FORMULASI TEPUNG UBI JALAR CILEMBU (Ipomoea batatas (L.) Lam) DAN TEPUNG JAGUNG (Zea Mays) TERFERMENTASI TERHADAP SIFAT KIMIA DAN SENSORI FLAKES (Skripsi) Oleh KARINA WIDYA PRATIWI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRACT FORMULATIONOF SWEETCILEMBU FLOUR (Ipomoea batatas (L.) Lam) ANDFERMENTED MAIZE (Zea mays L) ON THECHEMICAL AND SENSORYOFFLAKES By KARINA WIDYA PRATIWI This research was aimed to tried the formulation of sweet Cilembu flour and fermented maize flour that has the best chemical and sensory properties on flakes. This research was arranged in a Complete Randomized Block Design (CRBD) with four repetitions.The formulation was consisted of 7 levels of comparisons of sweet Cilembu flour and fermented maize flour L1 (70%: 10%); L2 (60%: 20%); L3 (50%: 30%); L4 (40%: 40%); L5 (30%: 50%); L6 (20%: 60%); and L7 (10%: 70%). They were with eggs, margarine, sugar and salt, then tapioca the same amount of. Flakes produced was be analyzed for them chemical and sensory properties. The chemical analyzed were moisture, ashes, fat, protein and crude fiber contents, and sensory properties included the texture, flavor, color and overall acceptance. The data were analyzed using ANOVA and further tested with Least Significant Difference (LSD) at 5%. The result of this research showed that formulation significantly affected the moisture, ash, fat, protein and crude fiber of theflakes, also significantly affected on color liking rate, texture, taste and flavor, also the overall acceptance. The best treatment was found in L2 formulation (sweet Cilembu flour 60% : fermented maize flour 20%) with moisture 2.17%, ash 2.10%, fat 2.44%, protein 4.41%, and crude fiber 3.72%, with liking rate is liked. Keywords: Fermented maize, flakes, sweet Cilembu flour ABSTRAK FORMULASI TEPUNG UBI JALAR CILEMBU (Ipomoea batatas (L.) Lam) DAN TEPUNG JAGUNG (Zea Mays) TERFERMENTASI TERHADAP SIFAT KIMIA DAN SENSORI FLAKES Oleh KARINA WIDYA PRATIWI Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi yang memiliki sifat kimia dan sifat sensori yang terbaik pada flakes. Perlakuan ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan empat kali ulangan. Formulasi terdiri dari perbandingan tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dengan 20% tapioka sebanyak 7 taraf, yaitu L1 (70% : 10%); L2 (60% : 20%); L3 (50% : 30%); L4 (40% : 40%); L5 (30% : 50%); L6 (20% : 60%); L7 (10% : 70%) dicampur dengan telur, margarin, gula dan garam. Flakes yang dihasilkan kemudian dilakukan analisis kimia dan sensori. Analisis kimia yang dilakukan yaitu kadar air, abu, lemak, protein dan serat kasar, sensori yaitu tekstur, rasa dan aroma, warna serta penerimaan keseluruhan. Data dianalisis dengan sidik ragam kemudian diolah lebih lanjut menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, lemak, protein dan serat kasar flakes, juga berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan warna, tekstur, rasa dan aroma serta penerimaan keseluruhan. Perlakuan terbaik yaitu pada formulasi L2 (tepung ubi jalar Cilembu 60% : tepung jagung terfermentasi 20%) dengan kadar air sebesar 2,17%, abu 2,10%, lemak 2,44%, protein 4,41% dan serat kasar 3,72%, dengan tingkat kesukaan disukai. Kata kunci: Tepung jagung terfermentasi, flakes, tepung ubi jalar Cilembu FORMULASI TEPUNG UBI JALAR CILEMBU (Ipomoea batatas (L.) Lam) DAN TEPUNG JAGUNG (Zea Mays) TERFERMENTASI TERHADAP SIFAT KIMIA DAN SENSORI FLAKES Oleh KARINA WIDYA PRATIWI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tambahrejo pada tanggal 12 Mei 1993. Merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Bambang Mulyono, S.T. dan Ibu Sri Widiawati. Penulis memulai jenjang pendidikan dari Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal Tambahsari Gadingrejo pada tahun 1997, SD Negeri 2 Tambahrejo pada tahun 1998–2004; SMP Negeri 2 Pringsewu pada tahun 2004– 2007; SMA Negeri 1 Gadingrejo pada tahun 2007–2010. Pada tahun 2010 penulis mendaftar dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama di perguruan tinggi, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan diantaranya menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian sebagai Anggota Bidang 4 Dana dan Usaha pada periode 2012–2013 dan menjadi Ketua Bidang 4 Dana dan Usaha pada periode 2013-2014. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Kaliguha Kecamatan Pesawaran Indah, Kabupaten Pesawaran pada bulan Januari 2014 dan Praktik Umum pada bulan Juni 2013 di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) dengan judul ”Mempelajari Proses Penanganan Susu Segar di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang Jawa Barat”. Buah dari sepenggal kisah perjuanganku ini kupersembahkan untuk : Orangtua Terbaik dan keluarga yang selalu ada disampingku, mendukungku dan mendoakanku. Orang yang kusayangi, sahabat seperjuangan, serta teman-teman yang selalu memberi semangat, motivasi dan dukungan selama ini. vi SANWACANA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Tepung Ubi Jalar Cilembu (Ipomoea batatas (L). Lam) dan Tepung Jagung (Zea Mays) Terfermentasi Terhadap Sifat Kimia dan Sensori Flakes”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Ir. Sri Setyani, M.S., selaku Pembimbing Pertama yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan dalam proses penyelesaian skripsi penulis. 2. Ibu Ir. Marniza, M.Si., selaku Pembimbing Kedua yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan dalam proses penyelesaian skripsi penulis. 3. Ibu Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc., selaku Penguji yang telah memberikan saran, dan evaluasi terhadap karya skripsi penulis. 4. Keluargaku terutama orangtua tercinta, Bapak Bambang Mulyono, S.T., dan Ibu Sri Widiawati, serta Mamas Damar Adi Perdana, S.T., juga Adik-adikku Gilang Aji Prayoga dan Diba Lintang Syafiiqoh. Sahabat-sahabat yang telah membantu dalam penelitian mba Yani, Yulfadillah Havidh, Laili Azkiyah, Birgitta Oktavia, Riananda Adelina dan mba Eka. vii Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka, dan penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bandar Lampung, Mei 2016 Penulis Karina Widya Pratiwi viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xi I. 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1 1.2 1.3 1.4 Latar Belakang ................................................................................ Tujuan .............................................................................................. Kerangka Pemikiran ......................................................................... Hipotesis........................................................................................... 1 4 4 6 II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 Ubi Jalar Cilembu (Ipomoea batatas (L.) Lam)............................... Tepung Ubi Jalar Cilembu ............................................................... Jagung (Zea Mays L) ........................................................................ Karakteristik Biji Jagung.................................................................. Tepung Jagung Terfermentasi .......................................................... Flakes ............................................................................................... Bahan Baku Flakes .......................................................................... 2.7.1 Tapioka.................................................................................. 2.7.2 Telur ...................................................................................... 2.7.3 Margarin ................................................................................ 2.7.4 Garam .................................................................................... 2.7.5 Gula ....................................................................................... 2.8 Proses Pembuatan Flakes ................................................................. 2.8.1 Pencampuran (Mixing) .......................................................... 2.8.2 Pembentukan Adonan .......................................................... 2.8.3 Pencetakan (Flaking) ........................................................... 2.8.4 Pemanggangan ...................................................................... 7 9 11 12 15 18 21 21 22 23 23 23 24 24 24 24 25 III. BAHAN DAN METODE ..................................................................... 27 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 3.2 Bahan dan Alat ............................................................................. 3.3 Metode Penelitian ............................................................................ 3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................... 27 27 28 29 ix 3.4.1 Pembuatan Tepung Ubi Jalar Cilembu ................................. 3.4.2 Pembuatan Tepung Jagung Terfermentasi ........................... 3.4.3 Pembuatan Flakes ................................................................. Pengamatan ...................................................................................... 3.5.1 Analisis Kimia ...................................................................... 3.5.1.1 Kadar Air................................................................. 3.5.1.2 Kadar Abu ............................................................... 3.5.1.3 Kadar Lemak ........................................................... 3.5.1.4 Kadar Protein .......................................................... 3.5.1.5 Kadar Serat .............................................................. 3.5.2 Uji Sensori ............................................................................ 29 29 32 33 34 34 34 35 35 36 37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 39 3.5 4.1 Analisis Kimia ................................................................................. 4.1.1 Kadar Air .............................................................................. 4.1.2 Kadar Abu............................................................................. 4.1.3 Kadar Lemak ........................................................................ 4.1.4 Kadar Protein ........................................................................ 4.1.5 Kadar Serat ........................................................................... Uji Sensori ....................................................................................... 4.2.1 Tekstur .................................................................................. 4.2.2 Rasa dan Aroma.................................................................... 4.2.3 Warna.................................................................................... 4.2.4 Penerimaan Keseluruhan ...................................................... Penentuan Perlakuan Terbaik ......................................................... 39 39 40 42 43 44 45 45 47 49 51 53 V. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 55 4.2 4.3 5.1 5.2 Simpulan .......................................................................................... Saran ................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 55 55 ix DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Kandungan gizi ubi jalar Cilembu per 100 g bahan...................................... 9 2. Kandungan gizi tepung ubi jalar Cilembu .................................................... 11 3. Kandungan gizi dalam 100 gram jagung kuning hibrida .............................. 15 4. Kandungan gizi tepung jagung terfermentasi per 100 g ............................... 17 5. Bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes .......................................... 18 6. Penelitian pendahulu mengenai flakes .......................................................... 21 7. Komposisi kimia tapioka (g/100gr) .............................................................. 22 8. Perbandingan tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dalam pembuatan flakes ............................................................................... 28 9. Formula pembuatan flakes ............................................................................ 32 10. Skala penilaian sensori.................................................................................. 38 11. Kadar air flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi..……………………………………………… 39 12. Kadar abu flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi........................................................................... 41 13. Kadar lemak flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi………………………………………………... 42 14. Kadar protein flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi.......................................................................... 43 15. Kadar serat flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi.......................................................................... 44 x 16. Tekstur flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi...................................................................................... 46 17. Rasa dan aroma flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi ................................................................... 48 18. Warna flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi...................................................................................... 49 19. Penerimaan keseluruhan flakes pada berbagai formula tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi .................................................... 52 20. Penentuan perlakuan terbaik meliputi sifat kimia dan sensori flakes dengan formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi.......... 53 xiii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Ubi jalar Cilembu......................................................................................... 8 2. Struktur biji jagung ...................................................................................... 13 3. Alur reaksi Maillard ..................................................................................... 20 4. Diagram alir proses pembuatan flakes ......................................................... 26 5. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar Cilembu ...................................... 30 6. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi ................................. 31 7. Proses pembuatan flakes .............................................................................. 33 8. Warna flakes dari tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi ................................................................................................ 50 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat sekitar 1000 jenis ubi jalar dan salah satu jenis ubi jalar yang paling populer adalah ubi jalar asal Desa Cilembu di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Jawa Barat (Suriawiria, 2001). Ubi jalar Cilembu merupakan jenis umbi-umbian yang ketersediannya cukup banyak di Indonesia dan umumnya masih dijual dalam bentuk olahan sederhana dengan nilai ekonomi rendah seperti ubi jalar Cilembu panggang. Peningkatkan diversifikasi ubi jalar Cilembu dapat dilakukan dengan sentuhan teknologi pengolahan yang tepat antara lain dengan pembuatan flakes. Penggunaan ubi jalar Cilembu sebagai bahan dasar pembuatan flakes merupakan upaya penganekaragaman makanan yang terbuat dari ubi jalar Cilembu karena pemanfaatan ubi jalar Cilembu masih terbatas. Ubi jalar Cilembu dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan flakes karena mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Flakes merupakan bentuk awal dari produk sereal maupun snack yang memiliki bentuk tipis, pipih dan renyah. Flakes merupakan produk sarapan siap saji yang hanya membutuhkan waktu singkat dalam penyajiannya dan mengandung karbohidrat yang cukup tinggi. Produk pangan ini berbentuk lembaran tipis, bulat, berwarna kuning kecoklatan dan biasanya dikonsumsi menggunakan susu atau 2 bisa juga dikonsumsi langsung sebagai makanan ringan (Tamtarini dan Yuwanti, 2005). Produk flakes yang ada di pasaran mengandung karbohidrat yang tinggi. Oleh sebab itu, pemilihan bahan baku dalam pembuatan flakes harus mengandung karbohidrat yang tinggi. Menurut Anggiarini (2004), produk flakes masih memerlukan adanya komplementasi susu cair sebagai komplemen protein dalam konsumsi pangan. Konsumen terbesar produk flakes rata-rata di pasaran adalah anak-anak yang kebanyakan membutuhkan asupan zat gizi lengkap tidak hanya karbohidrat, tetapi juga protein, lemak, energi, vitamin, mineral, air dan serat. Pada umumnya flakes dibuat dari bahan biji-bijian dalam bentuk tepung dan pada perkembangannya dapat juga dibuat dari sumber karbohidrat lain seperti ubi jalar. Menurut Nurali dan Lelemboto (2010), flakes ubi jalar dengan substitusi tepung kedelai 20% merupakan jumlah substitusi yang tepat dan disukai panelis. Tepung ubi jalar Cilembu memiliki kandungan gizi yaitu karbohidrat 91,83%, protein 4,77%, lemak 0,95%, air 6,11%, dan abu 2,44% (Julita, 2012). Ubi jalar kaya juga akan vitamin (B1, B2, C dan E), mineral (kalsium, potassium, magnesium, dan zink), serat pangan serta karbohidrat bukan serat (Suda et al. 2003). Oleh karena itu, tepung ubi jalar Cilembu dapat menjadi bahan baku produk flakes karena kandungan karbohidratnya yang tinggi namun perlu ditambahkan dengan pangan yang mengandung protein tinggi antara lain tepung jagung terfermentasi. Tepung jagung terfermentasi mengandung protein sebesar 11,27% (Setyani dkk, 2012), lebih tinggi dari tepung ubi jalar Cilembu yaitu 4,77% (Julita, 2012). 3 Tepung jagung terfermentasi merupakan tepung jagung yang dalam pengolahannya dilakukan penambahan ragi tempe. Setyani dkk. (2012) melaporkan bahwa tepung jagung terfermentasi seberat 100 g mengandung kadar air 4,30%, protein 11,27%, lemak 5,13%, abu 1,86%, dan karbohidrat 76,74%. Pemanfaatan tepung jagung terfermentasi adalah sebagai peningkatan kadar protein pada produk flakes. Pemanfaatan tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dalam pembuatan flakes ini akan menghasilkan produk flakes dengan kandungan gizi yang tinggi dan dapat menjadi salah satu pangan alternatif dalam meningkatkan diversifikasi pangan. Permasalahan yang ada yaitu belum ditemukan formulasi yang tepat antara tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi yang dapat menghasilkan flakes yang baik. Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk mendapatkan formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi terhadap sifat kimia dan sifat sensori dalam pembuatan flakes dari berbagai formulasi tepung komposit ubi jalar Cilembu dan jagung terfermentasi. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi yang memiliki sifat kimia dan sifat sensori yang terbaik pada flakes. 4 1.3 Kerangka Pemikiran Menurut Potter dan Hotchkiss (2005), flakes merupakan bentuk awal dari produk sereal maupun snack yang memiliki bentuk tipis, pipih dan renyah. Salah satu karakteristik yang diinginkan dari produk flakes adalah kerenyahan dengan kadar air flakes berkisar antara 3-6%. Menurut Gaman dan Sherington (1981), kerenyahan pada flakes dapat dicapai dengan penambahan pati dalam bentuk tepung. Pati yang digunakan dalam pembuatan flakes pada penelitian ini adalah tapioka dengan jumlah yang sama pada setiap perlakuan. Tepung ubi jalar Cilembu adalah butiran halus yang berasal dari hasil penggilingan ubi jalar Cilembu dengan ayakan ukuran 60 mesh. Tepung ubi jalar Cilembu memiliki kandungan gizi yaitu karbohidrat 91,83%, pati 75,28%, protein 4,77%, lemak 0,95%, air 6,11%, dan abu 2,44% (Julita, 2012). Penelitian Arief (2012) tentang biskuit yang disubtitusi 50% tepung ubi jalar Cilembu memiliki kualitas paling baik ditinjau dari sifat kimia, fisik, dan mikrobiologi dan disukai karena memiliki rasa, warna, tekstur, dan aroma yang baik. Tepung ubi jalar Cilembu sama dengan umbi-umbian lain memiliki kandungan protein yang sangat rendah, oleh karena itu tepung ubi jalar Cilembu dapat dikompositkan dengan tepung lain dengan kandungan protein yang lebih tinggi untuk memperbaiki nilai gizinya seperti dengan tepung jagung terfermentasi. Penambahan tepung jagung terfermentasi sebagai sumber protein dalam pembuatan flakes ini bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi flakes yang dihasilkan. Tepung jagung terfermentasi digunakan karena memiliki kandungan protein yang lebih tinggi akibat proses fermentasi yang dilakukan (Setyani dkk., 5 2012). Hasil penelitian Setyani dkk. (2013), menunjukkan fermentasi jagung menggunakan ragi tempe dengan konsentrasi 2% dan 3% dan lama fermentasi 48 jam dan 72 jam menghasilkan tepung jagung terfermentasi kadar air berkisar 2,25–4,98%, kadar abu berkisar 0,47–1,36%, kadar protein berkisar 11,23– 15,76%, kadar lemak berkisar 6,62–6,95%, kadar serat berkisar 1,77–4,11%, dan kadar karbohidrat berkisar 70,55–73,06%. Tepung jagung terfermentasi telah digunakan untuk produk MP-ASI oleh Setyani dkk. (2012) dengan perbandingan tepung jagung terfermentasi sebanyak 60 g dan tepung tempe sebanyak 35 g, perlakuan terbaik adalah konsentrasi ragi tempe 3% dan lama fermentasi jagung 48 jam dengan nilai rata-rata warna 3,19 (kuning tua), aroma 2,86 (netral), rasa 2,44 (agak khas tempe), dan tekstur 3,14 (sedang). Kandungan kimia produk MPASI terbaik memiliki kadar abu, air, protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat sesuai dengan SNI 01-7111.1-2005. Penambahan tapioka pada pembuatan flakes diperlukan untuk meningkatkan penampilan produk akhir flakes dan mengembangkan produk sehingga flakes tidak menjadi keras dan meningkatkan daya rekat karena kandungan pati yang tinggi serta menghasilkan tekstur yang renyah. Pati yang digunakan adalah tapioka yang merupakan hasil olahan dari singkong. Penambahan pati berupa tapioka pada penelitian ini sebanyak 20% pada setiap formulasi. Pati memiliki kontribusi dalam menciptakan tekstur flakes yang renyah, kecerahan warna produk, serta memiliki daya rekat (Andarwulan, 2004). Tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi serta tapioka akan menghasilkan bermacam-macam formulasi flakes, sehingga menyebabkan sifat 6 kimia dan sensori flakes yang berbeda. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa formulasi tertentu dapat menghasilkan flakes dengan hasil terbaik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suarni (2009), pembuatan flakes dari tepung komposit dengan perbandingan (tepung jagung 70%, ubikayu 20%, kacang hijau 10%) lebih disukai panelis termasuk uji rasa, warna, kerenyahan, dan aroma. Menurut Papunas (2011), pencampuran tepung jagung 60%, tepung pisang goroho 35%, tepung kacang hijau 5% merupakan formulasi yang terbaik dari sifat fisikomia serta sifat sensorinya menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa, aroma, wana, dan kerenyahan berada pada kriteria suka. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan flakes menggunakan formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dengan berbagai formula sehingga diharapkan dapat diperoleh flakes yang memiliki sifat kimia dan sifat sensori terbaik. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah 1. Formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi berpengaruh terhadap sifat kimia dan sensori flakes. 2. Terdapat formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi yang menghasilkan flakes dengan sifat kimia dan sensori terbaik. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Cilembu (Ipomoea batatas (L.) Lam) Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan tanaman pangan yang menduduki peringkat kesembilan di dunia sebagai tanaman penting. Pemanfaatannya terutama sebagai bahan pangan sumber kalori (Sarwono, 2007). Umbi ubi jalar adalah akar yang membesar sebagai tempat menyimpan cadangan makanan bagi tanaman ubi jalar. Warna kulit dan daging umbi bervariasi mulai dari putih, krem, merah muda, jingga, kuning, dan ungu tua tergantung jenis dan kandungan pigmen yang terdapat pada kulit dan daging umbi. Salah satu jenis ubi jalar yang paling populer adalah ubi jalar asal Desa Cilembu di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa barat. Lahannya yang gembur dan subur sangat cocok dengan tanaman yang menjalar ini. Selain itu lahan ini berada di daerah pegunungan yang berhawa dingin dan menyejukkan (Suriawiria, 2001). Menurut data BPS Indonesia (2010), luas panen dan produksi ubi jalar Jawa Barat mencapai 28.617 ha dengan produksi 389.851 ton dan produktivitas mencapai 136,23 kuintal/ha yang merupakan penyumbang produksi terbesar di Indonesia. Ubi jalar Cilembu lebih istimewa daripada umbi biasanya karena umbi ini bila dipanggang akan mengeluarkan sejenis cairan lengket gula madu yang manis rasanya. Lebih manisnya ubi jalar Cilembu disebabkan kadar 8 gula ubi jalar Cilembu lebih tinggi dari ubi jalar lain yaitu ubi mentah mencapai 11-13% dan ubi masak 19-23%. Karena itu, ubi jalar Cilembu disebut juga dengan ubi si madu. Ubi jalar Cilembu dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Ubi jalar Cilembu Menurut Mayastuti (2002), ubi jalar Ipomoea batatas (L).Lam) Cilembu memiliki kandungan vitamin A dalam bentuk β – karoten sebesar 8.509 mg. Suatu jumlah yang cukup tinggi untuk perbaikan gizi bagi mereka yang kekurangan vitamin A. Sedangkan pada ubi-ubian jenis lain, kandungan vitamin A-nya hanya berada pada 60 – 7.700 mg per 100 gram. Ubi jalar Cilembu juga mengandung kalsium hingga 30 mg per 100 gram, vitamin B-1 0,1 mg, vitamin B-2 0,1 mg dan niacin 0,61 mg, serta vitamin C 2,4 mg, serta karbohidrat sebesar 20,1 g, protein 1,6 g, dan lemak 0,1 g. Komposisi kimia ubi jalar Cilembu selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. 9 Tabel 1. Kandungan gizi ubi jalar Cilembu per 100 g bahan Kandungan Gizi Energi Karbohidrat Pati Gula Diet serat Lemak Protein Vitamin A 1. A equiv. 2. Beta-karoten Vitamin B 1. Thiamine (Vit. B1) 2. Riboflavin (Vit. B2) 3. Niacin (Vit. B3) 4. Asam pantotenat (B5) 5. Vitamin B6 6. Folat (Vit. B9) Vitamin C Air Kalsium Besi Magnesium Fosfor Kalium Sodium Seng Sumber : Mayastuti, 2002. Ubi jalar Cilembu 360 kJ (86 kcal) 20,1 g 12,7 g 4.2 g 3,0 g 0,1 g 1,6 g 709 mg 8509 mg 0,1 mg 0,1 mg 0,61 mg 0,8 mg 0,2 mg 11 mg 2,4 mg 68,50 g 30,0 mg 0,6 mg 25,0 mg 47,0 mg 337 mg 55 mg 0,3 mg 2.2 Tepung Ubi Jalar Cilembu Tepung merupaan produk yang memiliki kadar air rendah yaitu 11-14%. Kadar air yang rendah berperan penting terhadap keawetan bahan pangan. Cara yang paling umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering biasa (Winarno, 1997). Proses pembuatan tepung ubi jalar cukup sederhana. Pembuatan tepung ubi jalar 10 meliputi proses pembersihan, pengupasan, pengirisan, pengeringan sampai kadar air tertentu dan penggilingan. Menurut Sugiyono (2003), tepung ubi jalar dapat dibuat dengan dua cara yaitu pertama ubi diiris tipis lalu dikeringkan (chips/sawut kering) kemudian ditepungkan, dan kedua ubi jalar diparut atau dibuat pasta lalu dikeringkan dan ditepungkan. menggunakan beberapa metode Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan pengeringan, diantaranya pengeringan menggunakan sinar matahari dan pengeringan menggunakan alat pengering seperti mesin pengering sawut ubi jalar (Sutrisno dan Ananto, 1999), oven, serta drum drier (Koswara et al., 2003). Tepung ubi jalar juga dapat diproduksi dengan pengering semprot ataupun pengering bertingkat dari irisan-irisan ubi jalar yang telah dibuat (Rukmana, 1997). Tepung ubi jalar dapat dibuat secara langsung dari ubi jalar Cilembu yang dihancurkan dan kemudian dikeringkan, serta dapat pula dibuat dari gaplek ubi jalar yang dihaluskan. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung lebih memudahkan dalam transportasi dan penggunaannya karena tepung ubi jalar dapat dicampur dengan bermacam – macam tepung lain untuk memperoleh komposisi gizi yang dikehendaki serta produk olahan yang lebih beragam (Suprapti, 2003). Menurut Heriyanto dan Winarto (1998), tepung ubi jalar Cilembu mempunyai banyak kelebihan antara lain: 1. Lebih luwes untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi 2. Lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri dan harga lebih stabil. 11 3. Memberi nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri perdesaan serta meningkatkan mutu produk. Kandungan gizi tepung ubi jalar Cilembu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan gizi tepung ubi jalar Cilembu Kandungan Gizi Tepung ubi jalar Cilembu (%) Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat Kadar pati Kadar amilosa Kadar amilopektin Sumber : Julita, 2012. 6,11 2,44 0,95 4,77 91,83 75,28 11,60 63,68 Pemanfaatan ubi jalar meningkat terutama berkaitan dengan potensinya sebagai pangan fungsional yang memberikan dampak positif terhadap kesehatan. Pangan fungsional adalah makanan yang memberi manfaat bagi kesehatan selain fungsinya sebagai zat gizi dasar (Silalahi 2006). Kandungan gizi tepung ubi jalar Cilembu dapat dilihat pada Tabel 2. Tepung ubi jalar Cilembu dapat diolah menjadi aneka produk yang meliputi produk kering, produk semi basah, dan basah. Tepung ubi jalar Cilembu juga dapat dikompositkan dengan tepung lain untuk memperbaiki sifat-sifatnya atau memperkaya kandungan gizinya. Menurut Arief (2012), biskuit dengan subtitusi 50% tepung ubi jalar Cilembu memiliki kualitas paling baik ditinjau dari sifat kimia, fisik, dan mikrobiologi dan disukai karena memiliki rasa, warna, tekstur, dan aroma yang baik. 2.3 Jagung ( Zea Mays L ) Jagung (Zea mays L.) adalah salah satu sumber karbohidrat yang dapat digunakan sebagai pengganti beras, karena jagung memiliki kalori yang hampir sama dengan 12 beras. Jagung juga merupakan sumber protein dan sebagai komoditi lokal yang tersedia secara melimpah karena banyak dibudidayakan oleh petani. Menurut Tjitrosoepomo (1991), tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika (Taksonomi) tumbuh-tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Graminae Famili : Graminaceae Genus : Zea Spesies : Zea mays L. 2.4 Karakterisasi Biji Jagung Biji jagung merupakan jenis serealia dengan ukuran terbesar dan berat rata-rata 250-300 mg (Mudjisihono, 1994). Biji jagung tersusun dari 4 bagian terbesar yaitu : perikarp (5%), endosperm (82%), lembaga (12%) dan tip cap (1%). Perikarp merupakan lapisan luar biji yang dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron. Lapisan aleuron mengandung 10% protein (Mertz 1972). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak (33%), protein (18,4%), dan mineral (10,5%) (Inglett 1987). Endosperm hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang lunak (floury endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm) (Wilson 1981). Perbandingan pati lunak dan pati keras endosperm bervariasi tergantung jenis jagungnya. janggel. Tip kap adalah bagian yang menghubungkan biji dengan 13 Proses pengolahan dengan menghilangkan sebagian dari fraksi biji jagung yang akan mempengaruhi mutu gizi produk akhirnya (Suarni, 2009). Pada proses pembuatan tepung, penggilingan adalah proses pemisahan perikarp, endosperma dan lembaga. Perikarp harus dipisahkan karena kandungan seratnya cukup tinggi sehingga dapat membuat tepung bertekstur kasar. Lembaga dilakukan pemisahan karena tanpa pemisahan lembaga tepung akan mudah mengalami ketengikan. Tip kap juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Pada pembuatan tepung, endosperma merupakan bagian yang digiling menjadi tepung (Suarni dkk., 2001). Struktur biji jagung dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur biji jagung Sumber : Suarni dan Widowati (2011). Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Biji jagung merupakan jenis serealia dengan ukuran biji terbesar dengan berat rata-rata 250-300 mg. Biji jagung memiliki bentuk tipis dan bulat melebar yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan biji jagung. Biji jagung diklasifikasikan sebagai kariopsis. Hal ini disebabkan biji jagung 14 memiliki struktur embrio yang sempurna. Serta nutrisi yang dibutuhkan oleh calon individu baru untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi tanaman jagung (Johnson, 1991). Kandungan gizi utama jagung adalah pati (72-73%), dengan kandungan amilosa berkisar 25-30% dan amilopektin berkisar 70-75%. Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan fruktosa, 1-3% dari bobot biji. Amilosa merupakan rantai unit-unit D-glukosa yang panjang dan tidak bercabang, digabungkan oleh ikatan α-1,4. Amilopektin merupakan rantai unit-unit D-glukosa yang strukturnya bercabang, dengan ikatan glikosidik α-1,4 pada rantai lurusnya dan ikatan α-1,6 pada percabangannya. Amilopektin berpengaruh terhadap sifat sensoris jagung, terutama tekstur dan rasa. Pada prinsipnya, semakin tinggi kandungan amilopektin, tekstur dan rasa jagung semakin lunak, pulen, dan enak (Suarni, 2009). Jagung mengandung antigizi seperti antitripsin, asam fitat, dan oligosakaraida yang dapat mengganggu penyerapan zat gizi tubuh sehingga menghambat kesehatan (Arief dan Asnawi, 2009). Menurut Suarni dan Firmansyah (2005), jagung mempunyai kadar protein sebesar 6,97%. Protein yang terdapat dalam biji jagung yaitu prolamin (zein) 47,2%, glutein 35,1%, albumin 3,2%, dan globulin 1,5%. Glutein adalah jenis protein yang prinsipnya sama dengan gluten yaitu mengembangkan adonan, akan tetapi lebih kuat pada gluten. 15 Tabel 3. Kandungan gizi dalam 100 gram jagung kuning hibrida Komponen Kadar Karbohidrat (g) Gula (g) Serat (g) Kalori (kkal) Protein (g) Lemak (g) Vitamin A, setara dg 10 µg Folat (Vit. B9), 46 µg Vitamin C, 7 mg Besi, 0,5 mg Magnesium, 37 mg Potasium, 270 mg Air (g) Sumber : Suarni dan Firmansyah (2005) 79,56 1,2 2,7 90 6,97 1,2 1% 12% 12% 4% 10% 6% 10,2 2.5 Tepung Jagung Terfermentasi Jagung pipilan mengandung karbohidrat sekitar 71% – 73%, yang terutama terdiri dari pati, sebagian kecil gula, serat, serta mengandung 10% protein (Winarno, 1997). Kandungan asam amino serta gula sebagai sumber energi pada jagung masih rendah. Untuk meningkatkan kandungan asam amino dilakukan melalui proses fermentasi. Menurut Suprihatin (2010) dalam Setyani dkk. (2012), fermentasi mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Fermentasi merupakan proses yang melibatkan mikroorganisme sehingga kualitas produk fermentasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor selama proses fermentasi itu berlangsung yaitu pH, suhu, oksigen, dan jenis substrat. Selain itu, lama fermentasi dan jumlah inokulum merupakan faktor penting dalam proses fermentasi. 16 Menurut Suarni (2009), kandungan gizi tepung jagung cukup memadai sebagai bahan baku makanan kering. Kadar protein tiga varietas jagung (Anoman-1, Srikandi Putih-1, dan lokal) berkisar 7,54–7,89% pada metode kering, dan 6,70– 7,24% pada metode basah. Kadar lemak tepung 2,05–2,38% pada metode kering, lebih tinggi dibandingkan dengan metode basah yang hanya 1,86–2,08%. Kadar lemak yang rendah akan menguntungkan dari segi penyimpanan karena tepung dapat disimpan lebih lama; dengan demikian metode basah lebih baik dibandingkan dengan metode kering. Kadar serat kasar tepung hasil pengolahan dengan metode kering (1,29–1,89%) lebih tinggi dibandingkan dengan metode basah yang hanya 1,05–1,06%. Kadar serat mengalami penurunan dari biji utuh menjadi tepung. Walaupun berpengaruh pada tekstur tepung (menjadi lebih kasar), serat kasar berperan penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Kadar abu tepung hasil pengolahan dengan metode basah lebih rendah dibandingkan dengan metode kering. Berdasarkan kadar abu yang tinggi berpengaruh pada warna tepung. Menurut Wignyanto (2009), fermentasi tepung jagung dengan kapang Rhizopus sp. digunakan karena jenis kapang ini mampu menghasilkan enzim extraseluler α amylase dan enzim protease yang diharapkan bisa menghidrolisis pati menjadi gula glukosa dan mensubstitusi kekurangan akan asam amino pada tepung jagung. Wignyanto dkk (2009) melaporkan pembuatan tepung jagung terfermentasi, yaitu jagung varietas srikandi kuning-1 disortasi dan direndam dalam air selama 12 jam. Selanjutnya jagung ditiriskan dan digiling, lalu dikeringkan dalam pengering kabinet (60°C) selama 6 jam, terakhir diayak dengan ayakan ukuran 60 mesh. 17 Proses fermentasi tepung jagung diawali dengan pembuatan granula dengan menambahkan air pada tepung jagung, kemudian digelatinisasi selama 2 jam (95°C), selanjutnya ditimbang dan didinginkan. Setelah dingin inokulum Rhizopus sp. ditambahkan (0,09%; 0,12%; 0,15%) dan diinkubasi (selama 24, 48, 72 jam). Hasil penelitian proses fermentasi tepung jagung menggunakan kapang Rhizopus sp. didapat pada lama inkubasi 66 jam dan konsentrasi kapang 0,12 % menghasilkan total asam amino sebesar 480,996 mg/100g. Kapang atau ragi juga akan menghidrolisis senyawa asam fitat yang merupakan zat anti nutrisi yang menghalangi proses penyerapan zat yang berguna bagi tubuh menjadi senyawa yang larut air. Menurunnya kadar asam fitat menyebabkan penyerapan zat gizi menjadi maksimal (Wildman, 2000). Menurut Feng dkk. (2007), kapang Rhizopus sp. akan membentuk aroma dari metabolit yang dihasilkan kapang selam proses fermentasi. Kapang menghasilakn enzim protease dan lipase yang memecah protein dan lemak menjadi komponen yang lebih kecil sehingga komponen ini bersifat volatil (mudah menguap) dan tercium sebagai bau tempe. Kandungan gizi tepung jagung terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan gizi tepung jagung terfermentasi per 100 g. Komposisi Protein (g) Lemak (g) Serat Kasar (g) Moisture (g) Ash (g) Karbohidrat (g)* Ca (ppm)/mg/g Na (ppm)/mg/g Zn (ppm)/mg/g Vitamin B6 (mg/g) Sumber : Setyani dkk. (2012). Jumlah 11,27 5,13 4,09 5,30 1,86 76.74 53,67 113,51 23,07 104,29 18 2.6 Flakes Flakes adalah salah satu produk sereal sarapan yang banyak digemari oleh masyarakat. Makanan ini digemari masyarakat karena memiliki citarasa yang enak, menyehatkan, serta praktis dalam penyajian dan merupakan salah satu makanan sarapan. Ciri khas dari produk breakfast adalah kadar air rendah dan tekstur renyah. Berdasarkan teknik pengolahannya, breakfast cereal dijumpai dalam bentuk serpihan (flakes), hancuran atau parutan (shredded), mengembang (puffed), panggangan (baked) dan ekstrudat (extruded). Proses pemasakan merupakan tahapan proses yang harus dilakukan dalam proses pembuatan makanan sarapan (Syamsir, 2008). Flakes merupakan produk pangan yang termasuk ke dalam kategori makanan sereal siap saji atau RTE (Ready-to-eat) yang telah dilakukan pengolahan dan rekayasa sesuai dengan jenis dan bentuknya (Bouvier, 2001). Bahan bakunya berupa serealia, seperti beras, gandum atau jagung dan umbi-umbian seperti kentang. Flakes biasanya digolongkan ke dalam jenis makanan siap santap yang telah diolah dan direkayasa menurut jenis atau bentuknya. Tressler dan Sultan (1975) menyebutkan berbagai macam jenis makanan yang masuk dalam kriteria flakes, yaitu corn flakes dan oat flakes, serta makanan lain yang berbentuk puffed dengan bantuan alat ekstruder. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes oleh Koswara (2003) dapat dilihat pada Tabel 5. 19 Tabel 5. Bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes No 1 2 3 4 5 6 Bahan Tepung ubi jalar Tepung kedelai Tapioka Gula (dari total tepung) Garam (dari total tepung) Air (dari total tepung) Komposisi (%) 55 25 20 10 0.5 30 Sumber : Koswara (2003). Pengolahan flakes meliputi berbagai tahapan yang dimulai dengan persiapan, pencampuran bahan, pengolahan, pengeringan, pendinginan suhu, dan flaking. Secara tradisional, proses pengolahan dilakukan dengan mengukus biji serealia yang sudah dihancurkan pada kondisi bertekanan selama kurang lebih dua jam dan selanjutnya dipipihkan di antara dua rol baja. Setelah itu dilakukan pengeringan dan pemanggangan pada suhu tinggi (Tribelhorn, 1991). Flakes juga dibuat dengan cara pengepresan sekaligus pengeringan, umumnya dengan menggunakan drum drier hingga terbentuk lapisan tipis atau serpihan dengan kadar air 6-8% dan total padatan 92-96%. Produk flakes berbahan dasar serealia dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana dengan cara melewatkan adonan diantara dua buah rol dengan jarak tertentu, kemudian dilakukan pengovenan untuk mendapatkan kadar air produk akhir kurang lebih sebesar 6-8% (Lawes, 1990). Menurut Matz (1991) secara umum pembuatan flakes sangat sederhana. Bahan baku akan mengalami beberapa proses. Salah satunya adalah interaksi antara protein dan gula yang menyebabkan partikel akan mengalami reaksi pencoklatan. Menurut Kusnandar (2010) reaksi pencoklatan dapat disebut juga reaksi Maillard 20 adalah reaksi yang terjadi antar gula pereduksi (terutama α-D-glukosa) dengan gugus amin bebas dari asam amino, bagian protein atau senyawa lain yang mengandung gugus amin. Reaksi Maillard bertanggung jawab dalam pembentukan warna cokelat, flavor, dan aroma. Reaksi Maillard berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu tahap kondensasi, tahap penyusunan kembali (Amadori rearrangement) dan tahap polimerasasi. Tahap kondensasi merupakan tahapan awal yang melibatkan reaksi antara gula aldosa atau ketosa dengan gugus amin. Pada tahap Amadori rearrangement, N-substituted glycosylamin akan membentuk senyawa lain yang lebih kompleks. Pembentukan flavor dan warna dimulai pada tahap reaksi ini. Tahap akhir reaksi Maillard yaitu tahap polimerasi. Pada tahap polimerasi senyawa intermediet akan membentuk polimer melanoidin. Reaksi ini bersifat ireversibel dan dapat menyebabkan pembentukan warna coklat gelap. Alur reaksi Maillard dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Alur reaksi Maillard. Sumber. Kusnandar (2010) 21 Pada pembuatan flakes, reaksi Maillard terjadi saat proses pemanggangan flakes. Proses pemanggangan juga menurunkan kadar air flakes sehingga menghasilkan tekstur yang renyah (Matz, 1991). Standar Nasional Indonesia untuk produk flakes saat ini masih belum tersedia. Penelitian pendahulu mengenai kandungan flakes dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Penelitian pendahulu mengenai flakes Komposisi Air Abu Lemak Protein Serat Sumber: Suarni (2009). Jumlah (%) 7,1 1,9 4,8 10,3 2,9 2.7 Bahan Baku Flakes Bahan baku untuk proses pembuatan flakes dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu bahan pokok atau bahan utama seperti tepung ubi jalar Cilembu, tepung jagung terfermentasi, dan tepung tapioka, bahan penambah rasa yaitu telur, margarin, gula dan garam. 2.7.1 Tapioka Tapioka merupakan salah satu produk hasil olahan singkong yang banyak digunakan sebagai bahan baku utama maupun bahan penolong dalam beberapa produk pangan baik di rumah tangga maupun industri. Tapioka digunakan sebagai bahan pengisi, perekat dan sebagai sumber karbohidrat pada produk. Tapioka adalah pati yang berasal dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon atau ubi kayu (Manihot utilissima POHL.). Tapioka hampir seluruhnya terdiri dari pati, 22 sedangkan pati merupakan senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau sehingga modifikasi citarasa pada tapioka mudah dilakukan. Tapioka mengandungan amilosa 17 % dan 83 % amilopektin dari seluruh pati. Perbandingan amilosa dan amilopektin ini akan berpengaruh pada daya kembang dan tekstur dari produk akhir yang dihasilkan (Winarno, 1997). Komposisi kimia tapioka dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi kimia tapioka (g/100gr) Komposisi Tepung Tapioka Kalori (kal) 146 Air (g) 62,5 Karbohidrat (g) 34 Protein (g) 1,2 Lemak (g) 0,3 Sumber : Radiyati dan Agusto (2000). 2.7.2 Telur Telur berpengaruh terhadap tekstur produk flakes sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur dan daya pengikat. Telur merupakan pengikat bahan-bahan lain, sehingga struktur flakes lebih stabil. Fungsi telur adalah sebagai bahan penambah nilai gizi, penambah rasa, pengubah warna produk, dan pelunak jaringan (Subagyo, 2007). Bagian telur yang digunakan adalah putih telur untuk mendapatkan tekstur yang sesuai dengan flakes. Fungsi putih telur adalah membentuk tekstur dan rasa pada makanan sehingga menjadi keras dan rasanya tidak gurih sehingga pemakaiannya dalam pengolahan makanan sedikit dan lebih banyak kuning telurnya (Winijarti dan Wiwik, 2007). 23 2.7.3 Margarin Margarin merupakan pengganti mentega dengan bau, kenampakan, konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin harus plastis dan padat pada suhu ruang, sedikit keras pada suhu rendah dan segera dapat mencair dalam mulut. Margarin mengandung 80 % lemak, 16 % air dan beberapa zat lain (Wahyuni dan Made, 1998). 2.7.4 Garam Garam berfungsi untuk memperkuat rasa gurih karena digunakan bersama-sama dengan gula (Iriawan, 2012). Fungsi garam dalam pembuatan flakes adalah penambah rasa gurih, pembangkit rasa bahan-bahan lainnya. Syarat garam yang baik untuk digunakan dalam bahan pangan adalah harus larut dalam air, bebas dari gumpalan-gumpalan dan bebas dari rasa pahit (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). 2.7.5 Gula Gula digunakan untuk memberi cita rasa manis dan berpengaruh pada tekstur. Jumlah gula yang ditambahkan tidak terlalu banyak karena tepung ubi sendiri memiliki karakteristik rasa manis (Iriawan, 2012). Karena gula dapat menurunkan Aw bahan pangan, maka gula juga berfungsi sebagai pengawet. Pada umumnya gula dipakai untuk memberikan rasa manis pada produk, namun mempengaruhi tekstur dan kenampakan (Andarwulan, 2011). 24 2.8 Proses Pembuatan Flakes Pembuatan flakes dilakukan dengan beberapa tahapan proses. Tahapan- tahapan proses pembuatan flakes yaitu pencampuran bahan, pembentukan adonan pelet, pemipihan (flaking) dan pemanggangan. Proses pembuatan flakes dapat dilihat pada Gambar 4. 2.8.1 Pencampuran (Mixing) Pencampuran atau mixing berfungsi mencampur semua bahan sampai homogen. Proses pencampuran awal dilakukan pada dua jenis bahan. Bahan baku tepung diaduk terpisah dengan bahan tambahan, baru kemudian kedua bahan tersebut dicampurkan secara perlahan. Proses pencampuran dilakukan menggunakan tangan sampai adonan tercampur merata (homogen), selanjutnya adonan siap untuk dicetak (Hanawati, 2011). 2.8.2 Pembentukan Adonan Pembentukan adonan dibuat secara manual dengan tangan. Tujuan pembentukan adonan adalah agar adonan mudah untuk dipipihkan dengan rol penggiling, dan adonan yang telah pipih kemudian ditampung dalam loyang (Iriawan, 2012). 2.8.3 Pencetakan (Flaking) Proses pencetakan atau flaking adalah proses pencetakan menjadi flakes. Proses pencetakan ini harus dilakukan dengan cepat sehingga adonan tidak mengering. 25 Adonan dicetak berukuran ± 1,5cm dan ditata pada loyang untuk masuk ke tahap berikutnya yaitu pemanggangan (Iriawan, 2012). 2.8.4 Pemanggangan Pemanggangan merupakan suatu unit operasi yang menggunakan udara panas dan bertujuan untuk mencapai eating quality, dekstruksi mikrobia serta menurunkan aktivitas air bebas pada makanan. Pemanggangan dapat dilakukan dengan menggunakan oven (Desrosier, 1988). Menurut Matz (1991), suhu tinggi pada pemanggangan akan mengakibatkan terjadinya dekstrinisasi dan karamelisasi pada gula yang terkandung dalam adonan. Proses pemanggangan menurunkan kadar air flakes sehingga menghasilkan tekstur yang renyah. Proses pemanggangan pada pembuatan flakes juga bertujuan untuk menyempurnakan gelatinisasi pati. Selama proses pemanggangan, air dalam produk akan diuapkan sehingga terjadi penurunan rendemen yang cukup besar. Pemanggangan merupakan aspek yang kritis dari urutan proses untuk menghasilkan flakes yang berkualitas tinggi. Pemanggangan terlalu lama dapat menyebabkan kekerasan dan penampakan yang tidak baik. Menurut Fellows (2000) penerapan panas dalam pengolahan pangan merupakan suatu metode yang paling penting dalam pengolahan pangan. Keuntungan yang diperoleh dari pengolahan bahan pangan dengan pemanasan adalah terbentuknya efek pengawetan yang disebabkan karena terhentinya aktivitas enzim dan mikroba, serangga, serta parasit. Rusaknya komponen anti gizi, misalnya tripsin inhibitor pada legume. Perbaikan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein, gelatinisasi pati, dan pelepasan ikatan niasin. 26 Bahan Utama : Tepung ubi jalar Cilembu, jagung terfermentasi, tapioka Bahan tambahan: Telur, gula, garam, margarin. Pencampuran dan pembentukan adonan Penggilingan ( Pencetakan (Pembentukan flakes) Pengovenan (Pemanggangan) Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan flakes Sumber : Suarni (2009) III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung pada bulan Mei – Juli 2015. 3.2 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah ubi jalar Cilembu yang didapat dari penjual di daerah Gunung Sulah Kecamatan Sukarame, jagung varietas hibrida lokal yang didapat dari Pasar Gadingrejo Pringsewu, ragi merek Raprima dan tapioka merek Rose Brand. Bahan tambahan yang digunakan dalam penelitian adalah telur, margarin merek Blue Band, gula dan garam. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah potassium kromat 5%, perak nitrat 0,1 M, HCl 2%, NaOH 4 N, larutan Luff Shcoorl, H2SO4 4 N, KI 30%, dan Na-thiosulfat 0,1 N, alkohol 95%, K2SO4 dan aquades. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah oven Heraeus, oven pemanggang manual merek Bima Super, timbangan Mettler PJ3000, penggiling, blender merek philiph, roll penggiling merek Fumida, alat ekstraksi Soxhlet, 28 reflux kondensor, pisau, loyang, baskom, tampah, sendok, plastik, kertas label, cawan porselin, desikator, neraca analitik, tanur, penjepit, gelas ukur, Erlenmeyer, pipet, gelas piala, gelas ukur, dan kertas saring. 3.3 Metode Penelitian Perlakuan disusun secara tunggal dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 4 ulangan. Formulasi pada penelitian ini adalah perbandingan tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dengan 20% tapioka sebanyak 7 taraf, yaitu L1 (70% : 10%); L2 (60% : 20%); L3 (50% : 30%); L4 (40% : 40%); L5 (30% : 50%); L6 (20% : 60%); L7 (10% : 70%). Perbandingan tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dalam pembuatan flakes disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Perbandingan tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi dalam pembuatan flakes. Perlakuan L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 Tepung Ubi jalar Cilembu (%) 70 60 50 40 30 20 10 Tepung Jagung Terfermentasi (%) 10 20 30 40 50 60 70 Tapioka (%) 20 20 20 20 20 20 20 Kesamaan ragam diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. 29 Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan data dianalisis lebih lanjut menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. 3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Pembuatan Tepung Ubi Jalar Cilembu Pembuatan tepung ubi jalar Cilembu dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu ubi jalar Cilembu segar dicuci agar tanah yang melekat pada kulit ubi terlepas, dikupas dan direndam dalam bak yang berisi air bersih. Perendaman dilakukan supaya ubi jalar Cilembu tidak mudah berubah warna. Kemudian ubi jalar Cilembu yang telah direndam dicuci, dibilas, ditiriskan dan diiris tipis ± 1 cm. Setelah itu, irisan ubi jalar Cilembu dikeringkan pada oven bersuhu 60°C sampai kadar air di bawah 14%. Ubi jalar Cilembu yang telah kering selanjutnya digiling dan diayak 80 mesh (Suprapti, 2003). Proses pembuatan tepung ubi jalar Cilembu dapat dilihat pada Gambar 5. 3.4.2 Pembuatan Tepung Jagung Terfermentasi Pembuatan tepung jagung terfermentasi dimodifikasi dari proses yang digunakan Setyani (2012) yang dimodifikasi pada proses penggilingan beras jagung. Penelitian Setyani (2012) penggilingan dilakukan 1 kali dan pada penelitian ini dilakukan 2 kali untuk mendapatkan beras jagung. Jagung pipilan dibersihkan, disortasi dan direndam dalam air selama 48 jam. Selanjutnya jagung dicuci, ditiriskan dan digiling untuk diperoleh beras jagung. Beras jagung dikukus selama 30 menit dan ditambahkan air lalu dikukus kembali selama 30 menit dan 30 didinginkan. Proses fermentasi dilakukan dengan penambahan ragi tempe dalam beras jagung sebanyak 2% (b/b), diaduk hingga rata dan diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang. Fraksi padat yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama ± 18 jam sampai kadar air dibawah 14%, selanjutnya digiling dan diayak 80 mesh. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi dapat dilihat pada Gambar 6. Ubi jalar Cilembu Pengupasan Kulit Perendaman Pencucian Penirisan Pemotongan ± 0,2cm Pengeringan Penggilingan Pengayakan 80 mesh Tepung ubi jalar Cilembu Air 31 Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar Cilembu Sumber: Suprapti (2003) Jagung pipilan Pembersihan dan sortasi Kotoran Perendaman dalam air selama 48 jam Penirisan Air Penggilingan 1 Penggilingan 2 Penampihan Kulit ari jagung Beras jagung kasar Pengukusan pertama selama 30 menit ditambah air secukupnya dan dilakukan pengukusan kedua selama 30 menit Pendinginan Peragian 2 % b/b Fermentasi selama 48 jam, dalam suhu ruang Pengeringan suhu 60oC , 18 jam Penggilingan dan pengayakan 80 mesh Tepung jagung terfermentasi/ tempe jagung t Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi Sumber: Setyani dkk. (2012) yang dimodifikasi. 32 3.4.3 Pembuatan Flakes Proses pembuatan flakes dilakukan dengan metode Suarni (2009). Proses pembuatan flakes dilakukan dengan cara mencampurkan tepung ubi jalar Cilembu, tepung jagung terfermentasi sesuai perlakuan yang telah ditetapkan yaitu L1 (70% : 10%); L2 (60% : 20%); L3 (50% : 30%); L4 (40% : 40%); L5 (30% : 50%); L6 (20% : 60%); L7 (10% : 70%) dan masing-masing perlakuan ditambahkan tapioka 20%, gula, garam, telur dan margarin. Formula pembuatan flakes dapat dilihat pada Tabel 9. Selanjutnya pencampuran bahan dilakukan hingga adonan kalis. Adonan dihaluskan dan dibuat pelet, lalu dipipihkan menjadi bentuk flakes dengan ukuran 1,5cm. Kemudian adonan flakes ditata pada loyang dan dilakukan pemanggangan pada suhu 145°C selama 7 menit. Proses pembuatan flakes dapat dilihat pada Gambar 7. Tabel 9. Formula pembuatan flakes Formulasi Tepung ubi jalar Cilembu Tepung jagung fermentasi Tapioka Gula (dari total tepung) Garam (dari total tepung) Margarin (dari total tepung) Telur (putih) L1 70 10 20 10 0.5 30 0,3 L2 60 20 20 10 0.5 30 0,3 L3 50 30 20 10 0.5 30 0,3 L4 40 40 20 10 0.5 30 0,3 L5 30 50 20 10 0.5 30 0,3 L6 20 60 20 10 0.5 30 0,3 L7 10 70 20 10 0.5 30 0,3 33 -Tepung Ubi jalar Cilembu (20%,30%,40%,50%,60% dan 70%) -Tepung Jagung Terfermentasi (60%,50%, 40%, 30%,20% dan 10%) Bahan tambahan : -telur -garam -gula -margarin Tepung Ubi jalar Cilembu :Tepung Jagung Terfermentasi sesuai formulasi ditambahkan 20% Tapioka Pencampuran (bahan baku dan bahan tambahan) Pengadonan hingga kalis Penggilingan (Pemipihan adonan) Pencetakan (Pembentukan flakes 1,5cm) Pemanggangan (T 145oC , t 7 menit) Flakes Gambar 7. Proses pembuatan flakes Sumber : Suarni (2009) 3.5 Pengamatan Pengamatan yang dilakukan terhadap flakes meliputi sifat kimia yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar serat kasar dan sifat sensori yaitu tekstur, warna, rasa dan aroma, dan penerimaan keseluruhan dengan metode hedonik. 34 3.5.1 Analisis Kimia 3.5.1.1 Kadar Air Pengujian kadar air dilakukan dengan metode gravimetri (AOAC, 1995). Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel ditimbang lalu dimasukan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3-5 jam (tergantung bahan yang digunakan). Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Setelah diperoleh hasil penimbangan pertama, cawan yang berisi sampel tersebut dikeringkan kembali selama 30 menit setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai berat konstan. Bila penimbangan kedua mencapai pengurangan bobot tidak lebih dari 0,0002 g dari penimbangan pertama maka dianggap konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus : Kadar air = (W+W2) -W1 x 100% W2 keterangan : W = berat cawan (g) W1 = berat cawan dan sampel setelah dioven (g) W2 = berat sampel awal (g) 3.5.1.2 Kadar Abu Pengujian kadar abu flakes dilakukan dengan metode pengeringan (AOAC, 1995). Cawan porselin dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105oC lalu dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian timbang (A). Sebanyak ± 3-5 g sampel, dimasukan ke dalam cawan kemudian timbang (B). Cawan yang 35 berisi sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap (bisa ditambah alkohol 95%). Sampel diabukan dengan tanur pada suhu 600oC selama 3 jam. Setelah pengabuan cawan didinginkan dalam desikator, setelah didinginkan cawan ditimbang (C). Kadar abu dapat dihitung dengan rumus: Kadar Abu (%) = C – A x 100% B–A Keterangan : A = berat cawan kosong (g) B = berat cawan dan sampel (g) C = berat cawan dan abu (g) 3.5.1.3 Kadar Lemak Pengujian kadar lemak flakes dilakukan dengan metode Soxhlet (AOAC, 1995). Labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110oC selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet yang telah berisi pelarut hexana. Reflux dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100o C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak (%) = berat lemak (g) x 100% berat sampel (g) 3.5.1.4 Kadar Protein Analisis protein dengan metode Kjeldahl menggunakan prinsip destruksi, destilasi dan titrasi. Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang 5 g dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian sampel dalam labu ditambahkan 1,9 ± 0,1 g 36 K2SO4, 40 ± mg HgO, 6,7 ± 0,1 ml H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih, kemudian didinginkan dan ditambahkan sejumlah kecil air perlahan-lahan. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi, kemudian labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H2BO3 dan 2-4 tetes indikator MRB (Metilen Red Blue) diletakkan di bawah kondensor (ujung tabung harus terendam dalam larutan H2BO3). Sampel ditambahkan 8-10 ml NaOH-Na2S2O3, kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml dan destilat berwarna hijau pada labu Erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan ditampung bilasannya dalam labu Erlenmeyer yang sama. Isi Erlenmeyer diencerkan kira-kira 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi ungu (AOAC, 1995). 3.5.1.5 Kadar Serat Pengukuran kadar serat kasar dilakukan dengan metode Sudarmadji (1984). Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah perlakuan dengan asam atau alkali mendidih, dan terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan pentosan. Sebanyak 2 gram bahan kering yang telah dihaluskan dan diekstraksi lemaknya dengan soxhlet. Bahan dipindahkan dalam labu Erlenmeyer 600 ml, ditambahkan asbes 0,5 g yang telah dipijarkan dan 3 tetes zat anti buih (antifoam agent). Selanjutnya ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 mendidih (1,25 g H2SO4 pekat/100 ml = 0,255 N H2SO4) dan ditutup dengan pendingin balik, didihkan selama 30 menit dengan beberapa kali digoyang-goyangkan. Sampel disaring melalui kertas saring dan residu yang tertinggal dalam Erlenmeyer dicuci 37 dengan aquades mendidih. Residu dicuci dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus). Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring kedalam Erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih (1,25 g NaOH/100 ml = 0,313 N NaOH) sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam Erlenmeyer. Sampel dididihkan dengan pendingin balik sampai beberapa kali digoyanggoyangkan selama 30 menit. Selanjutnya disaring melalui kertas saring yang telah diketahui beratnya atau kurs Gooch yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya, sambil dicuci dengan aquades mendidih dan kemudian dengan lebih kurang 15 ml alcohol 95%. Kertas saring dikeringkan dengan isinya pada 110 C sampai berat konstan (1-2 jam) dinginkan dalam desikator dan timbang. Berat residu = berat serat kasar. % Serat Kasar = B-C x 100% A Keterangan : A = berat Sampel (g) B = kertas saring + serat (g) C = kertas saring (g) 3.5.2 Uji Sensori Penilaian sensori yang dilakukan meliputi tekstur, warna, rasa dan aroma serta penerimaan keseluruhan. Penilaian tekstur, warna, rasa dan aroma serta penerimaan keseluruhan dilakukan menggunakan uji hedonik. Uji sensori dilakukan oleh 20 orang panelis semi terlatih (mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah uji sensori). Skala penilaian uji sensori dapat dilihat pada Tabel 10. 38 Tabel 10. Skala penilaian sensori Parameter Tekstur Warna Rasa dan aroma Penerimaan keseluruhan Kriteria Sangat tidak suka Tidak suka Agak suka Suka Sangat suka Sangat tidak suka Tidak suka Agak suka Suka Sangat suka Sangat tidak suka Tidak suka Agak suka Suka Sangat suka Sangat tidak suka Tidak suka Agak suka Suka Sangat suka Skor 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Formulasi tepung ubi jalar Cilembu dan tepung jagung terfermentasi berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, lemak, protein dan kadar serat kasar flakes, juga berpengaruh nyata terhadap sifat sensori pada skor warna, tekstur, rasa dan aroma serta penerimaan keseluruhan. 2. Flakes terbaik yaitu pada perlakuan L2 (60% tepung ubi jalar Cilembu : 20% tepung jagung terfermentasi) dengan kadar air sebesar 2,17%, abu 2,10%, lemak 2,44%, protein 4,41% dan serat kasar 3,72%, dengan skor tekstur 4,22 (suka), skor rasa dan aroma 3,85 (agak suka), skor warna 3,84 (agak suka), serta skor penerimaan keseluruhan 3,93 (suka). 5.2 Saran Penelitian selanjutnya disarankan melakukan analisis mengenai daya cerna pada produk. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto dan Widyastuti. 2000. Teknik Bertanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta. Ananto, E.E., Astanto, dan Sutrisno. 1999. Hasil Penelitian Pertanian Padi Lahan Pasang Surut. Prosiding Seminar Nasional. Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. Kerjasama BPTP Jambi-Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jambi. Andarwulan, N., D. Rahayuning., dan S. Koswara. 2004. Formuasi Flakes Triple Mixed Ubi JalarKecambah Kedelai-Wheat Germ sebagai Produk Sarapan Fungsional untuk Anak-anak. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Andarwulan, N. 2011. Garam dan Gula dalam Adonan Roti. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Anggiarini, A. 2004. Formulasi Flakes Ubi jalar Siap Saji Kaya Energi-Protein. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. AOAC. 1995. Official Methods of the Association of Official Analytical Chemists. North Ninetenth Street Suite 210. Virginia. P 1497. Arief, R. W. dan R. Asnawi. 2009. Kandungan gizi dan komposisi asam amino beberapa varietas jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 9(2):61-66. Arief, M. D. 2012. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L). Lam) cv. Cilembu sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Biskuit. (Skripsi). Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta. Atmadja, G. 2006. Pengembangan Produk Pangan Berbahan Dasar Jagung Quality Protein Maize (Zea mays L.) dengan Menggunakan Teknologi Ekstruksi. (Skripsi). Jurusan IlmudanTeknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik Indonesia. 2010. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Menurut Provinsi. 57 Badan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-37271995. Tepung Jagung. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Bouvier, J.M., Clextral and Firminy. 2001. Extrusion Cooking: Breakfast Cereal. Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC, Cambridge England. P 235. Damodaran, S., K. L. Parkin, and O. R. Fennema. 2007. Fennema’s Food Chemistry. CRC Press. Boca Raton, FL. DeMann, J. 1997. Kimia Makanan. Cetakan Pertama. Penerbit ITB. Bandung. Fellows, P. J. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practices. Woodhead Publishing. England. Feng, X. M., T. O. Larsen, and J. Schnürer. 2007. Production of volatile compounds by Rhizopus oligosporus during soybean and barley tempeh fermentation. International Journal of Food Microbiology. 113 : 133–141. Gaman, P.M. dan K.B. Sherington. 1981. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Gisca, B. 2013. Penambahan Gembili pada Flakes Jewawut Ikan Gabus sebagai Alternatif Makanan Tambahan Anak Gizi Kurang. Jurnal of Nutrition College. 2(4):511. Hanawati, R. F. 2011. Proses Produksi Flakes Kaya Antioksidan sebagai Alternatif Diversifikasi Ubi Jalar Ungu. Laporan Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hendrasty, H.K. 2013. Bahan Produk Bakery. Graha Ilmu. Yogyakarta. Heriyanto dan A. Winarto. 1998. Prospek pemberdayaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku industri pangan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pemberdayaan Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Substitusi Terigu. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. Hildayanti. 2012. Studi Pembuatan Flakes Jewawut. (Skripsi). Universitas Hasanuddin. Makassar. Iriawan, F. 2012. Pembuatan Fish Flakes dari Ikan Lele (Clarias sp.) sebagai Makanan Siap Saji. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Johnson, L. A. 1991. Corn: Production, Processing and atilitation. Di dalam Lorenzo KJ, Kulp K, editor. Handboojk of Cereal Science and Technology. Marcel Dekker Inc. New York. 58 Julita, A.O. 2012. Karakteristik Tepung Pati dari Ubi Jalar Cilembu dan Ubi Jalar Ungu Ayuramurasaki. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Koswara, S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. http://ebookpangan.com. Diakses tanggal 30 Agustus 2015. Lawes, M. J. 1990. Potato Based Textured Snacks. Di dalam Gouth, R.E. Snack Food. Avi Book. Van Nostrand Reinhold Publisher. New York. Maesari, S. 2015. Formulasi Tepung Jagung (Zea Mays) Terfermentasi dan Tepung Terigu terhadap Sifat Kimia,Fisikokimia dan Sensori Roti Manis. (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Petanian. Universitas Lampung. Lampung. Matz, S.A. 1991. Chemistry and Technology of Cereals as Food and Feed. Van Nonstrand Reinhold. New York. P. 751. Mayastuti, A. 2002. Pengaruh Penyimpanan dan Pemanggangan Terhadap Kandungan Zat Gizi dan Daya Terima Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L). Lam) Cilembu. (Skripsi). Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muchtadi, T. R., P. Hariyadi, dan A. B. Ahza. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. LSI-IPB. Bogor. Mudjajanto, E. Setyo dan L. N. Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya. Jakarta. Mudjisihono, R. 1994. Kemungkinan pemanfaatan tepung jagung sebagai bahan dasar pembuatan roti tawar. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 13(1) : 19-27. Mujianto. 2013. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Proses Produksi Tempe Produk UMKM di Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Reka Agroindustri Media Teknologi dan Manajemen Agroindustri. 1(1) : 13-23. Nisviaty. A. 2006. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) Klon bb00105.10 sebagai Bahan Dasar Produk Olahan Kukus serta Evaluasi Gizi dan Indeks Glikemiknya. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Noguchi, A., W. Kugimaya, Z. Hague dan K. Saito. 1981. Physical and Cemical Characteristic of Food Extruded Rice Flour Fortified With Soybean Protein Isolate. Journal Food Science 47 (3) : 240-245. 59 Nurali, E.J.N., dan M. B. Lelemboto. 2010. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomea batatas, L) sebagai Bahan Baku Pembuatan Flakes dengan Substitusi Tepung Kedele (Glicyne max (L) MERR). Jurnal Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Unstrat 5(2) : 41-50. Nurhayati. 1996. Mempelajari Pembuatan Sosis Campuran Ikan Cunang (Congresex talabor) dengan Tepung Kedelai Rendah Lemak serta Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan Dingin. (Skripsi). Fateta. IPB. Bogor. Nurhidayati, S. 2006. Kajian Pengaruh Gula Aren dan Lama Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Soya. Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi 7(3): 40-47. Papunas, M.E. 2011. Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Flakes Berbahan Baku Tepung Jagung (Zea mays L), Tepung Pisang Goroho (Musa acuminate, sp) dan Tepung Kacang Hijau (Phaseolus radiates). (Skripsi). Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Unsrat. Potter, N. N, dan J. Hotchkiss. 2005. Food Science. Fifth Edition. Springer. Radiyati T., dan W. M. Agusto. 2000. Tepung Tapioka. BPTT Puslitbang Fisika Terapan. LIPI. Subang. Rukmana. 1997. Ubi Jalar, Budidaya, dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Sari, N. R. 2012. Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe dan Lama Fermentasi Dengan Tepung Jagung terhadap Sifat Organoleptik MP-ASI dengan Tepung Tempe Kedelai. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung. Sarwono, B. 2007. Bertanam Ubi Jalar. Penebar Swadaya. Jakarta. Setyani, S., N. Yuliana, dan R. Adawiyah. 2012. Kajian Fermentasi Jagung terhadap Nilai Gizi Formula Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan Tempe Kedelai. Prosiding: Sains dan Teknologi V: 1994-1204. Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Kanisius, Yogyakarta. Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Beras Jagung; Prosessing dan kandungan nutrisi sebagai bahan pangan pokok. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional. 393-398. Suarni. 2005. Pengembangan produk kue kering berbasis tepung jagung dalam rangka menunjang agroindustri. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia. 28(2): 63-71. Suarni. 2009. Produk Makanan Ringan (flakes) Berbasis Jagung dan Kacang Hijau sebagai Sumber Protein untuk Perbaikan Gizi Anak Usia Tumbuh. Prosiding Seminar Nasional Serealia. 60 Suarni dan S. Widowati. 2011. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros. Maros. 410-426. Subagyo. 2007. Jakarta. Manajemen Pengolahan Produk Kue dan Roti. Graha Ilmu. Suda, I., T. Oki., M. Masuda., M. Kobayashi., Y. Nishiba., dan S. Furuta. 2003. Review: Physicological Functionality of Purple-Fleshed Sweet Potatoes Containing Anthocyanins and Their Utilization in Foods. Journal Agricultural RQ 37(3): 167-73. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhadi. 1996. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberti. Yogyakarta. Sugiyono. 2003. Teknologi Pengolahan Tepung Serealia dan Umbi-Umbian. Pusat Studi Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suprapti, M.L. 2003. Tepung Ubi Jalar : Pembuatan dan Pemanfaatannya. Cetakan Pertama. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Unesa Press. Jakarta. Suriawiria, U. 2001. Ubi Jalar. http://www.pikiranrakyatonline.com/. Diakses pada Agustus 2015. Syamsir, E. 2008. Produk Sereal Sarapan (On-Line). http://www.kompas.com. Diakses tanggal 12 Agustus 2015. Tamtarini dan S. Yuwanti. 2005. Pengaruh penambahan koro-koroan terhadap sifat fisik dan sensorik flake ubi jalar. Jurnal Teknologi Pertanian. 6(3):187192. Tjitrosoepomo, C. 1991. Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada Universy Press. Yogyakarta. Tressler, D. K., dan W. J. Sultan. 1975. Food Product Formulary Cereals, Baked Goods, Dairy, and Egg Product. Avi Pub. Co., Universitas Michigan. Didalam Sa’adah, F. 2009. Pembuatan Cookies Campuran Tepung Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L. Walp.) dan Tepung Beras Sebagai Pangan Tambahan Bagi Ibu Hamil (Skripsi). Bogor (ID): Pertanian Bogor. Tribelhorn, R. E. 1991. Breakfast cereals. In: Lorenz KJ, Kulp K (eds.). Handbook of Cereal Science and Technology. Marcel Dekker Inc., New York 741-762. 61 Wahyuni, M., dan M. Astawan. 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta. Wignyanto, I. Nurika, dan S.K. Mahardika. 2009. Optimasi proses fermentasi tepung jagung dan pembuatan bahan baku biomassa jagung instan (kajian lama inkubasi dan konsentrasi kapang Rhizopus sp.). Agrikultur Teknologi 17(2): 251-257. Wildman, R.E.C. and D.M. Modeiros. 2000. Carbohydrates. Dalam Advanced Human Nutrition. CRC Press, Boca Raton, New York. p. 66−97. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press. Bogor. Winijarti dan Wiwik, 2007. Cara Mudah Membuat Roti. Penebar Swadaya. Jakarta.