3 hasil dan pembahasan

advertisement
8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi Tanaman
Tumbuhan lelutung tokak yang diteliti berasal dari Kebun Raya Samarinda
dideterminasi oleh Laboratorium Herbarium Bogariense Bidang Botani Pusat
Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor
dinyatakan sebagai Tabernaemontana macrocarpa Jack, suku dari Apocynaceae.
Deskripsi Tanaman Lelutung tokak
Lelutung tokak lebih dikenal oleh masyarakat Kalimantan Timur sebagai
Bongang, Burut Burut, Kayu gegah, Kelampan, Merbadak, Mpayak, Pelir
Kambing, Tara Manang, Teranata. (Anonim, 2012 http://www.bosdeutschland.de/blueten/Apocynaceae.php).
Gambar 1 Tanaman Lelutung Tokak (Tabernaemontana macrocarpa Jack.)
9
Klasifikasi tumbuhan Lelutung Tokak (Tabernaemontana macrocarpa Jack)
adalah sebagai berikut:
Kingdom
divisi
sub divisi
kelas
ordo
famili
genus
spesies
: Plantae
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Dicotyledonae
: Gentianales
: Apocynaceae
: Tabernaemontana
: Tabernaemontana macrocarpa Jack.
Tabernaemontana terdiri dari 99 spesies dan tersebar hampir di seluruh
daerah tropis. 44 spesies ditemukan di New World, 18 spesies di Afrika, 15
spesies di Madagaskar, 1 di pulau Mascarene, dan 21 di Asia, Oceania dan
Australia. Semua spesies menyebar ke salah satu dari lima wilayah geografis
tersebar di Thailand bagian selatan, dan wilayah Malesia (Sumatera, Semenanjung
Malaysia, Kalimantan dan Filipina). Tumbuhan ini umumnya hidup ditanahprimer
dansekunder sertahutan pegununganrendahyang memiliki tanahberpasirlempung,
pada ketinggianhingga 1500 m.
a. Batang
Habitus tumbuhan Lelutung tokak berupa semak atau pohon berukuran
sedang, tinggi pohon mencapai 30 m, batang pohon berbentuk silinder, kayu
agak lembut dan bertekstur lunak. Kulit pohon coklat kekuningan hingga
coklat, keabuan, kulit bagian dalam berwarna pucat. Getah pohon berwarna
kemerahmudaan hingga putih.
b. Daun
Daun tunggal, tipis apabila masih muda dan menjadi tebal apabila telah
tua, berbentuk elips (bulat panjang), ujung daun bergerigi atau terkadang
bergelombang atau bulat.
c. Buah
Buah terdiri dari 2 folikel, terpisah atau tergabung di bagian pangkal,
berwarna oranye atau merah pucat.Buah bulat, keras dan berbiji kecil.
d. Bunga
Bunga mudah gugur, tidak memiliki daun penumpu, bunga harum,
terbuka pada malam hari (Middleton, 2007).
Preparasi Sampel dan Ekstraksi
Sebelum proses ekstraksi dan fraksinasi dilakukan, cara persiapan sampel harus
diperhatikan. Sampel batang tanaman Lelutung Tokak (Tabernaemontana
macrocarpa Jack.) dibersihkan, dipotong kecil-kecil, dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan pada suhu ruang. Kemudian di buat serbuk dengan
menggunakan gilingan dengan ukuran 100 mesh.
Kemudian sebanyak 1000 gram serbuk batang lelutung tokak diekstraksi
dengan cara maserasi yaitu merendam simplisia tumbuhan pada suhu kamar
selama 24 jam. Faktor yang paling penting mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu
10
pelarut, waktu dan suhu dalam melakukan ekstraksi (Yang et al. 2007). Pemilihan
pelarut juga bergantung kepada sifat kelarutan zat tersebut. Suatu senyawa akan
menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda,
mengikuti prinsip like dissolve like (Khopkar 2003). Maserasi dilakukan secara
bertingkat berdasarkan kepolarannya dengan menggunakan pelarut n – heksan,
etil asetat, etanol dan air secara berturut – turut. Proses ini sangat menguntungkan
karena dalam ekstraksi senyawa bahan alam dengan perendaman sampel tanaman
akan mengakibatkan pemecahan dinding sel dan membran sel akibat perbedaan
tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang berada
di dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa
akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan (Darwis,
2000).
Maserasi dilakukan berulang kali hingga filtratnya tidak berwarna
lagi.Filtrat yang diperoleh dikumpulkan kemudian diuapkan pelarutnya dengan
rotavapor secara vakum pada suhu 40oC (Harborne, 1996). Penggunaan metode
rotavapor untuk menghindari temperatur pada proses pemekatan, yaitu dengan
menggunakan pompa vakum atau vakum dengan pengaliran air sehingga dalam
alat akan terjadi pengurangan tekanan dan pelarut akan menguap pada temperatur
di bawah titik didihnya sehingga resiko kerusakan pada metabolit sekunder
diperkecil karena penguapan dapat berlangsung pada suhu yang lebih rendah
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).
Setelah dipekatkan maka diperoleh 4 macam ekstrak yaitu esktrak n –
heksan, etil asetat, etanol dan air sebagai berikut :
Tabel 1 Hasil rendemen sampel yang dimaserasi
No
Ekstrak
Berat (g)
1.
n – heksan
5,10
2.
Etil asetat
6,44
3.
Etanol
30,25
4.
Air
38,68
Rendemen (%)
0,510
0,644
3,025
3,868
Selanjutnya ekstrak yang telah diperoleh siap untuk diuji potensinya melalui
beberapa tahapan yang meliputi uji penapisan fitokimia, uji toksisitas dengan
metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), uji aktivitas antioksidan dengan
metode peredaman radikal DPPH dan uji aktivitas antikanker leukimia lini sel1210.
Uji Penapisan Fitokimia
Untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder pada batang
lelutung tokak maka dilakukan uji penapisan fitokimia secara kualitatif melalui
pengamatan warna yang terbentuk pada ekstrak n-heksana, etil asetat, etanol dan air.
Uji penapisan fitokimia yang dilakukan adalah uji alkaloid, uji steroid dan
triterpenoid, uji saponin, uji flavonoid, uji saponin, uji kuinon dan uji fenolik. Metode
uji berdasarkan perubahan warna atau terbentuknya endapan sebagai respon atas
pereaksi tertentu (Harborne, 1996). Hasil uji penapisan fitokimia untuk ekstrak
batang Lelutung Tokak adalah sebagai berikut :
11
Tabel 2 Hasil uji penapisan fitokimia
Jenis
Jenis uji
n-heksan
Etilasetat
Alkaloid
+
+
Steroid
+
Triterpenoid
+
Flavonoid
+
Saponin
Tanin
Kuinon
Keterangan:
+ = terdeteksi
- = tidak terdeteksi
Ekstrak
Etanol
+
+
+
+
+
-
Air
+
+
+
+
Berdasarkan hasil uji fitokimia, dapat diketahui bahwa ekstrak n-heksan
mengandung senyawa golongan alkaloid dan triterpenoid. Ekstrak etil asetat
mengandung senyawa alkaloid, steroid dan flavonoid. Ekstrak etanol mengandung
senyawa alkaloid, triterpenoid, flavonoid, saponin dan tanin. Ekstrak air
mengandung senyawa flavonoid, saponin, tanin dan kuinon.
Uji Toksisitas Metode BSLT
Uji toksisitas dilakukan dengan menggunakan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) yaitu dengan menghitung jumlah larva Artemia salina
Leach yang mati setelah penambahan ekstrak pengamatan dilakukan setelah 24
jam perlakuan. Dalam penelitian ini masing-masing ekstrak batang tanaman
Lelutung Tokak yaitu n - heksan, etil asetat, etanol dan air dibuat 3 variasi
konsentrasi yaitu 10 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm.
Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi, oleh karena itu
daya bunuh in vivo senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk
menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas. Salah satu organisme
yang sesuai untuk hewan uji adalah brine shrimp, kemampuan bahan aktif untuk
membunuh larva udang (brine shrimp)Artemia salina L. Metode ini banyak
digunakan untuk uji hayati dalam analisis residu pestisida, anestetika, senyawa
turunan morfin, karsinogenisitas suatu senyawa, dan polutan pada air laut. Prinsip
uji ini adalah komponen bioaktif selalu bersifat toksik jika diberikan pada dosis
yang tinggi dan obat dari suatu bahan bioaktif dosis rendah (Meyer et al.1982;
Carballo et al.2002).
Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah metode skrining
farmakologi awal yang relatif murah dan telah teruji hasilnya dengan tingkat
kepercayaan 95%. Penggunaan larva udang (A. salina Leach.) dalam bioassay
toksisitas ekstrak kasar tanaman memenuhi validitas karena individu yang
digunakan memenuhi syarat untuk analisis statistic A. salina termasuk ke dalam
kelas Aranchipoda yang memiliki membran kulit yang sangat tipis sehingga
memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang mempengaruhi
metabolisme dalam tubuhnya (Hairani, 2012).
Larva udang yang digunakan berumur 48 jam karena pada umur tersebut
larva A. salina bersifat paling peka. Hal ini disebabkan dinding sel larva masih
12
lunak sehingga senyawa asing dalam air laut yang diserap melalui dinding selnya
akan segera mempengaruhi hidupnya. Sebagai media penetasan telur A. Salina
digunakan air laut dengan bantuan aerator (dengan kekuatan aerasi sedang) untuk
memenuhi kadar oksigen yang terlarut. Gelembung udara yang berasal dari
aerator ini juga berfungsi untuk mengaduk telur secara merata sehingga telur tidak
mengendap pada dasar wadah, karena jika hal ini terjadi maka telur akan sulit
menetas karena kekurangan oksigen.
Toksisitas senyawa aktif dalam ekstrak tanaman ditentukan berdasarkan
nilai konsentrasi letal (LC50) pada hewan uji Artemia salina Leach Lethal
Concentration atau LC50 merupakan besarnya konsentrasi senyawa (µg/mL) yang
mematikan 50% dari populasi hewan uji. Data mortalitas larva A. salina terhadap
ekstrak selanjutnya diproses melalui program komputer Probit Analysis Method
untuk memperoleh nilai LC50 dengan selang kepercayaan 95%. Senyawa dengan
nilaiLC50 <1000 ppm dikatakan memiliki potensi bioaktivitas (Meyer et al 1982).
Hasil perolehan dapat digunakan untuk kepentingan uji pendahuluan aktivitas
penghambatan pertumbuhan pada sel kanker (Alam, 2002).
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisis Probit, maka dapat
diketahui nilai LC50 pada ekstrak n-heksana, etil asetat, etanol dan air dari batang
Lelutung Tokak adalah sebagai berikut :
Tabel 3 Nilai LC50 masing – masing ekstrak
No
Jenis ekstrak
LC50 (ppm)
1.
n – heksan
567,886
2.
Etil asetat
119,339
3.
Etanol
120,516
4.
Air
156,441
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai LC50 secara berurutan dari
yang terbesar hingga yang terkecil ditunjukkan oleh ekstrak n – heksan, ekstrak
air, ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat dengan nilai LC50 secara berturut – turut
567,886 ppm; 119,339 ppm; 120,516 ppm dan 119,339 ppm. Bila dibandingkan
masing-masing ekstrak batang Lelutung Tokak ekstrak etil asetat merupakan
ekstrak paling aktif karena memiliki nilai LC50 yang paling kecil yaitu 119,339
ppm. Urutan tingkat bioaktivitas ekstrak disajikan seperti gambar berikut :
567,886
Nilai LC50 (ppm)
600
500
400
300
200
119,339
120,516
156,441
100
0
ekstrak etil ekstrak etanol ekstrak H2O
ekstrak n Etil asetat
Etanol
Air
n-heksan
asetat
heksan
Ekstrak batang Lelutung Tokak
Gambar 2 Nilai LC50 uji BSLT ekstrak batang Lelutung Tokak
13
Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Peredaman Radikal Bebas
Antioksidan adalah zat atau senyawa alami yang dapat melindungi sel tubuh
kita dari kerusakan dan penuaan yang disebabkan oleh molekul reaktif atau
disebut radikal bebas. Dalam kinerjanya, senyawa alami tersebut menghambat
reaksi oksidasi dengan cara mengikat molekul reaktif serta menjaga struktur
genetik dari suatu sel agar tetap dalam kondisi normal. Senyawa dengan
kandungan bioaktif tertentu yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan
melemahkan zat lain yang berpotensi sebagai molekul reaktif jika bereaksi dengan
oksigen. Reaksi dihambat denga cara reduksi, karena itulah antioksidan disebut
senyawa pereduksi (Lingga, 2012).
Para ahli biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah satu
bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa
yang memiliki elektron tidak berpasangan. Adanya elektron yang tidak
berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan
dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada disekitarnya.
Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh, lipoprotein,
serta unsur DNA termasuk karbohidrat (Winarsi, 2007).
Senyawa radikal bebas di dalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh
ganda pada membran sel. Akibatnya, dinding sel menjadi rapuh. Senyawa oksigen
reaktif ini juga mampu merusak bagian dalam pembuluh darah sehingga
meningkatkan pengendapan kolesterol dan menimbulkan aterosklerosis
(Estenbauer, et. al, 1991). Senyawa radikal bebas ini juga berpotensi merusak
basa DNA sehingga mengacaukan sistem informasi genetik, dan berlanjut pada
pembentukan sel kanker (Halliwell & Guteridge, 1999).
Antara radikal bebas dengan antioksidan terdapat hubungan yang
berlawanan. Antioksidan memiliki kinerja untuk menetralkan radikal bebas secara
efektif sehingga mengurangi kerusakan yang ditimbulkannya. Hubungan
antagonis ini menciptakan keseimbangan tubuh dalam menghadapi radikal bebas
yang berpotensi merusak sistem tubuh (Lingga, 2012).
Pengukuran aktivitas antioksidan dengan menggunakan efek peredaman radikal
bebas DPPH merupakan metode pengukuran antioksidan yang sederhana, cepat dan
tidak membutuhkan banyak reagen seperti halnya uji lainnya. Hasil pengukuran
menunjukkan kemampuan sampel secara umum yang tidak berdasarkan pada jenis
radikal yang dihambat. Pada metode ini, DPPH berperan sebagai radikal bebas yang
diredam oleh antioksidan dari bahan uji, dimana DPPH akan bereaksi dengan
antioksidan tersebut membentuk 2,2-diphenyl-1-picryhydrazyl (Molyneux, 2004).
14
Reaksi peredaman(scavenging) antara radikal DPPH* dan antioksidan (RH)
dapat ditulis sebagai berikut :
Gambar 3 Reaksi antara antioksidan dengan radikal DPPH (Molyneux, 2004).
Antioksidan bereaksi dengan DPPH*, yang menstabilkan radikal bebas dan
mereduksi DPPH dan sebagai konsekuensinya penyerapan radikal DPPH*
menurun ke bentuk DPPH-H. DPPH yang bereaksi dengan antioksidan akan
mengalami perubahan warna dari jingga ke kuning, intensitas warna tergantung
kemampuan dari antioksidan.
Berdasarkan persamaan regresi linear yang diperoleh maka dapat diketahui
nilai Inhibitory Concentration 50 (IC50) pada masing-masing ekstrak, dimana nilai
IC50 menunjukkan konsentrasi suatu zat antioksidan yang dibutuhkan untuk
menghambat 50% radikal bebas DPPH. Daya inhibisi (IC50) dihitung berdasarkan
pengurangan absorban DPPH terhadap absorban sampel uji.
Nilai IC50 sebagai parameter aktivitas antioksidan, merupakan konsentrasi
yang dibutuhkan untuk menghambat aktivitas radikal bebas (serapan radikal
bebas) sebanyak 50% (Molyneux 2004). Nilai IC50 dari masing-masing sampel
diperoleh berdasarkan persamaan garis yang dihasilkan dari hubungan antara
persen inhibisi dan konsentrasi. Semakin rendah nilai IC50 suatu bahan, semakin
tinggi aktivitas antioksidannya hanya dibutuhkan sejumlah kecil konsentrasi
sampel untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH.
Hasil pengujian aktivitas antioksidan pada berbagai ekstrak hasil maserasi
batang Lelutung Tokak adalah sebagai berikut :
Tabel 4 Nilai IC50 antioksidan ekstrak batang Lelutung Tokak
No
Jenis ekstrak
IC50 (ppm)
1.
n – heksan
653,540ppm
2.
Etil asetat
48,103ppm
3.
Etanol
53,322ppm
4.
Air
121,019ppm
5.
Vitamin C
7,947 ppm
15
Hasil uji antioksidan ekstrak batang Lelutung Tokak di atas, dapat diketahui
urutan kekuatan aktivitas antioksidan dari yang terbesar ditunjukkan oleh vitamin C,
diikuti ekstrak etil asetat, ekstrak etanol, ekstrak air dan ekstrak n-heksana dengan
nilai IC50 berturut-turut adalah 7,947; 48,103; 53,322; 121,019dan 653,540 ppm.
700
653.54
600
IC50 (ppm)
500
400
300
200
121.019
100
48.103
53.322
Etilasetat
asetat
Etil
Etanol
Etanol
7.947
0
Vitamin
VitaminCC
H2O
Air
nn-heksan
– heksan
Ekstrak batang Lelutung Tokak
Gambar 4 Nilai IC50antioksidan ekstrak batang Lelutung Tokak
Nilai IC50 pada vitamin C yang diperoleh lebih kecil bila dibandingkan dengan
ekstrak lainnya disebabkan karena vitamin C merupakan senyawa murni yang
memiliki aktivitas antioksidan yang kuat, sedangkan ekstrak masih merupakan
campuran dari beberapa senyawa metabolit sekunder.
Selanjutnya dari data uji antioksidan yang diperoleh kemudian dilakukan
uji antikanker leukimia lini sel 1210 terhadap ekstrak yang memiliki kemampuan
terbesar sebagai antioksidan dari hasil uji yang memenuhi kriteria untuk dilakukan
uji selanjutnya adalah ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol.
Uji Aktivitas Antikanker Leukimia Lini Sel1210
Pengujian ini merupakan pengujian aktivitas antikanker ekstrak tanaman
pada kultur jaringan terhadap jenis sel kanker darah leukemia. Metode ini dipilih
karena merupakan salah satu jenis metode bioasai kultur sel yang menggunakan
jenis sel tertentu. Metode bioasai kultur sel merupakan metode penapisan awal
yang tepat untuk mengetahui secara cepat potensi inhibisi ekstrak tanaman dengan
menggunakan jumlah zat uji yang relatif sedikit.
Waktu yang cepat untuk mengetahui potensi sitostatika suatu ekstrak pada bioasai
ini diperlihatkan pada pengamatan yang dapat dilakukan setelah masa inkubasi
hanya 48 jam. Penghematan dari segi waktu sangat berarti untuk memutuskan
secara cepat apakah suatu ekstrak tanaman memang berpotensi untuk
dikembangkan lebih lanjut atau tidak.
Aktivitas antikanker leukimia lini sel1210 ekstrak batang tanaman Lelutung
Tokak yaitu ekstrak etil asetat dan etanol diketahui melalui nilai IC50 yaitu
konsentrasi dimana lima puluh persen sel leukimia lini1210 mati setelah diberikan
perlakuan ekstrak. Hasil uji antikanker adalah sebagai berikut :
16
Tabel 5 Nilai IC50antikanker ekstrak batang tanaman Lelutung Tokak
No
Jenis ekstrak
IC50 (ppm)
1.
Etil asetat
6,039ppm
2.
Etanol
7,145 ppm
3.
Doxorubicin
0,176 ppm
Maka dari data hasil uji antikanker ekstrak batang Lelutung Tokak yaitu
ekstrak etil asetat dan etanol, dapat diketahui kekuatan aktivitas antikanker yang
terbesar ditunjukkan oleh ekstrak etil asetat, kemudian ekstrak etanol. dengan nilai
IC50 berturut-turut adalah 6,039 dan 7,145 ppm.
8
7.145
7
6.039
6
IC50
5
4
3
2
1
0.176
0
doxorubisin
etil asetat
etanol
Ekstrak batang Lelutung Tokak
Gambar 5. Nilai IC50 antikanker ekstrak batang Lelutung Tokak
Menurut NationalCancer Institute suatu ekstrak kasar tumbuhan memiliki
efektivitas berpotensi antikanker apabila memiliki nilai IC50 ≤ 30 ppm (Itharat dan
Ooraikul, 2007).
Dengan demikian kedua ekstrak tersebut memiliki aktivitas antikanker
leukimia untuk lini sel1210. Oleh karena itu potensial dikembangkan dalam rangka
penelusuran sumber bioaktif baru antikanker dari bahan tumbuhan.
Antikanker atau sitostatika adalah zat yang dapat menghentikan
pertumbuhan sel-sel kanker. Zat ini diharapkan memiliki toksisitas selektif artinya
menghancurkan sel kanker tanpa merusak sel jaringan normal. Pada umumnya
obat antikanker yang ada sekarang ini dapat menekan pertumbuhan atau
proliferasi sel baik sel kanker maupun sel normal. Agar terapi keganasan ini dapat
berhasil dengan baik, maka prinsip kerja antikanker harus dapat membasmi sel
kanker secara total. Proses terbentuknya sel kanker antara lain disebabkan oleh
karakteristik sel-sel penyusun kanker yaitu mampu menghasilkan sinyal
pertumbuhan secara mandiri (immortal), tidak sensitif terhadap sinyal penghambat
pertumbuhan, mampu menghindari proses apoptosis, memiliki potensi replikasi
tanpa batas (proliferatif), mampu melakukan angiogenesis berkelanjutan, serta
mampu menginvasi dan metastasis. Oleh sebab itu pengembangan obat antikanker
dapat diarahkan pada regulasi cell cycle dan checkpoint control, pemacuan
17
apoptosis, penghambatan angiogenesis, faktor pertumbuhan dan growth factor
signalling (Wahyuningsih, 2010). Bagan alur terjadinya kanker adalah sebagai
berikut :
Zat
perusak
DNA
didapat (dilingkungan) :
 Kimiawi
 Radiasi
 Virus
Sel normal
Perbaikan DNA berhasil
Kerusakan DNA
Mutasi herediter pada :
- Gen-gen yang mempengaruhi perbaikan DNA
- Gen-gen yang mempengaruhi pertumbuhan atau
apoptosis
Perbaikan
DNA gagal
Mutasi pada genom
sel somatik
Pengaktifan
onkogen
pendorong pertumbuhan
Perubahan gen yang
mengendalikan
pertumbuhan
Penonaktifan gen
supresor kanker
Ekspresi produk gen yang mengalami
perubahan dan hilangnya produk gen regulatorik
Ekspansi klonal
Mutasi tambahan (progresi)
Heterogenitas
Neoplasma ganas
Gambar 6 Bagan alur yang menjelaskan skema sederhana proses terjadinya
kanker(Mitchell. dkk, 2007)
Pengembangan obat antikanker dari bahan alam menjadi sangatpenting
karena sebagian besar obat antikanker yang ada saat ini selainbersifat
antiproliferatif terhadap sel kanker juga terhadap sel normal. Karena sifat itulah
maka obat antikanker ini mempunyai indeks terapi sempit dan selektivitas rendah,
di samping itu timbulnya resistensi terhadap berbagai obat antikanker tidak dapat
terhindarkan. Obat antikanker menimbulkan kematian sel kanker melalui beberapa
mekanisme kerja, di antaranya 1) Memacu apoptosis karena program apoptosis
dapat dimanipulasi untuk memacu kematian sel, maka gen dan protein yang
berperan di dalamnya dapat menjadi target pengembangan antikanker. 2)
Mengatur siklus sel dan mengendalikan checkpoint. Obat dalam golongan ini
mengganggu siklus sel denganmempengaruhi RNA, DNA, dan protein-protein
18
lain yang terlibat dalam siklus sel, sehingga dapat menghambat proliferasi dan
memicu apoptosis pada sel tumor yang sensitif. Di samping sel kanker yang
mengalami proliferasi, sel-sel tertentu non kanker juga mengalami pembelahan sel,
terutama folikel rambut, sumsum tulang, dan epitel usus. Sel yang mempunyai
kemampuan pembelahan cepat ini sangat sensitif terhadap obat antikanker.
Penghambatan sel non kanker ini bertanggung jawab terhadap beberapa efek
samping yang tidak diharapkan dari obat antikanker. 3) Menghambat faktor
pertumbuhan dan transduksi sinyal yang ditimbulkannya (Wahyuningsih, 2010).
Doxorubicin dengan nama dagang Adriamycin adalah suatu antibiotik
golongan antrasiklin yang dipergunakan untuk terapi berbagai jenis kanker seperti
leukemia akut, kanker payudara, kanker tulang dan ovarium (Childs et al
2002).Obat ini biasa digunakan lewat pemberian secara suntikan intra vena.
Berbagai penelitian mengenai mekanisme kerja doxorubicin telah dilakukan.
Antibiotik antrasiklin seperti doxorubicin memiliki mekanisme aksi sitotoksik
melalui empat mekanisme yaitu penghambatan topoisomerase II, interkalasi DNA
sehingga mengakibatkan penghambatan replikasi DNA dan RNA, pengikatan
membran sel yang menyebabkan aliran dan transport ion, dan pembentukan
radikal bebas semiquinon dan radikal bebas oksigen melalui proses yang
tergantung besi dan proses reduktif yang diperantarai enzim (Bruton et al 2005).
Download