
tes dan risiko operasi, biasanya pasien cukup adekuat untuk dilakukan operasi
dengan pemberian terapi medis maksimal.
Tabel 2. Kondisi jantung aktif di mana pasien harus menjalani evaluasi sebelum
dilakukan operasi elektif
1. Sindrom koroner tidak stabil
a. Unstable angina atau angina pektoris berat (Kelas III atau IV)
b. Infark miokard akut (<30 hari) dengan risiko iskemik
2. Gagal jantung kongestif stadium dekompensasi (Kelas IV NYHA)
3. Aritmia bermakna
a. Blok AV derajat tinggi, blok AV mobitz II, blok AV derajat III
b. Aritmia ventrikular simptomatik yang didasari kelainan jantung
c. Aritmia supraventricular atau atrial fibrilasi (>100x/menit pada
istirahat)
d. Bradikardia simtomatik
e. Takikardia ventrikular
4. Penyakit katup yang berat
a. Stenosis aorta berat (mean preassure gradient >40 mmHg)
b. Stenosis mitral simtomatik (sesak saat aktivitas)
3
Tahap 3: Melihat apakah pasien menjalani operasi risiko rendah? Pada tahap ini,
faktor usia menjadi penting dalam menilai stratifikasi risiko kardiak (table 3). Pasien
dengan umur >70 tahun dan akan menjalani operasi major memiliki risiko kardiak
tinggi, >5%, sehingga memerlukan pemeriksaan kapasitas fungsional atau bahkan
intervensi.
Tabel 3. Stratifikasi risiko kardiak pada tindakan bedah non jantung [3]
Tinggi (risiko kardiak >5%)
o Operasi emergensi atau major pada usia tua
o Aorta dan vascular major lainnya
o Vaskular perifer
o Tindakan bedah yang lama dan terjadi pergeseran
o Cairang dan/atau darah hilang yang banyak
Sedang (risiko kardiak <5%)
o Carotid end arterectomy
o Kepala dan leher
o Intra peritoneal dan intratorak
o Ortopedi
o Prostate
Rendah (risiko kardiak <1%)
o Prosedur endoskopi
o Prosedur superficial
o Katarak
o Payudara
Tahap 4: Apakah pasien mempunyai kapasitas fungsional yang baik? Penilaian
kapasitas fungsional dilakukan pada mereka yang memiliki riwayat kardiovaskular
atau sekurang-kurangnya 1 faktor risiko klinis. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan treadmill namun dapat juga dilakukan dengan menilai metabolic
equivalents (METs) pada tabel 4.
4
Tabel 4. Taksiran kebutuhan energi pada berbagai aktivitas [3]
1 METs
Apakah dapat mengurus diri sendiri? Makan, berpakaian, ke toilet? Berjalan dari
rumah? Berjalan 1 atau 2 blok pada jalan datar 3,2-4,8 km/jam. Dapat mengerjakan
pekerjaan rumah seperti membersihkan debu atau mencuci piring/
4 METs
Naik 1 trap anak tangga atau jalan mendaki? Jalan datar 6,4 km/jam? Lari jarak
pendek?
Mengerjakan
pekerjaan
berat
seperti
menyikat
lantai,
mengangkat/menggeser perabot yang berat? Mengikuti aktivitas seperti gold,
bowling, menari tenis ganda, melempar base ball atau bola kaki?
>10 METs
Olah raga renang, tenis tunggal, bola kaki, bola basket atau main ski?
Kapasitas fungsional diklasifikasikan sebagai sangat baik (>10 METs), baik (7-10
METs), sedang (4-7 METs), dan rendah (<4 METs). Risiko perioperatif kardiak
mengingkat pada pasien yang memiliki kapasitas fungsional <4 METs.
Tahap 5: Jika pasien mempunyai kapasitas fungsional yang rendah, simptomatik
atau kapasitas fungsionalnya tidak diketahui, maka perlu dinilai faktor risiko klinis
untuk melakukan operasi yang direncanakan. Jika tidak ada faktor risiko klinis maka
operasi dapat dilakukan sesuai rujukan
Pasien dengan 1 atau 2 faktor risiko, beralasan untuk dilakukan operasi yang
direncanakan dengan kontrol frekuensi jantung yang baik, biasanya dengan
pemberian beta bloker.
Pasien dengan 3 faktor risiko atau lebih, memiliki risiko sedang hingga berat.
Operasi dapat dilakukan bila dinilai penyakit yang mendasari memiliki morbiditas
dan
mortalitas yang lebih tinggi. Pemberian beta bloker dilakukan untuk
mengontrol frekuensi jantung. Pemeriksaan dengan tes non invasif hanya dilakukan
bila akan mengubah tata laksana terapi.
Pada pasien yang akan menjalani operasi vaskular, pemeriksaan hanya dilakukan bila
akan mengubah tatalaksana terapi. Jenis operasi yang memiliki risiko sama dengan
bedah vascular belum memiliki data penelitian yang lebih dalam [3].
5
Gambar 1. Algoritme evaluasi kardiovaskular pada operasi non kardiak [3]
b. Indeks praoperasi Goldman
Salah satu indeks risiko jantung yang paling banyak digunakan pada pasien lanjut
usia diantaranya adalah cardiac risk index/CRI dari Goldman. Terdapat 9 faktor
independen dan usia merupakan salah satu faktor yang dinilai penting (nilai 5) dalam
memprediksi outcome jantung pasca pembedahan. Faktor-faktor tersebut diantaranya
meliputi:
Tabel 5. Indeks Goldman “cardiac risk index” untuk perioperatif
Riwayat

Infark miokard dalam 6 bulan terakhir

Usia di atas 70 tahun
10
5
6
Pemeriksaan fisik

Bunyi jantung 3 & tekanan vena Jugular meningkat

Stenosis aorta berat
11
3
Electrocardiogram

EKG menunjukkan lebih dari 5 PVC (premature ventricular contracture)
7

EKG – PAC (premature atrial contraction) atau irama selain sinus
7
Faktor lainnya

Prosedur emergensi
4

Pembedahan intra toraks, intra abdomen, atau aorta
3

Keadaan umum buruk, metabolic atau tirah baring lama
3
Nilai dari 9 faktor tersebut dijumlah dan digunakan untuk mengklasifikasikan pasien
menjadi 4 kategori risiko, yakni:
Kelas
Nilai
Komplikasi Mengancam
Kematian (%)
Nyawa (%)
Kelas I
0-5
0,7
0,2
Kelas II
6-12
0,5
2
Kelas III
13-25
11
2
Kelas IV
>26
22
56
Pasien berusia lanjut di atas 70 tahun yang menjalani pembedahan intraabdomen,
intra toraks, atau prosedur aorta, dan yang memiliki 5 faktor pertama akan memili
poin total 13, dan kondisi tersebut menempatkan mereka pada kategori berisiko
tertinggi [4].
c. Elektrokardiografi
EKG merupakan evaluasi praoperasi yang harus dilakukan secara rutin untuk menilai
risiko kardiak terutama pada mereka yang berusia lanjut dan memiliki riwayat
penyakit jantung sebelumnya. EKG dikerjakan untuk mengevaluasi adanya infark
7
miokard sebelumnya, iskemia, aritmia, gangguan konduksi, hipertrofi ventrikel kiri
dan perubahan pada gelombang ST-T yang non spesifik. Temuan yang berarti adalah
bila ada infark miokard yang tidak bergejala, terutama pada pasien yang EKG
sebelumnya tidak menunjukkan gambaran seperti infark miokard. Adanya hipertrofi
ventrikel kiri menunjukkan adanya hipertensi yang lama, sesuai dengan temuan
klinis pada pasien atau tidak harus disesuaikan. Banyak jenis aritmia bisa ditemukan
dari EKG. Depresi pada segmen ST yang signifikan dan adanya blok cabang berkas
kiri (LBBB) tidak meningkatkan risiko perioperatif pada pasien yang diketahui
maupun tidak diketahui menderita PJK [5].
Meskipun demikian, abnormalitas EKG yang dijumpai pada usia lanjut tidak dapat
memprediksi komplikasi kardiak paska operasi. Penelitian Linda et al, 2002,
menunjukkan pasien usia lanjut dengan gangguan jantung berdasarkan hasil EKG
tidak mempunyai komplikasi yang signifikan dibandingkan pada pasien lanjut usia
dengan EKG normal. Risiko mortalitas yang disebabkan oleh komplikasi jantung
paska operasi lebih dapat diprediksi dari kekuatan fisik, riwayat penyakit, dan jenis
operasi yang dilakukan pada pasien [5].
d. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi saat istirahat bukan merupakan pemeriksaan rutin.
Namun jika ditemukan pada beberapa pasien terdapat perburukan/penurunan
kemampuan fisik ekokardiografi ini bisa menjadi alat bantu. Hasul pemeriksaan
fraksi ejeksi ventrikel kiri bisa diketahui dari pemeriksaan ini. Angka <35% bisa
menjadi petunjuk akan terjadinya gagal jantung pasca operasi, tapi tidak dapat
memprediksi iskemia miokard perioperatif. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan pada
pasien dengan kecurigaan memiliki penyakit jantung katup dan kardiomiopati (table
2) [1].
Terapi Perioperatif Pada Penyakit Kardiovaskular
8
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, faktor usia merupakan faktor independen
dalam memprediksi risiko operasi. Perlu dijadikan perhatian bahwa pasien lanjut usia
(batas usia >70 tahun) sering memiliki riwayat penyakit kardiovaskular. Tugas kita
adalah menurunkan risiko kardiak tersebut dengan pemberian terapi medikamentosa atau
bahkan dengan tindakan langsung seperti PCI. Penatalaksanaan umumnya tidak berbeda
pada pasien lansia. Yang perlu dipertanyakan adalah apakah tindakan intervensi tersebut
dapat memperbaiki outcome? Berapa lama tindakan tersebut diberikan? Dan pada pasien
apa yang biasanya memberikan manfaat?
Hipertensi
Penelitian awal pada pasien dengan hipertensi berat yang tidak terkontrol (tekanan
rerata sistolik 211 mmHg dan diastolic 105 mmHg) memperlihatkan respons
hipotensi saat dilakukan induksi dan respons hipertensi terhadap stimulus yang
diberikan. Penelitian lain mendapatkan adanya komplikasi pada pasien hipertensi
berat seperti disritmia, iskemik dan infark miokard, komplikasi neurologis, dan gagal
ginjal. Sedangkan pada pasien dengan hipertensi ringan-sedang atau terkontrol tidak
memiliki peningkatan risiko operasi [6].
Terapi oral diberikan pada pasien dengan hipertensi berat (tekanan darah >180/110
mmHg) dengan rawat jalan selama beberapa hari-minggu untuk operasi elektif. Pada
operasi emergensi dapat diberikan obat injeksi seperti furosemide 20-80 mg,
metildopa 250-1000 mg, dan enalapril injeksi 1.25-5 mg. Antihipertensi intravena
juga dapat diberikan pada pasien dengan krisis hipertensi sebelum operasi dilakukan,
diantaranya nicardipin HCl 5-15 mg/jam.
Tabel 6. Obat hipertensi oral [6]
Kelompok
Obat
Dosis (mg/hari)
Frekuensi (/hari)
Diuretik
Hidroklorotiazid
12.5-50
1
Furosemide
20-80
2
25-50
1
25-100
1
Penyekat
reseptor Spironolakton
aldosteron
Penyekat beta
Atenolol
9
Bisoprolol
2.5-10
1
Metoprolol
50-100
1-2
Propanolol
40-160
2
Carvedilol
12.5-50
2
Captopril
25-100
2
Lisinopril
10-40
1
Ramipril
2.5-20
1
Antagonis angiotensin Losartan
25-100
1-2
II
Telmisartan
20-80
1
Valsarta
80-320
1-2
180-240
1-2
Amlodipin
2.5-10
1
Doxazosin
1-16
1
Prazosin
2-20
2-3
Terazosin
1-20
1-2
Klonidin
0.1-0.8
2
Metildopa
250-1000
2
Penyekat ACE
Penyekat
kanal Diltiazem
kalsium
Penyekat alfa-1
Agonis alfa-2 sentral
extended release
Penyakit jantung koroner
Penderita jantung koroner yang tidak stabil, angina pektoris berat (Skala Canadian
Cardiovascular Society Kelas III-IV), dan infark miokard <30 hari memiliki risiko
tinggi untuk dilakukan operasi. Pada operasi elektif pasien dapat terlebih dahulu
dilakukan tindakan intervensi seperti Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)
ataupun Percutaneous Coronary Intervention (PCI) [7].
Tatalaksana medikamentosa seperti bisoprolol 2.5-10 mg per hari atau atenolol mg
per hari dapat diberikan 7 hari sebelum operasi dan dilanjutkan hingga 30 hari paska
operasi. Tujuan terapi ialah untuk mencapai nadi <65 x/menit dan menurunkan angka
terjadinya infark [1, 7].
10
Aritmia
Aritmia perioperatif dibagi menjadi 2, yakni bradikardia dan takikardia. Risiko
perioperatif pada aritmia menjadi tinggi bila terdapat keluhan seperti syncope, mual,
berdebar, sesak, dan lainnya. Umumnya keluhan terjadi kondisi aritmia seperti blok
AV derajat tinggi, blok AV Mobitz II, blok AV derajat III, supraventricular, dan
takikardia ventrikular.
Pada prinsipnya semua tatalaksana aritmia baik supraventrikular maupun ventrikular
tergantung dari kausanya. Jika tidak ada dasar penyakit jantung organic atau
metabolic, boleh operasi jika frekuensi denyut jantung terkontrol berkisar 60100x/menit. Terapi pada aritmia yang tidak terkontrol dapat diberikan obat
kardioversi seperti pada table 6 [8].
Tabel 7. Dosis obat yang direkomendasikan efektif untuk kardioversi
farmakologis
Obat
Dosis
Amiodaron
Rawat inap: 1.2-1.8 g/hari dalam dosis terbagi sampai 10 g.
Kemudian 200-400 mg/hari sebagai dosis pemeliharaan atau
30 mg/kg sebagai dosis tunggal.
Rawat jalan: 600-800 mg/hari dalam dosis terbagi sampai 10
g, kemudian 200-400 mg/hari dosis pemeliharaan 5-7 mg/kg
dalam 30-60 menit, kemudian 1.2-1.8 gram/hari diteruskan
IV atau oral dalam dosis terbagi sampai total 10 g, kemudian
200-400 mg/hari sebagai dosis pemeliharaan.
Dofetilide
(ug BID) berdasarkan creatinine clearance dengan dosis 125500
Flecainide
Oral
: 200-300 mg
Intravena : 1.5-3.0 mg/kg dalam 10-20 menit
Propafenon
Oral
: 400-600 mg
Intravena : 1.5-2.0 mg/kg
11
Quinidine
Oral 0.75-1.5 g dalam dosis terbagi dalam 6-12 jam
Harus diperhatikan bahwa obat-obat tersebut dapat menyebabkan bradikardi,
hipotensi, pemanjangan interval QT, torsades de pointes (jarang), gangguan saluran
cerna, konstipasi, dan flebitis (IV).
Penyakit jantung valvular
Adanya kelainan katup seperti stenosis mitral, stenosis aorta, insufisiensi mitral
dan insufisiensi aorta dapat meningkatkan risiko operasi. Pada kelainan katup
yang berat (simptomatik atau mean aortic pressure gradient >40 mmHg) tindakan
operasi katup dapat dilakukan. Pemberian obat ditujukan untuk mengurangi
afterload, diantaranya penghambat ACE, penghambat kanal kalsium, dan
penyekat beta. Terapi antibiotik terkadang diberikan pada pasien dengan operasi
katup dan dengan risiko endocarditis. Contoh antibiotik yang dapat diberikan
seperti ampicillin, clindamisin, amoksisilin, dan gentamisin [3].
Kesimpulan
Terdapat berbagai hal yang harus diperhatikan pada pasien usia lanjut yang akan
menjalani operasi oleh karena berbagai perubahan fisiologis terkait dengan proses
penuaan yang dapat memengaruhi perawatan perioperatif. Pemeriksaan perioperatif
kardiologi menilai faktor usia sebagai faktor independen dan tidak dapat dijadikan
patokan tunggal dalam memprediksi risiko operasi.
12
REFERENSI
1.
Arief Mansjoer, A.W.s., Idris Alwi, Ikhwan Rinaldi, Kuntjoro Harimurti, Purwita Wijaya
Laksmi, Kedokteran Perioperatif, ed. A.W.s. Arief Mansjoer, Idris Alwi, Ikhwan Rinaldi,
Kuntjoro Harimurti, Purwita Wijaya Laksmi2007, Jakarta: InternaPublishing. 250.
2.
Rosenthal, R.A. and S.M. Kavic, Assessment and management of the geriatric patient.
Critical care medicine, 2004. 32(4): p. S92-S105.
3.
Fleisher, L.A., et al., 2009 ACCF/AHA focused update on perioperative beta blockade
incorporated into the ACC/AHA 2007 guidelines on perioperative cardiovascular
evaluation and care for noncardiac surgery. Journal of the American College of
Cardiology, 2009. 54(22): p. e13-e118.
4.
Goldman, L., Assessment of perioperative cardiac risk. New England Journal of
Medicine, 1994. 330(10): p. 707-709.
5.
Liu, L.L., S. Dzankic, and J.M. Leung, Preoperative electrocardiogram abnormalities do
not predict postoperative cardiac complications in geriatric surgical patients. Journal of
the American Geriatrics Society, 2002. 50(7): p. 1186-1191.
6.
Zakowski, M., Perioperative Management of Hypertension, in Anaesthesia, Pain,
Intensive Care and Emergency Medicine—APICE1999, Springer. p. 355-365.
7.
Mangano, D.T. and L. Goldman, Preoperative assessment of patients with known or
suspected coronary disease. New England Journal of Medicine, 1995. 333(26): p. 17501756.
8.
Rydén, L., et al., Guidelines for the management of patients with ventricular arrhythmias
and the prevention of sudden cardiac death--executive summary. Revista portuguesa de
cardiologia: orgão oficial da Sociedade Portuguesa de Cardiologia= Portuguese journal of
cardiology: an official journal of the Portuguese Society of Cardiology, 2007. 26(11): p.
1213.
13
Download