BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pada dasarnya dialami oleh semua makhluk hidup. Tahapan perkembangan pada manusia dimulai pada saat manusia berada di dalam kandungan (prenatal) hingga lanjut usia. Tahap perkembangan yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan selanjutnya. Menurut teori psikososial Erik Erikson (Papalia et al, 2008) manusia melewati delapan tahap perkembangan dalam hidupnya, empat tahap yang pertama terjadi pada masa bayi dan masa kanak-kanak, tahap kelima pada masa adolesen, dan ketiga tahap yang terakhir pada tahuntahun dewasa dan usia tua. Tahapan yang utama adalah pada masa adolesen karena masa tersebut merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke masa dewasa. Terdapat tiga tahap perkembangan pada manusia yaitu perkembangan fisik, kognitif dan psikososial. Menurut Hurlock (1996) perkembangan adalah suatu pola perubahan yang dimulai pada saat pembuahan dan berlanjut melalui masa hidup. Perkembangan melibatkan pertumbuhan sampai kematian, yang merupakan hasil dari beberapa proses biologis, kognitif dan sosioemosional. 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2 Havighurst (Hurlock, 1996) menjelaskan tugas-tugas perkembangan sepanjang rentang kehidupan yang dimulai dari masa bayi hingga masa tua, diantaranya mulai dari belajar memakan makanan padat, berjalan, berbicara, membaca, mencapai hubungan baru dengan orang lain, bekerja, memilih pasangan hidup, mencapai tanggung jawab, hingga menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. Dalam perjalanannya, perkembangan kehidupan manusia memiliki tanggung jawab yang terus meningkat. Seiring dengan peningkatan pada tahapan perkembangan maka bertambah pula usia manusia. Ketika manusia memasuki tahap perkembangan akhir, maka mereka harus dapat menerima segala perubahan yang terjadi pada diri mereka. Hal tersebut dijelaskan dalam Hurlock (1996) yaitu cepat atau lambat, sebagian orang berusia lanjut perlu mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan kematian suami atau istri. Menjadi tua adalah sesuatu yang pasti akan dialami semua orang di dunia jika berumur panjang. Lanjut usia menurut UU RI no 13 tahun 1998 adalah mereka yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Banyak istilah yang dikenal masyarakat untuk menyebut orang lanjut usia, antara lain lansia yang merupakan singkatan dari lanjut usia. Istilah lain adalah manula yang merupakan singkatan dari manusia lanjut usia. Apapun istilah yang dikenakan pada individu yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas tersebut tidak lebih penting dari realitetas yang dihadapi oleh kebanyakan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3 individu usia ini. Mereka harus menyesuaikan dengan berbagai perubahan baik yang bersifat fisik, mental, maupun sosial. Perubahan-perubahan dalam kehidupan yang harus dihadapi oleh individu usia lanjut khususnya berpotensi menjadi sumber tekanan dalam hidup karena stigma menjadi tua adalah sesuatu yang berkaitan dengan kelemahan, ketidakberdayaan, dan munculnya penyakit-penyakit. Masa lansia sering dimaknai sebagai masa kemunduran, terutama pada keberfungsian fungsi-fungsi fisik dan psikologis. Sebagaimana dijelaskan oleh Hurlock (1996) yaitu masalah-masalah umum yang menjadi keunikan untuk lansia yaitu menjadi tergantung pada orang lain karena fisiknya yang lemah, perbedaan status ekonomi, mencari teman baru, mengembangkan kegiatan baru dan mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat. Populasi lansia sendiri di Indonesia mengalami peningkatan, sebagaimana dijelaskan dalam Pathony (2012) pada tahun 2000 jumlah lansia sudah 17, 2 juta dengan peningkatan 3 kali lebih besar dari tahun 1970. Prediksi jumlah penduduk lansia di Indonesia hingga tahun 2100 menunjukkan angka kelipatan yang luar biasa, 5 kali lebih tinggi dibanding tahun 2013 (dari 8,9 % menjadi 41%), bahkan melebihi prediksi jumlah lansia Dunia yang hanya 35,1 % (Budijanto, 2014). Kondisi ini perlu mendapat perhatian khusus, karena jika tidak tentunya akan menjadikan beban tanggungan tenaga non produktif yang berat. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4 Seiring dengan meningkatnya populasi lansia berkembang pula stereotype (anggapan) tentang lansia. Kebudayaan orang Amerika mempunyai stereotype orang lansia yang didasarkan pada kepercayaan tradisional tentang kemampuan fisik dan mental lansia, antara lain cenderung melukiskan lansia sebagai usia yang tidak menyenangkan (Hurlock, 1996). Sebagian Negara maju lansia sering dipandang sebagai hal yang tidak diinginkan stereotype tentang lansia tersebar luas tercermin bahwa lansia biasanya mudah lelah, kurang koordinasi, dan cenderung menderita infeksi dan kecelakaan sebagian besar dari mereka tinggal di suatu lembaga, mereka tidak dapat menggunakan waktunya secara produktif, mereka menimbulkan rasa kasihan dan sakit-sakitan. Stereotype negatif ini merugikan bagi eksistensi lansia (Suardiman, 2011). Stereotype tentang lansia yang berkembang di Indonesia memiliki dua sisi, ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif. Bersifat positif seperti lansia kaya akan pengalaman, memiliki kearifan, bijak, dan menjadi pupuden (orang yang dihormati atau dijunjung tinggi). Bersifat negatif seperti misalnya tidak berguna, tidak bisa apa-apa lagi, istirahat saja, kolot, konservatif, sulit diberi tahu dan sebagainya (Suardiman, 2011). Pendapat lain tentang stereotype negatif lansia di dalam kehidupan sosial masyarakat kita, predikat lansia sering dikonotasikan sebagai orang yang mulai menurun kemampuan produktivitas dan aktivitas fisik sudah layak pensiun dari kegiatan pekerjaan, pantas untuk dimanjakan, cukup menunggui cucu di rumah atau mengantar cucu ke sekolah, harus http://digilib.mercubuana.ac.id/ 5 dihormati dan dimintai nasehat, pandangan dan pemikirannya lebih arif dan bijaksana, makin pikun berlaku otoriter terhadap anak, sulit menyesuaikan diri dengan perubahan, makin meningkatkan kegiatan ibadah agamanya dan sebagainya (Satwika, 2012). Stereotype positif berdampak positif bagi lansia sehingga mereka merasa mampu, menurunkan stres, dan meningkatkan rasa percaya diri. Sebaliknya, stereotype negatif berdampak negatif seperti merasa diri lemah, rendah diri, tidak berdaya dan stres. Meningkatnya populasi lansia di Indonesia, tidak sejalan dengan kesejahteraan yang lansia dapatkan. Hal ini juga diikuti oleh kondisi lansia yang mulai mengalami berbagai penurunan atau kemunduran baik fungsi biologis maupun psikis dapat mempengaruhi mobilitas dan juga kontak sosial. Dengan keadaan ini sering membawa lansia kepada masalah kesepian. Seperti dijelaskan dalam Suardiman (2011) yaitu adanya penurunan fungsi biologis dan psikis menimbulkan masalah psikologis pada lansia. Penurunan berbagai fungsi organ akan berpengaruh pada mobilitasnya yang berdampak pada semakin berkurangnya kontak sosial. Yang dapat dikatakan sebagai akar dari permasalahan psikologis bagi lansia adalah kesepian, yang kemudian memunculkan perasaaan terasing dari lingkungan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri, perasaaan tidak berguna, ketergantungan, keterlantaran terutama pada lansia yang miskin, post power syndrome dan sebagainya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6 Berbagai persoalan yang menjadi sumber dari menurunnya fungsifungsi fisik dan psikis adalah sebagai akibat dari proses penuaan (Suardiman, 2011). Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan lansia, bahkan lebih sering menonjol daripada aspek lainnya. Aspek psikologis yang dimaksud meliputi kebutuhan-kebutuhan psikologis dari lansia seperti kebutuhan akan rasa aman, dimana lansia merasa bahwa mereka mendapatkan perlindungan, bebas dari rasa takut, rasa cemas. Bekerja dapat membuat seseorang mampu memenuhi kebutuhan fisiknya sebagai makhluk biologis yang membutuhkan pangan, sandang, dan papan. Bekerja juga akan memenuhi kebutuhan akan rasa aman, tenteram dan kepastian tentang hari-hari yang akan dating. Aktivitas bekerja juga memungkinkan berinteraksi dengan orang lain yang menimbulkan rasa senang dan tidak kesepian. Kesepian (Hanum: 2006) merupakan gejala yang bersifat umum, karena dapat menghinggapi semua orang, orang tua lanjut usia, pemuda pemudi yang tinggal di daerah terpencil atau di kota-kota besar dapat dihinggapi perasaan sepi, sedih, mencekam seorang diri. Yang menarik dari permasalahan ini adalah kesepian yang terjadi pada lansia. Karena dalam tahap perkembangan akhir ini, lansia merasa tidak lagi seperti masa muda dahulu yang produktif dan berdampak pada gangguan kesehatan yang kompleks. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 oleh Amalia tentang kesepian dan isolasi sosial yang dialami oleh lansia, menunjukkan bahwa jaringan sosial pada lansia berpotensial untuk mengurangi kesepian http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 pada lansia. Penelitian lain yang dilakukan pada tahun 2012 oleh Sanjaya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara interaksi sosial dengan kesepian pada lansia. Hal ini bermakna bahwa semakin besar interaksi sosial maka semakin besar perasaan tidak kesepian. Meningkatnya jumlah lansia perlu memperoleh perhatian yang serius terutama untuk mengusahakan bagaimana agar mereka tetap mandiri dan berguna. Pemerintah sebagai Lembaga Negara yang disampaikan melalui Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Setiawan: 2003), untuk mengatasi permasalahan lansia adalah dengan pelayanan sosial lansia yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan sosial lansia yang tetap mempertahankan filosofi nilai-nilai tiga generasi dalam satu atap (three generation in one roof) yang menjamin keharmonisan hubungan diantara anak, orang tua dan lansia dalam satu ikatan keluarga secara khusus. Kebijakan penanganan lansia selama ini maupun dimasa yang akan datang juga menempatkan keluarga sebagai basis utama pelayanan sosial, selain berbasis masyarakat, sedangkan pelayanan melalui Panti Sosial merupakan alternatif terakhir. Penanganan permasalahan lansia yang berkembang selama ini dikenal melalui dua cara yaitu pelayanan dalam panti dan luar panti. Pelayanan dalam Panti Werdha meliputi pemberian pangan, sandang, papan, pemeliharaan kesehatan dan pelayanan bimbingan mental keagamaan, serta pengisian waktu luang termasuk didalamnya rekreasi, olah raga dan keterampilan. Sedangkan pada pelayanan di luar panti para http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 lansia tetap berada di lingkungan keluarganya dengan diberikan bantuan permakanan dan pemberdayaan di bidang Usaha Ekonomis Produktif (Departemen Sosial, 2003). Panti Werdha Melania adalah salah satu dari sekian banyaknya Panti Werdha yang ada di Indonesia. Panti inilah yang akan dijadikan sumber data oleh peneliti. Pengurus panti menjelaskan kalau Panti Werdha Melania tidak banyak memiliki kegiatan yang mengharuskan untuk diikuti oleh seluruh Oma dan Opa (panggilan penghuni Panti Werdha Melania), kegiatan inti hanyalah berdoa pada pagi hari dan malam hari kemudian senam pagi, selanjutnya Oma dan Opa bebas melakukan kegiatan yang dapat membuatnya nyaman. Hal yang menarik dari Panti Werdha Melania ini adalah dengan sedikitnya kegiatan yang dilakukan bersama membuat Oma dan Opa lebih banyak melakukan aktivitas yang dilakukan sendiri seperti, menonton televisi, duduk-duduk di depan kamarnya sendiri, atau tiduran di kamarnya masing-masing. Kurangnya aktivitas yang dilakukan bersama-sama ini dapat membuat Oma dan Opa menjadi kurang kontak sosial. Kontak sosial sangat diperlukan bagi lansia khususnya pada lansia yang tinggal di panti. Menurut Ide (2010) orang yang kesepian mengharapkan kontak sosial dan ditemani oleh orang lain, tapi tampak tak bisa menemukan apa atau siapa yang mereka perlukan atau cari. Penelitian terbaru dari Cacioppo (dalam Ide, 2010) menunjukkan perbedaan tingkat kesehatan antara orang-orang yang kesepian dengan yang bersosialisasi. Orang yang tidak bersosialisasi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 mengalami peningkatan tekanan darah, melemahnya sistem kekebalan, menyebabkan masalah tidur dan demensia. Berdasarkan latar belakang di atas dan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, permasalahan yang dialami oleh lansia kebanyakan adalah mengenai kesepian, beberapa diantaranya karena berkurangnya interaksi sosial, munculnya stereotype tentang lansia, dan peran keluarga dalam menangani lansia. Maka dari itu, peneliti ingin mengetahui secara lebih mendalam mengenai gambaran kesepian pada lansia di Panti Werdha Melania. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan fenomena yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan bahwa hal yang menjadi permasalahan utama pada penelitan ini adalah “Bagaimana gambaran kesepian pada lansia di Panti Werdha Melania.” 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesepian pada lansia di Panti Werdha Melania. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kesepian yang dialami oleh lansia, khususnya pada lansia yang ada di Panti Werdha. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat membangkitkan kepedulian kita terhadap kaum lansia tanpa mengucilkan mereka. 2) Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan khususnya yang membahas mengenai lansia. http://digilib.mercubuana.ac.id/ ilmu-ilmu psikologi