BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Bakteri (bakterion) berasal dari bahasa Yunani yang berarti tongkat atau batang yang disebut mikroorganisme dengan ukuran 0,5-1,0 sampai 2,0-10 µm, bersel satu, motil atau nonmotil tidak berklorofil, berbiak dengan membelah diri dan tanpa nukleus yang terdiri atas beberapa kelompok (Dwijoseputro, 2010; Sopandi dan Wardah, 2014). Kelompok bakteri berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (a) Bentuk batang (basil/bacillus) berbentuk tongkat pendek silindris. Bakteri golongan ini dapat bergandengan panjang (streptobasil), bergandengan dua-dua atau terlepas satu sama lainnya. Sebagian besar bateri berbentuk basil. (b) Bentuk bulat (kokus/coccus) berbentuk seperti bola-bola kecil. Bakteri golongan ini dapat bergandengan panjang serupa tali di leher (streptokokus), bergandengan dua-dua, atau mengelompok menjadi untaian (stafilokokus). (c) Bentuk spiral (spiril/spirillum) berbentuk bengkok seperti spiral. Bakteri golongan ini lebih sedikit jumlahnya dibandingkan bentuk basil dan kokus (Dwijoseputro, 2010; Sopandi dan Wardah, 2014). Kelompok bakteri berdasarkan pewarnaan Gram yaitu: (a) Bakteri Gram negatif, memiliki dinding kompleks terdiri dari membran luar, membran tengah dan membran dalam. Membran luar tersusun dari lipopolisakarida, lipoprotein dan fosfolipid yang berfungsi sebagai pembatas transfor dan penyangga, membran tengah tersusun dari lapisan tipis peptidoglikan (mukopeptida), dan membran 7 Universitas Sumatera Utara dalam tersusun atas fosfolipida. (b) Bakteri Gram positif, memiliki dinding sel tebal dan kaku yang tersusun oleh beberapa lapis mukopeptida (peptidoglikan) serta 2 jenis asam teikoat (Dwijoseputro, 2010; Sopandi dan Wardah, 2014). Kelompok bakteri berdasarkan sistem respirasinya yaitu: (a) Bakteri aerob memerlukan oksigen untuk tumbuh dan melakukan pembelahan. (b) Bakteri anaerob tidak dapat tumbuh jika terdapat oksigen. (c) Bakteri anaerob fakultatif mampu tumbuh dengan atau tanpa oksigen (Dwijoseputro, 2010; Sopandi dan Wardah, 2014). 2.2 Bakteri Saluran Pencernaan Saluran pencernaan manusia dihuni oleh berbagai jenis mikroorganisme yang terdapat dalam usus halus maupun dalam usus besar. Saluran pencernaan manusia mengandung lebih dari 1014 CFU bakteri aktif dengan berbagai metabolisme yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Bakteri normal yang terdapat dalam usus halus khususnya jejunum dan ileum sekitar 106-7 CFU dan sekitar 109-10 CFU berasa dalam usus besar (kolon). Salah satu jenis bakteri dominan dalam usus halus adalah Lactobacillus dan dalam usus besar adalah Bifidobacterium dan Lactobacillus (Ray, 2004; Sopandi dan Wardah, 2014). Bakteri pada usus terdiri atas 2 jenis yaitu, jenis indigenous dan jenis transit. Jenis indigenous dapat menempel pada dinding usus, memelihara kondisi lingkungan usus dan memberi manfaat kesehatan bagi saluran pencernaan. Bakteri jenis ini seperti Lactobacillus dalam usus halus serta Bifidobacterium dan Lactobacillus dalam usus besar yang dapat memberikan efek menguntungkan bagi saluran pencernaan manusia. Sedangkan jenis transit hanya lewat atau berkoloni sementara pada tempat hidup indigenous dan dapat keluar disebabkan oleh 8 Universitas Sumatera Utara berbagai faktor seperti antibiotik dan kondisi lingkungan usus. Keberadaan jumlah dan jenis bakteri di dalam saluran pencernaan manusia dipengaruhi oleh umur, kebiasaan makan, dan kondisi kesehatan inang (Sopandi dan Wardah, 2014). Bakteri lain yang terdapat pada saluran pencernaan manusia sebagai mikroflora normal diantaranya seperti Escherichia yang terdapat pada saluran pencernaan dan saluran urogenital serta Staphylococcus yang terdapat pada kulit, saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan saluran urogenital yang dalam kondisi tertentu dapat menjadi patogen (organisme penyebab penyakit bagi organisme lain) (Pratiwi, 2008). 2.2.1 Bakteri Escherichia coli Escherichia coli (E. coli) merupakan bakteri Gram negatif bentuk batang, anaerob fakultatif, motil atau nonmotil, berukuran 1-4 µm, bersifat enterik, tumbuh pada suhu 10-50oC dengan suhu tumbuh optimum 30-37oC. E. coli dapat menyebabkan peradangan pada selaput perut dan usus (gastroenteritis), dapat menghemolisis darah dan berkaitan dengan penyakit akibat pangan yang berbahaya bagi kesehatan jika masuk ke dalam saluran pencernaan melebihi jumlah normalnya. International Commision on Microbiological Specification for Foods (ICMSF) menyatakan batas maksimum kandungan E.coli pada makanan yang dikonsumsi mentah kurang dari 103 CFU/g. E. coli digunakan sebagai salah satu indikator sanitasi (Kaitu, 2013; Sopandi dan Wardah, 2014). 2.2.2 Bakteri Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri Gram positif, bentuk bulat, tunggal atau berkelompok, berukuran 0,5-1,0 µm, anaerob fakultatif, nonmotil, dan mesofil dengan suhu tumbuh optimum 37oC. S. aureus. S. aureus menghasilkan toksin enterik pada makanan yang dapat menyebabkan 9 Universitas Sumatera Utara gastroenteritis dan menghemolisis darah. Gejala keracunan makanan akibat enterotoksin S. aureus berupa mual, muntah dan diare hebat yang terlihat dalam waktu 2-4 jam. Gejala ini berlangsung selama 1-2 hari dan jarang menyebabkan kematian (Adam dan Moss, 2008; Sopandi dan Wardah, 2014). 2.2.3 Bakteri asam laktat Bakteri asam laktat (BAL) memiliki efek menghambat pertumbuhan mikroflora yang tidak diinginkan (patogen) karena kemampuannya menghasilkan asam laktat dalam jumlah besar serta substansi spesifik lainnya sehingga dapat memelihara keseimbangan ekologi mikroflora saluran pencernaan dalam kondisi normal. BAL sebagai kandidat bakteri probiotik merupakan mikroorganisme yang aman ditambahkan dalam pangan karena sifatnya tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin (food grade microorganism) atau Generally Recognized As Safe (GRAS) yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan. BAL merupakan bakteri Gram positif bentuk batang atau bulat, tidak berspora, yang umumnya bersifat anaerob fakultatif. Genus BAL yang telah lama digunakan sebagai kandidat proiotik adalah Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, dan Streptococcus serta genus Bifidobacterium (Setianingsih, 2010; Kusmiati, 2002; Sopandi dan Wardah, 2014). 2.2.3.1 Bakteri Lactobacillus Lactobacillus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang bulat, tunggal atau membentuk rantai pendek hingga panjang, tidak membentuk spora, nonmotil, anaerob fakultatif, katalase negatif, dengan ukuran bervariasi antara 0,6-0,9 x 1,5-6,0 µm. Lactobacillus berwarna putih susu atau krem, bentuk bulat, halus, cembung dengan tepian rata. Lactobacillus menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir utama dari fermentasi karbohidrat, etanol, asam asetat dan 10 Universitas Sumatera Utara CO2 melalui fermentasi karbohidrat. Lactobacillus tumbuh pada suhu 1-50oC, dan tumbuh baik pada suhu 25-40oC pada fermentasi terkontrol. Lactobacillus berperan dalam mengontrol pH usus sehingga membatasi pertumbuhan bakteri patogen (Lee dan Salminen, 2009; Otieno, 2011). Jenis bakteri Lactobacillus diantaranya adalah L. acidophilus, L. plantarum, L. reuteri dan L. sporogenes (Khem, 2015; Sopandi dan Wardah, 2014; Vecchi, 2006). a. Lactobacillus acidophilus Lactobacillus acidophilus (L. acidophilus) sebagai bakteri Gram positif, bentuk batang, tunggal atau berkoloni, tidak berspora, nonmotil, anaerob fakultatif dengan suhu tumbuh optimum 30oC. L. acidophilus mampu bertahan hidup dan tumbuh pada pH yang sangat rendah, bahkan dibawah pH 4 dengan pH optimum 6,0. Bakteri ini umumnya ditemukan dalam usus halus, mulut, dan vagina yang menghasilkan acidotin, acidophilin, dan lactocidin sebagai substansi antimikroba (Breed, et al., 1957; Bhardwaj, 2012; Hardiningsih, et al., 2006; Khem, 2015). b. Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum (L. plantarum) adalah bakteri Gram positif, bentuk batang, tunggal atau berkoloni dalam rantai pendek, nonmotil, berukuran 0,9-2,0 x 1,0-8,0 µm, dengan suhu tumbuh optimum 35-38°C pada pH 4-9. L. plantarum merupakan penghasil hidrogen peroksida tertinggi dibandingkan bakteri asam laktat lainnya. L. plantarum banyak terdapat pada makanan fermentasi, vagina serta pada feces bayi (Bhardwaj, 2012; Khem, 2015). c. Lactobacillus reuteri Lactobacillus reuteri (L. reuteri) merupakan bakteri Gram positif bentuk batang yang pertama kali diisolasi dari sampel tinja dan usus manusia oleh Gerhard Reuter (1960). L. reuteri menghasilkan metabolit dengan spektrum luas 11 Universitas Sumatera Utara yang dinamai “reuterin”. Reuterin diketahui memiliki efek menghambat pertumbuhan beberapa bakteri Gram negatif dan Gram positif yang berbahaya. Selain itu, L. reuteri juga menghasilkan etanol dan CO2 selain asam laktat pada proses fermentasinya (Azim, et al., 2012; Sopandi dan Wardah, 2014). d. Lactobacillus sporogenes Lactobacillus sporogenes (L. sporogenes) merupakan bakteri Gram positif bentuk batang, berproliferasi dalam saluran pencernaan, suhu tumbuh optimum 30-37°C, pH optimum 5,5-6,2, anaerobik fakultatif, dengan ukuran 3,0-5,0 µm, cembung, halus, dan berkilau. L. sporogenes membentuk spora dan stabil pada suhu ruang sehingga tahan terhadap proses pengiriman dan penyimpanan tanpa menyebabkan kehilangan sel hidup (Vecchi, 2006). 2.2.3.2 Bakteri Streptococcus thermophilus Streptococcus thermophilus (S. thermophilus) merupakan bakteri Gram positif bentuk bulat, berpasangan sampai rantai panjang, anaerob fakultatif, berukuran 0,7-0,9 µm, dengan suhu tumbuh 37-40oC dan belum diketahui letak habitatnya (Ray, 2004; Sopandi dan Wardah, 2014). 2.2.4 Bakteri Bifidobacterium Bifidobacterium sering dikelompokkan ke dalam golongan BAL karena sifatnya yang dapat menghasilkan asam laktat. Bifidobacterium merupakan bakteri Gram positif, bentuk bulat, sel tunggal atau membentuk rantai dengan ukuran yang bervariasi, tidak berspora, nonmotil, pH optimum pertumbuhan 6-7. Kumpulan koloni dapat membentuk huruf V, X atau Y. Kebanyakan bakteri ini bersifat anaerob yang tidak dapat mentoleransi adanya oksigen. Karenanya, kelompok bakteri ini harus ditumbuhkan dan dipelihara pada lingkungan tanpa oksigen. Tumbuh pada suhu 25-45oC, dengan suhu optimum pertumbuhan 37-41oC. 12 Universitas Sumatera Utara Bifidobacterium muncul di tinja sesaat setelah dilahirkan sekitar 6-36% dari mikroflora usus pada orang dewasa. Jumlah ini akan terus berkurang seiring pertambahan usia. Bifidobacterium diperoleh dari hasil isolasi feses pada bayi (Lee dan Salminen, 2009; Otieno, 2011; Utami, 2013). 2.3 Probiotik Probiotik berasal dari bahasa Yunani, yaitu “pro” dan “bios” yang berarti untuk hidup. Kollath, (1953) mendefinisikan probiotik sebagai kompleks makanan organik dan anorganik yang membedakannya dari antibiotik. FAO/WHO (2001) menyebutkan bahwa probiotik adalah mikroorganisme nonpatogen hidup yang bila diberikan dalam jumlah cukup dapat memberikan manfaat kesehatan bagi inangnya. Prebiotik adalah bahan makanan yang dicerna secara selektif guna merangsang pertumbuhan dan/atau aktivitas bakteri probiotik yang akan meningkatkan kesehatan inang seperti inulin, laktulosa, oligofruktosa dan galaktooligosakarida. Sinbiotik adalah gabungan dari probiotik dan prebiotik yang memberikan efek menguntungkan bagi inang dengan menjaga kebutuhan suplemen makanan mikroba pada saluran pencernaan yang secara selektif merangsang pertumbuhan dan/atau mengaktifkan metabolisme bakteri guna meningkatkan kelangsungan hidupnya (Malago, et al., 2011; Otieno, 2011). 2.3.1 Manfaat probiotik Bakteri probiotik memberikan manfaat besar dalam mencegah dan menyembuhkan penyakit. Substansi antimikroba dari bakteri probiotik berkontribusi dalam meningkatkan kekebalan fisiologis dan kesehatan tubuh sebagai bakterisida terhadap bakteri patogen tertentu layaknya antibiotika (Guarner, et al., 2011; Malago, et al., 2011; Ngugi, et al., 2011). 13 Universitas Sumatera Utara 2.3.1.1 Antidiare Beberapa bakteri probiotik seperti L. reuteri, L. rhamnosus GG, dan L. casei, diketahui berkhasiat mengurangi keparahan dan durasi diare infeksi akut pada anak-anak. Pemberian probiotik secara oral memperpendek durasi penyakit diare akut pada anak sekitar 1 hari. Pencegahan diare akut pada orang dewasa dan anak, menggunakan L. rhamnosus GG, dan L. casei, menunjukkan bukti efektif dalam beberapa dosis spesifik (Guarner, et al., 2011; Neha, et al., 2012). 2.3.1.2 Antihipertensi Enzim proteinase ekstraseluler yang diisolasi L. Helveticus CP 790 yang diinokulasikan pada susu diketahui menghasilkan peptida antihipertensi. Minervini, et al. (2003), menyebutkan bahwa pembentukan ACE inhibitor merupakan gabungan aksi proteinase dan peptidase ekstraseluler yang terikat pada dinding sel bakteri (Wikandari, et al., 2012; Neha et al., 2012). 2.3.1.3 Antialergi Reaksi alergi terjadi sebagai respon terhadap zat dari lingkungan yang tidak berbahaya dikenal sebagai alergen dan terjadi secara cepat. Reaksi tersebut ditandai dengan aktivasi berlebihan dari sel-sel darah putih yang disebut sel mast dan basofil dari sejenis antibodi yang dikenal sebagai imunoglobulin E (IgE) dalam respon inflamasi. Probiotik mampu meningkatkan fungsi penghalang dari mukosa usus sehingga mengurangi pengeluaran antigen melalui mukosa. Probiotik dapat mengurangi gejala alergi makanan seperti susu dengan mendegradasi protein menjadi peptida dan asam amino. Penelitian membuktikan bahwa strain probiotik tertentu efektif dalam pengobatan pasien dengan eksim atopik, namun hanya sedikit yang diketahui tentang khasiat probiotik dalam mencegah alergi makanan (Guarner, et al., 2011; Carollina, 2015). 14 Universitas Sumatera Utara 2.3.1.4 Immunomodulator Aktivitas imunomodulator dalam tubuh manusia oleh bakteri probiotik terjadi dengan menstimulasi dan mengubah respon imun terhadap antigen dengan dua cara yaitu imunomodulasi spesifik dan imunomodulasi nonspesifik. Respon imun nonspesifik merupakan pertahanan awal bagi manusia. Bukti sugestif menunjukkan bahwa kombinasi bakteri probiotik dan prebiotik oligofruktosa berguna dalam meningkatkan respon imun (Carolina, 2015; Guarner, et al., 2011). 2.3.1.5 Menurunkan kolesterol Kolesterol merupakan sterol yang banyak terdapat di jaringan, pada membran plasma dan lipoprotein plasma darah di dalam dinding pembuluh darah bersama lemak, dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang jika terjadi pada hati dan otak akan mengakibatkan serangan jantung dan stroke. Kolesterol dapat mengkristal membentuk batu empedu yang dapat menghalangi saluran empedu. Kolonisasi bakteri probiotik di dalam usus menunjukkan efek hipokolesterol dengan memproduksi garam empedu hidrolase atau bile salt hidrolase (BSH). BSH mengkatalisis hidrolisa glisin dan atau taurin sehingga garam empedu menjadi residu asam amino dan asam empedu bebas yang tidak diserap ke dalam usus (Carollina, 2015). Aktivitas dari BAL indigenus strain L. plantarum IS-10506 dapat menurunkan kolesterol serum tikus sebesar 39,7% pada tikus yang diberi pakan kolesterol tinggi (Chalid dan Hartiningsih, 2013). 2.3.1.6 Memperbaiki intoleransi laktosa Streptococcus thermophilus dan L. delbrueckii subsp. bulgaricus secara aktif merubah laktosa menjadi asam laktat. Karenanya digunakan dalam memperbaiki pencernaan laktosa dengan mengurangi gejala intoleransi dan memperlambat waktu transit makanan (Guarner, et al., 2011; Neha, et al., 2012). 15 Universitas Sumatera Utara 2.3.1.7 Mengurangi irritable bowel syndrome Gejala klinis irritable bowel syndrome (IBS) yaitu ketidaknyamanan perut atau nyeri, diare, sembelit, dan perut kembung. IBS dapat mengubah motilitas usus, hipersensitivitas visceral, ketidakseimbangan mikroflora usus dan peradangan mukosa yang disebabkan oleh bakteri. Pengobatan dengan L. reuteri dapat menghilangkan gejala kolik dalam waktu satu minggu setelah penggunaan (Guarner, et al., 2011; Neha, et al., 2012). 2.3.1.8 Pemberantasan Helicobacter pylori Beberapa spesies Lactobacillus berkhasiat mengurangi efek samping dari terapi antibiotik tetapi tidak memiliki efek pemberantasan. Literatur menunjukkan bahwa bakteri probiotik dapat digunakan sebagai terapi adjuvant dengan antibiotik dalam pemberantasan infeksi H. pylori (Guarner, et al., 2011; Neha, et al., 2012). 2.3.1.9 Mencegah kanker usus besar Kombinasi probiotik dan sinbiotik dapat menurunkan ekspresi biomarker kanker usus besar. Penggunaan L. acidophilus ke dalam makanan dapat menurunkan kejadian tumor usus yang diinduksi secara kimia pada tikus. Mekanisme efek antikanker bergantung pada bakteri usus dengan menghambat prokarsinogen menjadi karsinogen (Neha, et al., 2012; Lee dan Salminen, 2009). 2.3.1.10 Mencegah vaginosis Penelitian menunjukkan efek oligofruktosa dari dua strain probiotik pada pasien dengan risiko terkena kanker kolon menunjukkan bahwa kombinasi probiotik dan sinbiotik dapat menurunkan ekspresi biomarker kanker kolorektal. Pemberian bakteri Lactobacillus secara oral dan vaginal dapat membasmi asimtomatik dan gejala vaginosis dalam pencegahan dan terapi vaginosis kandidiasis (Guarner, et al., 2011; Neha et al., 2012). 16 Universitas Sumatera Utara 2.3.2 Sediaan probiotik Penambahan bakteri probiotik seperti BAL dalam berbagai sediaan seperti produk susu fermentasi, pangan atau minuman fermentasi, dan sediaan farmasi dilakukan karena sifatnya yang tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin (food grade microorganism). Bakteri ini disebut juga mikroorganisme yang Generally Recognized As Safe (GRAS) yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan (Kusmiati, 2002; Pyar dan Peh, 2014). 2.3.2.1 Produk susu fermentasi Susu merupakan produk alami yang memberikan manfaat dalam mencegah penyakit. BAL dan metabolitnya berperan dalam meningkatkan kualitas mikrobiologi dan umur simpan produk susu fermentasi seperti yogurt dan keju (Zahid, et al., 2015; Adebayo, et al., 2014; Sopandi dan Wardah, 2014). a. Yogurt Yogurt adalah produk susu fermentasi dengan masa semi padat yang diperoleh dari fermentasi BAL guna meningkatkan kualitas produk dan populer di dunia. Masalah yang sering timbul pada sediaan bentuk ini adalah jika dalam suatu produk campuran terdapat lebih dari 1 jenis bakteri probiotik maka pertumbuhan bakteri dalam sediaan akan lambat dan tingkat kelangsungan hidup (viabilitas) bakteri rendah akibat pasokan nutrisi yang terbatas. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan prebiotik ke dalam sediaan seperti ekstrak tumbuhan, protein susu, inulin dan laktulosa (Sarvari, et al., 2014; Sopandi dan Wardah, 2014). b. Keju Keju yang mengandung bakteri probiotik dapat ditambahkan selama proses pembuatan dengan 2 cara, yaitu sebagai starter (pemula yang bergantung pada kemampuan bakteri dalam menghasilkan asam laktat) atau sebagai tambahan pada 17 Universitas Sumatera Utara starter. Menggabungkan bakteri probiotik berbeda sebagai starter merupakan salah satu cara untuk meningkatkan viabilitas bakteri probiotik pada sediaan. Kombinasi L. brevis, L. casei dan L. plantarum sebagai starter bakteri probiotik pada keju dapat mempertahankan viabilitas bakteri yang di simpan pada suhu 4oC ± 1oC selama 30 hari (Bakr, 2015; Mushtag, et al., 2015). 2.3.2.2 Pangan atau minuman fermentasi Meningkatnya angka alergi terhadap protein susu, kolesterol dan intoleransi laktosa akibat mengkonsumsi susu seiring perkembangan produk susu fermentasi menyebabkan beberapa produk pangan dan minuman fermentasi non susu berkembang sebagai alternatif sediaan probiotik seperti sereal dan jus (Ohenhen, et al., 2015; Adebayo, et al., 2015; Sopandi dan Wardah, 2014). a. Sereal Sereal mengandung karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan serat. Serat yang tidak di cerna memberikan efek menguntungkan bagi pertumbuhan Lactobacillus sp. di dalam usus besar (Bakr, 2015; Ohenhen, et al., 2015). b. Jus Penyimpanan pada suhu 4oC selama 28 hari pada jus apel mengandung bakteri L. paracasei ssp. menunjukkan viabilitas yang baik selama penyimpanan. Penambahan oligofruktosa sebagai prebiotik pengganti gula dapat meningkatkan kelangsungan bakteri hidup dalam sediaan jus (Pimentel, et al., 2015). 2.3.2.3 Sediaan farmasi Produksi bentuk sediaan beku-kering (lyophilized) terus berkembang karena memiliki umur simpan yang lama meskipun tanpa pendinginan. Bentuk sediaan 18 Universitas Sumatera Utara kapsul, serbuk dan tablet dapat melindungi dan meningkatkan kelangsungan hidup bakteri selama penyimpanan (Huckle dan Zhang, 2011). a. Kapsul Kapsul merupakan sediaan probiotik dengan memasukkan sel-sel bakteri kering ke dalam sediaan sehingga stabilitas dapat ditingkatkan selama penyimpanan dibandingkan bentuk serbuk yang masih memerlukan penyalutan (film enteric coating) untuk meningkatkan ketahanan sel bakteri terhadap asam lambung (Huckle dan Zhang, 2011; Carolina, 2015). b. Serbuk Stabilitas sediaan probiotik bentuk serbuk selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu dan cara penggunaan seperti pemakaian sendok basah saat pemberian (Huckel dan Zhang, 2011). Lacto B merupakan sediaan bentuk serbuk mengandung campuran BAL (L. acidophilus, B. longum, dan S. thermophillus), dan bahan lain yang dapat mengurangi intoleransi laktosa (diare akibat mengkonsumsi susu formula mengandung laktosa) (Carollina, 2015; IAI, 2010). c. Tablet Sediaan probiotik bentuk tablet mampu melindungi bakteri yang sensitif terhadap kelembaban dan cuaca panas serta memiliki stabilitas yang lebih baik dibandingkan sediaan bentuk serbuk (Huckle dan Zhang, 2011). Sediaan probiotik bentuk tablet merupakan sediaan yang paling dominan beredar dipasaran seperti Interlac, Rillus, dan Lacbon (Carollina, 2015). Interlac mengandung bakteri Lactobacillus reuteri yang baik untuk kesehatan saluran cerna termasuk rongga mulut. L. reuteri membantu mengembalikan keseimbangan alamiah saluran cerna dalam melawan mikroorganisme patogen (Utami, 2013; IAI, 2010). 19 Universitas Sumatera Utara Rillus mengandung kombinasi 3 jenis spesies probiotik hidup dan FOS (fruktooligosakarida) merupakan prebiotik sebagai media pertumbuhan bakteri probiotik, serta bahan pengisi lain (Carollina, 2015; IAI, 2010). Lacbon mengandung spora aktif bakteri L. sporogenes berkhasiat mengatasi katar (radang selaput lendir dengan pengeluaran getah radang) pada usus, diare, susah buang air besar, fermentasi pada usus tidak normal, dyspepsia dan gangguan gizi pada bayi, serta regulasi usus (Carollina, 2015; IAI, 2010). 2.3.3 Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sediaan probiotik Beberapa hal perlu diperhatikan pada sediaan probiotik dalam menghasilkan efek kesehatan yang diinginkan diantaranya adalah: variasi bakteri, dosis dan durasi, induksi enzim laktase, viabilitas bakteri, dan substansi antibakteri (Sopandi dan wardah, 2014). a. Variasi bakteri Pengenalan terhadap kemampuan dan spesifitas bakteri probiotik sangat diperlukan untuk mengetahui kemampuan tiap genus bakteri probiotik yang dapat hilang selama proses pemeliharaan. b. Dosis dan durasi Sel bakteri probiotik akan memberikan manfaat kesehatan jika dikonsumsi dalam jumlah cukup (107 CFU/hari) selama 14 hari. Beberapa produk probiotik yang beredar di pasar sering tidak mengandung jumlah sel hidup yang sesuai guna memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan akibat sanitasi produksi yang tidak tepat sehingga manfaat menguntungkan sulit diperoleh. c. Induksi enzim laktase Bakteri probiotik menghasilkan enzim laktase yang diperoleh dengan menginduksi bakteri Lactobacillus ke dalam media yang mengandung laktosa 20 Universitas Sumatera Utara meskipun bakteri ini akan tetap tumbuh pada media yang mengandung glukosa namun tidak menghasilkan enzim laktase. d. Viabilitas bakteri Sel bakteri hidup yang dibekukan dan dikeringkan akan mati atau cedera jika terpapar pH rendah dalam lambung, kadar garam empedu yang tinggi dan lisozim dalam usus. Pemeliharaan sebelum digunakan akan menghasilkan viabilitas maksimum dari bakteri probiotik. e. Substansi antibakteri Bakteri probiotik umumnya menghasilkan metabolit seperti asam organik, hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin yang memiliki aktivitas antibakteri melawan bakteri Gram negatif dan Gram positif. 2.4 Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan adalah peningkatan secara teratur jumlah semua komponen dalam suatu organisme. Pertumbuhan pada sel terjadi melalui pembelahan sel sehingga terjadi peningkatan jumlah sel hidup dan laju pertumbuhan yang menghasilkan suatu populasi atau kultur. Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya suhu. Laju pertumbuhan bakteri dapat diukur meski faktor suhu bervariasi selama masa pertumbuhan. Hal tersebut mencerminkan bahwa laju pertumbuhan tinggi atau waktu genera bakteri yang pendek pada suhu tertentu. Kondisi suhu mengacu pada suhu pertumbuhan optimum bakteri. Suhu dibawah suhu optimum pertumbuhan dapat menyebabkan bakteri tidak tumbuh, terluka hingga kehilangan viabilitas (Sopandi dan Wardah, 2014; Adam dan Moss, 2008). Fase-fase pertumbuhan bakteri terlihat pada Gambar 2.1. 21 Universitas Sumatera Utara Y 4 5 Jumlah sel seluruhnya X : waktu Y : log dari jumlah sel 6 7 3 Jumlah sel hidup 2 1 X o Waktu (jam) pada suhu 37 C Gambar 2.1 Kurva pertumbuhan bakteri (Dwidjoseputro, 2010). Keterangan: 1. Fase adaptasi, 2. Fase permulaan pembiakan, 3. Fase pembiakan cepat, 4. Fase pembiakan diperlambat, 5. Fase konstan (stasioner), 6. Fase kematian, 7. Fase kematian dipercepat. Fase adaptasi yaitu fase dimana sel mengalami perubahan komposisi kimiawi dan pertambahan senyawa intraseluler namun tidak mengalami pertambahan populasi. Pada fase permulaan pembiakan, jumlah bakteri mulai bertambah sedikit demi sedikit diikuti oleh fase pembiakan cepat atau fase logaritma dimana pembiakan bakteri berlangsung sangat cepat. Pembuatan inokulum baik dilakukan pada fase ini. Pada fase selanjutnya terjadi penurunan jumlah sel-sel bakteri dikarenakan faktor nutrisi medium yang buruk, perubahan pH, dan menumpuknya produk buangan yang bersifat toksik sehingga kecepatan pertumbuhan bakteri menjadi berkurang, disebut fase pembiakan diperlambat. Fase konstan atau fase stasioner dimana jumlah bakteri yang membelah sama dengan jumlah bakteri yang mati. Lalu fase kematian dimana jumlah bakteri yang mati makin banyak dan melebihi jumlah bakteri yang membelah diri dan fase akhir yaitu fase dimana jumlah bakteri yang mati bertambah (Carollina, 2015; Jawetz, et al., 2001). Fase pertumbuhan bakteri merupakan gambaran waktu inkubasi optimum yang diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh. Waktu inkubasi mempengaruhi 22 Universitas Sumatera Utara produksi senyawa antibakteri oleh bakteri sehingga berpengaruh juga pada aktivitasnya. Meningkatnya jumlah bakteri yang tumbuh berbanding lurus dengan produksi zat antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri kemudian turun setelah mencapai fase stasioner (Khoiriyah, dkk., 2014). Rattanachaikunsopon dan Phumkhachorn (2006) menyatakan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh L. plantarum N014 akan mencapai kadar tertinggi saat bakteri penghasil memasuki fase stasioner. Pertumbuhan yang melewati fase stasioner akan menurunkan aktivitas bakteriosinnya disebabkan terbebasnya protease dari sel saat memasuki fase kematian (Setianingsih, 2010). Laju dan karakteristik pertumbuhan bakteri dilakukan dengan menghitung jumlah sel, koloni, atau kerapatan optik menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 ŋm dari suspensi sel. Jumlah koloni dihitung pada berbagai waktu pertumbuhan dan kurva pertumbuhan diplot menggunakan log10 CFU (colony performing unit) yang berlawanan dengan waktu. Bilangan log10 CFU digunakan karena tingginya jumlah sel bakteri dalam suatu populasi (Sopandi dan Wardah, 2014). Barua, et al. (2015) menyatakan bahwa waktu inkubasi optimum bakteri L. bulgaricus, L. casei subsp. casei, dan L. heveticus dari susu kambing terjadi pada jam ke-18 dari 120 jam inkubasi yang dilakukan pada optical density (OD) 600 nm. Sedangkan waktu optimum bakteri dalam memproduksi antimetabolit diperoleh setelah 3 hari (72 jam) inkubasi pada suhu 37oC terhadap bakteri patogen Gram positif S. aureus serta bakteri Gram negatif E. coli. Karakteristik pertumbuhan dalam populasi campuran bergantung pada kondisi lingkungan, termasuk lingkungan pangan (intrinsik) dan lingkungan tempat penyimpanan pangan (ekstrinsik). Bakteri dari spesies tertentu memiliki laju 23 Universitas Sumatera Utara pertumbuhan yang tinggi selama penyimpanan, sehingga jumlahnya lebih tinggi dan menjadi dominan dalam produk sediaan. Hal ini dapat terjadi pada produk dengan jumlah awal bakteri yang rendah dan disimpan untuk waktu yang lama pada kondisi tertentu seperti pada suhu refrigerator. Pada kondisi awal bakteri tersebut merupakan bakteri dominan yang tumbuh pada suhu 35oC. Namun setelah dilakukan penyimpanan pada suhu 4oC pada refrigerator selama beberapa minggu beberapa jenis bakteri akan meningkat pertumbuhannya, dimana kondisi lingkungan ekstrinsik dan intrinsik akan memperpendek waktu generasinya. Jenis pertumbuhan bakteri diantaranya pertumbuhan simbiosis, pertumbuhan sinergis dan pertumbuhan antagonis (Sopandi dan Wardah, 2014; Dwidjoseputro, 2010). 2.4.1 Pertumbuhan simbiosis Pertumbuhan simbiosis (saling membantu antar bakteri) umumnya pada produk yang mengandung 2 atau lebih jenis bakteri berbeda.Satu jenis bakteri dapat memproduksi metabolit yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri lain yang tidak memproduksinya, dan bakteri lain memproduksi nutrisi untuk pertumbuhan bakteri pertama. Streptococcus menghidrolisis protein susu menghasilkan asam amino yang diperlukan Lactobacillus, dan Lactobacillus memproduksi asam format yang diperlukan Streptococcus. 2.4.2 Pertumbuhan sinergis Pertumbuhan sinergis terjadi pada dua atau lebih bakteri yang tumbuh secara bebas yang memproduksi metabolit pada laju yang rendah, dan meningkat dengan cepat jika berada dalam populasi campuran sebagai akibat peningkatan jumlah produksi bahan tambahan yang dilakukan secara terpisah. Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subp. Bulgaricus dalam susu masingmasing akan memproduksi asetaldehid sebagai komponen flavor yang diinginkan. 24 Universitas Sumatera Utara 2.4.3 Pertumbuhan antagonis Satu jenis bakteri dapat memberikan efek yang berlawanan terhadap pertumbuhan atau bahkan membunuh bakteri lain dikarenakan komponen antibakteri yang di produksi dalam populasi campuran, misalnya bakteri Gram positif yang memproduksi antibakteri seperti bakteriosin yang dapat membunuh bakteri Gram positif lain. 2.5 Metabolisme Bakteri Metabolisme merupakan proses penguraian senyawa organik kompleks untuk mendapatkan energi (katabolisme), atau proses perangkaian senyawa organik dari molekul-molekul tertentu agar dapat diserap oleh tubuh (anabolisme). Sebagian besar metabolisme dilakukan dalam sitoplasma dan membran sitoplasma bakteri melibatkan perpindahan nutrisi dari lingkungan ke dalam sel melewati dinding dan membran sel secara enzimatis. Metabolisme menghasilkan energi dan kelompok komponen aktif. Proses metabolisme terdiri atas metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, dimana metabolisme karbohidrat lebih disukai dibanding metabolisme protein dan lemak. Karbohidrat yang didegradasi pada tingkat sel adalah monosakarida, disakarida, dan trisakarida yang dihidrolisis agar dapat ditransportasikan ke dalam sel (Sopandi dan Wardah, 2014). Fermentasi merupakan proses metabolisme dengan bantuan enzim pada kondisi terkontrol terdiri atas fermentasi alkohol dan fermentasi laktat. Fermentasi alkohol mengubah piruvat menjadi etanol sedangkan fermentasi laktat mengubah piruvat menjadi laktat melalui jalur metabolisme EMP (Embden-Meyerhoff- Parnas). Fardiaz (1992), menyatakan bahwa jalur metabolisme BAL terdiri atas dua kelompok yaitu, metabolisme homofermentatif dan heterofermentatif. 25 Universitas Sumatera Utara Kelompok homofermentatif hanya menghasilkan asam laktat, dan kelompok heterofermentatif membentuk sejumlah karbondioksida, etil alkohol, asam asetat, gliserol dan asam laktat dari fermentasi piruvat (Oputu, 2013; Setianingsih, 2010). Metabolisme bakteri terdiri atas metabolisme primer dan metabolisme sekunder. Metabolisme primer bakteri menghasilkan metabolit primer yang esensial bagi kelangsungan hidup bakteri yang terbentuk secara intraseluler, seperti karbohidrat, protein dan lemak. Metabolit primer diproduksi pada waktu yang sama dengan pembentukan sel baru, dan kurva produksinya mengikuti kurva pertumbuhan populasi. Metabolisme sekunder bakteri adalah proses sintesa senyawa secara ekstraseluler oleh bakteri menghasilkan metabolit sekunder sebagai suatu molekul atau produk metabolik untuk mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan patogen. Metabolit sekunder tidak akan diproduksi oleh bakteri hingga sel bakteri melewati fase pertumbuhannya (Pratiwi, 2008). Metabolisme BAL terdapat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Karakteristik metabolisme bakteri Lactobacillus sp. Karakteristik Pola fermentasi karbohidrat Produksi akhir fermentasi karbohidrat Spesies Kelompok I Homofermentatif Obligator Laktat L. helveticus, L. acidophilus Kelompok II Heterofermentatif Fakultatif Laktat, asetat, etanol, CO2, dan format L. casei ssp. casei, L. plantarum Kelompok III Heterofermentatif Obligator Laktat, asetat, etanol, dan CO2 L. fermentum, L. reuteri Sumber: Sopandi dan Wardah, 2014 Metabolisme bakteri terdiri atas metabolisme primer dan metabolisme sekunder. Metabolisme primer menghasilkan metabolit primer secara intraseluler yang penting bagi kelangsungan hidup bakteri seperti karbohidrat, protein dan lemak. Metabolit primer diproduksi pada waktu yang sama dengan pembentukan 26 Universitas Sumatera Utara sel baru, dan kurva produksinya mengikuti kurva pertumbuhan populasi. Metabolisme sekunder merupakan proses sintesa senyawa secara ekstraseluler menghasilkan metabolit sekunder sebagai suatu molekul atau produk metabolik untuk mempertahankan eksistensinya terhadap lingkungan dan patogen. Metabolit sekunder bakteri diproduksi setelah melewati fase pertumbuhan (Pratiwi, 2008). 2.6 Isolasi Bakteri Tahap pemurnian atau isolasi bakteri merupakan cara untuk memisahkan atau memindahkan bakteri dari lingkungannya dengan menumbuhkan pada media yang sesuai guna mendapatkan biakan murni. Proses ini dilakukan secara aseptik (bebas dari kontaminasi mikroorganisme lain) menggunakan alat seperti bunsen dan laminar air flow cabinet. Kondisi aseptik ini, selain untuk mendapatkan biakan murni, juga melindungi laboran dari kontaminasi bakteri . Pemisahan bakteri diperlukan untuk mengetahui jenis, kultur, morfologi, fisiologi dan karakteristik bakteri (Yulianis, 2013; Jawetz, et al., 2001). Media agar padat merupakan media ideal untuk menumbuhkan bakteri menjadi koloni terpisah. Isolasi bakteri dilakukan antara lain dengan cara pengenceran (dilution method), taburan atau tuang (pour plate), dan cara goresan (streak plate) (Suwandi, 2012; Dwidjoseputro, 2010). Isolasi BAL dilakukan dengan cara pengenceran (dilution method) melalui proses pelarutan menggunakan larutan NaCl 0,9%. Teknik pengenceran bertingkat dilakukan guna mengurangi jumlah bakteri yang tersuspensi dalam larutan. Inokulasi BAL menggunakan media MRSA (deMann Rogosa Sharpe Agar) sebagai media spesifik terhadap bakteri Lactobacillus yang bertujuan untuk mendapatkan koloni bakteri yang diharapkan dalam populasi. Proses inokulasi dilakukan secara plating 27 Universitas Sumatera Utara menggunakan metode agar tuang. Metode ini digunakan karena tidak memerlukan keterampilan yang tinggi meskipun membutuhkan media dalam jumlah yang banyak dan waktu kerja yang lebih lama (Mustaqim, 2014; Sunaryanto, 2013). 2.7 Identifikasi Bakteri Bakteri Lactobacillus memiliki dua lapisan pada dinding selnya yaitu lapisan peptidoglikan yang tebal dan membran dalam. Lapisan peptidoglikan dapat mengikat zat warna kristal violet sehingga menghasilkan warna ungu yang tidak akan hilang meskipun telah melalui proses pelunturan menggunakan alkohol 96%. Pemberian alkohol 96% menyebabkan dinding sel bakteri menyusut dan pori-pori dinding sel tertutup sehingga mencegah larutnya warna ungu kristal violet yang telah diserap (Sharah, dkk., 2015; Pyar dan Peh, 2014). Bakteri yang memerlukan oksigen menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) yang sebenarnya beracun bagi bakteri sendiri. Produksi enzim katalase oleh bakteri dapat mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2. Bakteri Lactobacillus merupakan bakteri anaerob fakultatif yang tidak menghasilkan enzim katalase yang dapat menguraikan H2O2 menjadi O2 dan H2O dan tidak menghasilkan gelembung udara. Spesies yang memiliki genus dan famili yang sama akan memiliki ciri umum yang sama. Koloni tunggal yang terbentuk akan menjadi acuan untuk mengidentifikasi isolat seperti pengamatan terhadap morfologi koloni, pewarnaan Gram, dan uji respirasi (Sharah, dkk., 2015; Pyar dan Peh, 2014). 2.8 Viabilitas Bakteri Viabilitas (kelangsungan hidup) bakteri dalam sediaan probiotik merupakan faktor penting yang harus tetap dijaga. Bakteri harus tetap bertahan hidup selama 28 Universitas Sumatera Utara masa penyimpanan, saat transit melalui kondisi asam lambung, dan tahan terhadap degradasi oleh enzim hidrolitik dan garam empedu di usus kecil. Kehilangan viabilitas merupakan hal yang tidak dapat dihindari selama proses produksi maupun pada masa penyimpanan sediaan probiotik, akibatnya konsentrasi sel bakteri hidup yang tinggi akan sulit diperoleh sehingga mempertahankan jumlah bakteri hidup selama proses produksi hingga formulasi bentuk akhir menjadi masalah yang sering terjadi (Malago, et al., 2011). 2.8.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas bakteri 2.8.1.1 Faktor intrinsik a. Nutrisi Bakteri probiotik memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, dan nitrogen untuk kehidupan serta mineral dan vitamin untuk membentuk energi dan menyusun komponen sel (Carollina, 2015). b. Oksigen Beberapa bakteri akan mati jika terpapar udara seperti Bifidobacterium. Bifidobacterium merupakan bakteri anaerob sehingga oksigen dapat merusak pertumbuhan bakteri probiotik dan mempengaruhi kelangsungan hidupnya (Sopandi dan Wardah, 2014). c. Aktivitas air Kelangsungan hidup bakteri probiotik akan menurun pada kadar kelembaban dan aktivitas air yang tinggi akibat adanya interaksi antara aktivitas air dengan suhu yang akan mempengaruhi kehidupan bakteri probiotik. Produk probiotik akan memiliki masa simpan yang lama jika berada dalam kondisi kering saat disimpan pada suhu kamar dengan kadar kelembaban yang rendah (< 0,2-0,3) (Neha, et al., 2012). 29 Universitas Sumatera Utara d. pH Bakteri Lactobacillus sp. dapat mentolerir nilai pH yang lebih kecil dibandingkan dengan bakteri yang lain. Lactobacillus sp. dapat bertahan terhadap pH asam lambung yang sangat rendah yaitu pH 2,0 saat transit di lambung, selama 1-2 jam dikarenakan Lactobacillus sp. menghasilkan senyawa asam laktat sebagai produk utama hasil metabolisme karbohidrat (Neha, et al., 2012). 2.8.1.2 Faktor ekstrinsik a. Suhu Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi kelangsungan hidup bakteri probiotik selama proses pembuatan dan penyimpanan. Bakteri probiotik tumbuh pada suhu optimum antara 37-43oC. Semakin rendah suhu maka viabilitas probiotik akan lebih terjaga. Semakin tinggi suhu maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk mengurangi viabilitas bakteri. Peningkatan suhu memiliki efek merugikan terhadap viabilitas bakteri probiotik dalam produk saat didistribusikan dan disimpan. Karenanya, penyimpanan pada suhu rendah dan pengeringan pada produk dapat menjaga viabilitas bakteri selama penyimpanan (Neha, et al., 2012). b. Karbon dioksida Keberadaan karbon dioksida (CO2) berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dalam kemasan. CO2 memiliki efek yang berbeda terhadap bakteri. Bakteri Gram negatif oksidatif lebih sensitif terhadap CO2 dibandingkan bakteri Gram positif khususnya Lactobacillus yang lebih resistan. Penghambatan pertumbuhan umumnya lebih tinggi pada kondisi aerobik jika dibandingkan dengan kondisi anaerobik, serta penghambatan akan meningkat dengan penurunan suhu. CO2 juga bereaksi terhadap asam amino yang dapat menyebabkan perubahan karakteristik dan aktivitas asam amino (Adam dan Moss, 2008; Sopandi dan Wardah, 2014). 30 Universitas Sumatera Utara 2.8.1.3 Faktor implisit Karakteristik BAL dalam memberi respon terhadap lingkungan dan interaksi antar bakteri dalam sediaan probiotik berbeda antar spesiesnya. Laju pertumbuhan spesifik suatu bakteri akan mendominasi populasi sediaan untuk waktu yang lama dan dapat dihambat oleh beberapa faktor seperti pH (Sopandi dan Wardah, 2014). 2.9 Senyawa Antibakteri Senyawa antibakteri merupakan senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri lain yang dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri) dan bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Senyawa produksi senyawa BAL yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri lain seperti asam organik, hidrogen peroksida, karbon dioksida, diasetil, dan bakteriosin (Setianingsih, 2010). 2.9.1 Asam organik Aksi antimikroba dari asam organik didasarkan pada kemampuannya untuk menurunkan pH. Asam organik dapat berfungsi sebagai asidulan atau pengawet, sementara garam atau esternya dapat menjadi antimikroba yang efektif pada pH mendekati netral. Asam laktat adalah produk utama BAL, sedangkan asam asetat dan asam-asam lainnya dengan konsentrasi beragam juga dihasilkan tergantung jenis produk dan mikroba yang digunakan. Penghambatan pertumbuhan pada mikroba yang disebabkan oleh asam organik karena adanya pelepasan proton ke dalam sitoplasma menyebabkan akumulasi anion berkurang sehingga pH dalam membran sel menjadi sangat asam secara mendadak. Perubahan permeabilitas membran akan menghasilkan efek ganda, yaitu mengganggu transportasi nutrisi ke dalam sel dan menyebabkan metabolit internal keluar dari sel (Hafsan, 2014). 31 Universitas Sumatera Utara 2.9.2 Hidrogen peroksida BAL memproduksi hidrogen peroksida (H2O2) pada kondisi aerob akibat berkurangnya katalase selular. BAL mengekskresikan H2O2 sebagai alat pelindung diri yang mampu bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal melawan bakteri, fungi dan bahkan virus (Hafsan, 2014). 2.9.3 Karbon dioksida Karbon dioksida (CO2) terbentuk pada fermentasi BAL heterofermentatif yang bersifat antimikroba dengan membuat lingkungan menjadi anaerob dan meningkatkan permeabilitas lipid bilayer membran. Pada konsentrasi rendah, CO2 menstimulasi pertumbuhan beberapa organisme namun menghambat pertumbuhan pada konsentrasi tinggi (Setianingsih, 2010). 2.9.4 Diasetil Beberapa spesies BAL memproduksi diasetil dalam jumlah yang tinggi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa diasetil memiliki sifat antibakteri Gram positif dan negatif. Kombinasi diasetil dengan panas memberikan sifat bakterisidal yang tinggi dibanding kondisi normal (Setianingsih, 2010). 2.9.5 Bakteriosin Bakteriosin merupakan senyawa peptida hasil metabolit sekunder yang dieksresikan oleh bakteri probiotik sebagai antimikroba dengan menekan pertumbuhan bakteri patogen. Waktu inkubasi yang diperlukan bakteri probiotik dalam memproduksi bakteriosin berbeda bergantung jenis bakterinya. Bakteriosin memiliki efek bakterisidal terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Karakteristik bakteri penghasil bakteriosin menyebabkan perbedaan aktivitas hambat terhadap pertumbuhan bakteri patogen. Perbedaan ini dipengaruhi oleh jenis dinding sel bakteri patogen (Fauziah, et al., 2013; Hutabarat, 2013). 32 Universitas Sumatera Utara 2.9.5.1 Karakteristik bakteriosin Bakteriosin adalah kation dengan muatan arus positif yang tinggi pada pH rendah. Sifat bakterisidal bakteriosin tinggi pada pH rendah, stabil pada suhu tinggi dan tidak dipengaruhi oleh pelarut organik. Enzim proteolitik dapat menghidrolisis peptida mengakibatkan hilangnya aktivitas antibakteri bakteriosin. Bakteriosin stabil pada penyimpanan dingin dan pembekuan meskipun beberapa dapat teroksidasi sehingga menurunkan potensi bakteriosin (Jack, et al., 1995). 2.9.5.2 Mekanisme aksi bakteriosin Bakteriosin memiliki efek bakterisidal dengan potensi tinggi pada konsentrasi rendah terhadap sel bakteri yang sensitif. Efek bakterisidal bakteriosin terhadap sel bakteri sensitif menyebabkan destabilisasi membran sitoplasma. Molekul bakteriosin akan membentuk pori saat diadsorbsi pada permukaan membran sel yang mengakibatkan protein kehilangan pergerakan dan perubahan pH, sehingga permeabilitas membran meningkat dan menyebabkan molekul nutrisi yang berukuran kecil tidak dapat masuk ke dalam sel. Proses tersebut menyebabkan lisis pada sel sehingga sel kehilangan viabilitas (Ray, 2004). 2.9.5.3 Sintesis bakteriosin Sintesis bakteriosin dari BAL secara langsung berkaitan dengan massa sel dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti nutrisi, pH, oksigen serta suhu dan waktu inkubasi. Sintesis bakteriosin berbeda antar spesies sejalan dengan efek bakterisidal yang ditimbulkan. Sintesis bakteriosin oleh sel terjadi pada fase eksponensial selama pertumbuhan. Pada fase ini, pertumbuhan BAL mengalami peningkatan secara logaritma. Meningkatnya jumlah pertumbuhan bakteri akan meningkatkan sintesis bakteriosin dan menurun setelah pertumbuhan mencapai fase stasioner (Setianingsih, 2010). 33 Universitas Sumatera Utara Bakteriosin yang disekresikan oleh bakteri akan diadsorbsi pada permukaan sel atau berada pada media tergantung dari pH lingkungan. Pada pH 1,5-2,0 bakteriosin lebih banyak pada media sedangkan pada pH 6,0-7,0 bakteriosin terikat pada permukaan sel. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mengisolasi bakteri penghasil bakteriosin seperti inkubasi, pH media biakan cair, seleksi bakteri indikator yang sensitif seperti BAL, penggunaan strain produsen sebagai kontrol serta pengenalan zona hambatan pertumbuhan disekitar koloni pada media agar. Bakteriosin bersifat bakterisidal sehingga menyebabkan kematian sel bakteri yang sensitif pada konsentrasi rendah (Ray, 2004). 2.9.5.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antibakteri bakteriosin Aktivitas antibakteri bakteriosin oleh bakteri probiotik dipengaruhi oleh faktor pH, suhu, fase pertumbuhan, konsentrasi zat antibakteri, jenis bakteri, adanya bahan organik, jumlah mikroba serta sumber karbon, dan nitrogen yang digunakan dalam medium produksi (Fauziah, et al., 2013; Hutabarat, 2013). 2.10 Uji Viabilitas dan Aktivitas Antibakteri Bakteriosin BAL 2.10.1 Uji viabilitas BAL Sediaan probiotik mengandung BAL diisolasi dengan teknik pengenceran bertingkat menggunakan larutan NaCl 0,9%. Larutan hasil pengenceran di inokulasi kedalam medium deMan Rogosa and Sharpe agar/MRSA (Oxoid) menggunakan metode agar tuang lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam pada kondisi aerobik. Lalu dilakukan perhitungan Angka Lempeng Total (ALT) bakteri dan cawan dengan jumlah koloni 30-300 dijadikan dasar perhitungan. BAL hasil uji viabilitas diuji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri patogen S. aureus dan bakteri E. coli. Identifikasi bakteri meliputi pengamatan terhadap 34 Universitas Sumatera Utara morfologi koloni dan morfologi sel, uji pewarnaan Gram dan uji respirasi atau uji katalase (pembentukan gelembung udara) dari BAL pada sediaan probiotik (Begum, et al., 2015; Carollina, 2015; Utami, 2013; Bhardwaj, 2012). Penelitian Carollina (2015) terhadap empat jenis sediaan suplemen probiotik mengandung bakteri Lactobacillus tunggal maupun campuran yaitu Rillus, Lacbon, Lacidofil, dan Lacto B menggunakan media Plate Count Agar (PCA) memperoleh hasil bahwa dari 4 sediaan probiotik hanya Lacto B yang memiliki jumlah koloni tidak sesuai dengan label. Begum, et al. (2015) menyatakan bahwa meskipun hanya 1 dari 4 sediaan probiotik mengandung viabilitas bakteri Lactobacillus yang sesuai dengan label pada media MRSA namun semua sampel suplemen probiotik memberikan aktivitas antibakteri yang baik dari 10 µL inokulum bakteri yang diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 jam terhadap bakteri S. typhi, S. aureus, E. coli dan V. cholera setara 106 CFU/mL. Beberapa uji viabilitas terhadap sediaan probiotik mengandung BAL dapat dilihat pada Tabel 2.3. 2.10.2 Uji aktivitas antibakteri bakteriosin dari BAL Secara umum uji aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi dan dilusi umumnya menggunakan media Muller Hinton Agar (MHA). Metode ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan bakteri uji terhadap bakteri patogen dalam menentukan potensi dan kontrol kualitas metabolit hasil produksi bakteri uji. Uji aktivitas antibakteri bakteriosin diawali dengan melakukan isolasi dan identifikasi bakteri dalam sediaan probiotik yang mengandung BAL pada media deMan Rogosa and Sharpe Agar (MRSA) melalui uji pewarnaan Gram dan uji katalase. Pemurnian BAL dilakukan dengan menggores pada media MRSA miring diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam (Sharah, 2015). 35 Universitas Sumatera Utara Modifikasi penentuan waktu inkubasi optimum pertumbuhan BAL pada OD 600 ŋm absorbansi 1 menggunakan teknik Standard Plate Count (SPC) atau teknik Angka Lempeng Total (ALT) selama 120 jam inkubasi yang diukur setiap 24 jam. Penentuan waktu inkubasi optimum aktivitas antibakteri bakteriosin dari BAL terhadap bakteri patogen S. aureus pada waktu inkubasi ke-48, 72 dan 96 jam (Barua, et al., 2015). Sebanyak 1 ose koloni BAL pada media MRSA miring diinokulaikan ke dalam 10 mL media deMan Rogosa and Sharpe Broth/MRSB, diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam secara aerobik (kultur aktif). Dipipet 1 mL kultur aktif BAL ke dalam 20 mL media MRSB dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama waktu optimum produksi bakteriosin BAL. Inokulum BAL disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4oC. pH supernatan disesuaikan menjadi 7,0 menggunakan NaOH 1N kemudian disaring menggunakan penyaring mikro 0,22 µm (Arini, 2016; Ohenhen, 2015; Adebayo, 2014; Khoiriyah, 2014). Bakteriosin yang diperoleh disimpan pada suhu 4oC (dalam refrigerator) dan pada suhu 28oC (dalam inkubator) selama 28 hari untuk pengujian pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28. Uji aktivitas antibakteri bakteriosin dari BAL dilakukan terhadap bakteri S. aureus dan E. coli sesuai McFarland No. 0,5 (setara 1,5 x 108 CFU/mL) pada media Muller Hinton agar/MHA (Oxoid) dengan meneteskan sebanyak 20 µL bakteriosin pada cakram kertas lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam secara aerobik (Abdelsamei, et al., 2015; Sihombing, 2014). Pengamatan dan pengukuran aktivitas antibakteri dilakukan dengan mengukur diameter zona bening yang terbentuk (mm). Diameter zona bening yang diukur termasuk diameter cakram kertas. Tetrasiklin HCl 30 µg digunakan sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif. Aktivitas antibakteri 36 Universitas Sumatera Utara bakteriosin di ukur dan disesuaikan berdasarkan tabel potensi aktivitas antibakteri (Syukur, 2014). Pengamatan aktivitas hambat bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteriosin dalam menghambat bakteri patogen. Aktivitas bakteriosin ditandai dengan adanya zona bening disekitar cakram kertas. Zona bening timbul karena bakteri patogen tidak dapat tumbuh disebabkan bakteriosin memberikan efek penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri indikator. Bakteriosin menghasilkan zona bening yang jelas, bulat, dan luas yang berbeda tergantung jenis bakteri dan konsentrasi bakteriosin (Wardani, 2015). Aktivitas bakteriosin diuji menggunakan metode difusi cakram kertas atau metode cakram Kirby Bauer (Sidabutar, 2015). Metode difusi bergantung pada difusi senyawa antibakteri ke dalam agar. Kelebihan metode difusi cakram kertas adalah mudah, sederhana dan relatif murah (Damayanti, et al., 2015). Kelemahannya adalah ukuran zona bening yang terbentuk dipengaruhi kondisi inkubasi, inokulum, dan ketebalan medium (Patangga, 2011). Potensi aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Ketentuan potensi aktivitas antibakteri (Wardani, 2015) No. 1. 2. 3. 4. Daerah Hambatan > 20 mm 10-20 mm 5-10 mm < 5 mm Ketentuan Sangat Kuat Kuat Sedang Lemah Bakteri Gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen senyawa antibakteri disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri Gram positif yang lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja, sedangkan struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks dan berlapis (Fitriyani, 2010). Beberapa metode uji aktivitas antibakteri bakteriosin dari BAL dapat dilihat pada Tabel 2.4. 37 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.3 Uji viabilitas BAL No Sampel Bakteri uji 1 Keju - L. casei - L. plantarum - L. brevis L. acidophilus 2 Susu dan coklat 3 Yogurt - L. bulgaricus - L. paracasei ssp. - S.thermophilus 4 Yogurt L. acidophilus 5 Jus apel 6 Susu - L. paracasei ssp. paracasei L. rhamnosus 7 makanan L. plantarum 8 Tablet probiotik Lactobacillus sp. Perlakuan penyimpanan Ts:4 ± 1; Ws:30 (1, 7, 15, 21, 30) Ts:4, 20; Ws: 180 (5, 30, 90, 120, 150, 180) Ts:5; Ws:21 (0, 1, 7, 14, 21) Kondisi inkubasi Ti:30, 40; Wi:96 Ts:4; Ws:21 (0, 7, 14, 21b) Ts:4; Ws:28 Ts:4 ± 1oC; Ws:28 Ts:4, 27 Ws:49 Ts:4, 25, 44; Ws:28 Media Hasil Sumber MRSA Viabilitas tetap (6 log CFU/g) (a) Ti:37; Wi:48L MRSA (b) Ti:37, 45; Wi:24 MRSA Viabilitas bertahan pada suhu 4oC dan turun pada suhu 20oC (7 log CFU/g) L. bulgaricus turun signifikan (1 log CFU/mL); kontrol (1,4 log CFU/mL) Ti:37; Wi:72 MRSA (d) Ti:37; Wi:0, 600 Ti:37; Wi:72 Ti:37; Wi:48-72 Ti:37; Wi:24 MRSA Hari ke-14 viabilitas turun signifikan (7,38 log CFU/mL menjadi 6,93 log CFU/mL) Viabilitasnya turun setiap pegujian viabilitas probiotik baik (> 7 log CFU/g) suhu 27oC penurunan viabilitas signifikan suhu 4oC mempertahankan viabilitas tablet interlac, suhu 25oC menurunkan viabilitasnya MRSA MRSA MRSA (c) (e) (f) (g) (h) 38 Universitas Sumatera Utara Keterangan : Ts: suhu simpan (oC), Ws: waktu simpan (hari); Ti: suhu inkubasi (oC), Wi: waktu inkubasi (jam), MRSA: deMann Rogosa Sharpe Agar, (a): Mushtag, 2016, (b): Petronijevic, 2015, (c): Korbekandi, 2015, (d): Sarvari, 2014, (e): Pimentel, 2015, (f): Ozcan, 2015, (g): Darmasena, 2012, (h): Utami, 2013. Tabel 2.4 Uji aktivitas antibakteri bakteriosin dari BAL No Sampel Bakteri uji L. acidophilus Bakteri patogen S. aureus, E. coli. 1 Lyophi lized kultur 2 Lyophi lized kultur L. gasseri S.enterica 3 Sereal S. aureus, E. coli. 4 Yogurt - L.brevis - L.casei -L.plantarum - L. acidophilus - L.bulgaricus 5 Makanan fermentasi (susu, yogurt, sereal) Tablet Sporolac 6 - L.casei - L.fermentum Lactobacillus sp. MRSA, S. coccus, E. coli, Salmo nella. S. aureus, E.coli. S aureus, B.subtilis, E. coli. Kondisi simpan Ts:-20, 4, 37; Ws:90 (0,15, 30,60, 90) Ts:4; Ws:5 Kondisi Inkubasi Ti:37; Wi:24 Ts:-20, -2, 28; Ws:7 Ts:-20, 4, 37; Ws:30 Ti:30; Wi:72 Ts:-20, 4, 37; Ws:30 Ti:37; Wi:48 Ts:4; Ws:60 Ti:37; Wi:24 Ti:37; Wi:24 Ti:37; Wi:48 Media/ Metode MHA/ Difusi sumuran 100 µL MHA/ Difusi cakram kertas 25 µL MHA/ Difusi sumuran 50 µL MHA/ Difusi sumuran 6mm; 50 µL MHA/ Difusi cakram kertas 20 µL MHA/ Difusi sumuran Hasil Sumber aktivitas antibakeri pada suhu 4oC tetap sampai hari ke-30. hasil metode cakram kertas < sumuran (a) suhu 28oCaktivitas antibakteri baik terhadap S. aureus aktivitas antibakeri baik pada suhu 4oC (b) (c) (d) stabil pada suhu -20oC, dan turun tiap di uji pada 4oC. (e) aktivitas antibakeri tetap baik pada suhu 4oC selama 2 bulan (f) 39 Universitas Sumatera Utara Keterangan: Ts: suhu simpan (oC), Ws: waktu simpan (hari), Ti: suhu inkubasi (oC), Wi: waktu inkubasi (jam), (a): Abdelsamei, et al., 2015, (b): Barzavar, et al., 2015, (c): Ohenhen, et al., 2015, (d): Zahid, et al., 2015, (e): Adebayo, et al., 2014, (f): Rawal, et al., 2013. 40 Universitas Sumatera Utara