PENDAHULUAN Prevalens obesitas dan asma meningkat

advertisement
PENDAHULUAN
Prevalens obesitas dan asma meningkat pada beberapa dekade terakhir ini
menyebabkan timbulnya suatu hipotesis bahwa terdapat hubungan diantara kedua
penyakit tersebut.1 Bukti hubungan obesitas dengan asma didapatkan dari laporan
berbagai penelitian. Penelitian epidemiologi dengan berbagai desain dan penelitian
hewan coba mengenai hubungan asma dengan obesitas telah menarik perhatian para ahli
sejak awal tahun 1990 sampai sekarang.2 Sebagian besar hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan risiko terjadi asma walaupun bentuk
kausalitas hubungan tersebut masih belum diketahui.3 Namun bukti ilmiah terakhir
mendapatkan bahwa obesitas meningkatkan risiko terjadi asma dan kondisi obesitas dan
asma merupakan suatu bentuk fenotipe asma terbaru selain fenotipe yang sudah ada
karena terdapat perbedaan derajat berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
dengan pasien asma tanpa obesitas. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh
patogenesis yang mendasari kedua keadaan ini dan diduga terdapat peranan genetik,
mekanik, inflamasi dan asupan makanan.2 Tinjauan pustaka ini membahas hubungan
asma dengan obesitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan tersebut.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi masing-masing obesitas dan asma cenderung meningkat dari tahun ke
tahun.1 Peningkatan prevalensi ini dilaporkan terjadi hampir di seluruh populasi dunia.
Laporan World Health Oragnization (WHO) tahun 2008 menyatakan bahwa terdapat
1,4 triliyun overweight dan obesitas dewasa dengan angka kejadian pada perempuan
lebih tinggi daripada laki-laki sedangkan prevalens asma adalah 1-18% pada populasi
dari berbagai negara.4,5 Hasil yang hampir sama di Indonesia, prevalens overweight
sebesar 8,8% dan obesitas sebesar 10,3% dan asma sebesar 7,7%, laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan.6,7
Bukti peningkatan prevalens asma pada obesitas didapatkan dari berbagai
penelitian epidemiologi maupun hewan coba dengan berbagai desain penelitian.2 Hasil
sebagian besar penelitian epidemiologi dengan desain potong lintang mendapatkan
1
terdapat hubungan positif sedang antara obesitas dengan asma yang tidak dipengaruhi
ras.8 Penelitian epidemiologi prospektif mendapatkan hubungan kenaikan indeks massa
tubuh (IMT) dengan kasus asma baru.2 Penelitian hewan coba mendapatkan
hipereaktivitas saluran napas, peningkatan tahanan jalan napas, inflamasi saluran napas
dan penurunan fungsi paru pada tikus dengan obesitas yang dipengaruhi oleh durasi
obesitas.9,10
HUBUNGAN ASMA DENGAN OBESITAS
Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan banyak
sel dan elemen dan ditandai dengan hiperesponsif saluran napas yang menyebabkan
gejala episodik berupa mengi, sesak, dada terasa berat dan batuk terutama malam dan
dini hari. Asma merupakan hasil interaksi faktor pejamu dan lingkungan. Salah satu
faktor pejamu yang merupakan faktor risiko terjadinya asma sekaligus pencetus asma
adalah obesitas seperti terlihat pada gambar 1.7
Faktor pejamu
Faktor lingkungan
Genetik:
Genetik alergi,
Genetik hipereaktivitas bronkus
Genetik asma
Allergen
Dalam ruangan (debu rumah, serpihan kulit,
bulu binatang
Luar ruangan (tepung sari, jamur)
Obesitas
Infeksi pernapasan terutama akibat virus
Sensitisasi lingkungan kerja (Okupasi)
Asap rokok (aktif, pasif)
Jenis kelamin
Polusi udara
Dalam rumah (asap dapur, bau yang
keras/merangsang dari makanan, dll)
Luar rumah (asap kendaraan, dll)
ASMA
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi perkembangan dan manifestasi asma
Dikutip dari (7)
2
Obesitas dan overweight adalah akumulasi kelebihan dan abnormalitas lemak
tubuh yang menimbulkan risiko terhadap kesehatan. Parameter penentuan overweight
maupun obesitas yang direkomendasikan WHO dan telah digunakan secara luas adalah
hasil pengukuran indeks massa tubuh (IMT) yang merupakan perbandingan berat badan
(kg) terhadap tinggi badan (m2).4 Individu dengan nilai IMT sebesar 25 – < 30 kg/m2
dikelompokan sebagai overweight dan ≥ 30 kg/m2 untuk obesitas. Rekomendasi WHO
untuk Asia Pasifik sedikit berbeda seperti terlihat pada tabel 1.4
Tabel 1. Klasifikasi status gizi Asia Pasifik/WHO tahun 2000
Klasifikasi
Berat badan kurang
Normal
Berat badan lebih
Berisiko
Obesitas I
Obesitas II
IMT
< 18,5
18,5 – 22,9
≥ 23
23 – 24,9
25 – 29,9
≥ 30
Dikutip dari (4)
Hubungan asma dengan obesitas sangat kompleks dan mekanisme serta bentuk
kausalitas hubungan tersebut belum diketahui dengan pasti sampai saat ini.11 Berbagai
hipotesis dikemukan oleh para ahli untuk menggambarkan hubungan kedua penyakit
tersebut.12 Fenomena yang dapat menjelaskan hubungan tersebut dibagi dalam berbagai
faktor seperti faktor genetik, mekanik, inflamasi, hormonal dan diet.13 Gambaran klinis
dan respons pengobatan pada asma dengan obesitas berbeda dengan asma tanpa
obesitas. Perbedaan ini juga meliputi perbedaan pada inflamasi sel saluran napas
sehingga asma dengan obesitas dijadikan satu fenotipe baru yaitu obesity-associated
asthma. Fenotipe ini merupakan kombinasi minimal 2 fenotipe yang berbeda yaitu
early-onset allergic disease yang dipengaruhi oleh obesitas dan late-onset disease yang
terjadi pada populasi dengan obesitas.2
Faktor genetik
Bukti mengenai faktor genetik sebagai penghubung obesitas dengan asma belum
banyak dilaporkan.2 Hallstrand dkk.dikutip dari 14 melaporkan bahwa 8% komponen genetik
3
obesitas merupakan sharing genetic dengan asma. Thomsen dkk.dikutip dari 15 melaporkan
bahwa risiko asma meningkat pada obesitas laki-laki maupun perempuan tetapi
pengaruh faktor genetik hanya bermakna pada perempuan. Obesitas mempengaruhi
fenotipe asma melalui dua jalur yaitu overlapping dan sharing kandidat gen dan
kandidat regio kromosom.16 Kandidat gen yang berperan pada obesitas dan asma
terdapat pada regio kromosom 5q, 6p, 11q dan 12q seperti terlihat pada tabel 2.16
Tabel 2. Kromosom dan kandidat gen asma dan obesitas
Lokus
5q
(5q31-32)
6p
NR3C1
TNF-α, HLA
11q13
UCP2, UCP3
Asma
Mengontrol tonus saluran
napas
Modulasi inflamasi
Modulasi respons imun
dan inflamasi
Belum diketahui
IgE
Respons inflamasi sel Th2
STAT6, IGF1,
LTA4H, CD36L1
Modulasi respons
inflamasi
12q
Kandidat gen
ADRB2
Obesitas
Mengontrol metabolisme tubuh
Modulasi inflamasi
Modulasi respons imun dan
inflamasi
Mengontrol metabolisme tubuh
Belum diketahui
Modulasi respons inflamasi
Dikutip dari (16)
Kromosom 5q terutama 5q31-32 mengandung kandidat gen adrenergic receptor
beta 2 (ADRB2) yang menyandi reseptor beta-2 adrenergik dan nuclear receptor
subfamily 3 group C member 1 (NR3C1) yang menyandi reseptor glukokortikoid.
Polimorfisme gen ADRB2 berhubungan dengan fenotipe asma alergi, asma nokturnal,
gangguan respons terapi terhadap pemberian agonis beta-2 dan obesitas. Polimorfisme
gen NR3C1 berhubungan dengan obesitas, berkurangnya respons terhadap steroid dan
peningkatan derajat dan fatalitas asma.13,16
Kromosom 6p mengandung kandidat gen TNF-α dan polimorfisme kandidat gen
maupun kromoson ini menyebabkan sekresi TNF-α abnormal yang dapat menyebabkan
hipereaktivitas bronkus pada asma dan respons inflamasi pada obesitas. Kromosom
11q13 merupakan sharing kromosom untuk asma dan obesitas. Kromosom ini
mengandung 2 kandidat gen yaitu kandidat gen reseptor imunoglobulin E (IgE) yang
berperan untuk asma dan kandidat gen uncoupling protein-2 (UCP2) dan UCP3 yang
hanya mempengaruhi pengaturan metabolisme tubuh pada obesitas. Kromosom 12q
4
mengandung kandidat gen-gen yang menyandi sitokin inflamasi asma dan obesitas yaitu
IL-1, leukotriene A4 hydrolase (LTA4H), nitric oxide synthase-1 (NOS-1) untuk asma
dan signal transducer and activator of transcription 6 (STAT6), type 1 insulinoid
growth factor (IGF1) dan cluster of differentiation 36 antigen like (CD36L1) untuk
obesitas.13,16
Polimorfisme gen merupakan hasil interaksi faktor genetik dengan faktor
lingkungan yang sudah terjadi saat awal kehidupan seperti nutrisi ibu saat hamil,
epigenetik, pola makan bayi dan infan yang mempengaruhi komposisi flora mikroba
normal dalam usus, proses inflamasi, kadar adipokin berat badan lahir dan kebiasaan
merokok ibu saat hamil. Semua faktor tersebut dapat mempengaruhi program
pembentukan janin dan anak termasuk perkembangan paru dan sistem imun. Gangguan
yang terjadi dapat berupa obesitas maupun asma yang akan berlanjut sampai usia
dewasa. Teori ini dikenal dengan hipotesis Barker atau fetal origin atau programming
hypothesis.17
Faktor mekanik
Pengaruh mekanik obesitas terhadap sistem pernapasan adalah gangguan
restriksi dengan penurunan volume paru tertentu dan diameter saluran napas perifer.13,18
Gangguan restriksi atau pengembangan paru disebabkan oleh penekanan dan infiltrasi
jaringan lemak di dinding dada serta peningkatan volume darah paru. Penurunan
volume paru yang banyak ditemukan pada obesitas adalah menurunnya nilai kapasitas
residu fungsional (KRF) dan volume cadangan ekspirasi (VCE).2,18,20 Penurunan KRF
berhubungan dengan gangguan pengembangan paru yang disebabkan oleh peningkatan
tekanan intra abdominal terhadap diafragma dan masa lemak yang terdapat pada
dinding dada menyebabkan ketidakimbangan antara tekanan inflasi dan deflasi sehingga
KRF terjadi pada saat volume paru rendah seperti terlihat pada gambar 2.2 Obesitas
tidak terlalu mempengaruhi nilai kapasitas paru total (KPT) kecuali pada obesitas berat
dan nilai volume residu (VR) biasanya normal bahkan meningkat.2
5
Gambar 2. Perbedaan pernapasan pada obesitas dengan normal
Dikutip dari (2)
Nilai rasio volume ekspirasi paksa detik pertama dengan kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP) pada obesitas
meningkat jika airway closure dan gas trapping
menurunkan nilai KVP. Namun rasio VEP1/KVP dapat tetap normal jika penurunan
diameter saluran napas akibat bernapas pada KRF rendah meningkatkan tahanan jalan
napas sehingga mengurangi nilai VEP1 dan KVP.2 Selain itu penyempitan saluran napas
akibat tekanan mekanik tersebut dapat menimbulkan hiperesponsif jalan napas.22
Obesitas dapat mengubah kontraktilitas otot polos saluran napas, meningkatkan respons
saluran napas dan menyebabkan perubahan siklus kontraksi aktin-miosin sel yang
akhirnya meningkatkan hiperreaktivitas dan obstruksi saluran napas seperti terlihat pada
gambar 3.2,18
6
Gambar 3. Efek mekanik obesitas pada paru
Dikutip dari (18)
Faktor inflamasi
Obesitas merupakan proses inflamasi kronik derajat rendah yang melibatkan
banyak sel dan elemennya seperti sel-sel imun dan mediator proinflamasi.2 Pada
obesitas didapatkan perubahan pada sel monosit, makrofag dan sel limfosit.22 Penelitian
pada tikus dan manusia mendapatkan lebih dari 800 gen berhubungan dengan obesitas
terlibat dalam respons inflamasi dan aktivasi makrofag menghasilkan suatu macrophage
enhanced metabolic network.2,23 Peningkatan jumlah makrofag yang terdapat pada
jaringan lemak dan sekresi berbagai molekul inflamasi seperti tumor necrosing factoralpha (TNF-α), interleukin-6 (IL-6), monocyte chemo-attracting protein-1 (MCP-1),
plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), leptin, adiponektin, CRP dan berbagai
komplemen ditemukan pada obesitas.2, 22 Mediator-mediator tersebut juga dihasilkan sel
lemak dan hal inilah yang menjadi penghubung obesitas dengan asma seperti terlihat
pada gambar 4.2
7
Gambar 4. Faktor yang berperan dalam patogenesis asma pada obesitas
Dikutip dari (2)
Produksi IL-6 oleh sel adiposit maupun makrofag meningkat pada obesitas.
Interleukin-6 merupakan sitokin yang memiliki banyak aktivitas biologis dan dilepaskan
pada kondisi inflamasi kronik seperti pada obesitas dan mempunyai aksi proinflamasi
maupun antiinflamsi. Peningkatan kadar IL-6 berhubungan dengan stimulasi terhadap
histamin, IL-4 yang meningkatkan produksi IgE, TNF-α, IL-1, CRP dan fibrosis
subepitelial saluran napas dalam proses remodeling saluran napas. Sitokin lain yang
diduga penghubung asma dengan obesitas adalah TNF-α yang meningkat pada asma
maupun obesitas. Tumor necrosing factor-α merupakan sitokin yang dihasilkan oleh
makrofag dan meningkat pada obesitas dan berperan meningkatkan produksi IL-4 dan
IL-6 oleh epitel bronkus.13,16
Plasminogen activator inhibitor-1 dihasilkan oleh sel adiposit dan produksinya
meningkat pada obesitas serta berperan dalam proses remodelling saluran napas dan
hiperreaktivitas bronkus.24 C reactive protein merupakan marker inflamasi fase akut
yang dihasilkan oleh sel hati sebagai respons dari induksi IL-6. Peranan CRP salah
satunya adalah turut andil dalam proses apoptosis sel. Kadar CRP meningkat pada
obesitas dan juga pasien asma dengan obesitas tetapi peranannya pada asma masih
belum jelas.25 Kadar 8-isoprostan yang merupakan suatu marker stress oksidatif yang
berperan dalam patofisiologi asma ditemukan meningkat pada pasien asma dengan
obesitas dan diduga sebagai penghubung asma dengan obesitas.26
8
Faktor hormonal
Sel adiposit memproduksi hormon adipokin yaitu leptin dan adiponektin yang
dilepaskan ke dalam sirkulasi. Peningkatan kadar adipokin dapat mempengaruhi saluran
napas secara langsung atau melalui sel-sel imun.2 Adipokin adalah kelompok protein
yang dihasilkan oleh sel adiposit terdiri dari leptin dan adiponektin. Hubungan adipokin
dengan asma telah banyak diteliti tetapi mekanisme hubungan tersebut masih menjadi
perdebatan. Namun sebagian hasil penelitian mendapatkan hubungan positif antara
leptin serum dengan risiko asma dan hubungan negatif antara adiponektin dengan risiko
asma yang dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Peneltian hewan coba mendapatkan
bahwa
adipokin
menginduksi
hipereaktivitas
bronkus
dan
sebaliknya
asma
mempengaruhi produksi adipokin.2, 27,28
Leptin adalah protein bermolekul kecil yang disekresikan oleh sel adiposit dan
berperan sebagai mediator selera makan dan pemakaian energi oleh tubuh. Aksi leptin
dimediasi melalui reseptor membran yang diekspresikan di hipotalamus dan sel-sel
imun bawaan maupun didapat. Pengaruh leptin pada sel imun bawaan adalah
mendukung fagositosis, meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, kemokin dan
aktivasi berbagai molekul marker yang terdapat pada membran sel imun sedangkan
pada sel imun didapat adalah menginduksi proliferasi sel T, memodulasi produksi
sitokin yang berasal dari sel Th1.2
Kadar leptin sirkulasi meningkat pada obesitas sedangkan peranan leptin pada
asma masih belum diketahui. Pada hewan coba tikus, pemberian leptin meningkatkan
hipereaktivitas saluran napas pada tikus dengan berat badan normal. Leptin menekan
produksi sitokin yang berasal dari sel Th2 dan terdapat hubungan positif dengan IgE
serum. Defisiensi
leptin pada obesitas mengganggu fungsi makrofag alveolar dan
pemberian leptin eksogen dapat meningkatkan kembali aktivasi makrofag alveolar.2, 29
Kadar adiponektin menurun pada obesitas dan meningkat dengan penurunan
berat badan. Adiponektin memiliki efek antiinflamasi dan menurunkan hipereaktivitas
bronkus tetapi mekanismenya belum diketahui. Adiponektin di dalam sirkulasi terdiri
dari 3 jenis high molecular weight adiponectin, hexameric adiponectin dan trimeric
adiponectin dan yang diduga berperan pada kelainan respirasi adalah high molecular
weight adiponectin karena kadarnya menurun pada spesimen yang berasal dari BAL
9
hewan coba tikus walaupun kadar di dalam serummya meningkat. Reseptor adiponektin
yang telah diidentifikasi adalah AdipoR1, AdipoR2 dan T-chaderin. AdipoR1
diekspresikan pada berbagai sel termasuk epitel bronkus namun peranannya belum
diketahui.2, 21,30,31
Hormon lain yang diduga sebagai penguhubung obesitas dengan asma adalah
estrogen. Penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Camargo dkk.dikutip
dari 13
mendapatkan bahwa pengaruh obesitas terhadap kejadian asma pada perempuan lebih
besar daripada laki-laki. Hal ini berhubungan dengan peningkatan enzim aromatase
pada jaringan adiposa pada obesitas. Enzim ini berperan mengubah androgen menjadi
estrogen. Peningkatan produksi estrogen didapatkan pada obesitas dan usia pubertas
yaitu awal menstruasi perempuan sedangkan pada laki-laki onsetnya lebih lambat.13
Gaya hidup dan diet
Hubungan asma dengan obesitas merupakan interaksi antara faktor lingkungan
dengan genetik. Pembatasan aktivitas fisis karena sakit dan asupan makanan berlebihan
secara akut maupun kronik sering dijumpai pada pasien asma. Kelebihan makronutrien
glukosa dan lemak merupakan penyebab stress oksidatif pada obesitas dan asma.
Restriksi kalori dapat menurunkan kadar stress oksidatif pada pasien asma ditunjukkan
dengan perbaikan nilai arus pucak ekspirasi dan perbaikan gejala asma namun
mekanismenya belum jelas.2,32
Defisiensi vitamin A, C, E, karoten, riboflavin, piridoksin, ion seng dan
magnesium berhubungan dengan munculnya gejala asma dan hiperreaktivitas bronkus.
Suplementasi vitamin A, C, E dan ion seng menurunan derajat serangan dan frekuensi
eksaserbasi asma. Ion natrium (Na) dilaporkan juga berhubungan dengan asma dan
obesitas. Retensi ion Na akibat produksi angiotensin II oleh adiposit dan leptin yang
menimbulkan efek simpatis langsung pada ginjal dan berhubungan dengan peningkatan
hipereaktivitas saluran napas.13
10
PERANAN PENYAKIT PENYERTA OBESITAS TERHADAP ASMA
Obesitas meningkatkan risiko asma melalui penyakit penyerta seperti refluks
gastro-esofagus dan obstructive sleep apnea (OSA).33 Kedua komorbiditas ini
berhubungan dengan serangan asma akut dan perburukan kondisi asma.9 Para ahli
berspekulasi bahwa refluks gastro-esofagus dapat menyebabkan gejala asma pada
populasi obesitas. Refluks gastro-esofagus meningkat seiring dengan meningkatkatnya
IMT. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa terdapat hubungan refluks gastroesofagus dengan meningkatnya hipereaktivitas bronkus dan mengi yang diduga
disebabkan oleh stimulasi saraf vagal oleh asam lambung dan mikroaspirasi asma
lambung ke dalam bronkus.33
Prevalens OSA meningkat pada penderita asma seiiring dengan kenaikan IMT.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa OSA yang merupakan penyakit penyerta obesitas
merupakan faktor risiko memperburuk kondisi asma. Mekanisme pasti peranan OSA
terhadap hubungan asma dengan obesita masih belum jelas tetapi diduga terjadi melalui
banyak jalur seperti refleks vagal yang menyebabkan bronkokonstriksi, inflamasi
saluran napas atas yang menyebabkan inflamasi saluran napas bawah (konsep united
airway disease) dan gangguan gerakan bronkus dari sentral. Peranan penyakit penyerta
obesitas lainnya seperti hiperkolesterolemia, hipertensi dan diabetes melitus terhadap
hubungan asma dengan obesitas masih belum diketahui dan membutuhkan penelitian
lebih lanjut.9,33
PENATALAKSANAAN ASMA PADA OBESITAS
Pencapaian asma terkontrol sulit didapatkan pada pasien asma dengan obesitas
yang seringkali tidak respons terhadap inhalasi kortikosteroid maupun kombinasi
kortikosteroid dengan agonis beta-2 kerja lama (LABA) dan juga dengan pemberian
teofilin.2,11,34 Penurunan respons terhadap medikasi asma tidak dijumpai pada
penggunaan antileukotrien sehingga dapat dijadikan alternatif terapi dalam pengontrolan
asma.35 Penyebab pasti perubahan respons terhadap medikasi masih belum diketahui
11
sampai saat ini dan masih dalam penelitian Namun diduga berhubungan dengan
inflamasi sistemik.1
Peningkatan berbagai sitokin dan mediator inflamasi sistemik yang dijumpai
pada obesitas seperti leptin, TNF-α, IL-6 dan CRP dilaporkan juga memediasi
terjadinya resistensi terhadap kortikosteroid pada asma.1 Hasil penelitian terbaru
melaporkan bahwa pada asma resisten steroid terjadi peningkatan regulasi TNF-α dan
IL-6 yang terdapat dalam sel makrofag alveolar yang mengesankan bahwa sitokinsitokin tersebut dapat mempengaruhi respons terapi terhadap kortikosteroid inhalasi.1
Boulet dkk.dikutip
dari 36
melaporkan bahwa respons pasien asma pada overweight dan
obesitas terhadap pemberian flutikason dengan atau tanpa kombinasi dengan salmetrol
lebih rendah daripada pasien asma berat badan normal maupun kurus. Hasil yang sama
didapatkan oleh Peters-Golden dkk.dikutip dari 35 bahwa terjadi penurunan respons terhadap
pemberian beklometason inhalasi seiring dengan peningkatan IMT pada pasien asma.
Obesitas mempengaruhi pengontrolan asma dan kualitas hidup.2 Obesitas
memiliki gejala asma yang lebih berat dan penggunaan obat-obat asma lebih sering
daripada pasien asma tanpa obesitas. Obesitas memiliki dampak penting pada gejala
asma, penggunaan obat-obat, kualitas hidup dan kekerapan masuk rumah sakit.2
Penurunan berat badan dan penatalaksanaan penyakit penyerta merupakan strategi
penting penatalaksanaan asma pada obesitas.2 Penurunan berat badan melalui bedah
maupun pengaturan diet terbukti dapat meningkatkan pencapaian asma terkontrol dan
perbaikan fungsi paru (VEP1, KVP dan nilai APE).2,
33,36
Susanto dkk.dikutip
dari 37
mendapatkan perbaikan gejala asma dan penggunana bronkodilator berkurang pada
penderita asam persisten sedang dengan penyakit reflus gastro-esofagus yang mendapat
proton pump inhibitor 40 mg setiap hari selama 8 minggu. Pengobatan OSA dapat
memperbaiki gejala asma tetapi tidak mempengaruhi faal paru dan hipereaktivitas
bronkus.33
12
KESIMPULAN
1. Penelitian epidemiologi maupun hewan coba telah membuktikan hubungan asma
dengan obesitas tetapi belum dapat menjawab hubungan kausalitas kedua penyakit
tersebut.
2. Obesity-associated asthma diduga sebagai suatu fenotipe baru karena derajat derat
penyakit dan respons terhadap pengobatan berbeda dengan pasien asma tanpa
obesitas.
3. Hubungan asma dengan obesitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, mekanik, inflamasi, hormonal dan diet.
4. Perubahan respons terhadap medikasi terutama obat pengontrol asma pada obesitas
diduga berhubungan dengan inflamasi sistemik yang terjadi pada obesitas.
5. Penurunan berat badan dan penatalaksanaan penyakit penyerta obesitas merupakan
strategi penting dalam penatalaksanaan asma pada obesitas selain obat-obatan.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutherland ER. Obesity and asthma. Immunol Allergy Clin North Am.
2008;28(3):589–602.
2. Dixon AE, Holguin F, Sood A, Salome CM, Pratley RE, Beuther DA, et al.
obesity and asthma. Proc Am Thorac Soc. 2010;7:325–35.
3. Beuther DA, Sutherland ER. Overweight, obesity, and incident asthma: a metaanalysis of prospective epidemiologic studies. Am J Respir Crit Care Med.
2007;175:661–6.
4. World Health Organization. Obesity fact sheet. [cited 1912 November 3].
Available from. http://whglibdoc.who.int/publications/2012.
5. World Health Organization. Asthma fact sheet. [cited 1912 November 3].
Available from. http://whglibdoc.who.int/publications/2012
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar (RISKEDA) 2007. Laporan Nasional 2008:94–8.
7. Beban asma. In: Sutoyo DK, Setyanto DB, Rengganis I, Yunus F, Sundaru H,
editors. Pedoman Tatalaksana Asma. Jakarta: Dewan Asma Indonesia.2011.p.4.
8. Ford ES. The epidemiology of obesity and asthma. J Allergy Clin Immunol.
2005;115:897–909.
9. Shore SA. Obesity and asthma: lessons from animal models. J Appl Physiol.
2007;102:516–28.
10. Johnston RA, Zhu M, Rivera-Sanchez YM, Lu FL, Theman TA, Flynt L, et al.
Allergic airway responses in obese mice. Am J Respir Crit Care Med.
2007;176:650–8.
11. Global initiative for asthma. Definition and overview. In: Global strategy for
asthma management and prevention. NHLBI Publication.2011.p.5.
12. Plumb J, Brisbon N. The interplay of obesity and asthma. Curr All and Asth
Rep. 2007:1–6.
13. Delgado J, Barranco P, Quirce S. Obesity and asthma. J Investig Allergol Clin
Immunol. 2008;18(6):419–5.
14. Hallstrand TS, Fischer ME, Wurfel MM, Afari N, Buchwald D, Goldberg J.
Genetic pleiotropy between asthma and obesity in a community-based sample of
twins. J Allergy Clin Immunol. 2005;116:1235–41.
15. Thomsen SF, Ulrik CS, Kyvik KO, Sorensen TI, Posthuma D, Skadhauge LR, et
al. Association between obesity and asthma in a twin cohort. Allergy.
2007;62:1189–194.
16. Tantisira KG, Weiss ST. Complex interactions in complex traits: obesity and
asthma. Thorax. 2001;56:ii64–73.
17. Brisbon N, Plumb J, Brawer R, Paxman D. The asthma and obesity epidemics:
The role played by the bulit enviroment a public health prespective. J Allergy
Clin Immunol. 2005;115:1024–8.
18. Beuther DA, Weiss ST, Sutherland ER. Obesity and asthma. Am J Respir Crit
Care Med. 2006;174:112–9.
19. Watson RA, Pride NB. Postural changes in lung volumes and respiratory
resistance in subjects with obesity. J Appl Physiol. 2005;98:512–7.
14
20. Sutherland TJ, Goulding A, Grant AM, Cowan JO, Williamson A,Williams SM,
et al. The effect of adiposity measured by dual-energy X-ray absorptiometry on
lung function. Eur Respir J. 2008;32:85–91.
21. Shore SA. Obesity and asthma: possible mechanism. J Allergy Clin Immunol.
2008;121(5):1087–93.
22. Ferrante AW Jr. Obesity-induced inflammation: a metabolic dialogue in the
language of inflammation. J Intern Med. 2007;262:408–14.
23. Chen Y, Zhu J, Lum PY, Yang X, Pinto S, MacNeil DJ, et al. Variations in
DNA elucidate molecular networks that cause disease. Nature. 2008;452:429–
35.
24. Shore SA, Fredberg JJ. Obesity, smooth muscle, and airway
hyperresponsiveness. J Allergy Clin Immunol. 2005;925–7.
25. Visser M, Bouter LM, McQuillan GM, Wener MH, Harris TB. Elevated Creactive protein levels in overweight and obese adults. JAMA.
2009;282(22):2131–5.
26. Komakula S, Khatri S, Mermis J, Savill S, Haque S, Rojas M, et al. Body mass
index is associated with reduced exhaled nitric oxide and higher exhaled 8isoprostanes in asthmatics. Respir Res. 2007;8:32.
27. Shore SA, Schwartzman IN, Mellema MS, Flynt L, Imrich A, Johnston RA.
Effect of leptin on allergic airway responses in mice. J Allergy Clin Immunol.
2005;115:103–9.
28. Shore SA, Terry RD, Flynt L, Xu A, Hug C. Adiponectin attenuates allergeninduced airway inflammation and hyperresponsiveness in mice. J Allergy Clin
Immunol. 2006;118:389–95.
29. Sood A, Ford ES, Camargo CA Jr. Association between leptin and asthma in
adults. Thorax. 2006;61:300–5.
30. Hug C, Wang J, Ahmad NS, Bogan JS, Tsao TS, Lodish HF. T-cadherin is a
receptor for hexameric and high-molecular-weight forms of acrp30/adiponectin.
Proc Natl Acad Sci USA. 2004;101:10308–13.
31. Yamauchi T, Nio Y, Maki T, Kobayashi M, Takazawa T, Iwabu M, et al.
Targeted disruption of adipor1 and adipor2 causes abrogation of adiponectin
binding and metabolic actions. Nat Med.2007;13:332–9.
32. Johnson JB, Summer W, Cutler RG, Martin B, Hyun DH, Dixit VD, et al.
Alternate day calorie restriction improves clinical findings and reduces markers
of oxidative stress and inflammation in overweight adults with moderate asthma.
Free Radic Biol Med. 2007;42:665–74.
33. Lugogo NL, Kraft M, Dixon AE. Does obesity produce a distinct asthma
phenotype?. J Apply Physiol. 2010;108:729–34.
34. Sutherland ER, Goleva E, Strand M, Beuther DA, Leung DY. Body mass and
glucocorticoid response in asthma. Am J Respir Crit Care Med. 2008;178:682–
7.
35. Peters-Golden M, Swern A, Bird SS, Hustad CM, Grant E, Edelman JM.
Influence of body mass index on the response to asthma controller agents. Eur
Respir J. 2006;27:495–503.
36. Boulet LP, Franssen E. Influence of obesity on response to fluticasone with or
without salmeterol in moderate asthma. Respir Med. 2007;101:2240–7.
15
37. Susanto AD, Yunus F, Wiyono WH, Sawitri N, Lelosutan SAR. Asthma
symptoms improvement in moderate persistent asthma patients with
gastroesophageal reflux disease (GERD): the role of proton pump inhibitor. Med
J Indones. 2008;7(3):169-74.
16
Download