FORMULASI TEPUNG UBI JALAR CILEMBU

advertisement
FORMULASI TEPUNG UBI JALAR CILEMBU (Ipomoea batatas (L.) Lam)
DAN TEPUNG JAGUNG (Zea Mays) TERFERMENTASI TERHADAP
SIFAT KIMIA DAN SENSORI FLAKES
(Skripsi)
Oleh
KARINA WIDYA PRATIWI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT
FORMULATIONOF SWEETCILEMBU FLOUR (Ipomoea batatas (L.)
Lam) ANDFERMENTED MAIZE (Zea mays L) ON THECHEMICAL AND
SENSORYOFFLAKES
By
KARINA WIDYA PRATIWI
This research was aimed to tried the formulation of sweet Cilembu flour and
fermented maize flour that has the best chemical and sensory properties on flakes.
This research was arranged in a Complete Randomized Block Design (CRBD)
with four repetitions.The formulation was consisted of 7 levels of comparisons of
sweet Cilembu flour and fermented maize flour L1 (70%: 10%); L2 (60%: 20%);
L3 (50%: 30%); L4 (40%: 40%); L5 (30%: 50%); L6 (20%: 60%); and L7 (10%:
70%). They were with eggs, margarine, sugar and salt, then tapioca the same
amount of. Flakes produced was be analyzed for them chemical and sensory
properties. The chemical analyzed were moisture, ashes, fat, protein and crude
fiber contents, and sensory properties included the texture, flavor, color and
overall acceptance. The data were analyzed using ANOVA and further tested
with Least Significant Difference (LSD) at 5%. The result of this research showed
that formulation significantly affected the moisture, ash, fat, protein and crude
fiber of theflakes, also significantly affected on color liking rate, texture, taste and
flavor, also the overall acceptance. The best treatment was found in L2
formulation (sweet Cilembu flour 60% : fermented maize flour 20%) with
moisture 2.17%, ash 2.10%, fat 2.44%, protein 4.41%, and crude fiber 3.72%,
with liking rate is liked.
Keywords: Fermented maize, flakes, sweet Cilembu flour
ABSTRAK
FORMULASI TEPUNG UBI JALAR CILEMBU (Ipomoea batatas (L.) Lam)
DAN TEPUNG JAGUNG (Zea Mays) TERFERMENTASI TERHADAP
SIFAT KIMIA DAN SENSORI FLAKES
Oleh
KARINA WIDYA PRATIWI
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi tepung ubi jalar Cilembu
dan tepung jagung terfermentasi yang memiliki sifat kimia dan sifat sensori yang
terbaik pada flakes. Perlakuan ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok
Lengkap (RAKL) dengan empat kali ulangan.
Formulasi terdiri dari
perbandingan tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dengan
20% tapioka sebanyak 7 taraf, yaitu L1 (70% : 10%); L2 (60% : 20%); L3 (50% :
30%); L4 (40% : 40%); L5 (30% : 50%); L6 (20% : 60%); L7 (10% : 70%)
dicampur dengan telur, margarin, gula dan garam.
Flakes
yang dihasilkan
kemudian dilakukan analisis kimia dan sensori. Analisis kimia yang dilakukan
yaitu kadar air, abu, lemak, protein dan serat kasar, sensori yaitu tekstur, rasa dan
aroma, warna serta penerimaan keseluruhan. Data dianalisis dengan sidik ragam
kemudian diolah lebih lanjut menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada
taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata
terhadap kadar air, kadar abu, lemak, protein dan serat kasar flakes, juga
berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan warna, tekstur, rasa dan aroma serta
penerimaan keseluruhan. Perlakuan terbaik yaitu pada formulasi L2 (tepung ubi
jalar Cilembu 60% : tepung jagung terfermentasi 20%) dengan kadar air sebesar
2,17%, abu 2,10%, lemak 2,44%, protein 4,41% dan serat kasar 3,72%, dengan
tingkat kesukaan disukai.
Kata kunci: Tepung jagung terfermentasi, flakes, tepung ubi jalar Cilembu
FORMULASI TEPUNG UBI JALAR CILEMBU (Ipomoea batatas (L.) Lam)
DAN TEPUNG JAGUNG (Zea Mays) TERFERMENTASI TERHADAP
SIFAT KIMIA DAN SENSORI FLAKES
Oleh
KARINA WIDYA PRATIWI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tambahrejo pada tanggal 12 Mei 1993. Merupakan anak
kedua dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Bambang Mulyono, S.T. dan
Ibu Sri Widiawati. Penulis memulai jenjang pendidikan dari Taman Kanak-kanak
Aisyiyah Bustanul Athfal Tambahsari Gadingrejo pada tahun 1997, SD Negeri 2
Tambahrejo pada tahun 1998–2004; SMP Negeri 2 Pringsewu pada tahun 2004–
2007; SMA Negeri 1 Gadingrejo pada tahun 2007–2010.
Pada tahun 2010
penulis mendaftar dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama di perguruan tinggi, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan
diantaranya menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian sebagai Anggota Bidang 4 Dana dan Usaha pada periode 2012–2013
dan menjadi Ketua Bidang 4 Dana dan Usaha pada periode 2013-2014. Penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Kaliguha Kecamatan Pesawaran Indah,
Kabupaten Pesawaran pada bulan Januari 2014 dan Praktik Umum pada bulan
Juni 2013 di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) dengan judul
”Mempelajari Proses Penanganan Susu Segar di Koperasi Peternak Sapi Bandung
Utara (KPSBU) Lembang Jawa Barat”.
Buah dari sepenggal kisah perjuanganku ini
kupersembahkan untuk :
Orangtua Terbaik dan keluarga yang selalu ada
disampingku, mendukungku dan mendoakanku.
Orang yang kusayangi, sahabat seperjuangan, serta
teman-teman yang selalu memberi semangat, motivasi
dan dukungan selama ini.
vi
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Tepung Ubi
Jalar Cilembu (Ipomoea batatas (L). Lam) dan Tepung Jagung (Zea Mays)
Terfermentasi Terhadap Sifat Kimia dan Sensori Flakes”. Dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Ir. Sri Setyani, M.S., selaku Pembimbing Pertama yang telah banyak
memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan dalam proses penyelesaian
skripsi penulis.
2. Ibu Ir. Marniza, M.Si., selaku Pembimbing Kedua yang telah banyak
memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan dalam proses penyelesaian
skripsi penulis.
3. Ibu Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc., selaku Penguji yang telah memberikan
saran, dan evaluasi terhadap karya skripsi penulis.
4. Keluargaku terutama orangtua tercinta, Bapak Bambang Mulyono, S.T., dan
Ibu Sri Widiawati, serta Mamas Damar Adi Perdana, S.T., juga Adik-adikku
Gilang Aji Prayoga dan Diba Lintang Syafiiqoh. Sahabat-sahabat yang telah
membantu dalam penelitian mba Yani, Yulfadillah Havidh, Laili Azkiyah,
Birgitta Oktavia, Riananda Adelina dan mba Eka.
vii
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka, dan penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Mei 2016
Penulis
Karina Widya Pratiwi
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
xi
I.
1
PENDAHULUAN ....................................................................................
1.1
1.2
1.3
1.4
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan ..............................................................................................
Kerangka Pemikiran .........................................................................
Hipotesis...........................................................................................
1
4
4
6
II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
7
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
Ubi Jalar Cilembu (Ipomoea batatas (L.) Lam)...............................
Tepung Ubi Jalar Cilembu ...............................................................
Jagung (Zea Mays L) ........................................................................
Karakteristik Biji Jagung..................................................................
Tepung Jagung Terfermentasi ..........................................................
Flakes ...............................................................................................
Bahan Baku Flakes ..........................................................................
2.7.1 Tapioka..................................................................................
2.7.2 Telur ......................................................................................
2.7.3 Margarin ................................................................................
2.7.4 Garam ....................................................................................
2.7.5 Gula .......................................................................................
2.8 Proses Pembuatan Flakes .................................................................
2.8.1 Pencampuran (Mixing) ..........................................................
2.8.2 Pembentukan Adonan ..........................................................
2.8.3 Pencetakan (Flaking) ...........................................................
2.8.4 Pemanggangan ......................................................................
7
9
11
12
15
18
21
21
22
23
23
23
24
24
24
24
25
III. BAHAN DAN METODE .....................................................................
27
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................
3.2 Bahan dan Alat .............................................................................
3.3 Metode Penelitian ............................................................................
3.4 Pelaksanaan Penelitian ....................................................................
27
27
28
29
ix
3.4.1 Pembuatan Tepung Ubi Jalar Cilembu .................................
3.4.2 Pembuatan Tepung Jagung Terfermentasi ...........................
3.4.3 Pembuatan Flakes .................................................................
Pengamatan ......................................................................................
3.5.1 Analisis Kimia ......................................................................
3.5.1.1 Kadar Air.................................................................
3.5.1.2 Kadar Abu ...............................................................
3.5.1.3 Kadar Lemak ...........................................................
3.5.1.4 Kadar Protein ..........................................................
3.5.1.5 Kadar Serat ..............................................................
3.5.2 Uji Sensori ............................................................................
29
29
32
33
34
34
34
35
35
36
37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
39
3.5
4.1
Analisis Kimia .................................................................................
4.1.1 Kadar Air ..............................................................................
4.1.2 Kadar Abu.............................................................................
4.1.3 Kadar Lemak ........................................................................
4.1.4 Kadar Protein ........................................................................
4.1.5 Kadar Serat ...........................................................................
Uji Sensori .......................................................................................
4.2.1 Tekstur ..................................................................................
4.2.2 Rasa dan Aroma....................................................................
4.2.3 Warna....................................................................................
4.2.4 Penerimaan Keseluruhan ......................................................
Penentuan Perlakuan Terbaik .........................................................
39
39
40
42
43
44
45
45
47
49
51
53
V. SIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
55
4.2
4.3
5.1
5.2
Simpulan ..........................................................................................
Saran ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
55
55
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Kandungan gizi ubi jalar Cilembu per 100 g bahan......................................
9
2. Kandungan gizi tepung ubi jalar Cilembu .................................................... 11
3. Kandungan gizi dalam 100 gram jagung kuning hibrida .............................. 15
4. Kandungan gizi tepung jagung terfermentasi per 100 g ............................... 17
5. Bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes .......................................... 18
6. Penelitian pendahulu mengenai flakes .......................................................... 21
7. Komposisi kimia tapioka (g/100gr) .............................................................. 22
8. Perbandingan tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi
dalam pembuatan flakes ............................................................................... 28
9. Formula pembuatan flakes ............................................................................ 32
10. Skala penilaian sensori.................................................................................. 38
11. Kadar air flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan
tepung jagung terfermentasi..……………………………………………… 39
12. Kadar abu flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan
tepung jagung terfermentasi........................................................................... 41
13. Kadar lemak flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan
tepung jagung terfermentasi………………………………………………... 42
14. Kadar protein flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan
tepung jagung terfermentasi.......................................................................... 43
15. Kadar serat flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan
tepung jagung terfermentasi.......................................................................... 44
x
16. Tekstur flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan tepung
jagung terfermentasi...................................................................................... 46
17. Rasa dan aroma flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu
dan tepung jagung terfermentasi ................................................................... 48
18. Warna flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan tepung
jagung terfermentasi...................................................................................... 49
19. Penerimaan keseluruhan flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar
Cilembu dan tepung jagung terfermentasi .................................................... 52
20. Penentuan perlakuan terbaik meliputi sifat kimia dan sensori flakes dengan
formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi.......... 53
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Ubi jalar Cilembu.........................................................................................
8
2. Struktur biji jagung ...................................................................................... 13
3. Alur reaksi Maillard ..................................................................................... 20
4. Diagram alir proses pembuatan flakes ......................................................... 26
5. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar Cilembu ...................................... 30
6. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi ................................. 31
7.
Proses pembuatan flakes .............................................................................. 33
8. Warna flakes dari tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung
terfermentasi ................................................................................................ 50
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia terdapat sekitar 1000 jenis ubi jalar dan salah satu jenis ubi jalar
yang paling populer adalah ubi jalar asal Desa Cilembu di Kecamatan Tanjungsari
Kabupaten Sumedang Jawa Barat (Suriawiria, 2001). Ubi
jalar Cilembu
merupakan jenis umbi-umbian yang ketersediannya cukup banyak di Indonesia
dan umumnya masih dijual dalam bentuk olahan sederhana dengan nilai ekonomi
rendah seperti ubi jalar Cilembu panggang. Peningkatkan diversifikasi ubi jalar
Cilembu dapat dilakukan dengan sentuhan teknologi pengolahan yang tepat antara
lain dengan pembuatan flakes. Penggunaan ubi jalar Cilembu sebagai bahan
dasar pembuatan flakes merupakan upaya penganekaragaman makanan yang
terbuat dari ubi jalar Cilembu karena pemanfaatan ubi jalar Cilembu masih
terbatas. Ubi jalar Cilembu dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
flakes karena mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi.
Flakes merupakan bentuk awal dari produk sereal maupun snack yang memiliki
bentuk tipis, pipih dan renyah. Flakes merupakan produk sarapan siap saji yang
hanya membutuhkan waktu singkat
dalam penyajiannya dan mengandung
karbohidrat yang cukup tinggi. Produk pangan ini berbentuk lembaran tipis, bulat,
berwarna kuning kecoklatan dan biasanya dikonsumsi menggunakan susu atau
2
bisa juga dikonsumsi langsung sebagai makanan ringan (Tamtarini dan Yuwanti,
2005). Produk flakes yang ada di pasaran mengandung karbohidrat yang tinggi.
Oleh sebab itu, pemilihan bahan baku dalam pembuatan flakes harus mengandung
karbohidrat yang tinggi. Menurut Anggiarini (2004), produk flakes masih
memerlukan adanya komplementasi susu cair sebagai komplemen protein dalam
konsumsi pangan. Konsumen terbesar produk flakes rata-rata di pasaran adalah
anak-anak yang kebanyakan membutuhkan asupan zat gizi lengkap tidak hanya
karbohidrat, tetapi juga protein, lemak, energi, vitamin, mineral, air dan serat.
Pada umumnya flakes dibuat dari bahan biji-bijian dalam bentuk tepung dan pada
perkembangannya dapat juga dibuat dari sumber karbohidrat lain seperti ubi jalar.
Menurut Nurali dan Lelemboto (2010), flakes ubi jalar dengan substitusi tepung
kedelai 20% merupakan jumlah substitusi yang tepat dan disukai panelis.
Tepung ubi jalar Cilembu memiliki kandungan gizi yaitu karbohidrat 91,83%,
protein 4,77%, lemak 0,95%, air 6,11%, dan abu 2,44% (Julita, 2012). Ubi jalar
kaya juga akan vitamin (B1, B2, C dan E), mineral (kalsium, potassium,
magnesium, dan zink), serat pangan serta karbohidrat bukan serat (Suda et al.
2003). Oleh karena itu, tepung ubi jalar Cilembu dapat menjadi bahan baku
produk flakes karena kandungan karbohidratnya yang tinggi namun perlu
ditambahkan dengan pangan yang mengandung protein tinggi antara lain tepung
jagung terfermentasi. Tepung jagung terfermentasi mengandung protein sebesar
11,27% (Setyani dkk, 2012), lebih tinggi dari tepung ubi jalar Cilembu yaitu
4,77% (Julita, 2012).
3
Tepung
jagung
terfermentasi
merupakan
tepung
jagung
yang
dalam
pengolahannya dilakukan penambahan ragi tempe. Setyani dkk. (2012)
melaporkan bahwa tepung jagung terfermentasi seberat 100 g mengandung kadar
air 4,30%, protein 11,27%, lemak 5,13%, abu 1,86%, dan karbohidrat 76,74%.
Pemanfaatan tepung jagung terfermentasi adalah sebagai peningkatan kadar
protein pada produk flakes.
Pemanfaatan tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dalam
pembuatan flakes ini akan menghasilkan produk flakes dengan kandungan gizi
yang tinggi dan dapat menjadi salah satu pangan alternatif dalam meningkatkan
diversifikasi pangan. Permasalahan yang ada yaitu belum ditemukan formulasi
yang tepat antara tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi yang
dapat menghasilkan flakes yang baik. Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk
mendapatkan formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi
terhadap sifat kimia dan sifat sensori dalam pembuatan flakes dari berbagai
formulasi tepung komposit ubi jalar Cilembu dan jagung terfermentasi.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan formulasi tepung ubi jalar Cilembu
dan tepung jagung terfermentasi yang memiliki sifat kimia dan sifat sensori yang
terbaik pada flakes.
4
1.3 Kerangka Pemikiran
Menurut Potter dan Hotchkiss (2005), flakes merupakan bentuk awal dari produk
sereal maupun snack yang memiliki bentuk tipis, pipih dan renyah. Salah satu
karakteristik yang diinginkan dari produk flakes adalah kerenyahan dengan kadar
air flakes berkisar antara 3-6%. Menurut Gaman dan Sherington (1981),
kerenyahan pada flakes dapat dicapai dengan penambahan pati dalam bentuk
tepung. Pati yang digunakan dalam pembuatan flakes pada penelitian ini adalah
tapioka dengan jumlah yang sama pada setiap perlakuan.
Tepung ubi jalar Cilembu adalah butiran halus yang berasal dari hasil
penggilingan ubi jalar Cilembu dengan ayakan ukuran 60 mesh. Tepung ubi jalar
Cilembu memiliki kandungan gizi yaitu karbohidrat 91,83%, pati 75,28%, protein
4,77%, lemak 0,95%, air 6,11%, dan abu 2,44% (Julita, 2012). Penelitian Arief
(2012) tentang biskuit yang disubtitusi 50% tepung ubi jalar Cilembu memiliki
kualitas paling baik ditinjau dari sifat kimia, fisik, dan mikrobiologi dan disukai
karena memiliki rasa, warna, tekstur, dan aroma yang baik. Tepung ubi jalar
Cilembu sama dengan umbi-umbian lain memiliki kandungan protein yang sangat
rendah, oleh karena itu tepung ubi jalar Cilembu dapat dikompositkan dengan
tepung lain dengan kandungan protein yang lebih tinggi untuk memperbaiki nilai
gizinya seperti dengan tepung jagung terfermentasi.
Penambahan tepung jagung terfermentasi sebagai sumber protein dalam
pembuatan flakes ini bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi flakes yang
dihasilkan. Tepung jagung terfermentasi digunakan karena memiliki kandungan
protein yang lebih tinggi akibat proses fermentasi yang dilakukan (Setyani dkk.,
5
2012). Hasil penelitian Setyani dkk. (2013), menunjukkan fermentasi jagung
menggunakan ragi tempe dengan konsentrasi 2% dan 3% dan lama fermentasi 48
jam dan 72 jam menghasilkan tepung jagung terfermentasi kadar air berkisar
2,25–4,98%, kadar abu berkisar 0,47–1,36%, kadar protein berkisar 11,23–
15,76%, kadar lemak berkisar 6,62–6,95%, kadar serat berkisar 1,77–4,11%, dan
kadar karbohidrat berkisar 70,55–73,06%. Tepung jagung terfermentasi telah
digunakan untuk produk MP-ASI oleh Setyani dkk. (2012) dengan perbandingan
tepung jagung terfermentasi sebanyak 60 g dan tepung tempe sebanyak 35 g,
perlakuan terbaik adalah konsentrasi ragi tempe 3% dan lama fermentasi jagung
48 jam dengan nilai rata-rata warna 3,19 (kuning tua), aroma 2,86 (netral), rasa
2,44 (agak khas tempe), dan tekstur 3,14 (sedang). Kandungan kimia produk MPASI terbaik memiliki kadar abu, air, protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat
sesuai dengan SNI 01-7111.1-2005.
Penambahan tapioka pada pembuatan flakes diperlukan untuk meningkatkan
penampilan produk akhir flakes dan mengembangkan produk sehingga flakes
tidak menjadi keras dan meningkatkan daya rekat karena kandungan pati yang
tinggi serta menghasilkan tekstur yang renyah. Pati yang digunakan adalah
tapioka yang merupakan hasil olahan dari singkong. Penambahan pati berupa
tapioka pada penelitian ini sebanyak 20% pada setiap formulasi. Pati memiliki
kontribusi dalam menciptakan tekstur flakes yang renyah, kecerahan warna
produk, serta memiliki daya rekat (Andarwulan, 2004).
Tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi serta tapioka akan
menghasilkan bermacam-macam formulasi flakes, sehingga menyebabkan sifat
6
kimia dan sensori flakes yang berbeda. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
formulasi tertentu dapat menghasilkan flakes dengan hasil terbaik. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Suarni (2009), pembuatan flakes dari tepung komposit
dengan perbandingan (tepung jagung 70%, ubikayu 20%, kacang hijau 10%) lebih
disukai panelis termasuk uji rasa, warna, kerenyahan, dan aroma. Menurut
Papunas (2011), pencampuran tepung jagung 60%, tepung pisang goroho 35%,
tepung kacang hijau 5% merupakan formulasi yang terbaik dari sifat fisikomia
serta sifat sensorinya menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa, aroma,
wana, dan kerenyahan berada pada kriteria suka. Oleh karena itu, pada penelitian
ini akan dilakukan pembuatan flakes menggunakan formulasi tepung ubi jalar
Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dengan berbagai formula sehingga
diharapkan dapat diperoleh flakes yang memiliki sifat kimia dan sifat sensori
terbaik.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah
1. Formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi
berpengaruh terhadap sifat kimia dan sensori flakes.
2. Terdapat formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi
yang menghasilkan flakes dengan sifat kimia dan sensori terbaik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ubi Jalar Cilembu (Ipomoea batatas (L.) Lam)
Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan tanaman pangan yang menduduki
peringkat kesembilan di dunia sebagai tanaman penting.
Pemanfaatannya
terutama sebagai bahan pangan sumber kalori (Sarwono, 2007). Umbi ubi jalar
adalah akar yang membesar sebagai tempat menyimpan cadangan makanan bagi
tanaman ubi jalar. Warna kulit dan daging umbi bervariasi mulai dari putih, krem,
merah muda, jingga, kuning, dan ungu tua tergantung jenis dan kandungan
pigmen yang terdapat pada kulit dan daging umbi.
Salah satu jenis ubi jalar yang paling populer adalah ubi jalar asal Desa Cilembu
di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa barat. Lahannya yang
gembur dan subur sangat cocok dengan tanaman yang menjalar ini. Selain itu
lahan ini berada di daerah pegunungan yang berhawa dingin dan menyejukkan
(Suriawiria, 2001). Menurut data BPS Indonesia (2010), luas panen dan produksi
ubi jalar Jawa Barat mencapai 28.617 ha dengan produksi 389.851 ton dan
produktivitas mencapai 136,23 kuintal/ha yang merupakan penyumbang produksi
terbesar di Indonesia. Ubi jalar Cilembu lebih istimewa daripada umbi biasanya
karena umbi ini bila dipanggang akan mengeluarkan sejenis cairan lengket gula
madu yang manis rasanya. Lebih manisnya ubi jalar Cilembu disebabkan kadar
8
gula ubi jalar Cilembu lebih tinggi dari ubi jalar lain yaitu ubi mentah mencapai
11-13% dan ubi masak 19-23%. Karena itu, ubi jalar Cilembu disebut juga
dengan ubi si madu. Ubi jalar Cilembu dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ubi jalar Cilembu
Menurut Mayastuti (2002), ubi jalar Ipomoea batatas (L).Lam) Cilembu memiliki
kandungan vitamin A dalam bentuk β – karoten sebesar 8.509 mg. Suatu jumlah
yang cukup tinggi untuk perbaikan gizi bagi mereka yang kekurangan vitamin A.
Sedangkan pada ubi-ubian jenis lain, kandungan vitamin A-nya hanya berada
pada 60 – 7.700 mg per 100 gram. Ubi jalar Cilembu juga mengandung kalsium
hingga 30 mg per 100 gram, vitamin B-1 0,1 mg, vitamin B-2 0,1 mg dan niacin
0,61 mg, serta vitamin C 2,4 mg, serta karbohidrat sebesar 20,1 g, protein 1,6 g,
dan lemak 0,1 g. Komposisi kimia ubi jalar Cilembu selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 1.
9
Tabel 1. Kandungan gizi ubi jalar Cilembu per 100 g bahan
Kandungan Gizi
Energi
Karbohidrat
Pati
Gula
Diet serat
Lemak
Protein
Vitamin A
1. A equiv.
2. Beta-karoten
Vitamin B
1. Thiamine (Vit. B1)
2. Riboflavin (Vit. B2)
3. Niacin (Vit. B3)
4. Asam pantotenat (B5)
5. Vitamin B6
6. Folat (Vit. B9)
Vitamin C
Air
Kalsium
Besi
Magnesium
Fosfor
Kalium
Sodium
Seng
Sumber : Mayastuti, 2002.
Ubi jalar Cilembu
360 kJ (86 kcal)
20,1 g
12,7 g
4.2 g
3,0 g
0,1 g
1,6 g
709 mg
8509 mg
0,1 mg
0,1 mg
0,61 mg
0,8 mg
0,2 mg
11 mg
2,4 mg
68,50 g
30,0 mg
0,6 mg
25,0 mg
47,0 mg
337 mg
55 mg
0,3 mg
2.2 Tepung Ubi Jalar Cilembu
Tepung merupaan produk yang memiliki kadar air rendah yaitu 11-14%. Kadar
air yang rendah berperan penting terhadap keawetan bahan pangan. Cara yang
paling umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan,
baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering biasa (Winarno, 1997).
Proses pembuatan tepung ubi jalar cukup sederhana. Pembuatan tepung ubi jalar
10
meliputi proses pembersihan, pengupasan, pengirisan, pengeringan sampai kadar
air tertentu dan penggilingan. Menurut Sugiyono (2003), tepung ubi jalar dapat
dibuat dengan dua cara yaitu pertama ubi diiris tipis lalu dikeringkan (chips/sawut
kering) kemudian ditepungkan, dan kedua ubi jalar diparut atau dibuat pasta lalu
dikeringkan dan ditepungkan.
menggunakan
beberapa
metode
Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan
pengeringan,
diantaranya
pengeringan
menggunakan sinar matahari dan pengeringan menggunakan alat pengering
seperti mesin pengering sawut ubi jalar (Sutrisno dan Ananto, 1999), oven, serta
drum drier (Koswara et al., 2003). Tepung ubi jalar juga dapat diproduksi dengan
pengering semprot ataupun pengering bertingkat dari irisan-irisan ubi jalar yang
telah dibuat (Rukmana, 1997).
Tepung ubi jalar dapat dibuat secara langsung dari ubi jalar Cilembu yang
dihancurkan dan kemudian dikeringkan, serta dapat pula dibuat dari gaplek ubi
jalar yang dihaluskan. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung lebih memudahkan
dalam transportasi dan penggunaannya karena tepung ubi jalar dapat dicampur
dengan bermacam – macam tepung lain untuk memperoleh komposisi gizi yang
dikehendaki serta produk olahan yang lebih beragam (Suprapti, 2003).
Menurut Heriyanto dan Winarto (1998), tepung ubi jalar Cilembu mempunyai
banyak kelebihan antara lain:
1. Lebih luwes untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi
2. Lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri
dan harga lebih stabil.
11
3. Memberi nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri
perdesaan serta meningkatkan mutu produk. Kandungan gizi tepung ubi jalar
Cilembu dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan gizi tepung ubi jalar Cilembu
Kandungan Gizi
Tepung ubi jalar Cilembu (%)
Kadar air
Kadar abu
Kadar lemak
Kadar protein
Kadar karbohidrat
Kadar pati
Kadar amilosa
Kadar amilopektin
Sumber : Julita, 2012.
6,11
2,44
0,95
4,77
91,83
75,28
11,60
63,68
Pemanfaatan ubi jalar meningkat terutama berkaitan dengan potensinya sebagai
pangan fungsional yang memberikan dampak positif terhadap kesehatan. Pangan
fungsional adalah makanan yang memberi manfaat bagi kesehatan selain
fungsinya sebagai zat gizi dasar (Silalahi 2006). Kandungan gizi tepung ubi jalar
Cilembu dapat dilihat pada Tabel 2. Tepung ubi jalar Cilembu dapat diolah
menjadi aneka produk yang meliputi produk kering, produk semi basah, dan
basah. Tepung ubi jalar Cilembu juga dapat dikompositkan dengan tepung lain
untuk memperbaiki sifat-sifatnya atau memperkaya kandungan gizinya. Menurut
Arief (2012), biskuit dengan subtitusi 50% tepung ubi jalar Cilembu memiliki
kualitas paling baik ditinjau dari sifat kimia, fisik, dan mikrobiologi dan disukai
karena memiliki rasa, warna, tekstur, dan aroma yang baik.
2.3 Jagung ( Zea Mays L )
Jagung (Zea mays L.) adalah salah satu sumber karbohidrat yang dapat digunakan
sebagai pengganti beras, karena jagung memiliki kalori yang hampir sama dengan
12
beras. Jagung juga merupakan sumber protein dan sebagai komoditi lokal yang
tersedia secara melimpah karena banyak dibudidayakan oleh petani. Menurut
Tjitrosoepomo (1991), tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika
(Taksonomi) tumbuh-tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Graminae
Famili
: Graminaceae
Genus
: Zea
Spesies
: Zea mays L.
2.4 Karakterisasi Biji Jagung
Biji jagung merupakan jenis serealia dengan ukuran terbesar dan berat rata-rata
250-300 mg (Mudjisihono, 1994). Biji jagung tersusun dari 4 bagian terbesar
yaitu : perikarp (5%), endosperm (82%), lembaga (12%) dan tip cap (1%).
Perikarp merupakan lapisan luar biji yang dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron.
Lapisan aleuron mengandung 10% protein (Mertz 1972). Lembaga dicirikan oleh
tingginya kadar lemak (33%), protein (18,4%), dan mineral (10,5%) (Inglett
1987). Endosperm hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang
lunak (floury endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm) (Wilson
1981). Perbandingan pati lunak dan pati keras endosperm bervariasi tergantung
jenis jagungnya.
janggel.
Tip kap adalah bagian yang menghubungkan biji dengan
13
Proses pengolahan dengan menghilangkan sebagian dari fraksi biji jagung yang
akan mempengaruhi mutu gizi produk akhirnya (Suarni, 2009).
Pada proses
pembuatan tepung, penggilingan adalah proses pemisahan perikarp, endosperma
dan lembaga. Perikarp harus dipisahkan karena kandungan seratnya cukup tinggi
sehingga dapat membuat tepung bertekstur kasar. Lembaga dilakukan pemisahan
karena tanpa pemisahan lembaga tepung akan mudah mengalami ketengikan. Tip
kap juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Pada
pembuatan tepung, endosperma merupakan bagian yang digiling menjadi tepung
(Suarni dkk., 2001). Struktur biji jagung dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur biji jagung
Sumber : Suarni dan Widowati (2011).
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium.
Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji.
Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan
amilopektin. Biji jagung merupakan jenis serealia dengan ukuran biji terbesar
dengan berat rata-rata 250-300 mg. Biji jagung memiliki bentuk tipis dan bulat
melebar yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan biji jagung. Biji
jagung diklasifikasikan sebagai kariopsis.
Hal ini disebabkan biji jagung
14
memiliki struktur embrio yang sempurna. Serta nutrisi yang dibutuhkan oleh
calon individu baru untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi tanaman
jagung (Johnson, 1991).
Kandungan gizi utama jagung adalah pati (72-73%), dengan kandungan amilosa
berkisar 25-30% dan amilopektin berkisar 70-75%. Komponen karbohidrat lain
adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan fruktosa, 1-3% dari bobot biji.
Amilosa merupakan rantai unit-unit D-glukosa yang panjang dan tidak bercabang,
digabungkan oleh ikatan α-1,4. Amilopektin merupakan rantai unit-unit D-glukosa
yang strukturnya bercabang, dengan ikatan glikosidik α-1,4 pada rantai lurusnya
dan ikatan α-1,6 pada percabangannya. Amilopektin berpengaruh terhadap sifat
sensoris jagung, terutama tekstur dan rasa. Pada prinsipnya, semakin tinggi
kandungan amilopektin, tekstur dan rasa jagung semakin lunak, pulen, dan enak
(Suarni, 2009). Jagung mengandung antigizi seperti antitripsin, asam fitat, dan
oligosakaraida yang dapat mengganggu penyerapan zat gizi tubuh sehingga
menghambat kesehatan (Arief dan Asnawi, 2009).
Menurut Suarni dan
Firmansyah (2005), jagung mempunyai kadar protein sebesar 6,97%. Protein
yang terdapat dalam biji jagung yaitu prolamin (zein) 47,2%, glutein 35,1%,
albumin 3,2%, dan globulin 1,5%. Glutein adalah jenis protein yang prinsipnya
sama dengan gluten yaitu mengembangkan adonan, akan tetapi lebih kuat pada
gluten.
15
Tabel 3. Kandungan gizi dalam 100 gram jagung kuning hibrida
Komponen
Kadar
Karbohidrat (g)
Gula (g)
Serat (g)
Kalori (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Vitamin A, setara dg 10 µg
Folat (Vit. B9), 46 µg
Vitamin C, 7 mg
Besi, 0,5 mg
Magnesium, 37 mg
Potasium, 270 mg
Air (g)
Sumber : Suarni dan Firmansyah (2005)
79,56
1,2
2,7
90
6,97
1,2
1%
12%
12%
4%
10%
6%
10,2
2.5 Tepung Jagung Terfermentasi
Jagung pipilan mengandung karbohidrat sekitar 71% – 73%, yang terutama terdiri
dari pati, sebagian kecil gula, serat, serta mengandung 10% protein (Winarno,
1997). Kandungan asam amino serta gula sebagai sumber energi pada jagung
masih rendah. Untuk meningkatkan kandungan asam amino dilakukan melalui
proses fermentasi. Menurut Suprihatin (2010) dalam Setyani dkk. (2012),
fermentasi mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada
suatu
substrat
organik
melalui
aktivitas
enzim
yang
dihasilkan
oleh
mikroorganisme. Fermentasi merupakan proses yang melibatkan mikroorganisme
sehingga kualitas produk fermentasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor selama
proses fermentasi itu berlangsung yaitu pH, suhu, oksigen, dan jenis substrat.
Selain itu, lama fermentasi dan jumlah inokulum merupakan faktor penting dalam
proses fermentasi.
16
Menurut Suarni (2009), kandungan gizi tepung jagung cukup memadai sebagai
bahan baku makanan kering. Kadar protein tiga varietas jagung (Anoman-1,
Srikandi Putih-1, dan lokal) berkisar 7,54–7,89% pada metode kering, dan 6,70–
7,24% pada metode basah. Kadar lemak tepung 2,05–2,38% pada metode kering,
lebih tinggi dibandingkan dengan metode basah yang hanya 1,86–2,08%. Kadar
lemak yang rendah akan menguntungkan dari segi penyimpanan karena tepung
dapat disimpan lebih lama; dengan demikian metode basah lebih baik
dibandingkan dengan metode kering. Kadar serat kasar tepung hasil pengolahan
dengan metode kering (1,29–1,89%) lebih tinggi dibandingkan dengan metode
basah yang hanya 1,05–1,06%. Kadar serat mengalami penurunan dari biji utuh
menjadi tepung. Walaupun berpengaruh pada tekstur tepung (menjadi lebih
kasar), serat kasar berperan penting dalam penilaian kualitas bahan makanan
karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan
tersebut. Kadar abu tepung hasil pengolahan dengan metode basah lebih rendah
dibandingkan dengan metode kering. Berdasarkan kadar abu yang tinggi
berpengaruh pada warna tepung.
Menurut Wignyanto (2009), fermentasi tepung jagung dengan kapang Rhizopus
sp. digunakan karena jenis kapang ini mampu menghasilkan enzim extraseluler α
amylase dan enzim protease yang diharapkan bisa menghidrolisis pati menjadi
gula glukosa dan mensubstitusi kekurangan akan asam amino pada tepung jagung.
Wignyanto dkk (2009) melaporkan pembuatan tepung jagung terfermentasi, yaitu
jagung varietas srikandi kuning-1 disortasi dan direndam dalam air selama 12 jam.
Selanjutnya jagung ditiriskan dan digiling, lalu dikeringkan dalam pengering
kabinet (60°C) selama 6 jam, terakhir diayak dengan ayakan ukuran 60 mesh.
17
Proses fermentasi tepung jagung diawali dengan pembuatan granula dengan
menambahkan air pada tepung jagung, kemudian digelatinisasi selama 2 jam
(95°C), selanjutnya ditimbang dan didinginkan. Setelah dingin inokulum Rhizopus
sp. ditambahkan (0,09%; 0,12%; 0,15%) dan diinkubasi (selama 24, 48, 72 jam).
Hasil penelitian proses fermentasi tepung jagung menggunakan kapang Rhizopus
sp. didapat pada lama inkubasi 66 jam dan konsentrasi kapang 0,12 %
menghasilkan total asam amino sebesar 480,996 mg/100g. Kapang atau ragi juga
akan menghidrolisis senyawa asam fitat yang merupakan zat anti nutrisi yang
menghalangi proses penyerapan zat yang berguna bagi tubuh menjadi senyawa
yang larut air. Menurunnya kadar asam fitat menyebabkan penyerapan zat gizi
menjadi maksimal (Wildman, 2000). Menurut Feng dkk. (2007), kapang Rhizopus
sp. akan membentuk aroma dari metabolit yang dihasilkan kapang selam proses
fermentasi. Kapang menghasilakn enzim protease dan lipase yang memecah
protein dan lemak menjadi komponen yang lebih kecil sehingga komponen ini
bersifat volatil (mudah menguap) dan tercium sebagai bau tempe. Kandungan gizi
tepung jagung terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan gizi tepung jagung terfermentasi per 100 g.
Komposisi
Protein (g)
Lemak (g)
Serat Kasar (g)
Moisture (g)
Ash (g)
Karbohidrat (g)*
Ca (ppm)/mg/g
Na (ppm)/mg/g
Zn (ppm)/mg/g
Vitamin B6 (mg/g)
Sumber : Setyani dkk. (2012).
Jumlah
11,27
5,13
4,09
5,30
1,86
76.74
53,67
113,51
23,07
104,29
18
2.6 Flakes
Flakes adalah salah satu produk sereal sarapan yang banyak digemari oleh
masyarakat. Makanan ini digemari masyarakat karena memiliki citarasa yang
enak, menyehatkan, serta praktis dalam penyajian dan merupakan salah satu
makanan sarapan. Ciri khas dari produk breakfast adalah kadar air rendah dan
tekstur renyah. Berdasarkan teknik pengolahannya, breakfast cereal dijumpai
dalam bentuk serpihan (flakes), hancuran atau parutan (shredded), mengembang
(puffed), panggangan (baked) dan ekstrudat (extruded). Proses pemasakan
merupakan tahapan proses yang harus dilakukan dalam proses pembuatan
makanan sarapan (Syamsir, 2008).
Flakes merupakan produk pangan yang termasuk ke dalam kategori makanan
sereal siap saji atau RTE (Ready-to-eat) yang telah dilakukan pengolahan dan
rekayasa sesuai dengan jenis dan bentuknya (Bouvier, 2001). Bahan bakunya
berupa serealia, seperti beras, gandum atau jagung dan umbi-umbian seperti
kentang. Flakes biasanya digolongkan ke dalam jenis makanan siap santap yang
telah diolah dan direkayasa menurut jenis atau bentuknya. Tressler dan Sultan
(1975) menyebutkan berbagai macam jenis makanan yang masuk dalam kriteria
flakes, yaitu corn flakes dan oat flakes, serta makanan lain yang berbentuk puffed
dengan bantuan alat ekstruder. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
flakes oleh Koswara (2003) dapat dilihat pada Tabel 5.
19
Tabel 5. Bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes
No
1
2
3
4
5
6
Bahan
Tepung ubi jalar
Tepung kedelai
Tapioka
Gula (dari total tepung)
Garam (dari total tepung)
Air (dari total tepung)
Komposisi (%)
55
25
20
10
0.5
30
Sumber : Koswara (2003).
Pengolahan flakes meliputi berbagai tahapan yang dimulai dengan persiapan,
pencampuran bahan, pengolahan, pengeringan, pendinginan suhu, dan flaking.
Secara tradisional, proses pengolahan dilakukan dengan mengukus biji serealia
yang sudah dihancurkan pada kondisi bertekanan selama kurang lebih dua jam
dan selanjutnya dipipihkan di antara dua rol baja. Setelah itu dilakukan
pengeringan dan pemanggangan pada suhu tinggi (Tribelhorn, 1991). Flakes juga
dibuat dengan cara pengepresan sekaligus pengeringan, umumnya dengan
menggunakan drum drier hingga terbentuk lapisan tipis atau serpihan dengan
kadar air 6-8% dan total padatan 92-96%. Produk flakes berbahan dasar serealia
dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana dengan cara melewatkan
adonan diantara dua buah rol dengan jarak tertentu, kemudian dilakukan
pengovenan untuk mendapatkan kadar air produk akhir kurang lebih sebesar 6-8%
(Lawes, 1990).
Menurut Matz (1991) secara umum pembuatan flakes sangat sederhana. Bahan
baku akan mengalami beberapa proses. Salah satunya adalah interaksi antara
protein dan gula yang menyebabkan partikel akan mengalami reaksi pencoklatan.
Menurut Kusnandar (2010) reaksi pencoklatan dapat disebut juga reaksi Maillard
20
adalah reaksi yang terjadi antar gula pereduksi (terutama α-D-glukosa) dengan
gugus amin bebas dari asam amino, bagian protein atau senyawa lain yang
mengandung
gugus
amin.
Reaksi
Maillard
bertanggung
jawab
dalam
pembentukan warna cokelat, flavor, dan aroma. Reaksi Maillard berlangsung
dalam beberapa tahap, yaitu tahap kondensasi, tahap penyusunan kembali
(Amadori rearrangement) dan tahap polimerasasi. Tahap kondensasi merupakan
tahapan awal yang melibatkan reaksi antara gula aldosa atau ketosa dengan gugus
amin. Pada tahap Amadori rearrangement, N-substituted glycosylamin akan
membentuk senyawa lain yang lebih kompleks. Pembentukan flavor dan warna
dimulai pada tahap reaksi ini. Tahap akhir reaksi Maillard yaitu tahap polimerasi.
Pada tahap polimerasi senyawa intermediet akan membentuk polimer melanoidin.
Reaksi ini bersifat ireversibel dan dapat menyebabkan pembentukan warna coklat
gelap. Alur reaksi Maillard dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Alur reaksi Maillard.
Sumber. Kusnandar (2010)
21
Pada pembuatan flakes, reaksi Maillard terjadi saat proses pemanggangan flakes.
Proses pemanggangan juga menurunkan kadar air flakes sehingga menghasilkan
tekstur yang renyah (Matz, 1991). Standar Nasional Indonesia untuk produk
flakes saat ini masih belum tersedia. Penelitian pendahulu mengenai kandungan
flakes dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Penelitian pendahulu mengenai flakes
Komposisi
Air
Abu
Lemak
Protein
Serat
Sumber: Suarni (2009).
Jumlah (%)
7,1
1,9
4,8
10,3
2,9
2.7 Bahan Baku Flakes
Bahan baku untuk proses pembuatan flakes dapat digolongkan menjadi dua
kelompok, yaitu bahan pokok atau bahan utama seperti tepung ubi jalar Cilembu,
tepung jagung terfermentasi, dan tepung tapioka, bahan penambah rasa yaitu telur,
margarin, gula dan garam.
2.7.1 Tapioka
Tapioka merupakan salah satu produk hasil olahan singkong yang banyak
digunakan sebagai bahan baku utama maupun bahan penolong dalam beberapa
produk pangan baik di rumah tangga maupun industri.
Tapioka digunakan
sebagai bahan pengisi, perekat dan sebagai sumber karbohidrat pada produk.
Tapioka adalah pati yang berasal dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon atau ubi
kayu (Manihot utilissima POHL.). Tapioka hampir seluruhnya terdiri dari pati,
22
sedangkan pati merupakan senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau sehingga
modifikasi citarasa pada tapioka mudah dilakukan.
Tapioka mengandungan
amilosa 17 % dan 83 % amilopektin dari seluruh pati. Perbandingan amilosa dan
amilopektin ini akan berpengaruh pada daya kembang dan tekstur dari produk
akhir yang dihasilkan (Winarno, 1997). Komposisi kimia tapioka dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi kimia tapioka (g/100gr)
Komposisi
Tepung Tapioka
Kalori (kal)
146
Air (g)
62,5
Karbohidrat (g)
34
Protein (g)
1,2
Lemak (g)
0,3
Sumber : Radiyati dan Agusto (2000).
2.7.2 Telur
Telur berpengaruh terhadap tekstur produk flakes sebagai hasil dari fungsi
emulsifikasi, pelembut tekstur dan daya pengikat. Telur merupakan pengikat
bahan-bahan lain, sehingga struktur flakes lebih stabil. Fungsi telur adalah sebagai
bahan penambah nilai gizi, penambah rasa, pengubah warna produk, dan pelunak
jaringan (Subagyo, 2007). Bagian telur yang digunakan adalah putih telur untuk
mendapatkan tekstur yang sesuai dengan flakes. Fungsi putih telur adalah
membentuk tekstur dan rasa pada makanan sehingga menjadi keras dan rasanya
tidak gurih sehingga pemakaiannya dalam pengolahan makanan sedikit dan lebih
banyak kuning telurnya (Winijarti dan Wiwik, 2007).
23
2.7.3 Margarin
Margarin merupakan pengganti mentega dengan bau, kenampakan, konsistensi
rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin harus plastis dan padat pada suhu
ruang, sedikit keras pada suhu rendah dan segera dapat mencair dalam mulut.
Margarin mengandung 80 % lemak, 16 % air dan beberapa zat lain (Wahyuni dan
Made, 1998).
2.7.4 Garam
Garam berfungsi untuk memperkuat rasa gurih karena digunakan bersama-sama
dengan gula (Iriawan, 2012).
Fungsi garam dalam pembuatan flakes adalah
penambah rasa gurih, pembangkit rasa bahan-bahan lainnya. Syarat garam yang
baik untuk digunakan dalam bahan pangan adalah harus larut dalam air, bebas dari
gumpalan-gumpalan dan bebas dari rasa pahit (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.7.5 Gula
Gula digunakan untuk memberi cita rasa manis dan berpengaruh pada tekstur.
Jumlah gula yang ditambahkan tidak terlalu banyak karena tepung ubi sendiri
memiliki karakteristik rasa manis (Iriawan, 2012). Karena gula dapat menurunkan
Aw bahan pangan, maka gula juga berfungsi sebagai pengawet. Pada umumnya
gula dipakai untuk memberikan rasa manis pada produk, namun mempengaruhi
tekstur dan kenampakan (Andarwulan, 2011).
24
2.8 Proses Pembuatan Flakes
Pembuatan flakes dilakukan dengan beberapa tahapan proses. Tahapan- tahapan
proses pembuatan flakes yaitu pencampuran bahan, pembentukan adonan pelet,
pemipihan (flaking) dan pemanggangan. Proses pembuatan flakes dapat dilihat
pada Gambar 4.
2.8.1 Pencampuran (Mixing)
Pencampuran atau mixing berfungsi mencampur semua bahan sampai homogen.
Proses pencampuran awal dilakukan pada dua jenis bahan. Bahan baku tepung
diaduk terpisah dengan bahan tambahan, baru kemudian kedua bahan tersebut
dicampurkan secara perlahan.
Proses pencampuran dilakukan menggunakan
tangan sampai adonan tercampur merata (homogen), selanjutnya adonan siap
untuk dicetak (Hanawati, 2011).
2.8.2 Pembentukan Adonan
Pembentukan adonan dibuat secara manual dengan tangan. Tujuan pembentukan
adonan adalah agar adonan mudah untuk dipipihkan dengan rol penggiling, dan
adonan yang telah pipih kemudian ditampung dalam loyang (Iriawan, 2012).
2.8.3 Pencetakan (Flaking)
Proses pencetakan atau flaking adalah proses pencetakan menjadi flakes. Proses
pencetakan ini harus dilakukan dengan cepat sehingga adonan tidak mengering.
25
Adonan dicetak berukuran ± 1,5cm dan ditata pada loyang untuk masuk ke tahap
berikutnya yaitu pemanggangan (Iriawan, 2012).
2.8.4 Pemanggangan
Pemanggangan merupakan suatu unit operasi yang menggunakan udara panas dan
bertujuan untuk mencapai eating quality, dekstruksi mikrobia serta menurunkan
aktivitas air bebas pada makanan. Pemanggangan dapat dilakukan dengan
menggunakan oven (Desrosier, 1988). Menurut Matz (1991), suhu tinggi pada
pemanggangan akan mengakibatkan terjadinya dekstrinisasi dan karamelisasi
pada gula yang terkandung dalam adonan. Proses pemanggangan menurunkan
kadar
air
flakes
sehingga
menghasilkan
tekstur
yang
renyah.
Proses
pemanggangan pada pembuatan flakes juga bertujuan untuk menyempurnakan
gelatinisasi pati. Selama proses pemanggangan, air dalam produk akan diuapkan
sehingga terjadi penurunan rendemen yang cukup besar.
Pemanggangan
merupakan aspek yang kritis dari urutan proses untuk menghasilkan flakes yang
berkualitas tinggi. Pemanggangan terlalu lama dapat menyebabkan kekerasan dan
penampakan yang tidak baik.
Menurut Fellows (2000) penerapan panas dalam pengolahan pangan merupakan
suatu metode yang paling penting dalam pengolahan pangan. Keuntungan yang
diperoleh dari pengolahan bahan pangan dengan pemanasan adalah terbentuknya
efek pengawetan yang disebabkan karena terhentinya aktivitas enzim dan
mikroba, serangga, serta parasit. Rusaknya komponen anti gizi, misalnya tripsin
inhibitor pada legume. Perbaikan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya
peningkatan daya cerna protein, gelatinisasi pati, dan pelepasan ikatan niasin.
26
Bahan Utama :
Tepung ubi jalar Cilembu,
jagung terfermentasi,
tapioka
Bahan tambahan:
Telur, gula, garam,
margarin.
Pencampuran dan pembentukan adonan
Penggilingan
(
Pencetakan
(Pembentukan flakes)
Pengovenan
(Pemanggangan)
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan flakes
Sumber : Suarni (2009)
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi Hasil
Pertanian Politeknik Negeri Lampung pada bulan Mei – Juli 2015.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah ubi jalar Cilembu yang
didapat dari penjual di daerah Gunung Sulah Kecamatan Sukarame, jagung
varietas hibrida lokal yang didapat dari Pasar Gadingrejo Pringsewu, ragi merek
Raprima dan tapioka merek Rose Brand. Bahan tambahan yang digunakan dalam
penelitian adalah telur, margarin merek Blue Band, gula dan garam. Bahan kimia
yang digunakan untuk analisis adalah potassium kromat 5%, perak nitrat 0,1 M,
HCl 2%, NaOH 4 N, larutan Luff Shcoorl, H2SO4 4 N, KI 30%, dan Na-thiosulfat
0,1 N, alkohol 95%, K2SO4 dan aquades.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah oven Heraeus, oven
pemanggang manual merek Bima Super, timbangan Mettler PJ3000, penggiling,
blender merek philiph, roll penggiling merek Fumida, alat ekstraksi Soxhlet,
28
reflux kondensor, pisau, loyang, baskom, tampah, sendok, plastik, kertas label,
cawan porselin, desikator, neraca analitik, tanur, penjepit, gelas ukur, Erlenmeyer,
pipet, gelas piala, gelas ukur, dan kertas saring.
3.3 Metode Penelitian
Perlakuan disusun secara tunggal dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dengan 4 ulangan. Formulasi pada penelitian ini adalah perbandingan
tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dengan 20% tapioka
sebanyak 7 taraf, yaitu L1 (70% : 10%); L2 (60% : 20%); L3 (50% : 30%); L4
(40% : 40%); L5 (30% : 50%); L6 (20% : 60%); L7 (10% : 70%). Perbandingan
tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dalam pembuatan flakes
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Perbandingan tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi
dalam pembuatan flakes.
Perlakuan
L1
L2
L3
L4
L5
L6
L7
Tepung Ubi jalar
Cilembu (%)
70
60
50
40
30
20
10
Tepung Jagung
Terfermentasi (%)
10
20
30
40
50
60
70
Tapioka (%)
20
20
20
20
20
20
20
Kesamaan ragam diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan
uji Tuckey. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga
ragam galat dan uji signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan.
29
Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan data dianalisis lebih lanjut
menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Tepung Ubi Jalar Cilembu
Pembuatan tepung ubi jalar Cilembu dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu ubi
jalar Cilembu segar dicuci agar tanah yang melekat pada kulit ubi terlepas,
dikupas dan direndam dalam bak yang berisi air bersih. Perendaman dilakukan
supaya ubi jalar Cilembu tidak mudah berubah warna.
Kemudian ubi jalar
Cilembu yang telah direndam dicuci, dibilas, ditiriskan dan diiris tipis ± 1 cm.
Setelah itu, irisan ubi jalar Cilembu dikeringkan pada oven bersuhu 60°C sampai
kadar air di bawah 14%. Ubi jalar Cilembu yang telah kering selanjutnya digiling
dan diayak 80 mesh (Suprapti, 2003). Proses pembuatan tepung ubi jalar Cilembu
dapat dilihat pada Gambar 5.
3.4.2 Pembuatan Tepung Jagung Terfermentasi
Pembuatan tepung jagung terfermentasi dimodifikasi dari proses yang digunakan
Setyani (2012) yang dimodifikasi pada proses penggilingan beras jagung.
Penelitian Setyani (2012) penggilingan dilakukan 1 kali dan pada penelitian ini
dilakukan 2 kali untuk mendapatkan beras jagung. Jagung pipilan dibersihkan,
disortasi dan direndam dalam air selama 48 jam. Selanjutnya jagung dicuci,
ditiriskan dan digiling untuk diperoleh beras jagung.
Beras jagung dikukus
selama 30 menit dan ditambahkan air lalu dikukus kembali selama 30 menit dan
30
didinginkan. Proses fermentasi dilakukan dengan penambahan ragi tempe dalam
beras jagung sebanyak 2% (b/b), diaduk hingga rata dan diinkubasi selama 48
jam pada suhu ruang. Fraksi padat yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada
suhu 60oC selama ± 18 jam sampai kadar air dibawah 14%, selanjutnya digiling
dan diayak 80 mesh. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi dapat
dilihat pada Gambar 6.
Ubi jalar
Cilembu
Pengupasan
Kulit
Perendaman
Pencucian
Penirisan
Pemotongan ± 0,2cm
Pengeringan
Penggilingan
Pengayakan 80 mesh
Tepung ubi jalar Cilembu
Air
31
Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar Cilembu
Sumber: Suprapti (2003)
Jagung pipilan
Pembersihan dan sortasi
Kotoran
Perendaman dalam air selama 48 jam
Penirisan
Air
Penggilingan 1
Penggilingan 2
Penampihan
Kulit ari
jagung
Beras jagung kasar
Pengukusan pertama selama 30 menit ditambah air secukupnya dan
dilakukan pengukusan kedua selama 30 menit
Pendinginan
Peragian 2 % b/b
Fermentasi selama 48 jam, dalam suhu ruang
Pengeringan suhu 60oC , 18 jam
Penggilingan dan pengayakan 80 mesh
Tepung jagung terfermentasi/ tempe jagung
t
Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi
Sumber: Setyani dkk. (2012) yang dimodifikasi.
32
3.4.3 Pembuatan Flakes
Proses pembuatan flakes dilakukan dengan metode Suarni (2009). Proses
pembuatan flakes dilakukan dengan cara mencampurkan tepung ubi jalar
Cilembu, tepung jagung terfermentasi sesuai perlakuan yang telah ditetapkan
yaitu L1 (70% : 10%); L2 (60% : 20%); L3 (50% : 30%); L4 (40% : 40%); L5
(30% : 50%); L6 (20% : 60%); L7 (10% : 70%) dan masing-masing perlakuan
ditambahkan tapioka 20%, gula, garam, telur dan margarin. Formula pembuatan
flakes dapat dilihat pada Tabel 9. Selanjutnya pencampuran bahan dilakukan
hingga adonan kalis.
Adonan dihaluskan dan dibuat pelet, lalu dipipihkan
menjadi bentuk flakes dengan ukuran 1,5cm. Kemudian adonan flakes ditata pada
loyang dan dilakukan pemanggangan pada suhu 145°C selama 7 menit. Proses
pembuatan flakes dapat dilihat pada Gambar 7.
Tabel 9. Formula pembuatan flakes
Formulasi
Tepung ubi jalar Cilembu
Tepung jagung fermentasi
Tapioka
Gula (dari total tepung)
Garam (dari total tepung)
Margarin (dari total tepung)
Telur (putih)
L1
70
10
20
10
0.5
30
0,3
L2
60
20
20
10
0.5
30
0,3
L3
50
30
20
10
0.5
30
0,3
L4
40
40
20
10
0.5
30
0,3
L5
30
50
20
10
0.5
30
0,3
L6
20
60
20
10
0.5
30
0,3
L7
10
70
20
10
0.5
30
0,3
33
-Tepung Ubi jalar Cilembu
(20%,30%,40%,50%,60% dan
70%)
-Tepung Jagung Terfermentasi
(60%,50%, 40%, 30%,20% dan
10%)
Bahan tambahan :
-telur
-garam
-gula
-margarin
Tepung Ubi jalar Cilembu
:Tepung Jagung Terfermentasi
sesuai formulasi ditambahkan
20% Tapioka
Pencampuran
(bahan baku dan bahan tambahan)
Pengadonan hingga kalis
Penggilingan
(Pemipihan adonan)
Pencetakan
(Pembentukan flakes 1,5cm)
Pemanggangan
(T 145oC , t 7 menit)
Flakes
Gambar 7. Proses pembuatan flakes
Sumber : Suarni (2009)
3.5 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap flakes meliputi sifat kimia yaitu kadar air,
kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar serat kasar dan sifat sensori yaitu
tekstur, warna, rasa dan aroma, dan penerimaan keseluruhan dengan metode
hedonik.
34
3.5.1 Analisis Kimia
3.5.1.1 Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan dengan metode gravimetri (AOAC, 1995). Cawan
porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan di dalam
desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel ditimbang lalu dimasukan ke
dalam cawan porselen dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105-110oC
selama 3-5 jam (tergantung bahan yang digunakan).
Setelah itu sampel
didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.
Setelah
diperoleh hasil penimbangan pertama, cawan yang berisi sampel tersebut
dikeringkan kembali selama 30 menit setelah itu didinginkan dalam desikator
selama 15 menit kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai
berat konstan. Bila penimbangan kedua mencapai pengurangan bobot tidak lebih
dari 0,0002 g dari penimbangan pertama maka dianggap konstan. Perhitungan
kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus :
Kadar air =
(W+W2) -W1 x 100%
W2
keterangan :
W = berat cawan (g)
W1 = berat cawan dan sampel setelah dioven (g)
W2 = berat sampel awal (g)
3.5.1.2 Kadar Abu
Pengujian kadar abu flakes dilakukan dengan metode pengeringan (AOAC, 1995).
Cawan porselin dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105oC lalu
dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian timbang (A). Sebanyak ±
3-5 g sampel, dimasukan ke dalam cawan kemudian timbang (B). Cawan yang
35
berisi sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap (bisa
ditambah alkohol 95%). Sampel diabukan dengan tanur pada suhu 600oC selama
3 jam.
Setelah pengabuan cawan didinginkan dalam desikator,
setelah
didinginkan cawan ditimbang (C). Kadar abu dapat dihitung dengan rumus:
Kadar Abu (%)
= C – A x 100%
B–A
Keterangan : A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan dan sampel (g)
C = berat cawan dan abu (g)
3.5.1.3 Kadar Lemak
Pengujian kadar lemak flakes dilakukan dengan metode Soxhlet (AOAC, 1995).
Labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110oC selama
30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Sampel ditimbang
sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet yang telah berisi
pelarut hexana. Reflux dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada
di dalam labu lemak didestilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100o C hingga beratnya konstan,
didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar lemak (%) = berat lemak (g) x 100%
berat sampel (g)
3.5.1.4 Kadar Protein
Analisis protein dengan metode Kjeldahl menggunakan prinsip destruksi, destilasi
dan titrasi. Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang 5 g dan dimasukkan ke
dalam labu Kjeldahl, kemudian sampel dalam labu ditambahkan 1,9 ± 0,1 g
36
K2SO4, 40 ± mg HgO, 6,7 ± 0,1 ml H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam
sampai cairan menjadi jernih, kemudian didinginkan dan ditambahkan sejumlah
kecil air perlahan-lahan. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi, kemudian
labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke
dalam alat destilasi. Labu erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H2BO3 dan 2-4
tetes indikator MRB (Metilen Red Blue) diletakkan di bawah kondensor (ujung
tabung harus terendam dalam larutan H2BO3). Sampel ditambahkan 8-10 ml
NaOH-Na2S2O3, kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml
dan destilat berwarna hijau pada labu Erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas
dengan air dan ditampung bilasannya dalam labu Erlenmeyer yang sama. Isi
Erlenmeyer diencerkan kira-kira 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N
sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi ungu (AOAC, 1995).
3.5.1.5 Kadar Serat
Pengukuran kadar serat kasar dilakukan dengan metode Sudarmadji (1984). Serat
kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah perlakuan
dengan asam atau alkali mendidih, dan terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin
dan pentosan. Sebanyak 2 gram bahan kering yang telah dihaluskan dan
diekstraksi lemaknya dengan soxhlet. Bahan dipindahkan dalam labu Erlenmeyer
600 ml, ditambahkan asbes 0,5 g yang telah dipijarkan dan 3 tetes zat anti buih
(antifoam agent). Selanjutnya ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 mendidih (1,25
g H2SO4 pekat/100 ml = 0,255 N H2SO4) dan ditutup dengan pendingin balik,
didihkan selama 30 menit dengan beberapa kali digoyang-goyangkan. Sampel
disaring melalui kertas saring dan residu yang tertinggal dalam Erlenmeyer dicuci
37
dengan aquades mendidih. Residu dicuci dalam kertas saring sampai air cucian
tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus). Residu dipindahkan secara
kuantitatif dari kertas saring kedalam Erlenmeyer kembali dengan spatula, dan
sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih (1,25 g NaOH/100 ml = 0,313 N
NaOH) sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam Erlenmeyer.
Sampel dididihkan dengan pendingin balik sampai beberapa kali digoyanggoyangkan selama 30 menit. Selanjutnya disaring melalui kertas saring yang telah
diketahui beratnya atau kurs Gooch yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya,
sambil dicuci dengan aquades mendidih dan kemudian dengan lebih kurang 15 ml
alcohol 95%. Kertas saring dikeringkan dengan isinya pada 110 C sampai berat
konstan (1-2 jam) dinginkan dalam desikator dan timbang. Berat residu = berat
serat kasar.
% Serat Kasar
= B-C x 100%
A
Keterangan : A = berat Sampel (g)
B = kertas saring + serat (g)
C = kertas saring (g)
3.5.2 Uji Sensori
Penilaian sensori yang dilakukan meliputi tekstur, warna, rasa dan aroma serta
penerimaan keseluruhan.
Penilaian tekstur, warna, rasa dan aroma serta
penerimaan keseluruhan dilakukan menggunakan uji hedonik.
Uji sensori
dilakukan oleh 20 orang panelis semi terlatih (mahasiswa yang sudah mengambil
mata kuliah uji sensori). Skala penilaian uji sensori dapat dilihat pada Tabel 10.
38
Tabel 10. Skala penilaian sensori
Parameter
Tekstur
Warna
Rasa dan aroma
Penerimaan keseluruhan
Kriteria
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Skor
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.
Formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi
berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, lemak, protein dan kadar
serat kasar flakes, juga berpengaruh nyata terhadap sifat sensori pada skor
warna, tekstur, rasa dan aroma serta penerimaan keseluruhan.
2.
Flakes terbaik yaitu pada perlakuan L2 (60% tepung ubi jalar Cilembu : 20%
tepung jagung terfermentasi) dengan kadar air sebesar 2,17%, abu 2,10%,
lemak 2,44%, protein 4,41% dan serat kasar 3,72%, dengan skor tekstur 4,22
(suka), skor rasa dan aroma 3,85 (agak suka), skor warna 3,84 (agak suka),
serta skor penerimaan keseluruhan 3,93 (suka).
5.2 Saran
Penelitian selanjutnya disarankan melakukan analisis mengenai daya cerna pada
produk.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto dan Widyastuti. 2000. Teknik Bertanam Jagung. Kanisius.
Yogyakarta.
Ananto, E.E., Astanto, dan Sutrisno. 1999. Hasil Penelitian Pertanian Padi
Lahan Pasang Surut. Prosiding Seminar Nasional. Hasil-Hasil Penelitian
dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. Kerjasama BPTP Jambi-Badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jambi.
Andarwulan, N., D. Rahayuning., dan S. Koswara. 2004. Formuasi Flakes Triple
Mixed Ubi JalarKecambah Kedelai-Wheat Germ sebagai Produk Sarapan
Fungsional untuk Anak-anak. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Andarwulan, N. 2011. Garam dan Gula dalam Adonan Roti. Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Anggiarini, A. 2004. Formulasi Flakes Ubi jalar Siap Saji Kaya Energi-Protein.
(Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
AOAC. 1995. Official Methods of the Association of Official Analytical
Chemists. North Ninetenth Street Suite 210. Virginia. P 1497.
Arief, R. W. dan R. Asnawi. 2009. Kandungan gizi dan komposisi asam amino
beberapa varietas jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 9(2):61-66.
Arief, M. D. 2012. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L). Lam) cv.
Cilembu sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Biskuit.
(Skripsi). Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Yogyakarta.
Atmadja, G. 2006. Pengembangan Produk Pangan Berbahan Dasar Jagung
Quality Protein Maize (Zea mays L.) dengan Menggunakan Teknologi
Ekstruksi. (Skripsi). Jurusan IlmudanTeknologi Pangan. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2010. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi
Ubi Jalar Menurut Provinsi.
57
Badan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-37271995. Tepung Jagung. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Bouvier, J.M., Clextral and Firminy. 2001. Extrusion Cooking: Breakfast Cereal.
Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC, Cambridge England. P
235.
Damodaran, S., K. L. Parkin, and O. R. Fennema. 2007. Fennema’s Food
Chemistry. CRC Press. Boca Raton, FL.
DeMann, J. 1997. Kimia Makanan. Cetakan Pertama. Penerbit ITB. Bandung.
Fellows, P. J. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practices.
Woodhead Publishing. England.
Feng, X. M., T. O. Larsen, and J. Schnürer. 2007. Production of volatile
compounds by Rhizopus oligosporus during soybean and barley tempeh
fermentation. International Journal of Food Microbiology. 113 : 133–141.
Gaman, P.M. dan K.B. Sherington. 1981. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua, Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Gisca, B. 2013. Penambahan Gembili pada Flakes Jewawut Ikan Gabus sebagai
Alternatif Makanan Tambahan Anak Gizi Kurang. Jurnal of Nutrition
College. 2(4):511.
Hanawati, R. F. 2011. Proses Produksi Flakes Kaya Antioksidan sebagai
Alternatif Diversifikasi Ubi Jalar Ungu. Laporan Tugas Akhir. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Hendrasty, H.K. 2013. Bahan Produk Bakery. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Heriyanto dan A. Winarto. 1998. Prospek pemberdayaan tepung ubi jalar sebagai
bahan baku industri pangan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional
Pemberdayaan Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Substitusi Terigu. Balai
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.
Hildayanti. 2012. Studi Pembuatan Flakes Jewawut. (Skripsi). Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Iriawan, F. 2012. Pembuatan Fish Flakes dari Ikan Lele (Clarias sp.) sebagai
Makanan Siap Saji. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Johnson, L. A. 1991. Corn: Production, Processing and atilitation. Di dalam
Lorenzo KJ, Kulp K, editor. Handboojk of Cereal Science and Technology.
Marcel Dekker Inc. New York.
58
Julita, A.O. 2012. Karakteristik Tepung Pati dari Ubi Jalar Cilembu dan Ubi Jalar
Ungu Ayuramurasaki. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Koswara, S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. http://ebookpangan.com. Diakses
tanggal 30 Agustus 2015.
Lawes, M. J. 1990. Potato Based Textured Snacks. Di dalam Gouth, R.E. Snack
Food. Avi Book. Van Nostrand Reinhold Publisher. New York.
Maesari, S. 2015. Formulasi Tepung Jagung (Zea Mays) Terfermentasi dan
Tepung Terigu terhadap Sifat Kimia,Fisikokimia dan Sensori Roti Manis.
(Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Petanian. Universitas
Lampung. Lampung.
Matz, S.A. 1991. Chemistry and Technology of Cereals as Food and Feed. Van
Nonstrand Reinhold. New York. P. 751.
Mayastuti, A. 2002. Pengaruh Penyimpanan dan Pemanggangan Terhadap
Kandungan Zat Gizi dan Daya Terima Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L). Lam)
Cilembu. (Skripsi). Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muchtadi, T. R., P. Hariyadi, dan A. B. Ahza. 1988. Teknologi Pemasakan
Ekstrusi. LSI-IPB. Bogor.
Mudjajanto, E. Setyo dan L. N. Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Mudjisihono, R. 1994. Kemungkinan pemanfaatan tepung jagung sebagai
bahan dasar pembuatan roti tawar. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 13(1) : 19-27.
Mujianto. 2013. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Proses Produksi Tempe
Produk UMKM di Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Reka Agroindustri Media
Teknologi dan Manajemen Agroindustri. 1(1) : 13-23.
Nisviaty. A. 2006. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) Klon
bb00105.10 sebagai Bahan Dasar Produk Olahan Kukus serta Evaluasi Gizi
dan Indeks Glikemiknya. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Noguchi, A., W. Kugimaya, Z. Hague dan K. Saito. 1981. Physical and Cemical
Characteristic of Food Extruded Rice Flour Fortified With Soybean Protein
Isolate. Journal Food Science 47 (3) : 240-245.
59
Nurali, E.J.N., dan M. B. Lelemboto. 2010. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomea
batatas, L) sebagai Bahan Baku Pembuatan Flakes dengan Substitusi Tepung
Kedele (Glicyne max (L) MERR). Jurnal Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Unstrat 5(2) : 41-50.
Nurhayati. 1996. Mempelajari Pembuatan Sosis Campuran Ikan Cunang
(Congresex talabor) dengan Tepung Kedelai Rendah Lemak serta Perubahan
Mutunya Selama Penyimpanan Dingin. (Skripsi). Fateta. IPB. Bogor.
Nurhidayati, S. 2006. Kajian Pengaruh Gula Aren dan Lama Fermentasi Terhadap
Kualitas Nata De Soya. Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi 7(3): 40-47.
Papunas, M.E. 2011. Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Flakes Berbahan
Baku Tepung Jagung (Zea mays L), Tepung Pisang Goroho (Musa
acuminate, sp) dan Tepung Kacang Hijau (Phaseolus radiates). (Skripsi).
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Unsrat.
Potter, N. N, dan J. Hotchkiss. 2005. Food Science. Fifth Edition. Springer.
Radiyati T., dan W. M. Agusto. 2000. Tepung Tapioka. BPTT Puslitbang Fisika
Terapan. LIPI. Subang.
Rukmana. 1997. Ubi Jalar, Budidaya, dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.
Sari, N. R. 2012. Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe dan Lama Fermentasi
Dengan Tepung Jagung terhadap Sifat Organoleptik MP-ASI dengan Tepung
Tempe Kedelai. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.
Sarwono, B. 2007. Bertanam Ubi Jalar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setyani, S., N. Yuliana, dan R. Adawiyah. 2012. Kajian Fermentasi Jagung
terhadap Nilai Gizi Formula Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
dengan Tempe Kedelai. Prosiding: Sains dan Teknologi V: 1994-1204.
Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Kanisius, Yogyakarta.
Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Beras Jagung; Prosessing dan kandungan
nutrisi sebagai bahan pangan pokok. Prosiding Seminar dan Lokakarya
Nasional. 393-398.
Suarni. 2005. Pengembangan produk kue kering berbasis tepung jagung dalam
rangka menunjang agroindustri. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan
Teknik Pertanian Indonesia. 28(2): 63-71.
Suarni. 2009. Produk Makanan Ringan (flakes) Berbasis Jagung dan Kacang
Hijau sebagai Sumber Protein untuk Perbaikan Gizi Anak Usia Tumbuh.
Prosiding Seminar Nasional Serealia.
60
Suarni dan S. Widowati. 2011. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai
Penelitian Tanaman Serealia Maros. Maros. 410-426.
Subagyo. 2007.
Jakarta.
Manajemen Pengolahan Produk Kue dan Roti. Graha Ilmu.
Suda, I., T. Oki., M. Masuda., M. Kobayashi., Y. Nishiba., dan S. Furuta. 2003.
Review: Physicological Functionality of Purple-Fleshed Sweet Potatoes
Containing Anthocyanins and Their Utilization in Foods. Journal
Agricultural RQ 37(3): 167-73.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhadi. 1996. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberti. Yogyakarta.
Sugiyono. 2003. Teknologi Pengolahan Tepung Serealia dan Umbi-Umbian.
Pusat Studi Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suprapti, M.L. 2003. Tepung Ubi Jalar : Pembuatan dan Pemanfaatannya.
Cetakan Pertama. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Unesa Press. Jakarta.
Suriawiria, U. 2001. Ubi Jalar. http://www.pikiranrakyatonline.com/. Diakses
pada Agustus 2015.
Syamsir, E. 2008. Produk Sereal Sarapan (On-Line). http://www.kompas.com.
Diakses tanggal 12 Agustus 2015.
Tamtarini dan S. Yuwanti. 2005. Pengaruh penambahan koro-koroan terhadap
sifat fisik dan sensorik flake ubi jalar. Jurnal Teknologi Pertanian. 6(3):187192.
Tjitrosoepomo, C. 1991. Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada Universy Press.
Yogyakarta.
Tressler, D. K., dan W. J. Sultan. 1975. Food Product Formulary Cereals, Baked
Goods, Dairy, and Egg Product. Avi Pub. Co., Universitas Michigan.
Didalam Sa’adah, F. 2009. Pembuatan Cookies Campuran Tepung Kacang
Tunggak (Vigna unguiculata L. Walp.) dan Tepung Beras Sebagai Pangan
Tambahan Bagi Ibu Hamil (Skripsi). Bogor (ID): Pertanian Bogor.
Tribelhorn, R. E. 1991. Breakfast cereals. In: Lorenz KJ, Kulp K (eds.).
Handbook of Cereal Science and Technology. Marcel Dekker Inc., New York
741-762.
61
Wahyuni, M., dan M. Astawan. 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani
Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.
Wignyanto, I. Nurika, dan S.K. Mahardika. 2009. Optimasi proses fermentasi
tepung jagung dan pembuatan bahan baku biomassa jagung instan (kajian
lama inkubasi dan konsentrasi kapang Rhizopus sp.). Agrikultur Teknologi
17(2): 251-257.
Wildman, R.E.C. and D.M. Modeiros. 2000. Carbohydrates. Dalam Advanced
Human Nutrition. CRC Press, Boca Raton, New York. p. 66−97.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press. Bogor.
Winijarti dan Wiwik, 2007. Cara Mudah Membuat Roti. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Download