BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Payudara Payudara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Payudara
Payudara ( mammary gland ) merupakan modifikasi khusus kelenjar
keringat ( sudoriferous gland ) yang terletak diantara dua lapisan fasia supefisial
otot pektoralis mayor, otot serratus anterior, dan otot oblikus eksternal (Green
dalam Bieber, et al., 2006).
Payudara terdiri atas lemak, kelenjar, dan jaringan ikat. Basis payudara
terletak konstan pada dinding anterior dada mulai dari kosta kedua hingga keenam
dan dibatasi sisi lateral sternum di medial menuju garis mid-aksilaris di lateral.
Tiap payudara terdiri dari 15-30 lobus fungsional yang tersusun radial. Lobuslobus payudara dipisahkan oleh septa fibrosa (ligamentum suspensorium/Cooper’s
ligament) yang memberikan struktur payudara. Tiap lobus akan bercabang
menjadi lobulus dan berakhir pada duktus laktiferus yang menyatu pada puting.
Bagian terminal duktus laktiferus melebar disebut sinus laktiferus (Faiz dan
Moffat, 2004).
Puting susu terdiri dari serat-serat otot polos dan satu-satunya struktur
payudara yang dibentuk oleh otot. Stimulasi pada serat otot ini yang menyebabkan
air susu keluar. Bagian lain dari payudara adalah areola, yang terdiri dari beberapa
kelenjar keringat (sweat), kelenjar lemak (sebaceous), dan kelenjar aksesoris yang
disebut Montgomery tubercles yang akan bertambah banyak selama kehamilan
(Green dalam Bieber, et al., 2006).
Jaringan payudara disuplai dengan baik oleh sistem arteri dan vena.
Bagian medial dan sentral payudara disuplai oleh cabang anterior perforantes
arteri torakika interna (arteri mammaria interna). Cabang arteri aksilaris, arteri
torakika lateral memperdarahi daerah lateral. Drainase vena dan limfatik
mengikuti arteri. Prinsip aliran balik vena pada payudara adalah vena torakika
internal di medial, vena aksilaris di superolateral, dan vena interkostal ke vena
Universitas Sumatera Utara
vertebra dan vena azigos di posterior. Drainase limfatik terdapat di daerah aksila,
infraklavikula, supraklavikula, dan daerah mediastinal (parasternal) (Green dalam
Bieber, et al., 2006).
Gambar 2.1. Anatomi payudara (American Cancer Society, 2013)
Universitas Sumatera Utara
2.2. Kanker Payudara
2.2.1. Definisi Kanker Payudara
Menurut American Cancer Society, kanker payudara adalah tumor ganas
pada sel-sel payudara. Tumor ganas adalah sekelompok sel yang tumbuh secara
abnormal melebihi batas. Sel-sel ini berkembang dari lesi prakanker menjadi lesi
maligna dan menginvasi jaringan sekitarnya atau menyebar (metastasis) ke bagian
tubuh lainnya.
2.2.2. Epidemiologi Kanker Payudara
Kanker payudara adalah kanker yang paling sering terjadi pada perempuan
di seluruh dunia, 16% dari semua kanker pada perempuan. Diperkirakan 519.000
perempuan meninggal pada tahun 2004 akibat kanker payudara. Meskipun kanker
payudara dianggap sebagai penyakit negara maju, mayoritas (69%) dari semua
kematian akibat kanker payudara terjadi di negara berkembang (WHO Global
Burden of Disease, 2004). Data GLOBOCAN 2008 juga menyebutkan insidensi
kanker payudara 23% dari total kasus kanker dan 14% dari kematian akibat
kanker (Jemal, A, et al., 2011).
Estimasi angka kesakitan di Indonesia menurut data GLOBOCAN (IARC,
WHO) 2002 menempatkan kanker payudara di urutan pertama (26/100.000 prp).
Hal ini juga didukung oleh data SIRS (Simtem Informasi Rumah Sakit) 2007 yang
menunjukkan kanker payudara juga merupakan kanker terbanyak pertama
(21,69%) diikuti kanker leher rahim (17%) terbanyak kedua (Rasjidi, 2009).
2.2.3. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Payudara
Etiologi kanker payudara belum dapat diketahui dengan jelas tetapi banyak
penelitian menyebutkan adanya hubungan beberapa faktor yang meningkatkan
kemungkinan untuk terjadinya kanker payudara. Perlu diingat bahwa jika seorang
perempuan memiliki faktor risiko, belum tentu perempuan tersebut pasti akan
menderita kanker payudara. Faktor risiko utama adalah keadaan hormonal dan
Universitas Sumatera Utara
genetik (Rasjidi, 2009). Menurut American Cancer Society, faktor-faktor tersebut
antara lain :
a. Faktor risiko yang tidak bisa diubah :
1) Jenis kelamin
Perempuan merupakan risiko utama untuk kanker payudara. Lakilaki juga dapat terkena, tetapi 100x lebih jarang oleh karena
mempunyai lebih sedikit estrogen dan progesterone.
2) Umur
Risiko untuk menderita kanker payudara meningkat seiring
pertambahan usia.
3) Faktor genetik dan riwayat keluarga
Adanya mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2 yang dapat diturunkan
(herediter). Dapat juga dilihat dari adanya riwayat kanker payudara
pada keluarga.
4) Riwayat pribadi menderita kanker payudara
Perempuan yang pernah terkena kanker payudara pada salah satu
sisi, memiliki risiko 3-4 kali untuk terkena kanker pada sisi
lainnya.
5) Ras dan etnik
Perempuan kulit putih lebih sering terkena kanker payudara
dibandingkan perempuan Afrika-Amerika, tetapi perempuan
Afrika-Amerika lebih sering meninggal karena kanker payudara.
6) Densitas payudara
Perempuan dengan jaringan payudara yang padat, kelenjar dan
fibrous lebih banyak, risiko untuk terkena kanker payudara
meningkat.
7) Riwayat kelainan payudara tertentu menigkatkan risiko untuk
terkena kanker payudara. Kelainan tersebut antara lain :
i.
Lesi non- proliferatif : kelainan ini mempunyai peluang kecil
untuk menjadi kanker, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
-
Fibrokistik (fibrocystic disease)
-
Hiperplasia ringan (mild hyperplasia)
-
Adenosis (non-sclerosing)
-
Simple fibroadenoma (simple fibroadenoma)
-
Tumor phylloides (benign)
-
Mastitis
-
Tumor jinak lainnya : lipoma, hamartoma, hemangioma,
neurofibroma
ii.
Lesi proliferatif tanpa kelainan atipik : kelainan ini menunjukkan
pertumbuhan yang cepat sel-sel pada duktus dan lobus payudara,
antara lain :
iii.
-
Hiperplasia duktus (non-atipik)
-
Fibroadenoma komplek
-
Adenosis (sclerosing)
-
Papillomatosis
Lesi proliferatif dengan kelainan atipik : kelainan ini lebih kuat
meningkatkan risiko untuk kanker payudara 3,5 – 5 kali.
-
Hiperplasia duktus atipik (atypical ductal hyperplasia)
-
Hiperplasia lobular atipik (atypical lobular hyperplasia)
8) Radiasi
Pada anak-anak dan dewasa muda yang pernah mendapat radiasi,
risiko untuk kanker payudara lebih tinggi.
b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan reproduksi
1) Periode menstruasi
Menarche usia dini (< 12 tahun) dan menopause terlambat (> 55
tahun) meningkatkan risiko kanker payudara karena papran
estrogen yang lebih lama.
2) Paritas dan usia kehamilan pertama
Perempuan
yang
belum
pernah
melahirkan/nullipara
dan
perempuan yang melahirkan anak pertama pada usia > 30 tahun
punya risiko lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
3) Penggunaan kontrasepsi oral
4) Penggunaan hormon terapi setelah menopause
5) Menyusui
Menyusui dapat menurunkan risiko terjadinya kanker payudara
(efek protektif).
c. Faktor-faktor yang berkaitan dengan gaya hidup
1) Alkohol
Risiko kanker payudara meningkat berkaitan dengan asupan
alkohol jangka panjang.
2) Obesitas
Obesitas pasca menopause meningkatkan risiko terjadinya kanker
payudara oleh karena adanya estrogen yang dibentuk dari lemak.
3) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang rutin dan teratur dapat menurunkan risiko
kanker payudara.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Faktor Risiko Kanker Payudara
Perkiraan Risiko
Faktor Risiko
Relatif
Usia tua
>4
Riwayat Keluarga
•
Riwayat keluarga perempuan menderita kanker ovarium
>5
pada usia < 50 tahun
•
Relatif satu tingkat pertama
>2
•
Relatif dua atau lebih (ibu, saudara perempuan)
>2
Riwayat pribadi
•
Riwayat pribadi
3-4
•
Mutasi BRCA1/BRCA2 positif
>4
•
Hiperplasia atipikal pada biopsi payudara
4-5
•
LCIS atau DCIS
8-10
Riwayat reproduksi
•
Menarche usia dini (<12 tahun)
•
Menopause terlambat
•
Usia melahirkan anak pertama >30 tahun/nullipara
2
1.5-2
2
(belum pernah melahirkan)
Penggunaan estrogen/progesteron sebagai HRT
1.5-2
Riwayat penggunaan kontrasepsi oral
1.25
Faktor gaya hidup
•
Obesitas
•
Sedentary lifestyle
1.3-1.5
•
Konsumsi alkohol
1.5
1,5-2
DCIS= ductal carcinoma in situ; HRT= hormone replacement therapy; LCIS= lobular
carcinoma in situ
Sumber : Stopeck, et al., 2013 dalam
http://emedicine.medscape.com/article/1947145-overview
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Patogenesis Kanker Payudara
Patogenesis kanker payudara sama seperti kanker lainnya, yang disebut
proses karsinogenesis. Proses tersebut melibatkan beberapa faktor, yaitu faktor
yang tidak bisa diubah (melibatkan jenis kelamin, umur, genetik/riwayat
keluarga), faktor yang berkaitan dengan reproduksi, dan gaya hidup. Interaksi
ketiga faktor ini memicu proses karsinogenesis pada payudara.
Perusak DNA
yang
didapat
(lingkungan)
1. Kimiawi
2. Radiasi
3. Virus
Sel normal
Reparasi
DNA berhasil
Mutasi diturunkan
di dalam:
1. Gen
yang
berefek pada
reparasi
DNA
2. Gen
yang
berefek pada
pertumbuhan
sel
Kerusakan DNA
Reparasi
DNA gagal
Mutasi di dalam
genome sel somatik
Aktivasi onkogen
pertumbuhanpromosi
Perubahan gen
yang mengatur
apoptosis
Ekspresi hasil
produk gen
yang berubah
Inaktivasi gen
supresor kanker
Ekspansi klonal
↓
Mutasi tambahan (progresif)
↓
Neoplasma ganas
Heterogenitas
Gambar 2.2. Patogenesis neoplasia (Aziz dalam Prawirohardjo, 2006)
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Klasifikasi dan Stadium Kanker Payudara
Ada 2 macam klasifikasi kanker payudara, yaitu klasifikasi patologik dan
klasifikasi klinik. Klasifikasi ini penting untuk menentukan prognosis.
a. Klasifikasi patologik
-
Kanker puting payudara, Paget’s disease.
Kanker duktus laktiferus (non infiltrating carcinoma) : papillary dan
comedo.
-
Kanker duktus laktiferus (infiltrating) : papillary, comedo, adeno
carcinoma, medullary carcinoma.
-
Kanker dari lobulus : infiltrating dan non infiltrating.
b. Klasifikasi klinik
-
Steinthal I
: kanker payudara sampai 2 cm besarnya dan tidak
mempunyai anak sebar.
-
Steinthal II : kanker payudara besarnya 2 cm atau lebih dan
mempunyai anak sebar di kelenjar aksila.
-
Steinthal III : kanker payudara 2 cm atau lebih, dan anak sebar di
kelenjar aksila, infra dan supraklavikula; atau infiltrasi ke fasia
pektoralis atau kulit ; atau kanker payudara yang apert (memecah ke
kulit).
-
Steinthal IV : kanker payudara dengan metastasis jauh, misalnya
tengkorak, vertebra, paru-paru, hati, dan panggul.
Klasifikasi Steinthal ini sering dipakai di klinik bedah (Wiknjosastro,
2009).
Klasifikasi klinik lainnya adalah sistem tumor-nodus-metastasis (TNM),
ukuran tumor primer (T), ada atau tidak keterlibatan kelenjar limfe (N), dan
adanya metastasis (M).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Klasifikasi TNM Kanker Payudara Berdasarkan AJCC (American Joint
Committee on Cancer) Cancer Staging Manual, 6th Edition
Klasifikasi
Definisi
Tumor Primer (T)
Tx
Tumor primer tidak didapatkan
To
Tidak ada bukti adanya tumor primer
Tis
Karsinoma In Situ
Tis (DCIS)
Duktal Karsinoma In Situ
Tis (LCIS)
Lobular Karsinoma In Situ
Tis (Paget)
Paget’s Disease tanpa adanya tumor
T1
Ukuran tumor < 2 cm
T1mic
Mikroinvasif > 0,1 cm
T1a
Tumor > 0,1 cm ≤ 0,5 cm
T1b
Tumor > 0,5 cm ≤ 1 cm
T1c
Tumor > 1 cm ≤ 2 cm
T2
Tumor > 2 cm ≤ 5 cm
T3
Tumor > 5 cm
Tumor dengan segala ukuran disertai
T4
dengan adanya perlekatan pada dinding
toraks atau kulit
T4a
Melekat pada dinding dada, tidak termasuk
m. pectoralis mayor
Edema (termasuk peau d’orange) atau
T4b
ulserasi kulit, atau adanya nodul satelit
pada payudara
T4c
Gabungan antara T4a dan T4b
T4d
Inflammatory carcinoma
Kelenjar Limfe Regional (N)
Nx
Kelenjar limfe regional tidak didapatkan
No
Tidak ada metastasis pada kelenjar limfe
N1
N2
Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral,
bersifat mobile
Metastasis pada kelenjar limfe ipsilateral,
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat digerakkan (fixed)
Metastasis pada kelenjar limfe
N3
infraklavikular, atau mengenai kelenjar
mammae interna, atau supraklavikular
Metastasis (M)
Mx
Metastasis jauh tidak didapatkan
Mo
Tidak ada bukti adanya metastasis
Didapatkan metastasis yang telah mencapai
M1
organ
Sumber : Rasjidi, 2009
Tabel 2.3. Stadium Klinis Berdasarkan Klasifikasi TNM Kanker Payudara AJCC
(American Joint Committee on Cancer) Cancer Staging Manual, 6th Edition
Stadium
Ukuran tumor
Metastasis kelenjar Limfe
Metastasis jauh
0
Tis
N0
M0
I
T1
N0
M0
T0
N1
M0
T1
N1
M0
T2
N0
M0
T2
N1
M0
T3
N0
M0
T0
N2
M0
T1
N2
M0
T2
N2
M0
T3
N1, N2
M0
N apapun
M0
N3
M0
N apapun
M1
IIa
IIb
IIIa
IIIb
IV
T4
T apapun
T apapun
TNM : Tumor Nodus Metastasis
Sumber : Rasjidi, 2009
Universitas Sumatera Utara
2.2.6. Gejala Klinis dan Penegakan Diagnosis
Seiring dengan perkembangan teknologi, kanker payudara dapat terdeteksi
dengan menggunakan mammografi, bahkan sebelum pasien merasakan adanya
kelainan pada payudaranya. Tetapi pada dasarnya penegakan diagnosis kanker
payudara meliputi :
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik payudara dilakukan oleh tenaga medis (Clinical
Breast Examination/CBE). Dasar pemeriksaan pada CBE adalah dengan
menggunakan inspeksi dan palpasi untuk menemukan kelainan pada
payudara seperti : benjolan/massa/tumor atau perubahan bentuk payudara,
perubahan pada kulit payudara, nipple inversion, vena melebar, adanya
ulserasi, Paget disease, edema atau peau d’orange. Massa/tumor pada
kanker payudara bersifat keras, permukaan tidak teratur, bernodul, dan
terfiksasi pada kulit atau otot. Pemeriksaan fisik payudara juga dapat
dilakukan oleh pasien sendiri, yang disebut Breast Self- Examination.
b. Pencitraan (imaging)
Meliputi : mammografi, ultrasonografi, Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Ultrasonografi dan MRI lebih sensitif daripada
mammografi untuk kanker payudara invasif.
c. Biopsi jarum (needle biopsy)
Merupakan metode untuk memperoleh jaringan payudara tanpa
operasi dan untuk melihat histopatologi payudara (Stopeck, et al., 2013).
2.2.7. Pengobatan Kanker Payudara
a. Pembedahan
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat tumor (menurunkan risiko
rekurensi lokal), menentukan stadium dan prognosis tumor dan KGB ( kelenjar
getah bening) aksila. Pembedahan dapat berupa mastektokmi radikal yang
dimodifikasi atau lumpektomi dengan radioterapi pasca operasi (Davey, 2006).
Universitas Sumatera Utara
b. Radioterapi
Radioterapi ajuvan pada payudara mengurangi risiko rekurensi tumor lokal
pasca operasi. Radioterapi KGB aksila dilakukan jika deseksi KGB aksila lengkap
dan menunjukkan hasil positif (Davey, 2006).
c. Kemoterapi
Kemoterapi diberikan pada pasien dengan metastasis pada nodul dan telah
mendapatkan pembedahan. Penggunaan kemoterapi dilakukan setelah prosedur
bedah primer selesai dan sebelum terapi radiasi (Schorge, et al., 2008).
d. Terapi hormonal
Terapi hormonal ajuvan digunakan untuk tumor-tumor positif-reseptor
estrogen. Termasuk hormon yang selektif terhadap estrogen reseptor seperti
tamoksifen yang digunakan untuk perempuan pre atau pasca menopause, dan
aromatase inhibitor pada perempuan pasca menopause (Schorge, et al., 2008).
2.2.8. Prognosis Kanker Payudara
Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang membutuhkan
waktu untuk berkembang, bukan terjadi hanya dalam waktu singkat. Namun,
kanker payudara memiliki angka kesakitan dan kematian yang tinggi, terutama
jika terjadi metastasis. Prognosis kanker payudara sangat berkorelasi dengan
gambaran tumor/stadium. Berikut merupakan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun
dari tiap stadium kanker payudara menurut :
•
Stage 0
: 99-100%
•
Stage I
: 95-100%
•
Stage II
: 86%
•
Stage III
: 57%
•
Stage IV : 20% (Stopeck, et al., 2013)
2.2.9. Pencegahan Kanker Payudara
Kanker payudara dapat terjadi secara signifikan tanpa menimbulkan gejala
yang berarti. Hal ini membuat penderita tidak waspada terhadap perubahan yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi, sehingga pada saat terdiaognosis kanker payudara telah didapati metastasis
dan penyebaran ke kelenjar limfe regional (Rasjidi, 2009).
Menurt Rasjidi (2009) pencegahan dan pengendalian kanker payudara
dibagi atas :
a. Pencegahan primer, meliputi :
1) Promosi dan edukasi pola hidup sehat
Semua
perempuan
baik
mempunyai
risiko
atau
tidak
perlu
memperhatikan gaya hidup mereka. Gaya hidup sehat mempunyai
peranan penting dalam menurunkan risiko terjadinya kanker payudara.
2) Menghindari faktor risiko
Tabel 2.4. Perubahan Gaya Hidup Untuk Menurunkan Risiko Kanker
Payudara
Perubahan Gaya Hidup Untuk Menurunkan Risiko
Kanker Payudara
•
Kontrol Berat Badan
•
Hindari Merokok
•
Mengurangi konsumsi alkohol
•
Olahraga
•
Mengurangi paparan radiasi
Sumber : Rasjidi, 2009
b. Pencegahan sekunder, meliputi :
1) SADARI (Pemeriksaan payudara sendiri/Breast Self-Examination)
2) Pemeriksaan klinis payudara (CBE/Clinical Breast Examination)
3) USG (Ultrasonography, untuk mengetahui ukuran dan batas-batas
tumor
4) Mammografi, untuk melihat apakah ada kelainan sebelum timbul gejala
dan adanya keganasan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Prosedur Baku Deteksi Dini Kanker Payudara American Cancer
Society, 2003
Risiko rata-rata (asimptomatik)
Usia 20-40 tahun
•
BSE setiap bulan
•
CBE setiap 1-3 tahun
Usia > 40 tahun
•
BSE setiap bulan
•
CBE setiap 1 atau 2 tahun
•
Mammografi setiap 1 tahun
BSE, breast self-exam; CBE, clinical breast exam
Modified from Smith RA, Slaswow D, Sawyer KA, et al: American Cancer Society guidelines for
breast cancer screening: update 2003. CA Cancer J Clin 2003;53:141-169
Sumber: Green dalam Bieber, et al., 2006
c. Pencegahan tertier, meliputi :
1) Pelayanan di rumah sakit (termasuk diagnosis dan pengobatan)
2) Perawatan paliatif
2.3. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
2.3.1. Definisi SADARI
Menurut IARC (International Agency for Research on Cancer), Breast
Self-Examination (BSE) yang juga dikenal dengan istilah Pemeriksaan Payudara
Sendiri (SADARI) merupakan pemeriksaan rutin yang harus dilakukan pada
waktu yang sama setiap bulan untuk memeriksa secara fisik apakah terdapat
perubahan pada struktur payudara. SADARI terdiri dari dua komponen penting,
yaitu melihat (inspeksi) dan palpasi. Dengan metode ini, perempuan dapat
mengetahui struktur normal payudara mereka, sehingga jika terdapat kelainan
mereka dapat mengenalinya segera.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Manfaat SADARI
Manfaat utama SADARI adalah untuk meningkatkan kepedulian
perempuan terhadap kesehatan payudara mereka. Perempuan harus memiliki
perhatian lebih tentang struktur, topografi, dan bentuk payudaranya. Penelitian
menunjukkan bahwa kanker payudara yang dideteksi dengan SADARI biasanya
berada pada stadium awal dan memiliki ukuran tumor yang lebih kecil (Green
dalam Bieber, et al., 2006).
Namun, perlu kita ketahui bahwa SADARI tidak bisa mencegah seseorang
untuk terhindar dari kanker payudara, karena SADARI memilik keterbatasan
hanya sebagai pemeriksaan atau deteksi dini. Penelitian mengatakan perempuan
yang teratur melakukan SADARI tiap bulannya akan lebih cepat mengetahui
adanya tumor pada payudara dan segera melaporkan kepada petugas kesehatan.
Hal ini dapat meningkatkan angka harapan hidup pasien kanker payudara (Green
dalam Bieber, et al., 2006).
American Cancer Society juga menyebutkan bahwa dokter perlu
memberikan edukasi dan instruksi bagaimana cara melakukan SADARI dengan
benar, dan menyarankan agar melaporkan segera jika terdapat massa atau kelainan
pada payudara meskipun ini belum tentu sebuah keganasan (Rasjidi, 2009).
2.3.3. Cara Melakukan SADARI
Ketika seorang perempuan telah mencapai masa pubertas dan mulai
mengalami perkembangan pada payudaranya, pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI) perlu dilakukan. Hal ini dapat membuat perempuan lenih mengenal
tubuhnya sendiri dan membentuk kebiasaan yang baik bagi kesehatannya. Setiap
perempuan yang telah berusia lebih dari 20 tahun sebaiknya telah melakukan
SADARI tiap bulannya (Rasjidi, 2009).
SADARI dilakukan seminggu setelah siklus menstruasi, dimana pada
saait itu densitas payudara rendah dan bagi perempuan pascamenopause dapat
dilakukan pada tanggal yang mudah diingat, seperti tanggal lahir dan tanggal
pertama setiap bulannya (Green dalam Bieber, et al., 2006).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Rasjidi (2009) pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) terdiri
dari dua bagian, meliputi inspeksi dan palpasi. Berikut ini merupakan tahapan
dalam melakukan SADARI :
1. Berdiri di depan kaca agar dapat melihat payudara secara jelas.
2. Sambil kedua tangan di atas kepala, periksa apakah ada kelainan berupa
retraksi, inflamasi, pembengkakan atau kemerahan di semua bagian kedua
payudara.
3. Ulangi dengan kedua tangan diletakkan di pinggul.
4. Palpasi kedua tangan dengan jari, dengan gerakan memijat, awalnya
periksa pada arah jam 12, kemudian arah jam 2 sampai kembali lagi arah
jam 12 atau palpasi payudara secara sirkuler dan radial dari luar ke dalam
atau sebaliknya, rasakan apakah ada benjolan. Berikan tekanan mulai dari
superfisial kulit sampai ke dalam jaringan payudara. Juga perlu diperiksa
“axillary tail” (kelenjar limfe aksila) pada tiap payudara, daerah
supra/infraklavikula, dan leher.
5. Kemudian periksa puting dan areola. Juga puting perlu ditekan dengan
lembut untuk melihat apakah ada discharge yang keluar.
6. Ulangi pemeriksaan palpasi sambil berbaring dengan mengganjal bahu
menggunakan bantal dan tangan ipsilateral payudara yang akan diperiksa
berada di belakang kepala.
2.3.4. Perubahan Struktur Payudara yang Dapat Diperiksa melalui SADARI
a. Benjolan payudara
Benjolan payudara didefinisikan sebagai setiap massa yang teraba pada
payudara. Benjolan payudara merupakan tanda klinis paling sering muncul
pada kelainan payudara jinak maupun ganas. Keadaan yang paling sering
menimbulakan benjolan payudara adalah :
-
< 35 tahun : fibroadenoma dan penyakit fibrokistik
-
> 50 tahun : karsinoma dan kista
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis banding benjolan payudara :
1) Pembengkakan seluruh payudara
i. Bilateral :
-
Kehamilan, laktasi
-
Hipertrofi idiopatik
-
Induksi oleh obat-obatan, misalnya stilboestrol, simetidin
ii. Unilateral :
-
Pembesaran saat baru lahir
-
Pubertas
2) Pembengkakan terlokalisasi pada payudara
i. Mastitis/abses payudara :
-
Selama laktasi : merah, panas, benjolan yang nyeri tekan,
gejala sistemik
-
Abses tuberkulosis : kronis, ‘dingin’, rekuren, sinus yang
mngeluarkan sekret
ii. Kista :
-
Galaktokel : lebih sering setelah melahirkan, nyeri tekan tetapi
tidak meradang, berisi air susu
-
Penyakit fibrokistik : ireguler, batas tidak tegas, seringkali
nyeri tekan
iii. Benjolan padat jinak :
-
Fibroadenoma : menyebar, keras, batas tegas, regular, sangat
mudah digerakkan
-
Nekrosis lemak : ireguler, batas tidak tegas, keras, penarikan
kulit
-
Lipoma : batas tegas, lunak, tidak nyeri tekan, dapat digerakkan
-
Kistosarkoma filoides : eksisi bedah luas (10% ganas)
iv. Benjolan padat ganas :
-
Karsinoma : batas tidak tegas, keras, ireguler, penarikan kulit.
Universitas Sumatera Utara
-
Tahap lanjut : perlekatan menyebar, ulserasi, berjamur, peau
d’orange
b. Nyeri payudara
Mastalgia adalah nyeri yang terasa di payudara. Mastalgia siklikel adalah
nyeri payudara yang bervariasi sesuai siklus menstruasi. Mastalgia
nonsiklikal adalah nyeri yang hilang timbul atau tidak memiliki pola.
1) Keadaan yang bukan berasal dari payudara
i. Penyakit kostokondritis : nyeri tekan sepanjang tepi medial iga,
tidak terbatas pada daerah payudara di dinding dada, dapat
menghilang dengan OAINS (Obat AntiInflamasi Non Steroid).
ii. Penyakit Bornholm (pleurodinia epidemik) : nyeri nyata tanpa tanda
fisik payudara, memburuk saat inspirasi, tidak didasari oleh
penyakit pada dada, dapat menghilang dengan OAINS
iii. Pleuritis
iv. Angina : terdapat riwayat penyakit vaskular
2) Mastalgia akibat kelainan payudara
i. Mastitis/abses payudara :
-
Sistem laktasi : merah, panas, benjolan yang nyeri tekan, gejala
sistemik
-
Abses nonlaktasi : rekuren, berhubungan dengan merokok dan
ektasia duktal yang mendasari
ii. Kista sebasea terinfeksi :
Benjolan tunggal pada kulit di daerah periareola, memiliki riwayat
benjolan kistik yang tidak nyeri.
iii. Penyakit fibrokistik :
Ireguler, batas tidak tegas, mungkin berhubungan dengan
benjolan, nyeri tekan lebih hebat daripada rasa nyeri.
3) Mastalgia tanpa kelainan payudara
Nyeri biasanya terasa di seluruh payudara, sering memberat pada
aksila, nyeri pada pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
c. Sekret putting susu (nipple discharge)
Didefinisikan setiap cairan baik fisiologis atau patologis yang keluar dari
payudara. Diagnosis banding nipple discharge, antara lain :
1) Sekret fisiologis
i. Seperti susu atau jernih : laktasi, laktorea saat baru melahirkan dan
pubertas.
2) Sekret patologis
i. Hijau kekuningan serosa : penyakit fibrokistik, ektasia duktus
mammaria.
ii. Berdarah : papiloma duktal, karsinoma, ektasia duktus mammaria.
iii. Pus ± susu : mastitis supuratif akut, tuberculosis (jarang) (Grace
dan Borley, 2007).
2.4. Tindakan atau Praktik (practice)
Menurut Notoatmodjo (2007) suatu sikap belum tentu dapat terwujud
dalam suatu tindakan (overt behavior), dengan kata lain tindakan merupakan sikap
yang telah terwujud nyata. Untuk mewujudkan sikap tersebut menjadi suatu
tindakan diperlukan faktor pendukung, antara lain fasilitas. Selain
itu juga
diperlukan faktor pendorong (support) dari pihak lain. Praktik atau tindakan
mempunyai beberapa tingkatan.
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih objek yang berhubungan dengan tindakan yang
akan diambil.
2. Respons terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh.
3. Mekanisme (mechanism)
Apabila sesorang dapat melakukan sesuai urutan yang benar secara
otomatis dan sudah merupakan kebiasaan.
Universitas Sumatera Utara
4. Adopsi (adoption)
Merupakan suatu tindakan yang telah berkembang dengan baik dan sudah
bisa dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Download