(WHO), kematian akibat kanker di dunia dipr

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut World Health Organization (WHO), kematian akibat kanker di
dunia diprediksikan akan terus meningkat jika tidak ditangani dengan baik.
Diperkirakan terdapat 15,5 juta kematian akan terjadi pada tahun 2030. Sementara
lebih dari 70% kematian akibat kanker terjadi di negara dengan pendapatan
sedang dan rendah. Kasus kanker pada anak-anak ditemukan meningkat setiap
tahunnya dan menjadi penyebab kematian utama pada anak–anak (WHO, 2014;
Rahmania et al., 2011)
Di Amerika kurang lebih terdapat 13.400 anak di diagnosis kanker setiap
tahunnya. Terdapat 300 anak laki-laki dan 333 anak perempuan yang hanya dapat
tumbuh sebelum ulang tahunnya yang ke- 20 tahun (American Childhood Cancer
Organization, 2013). Sementara, jumlah anak yang menderita leukemia
limfoblastik akut mencapai 75% dari anak yang menderita kanker (Margolin J.F,
et al., cit Supriyadi, et al., 2011).
Di Indonesia prevalensi kanker pada anak-anak sebesar 4,7% dan kematian
akibat penyakit ini mencapai 50-60%. Kementerian Kesehatan melaporkan
insiden kanker berdasarkan jenisnya pada anak adalah 2,8 leukemia, 2,4 kanker
bola mata, 0,97 osteosarkoma, 0,75 limfoma, dan 0,43 kanker nasopharing per
100.000 anak (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Leukemia menjadi jumlah
kanker terbesar diantara jenis kanker yang diderita oleh anak-anak. Menurut Burn,
1
2
et al. (2004) bahwa insiden leukemia limfoblastik akut (LLA) yang terjadi diantara
usia 2–6 tahun adalah 77%, 11 persen adalah leukemia mieloblastik akut (LMA)
dan sisanya adalah jenis leukemia myeloid kronis.
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang, ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi sel
abnormal dalam darah tepi. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak
teratur, tidak terkendali dan fungsinya menjadi tidak normal. Leukemia
berdasarkan morfologi sel yang dominan dibedakan menjadi leukemia limfoblastik
akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA) (Permono & Ugrasena, 2006).
Penegakan diagnosis leukemia (gold standard) dengan pemeriksaan aspirasi
sumsum tulang yang dilengkapi dengan radiografi dada, cairan serebrospinal dan
pemeriksaan penunjang yang lain. Pemeriksaan ini dapat mendiagnosis sebesar
90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu
sitokimia, imunologi, sitogenetika dan biologi molekuler (Permono & Ugrasena,
2006).
Prognosis LLA pada anak-anak lebih baik dibandingkan dengan orang
dewasa. Remisi sempurna terjadi sebesar 95% dan 70–80% dari pasien bebas
gejala selama 5 tahun, apabila terjadi relaps, remisi sempurna kedua dapat terjadi
pada sebagian besar kasus (Mansjoer, et al., 2001). Umur merupakan faktor
prognosis yang signifikan pada pasien ALL. Pada pasien umur 2–5 tahun survival
rate dua kali lebih besar dibandingkan pasien umur kurang dari 2 tahun atau lebih
dari 10 tahun. Pasien LLA dengan leukosit ≥50.000/µL mempunyai prognosis
3
jelek, angka kematian mencapai 56,5% (65 pasien) dan lebih dari separuhnya (37
pasien) meninggal pada fase induksi (Budiyanto, 2009).
Menurut Rodriguez et al., (2012), proses pengobatan kanker membutuhkan
waktu yang lama dan teratur. Pengobatan kanker pada umumnya adalah
pembedahan, radiasi dan kemoterapi. Pengobatan kombinasi antara pembedahan,
terapi radiasi dan kemoterapi akan meningkatkan kesembuhan bermakna dari pada
dengan terapi tunggal pada semua jenis kanker (Seymour, 2000). Oleh karena itu,
anak yang terdiagnosis kanker harus terus menerus menjalani pengobatan
kombinasi tersebut secara rutin selama berbulan-bulan dan mendapatkan
dukungan dari orang tua.
Terdapat tiga tugas yang harus dipenuhi orang tua dalam merawat anak
dengan kanker, yaitu tugas emosional, fisik dan mengumpulkan informasi. Orang
tua harus berhadapan dengan proses pengobatan, mendukung anak, memulai
rutinitas baru, menyediakan dukungan emosional untuk anak, dan anggota
keluarga yang lain. Orang tua dengan anak kanker juga harus mendampingi anak
di rumah sakit, lebih waspada dalam merawat anak di rumah, memanajemen
gejala dan efek samping pengobatan kanker, membeli, menyediakan dan
menyiapkan obat, dan menurunkan risiko infeksi anak, selain itu orang tua
disibukkan dalam mengkoordinasi dan menjadwalkan pengobatan, pengisian
riwayat kesehatan, belajar tentang proses pengobatan, sumber dan sistem
perawatan kesehatan dan mencari informasi pada keluarga lain (Klassen, et al.,
2011).
4
Tugas orang tua sebagai pengasuh anak dengan kanker harus terpenuhi,
membutuhkan tenaga, waktu dan pengorbanan yang besar, sehingga membuat
orang tua rentan terhadap masalah kesehatan baik, fisik, sosial maupun psikologi.
Orang tua sering mengalami gangguan tidur, kelelahan, dan perubahan nafsu
makan. Sebagian orang tua juga menyebutkan mengalami perubahan kebutuhan
seksualitasnya dan bermasalah dengan pasangannya. Gejala emosional seperti
depresi, perasaan bersalah, marah dan kecemasan menjadi gangguan psikologi
orang tua. Kecemasan yang dirasakan berkaitan dengan pengobatan, adanya
kekambuhan setelah pengobatan, dampak pengobatan jangka panjang dari terapi,
dan proses perawatannya. Perasaan bersalah terhadap anak lain yang sehat juga
dirasakan karena tidak mampu memberikan perhatian secara penuh (Klassen, et
al., 2011).
Menurut penelitian Yumazaki (2005) pada 240 ibu dari anak dengan leukemia
dan tanpa leukemia menunjukkan bahwa ibu dari anak dengan leukemia memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk dirawat di rumah sakit karena gangguan pada
mental dan fungsi sosialnya dibandingkan ibu dari anak tanpa leukemia. Kondisi
di atas menyebabkan ibu dari anak dengan leukemia memiliki risiko tinggi
mengalami depresi.
Kecemasan dan depresi yang dirasakan oleh orang tua sebagai pengasuh anak
dengan kanker mencapai 56% dan 53%. Gangguan psikologi, seperti perasaan
bersalah, marah, sedih, tidak percaya, takut, tertekan, dan cemas dapat dirasakan
orang tua menetap sampai 5 tahun dan dapat kembali normal setelah beberapa
tahun (Norberg & Boman, 2008; Martino et al., 2013). Kecemasan yang dialami
5
oleh orang tua dengan anak yang menderita kanker memiliki persentase yang
lebih besar dibandingkan dengan kecemasan yang dialami oleh orang tua yang
memiliki anak sehat (Peek & Melnyk, 2010; Duncan et al., 2007). Sementara,
orang tua mempunyai peran penting dan menjadi sumber utama bagi anak dalam
memberikan dukungan terhadap seluruh proses pengobatan (Norberg & Boman,
2008).
Kecemasan orang tua yang tidak ditangani dengan baik akan berdampak
negatif pada kondisi anak dan kesehatan orang tua. Kecemasan yang dihadapi
oleh ibu memberikan dampak masalah psikologis pada anaknya sebesar 33%
(Thompson et al., 1993). Sependapat dengan penelitian Dahlquist dan Pendley
kecemasan yang dialami orang tua meningkatkan kegagalan anak dalam
menerima teknik distraksi selama prosedur injeksi kemoterapi. Hal tersebut
disebabkan oleh kecemasan orang tua dapat menyebabkan “over protective” pada
anak, kurang sensitif, kurang responsif dan menurunkan interaksi alami antara
orang tua dengan anaknya (Dahlquist & Pendley, 2005).
Salah satu upaya untuk mengurangi kecemasan yang dihadapi orang tua
adalah dengan memberikan dukungan informasi yang cukup tentang penyakit dan
nasihat tentang bagaimana orang tua dapat memanajemen kecemasannya. Survai
yang dilakukan Fukui (2002) pada 66 keluarga dengan pasien kanker
membutuhkan informasi dalam 6 topik katagori, yaitu diagnosis penyakit (91%),
pengobatan (83%), prognosis (73%), manajemen nyeri dan perawatan (46%),
manajemen psikologi pasien (36%), kesehatan dan psikologi keluarga (33%).
Pengetahuan tentang suatu masalah dapat memberikan gambaran jelas tentang apa
6
yang sedang dihadapi, sehingga membuat seseorang lebih siap dalam menyiapkan
strategi.
Penelitian Marteau, et al. (1996) menunjukkan bahwa pengetahuan
berpengaruh positif pada kecemasan. Sementara penelitian yang dilakukan oleh
Othman, et al. (2009) menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu tentang program
psikoedukasi pada orang tua dengan anak kanker dapat meningkatkan
pengetahuan namun tidak dapat menurunkan cemas secara signifikan.
Media pendidikan merupakan alat bantu pendidikan yang dipergunakan untuk
menyampaikan informasi berupa materi pendidikan. Media pendidikan menjadi
penting karena menjadi penentu sampai atau tidaknya materi pendidikan kepada
penerima informasi. Terdapat berbagai jenis media atau alat bantu sebagai sumber
belajar, salah satunya adalah buku saku (booklet). Buku saku merupakan salah
satu media pendidikan kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
dalam bentuk buku, baik dalam bentuk tulisan maupun gambar (Notoatmodjo,
2007).
Kelebihan dari buku saku sebagai media pendidikan diantaranya adalah tahan
lama, mencakup banyak orang, biaya tidak terlalu tinggi, tidak memerlukan
perangkat listrik, dapat dibawa kemana-mana, dapat dibaca kapan saja, desain dan
ilustrasi yang menarik, lebih terperinci, dapat disimpan dan dibaca kembali,
mempermudah pemahaman serta meningkatkan gairah belajar. Orang tua dengan
anak penderita LLA memiliki kecemasan yang berbeda-beda berdasarkan situasi
atau tahapan pengobatan yang dihadapi, sehingga buku saku menjadi alternatif
media yang dapat dimanfaatkan sebagai pendidikan kesehatan yang dapat
7
meningkatkan pengetahuan tentang penyakit dan mengajarkan bagaimana cara
mengatasi kecemasan. Kelemahan buku saku sebagai media yang mudah terlipat
dapat dicegah dengan membuat buku saku dengan bahan yang bagus dan
memberikan tips kepada orang tua bagaimana cara merawat buku saku dengan
baik (Notoatmodjo, 2007, 2010).
B. Perumusan Masalah
Kecemasan yang dialami orang tua menimbulkan masalah pada anak dan
mempengaruhi kesehatan orang tua. Buku saku menjadi salah satu media
informasi yang menarik, dapat disimpan dan dibaca ulang, mudah dibawa, rinci
dan dapat dipercaya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah
penelitiannya adalah apakah ada pengaruh edukasi menggunakan buku saku
terhadap kecemasan orang tua dari anak penderita leukemia limfoblastik akut?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh edukasi
menggunakan buku saku terhadap kecemasan orang tua dari anak dengan LLA.
2. Tujuan Khusus
a. Melihat pengaruh usia orang tua terhadap kecemasan orang tua dari anak
dengan LLA
b. Melihat pengaruh jumlah anak terhadap kecemasan orang tua dari anak
dengan LLA
8
c. Melihat pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap kecemasan orang
tua dari anak LLA
d. Melihat pengaruh pekerjaan orang tua terhadap kecemasan orang tua dari
anak dengan LLA
e. Melihat pengaruh lama pengobatan anak penderita LLA terhadap
kecemasan orang tua dari anak dengan LLA
Disamping itu dilakukan eksplorasi kualitatif untuk mendukung dan memberikan
penjelasan hasil kuantitatif yang diperoleh.
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi di rumah sakit dalam
menurunkan kecemasan orang tua dari anak dengan LLA secara maksimal,
sehingga dapat menjadi bahan masukkan bagi rumah sakit untuk menggunakan
buku saku sebagai sarana edukasi.
b. Menjadi salah satu rujukan program yang dapat digunakan dalam
meningkatkan kualitas hidup orang tua dari anak dengan LLA, dengan
meningkatnya kualitas hidup orang tua, maka secara tidak langsung dapat
meningkatkan kualitas hidup anak dengan kanker.
2.
Manfaat Ilmiah
Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
di bidang ilmu keperawatan anak. Menyediakan literatur mengenai penanganan
kecemasan orang tua dari anak penderita LLA, sehingga dapat meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan orang tua dan anak.
9
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan memiliki kemiripan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Keaslian penelitian
Desain
Penelitian
Quasi
eksperiment
pre test and
post
test
without
control.
No. Peneliti
Judul Penelitian
1.
Rachmaniah
(2012)
Pengaruh
psikoedukasi
terhadap kecemasan dan
koping orang tua dalam
merawat
anak
dengan
thalasemia mayor di RSU
Kabupaten tangerang Banten
2.
Othman et al. Piloting a Psycho-Education Quasi
(2009)
Program for Parents of experimental
Pediatric Cancer Patients in
Malaysia
3.
Kazak et al.
(2005)
Feasibility and
Preliminary Outcomes
from a Pilot Study of a
Brief Psychological
Intervention for Families
of Children Newly
Diagnosed with Cancer (A
children’s hospital in U.S)
Two-group
randomized
controlled
trial.
Outcome
Persamaan
Perbedaan
Terdapat pengaruh
psikoedukasi
terhadap
kecemasan
dan
koping orang tua
dengan
anak
thalasemia mayor
Pengetahuan orang
tua
mengalami
peningkatan
dan
penurunan
kecemasan. Namun
penurunan cemas
tidak
signifikan
secara statistik
Orang tua pada
kelompok
intervensi
melaporkan
kecemasan dan
gejala traumatik
berkurang.
Desain penelitian,
variabel
edukasi
dan
kecemasan,
subyek penelitian
pada orang tua.
Media edukasi (leaflet),
jenis penyakit, tempat
penelitian, dan instrumen
pengukuran
kecemasan
(ZRAS)
Variabel penelitian
edukasi
dan
kecemasan
dan
subyek penelitian
pada orang tua
dengan
anak
kanker
Media edukasi (face to
face, pamphlet dan website
information),
desain
penelitian,
tempat
penelitian, dan instrumen
pengukuran
kecemasan
(STAI)
Penelitian tentang
pemberian
informasi
dan
pengukuran
kecemasan, subyek
penelitian
pada
orang tua dengan
anak kanker
Media edukasi diskusi
langsung dengan orang
tua), desain penelitian,
tempat penelitian, dan
instrumen
pengukuran
kecemasan (STAI)
10
Lanjutan Tabel 1 Keaslian penelitian
No. Peneliti
Judul Penelitian
4.
Effectiveness of planned
teaching program on
knowledge and reducing
anxiety about labor among
primigravidae in selected
hospital of Belgaum,
Karnataka
KV,
Gayatri, et
al. (2010)
Desain
Penelitian
Desain yang
digunakan
adalah quasi
experimental,
pre test,post
test dengan
kelompok
kontrol
Outcome
Persamaan
Perbedaan
Pengetahuan ibu
mengalami
peningkatan dan
ibu melaporkan
kecemasan
berkurang
Topik penelitian,
memanfaatkan
media pendidikan
dengan buku saku,
dan mengukur
tingkat kecemasan.
Tempat penelitian, desain
penelitian, dilakukan pada
ibu dengan primigravida
Download